• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN KOLABORATIF BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS 4 SEKOLAH DASAR DI SLB NEGERI 2 BANTUL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN KOLABORATIF BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS 4 SEKOLAH DASAR DI SLB NEGERI 2 BANTUL."

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKA EKOLAH DASAR DI SLB NEGERI 2 BANTU

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

...Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan"

(Qur’an surat Al-Maidah ayat 2)

“A little consideration, a little thought for others, makes all the difference.” (Eeyore, Winnie the Pooh)

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orangtuaku tercinta, Lalu Burhan (alm) dan Irahayati yang tanpa kalian aku bukanlah apa-apa, yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta tak pernah lelah mendoakan.

2. Saudara-saudaraku yang kusayangi, Baiq Aini Hidayah, Lalu M. Muttakim, Baiq Eli Ramdani, Lalu Ahmad Alpian, dan Baiq Raudatul Jannah. Terima kasih atas segala dukungan dan motivasinya.

(7)

PENINGKATAN KETERAMPILAN SOSIAL MELALUI

PEMBELAJARAN KOLABORATIF BAGI ANAK TUNARUNGU KELAS 4 SEKOLAH DASAR DI SLB NEGERI 2 BANTUL

Oleh

Baiq Hatimatussa’adah NIM 11103244048

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial anak dengan hambatan tunarungu melalui pembelajaran kolaboratif bagi siswa kelas 4 SD di SLB Negeri 2 Bantul.

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan desain penelitian Kemmis dan McTaggart. Subjek penelitian adalah 4 orang siswa tunarungu kelas 4 Sekolah Dasar di SLB Negeri 2 Bantul. Penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus dimana siklus I terdiri dari 3 pertemuan dan siklus II terdiri dari 3 pertemuan. Pengumpulan data dilakukan dengan tes keterampilan sosial berupa pengamatan akan prilaku siswa selama pelaksanaan pembelajaran, observasi prilaku siswa dalam berhubungan dengan orang lain dan wawancara. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan penyajian data dalam bentuk tabel.

Hasil penelitian menunjukan bahwa keterampilan sosial anak tunarungu dapat ditingkatkan dengan penerapan pembelajaran kolaboratif. Hal ini dibuktikan dengan perbandingan hasil tes keterampilan sosial siswa yang terus meningkat di setiap siklus, dari perolehan nilai dibawah KKM yaitu 60% dari nilai maksimal tes keterampilan sosial pada hasil Pre test hingga seluruh siswa memperoleh nilai diatas KKM pada tes pasca tindakan siklus II. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial anak tunarungu kelas 4 SD di SLB Negeri 2 Bantul dapat ditingkatkan melalui pembelajaran kolaboratif.

(8)

KATA PENGANTAR

Allhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT karena rahmat dan hidayah-Nya, penulisan tugas akhir skripsi dengan judul

“Peningkatan Keterampilan Sosial Melalui Pembelajaran Kolaboratif bagi Anak

Tunarungu Kelas 4 Sekolah Dasar di SLB Negeri 2 Bantul” dapat terselesaikan guna

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Yogyakarta.

Penyusunan tugas akhir skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan

arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah berkenan memfasilitasi

selama penulis menempuh studi.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Yogyakarta, yang telah

memberikan kemudahan untuk pelaksanaan kegiatan penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Luar Biasa yang telah memberikan bantuan dan

dorongan dalam penyelesaian tugas akhir skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Suparno, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Heri Purwanto selaku dosen pembimbing akademik yang terus

(9)

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendidik dan berbagi

pengetahuan dengan kami.

7. Bapak dan Ibu staf dan karyawan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah

membantu penyelesaian administrasi selama kegiatan perkuliahan serta dalam

proses penyelesaian penelitian sampai selesai.

8. Kepala SLB Negeri 2 Bantul yang telah memberikan izin penelitian,

dukungan, dan kemudahan selama penelitian.

9. Ibu Nurul Wasliyah selaku guru kelas 4 di SLB Negeri 2 Bantul yang telah

banyak membimbing dan membantu penulis dalam proses pelaksanaan

penelitian.

10.Seluruh keluarga besar SLB Negeri 2 Bantul terutama siswa-siswi kelas 4 di

SLB Negeri 2 Bantul yang telah membersamai sebagai Subjek dalam

penelitian ini.

11.Kepada seluruh keluargaku inaq, kak Eni, Kak Takim, Kak Eli, Kak Pian dan

Rodah yang selalu mendoakan, membersamai di rumah maupun di Jogja,

memberikan kasih sayang, semangat, nasehat, dan motivasi serta tak pernah

lelah mentolerirku selama ini, Hatim sayang kalian.

12.Seluruh keluarga besar H. Lalu Burhan yang telah mendukungku selama ini.

13.Teman-teman di jurusan Pendidikan Luar Biasa angkatan 2011 yang telah

(10)
(11)

DAFTAR ISI

B. Identifikasi Masalah ………... 6

C. Batasan Masalah ………...………... 6

D. Rumusan Masalah ………... 6

E. Tujuan Penelitian ………... 7

F. Manfaat Penelitian ………... 7

G. Definisi Operasional ………....……... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Anak Tunarungu ………...…... 10

1. Pengertian Anak Tunarungu ………... 10

2. Klasifikiasi dan karakteristik Anak Tunarungu ... 11

3. Karakteristik perkembangan Ketunarunguan ...…...…... 15

B. Kajian Tentang Keterampilan sosial …... 18

1. Pengertian Keterampilan sosial …...…... 18

(12)

3. Tujuan sosialisasi ...………... 21

4. Faktor-Faktor Terjadinya Interaksi ...………...…... 22

C. Kajian Tentang Pembelajaran Kolaboratif ….……...…... 24

1. Pengertian Pembelajaran Kolaboratif …….………... 24

2. Macam-Macam Pembelajaran Kolaboratif …..…………... 26

3. Kelebihan Pembelajaran Kolaboratif ……….…...…....…... 30

4. Kelemahan Pembelajaran Kolaboratif ... 30

D. Kerangka Pikir ………... 30

E. Hipotesis Tindakan ………... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ………...……...…………... 33

B. Desain Penelitian ...………….………....……...………... 34

C. Prosedur Penelitian ...……..………....…...………... 36

D. Waktu dan Tempat Penelitian .………....………... 39

E. Sunyek Penelitian ...……….………...………... 39

F. Teknik Pengumpulan Data ……..………...…... 39

G. Instrumen Pengumpulan Data ...………... 40

H. Validitas ………...……...………... 46

I. Analisis Data ………...…………..………... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... ... 50

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 50

2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 51

3. Deskripsi Kemampuan Awal Keterampilan Sosia... 57

4. Deskripsi pelaksanaan penelitian ... 61

a. Siklus I ... ... 61

b. Siklus II ... ... 77

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 89

(13)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 96

B. Saran ... ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(14)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 3.1 Kisi-Kisi instrumen tes keterampilan sosial ... 41

Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen observasi awal ... 44

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Observasi Kegiatan Pembelajaran ... 45

Tebel 3.4 kategori Ketuntasan belajar ... 48

Tabel 4.1 Nilai Pre test keterampilan sosial anak tunarungu ... 61

Tabel 4.2 nilai pasca tindakan siklus I keterampilan sosial anak tunarungu ... 75

Tabel 4.3 perbandingan hasil pre test dan post test I keterampilan sosial ... 76

Tebel 4.4 nilai pasca tindakan siklus II keterampilan sosial anak tunarungu ... 87

Tabel 4.5 perbandingan hasil post test I dan post test II keterampilan sosial ... 87

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Instrumen Tes Keterampilan Sosial ... 102

Lampiran 2 Instrumen Observasi Kemampuan Awal Siswa ... 104

Lampiran 3 Instrumen Observasi Kegiatan Pembelajaran ... 105

Lampiran 4 Instrumen Tes Keterampilan Sosial (Post Test 1) ... 106

Lampiran 5 Instrumen Tes Keterampilan Sosial (Post Test II) ... 107

Lampiran 7 Rencana Program Pembelajaran (RPP) ... 110

Lampiran 8 Lampiran Gambar ... 141

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap orang tua mengharapkan anak yang dilahirkan dalam keadaan

dan kondisi yang sehat dan sempurna, tumbuh dan berkembang dengan baik

menjadi anak yang dapat dibanggakan kelak dengan memberikan segala

kebutuhan yang dapat membantu anak mencapai impiannya. Tidak semua

kelahiran sesuai dengan harapan orang tua tersebut, terkadang anak lahir

dengan berbagai kelaianan mulai dari berbagai penyakit bahkan beberapa

lahir dengan kelainan yang biasa disebut dengan anak cacat. Kecacatan yang

dialami anak dapat berupa cacat fisik (tunadaksa), gangguan penglihatan

(tunanetra), retardasi mental (tunagrahita), gangguan emosi dan prilaku

(tunalaras), dan gangguan pendengaran (tunarungu).

Tunarungu merupakan suatu keadaan kehilangan pendengaran yang

mengakibatkan seseorang tidak mampu menangkap rangsang bunyi melalui

indra pendengaran, sebagai akibat dari adanya kerusakan atau tidak

berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran. Kondisi ketunarunguan

pada seseorang menyebabkan adanya hambatan dalam perkembangan bahasa.

Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan pendengaran sangat penting artinya

dalam perkembangan bahasa seseorang. Perkembangan bahasa anak

tunarungu terutama yang tergolong tuli berat tentu tidak mungkin untuk

sampai pada penguasaan bahasa yang baik hanya melalui pendengarannya,

(17)

penglihatan untuk menangkap pesan visual juga sebagai pintu masuknya

konsep-konsep bahasa.

Hambatan lain yang dialami anak tunarungu akibat terhambatnya

perkembangan bahasanya ialah hambatan dalam berkomunikasi dimana anak

sulit dalam memahami perkataan orang lain serta kesulitan dalam

menyampaikan ide dan pikiran serta perasaannya. Hal tersebut menyebabkan

orang lain akan sulit untuk melibatkan anak dalam berbagai kegiatan seperti

diskusi dalam keluarga maupun kelompok belajar. Kesullitan yang dialami

dikarenakan sulitnya memahamkan anak tentang keseluruhan situasi baik

situasi dalam bahasan diskusi maupun situasi diskusi dalam kelompok itu

sendiri. Terhambatnya perkembangan bahasa anak juga sering kali

menyebabkan anak salah menafsirkan suatu hal.

Kondisi ketunarunguan tersebut mempengaruhi berbagai aspek

perkembangan anak yang memberikan karakteristik khusus bagi anak yang

mengalami hambatan pendengaran. Bidang perkembangan tersebut meliputi

perkembangan akademis anak, perkembangan fisik/ kesehatan serta pada

perkembangan sosial-emosional anak. Hambatan pendengaran yang dialami

anak pada kemampuan interaksi akan membentuk karakteristik anak dalam

bidang sosial emosional seperti anak memiliki pergaulan yang terbatas hanya

dengan anak lain yang juga mengalami ketunarunguan, memiliki sifat

egosentris yang lebih besar dibandingkan anak pada umumnya, memendam

(18)

dialihkan apabila suka terhadap suatu hal, memiliki sifat polos, cepat marah

serta mudah tersinggung.

Anak dalam aktivitas sehari-hari, baik untuk berhubungan dengan

lingkungan keluarga, sekolah atau dengan lingkungan yang lebih luas yaitu

masyarakat sekitar sangat diperlukan keterampilan sosial dengan orang lain

agar terjadi interaksi yang baik. Keterampilan sosial tersebut berguna agar

anak dapat diterima di lingkungannya dengan melakukan penyesuaian diri

sesuai dengan kondisi dan keadaan lingkungannya atau dapat pula dengan

menyesuaikan lingkungan sesuai dengan kondisi dan keadaan anak yang

memiliki hambatan. Dalam interaksi tersebut terjadi hubungan timbal balik

antara individu/ diri anak dengan masyarakat/lingkungannya.

Begitu pula dengan aktivitas di sekolah, anak tidak akan dapat bergaul

dengan teman lainnya apabila anak terus memaksakan kehendak sendiri tanpa

menerima masukan dan kehendak orang lain, baik dalam aktivitas bermain

maupun dalam kegiatan belajar di kelas. Sifat tunarungu yang memiliki

tingkat egosentris yang tinggi menyebabkan anak sering kali bersikap paling

benar dan tidak mau mendapat koreksi dari teman yang dianggap setara atau

bahkan memiliki pengetahuan yang lebih rendah, terkecuali koreksi dari

orang yang dianggap benar dan dipercaya anak seperti guru atau orang tua.

Sedangkan anak yang tidak mengetahui suatu hal akan mudah percaya pada

informasi yang diperoleh dari orang lain tanpa mengoreksi atau

mempertanyakan informasi tersebut padahal informasi yang di peroleh anak

(19)

sehingga sering kali timbul masalah akibat sikap anak dengan kesalahan

informasi tersebut.

Berdasarkan hasil observasi yang dilaksanakan di SLB N 2 Bantul,

khususnya pada siswa-siswi kelas 4 Sekolah Dasar tampak adanya perbedaan

sikap dari siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. di kelas 4 SD tersebut

terdapat siswa dengan sikap yang ramah dengan terus menyapa orang lain dan

membantu siswa lain yang mengalami kesulitan memahami penjelasan

ataupun perintah guru. Di kelas yang sama juga terdapat siswa yang sangat

jarang terlihat berinteraksi dengan teman lainnya, jarang merespon ketika

diajak berbicara, menyendiri saat jam istirahat dan tidak menyelesaikan tugas

ketika tidak memahami perintah yang disampaikan guru. Hal tersebut

menunjukkan perbedaan keterampilan sosial yang mencolok antara siswa

yang satu dengan siswa lainnya walaupun mereka berada dalam satu kelas

yang sama.

Berdasarkan masalah yang ditemukan di lapangan tersebut, peneliti

berpendapat diperlukan adanya suatu penanganan yang dapat di gunakan

untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa dengan bantuan dari siswa lain

yang memiliki sikap dan keterampilan yang baik dalam bidang sosialnya.

Guru selaku orang yang dianggap anak memiliki kebenaran pengetahuan

diharapkan mengarahkan siswa dalam berbagai hal termasuk dalam

berinteraksi dimana siswa perlu mengolah informasi yang diterima atau

menjaga sikap dalam menyampaikan informasi agar berguna bagi orang lain

(20)

disampaikan kepada orang lain. Guru dapat mengajarkan anak untuk dapat

menyampaikan dan menanggapi informasi yang diterima dengan benar di luar

proses pembelajaran dengan membiasakan anak saling bertutur sapa dengan

anggota masyarakat sekolah lainnya atau dalam proses pembelajaran dengan

menggunakan media, metode dan atau pendekatan yang dapat memahamkan

anak cara yang baik dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran

yang dapat mengembangkan sikap kerja sama dan kemampuan interaksi siswa

ialah pembelajaran kolaboratif. Gunawan (dalam Hosnan, 2014: 310)

menjelaskan bahwa collaboratif learning bukan hanya sekedar bekerja sama

dalam suatu kelompok, tetapi lebih kepada suatu proses pembelajaran yang

melibatkan proses komunikasi secara utuh dan adil di dalam kelas, pendapat

tersebut jelas memberikan keterangan bahwa pentingnya terjadi komunikasi

antar siswa dalam menyelesaikan suatu persoalan. Pembelajaran kolaboratif

bukan metode yang hanya menekankan pada perkembangan akademik siswa,

namun juga pada perkembangan sosial siswa karena metode pembelajaran

kolaboratif dilaksanakan dengan memberikan suatu tugas untuk diselesaikan

oleh siswa bersama dengan siswa lainnya dalam suatu kelompok diskusi.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin menjelaskan peningkatan

keterampilan sosial yang dapat dicapai anak tunarungu tingkat sekolah dasar

kelas 4 kelas di SLB Negeri 2 Bantul dengan penerapan pembelajaran

(21)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, terdapat beberapa masalah yang

dapat di identifikasi antara lain:

1. Keterampilan siswa dalam menyampaikan pendapat kepada orang lain

dalam suatu diskusi masih kurang.

2. Keterampilan siswa dalam memahami materi pembelajaran masih kurang.

3. Siswa mudah marah ketika diberi masukan oleh orang lain.

4. Keterampilan siswa dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan

lingkungan sekitar masih rendah.

C. Batasan Masalah

Sehubungan dengan banyaknya masalah yang di hadapi oleh anak tunarungu

terutama anak tunarungu kelas 4 tingkat sekolah dasar di SLB N 2 Bantul

dalam kehidupan sosial anak terutama dalam hal interaksi dengan orang lain

di lingkungan sosialnya, maka peneliti membatasi masalah dalam penelitian

ini pada poin nomor 1 dan 4 yaitu “kurangnya kemampuan siswa dalam

menyampaikan pendapat serta kurangnya kemampuan siswa dalam

berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.”

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalah tersebut maka dapat disusun rumusan

(22)

Bagaimana meningkatkan keterampilan sosial anak tunarungu dengan

menggunakan metode pembelajaran kolaboratif?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan sosial anak

tunarungu tingkat Sekolah Dasar kelas 4 di SLB N 2 Bantul dengan

menggunakan metode pembelajaran kolaboratif.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan

mengenai metode yang dapat digunakan dalam meningkatkan

keterampilan sosial anak tunarungu.

2. Secara praktis

a. Bagi mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa

mengenai perkembangan psikologis anak tunarungu khususnya pada

keterampilan sosial serta metode yang dapat digunakan dalam

meningkatkan keterampilan tersebut yang dapat di gunakan dalam

(23)

b. Bagi guru

Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam memberikan

penanganan bagi sikap siswa tingkat sekolah dasar kelas 4 yang masih

kurang mampu bersosialisasi.

c. Bagi sekolah

Sebagai bahan pertimabangan kepada sekolah dalam pengaturan

sistem dan pembelajaran yang sesuai dengan hambatan dan kebutuhan

siswa yang mengalami suatu masalah perkembangan.

G. Definisi Operasional

1. Keterampilan sosial adalah kemampuan seorang individu untuk memenuhi

tugas perkembangan dalam bidang sosial yang terlihat dari aktivitas

individu dalam berinteraksi dengan orang lain dalam kehidupan

sehari-hari. Indikator keterampilan sosial yang dimaksudkan dalam penelitian ini

terdiri dari beberapa indikator yaitu keterampilan dalam berhubungan

dengan orang lain, keterampilan siswa dalam berhubungan dengan diri

sendiri, penerimaan siswa terhadap orang lain yang seusia dengannya,

keterampilan yang berhubungan dengan kemampuan akademik, serta

keterampilan siswa dalam berkomunikasi.

2. pembelajaran kolaboratif adalah suatu pendekatan dalam kegiatan belajar

mengajar dimana siswa harus bekerja sama menyelesaikan tugas dan

tanggung jawabnya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama.

(24)

kelas, kondisi pembelajaran, serta kesempatan belajar yang baik dan

kondusif bagi siswa. Pembelajaran kolaboratif dalam penelitian ini

dilaksanakan dengan memberikan tugas kepada siswa untuk diselesaikan

atau didiskusikan bersama dengan teman lainnya, jumlah anggota

kelompok diskusi ialah minimal 2 orang.

3. Tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau

ketidakmampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya yang

diakibatkan oleh tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat

pendengarannya yang menyebabkan terjadi hambatan dalam berinteraksi

dengan orang lain. Dalam penelitian ini, siswa tunarugu tersebut ialah

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Anak Tunarungu

1. Pengertian anak tunarungu

Tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, Tuna berarti

kurang dan Rungu artinya pendengaran sehingga secara harfiah,

tunarungu dapat disimpulkan sebagai anak yang kurang mampu

mendengar atau seseorang yang memiliki hambatan atau gangguan dalam

pendengaran. Mufti Salim (dalam Soemantri, 2007: 93-94)

mengemukakan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami

kekurangan atau kehilangan pendengaran kemampuan mendengar yang

disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh

alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan

bahasanya. Dalam ranah pendidikan, gangguna tunarungu di bedakan

kedalam dua kelompok yaitu kurang dengar dan tkehilangn pendengaran

total atau tuli.

Halalhan dan kauffman (2009: 340) mengemukakan bahwa “A

deaf person is one whose hearing disability precludes successful

processing of linguistic information through audition, with or without

hearing aid” yang dapat diartikan sebagai orang tuli adalah orang yang

mengalami gangguan pendnegaran yang menyebabkan hambatan dalam

memperoleh informasi melalui pendengaran baik menggunakan alat bantu

(26)

with use of hearing aid, has residual hearing sufficient to enable

succesfull prossesing of linguistic information trought audition (Hallahan

dan kauffman, 2009: 340)yaitu orang yang mengalami kurang dengar

adalah orang yang dengan menggunakan alat bantu dengar

memungkinkan orang tersebut untuk memperoleh informasi melalui

pendengaran dengan memanfaatkan sisa pendengarannya.

Donald (dalam Somad dan Hernawati,1996: 27) mengemukakan

bahwa orang tuli adalah seseorang yang kehilangan kemampuan

mendengar pada tingkat 70 dB atau lebih sehingga ia tidak dapat mengerti

pembicaraaan orang lain melalui pendengarannya sendiri, tanpa atau

dengan menggunakan alat bantu dengar. Berdasarkan berbagai pendapat

para ahli mengenai pengertian anak tunarungu tersebut, dapat ditarik

kesimpulan bahwa anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami

gangguan pada sistem pendengarannya baik secara keseluruhan ataupun

sebagian yang mengakibatkan terjadinya hambatan pada kemampuan

memperoleh informasi melalui pendengarannya.

2. Klasifikasi dan karakteristik anak tunarungu

Terdapat berbagai kriteria yang digunakan untuk mengelompokkan atau

sebagai dasar klasifikasi anak tunarungu yang juga mempengaruhi

karakteristik anak. Berikut ini adalah beberapa klasifikasi anak tunarungu

yaitu:

(27)

1) Tunarungu pra-bahasa (prelingual deafness), yaitu ketunarunguan

yang terjadi sebelum berkembangnya kemampuan bahasa dan

bicara anak.

2) Tunarungu pasca-bahasa (post lingual deafness) yaitu

ketunarunguan yang terjadi setelah anak berkembangnya

kemampuan bahasa dan bicara anak.

b. Klasifikasi secara etiologis yaitu klasifikasi berdasarkan sebab-sebab

atau asal usul terjadinya ketunarunguan antar lain:

1) Sebelum lahir

a) Faktor genetik, yaitu apabila salah satu atau kedua orang tua

mengalami ketunarunguan atau membawa gen pembawa sifat

abnormal.

b) Orang tua menderita sakit yang di sebabkan oleh rubela,

moribili atau sakit lainnya terutama pada waktu trimester

pertama kandungan.

c) Ibu mengkonsumsi obat terlalu banyak, pecandu alkohol atau

obat-obat berbahaya lain yang di konsumsi selama ibu

mengandung.

2) Pada saat kelahiran

a) Penggunaan alat bantu kelahiran seperti vacum, tang dan alat

bantu kelahiran lainnya.

b) Anak lahir prematur atau lahir pada usia kandungan yang

(28)

3) Setelah kelahiran

a) Ketunarunguan dapat di sebabkan karena terjadinya infeksi

pada anak misalnya infeksi pada otak (meningitis).

b) Pemberian obat-obat ototoksi pada anak.

c) Terjadinya kecelakaan yang menyebabkan terjadinya

kerusakan pada organ pendengaran.

c. Klasifikasi berdasarkan letak gangguan pendengaran secara anatomis,

yaitu:

1) Tunarungu konduktif

Kehilangan fungsi pendengaran yang di sebabkan oleh kerusakan

yang terjadi pada telinga bagian luar dan telinga tengah yang

berfungsi sebagai penghantar gelombang suara ke telinga dalam.

2) Tunarungu sensorineural

Yaitu kehilangan fungsi pendnegaran yang di sebabkan oleh

terjadinya kerusakan pada telinga bagian dalam atau pada sistem

saraf pendengaran.

3) Tunarungu campuran

Kehilangan fungsi pendengaran akibat kerusakan yang terjadi

pada telingan bagian luar atau telinga tengah serta pada bagian

telingan dalam atau sarat pendengaran.

d. Klasifikasi berdasarkan taraf kehilangan pendengaran yang dialami

(29)

Berikut ini adalah klasifikasi anak tunarungu yang di sampaikan oleh

Samuel A. Kirk yaitu:

1) Kehilangan pendengaran antara 27-40 dB tergolong tunarungu

ringan (mild hearing loss). Anak yang mengalami tunarungu

ringan akan mengalami kesulitan dalam mendengar bunyi dari

jarak jauh.

2) Kehilangan pendengaran antara 41-55 dB tergolong tunarungu

sedang (mild hearing loss). Anak yang mengalami tunarungu

sedang mampu memahami percakapan secara langsung atau

dengan berhadapan namun mengalami kesulitan dalam mengikuti

diskusi yang di ikuti oleh banyak orang. Anak membutuhkan alat

bantu dengar dan terapi wicara untuk memaksimalkan pemahaman

bahasa anak.

3) Kehilangan pendengaran antara 56-70 dB tergolong tunarungu

agak berat (moderately severe hearing loss). Anak hanya dapat

mendengar suara dari jarak dekat dengan menggunakan alat bantu

dengar. Anak masih memiliki sisa pendengaran yang dapat

digunakan untuk mengembangkan kemampuan komunikasi anak.

4) Kehilangan pendengaran antara 71-90 dB tergolong tunarungu

berat (severe hearing loss). Anak hanya dapat mendengar suara

yang berjarak sangat dekat sehingga sering kali dianggap tuli.

(30)

bahasa anak, anak juga memerlukan layanan pendidikan khusus

secara intensif.

5) Kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB tergolong tunarungu

berat sekali (profound hearing loss). Anak menyadari adanya suara

melalui getaran yang diterima, lebih memanfaatkan indra

penglihatan dalam memperoleh informasi dan tergolong sebgai

tuli.

3. Karakteristik perkembangan anak tunarungu

a. Perkembangan kognitif

Anak tunarungu pada umumnya memiliki intelegensi yang

setara dengan anak normal, namun perkembangan kognitif anak

tunarungu dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa, keterbatasan

informasi, dan daya abstarksi anak yang menyebabkan anak tunarungu

mengalami hambatan dalam pencapaian pengetahuan yang setara

dengan anak normal. Terhambatnya perkembangan intelegensi anak

tersebut mempengaruhi prestasi belajar anak, namun tidak semua

aspek intelegensi anak tunarungu mengalami hambatan.

Aspek-aspek intelegensi yang mengalami hambatan ialah

aspek perkembangan yang bersifat verbal seperti pada kemampuan

pengertian, menghubungkan, menarik kesimpulan dan meramalkan

kejadian (Somantri, 2012: 97), mata pelajaran di sekolah yang

berhubungan dengan kemampuan verba tersebut seperti mata

(31)

Matematika yang berhubungan dengan soal cerita. Aspek intelegensi

yang berhubungan dengan dengan kemampuan penglihatan dan

motorik anak tidak begitu terhambat atau bahkan berkembang lebih

cepat seperti pada pelajaran Olahraga dan Keterampilan.

b. Perkembangan sosial-emosional

Manusia sebagai mahluk sosial memiliki kebutuhan untuk bersama

dengan orang lain, namun karena hambatan yang dialami anak

tunarungu mengakibatkan anak mengalami hambatan dalam

penyesuaian diri terhadap lingkungan. Hambatan dalam penyesuaian

diri tersebut menyebabkan anak memiliki perasaan terasing dari

lingkungannya. Keadaan tersebut dapat memunculkan beberapa sifat

anak tunarungu (Wardani, 2008: 5.19-5.21) seperti:

1) Pergaulan yang terbatas pada sesama tunarungu

Karena hambatan yang dialami anak tunarungu dalam hal

komunikasi, anak lebih menarik diri dari lingkungan orang

mendengar. Sebagai dampak lainnya, anak menjadi lebih sering

bergaul dengan sesama tunarungu.

2) Sifat egoisentris yang melebihi anak normal

Anak tunarungu memperoleh sebagian besar informasi melalui

penglihatannya, namun daya serap informasi melalui penglihatan

tidak mampu mengganti semua informasi yang dapat diperoleh

anak melalui pendengaran. Hal tersebut menyebabkan anak

(32)

menyebabkan anak hanya mampu memahami sebagian kecil dari

lingkungan untuk diadaptasikan pada dirinya. hambatan dalam

perkembangan sosial tersebut mengakibatkan timbulnya

kecenderungan menyendiri dan memusatkan perhatian pada

dirinya sendiri yang disebut dengan sifat egosentris.

3) Perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar

Anak tunarungu hidup dalam lingkungan yang beraneka ragam

dimana akan mudah memunculkan perasaan kekhawatiran karena

anak harus menghadapi lingkungan tersebut dengan komunikasi

yang beraneka ragam pula.

4) Perhatian yang sukar dialihkan

Anak tunarungu memiliki daya abstraksi yang rendah serta

hambatan dalam meramalkan suatu kejadian sehingga anak

menghindari terjadinya perubahan yang belum pasti dan belum

nyata. Hal tersebut menyebabkan anak lebih terpaku pada hal-hal

konkret yang diketahui anak.

5) Memiliki sifat polos

Anak akan mengungkapkan apa yang sedang dirasakan apa

adanya tanpa berpura-pura dan terkadang anak tunarungu sulit

untuk diajak bercanda karena anak menanggapi segala hal secara

serius.

(33)

Keterbatasan anak tunarungu dalam kemampuan berbahasanya,

baik pada kemampuan untuk menyampaikan informasi/ berbicara

maupun memahami pembicaraan orang lain sering kali

menimbulkan perasaan kecewa pada anak yang menyebabkan

anak mudah tersinggung dan cepat marah.

c. Perkembangan prilaku

Prilaku/kepribadian banyak dipengaruhi oleh kemampuan

penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Prilaku anak

tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan masing-masing dalam

menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berbeda tersebut terutama

pada hubungan anak di awal masa kehidupannya dengan lingkungan

(hubungan dengan lingkungan dalam arti sempit diawal masa

kehidupan yaitu dengan orang tua).

B. Keterampilan Sosial

Keterampilan sosial menurut Shapiro (1997: 173) adalah kemampuan

seseorang untuk bergaul dengan orang lain agar dapat ikut serta secara efektif

dalam dunia sosial serta anak belajar mengenali, menafsirkan dan bereaksi

secara tepat terhadap situasi-situasi sosial. Pengertian lain mengenai

keterampilan sosial adalah keterampilan seseorang untuk mempertahankan

tujuan pribadi yang hendak dicapai dengan hubungan baik dengan orang lain

(34)

oleh Izzaty yang juga menjelaskan keterampilan sosial terdiri dari empati,

afiliasi dan rekonstruksi publik serta mengembangkan kebiasaan positif.

Dalam memahami keterampilan sosial, perlu juga di pahami mengenai

kesamaan pengertian keterampilan sosial diantaranya kesamaan dengan

penyesuaian sosial yang menurut Hurlock (1978: 287) merupakan

keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya. Setiap anggota

masyarakat diharapkan seiring berjalannya waktu akan semakin dapat

menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan dapat memenuhi harapan

sosial sesuai dengan perkembangan usia mereka. Keterampilan yang

dimaksudkan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi

dengan lingkungan sosialnya di mana dikatakan, bahwa interaksi sosial

adalah hubungan antara individu yang satu dengan individu yang lain, dan

dalam hubungan tersebut suatu individu mempengaruhi individu yang lain

atau dipengaruhi individu lain yang menyebabkan terjadinya hubungan timbal

balik (Walgito, 2003: 65). Interaksi sosial tidak hanya terjadi antara individu

satu dengan individu lainnya, tapi juga antara individu dengan dirinya sendiri.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Bandura yang menyatakan bahwa

seseorang akan mempengaruhi lingkungannya, tetapi juga mempengaruhi

individu yang bersangkutan (dalam Walgito, 2003: 66).

Keterampilan sosial yang dimaksudkan tersebut dijabarkan oleh

Gresham & Reschly (dalam Gimpel dan Merrell, 1998) dengan

(35)

1. Perilaku Interpersonal

Perilaku interpersonal adalah perilaku yang menyangkut keterampilan

yang digunakan selama melakukan interaksi sosial dengan orang lain.

2. Perilaku Intrapersonal (Prilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri)

Perilaku ini merupakan ciri dari seorang yang dapat mengatur dirinya

sendiri dalam situasi sosial, seperti: keterampilan menghadapi stress,

memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sebagainya.

3. Perilaku yang Berhubungan dengan Kesuksesan Akademis

Perilaku ini berhubungan dengan hal-hal yang mendukung prestasi

belajar di sekolah, seperti: mendengarkan guru, mengerjakan pekerjaan

sekolah dengan baik, dan mengikuti aturan-aturan yang berlaku di

sekolah.

4. Penerimaan Teman Sebaya

Hal ini didasarkan bahwa individu yang mempunyai keterampilan sosial

yang rendah akan cenderung ditolak oleh teman-temannya, karena

mereka tidak dapat bergaul dengan baik. Beberapa bentuk perilaku yang

dimaksud adalah: memberi dan menerima informasi, dapat menangkap

dengan tepat emosi orang lain, dan sebagainya.

5. Keterampilan Berkomunikasi

Keterampilan ini sangat diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang

baik, berupa pemberian umpan balik dan perhatian terhadap lawan bicara,

(36)

Sehingga dapat pahami bahwa keterampilan sosial adalah kemampuan

seorang individu untuk memenuhi tugas perkembangan dalam bidang sosial

yang terlihat dari aktivitas individu dalam berinteraksi dengan orang lain

dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan sosial yang dimaksudkan tersebut

antara lain keterampilan berhubungan dengan orang lain (interpersonal),

keterampilan berhubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), keterampilan

yang berhubungan dengan kesuksesan akademik, keterampilan dalam

berhubungan dengan teman sebaya, serta keterampilan berkomunikasi.

Berns (2013: 36-41) menjabarkan tujuan dari sosialisasi yang

dilaksanakan oleh seseorang mulai dari masa kecil hingga pada tujuan hidup

di masa depan yaitu:

1. Membangun konsep diri

Konsep diri adalah pemahaman diri seseorang tentang identitas diri

sebagai pembeda antara dirinya dengan orang lain.

2. Membangun aturan untuk diri sendiri

Aturan diri menyangkut kemampuan untuk mengontrol kehendak hati,

prilaku, dan atau emosi hingga dapat di ungkapkan atau di kelurkan pada

waktu, tempat dan objek yang tepat.

3. Membangun prestasi

Sosialisasi membantu melengkapi cita-cita seseorang ketika dewasa nanti.

Adanya cita-cita memberi alasan bagi seseorang untuk sekolah, bergaul

dengan orang lain, mentaati peraturan yang ada dan lain-lain.

(37)

Menjadi bagian dari suatu kelompok, seseorang harus memiliki fungsi

yang melengkapi kelompok tersebut.

5. Sebagai alat untuk membentuk kecakapan

Sosialisasi bertujuan sebagai pelengkap kecakapan sosial, emosional dan

kognitif seorang anak sehingga ia dapat bergaul dengan baik atau

berfungsi secara maksimal dalam masyarakat.

Prilaku dalam interaksi sosial merupakan proses yang rumit yang

tidak hanya kegiatan interaksi antara satu individu dengan individu lain,

namun interaksi sosial merupakan suatu proses kompleks yang di dasari oleh

berbagai faktor, termasuk faktor psikologis dan faktor lingkungan yaitu orang

lain. Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya interkasi:

1. Faktor Imitasi

Imitasi merupakan dorongan seseorang untuk meniru orang lain.

Beberapa ahli mengungkapkan bahwa imitasi merupakan suatu landasan

atau suatu faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial namun imitasi

bukanlah satu-satunya faktor yang mendasari interaksi. Faktor imitasi

tidak terjadi secara otomatis, melainkan juga terjadi dengan pengaruh dari

faktor lain seperti sikap menerima sikap/prilaku yang di imitasi tersebut.

Imitasi banyak terjadi pada tahap-tahap awal perkembangan individu,

seperti perkembangan bahasa anak yang terjadi setelah anak

mendengarkan ucapan dari orang lain dan kemudian belajar untuk

menyampaikan kembali kata/ucapan tersebut.

(38)

Sugesti adalah pengaruh psikis yang diterima tanpa banyak kritik dari

individu yang bersangkutan, pengaruh psikis tersebut dapat datang dari

diri sendiri (auto-sugesti) maupun orang lain (hetero-sugesti). Dalam

interaksi sosial di masyarakat, banyak individu menerima suatu cara,

pedoman, pandangan maupun norma dari orang lain atau lingkungannya

tanpa banyak kritik terhadap norma, pandangan, pedoman maupun cara

tersebut.

3. Faktor Identifikasi

Identifikasi adalah dorongan untuk menjadi sama dengan orang lain.

Dalam proses terjadinya identifikasi, seluruh norma, cita-cita bahkan

sikap dari orang tua dapat dijadikan norma, cita-cita dan sikap anak yang

tampak dari prilaku anak sehari-hari. Pada masa remaja, seorang individu

tidak lagi melakukan identifikasi terhadap orang tua melainkan mulai

mencari norma-norma sosial sendiri. Pencarian tersebut menyebabkan

anak mencari sosok atau tokoh dalam masyarakat yang di anggap

memiliki pandangan yang sesuai dengan individu.

4. Faktor Simpati

Simpati merupakan rasa tertarik kepada orang lain yang timbul tidak atas

dasar logis rasional, melainkan atas dasar perasaan atau emosi.

Timbulnya simpati dapat mengakibatkan seseorang dapat memahami

individu lain dengan lebih mendalam sehingga terjalin interaksi sosial

(39)

C. Pembelajaran Kolaboratif (Collaborative Learning)

1. Pengertian pembelajaran kolaboratif

Collaborative diartikan sebagai “act of working together” atau

kegiatan bekerja secara bersama yang dimaksudkan ialah seseorang

bekerja bersama orang lain untuk menyelesaikan tugasnya, baik itu tugas

individu maupun tugas bersama. Gerlach (dalam Suryani, 2010: 10)

mengartikan pembelajaran kolaboratif sebagai sebuah pendekatan dalam

hal pengajaran dan pembelajaran yang melibatkan sekelompok siswa

untuk bekerja bersama menyelesaikan masalah, tugas, atau dalam

menghasilkan suatu produk.

Pendapat lain mengenai pembelajaran kolaboratif disampaikan

oleh Ted Panitz sebagai filsafat interaksi dan gaya hidup yang menjadikan

kerjasama sebagai suatu struktur interaksi yang dirancang sedemikian

rupa guna mempermudah usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama.

Gunawan (dalam Hosnan,2014: 310) menjelaskan bahwa collaboratif

learning bukan hanya sekedar bekerja sama dalam suatu kelompok, tetapi

lebih kepada suatu proses pembelajaran yang melibatkan proses

komunikasi secara utuh dan adil di dalam kelas. Bakley, Cross, dan Major

(2012, 6) menjelaskan bahwa pembelajaran kolaboratif adalah perpaduan

dua atau lebih pelajar yang bekerja bersama-sama dan berbagi beban kerja

secara setara sembari secara perlahan mewujudkan hasil pembelajaran

(40)

Bruner (dalam Brady, 2006: 3) megatakan bahwa siswa harus

bertanggung jawab atas pembelajarannya melalui partisipasi aktif yang

dapat mendekatkan siswa pada apa yang dipelajarinya. Hal tersebut

mengindikasikan bahwa siswa akan lebih memahami apa yang di

pelajarinya apabila siswa melaksanakan pembelajaran tersebut tanpa

tekanan dan menyenangkan bersama teman-teman yang lainnya. Pada

teori lain, Vigotsky (dalam Brady, 2006: 9 ) menyampaikan bahwa

pendidikan umumnya digelar dengan dasar sosial-budaya. Pandangan ini

memandang pembelajaran sebagai hasil dari pengalaman sosial dan

budaya dari pelajar, keadaan sosial lingkungan belajar dan interaksi yang

telah dilaksanakan pelajar.

Laurie Brady memberikan gambaran tentang kegiatan belajar

mengajar yang dinamakan model konstruktivis sosial dari pembelajaran

dan pengajaran, yaitu:

a. Suasana kelas

Menciptakan suasana kelas yang yang kolaboratif, saling perduli

atau saling menjaga, dan dengan cara berdialog dalam menemukan

makna.

b. Kondisi belajar

Kondisi belajar tersebut ialah dengan mengatur sebuah kasus untuk

mendorong rasa ingin tahu siswa, menanyakan

pertanyaan-pertanyaan, dan bekerja sama dengan siswa lain untuk membangun

(41)

c. Kegiatan Pembelajaran

Yaitu kegiatan dalam mediskusikan tujuan-tujuan belajar yang

menantang siswa untuk mengembangkan kemampuannya.

d. Kesempatan Belajar Siswa

Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan

hasil pekerjaannya kepada siswa lain untuk mendapatkan masukan

atau timbal balik.

Gambaran tentang pembelajaran tersebut memberikan kesempatan

yang banyak bagi siswa untuk mengembangkan sikap sosial yang baik

dalam kegiatan pembelajaran yang merupakan sistem kelas yang

demokratis. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran kolaboratif adalah suatu pendekatan dalam kegiatan

belajar mengajar dimana siswa harus bekerja sama menyelesaikan tugas

dan tanggung jawabnya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu terciptanya suasana kelas, kondisi

kelas, kondisi pembelajaran, serta kesempatan belajar yang baik dan

kondusif bagi siswa. Selama proses penyelesaian tugas tersebut terjadi

partisipasi aktif dan komunikasi antar siswa yang dapat mengembangkan

kemampuan siswa untuk berinteraksi dengan lingkungannya.

2. Macam-Macam Pembelajaran Kolaboratif

a. Learning Together. Dalam metode ini kelompok-kelompok sekelas

beranggotakan siswa-siswa yang beragam kemampuannya. Tiap

(42)

oleh guru. Satu kelompok hanya menerima dan mengerjakan satu set

lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok.

b. Teams-Games-Tournament (TGT). Setelah belajar bersama

kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba

dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan

masing-masing. Penilaian didasarkan pada jumlah nilai yang

diperoleh kelompok.

c. Group Investigation (GI). Semua anggota kelompok dituntut untuk

merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan

masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan

dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya berikut

bagaimana perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. Penilaian

didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.

d. Academic-Constructive Controversy (AC). Setiap anggota kelompok

dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual

yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik

bersama anggota sekelompok maupun dengan anggota kelompok lain.

Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan

pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis,

pertimbangan, hubungan antarpribadi, kesehatan psikis dan

keselarasan. Penilaian didasarkan pada kemampuan setiap anggota

(43)

e. Jigsaw Proscedure (JP). Dalam bentuk pembelajaran ini, anggota

suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang suatu pokok

bahasan. Agar setiap anggota dapat memahami keseluruhan pokok

bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian

didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok.

f. Student Team Achievement Divisions (STAD). Para siswa dalam

suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok kecil.

Anggota-anggota dalam setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan

sesamanya. Fokusnya adalah keberhasilan seorang akan berpengaruh

terhadap keberhasilan kelompok dan demikian pula keberhasilan

kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu siswa.

Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual maupun

kelompok.

g. Complex Instruction (CI). Metode pembelajaran ini menekankan

pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan,

khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial.

Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota

kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umumnya digunakan

dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua

bahasa) dan di antara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian

didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok.

h. Team Accelerated Instruction (TAI). Bentuk pembelajaran ini

(44)

dengan pembelajaran individual. Secara bertahap, setiap anggota

kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan sendiri terlebih

dulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam

kelompok. Jika soal tahap pertama telah diselesaikan dengan benar,

setiap siswa mengerjakan soal-soal tahap berikutnya. Namun jika

seorang siswa belum dapat menyelesaikan soal tahap pertama dengan

benar, ia harus menyelesaikan soal lain pada tahap yang sama. Setiap

tahapan soal disusun berdasarkan tingkat kesukaran soal. Penilaian

didasarkan pada hasil belajar individual maupun kelompok.

i. Cooperative Learning Stuctures (CLS). Dalam pembelajaran ini setiap

kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa (berpasangan). Seorang

siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor

mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban

tutee benar, ia memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan

terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditetapkan

sebelumnya, kedua siswa yang saling berpasangan itu berganti peran.

j. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Model

pembelajaran ini mirip dengan TAI. Sesuai namanya, model

pembelajaran ini menekankan pembelajaran membaca, menulis dan

tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para siswa saling menilai

kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis

(45)

3. Kelebihan Pembelajaran Kolaboratif

a. Siswa belajar bermusyawarah

b. Siswa belajar menghargai pendapat orang lain

c. Dapat mengembangkan cara berpikir kritis dan rasional

d. Dapat memupuk rasa kerja sama.

e. Adanya persaingan yang sehat

4. Kelemahan Pembelajaran Kolaboratif

a. Pendapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok

persoalan.

b. Membutuhkan waktu yang cukup lama.

c. Terdapat siswa yang ingin tampil menonjol dan siswa yang lemah

d. Merasa rendah diri dan selalu berketergantungan pada orang lain.

e. Kesimpulan atau penyelesaian masalah yang sering kali menyimpang

dari tujuan.

D. Kerangka Berpikir

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami hambatan pendengaran

yang menyebabkan anak mengalami hambatan dalam perkembangan

bahasanya. Bagi anak tunarungu yang memperoleh pendidikan dan pelatihan

pengembangan bahasa baik di sekolah maupun di lembaga rehabilitasi

lainnya memiliki kesempatan untuk mengembangkan bahasanya serta belajar

menggunakan indera lain sebagai kompensasi hambatan pendengaran yang

(46)

perkembangan bahasa anak normal. Walaupun perkembangan bahasa anak

telah berkembang dengan baik, namun ketunarunguan terkadang membentuk

prilaku anak yang lebih mementingkan diri sendiri dan kurang perhatian

dengan orang di sekitar anak termasuk dalam hal komunikasi dengan orang

lain. Anak tunarungu terbiasa dengan sikap lingkungan yang kurang

menghiraukan anak karena di anggap sulit untuk di ajak berkomunikasi,

menyebabkan anak lebih memfokuskan pada diri sendiri (egosentris),

sehingga anak kurang dapat menerima informasi dan pendapat orang lain.

Besarnya sifat egosentris anak tersebut sering kali menyebabkan

kesalahpahaman antara individu dengan orang lain, termasuk pada anak

tunarungu tingkat Sekolah Dasar kelas 4 dimana anak hanya menerima

informasi tanpa menyaringnya, menyampaikan informasi tanpa mengetahui

kebenarannya, serta tetap berpegang teguh pada pengetahuan yang ia percayai

walaupun salah.

Dengan sifat anak yang demikian, guru sebagai pendidik utama siswa

di sekolah hendaknya mengajarkan siswa cara untuk saling menghargai

pendapat, menyampaikan informasi dengan alasan yang benar. Salah satu

pendekatan yang dapat digunakan ialah pembelajaran kolaboratif dimana

siswa berada dalam suatu kelompok untuk membahas suatu masalah dengan

bekerja sama mencapai tujuan yang telah di tetapkan kelompok. Dalam

pembelajaran kolaboratif, setiap siswa memiliki kesempatan untuk

menyampaikan pendapatnya dan siswa lain berkewajiban mendengarkan

(47)

Peneliti meyakini bahwa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran

kolaboratif dalam kegiatan belajar siswa, dapat membantu siswa untuk

bersosialisasi dengan lebih baik terhadap lingkungannya, begitu pula pada

siswa tingkat Sekolah Dasar kelas 4 di SLB Negeri 2 Bantul.

E. Hipotesis Tindakan

Dari kajian teori dan kerangka berpikir yang telah di uraikan di atas, maka

hipotesis yang dapat dirumuskan yaitu ”Keterampilan sosial dapat

ditingkatkan dengan menggunakan metode pembelajaran kolaboratif pada

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pendekataan penelitian dibedakan menjadi 2 jenis pendekatan yaitu

pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Menurut Purwanto (2008:

16) Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang mengukur kualitas suatu

produk dalam bentuk angka dalam pengumpulan dan analisis datanya,

sedangkan penelitian kualitatif adalah penelitian yang mempertahankan

keaslian data tanpa penapsiran menggunakan angka(purwanto, 2008: 20).

Pendekatan penelitian yang di gunakan pada penelitian ini ialah

pendekat Penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian yang digunakan ialah

Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang merupakan

suatu upaya untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok peserta didik

dengan memberikan sebuah tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan

(Mulyasa, 2009: 11). Dalam penelitian ini, tindakan yang dimaksudkan ialah

tindakan yang dilaksanakan oleh peserta didik dalam melaksanakan

pembelajaran menggunakan metode pembelajaran kolaboratif dibawah

bimbingan dan arahan dari guru, sedangkan peneliti bertugas sebagai

pengamat perubahan prilaku siswa dan faktor-faktor yang menyebabkan

tindakan yang dilaksanakan tersebut gagal atau berhasil (Mulyatiningsih, tt:

1).

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 1), Penelitian Tindakan Kelas

(49)

Tindakan yang di berikan peneliti dalam menyelesaikan masalah

keterampilan sosial siswa ialah dengan menggunakan metode pembelajaran

kolaboratif.

B. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini ialah

(50)

Pengamatan

Peneliti melaksanakan observasi tentang keaktifan siswa, cara menyampaikan pendapat serta kontribusi siswa dalam kelompok Perencanaan

1. Melakukan observasi pre tindakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa 2. Melaksanakan koordinasi dengan guru

kelas mengenai rencana pelaksanaan

5. Menyusun kisi-kisi kriteria pencapaian keberhasilan dan lembar observasi

3. membagi siswa ke dalam kelompok kerja.

4. Memberikan satu masalah kepada setiap kelompok.

5.penyampaian hasil diskusi. 6. Masukan dari guru mengenai

kegiatan siswa.

Refleksi

1. Peneliti mengevaluasi hasil observasi dan wawancara mengenai kegiatan siswa dan menentukan faktor yang menghambat peningkatan kemampuan dan faktor yang membantu.

2.Perbaikan dalam hal pelaksanaan aktivitas di kelas.

Siklus I

Perencanaan

1. Melakukan observasi pre tindakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa 2. Melaksanakan koordinasi dengan guru

kelas mengenai rencana pelaksanaan

5. Menyusun kisi-kisi kriteria pencapaian keberhasilan dan lembar observasi

3.membagi siswa ke dalam kelompok kerja.

4.Memberikan satu masalah kepada setiap kelompok.

5.penyampaian hasil diskusi. 6.Masukan dari guru mengenai

kegiatan siswa.

Pengamatan

Peneliti melaksanakan observasi tentang keaktivan siswa, cara menyampaikan pendapat serta kontribusi siswa dalam kelompok Refleksi

1.Peneliti mengevaluasi hasil observasi dan wawancara mengenai kegiatan siswa dan menentukan faktor yang menghambat peningkatan kemampuan dan faktor yang membantu.

2.Perbaikan dalam hal pelaksanaan aktivitas di kelas.

(51)

C. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah pelaksanaan penelitian tindakan kelas terdiri dari

empat tahapan yaitu:

1. Perencanaan

Kegiatan perencanaan yang dilaksanakan dalam penelitian ini

ialah dengan melakukan diskusi dengan guru kelas mengenai

kemampuan awal siswa, rencana pelaksanaan tindakan mulai dari waktu

pelaksanaan, pre test dan pelaksanaan tindakan serta materi dan bahan

pembelajaran yang akan diberikan. Selama kegiatan perencanaan peneliti

juga menyusun lembar evaluasi, observasi pelaksanaan, dan indicator

keberhasilan serta menyusun RPP yang akan digunakan selama

pelaksanaan tindakan.

2. Pelaksanaan

Kegiatan pelaksanaan merupakan implementasi atau penerapan

rencana pelaksanaan yang telah di rancang pada kegiatan perencanaan

sebelumnya. Pada kegiatan ini akan membahas tentang rencana

pelaksanaan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan

sosial siswa dengan menggunakan metode pembelajaran kolaboratif yang

akan dilaksanakan di kelas IV Sekolah Dasar selama satu siklus yang

terdiri dari 3 kali pertemuan. Langkah-langkah pembelajaran yang

dimaksud ialah sebagai berikut:

a. Kegiatan awal pembelajaran

(52)

2) Siswa bersama dengan guru berdoa sebelum dilaksanakannya

kegiatan pembelajaran.

3) Guru menjelaskan mengenai kegiatan yang akan dilaksanakan

selama kegiatan pembelajaran.

b. Kegiatan inti

1) Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang alat dan bahan

yang akan di gunakan dalam praktik pembelajaran tersebut.

2) Guru/peneliti menjelaskan pembagian tugas siswa selama

pelaksanakan kegiatan.

3) Mengkondisikan ruang kelas atau mengkondisikan siswa untuk

melaksanakan kegiatan di luar kelas untuk kegiatan

pembelajaran.

4) Siswa melaksanakan kegiatan seperti yang telah di jelaskan oleh

guru serta guru bertugas mengawasi pelaksanaan kegiatan.

5) Siswa bersama dengan guru membersihkan tempat pelaksanaan

kegiatan

6) Guru memberikan pertanyaan tentang pelaksanaan kegiatan

kemudian meminta siswa untuk menuliskannya di papan tulis.

7) Siswa mengekspresikan perasaannya tentang pelaksanaan

kegiatan bersama dengan teman secara lisan.

c. Kegiatan penutup

1) Siswa bersama guru melaksanakan refleksi dengan tanya jawab

(53)

komentar tentang pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanaan

siswa secara bersama-sama, serta pelaksanaan tugas oleh

masing-masing siswa.

2) Menutup kegiatan pembelajaran dengan berdoa.

d. Melaksanakan post test pada akhir pelaksanaan tindakan untuk

mengetaui kemampuan siswa setelah diberikannya tindakan.

3. Observasi

Kegiatan observasi dilaksanakan oleh peneliti untuk mengamati

jalannya pembelajaran selama diberikannya tindakan berupa pelaksanaan

pembelajaran kolaboratif. Kegiatan observasi menekankan pada

keterampilan sosial siswa dengan memperhatikan kemampuan bekerja

sama siswa dengan siswa lain serta kemampuan komunikasi siswa

dengan siswa lain maupun dengan guru.

4. Refleksi

Kegiatan refleksi dilaksanakan oleh peneliti bekerja sama dengan

guru kelas untuk mengkaji data yang di peroleh selama pelaksanaan

tindakan siklus I mengenai hasil post test siklus I, hambatan yang dialami

peneliti selama pelaksanaan, serta masukan dari guru sebagai perbaikan

yang dapat di gunakan peneliti untuk pelaksanaan tindakan selanjutnya.

Setelah refleksi dilaksakan dan apabila hasil pelaksanaan siklus I belum

mencapai indicator keberhasilan tindakan, maka peneliti menyusun

(54)

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 minggu atau 1 bulan yang dimulai

dari bulan Mei hingga bulan Juni yang dilaksanakan di SLB Negeri 2 Bantul

yang berlokasi di Wojo, Bangunharjo, Sewon, Bantul merupakan SLB Negeri

dengan siswa yang sebagian besar memiliki hambatan ketunarunguan.

E. Subjek Penelitian

Subjek yang di gunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi

tunarungu tingkat Sekolah Dasar kelas 4 di SLB Negeri 2 Bantul yang

berjumlah 4 orang siswa. Siswa kelas IV terdiri dari 2 orang siswa perempuan

dan 2 orang siswa laki-laki dengan rentang usia 10-16 tahun. Pemilihan kelas

IV sebagai subjek dalam penelitian ini ialah karena siswa kelas IV SD di SLB

N 2 Bantul memiliki perbedaan kemampuan dalam hal keterampilan sosial

dimana siswa masih kurang dapat memperhatikan orang lain dalam

komunikasi serta siswa yang sulit memberi respon terhadap pertanyaan

maupun aktivitas orang lain.

F. Teknik Pengumpulan Data

a. Tes

Ialah tes yang digunakan untuk mengukur keterampilan sosial

siswa dalam hal keterampilan intrapersonal, interpersonal, penerimaan

teman sebaya, ketrampilan dalam hal yang berhubungan dengan

(55)

teman kelas siswa di sekolah. Tes tersebut berupa serangkaian

pernyataan yang diberi skor antara 0-2 yang dinilai oleh guru/peneliti.

b. Observasi

Observasi dilaksanakan untuk mengetahui prilaku siswa dalam

kegiatan belajar di kelas, untuk mengamati interaksi siswa satu dengan

siswa lainnya, keaktifan siswa untuk mendengarkan pendapat orang lain,

keaktifan siswa dalam menyampaikan pendapatnya kepada orang lain.

Observasi dilaksanakan untuk memperoleh data sebelum tindakan,

selama tindakan dan setelah pelaksanaan tindakan berupa penggunaan

metode pembelajaran kolaboratif.

c. Wawancara

Wawancara dilaksanakan untuk memperoleh informasi mengenai

aktivitas dan kemampuan sosial siswa dari sudut pandang orang lain

seperti dari pengamatan guru dengan menyampaikan serangkaian

pertanyaan.

G. Instrumen Pengumpulan Data

1. Instrumen Tes Keterampilan Sosial

Tes keterampilan sosial ini di gunakan untuk mengetahui

keterampilan sosial siswa sebelum pemberian tindakan yaitu dengan

dilaksanakannya pre test, selain itu juga untuk mengetahui keterampilan

sosial siswa setelah pelaksanaan tindakan yang di ketahui melalui

(56)

Tabel 3.1. Kisi-kisi instrumen tes keterampilan sosial

Variabel Sub Variabel Deskrisi Indikator Butir

(57)
(58)

pendapat dari

orang lain

Menjelaskan kembali

dengan cara lain

apabila siswa lain

tidak memahami

ucapan siswa.

1

Cara penentuan nilai:

Tiap-tiap butir soal dapat dinilai dengan memberikan skor antara 0 hingga

2 yang kemudian diberikan nilai keseluruhan dengan perhitungan:

nilai keterampilan sosial siswa = × 100

Sedangkat nilai ketuntasan yang menjadi acuan keberhasilan tindakan

ialah apabila siswa memperoleh nilai minimal 60 dari nilai keterampilan

sosial siswa tersebut di atas.

2. Observasi

Observasi di gunakan untuk mengetahui prilaku siswa dalam

pelaksanaan kegiatan pembelajaran menggunakan metode pembelajaran

kolaboratif. Observasi juga dimaksudkan untuk mengetahui

perkembangan kemampuan siswa dalam hal keterampilan sosialnya di

luar kegiatan pembelajaran yang terjadi secara bebas dan atas kehendak

(59)

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Observasi Awal

Variabel Sub

Variabel

Deskripsi Indikator Ket

Keterampilan

Panduan observasi selanjutnya ialah panduan observasi untuk

variabel pembelajaran kolaboratif yang di gunakan untuk mengetahui

pelaksanaan pembelajaran kolaboratif dalam kelas. Instrumen ini di

gunakan untuk mengamati suasana belajar, kondisi kelas selama

pelaksanaan pembelajaran serta kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan

guna meningkatkan keterampilan sosial siswa dengan menggunakana

(60)

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen observasi kegiatan pembelajaran

Variabel Sub

Variabel

Deskripsi Indikator Ket

Pembelajaran

(61)

membantu siswa

Validitas berhubungan dengan sejauh mana suatu alat dapat mengukur

apa yang menurut orang seharusnya di ukur oleh alat tersebut (Furchan, 2005:

293). Validitas instrumen dalam penelitin ini dilaksanakan dengan

menggunakan validitas isi dimana validitas isi menunjuk pada sejauh mana

instrumen tersebut mencerminkan isi yang di kehendaki (Furchan, 2005:295).

Validitas isi digunakan untuk mengetahui isi dari suatu alat ukur baik dalam

hal bahannya, topiknya, maupun substansinya. Validitas isi todak dapat

dinayatakan dalam bentuk angka, namun pada dasarnya merupakan suatu

pertimbangan atau pendapat, baik pendapat sendiri maupun pendapat orang

lain. Uji validitas dalam penelitian ini dilaksanakan oleh dosen pembimbing

dan juga guru kelas IV SLB Negeri 2 Bantul yaitu Nurul Wasliyah dengan

membaca dan memberikan pendapatnya mengenai instrumen yang di

gunakan oleh peneliti.

Reliabilias berasal dari kata reliability yang secara harfiah dapat

diartikan sebagai sesuatu yang dapat di percaya atau sesuatu yang tahan uji,

(62)

ketika diuji. Azwar (dalam Matondang, 2009: 93) menyatakan bahwa

reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen

pengukuran yang baik. Terdapat beberapa metode pengukuran reliabilitas

instrumen yang dapat digunakan salah satunya ialah kesepakan dengan

observer dimana suatu instrumen tes yang sama digunakan oleh beberapa

observer untuk menilai suatu kelompok subjek yang sama. Penilaian

reliabilitas instrumen tersebut dilaksanakan dengan membandingkan skor

yang diperoleh dari dua observer atau lebih. Inilah metode uji reliabilitas

yang di gunakan peneliti dalam penelitian ini dimana observer yang

melakukan uji instrumen tes tersebut ialah peneliti sendiri dengan seorang

rekan satu jurusan peneliti.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2005:

248) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasi data, memilah menjadi data yang dapat dikelola, mencari dan

menemukan hal penting dan hal yang dapat dipelajari serta hal yang dapat

disampaikan kepada orang lain. Teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kuantitatif.

Teknik analisis data kuantitatif yang dimaksud dalam penelitian ini

ialah dengan mengumpulkan data dari lapangan dengan teknik observasi dan

tes, memilih data yang dapat di gunakan dan menyusun dalam deskripsi hasil

(63)

angka skor di hitung untuk mengetahui nilai keterampilan sosial yang berupa

data angka persen. Untuk mengetahui prosentase nilai keterampilan sosial

siswa digunakan rumus sebagai berikut (Ngalim, 2013: 102):

=

!× 100

Keterangan:

NP : Nilai yang diharapkan

R : Skor yang di peroleh siswa

SM : Skor Maksimal yang dapat di peroleh

100 : bilangan tetap (persen)

Kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang menjadi acuan ketercapaian

keterampilan sosial siswa ialah perolehan nilai minimal 60 dari nilai

maksimal 100 dari tes keterampilan sosial yang dilaksanakan dengan predikat

“Cukup” dari kategori ketuntasan belajar berikut (Ngalim, 2013: 103):

Tabel 3.4 Kategori Ketuntasan Belajar

Tingkat penguasaan Predikat

86 – 100 % Sangat Baik

76 – 85 % Baik

60 – 75 % Cukup

55 – 59 % Kurang

Gambar

Gambar 1. Tahap-Tahap Penelitian Tindakan Kelas
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Observasi Awal
Tabel 3.4 Kategori Ketuntasan Belajar
Tabel 4.1. Nilai Pre test keterampilan sosial Anak tunarungu
+6

Referensi

Dokumen terkait

terhadap prestasi belajar siswa yang tidak disebutkan dalam penelitian ini. Sehingga penelitian yang dilakukan dapat memberikan wawasan yang lebih

Building the Project Design Goal Purpose Inputs Outputs Sponsor accountability to host: “ reasonable manrule ” for contractor. National Objective: host

Selama pembukaan mulut yang maksimal, kondil tidak hanya berotasi pada sumbu sendi tetapi juga bertranslasi kedepan, ke posisi di dekat bagian articular eminence yang

• Kegagalan aktivasi dari otot-otot ini adalah karena penempatan lidah antara gigi selama penelanan atau oklusi pada gigi posterior yang

Berdasarkan penelitian, menunjukkan bahwa sebagian besar responden di Desa Kemiri Kecamatan Jepon Kabupaten Blora yang status gizinya kurang 32 batita (42,7%), sedangkan responden

Berdasarkan tabulasi silang pada tabel 1 dapat diketahui bahwa ibu yang hamil pada umur < 20 atau > 35 tahun sebanyak 15 orang dengan sebagian besar berstatus gizi baik

Djafar Hafsah Persilakan PKS Keluar Koalisi Sahaabt MQ/ Ketua DPP Partai Demokrat -Djafar Hafsah- dalam acara "Konsolidasi Koalisi Pasca Panitia Angket Century"/

Miss Universe Akan Tampil Dalam Sendratari Kisah Roro