SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh: Yuliana Dwi Kristanti
061114010
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling
Disusun Oleh: Yuliana Dwi Kristanti
061114010
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
penolongku dan Allahku!” (Mazmur 42:12)
☺
“Dengan amat sangat aku mengharapkan Tuhan, Dia mengindahkan daku dan
mendengarkan seruanku” (Mazmur 40:2
)v
Kupersembahkan skripsi ini untuk:
Bunda Maria dan Tuhan Yesus yang selalu menyertaiku, mendampingi, dan
memberiku kekuatan serta pengharapan,
Roh Kudus dan Malaikat yang selalu melindungi dan menuntun setiap langkah
yang saya tempuh,
Kedua orang tuaku Bpk. Y. Ngadiyono dan Ibu An. Sri Wahyuni
Kakakku Christina Meliyana Wati dan Setya Wahyudi yang sudah memberi
dukungan kepada saya,
Adikku L.Yudi Kristianto yang sudah mendukung saya,
vi Nama : Yuliana Dwi Kristanti Nomor Mahasiswa : 061114010
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
DESKRIPSI TINGKAT KONSEP DIRI SISWA KELAS VIII SMP XAVERIUS METRO LAMPUNG TAHUN 2010/2011 DAN IMPLIKASINYA PADA TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kapantingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun member royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 12 April 2011
Yang menyatakan
vii
kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 April 2011 Penulis
viii
DAN IMPLIKASINYA PADA TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL Yuliana Dwi Kristanti
Universitas Sanata Dharma, 2011
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsep diri positif siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung tahun 2010/2011 dan implikasinya terhadap penyusunan topik-topik bimbingan klasikal. Masalah dari penelitian ini adalah guru Bimbingan dan Konseling di sekolah SMP Xaverius Metro mengalami kesulitan dalam membuat program bimbingan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh siswa khususnya permasalahan konsep diri.
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung tahun 2010/2011, yang berjumlah 60 siswa. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari 60 butir item pernyataan, terbagi menjadi enam aspek yaitu fisik, personal, prestasi, moral, sosial, dan keluarga. Teknik analisa data yang digunakan adalah dengan membuat tabulasi data, menghitung skor rata-rata siswa, menghitung skor rata-rata setiap butir item pernyataan pada kuesioner, dan menentukan kategori diagnosis berdasarkan penggolongan subjek tingkat konsep diri yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
ix
IMPLICATION TO THE PROPOSED CLASSROOM GUIDANCE TOPICS
Yuliana Dwi Kristanti Sanata Dharma University
Yogyakarta 2011
The study aimed to find out the positive self concept description of class VIII students of Xaverius Junior High School, Metro city, Lampung and its implications to the proposed classroom guidance topics. The problem of the study was that the guidance and counseling teacher at Xaverius Junior High School, Metro City had some problems in composing the apropriate guidance program to solve problems experienced by the students, especially about problem of self concept.
The subjects of the study were 60 students of class VIII of Xaverius Junior High School Metro City, Lampung, School Year 2010/2011. The research instrument used in the study was the questionnaire that consisted of 60 items which were divided into six aspects. The six aspects were physical aspect, personal aspect, achievement aspect, morality aspect, social aspect and family aspect. The data was analyzed by doing data tabulation, counting the average score of the students, counting the average score of each item on the questionnaire, and classifying the subjects based on their level of self concept (high, moderate and low).
x
berkat dan kasih karunianya yang berlimpah., sehingga terselesaikanlah penulisan skripsi yang berjudul Deskripsi Tingkat Konsep Diri Positif Siswa kelas VIII SMP Xaverius Kota Metro-Lampung dan Implikasinya Pada Topik Bimbingan Klasikal .
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. M.M.Sri Hastuti, M.Si., Ketua Program studi Pendidikan Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
2. Br. Triyono, SJ.,SS, MA, selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga serta mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak M. Mujiriwanto, S.Pd selaku kepala Sekolah Menengah Pertama Xaverius Metro, Lampung yang telah memberikan ijin penelitian.
xi
6. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Y. Ngadiyono dan ibu Anastasia Sri Wahyuni yang selalu memberikan dukungan baik material maupun spiritual serta kasih sayang dan perhatian.
7. Kakakku tersayang Christina Meliyana Wati dan Setya Wahyudi terima kasih atas dukungan, dan perhatiannya selama ini.
8. Adikku tersayang Leonardus Yudi Kristianto terima kasih atas dukungannya selama ini.
9. Sr. Ety OSU, Sr. Kori OSU, dan Sr. Yati OSU serta teman-teman di Pondok Angela terima kasih atas dukungan, perhatian, doa, kebersamaan serta persaudaraan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini dengan baik, untuk Gabe, Nicke, Lusi, dan Lia terima kasih untuk semua dukungannya. 10.Semua teman-teman dan suster se kelasku di program Bimbingan dan Konseling
2006, atas perhatian dan dukungannya selama ini, untuk Mia, Sr. Ety OSU, dan teman-teman yang lain.
11.Teman-teman seperjuangan yang sama-sama menulis skripsi dan saling bantu membantu untuk mengatasi kesulitan yang ada selama menulis skripsi ini Lina, Nevi, dan Ayu.
xii
Penulis
xiii
HALAMAN PENGESAHAN ……… iii
HALAMAN MOTO ……….. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ………. v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH … vi HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vii
ABSTRAK ……….. viii
ABSTRACT ……… ix
KATA PENGANTAR ……… x
DAFTAR ISI ………. xiii
DAFTAR TABEL ……….. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ………... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1
B. Perumusan Masalah ………... 4
C. Tujuan Penelitian ………... 4
D. Manfaat Penelitian ………. 4
E. Batasan Istilah ……… 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 7
xiv
4. Ciri Konsep Diri yang Positif ………. 14
5. Aspek-Aspek Konsep Diri ………... 15
B. Remaja ……….. 20
1. Pengertian Remaja ……….. 20
2. Perkembangan Konsep Diri Remaja ……… 21
C. Bimbingan ……….. 22
1. Pengertian Bimbingan ………. 22
2. Bimbingan di Sekolah ……….. 23
3. Jenis-Jenis Bimbingan ………. 25
D. Bimbingan Klasikal dan Pengembangan Konsep Diri Siswa ……… 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 30
A. Jenis Penelitian ……….. 30
B. Subyek Penelitian ……….. 30
C. Instrumen Penelitian ……….. 31
D. Validitas dan Reliabilitas ………34
1. Validitas ………34
2. Reliabilitas ………36
E. Uji Coba Instrumen Penelitian ………37
xv
2. Tahap Pengumpulan Data ……… 40
3. Teknik Analasis Data ………40
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………... 44
A. Hasil Penelitian ………. 44
1. Deskripsi Tingkat Konsep Diri Siswa ………. 44
2. Butir-Butir Konsep Diri yang Belum Tercapai oleh para Siswa.. 46
B. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 47
C. Usulan Topik Bimbingan Klasikal ……… 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
A. Kesimpulan ……… 65
B. Saran ……….. 65
DAFTAR PUSTAKA ………... 67
xvi
Tabel 2. Komposisi Kuesioner Permasalahan Tingkat Konsep Diri Siswa ……… 32
Tabel 3. Hasil Revisi Berdasarkan Pendapat Ahli (expert judgement) ………….. 35
Tabel 4. Patokan Kuesioner Korelasi ……….. 38
Tabel 5. Kategori Tingkat Konsep Diri Siswa ……… 42
Tabel 6. Skor Rata-Rata Konsep Diri Siswa ……… 44
Tabel 7. Butir Item yang Memiliki Skor Rendah dan Sedang ………. 46
xvii
Lampiran 2. Hasil Perhitungan Ujicoba Validitas dan Realibilitas ………. 72
Lampiran 3. Kuesioner Konsep Diri ………. 77
Lampiran 4. Data Hasil Penelitian Tingkat Konsep Diri Siswa……… 86
Lampiran 5. Data Penghitungan Hasil Skor Rata-Rata Butir ………... 89
Lampiran 6. Kategori Skor Tingkat Konsep Diri Siswa ……… 90
Lampiran 7: GBPP (Garis Besar Program Pelayanan) ……….. 91
1
Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Setiap orang tentu memiliki konsep diri. Konsep diri yang dimiliki
oleh setiap orang itu bisa terbentuk karena adanya pengaruh dari lingkungan
(Centi, 1993:16). Adapun lingkungan yang dapat mempengaruhi terbentuknya
konsep diri adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
teman sebaya. Namun dari ketiga lingkungan tersebut, lingkungan yang paling
utama dan berperan penting dalam membentuk konsep diri seseorang adalah
lingkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarga seorang anak akan membentuk
konsep diri, informasi yang mereka dapat dan tanggapan dari orang tua akan
mereka dengarkan. Apabila dalam lingkungan keluarga anak diperlakukan dengan
baik oleh orang tua maka anak akan memiliki konsep diri yang positif. Sebaliknya
apabila anak diperlakukan dengan kurang menyenangkan oleh orang tua maka
anak akan memiliki konsep diri yang negatif. Orang tua mempunyai pengaruh
yang sangat besar untuk perkembangan seorang anak, karena tanggapan dari
orang tua ini akan dijadikan cermin oleh seorang anak untuk melihat dirinya.
Lingkungan sekolah juga mempunyai pengaruh yang besar dalam
bertemu dengan orang lain yaitu guru dan teman sebaya. Seorang guru
akan menjadi contoh bagi siswa, karena siswa menganggap guru adalah orang
yang memiliki teladan. Perlakuan seorang guru terhadap siswa dapat membantu
siswa untuk mengembangkan konsep diri. Apabila guru di sekolah
memperlakukan siswa dengan baik tanpa memilih-milih kemampuan siswa, maka
siswa akan mengembangkan konsep diri yang positif. Tetapi sebaliknya apabila
siswa diperlakukan kurang baik oleh guru seperti guru hanya memperhatikan
siswa yang memiliki kemampuan yang baik saja maka siswa yang merasa tidak
memiliki kemampuan yang baik akan membentuk konsep diri negatif, karena
siswa merasa kurang di perhatikan oleh guru. Lingkungan sekolah ini juga
merupakan tempat yang digunakan untuk bersaing antara siswa satu dengan siswa
yang lain. Apabila seorang siswa memiliki konsep diri yang positif maka siswa
tersebut akan menghadapi persaingan tersebut dengan senang hati. Tetapi bagi
siswa yang memiliki konsep diri negatif persaingan adalah hal yang kurang
menyenangkan karena siswa tersebut merasa tidak memiliki kemampuan yang
sama-sama dengan teman yang lain.
Lingkungan teman sebaya dapat mempengaruhi terbentuknya konsep
diri. Bagi siswa yang memiliki konsep diri positif mereka tidak mengalami
kesulitan untuk bergaul dengan teman yang lain karena siswa yang memiliki
kemampuan yang sama dengan teman yang lain kehadirannya akan diterima dan
disenangi oleh teman yang lain. Sebaliknya bagi siswa yang tidak memiliki
mengalami kesulitan dalam bergaul, yang muncul adalah rasa kurang percaya diri,
minder dan tidak mendapatkan teman. Apabila siswa yang merasa tidak mampu
ini tidak dibantu maka perkembangan dirinya akan terus terhambat.
Siswa yang memiliki konsep diri negatif inilah yang perlu dibantu
untuk mengembangkan konsep dirinya menjadi positif, sehingga perkembangan
dirinya tidak terhambat. Apabila seorang siswa memiliki konsep diri positif maka
segala sesuatu yang dikerjakan akan menuju kearah keberhasilan, karena
seseorang yang memiliki konsep diri positif berpikir dan merasa dirinya mampu
menyelesaikan semua tugas yang ada dengan baik sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya.
Penelitian ini dilakukan di SMP Xaverius Lampung. Sekolah ini di pilih
karena dari hasil pengamatan ditemukan bahwa di sekolah SMP Xaverius ini
mengalami kesulitan dalam membuat program bimbingan yang sesuai dengan
permasalahan yang di hadapi oleh siswa khususnya permasalahan konsep diri.
Sehingga dapat dilihat bahwa tidak semua siswa memiliki konsep diri positif.
Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah diharapkan perlu membuat program
bimbingan yang sesuai dengan realita permasalahan yang dihadapi oleh siswa di
sekolah SMP Xaverius kota Metro-Lampung, dengan memberikan topik-topik
bimbingan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh siswa. Sehingga
siswa dapat terbantu untuk mengembangkan konsep diri positif. Sebagai
mahasiswa Bimbingan dan Konseling, maka peneliti tertarik untuk melakukan
kelas VIII SMP Xaverius kota Metro, Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk
memperoleh data supaya dapat menyusun topik bimbingan klasikal yang relevan
dan efektif.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana tingkat konsep diri para siswa kelas VIII SMP Xaverius kota
Metro-Lampung ?
2. Butir-butir konsep diri manakah yang belum tercapai pada diri para siswa kelas
VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung tahun 2010/2011 ?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui tingkat konsep diri siswa kelas VIII SMP Xaverius kota
Metro-Lampung.
2. Menyusun topik bimbingan klasikal untuk meningkatkan konsep diri siswa
kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung sesuai dengan butir-butir
konsep diri yang belum tercapai.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
Kepala sekolah SMP Xaverius kota Metro-Lampung dapat memperoleh
informasi mengenai permasalahan dalam bidang personal yang dihadapi oleh
siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung, khususnya tentang
konsep diri. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
untuk meningkatkan perkembangan kepribadian para siswa.
2. Guru Pembimbing
Hasil penelitian membantu guru pembimbing untuk memahami konsep diri
siswa. Pemahaman tersebut dapat menjadi dasar meningkatkan efektivitas
pelayanan kepada para siswa, terutama dalam perkembangan konsep diri yang
sehat.
3. Peneliti
Peneliti memperoleh pengalaman untuk belajar menganalisis suatu masalah
khususnya tentang konsep diri dan menemukan jenis kegiatan untuk
memecahkan permasalahan tersebut. Pengalaman ini sangat berguna untuk
mendewasakan diri dalam rangka untuk menjadi guru BK.
4. Peneliti lain
Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pembanding peneliti lain
mengenai konsep diri.
5. Siswa
Hasil penelitian ini bisa membantu para siswa untuk mengenal dan
E. Batasan Istilah
1. Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya. Konsep
diri merupakan proses seseorang mulai mengenali sebagian diri mereka mulai
dari penampilan fisik, psikologis, prestasi, sosial, moral, dan keluarga.
2. Tingkat konsep diri adalah tinggi rendah konsep diri yang dimiliki oleh siswa
sesuai dengan hasil penelitian atau data yang diperoleh melalui instrumen yang
dipakai dalam penelitian ini.
3. Siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung adalah siswa yang
bersekolah di SMP Xaverius tahun 2009/2010.
4. Bimbingan klasikal adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diberikan
kepada para siswa dalam kelompok kelas. Program tersebut dirancang untuk
7
Bab ini memuat uraian mengenai konsep diri, remaja, bimbingan, dan
peran bimbingan dalam konsep diri remaja.
A. Konsep Diri
1. Pengertian Konsep Diri
Menurut Hurlock (2005), konsep diri adalah keseluruhan gambaran,
pandangan, keyakinan, penghargaan, dan perasaan seseorang tentang dirinya
sendiri. Konsep diri terbentuk dari pengalaman individu dalam berinteraksi
dengan orang lain. Tanggapan yang diterima dari orang lain dijadikan cermin
bagi individu dalam memandang dan menilai dirinya sendiri.
Atwater (dalam Desmita 2009:163) mendefinisikan konsep diri
sebagai keseluruhan gambaran diri yang meliputi persepsi seseorang tentang
diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan diri.
Selanjutnya Atwater mengidentifikasi konsep diri menjadi tiga bentuk.
Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang
melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan
harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga Social self, yaitu
bagaimana orang lain melihat dirinya.
Burns (dalam Desmita 2009: 164) mendefinisikan konsep diri sebagai
bereaksi atau bertindak, menurut cara tertentu terhadap suatu obyek (manusia atau
bukan manusia).
Menurut Paul J. Centi (1993:9) konsep diri adalah gagasan tentang
diri sendiri. Konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri
sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana
kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang
diharapkan.
Konsep diri merupakan gambaran diri yang dimiliki seseorang tentang
dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari
interaksi dengan lingkungan (Hendriati 2006:138).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka yang dimaksud dengan
konsep diri adalah gambaran, keyakinan, penghargaan, perasaan dan sikap
seseorang terhadap dirinya yang dipengaruhi oleh lingkungan. Dengan
demikian setiap individu memiliki penilaian diri yang berbeda dibandingkan
dengan orang lain.
2. Pembentukan Konsep Diri
Symond (dalam Hendriati 2006:143) mengatakan bahwa persepsi
tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai
berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perspektif. Konsep
diri anak berkembang dan terbentuk dari pengalaman dan hasil interaksi dengan
lingkungan. Lingkungan yang membentuk konsep diri anak bisa berasal dari
Lingkungan yang mempunyai pengaruh paling besar dalam
membentuk konsep diri anak adalah keluarga terutama dari orang tua. Informasi
yang diperoleh selama berinteraksi dengan orang tua sungguh mempengaruhi
konsep diri anak. Anak akan mendengarkan apa yang disampaikan orang tua
dan berpikir bahwa apa yang disampaikan itu bersifat baik dan benar. Apabila
sejak kecil diterima, disayang, dan selalu dihargai oleh orang tua, maka anak
akan mengembangkan konsep diri yang positif. Sebaliknya apabila anak ditolak,
dicela dan kurang dihargai oleh orang tua maka anak akan mengembangkan
konsep diri yang negatif. Dengan demikian Orangtua adalah faktor yang paling
utama dalam mempengaruhi konsep diri anak (Tim Pustaka Familia 2006: 26).
Selain dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, konsep diri juga
dipengaruhi oleh lingkungan sekolah dan teman sebaya. Kehadiran guru sangat
berpengaruh pada kehidupan para siswa. Sikap, tanggapan dan perlakuan guru
mempunyai pengaruh terhadap konsep diri siswa. Siswa yang banyak
diperlakukan buruk oleh guru cenderung akan membentuk konsep diri negatif.
Sebaliknya siswa yang banyak diperhatikan, dipuji, mendapat penghargaan dan
diberi hadiah karena prestasi cenderung lebih mudah membentuk konsep diri
yang positif. Sekolah mempunyai peranan penting dalam membentuk konsep
diri siswa (Centi 1993: 19).
Konsep diri anak juga terbentuk karena pengaruh dari perlakuan teman
sebaya. Pengalaman anak dalam bergaul dengan teman-teman di luar
diri anak terbentuk oleh penilaian dan sikap teman-teman selama bergaul.
Perlakuan teman dilingkungan bisa menguatkan atau melemahkan konsep diri
yang dimiliki oleh anak. Apabila anak merasa bahwa kemampuan yang
dimilikinya tidak seperti teman-teman yang lain, dia cenderung akan memiliki
konsep diri yang negatif. Sebaliknya, jika anak merasa dirinya memiliki
kemampuan yang sama dengan teman lain, maka anak akan memiliki konsep
diri yang positif (Centi 1993: 21).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri
terbentuk karena adanya pengalaman dan interaksi dengan orang lain di
lingkungan. Pengaruh yang paling besar selama pembentukan konsep diri pada
anak berasal dari orang tua. Konsep diri positif pada anak akan terbentuk
apabila anak merasa dirinya dihargai, disayangi, dipercaya, dan diperhatikan
oleh orang lain. Sebalikya konsep diri negatif pada anak akan terbentuk apabila
anak merasa dirinya diremehkan, dicela, dan kurang dihargai oleh orang lain.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi antara individu dengan
orang lain. Konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak
anak ada dalam masa pertumbuhan hingga dewasa. Semenjak konsep diri mulai
terbentuk, seseorang akan berperilaku sesuai dengan konsep dirinya tersebut.
Pandangan seseorang tentang dirinya akan menentukan tindakan yang akan
tetapi juga kelemahan bahkan kegagalan dalam dirinya. Konsep diri adalah inti
dari kepribadian individu.
Menurut Hendriati (2006:139) konsep diri seseorang dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut :
a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan, perasaan
positif dan perasaan berharga.
b. Kompetisi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.
c. Aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang
sebenarnya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri. Faktor-faktor
yang mempengaruhi konsep diri menurut Hurlock (2005:235) adalah usia
kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, hubungan keluarga, nama dan
julukan, kreatifitas, dan cita-cita.
a. Usia kematangan.
Remaja yang matang lebih awal cenderung diperlakukan seperti orang
yang hampir dewasa Situasi usia kematangan membantu anak
mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan baik. Sebaliknya remaja yang matang terlambat
cenderung diperlakukan seperti anak-anak. Hal ini membuat remaja merasa
salah dimengerti dan bernasib kurang baik. Akibatnya remaja cenderung
b. Penampilan diri.
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri,
meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Cacat fisik
merupakan sumber yang memalukan yang bisa mengakibatkan perasaan
rendah diri. Sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian
menyenangkan yang bisa menambah dukungan sosial.
c. Kepatutan Seks.
Remaja yang memiliki kepatutan seks sesuai dengan jenis kelaminnya
dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai
konsep diri yang baik. Sebaliknya remaja yang memiliki ketidakpatutan seks
yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya membuat remaja sadar diri. Hal ini
mengakibatkan remaja berperilaku tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
d. Hubungan keluarga.
Remaja yang mempunyai hubungan erat dengan anggota keluarga
akan mengidentifikasi diri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan
pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan
tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.
e. Teman-teman sebaya.
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam
dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan
tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri keprbadian yang diakui oleh
kelompok.
f. Kreatifitas.
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam
bermain dan dalam tugas-tugas akademis, cenderung akan mengembangkan
perasaan individualitas dan identitas yang sangat penting bagi pembentukan
konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak
didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunyai
perasaan identitas dan individualitas.
g. Cita-cita.
Remaja yang mempunyai cita-cita tidak realistik akan mengalami
kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan
reaksi-reaksi bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja
yang realistik tentang kemampuannya akan mengalami keberhasilan dari pada
kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang
lebih besar dan berakibat positif pada pembentukan konsep diri yang baik.
Konsep diri yang dimiliki oleh individu akan terus berkembang seiring
dengan berjalannya waktu. Konsep diri yang dimiliki oleh seorang anak akan
berubah sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Apabila
berkembang di lingkungan yang baik dan mendukung, maka anak akan
yang kurang baik dan kurang mendukung, maka anak akan memiliki konsep
diri negatif.
4. Ciri Konsep Diri Positif
Menurut Tjipto (Tim Pustaka Familia 2006:19) seseorang dikatakan
memiliki konsep diri positif, apabila mempunyai penghargaan diri yang tinggi.
Penghargaan terhadap diri akan menentukan seseorang yakin akan kemampuan
dirinya untuk meraih keberhasilan. Seseorang akan berusaha dan berjuang
mewujudkan konsep diri positif. Misalnya, apabila merasa bahwa dirinya pandai,
maka siswa akan belajar tekun dan bekerja keras untuk membuktikan bahwa ia
benar-benar pandai seperti keyakinannya. Siswa tidak mudah putus asa karena
mempunyai keyakinan bahwa dirinya akan berhasil karena kepandaiannya.
Menurut Desmita (2009:164) siswa yang memiliki konsep diri positif
mudah untuk mencapai keberhasilan. Sebab, dengan konsep diri yang positif
siswa akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses, mampu
menerima kegagalan sebagai tantangan, percaya diri, antusias, merasa diri
berharga, berpikir dan bersikap secara positif.
Siswa yang memiliki konsep diri positif memiliki tanggung jawab
untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang ada dengan baik, karena siswa
merasa yakin bahwa tanggung jawab yang ada harus diselesaikan dengan tepat
waktu untuk mendapatkan hasil yang baik.
Siswa yang memiliki konsep diri positif kehadirannya akan diterima
positif tidak mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan teman lain, karena
siswa yang memiliki konsep diri positif ini percaya bahwa dirinya memiliki
kemampuan yang sama dengan teman lain, sehingga mereka tidak mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi.
Siswa yang memiliki konsep diri positif belum tentu bisa menerima
diri mereka dengan damai. Tidak semua siswa yang memiliki konsep diri positif
ini akan terus berkembang dengan baik, apabila siswa tidak dapat mewujudkan
harapan yang diinginkannya, maka siswa akan menjadi minder. Tidak semua
kemampuan yang dimilikinya dapat diterima, bisa jadi hanya sebagian kecil saja
yang menyebabkan konsep diri positif siswa muncul misalnya seperti masalah
prestasi yang diperoleh baik, kehadirannya diterima oleh teman-teman dan
keluarga, memiliki moral yang baik. Tetapi untuk hal lain seperti penampilan diri,
siswa mengalami suatu masalah, karena penampilan dirinya ini tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh siswa sendiri. Sehingga permasalahan ini
membuat siswa menjadi kurang nyaman dengan keadaan dirinya.
5. Aspek-Aspek Konsep Diri
Ada beberapa aspek yang menyusun konsep diri seorang siswa, unsur
tersebut sebagai berikut :
Fits (dalam Robinson dan Shaver 1975) mengemukakan enam aspek
prestasi, (d) aspek moral, (e) aspek sosial, (f) aspek keluarga. Keenam aspek
konsep diri yang sehat tersebut memiliki indikator sebagai berikut:
1. Aspek fisik, meliputi :
1). Mempunyai pandangan positif terhadap kondisi fisiknya
2). Menghargai penampilan diri
3). Memiliki pandangan yang positif terhadap kondisi kesehatannya.
b. Aspek psikologis, meliputi :
1). Memandang diri penuh kebahagiaan
2). Memiliki optimisme dalam menjalani hidup
3). Mampu mengontrol diri
4). Mempunyai potensi yang baik
c. Aspek prestasi, meliputi :
1). Mampu meraih prestasi akademik
2). Mempunyai kemampuan yang sama dengan orang lain
3). Merasa nyaman di tempat lingkungan belajar
4). Dihargai oleh teman-teman
5). Tekun dalam segala hal
6). Bangga akan prestasi yang diraihnya.
d. Aspek moral, meliputi :
1) Mampu percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral yang diajarkan
2) Mampu percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral yang diajarkan
norma sosial.
e. Aspek Sosial, meliputi :
1). Merasa sebagai pribadi yang ramah
2). Mempunyai sikap empati dengan orang lain
3). Mampu bergaul dengan orang lain
4). Merasa diperhatikan
5) Tenggang rasa
f. Aspek keluarga, meliputi :
1). Mencintai anggota keluarga
2). Di cintai anggota keluarga
3). Merasa bangga dengan anggota yang dimiliki
4) Mendapat dukungan dari keluarga
5) Bersikap adil
Selain itu Hendriati (2006:141) mengemukakan aspek-aspek konsep diri,
meliputi:
a. Aspek fisik, menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara
fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya,
penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi,
gemuk, kurus).
b. Aspek keluarga, menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam
jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta
terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu
keluarga.
c. Aspek sosial, bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi
dirinya dengan orang lain maupun lingkungan disekitarnya.
d. Aspek moral, bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya
dilihat dari nilai moral yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini menyangkut
pandangan seseorang mengenai nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang
meliputi batasan baik dan buru.
e. Aspek pribadi, merupakan persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya.
Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain,
tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya
Apabila melihat penjelasan aspek konsep diri diatas, maka aspek
konsep diri pada siswa dapat dikelompokkan menjadi 6 aspek , meliputi (a)
Aspek fisik, (b) Aspek psikologis, (c) Aspek prestasi, (d) Aspek moral, (e)
Aspek sosial, (f) Aspek keluarga.
i. Aspek fisik, meliputi :
1. Menerima kondisi fisik.
2. Menghargai penampilan diri
3. Memiliki pandangan yang positif terhadap kondisi kesehatan tubuh.
ii. Aspek Psikologis, meliputi :
2. Memiliki optimisme dalam menjalani hidup
3. Mempunyai potensi yang baik
iii. Aspek prestasi, meliputi :
1. Mampu meraih prestasi akademik
2. Mempunyai kemampuan yang sama dengan orang lain.
3. Tekun dalam mempelajari segala hal
4. Bangga akan prestasi yang diraihnya
5. Mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas.
iv. Aspek moral, meliputi :
1. Memiliki keyakinan untuk jujur dengan diri sendiri.
2. Memiliki keyakinan untuk jujur dengan orang lain.
3. Membantu orang lain
v. Aspek sosial, meliputi :
1. Menjadi pribadi yang ramah
2. Bekerjasama dengan orang lain.
3. Mampu bergaul dengan orang lain.
4. Tenggang rasa.
vi. Aspek keluarga, meliputi :
1. Mencintai anggota keluarga
2. Kehadirannya diterima anggota keluarga
3. Mendapat dukungan dari anggota keluarga
B. Remaja
1. Pengertian Remaja
Menurut Sarlito (2005:9) masa remaja merupakan masa transisi atau
peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu
mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun psikis. Selain perubahan
yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula perubahan dalam lingkungan.
Menurut Hendriati (2006:29) secara umum masa remaja dibagi
menjadi tiga fase, yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja
pertengahan (15-18 tahun), masa remaja akhir (19-22 tahun).
a. Masa remaja awal
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan
berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak
tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap
bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman
sebaya.
b. Masa remaja pertengahan
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.
Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah
lebih mampu mengarahkan diri sendiri. Pada masa ini remaja mulai
mengembangkan kematangan tingkah laku, dan membuat
keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. Selain
c. Masa remaja akhir
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang
dewasa. Selama periode ini remaja berusaha untuk memantapkan tujuan.
Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok
teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri pada tahap ini.
2. Perkembangan Konsep Diri Remaja
Konsep diri anak berbeda dengan konsep diri remaja. Konsep diri anak
terbentuk berdasarkan persepsi dirinya terhadap sikap-sikap orang lain kepada
dirinya. Anak mulai belajar berpikir dan merasakan dirinya seperti apa yang
telah ditentukan oleh orang lain dalam lingkungannya, misalnya orangtua,
guru atau teman sebaya. Persepsi inilah yang akan berpengaruh pada
perkembangan konsep diri anak.
Perkembangan konsep diri yang dimiliki individu bukan bawaan sejak
lahir, tetapi terbentuk karena interaksinya dengan orang lain. Persepsi
mengenai diri sendiri terbentuk karena adanya pengaruh dari lingkungan
terutama pengaruh dari orang tua. Pengaruh dari orang tua sedikit demi sedikit
akan dihayati oleh anak, sehingga terbentuk keyakinan dan pengertian
mengenai dirinya.
Salah satu usaha remaja untuk mengatasi masalah identitas diri yang
belum jelas adalah dengan mencoba berbagai peran sehingga remaja
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan konsep dirinya. Dengan
mengembangkan seluruh kemampuan dan minatnya. Perkembangan
kemampuan dan minat merupakan arah untuk mengembangkan konsep diri.
Dengan demikian dapat diartikan, bahwa masa remaja merupakan masa yang
potensial untuk perkembangan konsep diri. Apabila pada masa remaja,
individu tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri dan
menyesuaikan diri dengan tugas-tugas perkembangannya, maka ia juga
kehilangan kesempatan untuk mengembangkan konsep dirinya.
Ketika seseorang memasuki masa remaja, dia mengalami begitu
banyak perubahan dalam dirinya. Sikap yang ditampilkannya juga akan
mengalami perubahan-perubahan. Konsep diri yang dimiliki remaja
cenderung tidak tetap dan hal ini disebabkan karena sikap orang lain. Dengan
cara ini, remaja mengalami perkembangan konsep diri sampai akhirnya ia
memiliki konsep diri yang tetap.
C. Bimbingan Klasikal 1. Pengertian bimbingan
Salah satu definisi bimbingan yang dibuat oleh Shertzer & Stone (dalam
Winkel dan Hastuti 2004:1) adalah proses membantu orang perorangan untuk
memahami dirinya dan lingkungan hidupnya. Bimbingan bisa berarti proses
bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing kepada seseorang
agar seseorang yang dibimbing mencapai perkembangan yang optimal
dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu,
baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri (Prayitno 2004:99).
Menurut Natawidjaja (Winkel 2004:29) bimbingan adalah proses pemberian
bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya
individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan
diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga
serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan
hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka yang dimaksud dengan
bimbingan adalah suatu proses untuk memberikan bantuan kepada seseorang
dalam memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya sesuai dengan
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat untuk perkembangan pribadi
yang optimal.
2. Bimbingan di Sekolah
Menurut Tohirin (2007:12) bimbingan merupakan bagian integral dari
proses pendidikan dan memiliki kontribusi terhadap keberhasilan proses
pendidikan di sekolah. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami
bahwa proses pendidikan di sekolah tidak akan berhasil secara baik apabila
tidak didukung oleh penyelenggaraan bimbingan secara baik pula.
Sekolah dipandang sebagai tempat untuk mewujudkan seluruh
melepaskan ketergantungan anak dari peran orangtua dan keluarga. Apabila
sekolah mempunyai fungsi untuk mewujudkan seluruh kemampuan siswa dan
merupakan lingkungan yang dapat memberikan pengalaman baru kepada
siswa, maka sekolah mempunyai peranan penting dalam mengembangkan
konsep diri siswa. Sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang
menantang dan memenuhi kebutuhan siswa, serta memberi pengalaman baru
yang dapat mengubah sikap atau pandangan siswa menjadi lebih positif.
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam
rangka membantu siswa untuk mengenali diri, mengenal lingkungan dan
merencanakan masa depan. Bimbingan yang diberikan untuk siswa bertujuan
untuk membantu siswa dalam mengenali kekuatan dan kelemahan yang ada
dalam dirinya dan mengenal secara obyektif lingkungan, baik lingkungan
sosial (terhadap guru dan teman di sekolah) maupun lingkungan fisik
(keadaan sekolah).
Bimbingan ada dalam lingkungan pendidikan sekolah dan
memusatkan pelayanannya pada para peserta didik sebagai individu yang
harus mengembangkan kepribadiannya masing-masing dan memanfatkan
pendidikan sekolah yang mereka terima untuk perkembangan dirinya. Adanya
pelayanan bimbingan di sekolah memberikan jaminan, bahwa semua peserta
didik mendapat perhatian sebagai seorang pribadi yang sedang berkembang
masalah yang berkaitan dengan perkembangan mereka. Pelayanan bimbingan
di sekolah menyentuh segala aspek kehidupan para peserta didik.
3. Jenis-Jenis Bimbingan
Menurut Winkel (2004:110) jenis bimbingan dapat dibagi menjadi 3.
Pembagian tersebut berdasarkan (1) banyaknya orang yang dibimbing pada
waktu dan tempat tertentu (bentuk bimbingan), (2) tujuan yang ingin dicapai
dalam memberikan pelayanan bimbingan (sifat bimbingan), (3) bidang
tertentu dalam kehidupan siswa, atau aspek perkembangan tertentu pada siswa
(ragam bimbingan). Jadi bimbingan terdiri dari tiga jenis bimbingan meliputi
bentuk bimbingan, sifat bimbingan, dan ragam bimbingan.
a. Bentuk-bentuk bimbingan
Bimbingan diberikan kepada sejumlah orang yang membutuhkan
pelayanan bimbingan. Menurut Winkel (2004:110) bimbingan terdiri dari
dua bentuk yaitu bimbingan individual dan bimbingan kelompok.
Bimbingan individual adalah bimbingan yang hanya diberikan untuk satu
orang saja. Bimbingan individual diberikan dengan cara mengadakan
konseling antara seorang siswa dengan guru pembimbing untuk
membahas masalah tertentu yang bersifat pribadi. Sedangkan bimbingan
kelompok adalah bimbingan yang diikuti lebih dari satu orang atau diikuti
oleh beberapa orang untuk membahas masalah tertentu. Bimbingan
Permasalahan yang sedang dihadapi bersama-sama dibahas dalam bentuk
kelompok.
b. Sifat-sifat bimbingan
Istilah sifat bimbingan menunjuk pada tujuan yang ingin dicapai
dalam memberikan pelayanan bimbingan. Ada tiga tujuan dalam
memberikan pelayanan bimbingan untuk siswa di sekolah. Pertama,
mendampingi siswa supaya perkembangannya berlangsung secara
optimal. Kedua, membantu siswa untuk mengarahkan kembali
perkembangannya yang kurang sesuai supaya perkembangannya berubah
ke arah yang lebih baik. Ketiga, membekali siswa, dengan maksud mereka
lebih siap menghadapi tantangan pada masa yang akan datang. Ketiga
tujuan diatas seringkali bersifat tumpang tindih. Maka dari itu perlu dilihat
tujuan yang utama dalam penyelenggaraan kegiatan bimbingan.
Berdasarkan tujuan utamanya maka bimbingan dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu bimbingan perseratif, preventif atau pencegahan, dan
bimbingan korektif. Bimbingan perseratif adalah sifat bimbingan yang
mempunyai tugas untuk mendampingi siswa, supaya perkembangan siswa
bisa berlangsung secara optimal. Bimbingan preventif atau pencegahan
adalah bimbingan yang mempunyai tugas untuk membantu siswa dalam
mencegah terjadinya permasalahan yang dapat menghambat
perkembangan siswa dalam menghadapi tantangan pada masa yang akan
membantu siswa untuk mengatasi permasalahan yang dapat menghambat
perkembangan siswa. Selain ketiga jenis bimbingan yang sudah
disebutkan di atas, bimbingan pemeliharaan juga perlu diberikan untuk
siswa. Bimbingan pemeliharaan adalah bimbingan yang mempunyai
tugas dalam membantu siswa untuk mengembangkan berbagai potensi
yang dimiliki sehingga siswa bisa berkembang secara optimal.
c. Ragam-ragam bimbingan
Ragam bimbingan adalah aspek perkembangan yang menjadi
perhatian dalam pemberian pelayanan bimbingan. Winkel (2004:34)
menyebutkan adanya tiga ragam bimbingan, sementara itu (Syamsu 2010:
10) menyebut empat ragam bimbingan. Tetapi kedua penulis itu
sebenarnya mempunyai pendapat yang sama. Syamsu membedakan
pribadi-sosial dan Winkel menyatakan antara pribadi dan sosial. Secara
rinci bimbingan tersebut meliputi akademik, pribadi-sosial, dan karir.
Bimbingan akademik adalah kegiatan bimbingan yang membantu
siswa dalam menghadapi kemampuan diri untuk meraih prestasi,
membantu siswa untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas
yang ada. Bimbingan pribadi adalah kegiatan bimbingan yang membantu
siswa untuk mengenali, memahami, menerima, menyesuaikan dirinya
dengan lingkungannya dan membantu menyelesaikan permasalahan
pribadi yang sedang dihadapi. Bimbingan sosial adalah kegiatan
dan lingkungan yang menyangkut masalah sosial, misalnya bergaul
dengan teman sebaya dan penyesuaian diri. Bimbingan karir adalah
kegiatan bimbingan yang membantu siswa dalam mengenali kemampuan
yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan
yang dimilikinya itu sesuai dengan bakat dan minat secara optimal.
D. Bimbingan Klasikal dan Pengembangan Konsep Diri Siswa
Bimbingan merupakan bagian yang penting dalam sekolah, karena
mempunyai tujuan yaitu membantu siswa untuk membentuk pribadi yang
bertanggung jawab, sehingga dapat bersikap dan berprilaku yang dapat
membahagiakan dirinya dan dapat diterima oleh lingkungan sekitar (Ahmadi
1991).
Bimbingan yang sesuai untuk diberikan kepada siswa adalah bimbingan
klasikal. Menurut Handoko (2009:19) bimbingan klasikal merupakan suatu
kegiatan yang sudah direncanakan dan di berikan untuk siswa baik dalam bentuk
kelompok kecil atau kelompok besar. Kelompok ini dibentuk untuk membahas
permasalahan yang sama yang di hadapi oleh para siswa dalam periode tertentu di
dalam kelas.
Peran bimbingan klasikal dalam pengembangan konsep diri siswa dapat
dilakukan dengan cara memberikan pengarahan dan pemahaman kepada siswa
tentang tugas yang dijalani oleh siswa untuk meningkatkan konsep diri positif.
dirinya dan siswa merasa puas dengan dirinya. Apabila siswa dapat mengikuti
bimbingan klasikal yang diberikan tersebut dengan baik maka siswa dapat
30
Bab ini memuat jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subyek
penelitian, instrumen penelitian, validitas, reliabilitas, dan teknik analisis data.
A. Jenis Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut
Furchan (2004:39) metode deskriptif adalah suatu metode yang menggambarkan
dan menafsirkan keadaan suatu obyek pada masa sekarang. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh data permasalahan tingkat konsep
diri yang dialami oleh siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung. Data
yang diperoleh ini dipakai sebagai dasar pembuatan topik-topik bimbingan
klasikal yang akan digunakan sekolah tersebut. Dengan demikian kesimpulan
mengenai topik bimbingan klasikal tentang konsep diri yang telah disusun hanya
diberikan untuk siswa kelas VIII yang bersekolah di SMP Xaverius khususya di
kota Metro-Lampung.
B. Subyek Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah para siswa
terdiri dari 2 kelas yaitu VIIIA dan VIIIC. Adapun jumlah siswa dari
masing-masing kelas adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Jumlah siswa setiap kelas
No Kelas VIII A Kelas VIII C Jumlah siswa setiap kelas
PA PI PA PI
1. 16 14 14 16
30 30 60
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data dalam penelitian. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner permasalahan
tingkat konsep diri. Kuesioner adalah sekumpulan daftar pernyataan tertulis yang
diberikan kepada subyek penelitian (Furchan 2004: 259). Jenis kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup. Menurut Furchan
(2007:260) kuesioner tertutup adalah kuesioner yang berisi pernyataan-pernyataan
yang disertai dengan pilihan-pilihan jawaban yang telah disusun oleh peneliti.
Responden diminta untuk memilih salah satu dari jawaban yang sudah tersedia
dengan memberikan tanda check (√) (Masidjo 1995:65 ). Instrumen konsep diri
terdiri dari 70 item pernyataan, terbagi menjadi enam aspek konsep diri, yaitu
fisik, personal, sosial, prestasi, moral, dan keluarga. Kisi-kisi kuesioner
Tabel 2
Kisi-Kisi Kuesioner Permasalahan Tingkat Konsep Diri Siswa
Aspek Indikator Favorabel Unfavorabel Jml
item
1).Fisik 1.1 Menerima kondisi fisik yang dimilikinya.
1.2 Memandang diri penuh kebahagiaan.
13, 14 19, 21 4
.1.3 Memililiki optimisme dalam menjalani hidup.
16 - 1
3).Prestasi 1.1 Mampu meraih prestasi akademik 23, 29, 30 32, 34 5
1.2 Bertanggung jawab mengerjakan tugas.
24, 27 - 2
1.3 Mempunyai keyakinan bahwa kemampuan dirinya sama dengan orang lain.
31 36 2
1.4 Tekun dalam mempelajari segala hal.
22,26 33 3
1.5 Merasa bangga dengan prestasi yang diraih.
25, 28 35, 37 5
4).Moral 1.1 Memiliki keyakinan untuk jujur dengan diri sendiri.
38, 40, 41 45, 4
1.2 Memiliki keyakinan untuk jujur dengan orang lain.
39, 42 44, 46, 47, 48 6
1.3 Memiliki keyakinan mampu menolong orang lain.
43 - 1
5). Sosial 1.1 Mampu bergaul dengan teman. 51 56, 59 3
1.2 Memiliki keyakinan bahwa dirinya diterima dalam pergaulan oleh teman-teman.
49, 52 57, 60, 58 5
1.3 Sikap tenggang rasa 50, 53 - 2
1.4 Memiliki sifat yang ramah 54 - 1
1.5 Mampu bekerja sama dengan orang lain.
6). Keluarga 1.1 Mencintai anggota keluarga. 65 67, 70 3 1.2 Kehadirannya diterima anggota
keluarga.
61, 62, 66 68 4
1.3 Memiliki keyakinan di perlakukan adil oleh orang tua.
64 69 2
1.4 Mendapat dukungan dari keluarga 63 1
Jumlah Total Item 40 butir 30 butir 70 butir
Kuesioner ini menggunakan skala Likert, dengan empat kategori penilaian
yang kemudian dinyatakan ke dalam bentuk skor, sebagai berikut: Tidak setuju (TS),
Kurang Setuju (KS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS). Pada Skala ini opsi tengah tidak
digunakan karena dapat mengurangi kecendrungan responden untuk memberikan
jawaban netral dan meningkatkan varibilitas responsi. Pernyataan dari tiap-tiap
indikator dapat berupa pernyataan yang bersifat positif maupun bersifat negatif
dengan tingkat penilaian yang berbeda. Pernyataan yang bersifat positif tingkat
penilaiannya adalah:
SS Skor 4
S Skor 3
KS Skor 2
TS Skor 1
Sedangkan pernyataan yang bersifat negatif tingkat penilaiannya adalah :
TS Skor 4
S Skor 2
SS Skor 1
Total skor setiap responden adalah hasil penjumlahan skor dari seluruh item yang
tersedia dan dijadikan sebagai data olahan untuk kepentingan analisis penelitian ini.
D. Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas
Menurut Supraktiknya (1998:47) suatu tes dikatakan memiliki
validitas bila ia mengukur apa yang seharusnya ia ukur. Pengujian validitas
dilakukan untuk memastikan ketepatan penggunaan instrumen dalam mengukur
aspek psikologis tertentu. Validitas isi adalah validitas yang menujuk sejauh
mana instrument tersebut mencerminkan isi dengan deskripsi masalah yang
akan diteliti (Furchan 2007:295). Uji validitas yang dilakukan adalah validitas
isi, yakni dengan cara penelahaan butir-butir pernyataan berdasarkan pendapat
ahli (expert judgement). Item-item yang digunakan harus memuat isi yang
relevan sesuai dengan tujuan isi. Penelaahan butir-butir pada instrumen
dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi yaitu Br. Y. Triyono, S.J, S.S., M.S.
dan salah satu dosen Universitas Sanata Dharma Program Studi Bimbingan dan
Konseling yaitu Drs. TA.Prapancha Hary, M.Si. Berdasar hasil penelaahan
terhadap instrumen, hasil yang didapat yaitu perlu dilakukan perbaikan pada
butir-butir instrumen agar setiap butir pernyataan yang dibuat berisi kalimat
tepat/sesuai dengan konstruk kisi-kisinya. Setelah memeriksa uji validitas isi
instrumen, ada sedikit koreksi yang diberikan oleh Drs. TA.Prapancha Hary,
M.Si yaitu perbaikan kalimat pada item no.22.
Tabel 3. Hasil Revisi Berdasarkan Pendapat ahli (expert Judgement) No
item
Item yang diperbaiki Perbaikan
22 Saya ragu dengan pertanyaan saya. Saya ragu dengan (setiap)
pertanyaan yang saya ajukan.
Setelah melakukan validitas isi dan memodifikasi instrumen kemudian
peneliti melakukan uji coba. Berdasarkan data ujicoba tersebut, peneliti
melakukan pengujian empiris untuk memeriksa keterpenuhan kriteria
konsistensi internal setiap item terhadap setiap aspeknya. Teknik uji yang
digunakan adalah dengan cara mengkorelasikan skor item terhadap
skor-skor aspek melalui pendekatan analisis korelasi Pearson Product Moment.
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung koofisien korelasi adalah
Product Moment dari Pearson. Menggunakan rumus Product Moment karena
kuesioner yang digunakan adalah skor internal :
XY
r = korelasi skor butir dengan skor-skor aspek
X = skor butir
Y = skor total per aspek
Kesahihan item ditentukan berdasarkan batasan rix ≥ 0,30. Item yang
memiliki koofisien korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki konsistensi
internal yang memuaskan. Sedangkan item yang memiliki koofisiensi korelasi
di bawah 0,30 dianggap item memiliki konsistensi internal yang rendah.
Apabila aitem yang memiliki indeks daya beda lebih besar daripada 0,30
jumlahnya melebihi jumlah item, maka dapat memilih aitem yang memiliki
diskriminsi tertinggi. Sebaliknya apabila jumlah item yang lolos masih tidak
mencukupi jumlah yang diinginkan dapat mempertimbangkan untuk
menurunkan batas kriteria 0,30.
2.Uji Reliabilitas
Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan
hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas
suatu alat ukur menunjuk pada derajat keajegan alat tersebut dalam mengukur
apa saja yang diukurnya (Furchan, 2004:310). Suatu tes yang reliabel akan
menunjukkan ketepatan dan ketelitian hasil dalam satu atau berbagai
pengukuran. Reliabilitas dalam penelitian ini diukur dengan metode belah dua
dimana penentuan taraf reliabilitas suatu tes untuk satu kali pengukuran. Hasil
tes dianalisis dengan membelah instrumen menjadi dua bagian, bagian
pertama berasal dari item-item bernomor ganjil dan bagian kedua berasal dari
Penghitungan indeks reliabilitas kuesioner tingkat konsep diri siswa
menggunakan program komputer SPSS, dilakukan dengan menghitung
korelasi item ganjil dan item genap dengan menggunakan teknik product
moment dari Pearson. Hasil penghitungan Product moment ganjil genap
kemudian dikoreksi dengan formula Spearman-Brown sebagai berikut :
(Masidjo 1995:218)
r
tt = 2Xr
gg 1 +r
gg Keterangan :r
tt = koefisien reliabilitas (Spilt Half)r
gg = Koefisien ganjil genapE. Uji Coba Instrumen Penelitian 1) Uji Validitas
Setelah kuesioner diujicobakan kepada siswa kelas VIII di SMP
Xaverius kota Metro-Lampung pada hari Selasa 2 November 2010 diperoleh
hasil perhitungan konsistensi internal butir item menggunakan rumus Product
Moment dari pearson dengan jumlah subjek (N) 30.
Hasil perhitungan tersebut diperiksa dengan menggunakan program
komputer SPSS. Keputusan item ditetapkan berdasarkan batasan rix ≥ 0,30
yang dianggap valid, apabila batasan rix ≤ 0,30 maka dianggap tidak valid dan
diketahui bahwa ada 10 dari 70 butir pada kuesioner yang dinyatakan gugur,
sehingga harus didrop karena hasil perhitungan korelasi menunjukkan ≤ 0,30.
2) Uji Reliabilitas
Dari hasil uji coba kuesioner yang sudah dikerjakan siswa kelas VIII
di SMP Xaverius Lampung pada hari Selasa 2 November2010, diperoleh
penghitungan reliabilitas dengan menggunakan rumus spearman brown, untuk
menentukan tinggi atau rendahnya koefisien reliabilitas digunakan patokan
pada tabel kriteria Guilford (Masidjo,1995) dibawah ini:
Tabel 4
Patokan Koofisien Korelasi
Koofisien Korelasi Kualifikasi
0,91 - 1,00
Untuk menguji taraf reliabilitas suatu alat ukur diperoleh dengan
menggunakan rumus Spearman Brown sebagai berikut (Masidjo1995) :
r
tt = 2Xr
gg 1 +r
gg Keterangan :r
tt = koefisien reliabilitas (Spilt Half)Hasil penghitungan uji realibilitas adalah :
rtt = 2 x 0,695
1 + 0,695 = 1,39
1, 695 = 0,820
Setelah dikoreksi dengan rumus Spearman Brown diperoleh
realibilitas
r
tt =0,82. Hasil perhitungan 0,82 kemudian dikonsultasikan kekriteria Guildford. Berdasarkan kriteria Guildford hasil perhitungan tersebut
dapat disimpulkan bahwa koofisien realibilitas kuesioner masuk dalam
kategori tinggi.
F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 1. Persiapan dan pelaksanaan
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam mengumpulkan data uji coba :
a. Menyusun instrumen tentang tingkat konsep diri untuk siswa kelas VIII.
b. Menentukan responden untuk siswa kelas VIII di SMP Xaverius, Lampung.
c. Pengujian instrumen kepada dosen pembimbing dan dosen lain, yang
dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2010.
d. Melakukan uji coba untuk siswa kelas VIII SMP Xaverius, Lampung pada
hari Selasa, 2 November 2010.
f.Pengambilan data yang dilakukan kepada para siswa kelas VIII SMP
Xaverius Metro Lampung pada hari Senin, 7 Februari 2011 dengan
membagikan kuesioner kepada responden
g. Menganalisis data yang sudah terkumpul.
2. Tahap Pengumpulan Data
Sebelum pengumpulan data dilaksanakan, peneliti terlebih dahulu
meminta ijin kepada bapak kepala sekolah SMP Xaverius Metro Lampung..
Bapak kepala Sekolah mengijinkan saya untuk mengadakan penelitian pada
hari Senin, 7 Februari 2011 di sekolah. Setelah terjadi kesepakatan waktu dan
saya dijinkan oleh bapak kepala sekolah maka saya mengadakan penelitian di
sekolah, dengan bantuan dari guru BK maka saya dapat menyelenggarakan
penelitian dengan baik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
kelas VIII yang bersekolah di SMP Xaverius Metro Lampung.tahun ajaran
2010/2011 yang berjumlah 60 orang.
Langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah mengolah data
dari hasil penelitian.
3. Teknik Analisis Data
a. Memeriksa hasil jawaban siswa untuk diolah lebih lanjut.
b. Memberikan skor pada setiap item pernyataan pada alternatif jawaban yang
setuju=4, setuju= 3, kurang setuju=2, tidak setuju=1 untuk item positif ;
sedangkan untuk item negatif sangat setuju=1, setuju=2, kurang setuju=3,
tidak setuju=4.
c. Membuat tabulasi data, menghitung skor total dari masing-masing item
kuisioner dan skor rata-rata subjek maupun rata-rata butir.
d. Memeriksa validitas dan reliabilitas kuesioner tingkat konsep diri siswa
dengan menggunakan program komputer SPSS.
e. Mengkategorisasikan subjek menurut Azwar (2009:107-109) dengan
berdasar pada mean teoretisnya yang terdistribusi menurut model normal,
yang terbagi atas enam bagian atau enam satuan deviasi standar yaitu, tiga
bagian berada di sebelah kiri mean (bertanda negatif) dan tiga bagian berada
di sebelah kanan mean (bertanda positif). Pada penelitian ini skala terdiri
dari 70 butir yang setiap butirnya diberi skor 4, 3, 2, dan 1 semakin tinggi
skor berarti mencerminkan harga diri. Skor minimum skala adalah 1 dan
skor maksimum skala 4, sehingga luas jarak sebarannya adalah 4 – 1 = 3,
dengan demikian setiap satuan deviasi standar (sd) teoritis bernilai 3/6 = 0,5.
Mean teoretisnya (x) adalah 2
4 1+
= 2,5. Berdasarkan nilai-nilai tersebut
dan berpedoman pada kriteria Azwar (2009:107-109) penggolongan subjek
dimasukkan ke dalam 3 kategori diagnosis tingkat konsep diri seperti pada
Tabel 5. Kategori Tingkat Konsep Diri Siswa No Formula Kriteria Rerata
Skor
2,01-3,00 Sedang Perlu diberikan
bimbingan dengan
tema-tema
bimbingan yang
sesuai dengan skor
demikian perlu
adanya perhatian
dan penanganan
terhadap siswa yang
memiliki tingkat
konsep diri yang
rendah tersebut.
Keterangan :
X : Rata-rata Skor Total dan Butir Subjek
x : Mean Teoretis
44
Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan atas hasil penelitian
yang sudah dilakukan, yaitu tentang tingkat konsep diri positif siswa kelas VIII SMP
Xaverius kota Metro, Lampung. Penelitian ini sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai yaitu untuk mengetahui tingkat konsep diri positif siswa kelas VIII SMP
Xaverius kota Metro-Lampung.dan implikasinya dalam membuat program bimbingan
klasikal untuk meningkatkan konsep diri siswa.
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Tingkat Konsep Diri Siswa
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsep diri positif
yang dimiliki oleh siswa kelas VIII yang bersekolah di SMP Xaverius kota
Metro- Lampung dan mengidentifikasi butir-butir konsep diri yang belum
tercapai pada siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung. Ada tiga
kategori tingkat konsep diri yang digunakan yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Rata-rata skor tingkat konsep diri positif pada penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 6. Skor Rata-rata Konsep Diri Para Siswa No Rentang skor rata-rata Jml siswa Klasifikasi
1. 1,00-2,00 0 Rendah
2. 2,01-3,00 24 Sedang
Berdasarkan dari penghitungan skor rata-rata tersebut dapat disimpulkan bahwa
tingkat konsep diri positif siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung 45
(75%) termasuk dalam kategori tinggi karena ada pada skor rata-rata 3,01-4,00 dan
15 (25%) ada dalam kategori sedang karena berada pada skor rata-rata 2,01-3,00.
Berdasarkan hasil analisa penghitungan skor tingkat konsep diri positif pada setiap
siswa berikut disajikan grafik profil capaian skor rata-rata tingkat konsep diri yang
dimiliki oleh siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung.
Gambar. 1 profil skor rata-rata tingkat konsep diri positif setiap siswa kelas VIII
0 1 2 3 4
Rentang Skor
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58
Subyek
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa ada 15 siswa yang berada di
bawah garis rata-rata, dan sisanya 45 siswa berada di atas garis batas rata-rata skor.
klasikal di kelas, sehingga setiap siswa dapat meningkatkan konsep diri positif yang
dimilikinya.
2. Butir-butir Konsep Diri yang Belum Tercapai Oleh Para Siswa
Berdasarkan penghitungan butir rata-rata skor tiap butir pada kuesioner
dapat diketahui bahwa ada 3 butir item yang mendapatkan skor tingkat rendah,
karena skor yang diperoleh hanya pada skor rata-rata 1,00 – 2,01. Dan ada 13
butir yang sedang, karena skor yang diperoleh ada pada skor rata-rata 2,01 – 3,00
Tabel 7. Butir Item yang Memiliki Skor Rendah dan Sedang (diurutkan dari Tingkat Terendah)
Kategori Aspek Rumusan Skor
Rendah Prestasi 18. Saya mampu memahami pelajaran tanpa bantuan
orang lain.
1,85
Prestasi 19. Saya mampu meraih prestasi di kelas. 2,08
Prestasi 25. Saya adalah anak yang pandai di kelas. 2,08
Sedang Moral 40. Saya malu mengingkari janji dengan teman saya. 2,13
Fisik 2. Saya senang dengan berat badan yang saya miliki. 2,63
Prestasi 14. Saya merasa mantap dengan jawaban saya di
kelas.
2,68
Fisik 3. Saya puas dengan tinggi badan yang saya miliki. 2,7
Fisik 1. Saya memiliki wajah yang menarik. 2,73
Personal 10. Saya yakin akan kemampuan berbicara saya
didepan umum.
2,73
Moral 34. Saya mengerjakan ulangan dengan jujur. 2,73
dengan tepat waktu.
Prestasi 26. Kemampuan akademik saya tidak kalah dari
teman-teman
2,76
Sosial 49. Saya merasa teman-teman menyukai saya. 2,88
Personal 13. Saya berharga di hadapan sesama teman. 2,93
Fisik 7. Saya senang dengan warna kulit yang saya miliki. 2,95
Fisik 4. Saya senang dengan postur tubuh yang saya miliki. 2,98
B. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil Penelitian tingkat konsep diri positif yang dimiliki oleh siswa kelas
VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung 2009/2010 menunjukkan bahwa:
1. Sebagian besar siswa memiliki tingkat konsep diri positif yang tergolong
dalam kategori tinggi.
2. Terdapat 3 butir item pernyataan yang mendapat rata-rata skor dalam kategori
rendah.
3. Terdapat 13 butir item pernyataan yang mendapat rata-rata skor dalam
kategori sedang.
Siswa diharapkan memiliki konsep diri positif yang tinggi. Mereka yang
memiliki konsep diri positif yang tinggi cenderung dapat menerima, menghargai
dan memandang kemampuan yang dimiliki secara positif. Konsep diri semacam
ini membantu siswa menuju ke keberhasilan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki
memiliki konsep diri positif dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian
dapat dikatakan bahwa siswa sudah memiliki tingkat konsep diri positif yang
tinggi.
Konsep diri yang sedang artinya konsep diri yang dimiliki siswa masih
dapat berubah-ubah, bisa jadi konsep diri yang dimiliki anak menuju ke arah
kategori tinggi tetapi bisa juga konsep diri yang dimiliki anak berubah ke arah
kategori rendah.
Meskipun sebagian besar siswa memiliki konsep diri positif tinggi dan
sebagian yang lain memiliki konsep diri positif dalam kategori sedang, namun ada
3 butir item yang memiliki skor rendah. Kecuali itu masih ada 13 butir item yang
berada dalam kategori sedang. Butir-butir item yang memiliki skor rendah dan
sedang tersebut akan dibahas secukupnya dengan tujuan untuk menemukan tema
bimbingan klasikal demi peningkatan konsep diri siswa.
a. Item yang berada pada kategori Rendah
1) Aspek Prestasi
Ada tiga item pada aspek prestasi yang mendapatkan skor rendah.
Ketiga item itu adalah: (1) Saya mampu memahami pelajaran tanpa bantuan
dari orang lain (1,85), (2) Saya mampu meraih prestasi akademik di kelas
(2,08), dan (3) Saya adalah anak pandai di kelas ( 2,08). Berikut ini akan