• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI TINGKAT KONSEP DIRI POSITIF SISWA KELAS VIII SMP XAVERIUS KOTA METRO- LAMPUNG TAHUN 20102011 DAN IMPLIKASINYA PADA TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DESKRIPSI TINGKAT KONSEP DIRI POSITIF SISWA KELAS VIII SMP XAVERIUS KOTA METRO- LAMPUNG TAHUN 20102011 DAN IMPLIKASINYA PADA TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbi"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh: Yuliana Dwi Kristanti

061114010

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh: Yuliana Dwi Kristanti

061114010

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv

penolongku dan Allahku!” (Mazmur 42:12)

“Dengan amat sangat aku mengharapkan Tuhan, Dia mengindahkan daku dan

mendengarkan seruanku” (Mazmur 40:2

)

(6)

v

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

™

Bunda Maria dan Tuhan Yesus yang selalu menyertaiku, mendampingi, dan

memberiku kekuatan serta pengharapan,

™

Roh Kudus dan Malaikat yang selalu melindungi dan menuntun setiap langkah

yang saya tempuh,

™

Kedua orang tuaku Bpk. Y. Ngadiyono dan Ibu An. Sri Wahyuni

™

Kakakku Christina Meliyana Wati dan Setya Wahyudi yang sudah memberi

dukungan kepada saya,

™

Adikku L.Yudi Kristianto yang sudah mendukung saya,

(7)

vi Nama : Yuliana Dwi Kristanti Nomor Mahasiswa : 061114010

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

DESKRIPSI TINGKAT KONSEP DIRI SISWA KELAS VIII SMP XAVERIUS METRO LAMPUNG TAHUN 2010/2011 DAN IMPLIKASINYA PADA TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kapantingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun member royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal: 12 April 2011

Yang menyatakan

(8)

vii

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 April 2011 Penulis

(9)

viii

DAN IMPLIKASINYA PADA TOPIK BIMBINGAN KLASIKAL Yuliana Dwi Kristanti

Universitas Sanata Dharma, 2011

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsep diri positif siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung tahun 2010/2011 dan implikasinya terhadap penyusunan topik-topik bimbingan klasikal. Masalah dari penelitian ini adalah guru Bimbingan dan Konseling di sekolah SMP Xaverius Metro mengalami kesulitan dalam membuat program bimbingan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh siswa khususnya permasalahan konsep diri.

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung tahun 2010/2011, yang berjumlah 60 siswa. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari 60 butir item pernyataan, terbagi menjadi enam aspek yaitu fisik, personal, prestasi, moral, sosial, dan keluarga. Teknik analisa data yang digunakan adalah dengan membuat tabulasi data, menghitung skor rata-rata siswa, menghitung skor rata-rata setiap butir item pernyataan pada kuesioner, dan menentukan kategori diagnosis berdasarkan penggolongan subjek tingkat konsep diri yaitu tinggi, sedang, dan rendah.

(10)

ix

IMPLICATION TO THE PROPOSED CLASSROOM GUIDANCE TOPICS

Yuliana Dwi Kristanti Sanata Dharma University

Yogyakarta 2011

The study aimed to find out the positive self concept description of class VIII students of Xaverius Junior High School, Metro city, Lampung and its implications to the proposed classroom guidance topics. The problem of the study was that the guidance and counseling teacher at Xaverius Junior High School, Metro City had some problems in composing the apropriate guidance program to solve problems experienced by the students, especially about problem of self concept.

The subjects of the study were 60 students of class VIII of Xaverius Junior High School Metro City, Lampung, School Year 2010/2011. The research instrument used in the study was the questionnaire that consisted of 60 items which were divided into six aspects. The six aspects were physical aspect, personal aspect, achievement aspect, morality aspect, social aspect and family aspect. The data was analyzed by doing data tabulation, counting the average score of the students, counting the average score of each item on the questionnaire, and classifying the subjects based on their level of self concept (high, moderate and low).

(11)

x

berkat dan kasih karunianya yang berlimpah., sehingga terselesaikanlah penulisan skripsi yang berjudul Deskripsi Tingkat Konsep Diri Positif Siswa kelas VIII SMP Xaverius Kota Metro-Lampung dan Implikasinya Pada Topik Bimbingan Klasikal .

Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. M.M.Sri Hastuti, M.Si., Ketua Program studi Pendidikan Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Br. Triyono, SJ.,SS, MA, selaku dosen pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga serta mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak M. Mujiriwanto, S.Pd selaku kepala Sekolah Menengah Pertama Xaverius Metro, Lampung yang telah memberikan ijin penelitian.

(12)

xi

6. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Y. Ngadiyono dan ibu Anastasia Sri Wahyuni yang selalu memberikan dukungan baik material maupun spiritual serta kasih sayang dan perhatian.

7. Kakakku tersayang Christina Meliyana Wati dan Setya Wahyudi terima kasih atas dukungan, dan perhatiannya selama ini.

8. Adikku tersayang Leonardus Yudi Kristianto terima kasih atas dukungannya selama ini.

9. Sr. Ety OSU, Sr. Kori OSU, dan Sr. Yati OSU serta teman-teman di Pondok Angela terima kasih atas dukungan, perhatian, doa, kebersamaan serta persaudaraan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini dengan baik, untuk Gabe, Nicke, Lusi, dan Lia terima kasih untuk semua dukungannya. 10.Semua teman-teman dan suster se kelasku di program Bimbingan dan Konseling

2006, atas perhatian dan dukungannya selama ini, untuk Mia, Sr. Ety OSU, dan teman-teman yang lain.

11.Teman-teman seperjuangan yang sama-sama menulis skripsi dan saling bantu membantu untuk mengatasi kesulitan yang ada selama menulis skripsi ini Lina, Nevi, dan Ayu.

(13)

xii

Penulis

(14)

xiii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

HALAMAN MOTO ……….. iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH … vi HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… vii

ABSTRAK ……….. viii

ABSTRACT ……… ix

KATA PENGANTAR ……… x

DAFTAR ISI ………. xiii

DAFTAR TABEL ……….. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ………... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Perumusan Masalah ………... 4

C. Tujuan Penelitian ………... 4

D. Manfaat Penelitian ………. 4

E. Batasan Istilah ……… 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 7

(15)

xiv

4. Ciri Konsep Diri yang Positif ………. 14

5. Aspek-Aspek Konsep Diri ………... 15

B. Remaja ……….. 20

1. Pengertian Remaja ……….. 20

2. Perkembangan Konsep Diri Remaja ……… 21

C. Bimbingan ……….. 22

1. Pengertian Bimbingan ………. 22

2. Bimbingan di Sekolah ……….. 23

3. Jenis-Jenis Bimbingan ………. 25

D. Bimbingan Klasikal dan Pengembangan Konsep Diri Siswa ……… 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….. 30

A. Jenis Penelitian ……….. 30

B. Subyek Penelitian ……….. 30

C. Instrumen Penelitian ……….. 31

D. Validitas dan Reliabilitas ………34

1. Validitas ………34

2. Reliabilitas ………36

E. Uji Coba Instrumen Penelitian ………37

(16)

xv

2. Tahap Pengumpulan Data ……… 40

3. Teknik Analasis Data ………40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………... 44

A. Hasil Penelitian ………. 44

1. Deskripsi Tingkat Konsep Diri Siswa ………. 44

2. Butir-Butir Konsep Diri yang Belum Tercapai oleh para Siswa.. 46

B. Pembahasan Hasil Penelitian ………. 47

C. Usulan Topik Bimbingan Klasikal ……… 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

A. Kesimpulan ……… 65

B. Saran ……….. 65

DAFTAR PUSTAKA ………... 67

(17)

xvi

Tabel 2. Komposisi Kuesioner Permasalahan Tingkat Konsep Diri Siswa ……… 32

Tabel 3. Hasil Revisi Berdasarkan Pendapat Ahli (expert judgement) ………….. 35

Tabel 4. Patokan Kuesioner Korelasi ……….. 38

Tabel 5. Kategori Tingkat Konsep Diri Siswa ……… 42

Tabel 6. Skor Rata-Rata Konsep Diri Siswa ……… 44

Tabel 7. Butir Item yang Memiliki Skor Rendah dan Sedang ………. 46

(18)

xvii

Lampiran 2. Hasil Perhitungan Ujicoba Validitas dan Realibilitas ………. 72

Lampiran 3. Kuesioner Konsep Diri ………. 77

Lampiran 4. Data Hasil Penelitian Tingkat Konsep Diri Siswa……… 86

Lampiran 5. Data Penghitungan Hasil Skor Rata-Rata Butir ………... 89

Lampiran 6. Kategori Skor Tingkat Konsep Diri Siswa ……… 90

Lampiran 7: GBPP (Garis Besar Program Pelayanan) ……….. 91

(19)

1

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, dan batasan istilah.

A. Latar Belakang Masalah

Setiap orang tentu memiliki konsep diri. Konsep diri yang dimiliki

oleh setiap orang itu bisa terbentuk karena adanya pengaruh dari lingkungan

(Centi, 1993:16). Adapun lingkungan yang dapat mempengaruhi terbentuknya

konsep diri adalah lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan

teman sebaya. Namun dari ketiga lingkungan tersebut, lingkungan yang paling

utama dan berperan penting dalam membentuk konsep diri seseorang adalah

lingkungan keluarga. Dalam lingkungan keluarga seorang anak akan membentuk

konsep diri, informasi yang mereka dapat dan tanggapan dari orang tua akan

mereka dengarkan. Apabila dalam lingkungan keluarga anak diperlakukan dengan

baik oleh orang tua maka anak akan memiliki konsep diri yang positif. Sebaliknya

apabila anak diperlakukan dengan kurang menyenangkan oleh orang tua maka

anak akan memiliki konsep diri yang negatif. Orang tua mempunyai pengaruh

yang sangat besar untuk perkembangan seorang anak, karena tanggapan dari

orang tua ini akan dijadikan cermin oleh seorang anak untuk melihat dirinya.

Lingkungan sekolah juga mempunyai pengaruh yang besar dalam

(20)

bertemu dengan orang lain yaitu guru dan teman sebaya. Seorang guru

akan menjadi contoh bagi siswa, karena siswa menganggap guru adalah orang

yang memiliki teladan. Perlakuan seorang guru terhadap siswa dapat membantu

siswa untuk mengembangkan konsep diri. Apabila guru di sekolah

memperlakukan siswa dengan baik tanpa memilih-milih kemampuan siswa, maka

siswa akan mengembangkan konsep diri yang positif. Tetapi sebaliknya apabila

siswa diperlakukan kurang baik oleh guru seperti guru hanya memperhatikan

siswa yang memiliki kemampuan yang baik saja maka siswa yang merasa tidak

memiliki kemampuan yang baik akan membentuk konsep diri negatif, karena

siswa merasa kurang di perhatikan oleh guru. Lingkungan sekolah ini juga

merupakan tempat yang digunakan untuk bersaing antara siswa satu dengan siswa

yang lain. Apabila seorang siswa memiliki konsep diri yang positif maka siswa

tersebut akan menghadapi persaingan tersebut dengan senang hati. Tetapi bagi

siswa yang memiliki konsep diri negatif persaingan adalah hal yang kurang

menyenangkan karena siswa tersebut merasa tidak memiliki kemampuan yang

sama-sama dengan teman yang lain.

Lingkungan teman sebaya dapat mempengaruhi terbentuknya konsep

diri. Bagi siswa yang memiliki konsep diri positif mereka tidak mengalami

kesulitan untuk bergaul dengan teman yang lain karena siswa yang memiliki

kemampuan yang sama dengan teman yang lain kehadirannya akan diterima dan

disenangi oleh teman yang lain. Sebaliknya bagi siswa yang tidak memiliki

(21)

mengalami kesulitan dalam bergaul, yang muncul adalah rasa kurang percaya diri,

minder dan tidak mendapatkan teman. Apabila siswa yang merasa tidak mampu

ini tidak dibantu maka perkembangan dirinya akan terus terhambat.

Siswa yang memiliki konsep diri negatif inilah yang perlu dibantu

untuk mengembangkan konsep dirinya menjadi positif, sehingga perkembangan

dirinya tidak terhambat. Apabila seorang siswa memiliki konsep diri positif maka

segala sesuatu yang dikerjakan akan menuju kearah keberhasilan, karena

seseorang yang memiliki konsep diri positif berpikir dan merasa dirinya mampu

menyelesaikan semua tugas yang ada dengan baik sesuai dengan kemampuan

yang dimilikinya.

Penelitian ini dilakukan di SMP Xaverius Lampung. Sekolah ini di pilih

karena dari hasil pengamatan ditemukan bahwa di sekolah SMP Xaverius ini

mengalami kesulitan dalam membuat program bimbingan yang sesuai dengan

permasalahan yang di hadapi oleh siswa khususnya permasalahan konsep diri.

Sehingga dapat dilihat bahwa tidak semua siswa memiliki konsep diri positif.

Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah diharapkan perlu membuat program

bimbingan yang sesuai dengan realita permasalahan yang dihadapi oleh siswa di

sekolah SMP Xaverius kota Metro-Lampung, dengan memberikan topik-topik

bimbingan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh siswa. Sehingga

siswa dapat terbantu untuk mengembangkan konsep diri positif. Sebagai

mahasiswa Bimbingan dan Konseling, maka peneliti tertarik untuk melakukan

(22)

kelas VIII SMP Xaverius kota Metro, Lampung. Penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh data supaya dapat menyusun topik bimbingan klasikal yang relevan

dan efektif.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana tingkat konsep diri para siswa kelas VIII SMP Xaverius kota

Metro-Lampung ?

2. Butir-butir konsep diri manakah yang belum tercapai pada diri para siswa kelas

VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung tahun 2010/2011 ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui tingkat konsep diri siswa kelas VIII SMP Xaverius kota

Metro-Lampung.

2. Menyusun topik bimbingan klasikal untuk meningkatkan konsep diri siswa

kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung sesuai dengan butir-butir

konsep diri yang belum tercapai.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

(23)

Kepala sekolah SMP Xaverius kota Metro-Lampung dapat memperoleh

informasi mengenai permasalahan dalam bidang personal yang dihadapi oleh

siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung, khususnya tentang

konsep diri. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

untuk meningkatkan perkembangan kepribadian para siswa.

2. Guru Pembimbing

Hasil penelitian membantu guru pembimbing untuk memahami konsep diri

siswa. Pemahaman tersebut dapat menjadi dasar meningkatkan efektivitas

pelayanan kepada para siswa, terutama dalam perkembangan konsep diri yang

sehat.

3. Peneliti

Peneliti memperoleh pengalaman untuk belajar menganalisis suatu masalah

khususnya tentang konsep diri dan menemukan jenis kegiatan untuk

memecahkan permasalahan tersebut. Pengalaman ini sangat berguna untuk

mendewasakan diri dalam rangka untuk menjadi guru BK.

4. Peneliti lain

Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan pembanding peneliti lain

mengenai konsep diri.

5. Siswa

Hasil penelitian ini bisa membantu para siswa untuk mengenal dan

(24)

E. Batasan Istilah

1. Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya. Konsep

diri merupakan proses seseorang mulai mengenali sebagian diri mereka mulai

dari penampilan fisik, psikologis, prestasi, sosial, moral, dan keluarga.

2. Tingkat konsep diri adalah tinggi rendah konsep diri yang dimiliki oleh siswa

sesuai dengan hasil penelitian atau data yang diperoleh melalui instrumen yang

dipakai dalam penelitian ini.

3. Siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung adalah siswa yang

bersekolah di SMP Xaverius tahun 2009/2010.

4. Bimbingan klasikal adalah serangkaian kegiatan bimbingan yang diberikan

kepada para siswa dalam kelompok kelas. Program tersebut dirancang untuk

(25)

7

Bab ini memuat uraian mengenai konsep diri, remaja, bimbingan, dan

peran bimbingan dalam konsep diri remaja.

A. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

Menurut Hurlock (2005), konsep diri adalah keseluruhan gambaran,

pandangan, keyakinan, penghargaan, dan perasaan seseorang tentang dirinya

sendiri. Konsep diri terbentuk dari pengalaman individu dalam berinteraksi

dengan orang lain. Tanggapan yang diterima dari orang lain dijadikan cermin

bagi individu dalam memandang dan menilai dirinya sendiri.

Atwater (dalam Desmita 2009:163) mendefinisikan konsep diri

sebagai keseluruhan gambaran diri yang meliputi persepsi seseorang tentang

diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan diri.

Selanjutnya Atwater mengidentifikasi konsep diri menjadi tiga bentuk.

Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang

melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan

harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga Social self, yaitu

bagaimana orang lain melihat dirinya.

Burns (dalam Desmita 2009: 164) mendefinisikan konsep diri sebagai

(26)

bereaksi atau bertindak, menurut cara tertentu terhadap suatu obyek (manusia atau

bukan manusia).

Menurut Paul J. Centi (1993:9) konsep diri adalah gagasan tentang

diri sendiri. Konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri

sebagai pribadi, bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana

kita menginginkan diri sendiri menjadi manusia sebagaimana yang

diharapkan.

Konsep diri merupakan gambaran diri yang dimiliki seseorang tentang

dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari

interaksi dengan lingkungan (Hendriati 2006:138).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka yang dimaksud dengan

konsep diri adalah gambaran, keyakinan, penghargaan, perasaan dan sikap

seseorang terhadap dirinya yang dipengaruhi oleh lingkungan. Dengan

demikian setiap individu memiliki penilaian diri yang berbeda dibandingkan

dengan orang lain.

2. Pembentukan Konsep Diri

Symond (dalam Hendriati 2006:143) mengatakan bahwa persepsi

tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran, tetapi mulai

berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perspektif. Konsep

diri anak berkembang dan terbentuk dari pengalaman dan hasil interaksi dengan

lingkungan. Lingkungan yang membentuk konsep diri anak bisa berasal dari

(27)

Lingkungan yang mempunyai pengaruh paling besar dalam

membentuk konsep diri anak adalah keluarga terutama dari orang tua. Informasi

yang diperoleh selama berinteraksi dengan orang tua sungguh mempengaruhi

konsep diri anak. Anak akan mendengarkan apa yang disampaikan orang tua

dan berpikir bahwa apa yang disampaikan itu bersifat baik dan benar. Apabila

sejak kecil diterima, disayang, dan selalu dihargai oleh orang tua, maka anak

akan mengembangkan konsep diri yang positif. Sebaliknya apabila anak ditolak,

dicela dan kurang dihargai oleh orang tua maka anak akan mengembangkan

konsep diri yang negatif. Dengan demikian Orangtua adalah faktor yang paling

utama dalam mempengaruhi konsep diri anak (Tim Pustaka Familia 2006: 26).

Selain dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, konsep diri juga

dipengaruhi oleh lingkungan sekolah dan teman sebaya. Kehadiran guru sangat

berpengaruh pada kehidupan para siswa. Sikap, tanggapan dan perlakuan guru

mempunyai pengaruh terhadap konsep diri siswa. Siswa yang banyak

diperlakukan buruk oleh guru cenderung akan membentuk konsep diri negatif.

Sebaliknya siswa yang banyak diperhatikan, dipuji, mendapat penghargaan dan

diberi hadiah karena prestasi cenderung lebih mudah membentuk konsep diri

yang positif. Sekolah mempunyai peranan penting dalam membentuk konsep

diri siswa (Centi 1993: 19).

Konsep diri anak juga terbentuk karena pengaruh dari perlakuan teman

sebaya. Pengalaman anak dalam bergaul dengan teman-teman di luar

(28)

diri anak terbentuk oleh penilaian dan sikap teman-teman selama bergaul.

Perlakuan teman dilingkungan bisa menguatkan atau melemahkan konsep diri

yang dimiliki oleh anak. Apabila anak merasa bahwa kemampuan yang

dimilikinya tidak seperti teman-teman yang lain, dia cenderung akan memiliki

konsep diri yang negatif. Sebaliknya, jika anak merasa dirinya memiliki

kemampuan yang sama dengan teman lain, maka anak akan memiliki konsep

diri yang positif (Centi 1993: 21).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri

terbentuk karena adanya pengalaman dan interaksi dengan orang lain di

lingkungan. Pengaruh yang paling besar selama pembentukan konsep diri pada

anak berasal dari orang tua. Konsep diri positif pada anak akan terbentuk

apabila anak merasa dirinya dihargai, disayangi, dipercaya, dan diperhatikan

oleh orang lain. Sebalikya konsep diri negatif pada anak akan terbentuk apabila

anak merasa dirinya diremehkan, dicela, dan kurang dihargai oleh orang lain.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi antara individu dengan

orang lain. Konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak

anak ada dalam masa pertumbuhan hingga dewasa. Semenjak konsep diri mulai

terbentuk, seseorang akan berperilaku sesuai dengan konsep dirinya tersebut.

Pandangan seseorang tentang dirinya akan menentukan tindakan yang akan

(29)

tetapi juga kelemahan bahkan kegagalan dalam dirinya. Konsep diri adalah inti

dari kepribadian individu.

Menurut Hendriati (2006:139) konsep diri seseorang dapat

dipengaruhi oleh berbagai faktor sebagai berikut :

a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan, perasaan

positif dan perasaan berharga.

b. Kompetisi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.

c. Aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang

sebenarnya.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri. Faktor-faktor

yang mempengaruhi konsep diri menurut Hurlock (2005:235) adalah usia

kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, hubungan keluarga, nama dan

julukan, kreatifitas, dan cita-cita.

a. Usia kematangan.

Remaja yang matang lebih awal cenderung diperlakukan seperti orang

yang hampir dewasa Situasi usia kematangan membantu anak

mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat

menyesuaikan diri dengan baik. Sebaliknya remaja yang matang terlambat

cenderung diperlakukan seperti anak-anak. Hal ini membuat remaja merasa

salah dimengerti dan bernasib kurang baik. Akibatnya remaja cenderung

(30)

b. Penampilan diri.

Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri,

meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Cacat fisik

merupakan sumber yang memalukan yang bisa mengakibatkan perasaan

rendah diri. Sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian

menyenangkan yang bisa menambah dukungan sosial.

c. Kepatutan Seks.

Remaja yang memiliki kepatutan seks sesuai dengan jenis kelaminnya

dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai

konsep diri yang baik. Sebaliknya remaja yang memiliki ketidakpatutan seks

yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya membuat remaja sadar diri. Hal ini

mengakibatkan remaja berperilaku tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

d. Hubungan keluarga.

Remaja yang mempunyai hubungan erat dengan anggota keluarga

akan mengidentifikasi diri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan

pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan

tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya.

e. Teman-teman sebaya.

Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam

dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan

(31)

tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri keprbadian yang diakui oleh

kelompok.

f. Kreatifitas.

Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam

bermain dan dalam tugas-tugas akademis, cenderung akan mengembangkan

perasaan individualitas dan identitas yang sangat penting bagi pembentukan

konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak

didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunyai

perasaan identitas dan individualitas.

g. Cita-cita.

Remaja yang mempunyai cita-cita tidak realistik akan mengalami

kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan

reaksi-reaksi bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja

yang realistik tentang kemampuannya akan mengalami keberhasilan dari pada

kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang

lebih besar dan berakibat positif pada pembentukan konsep diri yang baik.

Konsep diri yang dimiliki oleh individu akan terus berkembang seiring

dengan berjalannya waktu. Konsep diri yang dimiliki oleh seorang anak akan

berubah sesuai dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Apabila

berkembang di lingkungan yang baik dan mendukung, maka anak akan

(32)

yang kurang baik dan kurang mendukung, maka anak akan memiliki konsep

diri negatif.

4. Ciri Konsep Diri Positif

Menurut Tjipto (Tim Pustaka Familia 2006:19) seseorang dikatakan

memiliki konsep diri positif, apabila mempunyai penghargaan diri yang tinggi.

Penghargaan terhadap diri akan menentukan seseorang yakin akan kemampuan

dirinya untuk meraih keberhasilan. Seseorang akan berusaha dan berjuang

mewujudkan konsep diri positif. Misalnya, apabila merasa bahwa dirinya pandai,

maka siswa akan belajar tekun dan bekerja keras untuk membuktikan bahwa ia

benar-benar pandai seperti keyakinannya. Siswa tidak mudah putus asa karena

mempunyai keyakinan bahwa dirinya akan berhasil karena kepandaiannya.

Menurut Desmita (2009:164) siswa yang memiliki konsep diri positif

mudah untuk mencapai keberhasilan. Sebab, dengan konsep diri yang positif

siswa akan bersikap optimis, berani mencoba hal-hal baru, berani sukses, mampu

menerima kegagalan sebagai tantangan, percaya diri, antusias, merasa diri

berharga, berpikir dan bersikap secara positif.

Siswa yang memiliki konsep diri positif memiliki tanggung jawab

untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang ada dengan baik, karena siswa

merasa yakin bahwa tanggung jawab yang ada harus diselesaikan dengan tepat

waktu untuk mendapatkan hasil yang baik.

Siswa yang memiliki konsep diri positif kehadirannya akan diterima

(33)

positif tidak mengalami kesulitan untuk berkomunikasi dengan teman lain, karena

siswa yang memiliki konsep diri positif ini percaya bahwa dirinya memiliki

kemampuan yang sama dengan teman lain, sehingga mereka tidak mengalami

kesulitan untuk berkomunikasi.

Siswa yang memiliki konsep diri positif belum tentu bisa menerima

diri mereka dengan damai. Tidak semua siswa yang memiliki konsep diri positif

ini akan terus berkembang dengan baik, apabila siswa tidak dapat mewujudkan

harapan yang diinginkannya, maka siswa akan menjadi minder. Tidak semua

kemampuan yang dimilikinya dapat diterima, bisa jadi hanya sebagian kecil saja

yang menyebabkan konsep diri positif siswa muncul misalnya seperti masalah

prestasi yang diperoleh baik, kehadirannya diterima oleh teman-teman dan

keluarga, memiliki moral yang baik. Tetapi untuk hal lain seperti penampilan diri,

siswa mengalami suatu masalah, karena penampilan dirinya ini tidak sesuai

dengan apa yang diharapkan oleh siswa sendiri. Sehingga permasalahan ini

membuat siswa menjadi kurang nyaman dengan keadaan dirinya.

5. Aspek-Aspek Konsep Diri

Ada beberapa aspek yang menyusun konsep diri seorang siswa, unsur

tersebut sebagai berikut :

Fits (dalam Robinson dan Shaver 1975) mengemukakan enam aspek

(34)

prestasi, (d) aspek moral, (e) aspek sosial, (f) aspek keluarga. Keenam aspek

konsep diri yang sehat tersebut memiliki indikator sebagai berikut:

1. Aspek fisik, meliputi :

1). Mempunyai pandangan positif terhadap kondisi fisiknya

2). Menghargai penampilan diri

3). Memiliki pandangan yang positif terhadap kondisi kesehatannya.

b. Aspek psikologis, meliputi :

1). Memandang diri penuh kebahagiaan

2). Memiliki optimisme dalam menjalani hidup

3). Mampu mengontrol diri

4). Mempunyai potensi yang baik

c. Aspek prestasi, meliputi :

1). Mampu meraih prestasi akademik

2). Mempunyai kemampuan yang sama dengan orang lain

3). Merasa nyaman di tempat lingkungan belajar

4). Dihargai oleh teman-teman

5). Tekun dalam segala hal

6). Bangga akan prestasi yang diraihnya.

d. Aspek moral, meliputi :

1) Mampu percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral yang diajarkan

(35)

2) Mampu percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral yang diajarkan

norma sosial.

e. Aspek Sosial, meliputi :

1). Merasa sebagai pribadi yang ramah

2). Mempunyai sikap empati dengan orang lain

3). Mampu bergaul dengan orang lain

4). Merasa diperhatikan

5) Tenggang rasa

f. Aspek keluarga, meliputi :

1). Mencintai anggota keluarga

2). Di cintai anggota keluarga

3). Merasa bangga dengan anggota yang dimiliki

4) Mendapat dukungan dari keluarga

5) Bersikap adil

Selain itu Hendriati (2006:141) mengemukakan aspek-aspek konsep diri,

meliputi:

a. Aspek fisik, menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara

fisik. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya,

penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik) dan keadaan tubuhnya (tinggi,

gemuk, kurus).

b. Aspek keluarga, menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam

(36)

jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta

terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu

keluarga.

c. Aspek sosial, bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi

dirinya dengan orang lain maupun lingkungan disekitarnya.

d. Aspek moral, bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya

dilihat dari nilai moral yang dimiliki oleh seseorang. Hal ini menyangkut

pandangan seseorang mengenai nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang

meliputi batasan baik dan buru.

e. Aspek pribadi, merupakan persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya.

Hal ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain,

tetapi dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya

Apabila melihat penjelasan aspek konsep diri diatas, maka aspek

konsep diri pada siswa dapat dikelompokkan menjadi 6 aspek , meliputi (a)

Aspek fisik, (b) Aspek psikologis, (c) Aspek prestasi, (d) Aspek moral, (e)

Aspek sosial, (f) Aspek keluarga.

i. Aspek fisik, meliputi :

1. Menerima kondisi fisik.

2. Menghargai penampilan diri

3. Memiliki pandangan yang positif terhadap kondisi kesehatan tubuh.

ii. Aspek Psikologis, meliputi :

(37)

2. Memiliki optimisme dalam menjalani hidup

3. Mempunyai potensi yang baik

iii. Aspek prestasi, meliputi :

1. Mampu meraih prestasi akademik

2. Mempunyai kemampuan yang sama dengan orang lain.

3. Tekun dalam mempelajari segala hal

4. Bangga akan prestasi yang diraihnya

5. Mempunyai tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas.

iv. Aspek moral, meliputi :

1. Memiliki keyakinan untuk jujur dengan diri sendiri.

2. Memiliki keyakinan untuk jujur dengan orang lain.

3. Membantu orang lain

v. Aspek sosial, meliputi :

1. Menjadi pribadi yang ramah

2. Bekerjasama dengan orang lain.

3. Mampu bergaul dengan orang lain.

4. Tenggang rasa.

vi. Aspek keluarga, meliputi :

1. Mencintai anggota keluarga

2. Kehadirannya diterima anggota keluarga

3. Mendapat dukungan dari anggota keluarga

(38)

B. Remaja

1. Pengertian Remaja

Menurut Sarlito (2005:9) masa remaja merupakan masa transisi atau

peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu

mengalami berbagai perubahan baik fisik maupun psikis. Selain perubahan

yang terjadi dalam diri remaja, terdapat pula perubahan dalam lingkungan.

Menurut Hendriati (2006:29) secara umum masa remaja dibagi

menjadi tiga fase, yaitu masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja

pertengahan (15-18 tahun), masa remaja akhir (19-22 tahun).

a. Masa remaja awal

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan

berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak

tergantung pada orang tua. Fokus dari tahap ini adalah penerimaan terhadap

bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman

sebaya.

b. Masa remaja pertengahan

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.

Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah

lebih mampu mengarahkan diri sendiri. Pada masa ini remaja mulai

mengembangkan kematangan tingkah laku, dan membuat

keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai. Selain

(39)

c. Masa remaja akhir

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang

dewasa. Selama periode ini remaja berusaha untuk memantapkan tujuan.

Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok

teman sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri pada tahap ini.

2. Perkembangan Konsep Diri Remaja

Konsep diri anak berbeda dengan konsep diri remaja. Konsep diri anak

terbentuk berdasarkan persepsi dirinya terhadap sikap-sikap orang lain kepada

dirinya. Anak mulai belajar berpikir dan merasakan dirinya seperti apa yang

telah ditentukan oleh orang lain dalam lingkungannya, misalnya orangtua,

guru atau teman sebaya. Persepsi inilah yang akan berpengaruh pada

perkembangan konsep diri anak.

Perkembangan konsep diri yang dimiliki individu bukan bawaan sejak

lahir, tetapi terbentuk karena interaksinya dengan orang lain. Persepsi

mengenai diri sendiri terbentuk karena adanya pengaruh dari lingkungan

terutama pengaruh dari orang tua. Pengaruh dari orang tua sedikit demi sedikit

akan dihayati oleh anak, sehingga terbentuk keyakinan dan pengertian

mengenai dirinya.

Salah satu usaha remaja untuk mengatasi masalah identitas diri yang

belum jelas adalah dengan mencoba berbagai peran sehingga remaja

mempunyai kesempatan untuk mengembangkan konsep dirinya. Dengan

(40)

mengembangkan seluruh kemampuan dan minatnya. Perkembangan

kemampuan dan minat merupakan arah untuk mengembangkan konsep diri.

Dengan demikian dapat diartikan, bahwa masa remaja merupakan masa yang

potensial untuk perkembangan konsep diri. Apabila pada masa remaja,

individu tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri dan

menyesuaikan diri dengan tugas-tugas perkembangannya, maka ia juga

kehilangan kesempatan untuk mengembangkan konsep dirinya.

Ketika seseorang memasuki masa remaja, dia mengalami begitu

banyak perubahan dalam dirinya. Sikap yang ditampilkannya juga akan

mengalami perubahan-perubahan. Konsep diri yang dimiliki remaja

cenderung tidak tetap dan hal ini disebabkan karena sikap orang lain. Dengan

cara ini, remaja mengalami perkembangan konsep diri sampai akhirnya ia

memiliki konsep diri yang tetap.

C. Bimbingan Klasikal 1. Pengertian bimbingan

Salah satu definisi bimbingan yang dibuat oleh Shertzer & Stone (dalam

Winkel dan Hastuti 2004:1) adalah proses membantu orang perorangan untuk

memahami dirinya dan lingkungan hidupnya. Bimbingan bisa berarti proses

bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing kepada seseorang

agar seseorang yang dibimbing mencapai perkembangan yang optimal

(41)

dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu,

baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat

mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri (Prayitno 2004:99).

Menurut Natawidjaja (Winkel 2004:29) bimbingan adalah proses pemberian

bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya

individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga ia sanggup mengarahkan

diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga

serta masyarakat. Dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan

hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka yang dimaksud dengan

bimbingan adalah suatu proses untuk memberikan bantuan kepada seseorang

dalam memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya sesuai dengan

norma-norma yang berlaku dalam masyarakat untuk perkembangan pribadi

yang optimal.

2. Bimbingan di Sekolah

Menurut Tohirin (2007:12) bimbingan merupakan bagian integral dari

proses pendidikan dan memiliki kontribusi terhadap keberhasilan proses

pendidikan di sekolah. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami

bahwa proses pendidikan di sekolah tidak akan berhasil secara baik apabila

tidak didukung oleh penyelenggaraan bimbingan secara baik pula.

Sekolah dipandang sebagai tempat untuk mewujudkan seluruh

(42)

melepaskan ketergantungan anak dari peran orangtua dan keluarga. Apabila

sekolah mempunyai fungsi untuk mewujudkan seluruh kemampuan siswa dan

merupakan lingkungan yang dapat memberikan pengalaman baru kepada

siswa, maka sekolah mempunyai peranan penting dalam mengembangkan

konsep diri siswa. Sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang

menantang dan memenuhi kebutuhan siswa, serta memberi pengalaman baru

yang dapat mengubah sikap atau pandangan siswa menjadi lebih positif.

Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam

rangka membantu siswa untuk mengenali diri, mengenal lingkungan dan

merencanakan masa depan. Bimbingan yang diberikan untuk siswa bertujuan

untuk membantu siswa dalam mengenali kekuatan dan kelemahan yang ada

dalam dirinya dan mengenal secara obyektif lingkungan, baik lingkungan

sosial (terhadap guru dan teman di sekolah) maupun lingkungan fisik

(keadaan sekolah).

Bimbingan ada dalam lingkungan pendidikan sekolah dan

memusatkan pelayanannya pada para peserta didik sebagai individu yang

harus mengembangkan kepribadiannya masing-masing dan memanfatkan

pendidikan sekolah yang mereka terima untuk perkembangan dirinya. Adanya

pelayanan bimbingan di sekolah memberikan jaminan, bahwa semua peserta

didik mendapat perhatian sebagai seorang pribadi yang sedang berkembang

(43)

masalah yang berkaitan dengan perkembangan mereka. Pelayanan bimbingan

di sekolah menyentuh segala aspek kehidupan para peserta didik.

3. Jenis-Jenis Bimbingan

Menurut Winkel (2004:110) jenis bimbingan dapat dibagi menjadi 3.

Pembagian tersebut berdasarkan (1) banyaknya orang yang dibimbing pada

waktu dan tempat tertentu (bentuk bimbingan), (2) tujuan yang ingin dicapai

dalam memberikan pelayanan bimbingan (sifat bimbingan), (3) bidang

tertentu dalam kehidupan siswa, atau aspek perkembangan tertentu pada siswa

(ragam bimbingan). Jadi bimbingan terdiri dari tiga jenis bimbingan meliputi

bentuk bimbingan, sifat bimbingan, dan ragam bimbingan.

a. Bentuk-bentuk bimbingan

Bimbingan diberikan kepada sejumlah orang yang membutuhkan

pelayanan bimbingan. Menurut Winkel (2004:110) bimbingan terdiri dari

dua bentuk yaitu bimbingan individual dan bimbingan kelompok.

Bimbingan individual adalah bimbingan yang hanya diberikan untuk satu

orang saja. Bimbingan individual diberikan dengan cara mengadakan

konseling antara seorang siswa dengan guru pembimbing untuk

membahas masalah tertentu yang bersifat pribadi. Sedangkan bimbingan

kelompok adalah bimbingan yang diikuti lebih dari satu orang atau diikuti

oleh beberapa orang untuk membahas masalah tertentu. Bimbingan

(44)

Permasalahan yang sedang dihadapi bersama-sama dibahas dalam bentuk

kelompok.

b. Sifat-sifat bimbingan

Istilah sifat bimbingan menunjuk pada tujuan yang ingin dicapai

dalam memberikan pelayanan bimbingan. Ada tiga tujuan dalam

memberikan pelayanan bimbingan untuk siswa di sekolah. Pertama,

mendampingi siswa supaya perkembangannya berlangsung secara

optimal. Kedua, membantu siswa untuk mengarahkan kembali

perkembangannya yang kurang sesuai supaya perkembangannya berubah

ke arah yang lebih baik. Ketiga, membekali siswa, dengan maksud mereka

lebih siap menghadapi tantangan pada masa yang akan datang. Ketiga

tujuan diatas seringkali bersifat tumpang tindih. Maka dari itu perlu dilihat

tujuan yang utama dalam penyelenggaraan kegiatan bimbingan.

Berdasarkan tujuan utamanya maka bimbingan dapat dibedakan

menjadi 3 yaitu bimbingan perseratif, preventif atau pencegahan, dan

bimbingan korektif. Bimbingan perseratif adalah sifat bimbingan yang

mempunyai tugas untuk mendampingi siswa, supaya perkembangan siswa

bisa berlangsung secara optimal. Bimbingan preventif atau pencegahan

adalah bimbingan yang mempunyai tugas untuk membantu siswa dalam

mencegah terjadinya permasalahan yang dapat menghambat

perkembangan siswa dalam menghadapi tantangan pada masa yang akan

(45)

membantu siswa untuk mengatasi permasalahan yang dapat menghambat

perkembangan siswa. Selain ketiga jenis bimbingan yang sudah

disebutkan di atas, bimbingan pemeliharaan juga perlu diberikan untuk

siswa. Bimbingan pemeliharaan adalah bimbingan yang mempunyai

tugas dalam membantu siswa untuk mengembangkan berbagai potensi

yang dimiliki sehingga siswa bisa berkembang secara optimal.

c. Ragam-ragam bimbingan

Ragam bimbingan adalah aspek perkembangan yang menjadi

perhatian dalam pemberian pelayanan bimbingan. Winkel (2004:34)

menyebutkan adanya tiga ragam bimbingan, sementara itu (Syamsu 2010:

10) menyebut empat ragam bimbingan. Tetapi kedua penulis itu

sebenarnya mempunyai pendapat yang sama. Syamsu membedakan

pribadi-sosial dan Winkel menyatakan antara pribadi dan sosial. Secara

rinci bimbingan tersebut meliputi akademik, pribadi-sosial, dan karir.

Bimbingan akademik adalah kegiatan bimbingan yang membantu

siswa dalam menghadapi kemampuan diri untuk meraih prestasi,

membantu siswa untuk bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas

yang ada. Bimbingan pribadi adalah kegiatan bimbingan yang membantu

siswa untuk mengenali, memahami, menerima, menyesuaikan dirinya

dengan lingkungannya dan membantu menyelesaikan permasalahan

pribadi yang sedang dihadapi. Bimbingan sosial adalah kegiatan

(46)

dan lingkungan yang menyangkut masalah sosial, misalnya bergaul

dengan teman sebaya dan penyesuaian diri. Bimbingan karir adalah

kegiatan bimbingan yang membantu siswa dalam mengenali kemampuan

yang dimiliki siswa sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan

yang dimilikinya itu sesuai dengan bakat dan minat secara optimal.

D. Bimbingan Klasikal dan Pengembangan Konsep Diri Siswa

Bimbingan merupakan bagian yang penting dalam sekolah, karena

mempunyai tujuan yaitu membantu siswa untuk membentuk pribadi yang

bertanggung jawab, sehingga dapat bersikap dan berprilaku yang dapat

membahagiakan dirinya dan dapat diterima oleh lingkungan sekitar (Ahmadi

1991).

Bimbingan yang sesuai untuk diberikan kepada siswa adalah bimbingan

klasikal. Menurut Handoko (2009:19) bimbingan klasikal merupakan suatu

kegiatan yang sudah direncanakan dan di berikan untuk siswa baik dalam bentuk

kelompok kecil atau kelompok besar. Kelompok ini dibentuk untuk membahas

permasalahan yang sama yang di hadapi oleh para siswa dalam periode tertentu di

dalam kelas.

Peran bimbingan klasikal dalam pengembangan konsep diri siswa dapat

dilakukan dengan cara memberikan pengarahan dan pemahaman kepada siswa

tentang tugas yang dijalani oleh siswa untuk meningkatkan konsep diri positif.

(47)

dirinya dan siswa merasa puas dengan dirinya. Apabila siswa dapat mengikuti

bimbingan klasikal yang diberikan tersebut dengan baik maka siswa dapat

(48)

30

Bab ini memuat jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subyek

penelitian, instrumen penelitian, validitas, reliabilitas, dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut

Furchan (2004:39) metode deskriptif adalah suatu metode yang menggambarkan

dan menafsirkan keadaan suatu obyek pada masa sekarang. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh data permasalahan tingkat konsep

diri yang dialami oleh siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung. Data

yang diperoleh ini dipakai sebagai dasar pembuatan topik-topik bimbingan

klasikal yang akan digunakan sekolah tersebut. Dengan demikian kesimpulan

mengenai topik bimbingan klasikal tentang konsep diri yang telah disusun hanya

diberikan untuk siswa kelas VIII yang bersekolah di SMP Xaverius khususya di

kota Metro-Lampung.

B. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah para siswa

(49)

terdiri dari 2 kelas yaitu VIIIA dan VIIIC. Adapun jumlah siswa dari

masing-masing kelas adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Jumlah siswa setiap kelas

No Kelas VIII A Kelas VIII C Jumlah siswa setiap kelas

PA PI PA PI

1. 16 14 14 16

30 30 60

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan

data dalam penelitian. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner permasalahan

tingkat konsep diri. Kuesioner adalah sekumpulan daftar pernyataan tertulis yang

diberikan kepada subyek penelitian (Furchan 2004: 259). Jenis kuesioner yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup. Menurut Furchan

(2007:260) kuesioner tertutup adalah kuesioner yang berisi pernyataan-pernyataan

yang disertai dengan pilihan-pilihan jawaban yang telah disusun oleh peneliti.

Responden diminta untuk memilih salah satu dari jawaban yang sudah tersedia

dengan memberikan tanda check (√) (Masidjo 1995:65 ). Instrumen konsep diri

terdiri dari 70 item pernyataan, terbagi menjadi enam aspek konsep diri, yaitu

fisik, personal, sosial, prestasi, moral, dan keluarga. Kisi-kisi kuesioner

(50)

Tabel 2

Kisi-Kisi Kuesioner Permasalahan Tingkat Konsep Diri Siswa

Aspek Indikator Favorabel Unfavorabel Jml

item

1).Fisik 1.1 Menerima kondisi fisik yang dimilikinya.

1.2 Memandang diri penuh kebahagiaan.

13, 14 19, 21 4

.1.3 Memililiki optimisme dalam menjalani hidup.

16 - 1

3).Prestasi 1.1 Mampu meraih prestasi akademik 23, 29, 30 32, 34 5

1.2 Bertanggung jawab mengerjakan tugas.

24, 27 - 2

1.3 Mempunyai keyakinan bahwa kemampuan dirinya sama dengan orang lain.

31 36 2

1.4 Tekun dalam mempelajari segala hal.

22,26 33 3

1.5 Merasa bangga dengan prestasi yang diraih.

25, 28 35, 37 5

4).Moral 1.1 Memiliki keyakinan untuk jujur dengan diri sendiri.

38, 40, 41 45, 4

1.2 Memiliki keyakinan untuk jujur dengan orang lain.

39, 42 44, 46, 47, 48 6

1.3 Memiliki keyakinan mampu menolong orang lain.

43 - 1

5). Sosial 1.1 Mampu bergaul dengan teman. 51 56, 59 3

1.2 Memiliki keyakinan bahwa dirinya diterima dalam pergaulan oleh teman-teman.

49, 52 57, 60, 58 5

1.3 Sikap tenggang rasa 50, 53 - 2

1.4 Memiliki sifat yang ramah 54 - 1

1.5 Mampu bekerja sama dengan orang lain.

(51)

6). Keluarga 1.1 Mencintai anggota keluarga. 65 67, 70 3 1.2 Kehadirannya diterima anggota

keluarga.

61, 62, 66 68 4

1.3 Memiliki keyakinan di perlakukan adil oleh orang tua.

64 69 2

1.4 Mendapat dukungan dari keluarga 63 1

Jumlah Total Item 40 butir 30 butir 70 butir

Kuesioner ini menggunakan skala Likert, dengan empat kategori penilaian

yang kemudian dinyatakan ke dalam bentuk skor, sebagai berikut: Tidak setuju (TS),

Kurang Setuju (KS), Setuju (S), Sangat Setuju (SS). Pada Skala ini opsi tengah tidak

digunakan karena dapat mengurangi kecendrungan responden untuk memberikan

jawaban netral dan meningkatkan varibilitas responsi. Pernyataan dari tiap-tiap

indikator dapat berupa pernyataan yang bersifat positif maupun bersifat negatif

dengan tingkat penilaian yang berbeda. Pernyataan yang bersifat positif tingkat

penilaiannya adalah:

SS Skor 4

S Skor 3

KS Skor 2

TS Skor 1

Sedangkan pernyataan yang bersifat negatif tingkat penilaiannya adalah :

TS Skor 4

(52)

S Skor 2

SS Skor 1

Total skor setiap responden adalah hasil penjumlahan skor dari seluruh item yang

tersedia dan dijadikan sebagai data olahan untuk kepentingan analisis penelitian ini.

D. Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas

Menurut Supraktiknya (1998:47) suatu tes dikatakan memiliki

validitas bila ia mengukur apa yang seharusnya ia ukur. Pengujian validitas

dilakukan untuk memastikan ketepatan penggunaan instrumen dalam mengukur

aspek psikologis tertentu. Validitas isi adalah validitas yang menujuk sejauh

mana instrument tersebut mencerminkan isi dengan deskripsi masalah yang

akan diteliti (Furchan 2007:295). Uji validitas yang dilakukan adalah validitas

isi, yakni dengan cara penelahaan butir-butir pernyataan berdasarkan pendapat

ahli (expert judgement). Item-item yang digunakan harus memuat isi yang

relevan sesuai dengan tujuan isi. Penelaahan butir-butir pada instrumen

dilakukan oleh dosen pembimbing skripsi yaitu Br. Y. Triyono, S.J, S.S., M.S.

dan salah satu dosen Universitas Sanata Dharma Program Studi Bimbingan dan

Konseling yaitu Drs. TA.Prapancha Hary, M.Si. Berdasar hasil penelaahan

terhadap instrumen, hasil yang didapat yaitu perlu dilakukan perbaikan pada

butir-butir instrumen agar setiap butir pernyataan yang dibuat berisi kalimat

(53)

tepat/sesuai dengan konstruk kisi-kisinya. Setelah memeriksa uji validitas isi

instrumen, ada sedikit koreksi yang diberikan oleh Drs. TA.Prapancha Hary,

M.Si yaitu perbaikan kalimat pada item no.22.

Tabel 3. Hasil Revisi Berdasarkan Pendapat ahli (expert Judgement) No

item

Item yang diperbaiki Perbaikan

22 Saya ragu dengan pertanyaan saya. Saya ragu dengan (setiap)

pertanyaan yang saya ajukan.

Setelah melakukan validitas isi dan memodifikasi instrumen kemudian

peneliti melakukan uji coba. Berdasarkan data ujicoba tersebut, peneliti

melakukan pengujian empiris untuk memeriksa keterpenuhan kriteria

konsistensi internal setiap item terhadap setiap aspeknya. Teknik uji yang

digunakan adalah dengan cara mengkorelasikan skor item terhadap

skor-skor aspek melalui pendekatan analisis korelasi Pearson Product Moment.

Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung koofisien korelasi adalah

Product Moment dari Pearson. Menggunakan rumus Product Moment karena

kuesioner yang digunakan adalah skor internal :

XY

r = korelasi skor butir dengan skor-skor aspek

(54)

X = skor butir

Y = skor total per aspek

Kesahihan item ditentukan berdasarkan batasan rix ≥ 0,30. Item yang

memiliki koofisien korelasi minimal 0,30 dianggap memiliki konsistensi

internal yang memuaskan. Sedangkan item yang memiliki koofisiensi korelasi

di bawah 0,30 dianggap item memiliki konsistensi internal yang rendah.

Apabila aitem yang memiliki indeks daya beda lebih besar daripada 0,30

jumlahnya melebihi jumlah item, maka dapat memilih aitem yang memiliki

diskriminsi tertinggi. Sebaliknya apabila jumlah item yang lolos masih tidak

mencukupi jumlah yang diinginkan dapat mempertimbangkan untuk

menurunkan batas kriteria 0,30.

2.Uji Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan

hasil ukur, yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas

suatu alat ukur menunjuk pada derajat keajegan alat tersebut dalam mengukur

apa saja yang diukurnya (Furchan, 2004:310). Suatu tes yang reliabel akan

menunjukkan ketepatan dan ketelitian hasil dalam satu atau berbagai

pengukuran. Reliabilitas dalam penelitian ini diukur dengan metode belah dua

dimana penentuan taraf reliabilitas suatu tes untuk satu kali pengukuran. Hasil

tes dianalisis dengan membelah instrumen menjadi dua bagian, bagian

pertama berasal dari item-item bernomor ganjil dan bagian kedua berasal dari

(55)

Penghitungan indeks reliabilitas kuesioner tingkat konsep diri siswa

menggunakan program komputer SPSS, dilakukan dengan menghitung

korelasi item ganjil dan item genap dengan menggunakan teknik product

moment dari Pearson. Hasil penghitungan Product moment ganjil genap

kemudian dikoreksi dengan formula Spearman-Brown sebagai berikut :

(Masidjo 1995:218)

r

tt = 2X

r

gg 1 +

r

gg Keterangan :

r

tt = koefisien reliabilitas (Spilt Half)

r

gg = Koefisien ganjil genap

E. Uji Coba Instrumen Penelitian 1) Uji Validitas

Setelah kuesioner diujicobakan kepada siswa kelas VIII di SMP

Xaverius kota Metro-Lampung pada hari Selasa 2 November 2010 diperoleh

hasil perhitungan konsistensi internal butir item menggunakan rumus Product

Moment dari pearson dengan jumlah subjek (N) 30.

Hasil perhitungan tersebut diperiksa dengan menggunakan program

komputer SPSS. Keputusan item ditetapkan berdasarkan batasan rix ≥ 0,30

yang dianggap valid, apabila batasan rix ≤ 0,30 maka dianggap tidak valid dan

(56)

diketahui bahwa ada 10 dari 70 butir pada kuesioner yang dinyatakan gugur,

sehingga harus didrop karena hasil perhitungan korelasi menunjukkan ≤ 0,30.

2) Uji Reliabilitas

Dari hasil uji coba kuesioner yang sudah dikerjakan siswa kelas VIII

di SMP Xaverius Lampung pada hari Selasa 2 November2010, diperoleh

penghitungan reliabilitas dengan menggunakan rumus spearman brown, untuk

menentukan tinggi atau rendahnya koefisien reliabilitas digunakan patokan

pada tabel kriteria Guilford (Masidjo,1995) dibawah ini:

Tabel 4

Patokan Koofisien Korelasi

Koofisien Korelasi Kualifikasi

0,91 - 1,00

Untuk menguji taraf reliabilitas suatu alat ukur diperoleh dengan

menggunakan rumus Spearman Brown sebagai berikut (Masidjo1995) :

r

tt = 2X

r

gg 1 +

r

gg Keterangan :

r

tt = koefisien reliabilitas (Spilt Half)

(57)

Hasil penghitungan uji realibilitas adalah :

rtt = 2 x 0,695

1 + 0,695 = 1,39

1, 695 = 0,820

Setelah dikoreksi dengan rumus Spearman Brown diperoleh

realibilitas

 

r

tt =0,82. Hasil perhitungan 0,82 kemudian dikonsultasikan ke

kriteria Guildford. Berdasarkan kriteria Guildford hasil perhitungan tersebut

dapat disimpulkan bahwa koofisien realibilitas kuesioner masuk dalam

kategori tinggi.

F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA 1. Persiapan dan pelaksanaan

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam mengumpulkan data uji coba :

a. Menyusun instrumen tentang tingkat konsep diri untuk siswa kelas VIII.

b. Menentukan responden untuk siswa kelas VIII di SMP Xaverius, Lampung.

c. Pengujian instrumen kepada dosen pembimbing dan dosen lain, yang

dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2010.

d. Melakukan uji coba untuk siswa kelas VIII SMP Xaverius, Lampung pada

hari Selasa, 2 November 2010.

(58)

f.Pengambilan data yang dilakukan kepada para siswa kelas VIII SMP

Xaverius Metro Lampung pada hari Senin, 7 Februari 2011 dengan

membagikan kuesioner kepada responden

g. Menganalisis data yang sudah terkumpul.

2. Tahap Pengumpulan Data

Sebelum pengumpulan data dilaksanakan, peneliti terlebih dahulu

meminta ijin kepada bapak kepala sekolah SMP Xaverius Metro Lampung..

Bapak kepala Sekolah mengijinkan saya untuk mengadakan penelitian pada

hari Senin, 7 Februari 2011 di sekolah. Setelah terjadi kesepakatan waktu dan

saya dijinkan oleh bapak kepala sekolah maka saya mengadakan penelitian di

sekolah, dengan bantuan dari guru BK maka saya dapat menyelenggarakan

penelitian dengan baik. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa

kelas VIII yang bersekolah di SMP Xaverius Metro Lampung.tahun ajaran

2010/2011 yang berjumlah 60 orang.

Langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti adalah mengolah data

dari hasil penelitian.

3. Teknik Analisis Data

a. Memeriksa hasil jawaban siswa untuk diolah lebih lanjut.

b. Memberikan skor pada setiap item pernyataan pada alternatif jawaban yang

(59)

setuju=4, setuju= 3, kurang setuju=2, tidak setuju=1 untuk item positif ;

sedangkan untuk item negatif sangat setuju=1, setuju=2, kurang setuju=3,

tidak setuju=4.

c. Membuat tabulasi data, menghitung skor total dari masing-masing item

kuisioner dan skor rata-rata subjek maupun rata-rata butir.

d. Memeriksa validitas dan reliabilitas kuesioner tingkat konsep diri siswa

dengan menggunakan program komputer SPSS.

e. Mengkategorisasikan subjek menurut Azwar (2009:107-109) dengan

berdasar pada mean teoretisnya yang terdistribusi menurut model normal,

yang terbagi atas enam bagian atau enam satuan deviasi standar yaitu, tiga

bagian berada di sebelah kiri mean (bertanda negatif) dan tiga bagian berada

di sebelah kanan mean (bertanda positif). Pada penelitian ini skala terdiri

dari 70 butir yang setiap butirnya diberi skor 4, 3, 2, dan 1 semakin tinggi

skor berarti mencerminkan harga diri. Skor minimum skala adalah 1 dan

skor maksimum skala 4, sehingga luas jarak sebarannya adalah 4 – 1 = 3,

dengan demikian setiap satuan deviasi standar (sd) teoritis bernilai 3/6 = 0,5.

Mean teoretisnya (x) adalah 2

4 1+

= 2,5. Berdasarkan nilai-nilai tersebut

dan berpedoman pada kriteria Azwar (2009:107-109) penggolongan subjek

dimasukkan ke dalam 3 kategori diagnosis tingkat konsep diri seperti pada

(60)

Tabel 5. Kategori Tingkat Konsep Diri Siswa No Formula Kriteria Rerata

Skor

2,01-3,00 Sedang Perlu diberikan

bimbingan dengan

tema-tema

bimbingan yang

sesuai dengan skor

(61)

demikian perlu

adanya perhatian

dan penanganan

terhadap siswa yang

memiliki tingkat

konsep diri yang

rendah tersebut.

Keterangan :

X : Rata-rata Skor Total dan Butir Subjek

x : Mean Teoretis

(62)

44

Pada bab ini disajikan hasil penelitian dan pembahasan atas hasil penelitian

yang sudah dilakukan, yaitu tentang tingkat konsep diri positif siswa kelas VIII SMP

Xaverius kota Metro, Lampung. Penelitian ini sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai yaitu untuk mengetahui tingkat konsep diri positif siswa kelas VIII SMP

Xaverius kota Metro-Lampung.dan implikasinya dalam membuat program bimbingan

klasikal untuk meningkatkan konsep diri siswa.

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Tingkat Konsep Diri Siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat konsep diri positif

yang dimiliki oleh siswa kelas VIII yang bersekolah di SMP Xaverius kota

Metro- Lampung dan mengidentifikasi butir-butir konsep diri yang belum

tercapai pada siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung. Ada tiga

kategori tingkat konsep diri yang digunakan yaitu tinggi, sedang dan rendah.

Rata-rata skor tingkat konsep diri positif pada penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 6. Skor Rata-rata Konsep Diri Para Siswa No Rentang skor rata-rata Jml siswa Klasifikasi

1. 1,00-2,00 0 Rendah

2. 2,01-3,00 24 Sedang

(63)

Berdasarkan dari penghitungan skor rata-rata tersebut dapat disimpulkan bahwa

tingkat konsep diri positif siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung 45

(75%) termasuk dalam kategori tinggi karena ada pada skor rata-rata 3,01-4,00 dan

15 (25%) ada dalam kategori sedang karena berada pada skor rata-rata 2,01-3,00.

Berdasarkan hasil analisa penghitungan skor tingkat konsep diri positif pada setiap

siswa berikut disajikan grafik profil capaian skor rata-rata tingkat konsep diri yang

dimiliki oleh siswa kelas VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung.

Gambar. 1 profil skor rata-rata tingkat konsep diri positif setiap siswa kelas VIII

0 1 2 3 4

Rentang Skor

1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58

Subyek

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa ada 15 siswa yang berada di

bawah garis rata-rata, dan sisanya 45 siswa berada di atas garis batas rata-rata skor.

(64)

klasikal di kelas, sehingga setiap siswa dapat meningkatkan konsep diri positif yang

dimilikinya.

2. Butir-butir Konsep Diri yang Belum Tercapai Oleh Para Siswa

Berdasarkan penghitungan butir rata-rata skor tiap butir pada kuesioner

dapat diketahui bahwa ada 3 butir item yang mendapatkan skor tingkat rendah,

karena skor yang diperoleh hanya pada skor rata-rata 1,00 – 2,01. Dan ada 13

butir yang sedang, karena skor yang diperoleh ada pada skor rata-rata 2,01 – 3,00

Tabel 7. Butir Item yang Memiliki Skor Rendah dan Sedang (diurutkan dari Tingkat Terendah)

Kategori Aspek Rumusan Skor

Rendah Prestasi 18. Saya mampu memahami pelajaran tanpa bantuan

orang lain.

1,85

Prestasi 19. Saya mampu meraih prestasi di kelas. 2,08

Prestasi 25. Saya adalah anak yang pandai di kelas. 2,08

Sedang Moral 40. Saya malu mengingkari janji dengan teman saya. 2,13

Fisik 2. Saya senang dengan berat badan yang saya miliki. 2,63

Prestasi 14. Saya merasa mantap dengan jawaban saya di

kelas.

2,68

Fisik 3. Saya puas dengan tinggi badan yang saya miliki. 2,7

Fisik 1. Saya memiliki wajah yang menarik. 2,73

Personal 10. Saya yakin akan kemampuan berbicara saya

didepan umum.

2,73

Moral 34. Saya mengerjakan ulangan dengan jujur. 2,73

(65)

dengan tepat waktu.

Prestasi 26. Kemampuan akademik saya tidak kalah dari

teman-teman

2,76

Sosial 49. Saya merasa teman-teman menyukai saya. 2,88

Personal 13. Saya berharga di hadapan sesama teman. 2,93

Fisik 7. Saya senang dengan warna kulit yang saya miliki. 2,95

Fisik 4. Saya senang dengan postur tubuh yang saya miliki. 2,98

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil Penelitian tingkat konsep diri positif yang dimiliki oleh siswa kelas

VIII SMP Xaverius kota Metro-Lampung 2009/2010 menunjukkan bahwa:

1. Sebagian besar siswa memiliki tingkat konsep diri positif yang tergolong

dalam kategori tinggi.

2. Terdapat 3 butir item pernyataan yang mendapat rata-rata skor dalam kategori

rendah.

3. Terdapat 13 butir item pernyataan yang mendapat rata-rata skor dalam

kategori sedang.

Siswa diharapkan memiliki konsep diri positif yang tinggi. Mereka yang

memiliki konsep diri positif yang tinggi cenderung dapat menerima, menghargai

dan memandang kemampuan yang dimiliki secara positif. Konsep diri semacam

ini membantu siswa menuju ke keberhasilan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki

(66)

memiliki konsep diri positif dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian

dapat dikatakan bahwa siswa sudah memiliki tingkat konsep diri positif yang

tinggi.

Konsep diri yang sedang artinya konsep diri yang dimiliki siswa masih

dapat berubah-ubah, bisa jadi konsep diri yang dimiliki anak menuju ke arah

kategori tinggi tetapi bisa juga konsep diri yang dimiliki anak berubah ke arah

kategori rendah.

Meskipun sebagian besar siswa memiliki konsep diri positif tinggi dan

sebagian yang lain memiliki konsep diri positif dalam kategori sedang, namun ada

3 butir item yang memiliki skor rendah. Kecuali itu masih ada 13 butir item yang

berada dalam kategori sedang. Butir-butir item yang memiliki skor rendah dan

sedang tersebut akan dibahas secukupnya dengan tujuan untuk menemukan tema

bimbingan klasikal demi peningkatan konsep diri siswa.

a. Item yang berada pada kategori Rendah

1) Aspek Prestasi

Ada tiga item pada aspek prestasi yang mendapatkan skor rendah.

Ketiga item itu adalah: (1) Saya mampu memahami pelajaran tanpa bantuan

dari orang lain (1,85), (2) Saya mampu meraih prestasi akademik di kelas

(2,08), dan (3) Saya adalah anak pandai di kelas ( 2,08). Berikut ini akan

Gambar

Tabel 1. Jumlah siswa setiap kelas
Tabel 2
Tabel 3. Hasil Revisi Berdasarkan Pendapat ahli (expert Judgement)
Tabel 4 Patokan Koofisien Korelasi
+5

Referensi

Dokumen terkait

• steps in personal selling process • role of the sales manager.. •

Tidak seorangpun boleh mengoperasikan balon udara yang ditambatkan, layang-layang, roket tanpa awak, atau balon udara bebas tanpa awak di dalam area terlarang atau area

(3) Setiap instruktur yang akan ditugaskan untuk pelatihan darat atau pelatihan terbang harus memiliki lisensi instruktur terbang, lisensi instruktur darat, atau pemilik

Arah kebijakan dan strategi Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Tahun 2015-2019 mengacu pada Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010- 2035 yang dapat disimpulkan dalam

Nomor Induk Pegawai (NIP) Lama: Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN): 5 ESELON Contoh : II/a ditulis 2a. NAMA JABATAN

// Berperahu mengelilingi waduk dan mendatangi rumah makan terapung menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.// Mereka dengan mudah juga bisa mendapatkan ragam ikan segar

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

14 Rizka Putri Adriani SMAN 34 JKT JAKARTA SELATAN. 15 Mujahidin Yusuf SMAN 47 JKT