• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan No.188.44/0135/Kum/2007 Sebagai Objek Gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara T1 312010708 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Selatan No.188.44/0135/Kum/2007 Sebagai Objek Gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara T1 312010708 BAB II"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Instrumen Pemerintahan

1. Regeling

Perbuatan pemerintah yang dilakukan dalam bentuk mengeluarkan peraturan atau regling, dimaksudkan dengan tugas hukum yang diemban pemerintah dengan menerbitkan peraturan-peraturan yang sifatnya umum. Maksud perkataan umum dalam pengertian regling atau peraturan, berarti bahwa pemerintah atau pejabat tata usaha negara sedang dalam upaya mengatur semua warga masyarakat tanpa terkecuali, atau dengan perkataan lain peraturan ini ditujukan kepada semua warga masyarakat tanpa terkecuali, dan bukan bersifat khusus.

Peraturan adalah merupakan hukum yang in abstracto atau

generale norm yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan

tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (generale).5

Secara teoritik, istilah “perundang-undangan” mempunyai dua pengertian, yaitu; pertama, perundang-undangan merupakan proses pembentukan/ proses membentuk peraturan-peraturan negara, baik ditingkat Pusat maupun ditingkat Daerah; kedua, perundang-undangan

5

SF. Marbun & M. Mahfud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta, 2000, hlm.94

(2)

adalah segala peraturan negara, yang merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan, baik ditingkat Pusat maupun ditingkat Daerah.6

Sifat suatu peraturan ialah mengikat semua penduduk sesuatu wilayah. Peraturan itu berlaku umum. Peraturan dibuat untuk menyelesaikan beberapa hal yang (dalam garis besarnya) mengandung kesamaan dan yang akan dan mungkin terjadi.7

Peraturan perundang-undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian

merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas. 2) Bersifat universal. Ia diciptakan untuk menghadapi

peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas betuk konkretnya. Oleh karena itu ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.

3) Ia memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri. Adalah lazim bagi suatu peraturan untuk mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan kembali.

Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UU No.5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, peraturan perundang-undangan adalah semua peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah baik

6

Ridwan, HR. Hukum Administrasi Negara, UII Press, Yogyakarta, 2003, hlm. 98 7

E, Utrecht. Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, 1990, hlm.42

(3)

di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, serta semua Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, yang juga mengikat umum.

Peraturan dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang belum dapat diketahui terlebih dahulu dan mungkin akan terjadi (hal umum). Peraturan ditujukan kepada hal-hal yang abstrak.8

Berkenaan dengan perundang-undangan, Ridwan, HR. mengutip yang disampaikan oleh A. Hamid S. Attamimi:

“Istilah perundang-undangan (wettelijkeregels) secara harafiah dapat diartikan peraturan yang berkaitan dengan undang-undang, baik peraturan itu berupa undang-undang sendiri maupun peraturan lebih rendah yang merupakan atribusian ataupun delegasian undang-undang. Atas dasar atribusi dan delegasi kewenangan perundang-undangan maka yang tergolong peraturan perundang-undangan di Negara kita ialah undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari padanya seperti Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden yang berisi peraturan, Keputusan Menteri yang berisi peraturan, Keputusan Kepala Lembaga Pemerintahan Non-Departemen yang berisi peraturan, Keputusan Direktur Jenderal Departemen yang dibentuk dengan Undang-undang yang berisi peraturan, Peraturan Daerah Tingkat I, Keputusan Gubernur Kepala Daerah berisi peraturan yang melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Tingkat I, Peraturan

8

ibid, hlm.71

(4)

Daerah Tingkat II, dan Keputusan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah berisi peraturan yang melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah Tingkat II.

2. Beschikking

Perbuatan hukum publik yang bersegi satu yang dilakukan oleh badan administrasi Negara diberi nama “KETETAPAN” kalau bahasa asingnya “beschikking” dan perbuatan membuat ketetapan ini disebut “penetapan”.9

Berbeda dengan regeling atau tugas pemerintah membuat peraturan, tugas pemerintah di bidang penerbitan keputusan atau beschikking, bersifat lebih spesifik atau khusus. Dalam tugasnya mengeluarkan keputusan, maka dalam hal ini pemerintah sedang melakukan pengaturan untuk orang-orang dengan identitas tertentu, alamat tertentu.

Istilah beschikking sudah sangat tua dan dari segi kebahasaan digunakan dalam berbagai arti. Meskipun demikian, dalam pembahasan ini istilah beschikking hanya dibatasi dalam arti yurudis. Menurut H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, ketetapan merupakan keputusan pemerintah untuk hal yang bersifat konkeret dan individual (tidak ditunjuk untuk umum) dan sejak dulu telah terjadi instrumen yuridis pemerintahan yg utama. Menurut P. De Haan dan

9

Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990, hlm 83

(5)

kawan, “De administratieve beschikking is de meest voorkomende en ook meest bestudeerde bestuurshandeling”, (ketetapan administrasi merupakan (bagian) dari tindakan pemerintahan yang paling banyak muncul dan paling banyak dipelajari). Oleh karena itu tidak berlebihan jika F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek menganggapnya sebagi konsep inti dalam hukum administrasi (een kernbegrip in het administratief recht).10

Ada beberapa unsur yang terdapat dalam beschikking,yaitu: a) pernyataan kehendak sepihak

b) dikeluarkan oleh organ pemerintahan. c) didasarkan pada kewenangan hukum publik.

d) ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan idividual. e) dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang

administrasi.

3. Perbedaan Regeling dan Beschikking

Perbedaan antara peraturan (Regeling) dan ketetapan (Beschikking) ialah pada umumnya yang dapat dikatakan bahwa ketetapan itu dibuat untuk menyelesaikan suatu hal konkrit yang telah diketahui terlebih dahulu oleh administrasi Negara. Sedangkan peraturan dibuat untuk menyelesaikan hal-hal yang belum dapat

10

Ridwan,op. cit, hlm.107

(6)

diketahui terlebih dahulu dan mungkin akan terjadi (hal umum). Peraturan ditujukan kepada hal-hal yang masih abstrak.11

Peraturan adalah merupakan Hukum yang in abstracto atau General Norms yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (general).untuk menuangkan hal-hal yang bersifat umum tersebut kedalam peristiwa-peristiwa konkret/nyata, maka dikeluarkan ketetapan-ketetapan yang akan membawa peristiwa umum itu sehingga dapat dilaksanakan. Dengan demikian, ketetapan itu tugasnya melaksanakan peraturan kedalam peristiwa konkret tertentu, sehingga sifatnya menjadi mengikat subyek hukum tertentu itu. Sekalipun peraturan itu ditujukan pada hal-hal yang abstrak, sedang keputusan ditujukan untuk hal-hal yang konkret, tetapi kadang-kadang perbedaan ini tidak begitu nyata seperti dengan adanya SLAPENDE REGELING, yaitu suatu peraturan yang pada waktu setelah pengundangannya belum berlaku dibeberapa daerah tertentu (berlakunya ditunda). Penetapan berlakunya diserahkan pada administrasi Negara, dengan membuat suatu keputusan yang bersifat ketetapan. Akibatnya keputusan yang berakibat ketetapan itu tidak berakibat seperti ketetapan, tetapi sama dengan akibat peraturan. Jadi keputusan ini dapat merupakan peraturan.12

11

Utrecht, op. cit, hlm.71 12

Marbun, loc. cit

(7)

B.

Kompetensi PTUN

1. Kekuasaan Absolut (Kompetensi Absolut) Peradilan Tata Usaha Negara

Kekuasaan Absolut dari pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara terdapat dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 yang menentukan bahwa Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha

Negara.13

Pasal 1 angka 4 UU No.5 Tahun 1986 merumuskan sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha Negara, baik dipusat maupun didaerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Dengan demikian, keputusan tata usaha Negara merupakan dasar lahirnya sengketa tata usaha Negara. 14

Tindakan hukum tata usaha Negara tidaklah sama maknanya dengan tindakan pejabat atau tindakan badan tata usaha Negara. Tidak setiap tindakan pejabat adalah tindakan hukum tata usaha Negara.

2. Sengketa Tata Usaha Negara

Yang dimaksud dengan sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau

13

R. Wiyono,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm. 6 14

Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, UGM Press, Yogyakarta, 2002, hlm. 318

(8)

badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik dipusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.15

Oleh karena itu, R.WIYONO lalu memberi penjelasan “sengketa Tata Usaha Negara” terdiri dari beberapa unsur sebagai berikut:

1. Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara

2. Sengketa tersebut antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

3. Sengketa yang dimaksud sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara

Sengketa Tata Usaha Negara tersebut harus sengketa antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

Dengan demikian tidak mungkin sampai terjadi sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986:

1. Orang atau badan hukum perdata dengan orang atau badan hukum perdata, atau

2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.

15

H. Rochmat Soemitro, Peradilan Tata Usaha Negara, Refika Aditama, Bandung, 1998, hlm. 6

(9)

3. Keputusan Tata Usaha Negara a. Pengertian

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bersifat konkret, individual dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.16

Jika di urai, apa yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, akan ditemukan unsur-unsurnya sebagai berikut:

1. Penetapan tertulis

Unsur ini menentukan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 harus merupakan penetapan tertulis.

Penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa “Istilah penetapan tertulis terutama menunjuk kepada isi dan bukan keputusan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Keputusan Tata Usaha Negara itu memang diharuskan tertulis, namun yang disyaratkan tertulis bukanlah bentuk formalnya seperti surat keputusan pengankatan dan sebagainya”.

16

R. Soegijatno Tjakranegara,Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 88

(10)

2. Dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

Unsur ini menentukan bahwa “penetapan tertulis” tersebut harus dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Menurut Pasal 1 angka 2 dimaksud dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Atau dengan kata lain, Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan atau Pejabat yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku mempunyai wewenang untuk melaksanakan urusan pemerintahan.

Dengan demikian, ukuran atau criteria agar suatu Badan atau Pejabat dapat disebut sebagai Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalahberdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Badan atau Pejabat tersebut mempunyai wewenang untuk melaksanankan urusan pemerintahan.

3. Berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan

Dalam penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 disebutkan bahwa yang dimaksudkan dengan “tindakan hukum Tata Usaha Negara” adalah perbuatan hukum

(11)

Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersumber pada ketentuan hukum Tata Usaha Negara yang dapat menimbulkan hak atau kewajiban pada orang lain.

Atau dengan perkataan lain, tindakan hukum Tata Usaha Negara adalah tindakan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang dilakukan atas dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintah terhadap seseorang atau badan hukum perdata.

Karena tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut atas dasar peraturan perundang-undangan menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintah, maka dapat dikatakan tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara itu selalu merupakan tindakan hukum sepihak.

Perlu untuk diperhatikan bahwa tidak selalu tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara, tetapi hanya tindakan hukum dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan akibat hukum mengenai urusan pemerintahan saja yang merupakan tindakan hukum Tata Usaha Negara.

4. Bersifat konkret, individual dan final

Apa yang dimaksud dengan bersifat konkret, individual, dan final adalah sebagai berikut:

(12)

a.Bersifat konkret, artinya obyek yang diputuskan dalam Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan.

b.Bersifat individual, artinya Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu, baik alamat maupun hal yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari seorang, maka tiap-tiap nama orang yang terkena keputusan itu disebutkan.

Akan tetapi, dari hasil diskusi pada Pelatihan Teknis Yusrtisial Hakim Peradilan Tata Usaha Negara antara lain dapat diketahui bahwa Keputusan Tata Usaha yang bersifat umum sepanjang masih dapat diindividualisasikan, maka dapat dianggap sebagai Keputusan Tata Usaha Negara.

c.Bersifat final, artinya definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.

Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi atasan atau intansi lain belum bersifat final, karenanya belum dapat menimbulkan suatu hak atau kewajiban pada pihak yang bersangkutan.

5. Menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata

Yang dimaksud dengan “menimbulkan akibat hukum” adalah menimbulkan akibat hukum Tata Usaha Negara, karena

(13)

penetapan tertulis uang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha yang menimbulkan akibat hukum tersebut adalah berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara.17

b. Pengecualian

Setelah diadakan perubahan dengan Undang-Undang Nomer 9 Tahun 2004, Pasal 2 menentukan bahwa tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut. 1. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan

hukum perdata.

Penjelasan Pasal 2 huruf a menyebutkan bahwa Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata, misalnya, keputusan yang menyangkut masalah jual beli yang dilakukan antara instansi pemerintah dan perorangan yang didasarkan pada ketentuan hukum perdata.

Untuk dapat mengerti atau memahami ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 huruf a, hendaknya diingat bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara itu, disamping dapat melakukan

perbuatab hukum publik atas dasar jabatannya, juga dapat

melakukan perbuatan hukum perdata, karena mewakili Negara,

Provinsi, Departemen dan seterusnya sebagai badan hukum

perdata.

17

Wiyono, op. cit, hlm. 17

(14)

2. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum.

Tidak semua keputusan yang memenuhi syarat/ciri-ciri seperti tertuang di dalam pasal 1 angka 3 bisa dijadikan obyek sengketa di depan Peradilan Tata Usaha Negara, sebab ada beberapa jenis keputusan Tata Usaha yang memenuhi syarat-ciri tersebut tetapi tidak termasuk keputusan Tata Usaha Negara menurut pasal 1 angka 3, sehingga tidak bias dijadikan obyek sengketa Tata Usaha Negara. Tepatnya ada pengecualian-pengecualian atau pembatasan-pembatasan yang diberikan oleh UU No.5 tahun 1986 yaitu pembatasan-pembatasan yang dimuat di dalam pasal 2, pasal 48, pasal 49, Penjelasan Umum dan pasal 142.18

Sebagaimana ternyata, tidak semua peraturan perundang-undangan dibuat badan kekuasaan legeslatif, pemerintah pusat, dan badan-badan pembuat peraturan pada pemerintah daerah di tingkat I dan II. Penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 merumuskan bahwa peraturan

perundang-undangan adalah “semua peraturan yang bersifat mengikat

secara umum yang dikeluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama pemerintah baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah, serta semua keputusan badan atau pejabat tata usaha Negara, baik di tingkat pusat maupun ditingkat daerah, yang

18

Marbun, op. cit, hlm. 188

(15)

juga mengikat secara umum’. Dari rumusan penjelasan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 dimaksud, dapat disimpulkan bahwa keputusan dari badan atau pejabat tata usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum (besluit van algemene strekking) termasuk peraturan perundang-undangan (algemeen verbindende voorschriften). Bentuk keputusan tata usaha Negara (besluiten van algemene strekking) demikian, tidak merupakan bagian dari perbuatan keputusan (dalam arti beschikkingsdaad van de administratie), tetapi termasuk perbuatan tata usaha Negara dibidang pembuatan peraturan (regelend daad van de administratie). Pasal 2 huruf b dari Undang-Undang Nomer 5 Tahun 1986 secara tegas menentukan bahwa keputusan tata usaha Negara yang merupakan pengaturan bersifat umum (besluit van algemene strekking) tidak termasuk keputusan tata usaha Negara dalam arti beschikking, yang berarti bahwa terhadap perbuatan badan atau pejabat tata usaha Negara yang mengeluarkan keputusan yang merupakan pengaturan bersifat umum tidak dapat digugat dihadapan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara. Pada umumnya, badan-badan tata usaha Negara, seperti halnya departemen, lembaga pemerintahan non-departemen, pemerintah daerah tingkat I dan tingkat II menetapkan bentuk tertentu yang membedakan keputusan tata usaha Negara yang merupakan

(16)

pengaturan bersifat umum dengan keputusan tata usaha Negara dalam arti beschikking, misalnya keputusan tata usaha Negara yang merupakan pengaturan bersifat umum disebut dengan judul

keputusan, seperti halnya keputusan menteri, keputusan direktur

jenderal, keputusan gubernur, sementara keputusan tata usaha

Negara dalam arti beschikking disebut dengan judul surat

keputusan, seperti halnya surat keputusan menteri, surat

keputusan gubernur/KDH, dst. Keputusan yang dikeluarkan oleh

badan atau pejabat tata usaha Negara (dalam arti beschikking) harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mendasari keputusan yang bersangkutan.19

Penjelasan Pasal 2 angka 2 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “pengertian yang bersifat umum” adalah pengaturan yang memuat norma-norma hukum yang dituangkan dalam bentuk peraturan yang kekuatan berlakunya mengikat umum atau semua orang.

Melihat pada nama keputusan Tata Usaha Negara dan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa keputusan angka 2 tersebut akan berupa suatu keputusan Tata Usaha Negara, artinya dikeluarkan oleh suatu Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara sendiri atas dasar wewenang pemerintah yang

19

Hadjon, op. cit, hlm.151

(17)

dimilikinya. Jadi bukan produk yang dihasilkan karena suatu wewenang legeslatif baik yang original maupun yang delegeted. Tidak ada salahnya kalau produk legeslatif itu kita namakan peraturan perundangan dan produk tersebut angka 2 ini kita namakan Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat umum. Nama yang dapat mencakup kedua macam peraturan tersebut lalu kita sebut peraturan perundang-undangan, seperti yang sering digunakan dalam hampir setiap pasal dalam undang-undang ini.

Selanjutnya karena keputusan Tata Usaha Negara angka 2 tersebut merupakan pengaturan yang bersifat umum, maka ia bukan merupakan Penetapan Tertulis. Dan keputusan Tata Usaha Negara yang bukan Penetapan Tertulis itu dapat saja berupa suatu: Norma Kongkret, suatu rencana, suatu perundang-undangan semu atau suatu keputusan bersama. Ketiga macam keputusan Tata Usaha Negara tersebut memiliki jangkauan yang bersifat umum. Karena ketiga keputusan Tata Usaha Negara dapat dikelompokkan dalam sebutan “keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat umum”.

Kata “pengaturan yang bersifat umum” dalam hal ini mempunyai arti mengandung penetapan norma-norma hukum yang berlaku bagi setiap orang yang terkena oleh keputusan Tata Usaha Negara tersebut.

(18)

Undang-undang mengartikan dalam hal ini “berlaku bagi setiap orang”. Jadi, pengertian bersifat umum itu tidak harus diartikan secara kumulatif, artinya menurut waktu, tempat, setiap orang dan dapat diterapkan beberapa kali terhadap orang atau hal yang masuk dalam rumusan yang bersangkutan. Sebab undang-undang pun dapat juga berlaku hanya untuk masa waktu tertentu atau untuk satu daerah tertentu atau golongan orang-orang tertentu.

Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang biasanya mengandung pengaturan yang bersifat umum, yaitu Peraturan Kebijaksanaan, Rencana-rencan, Norma Konkret dan Keputusan Bersama.

Peraturan kebijaksanaan atau perundang-undangan semu, yang dalam bahasa asing disebut beleidsregels, spiegelsrecht, pseudowetgeving (Belanda) atau policy rules (Inggris) yang bentuknya dapat berupa Surat Keputusan atau Keputusan, Surat Edaran, Instruksi, Pengumuman atau Petunjuk Pelaksanaan (JURLAK), dan lain-lain.20

Ada kalanya keputusan ini masih abstrak sifatnya, artinya masih bersifat umum, jadi masih perlu dilaksanakan oleh ketetapan ke

20

Wiyono, op. cit, hlm. 42

(19)

dalam suatu peristiwa konkrit tertentu. Dalam hal demikian, maka keputusan ini sama dengan peraturan.21

3. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan.

Terhadap ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 huruf c tersebut, terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian sebagai berikut.

- Oleh karena Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 antara lain harus merupakan keputusan yang bersifat final, maka sudah dengan sendirinya jika Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 huruf c tidak termasuk Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3.

- Penjelasan Pasal 2 huruf c menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan adalah keputusan yang untuk dapat berlaku masih memerlukan persetujuan atasan atau instansi lain.

4. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikelurkan berdasarkan ketentuan KUHP dan KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana.

21

Y.W. Sunindhia,Administrasi Negara Dan Peradilan Administrasi, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, hlm.87

(20)

Dari ketentuan yang dapat dalam Pasal 2 huruf d dengan penjelasannya, dapat diberikan penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

- Yang dimaksud dengan “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana” adalah Wetboek van Strafrecht sebagaimana dimaksud dalam Pasal VI Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 dengan semua perubahan dan tambahannya.

- Yang dimaksud dengan “Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana” adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, yang sudah termasuk pula peraturan-peraturan pelaksanaannya.

- Didalam penjelasan Pasal 2 huruf d disebutkan:”Keputusan Tata Usaha Negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana ualah umpamanya pertintah Jaksa Ekonomi untuk melakukan penyitaan barang-barang terdakwa dalam perkara tindak pidana ekonomi”.

5. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

- Yang dimaksud dengan “hasil pemeriksaan badan peradilan” dalam perumusan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2

(21)

huruf e adalah hasil pemeriksaan dari penyelenggara kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, yaitu Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Konstitusi.

- Jika yang digunakan sebagai dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara adalah berupa putusan dari badan peradilan, maka dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara tersebut, dapat berasal atau diambil dari “pertimbangan hukum yang terdapat dalam putusan badan peradilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan atau amar putusan dari badan peradilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap”.

- Agar suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat merupakan Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan, maka Keputusan Tata Usaha Negara tersebut harus sesuai dengan atau tidak boleh menyimpang dari pertimbangan hukum atau amar putusan dari putusan badan peradilan yang menjadi dasar dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara yang dimaksud.

(22)

Yang dimaksud dengan hasil pemeriksaan bukan sidang badan peradilan tersebut adalah hasil pemeriksaan badan peradilan

dengan tidak mempergunakan hukum acara yang berlaku untuk

pengadilan masing-masing lingkungan Peradilan.

6. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia.

Didalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan Penjelasannya tidak terdapat ketentuan atau disebutkan apa yang dimaksud dengan “Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia”.

Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 menentukan bahwa Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Dengan demikian yang dimaksud dengan “Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasioanal Indonesia” adalah “Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara”, sehingga tidak termasuk lagi Keputusan Tata Usaha Negara mengenai urusan Tata Usaha Kepolisian Negara.

Dengan adanya ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 huruf f ini, maka Keputusan Tata Usaha Negara mengenai Tata Usaha Tentara Nasional Indonesia tidak sampai dapat menimbulkan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud Pasal 1

(23)

angka 4 yang menjadi kompetensi absolute dari pengadilan dilingkungan Peradilan Tata Usaha Negara untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikannya.

Akan tetapi, Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Tentara Nasional Indonesia tersebut dapat menimbulkan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 yang menjadi kompetensi absolute dari peradilan dilingkungan Peradilan Militer untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikannya.

7. Keputusan Komisi Pemilihan Umum, baik dipusat maupun didaerah mengenai hasil pemilihan umum.

Yang dimaksud dengan Komisi Pemilihan Umum pada saat sekarang adalah Komisi Pemilihan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003, yaitu lembaga yang bersifat nasional, tetap dan madiri untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum.

Keputusan Komisi Pemilihan Umum yang tidak termasuk Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 3 hanya terbatas pada Keputusan Komisi Pemilihan Umum mengenai hasil Pemilihan Umum, baik dipusat maupun didaerah saja.

(24)

Jika hasil pemilihan umum yang diputus oleh Komisi Pemilihan Umum tersebut sampai menimbulkan perselisihan atau sengketa, maka sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 24 C ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, yang mempunyai wewenang untuk memutus adalah Mahkamah Konstitusi.22

22

Wiyono, op. cit, hlm. 54

Referensi

Dokumen terkait

Seharusnya gugatan terhadap terbit dan berlakunya Surat Keputusan (SK) Gubernur Kalimantan Selatan No.188.44/0135/KUM/2007 tidak dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha

Seluruh dosen Fakultas Hukum yang telah banyak memberi bantuan kepada penulis, serta staf tata usaha yang banyak memberikan bantuan kepada penulis selama penulis menjadi mahasiswa

Di dalam pasal ini yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang

Adapun yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum

Pengertian Keputusan tata usaha negara menurut pasal 1 angka 3 uu No. 9 Tahun 2004 ialah Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara yang

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang

TESIS FIGUR HUKUM NOTA SOFIA YUSTI adalah suatu penetapan tertulis, yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata

Bahwa yang dimaksud dengan Keputusan tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau pejabat tata usaha negara yang berdasrkan