SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Sosial
(S. Sos) dalam Bidang Sosiologi
Oleh:
DIAN YULIA RAHMAWATI
NIM. B35213028
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU SOSIAL
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
viii ABSTRAK
Dian Yulia Rahmawati, 2017,Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra dan Pasca Panen Padi di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan
Kabupaten Tuban, Skripsi Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci: Kehidupan Sosial Ekonomi, Pra dan Pasca Panen Padi.
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini ada dua yakni bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat pra dan pasca panen padi di dusun Alastuwo desa Mojomalang kecamatan Parengan kabupaten Tuban dan bagaimana strategi ekonomi keluarga tani dalam mempertahankan kelangsungan hidup di masa pra dan pasca panen padi di dusun Alastuwo desa Mojomalang kecamatan Parengan kabupaten Tuban.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam melihat fenomena yang terjadi pada Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra dan Pasca Panen Padi di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban adalah Teori Tindakan Sosial dan Tindakan Ekonomi Max Weber.
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERTANGGUNG JAWABAN PENULISAN SKRIPSI ... vi
ABSTRACT ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I : PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 13
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Definisi Konseptual ... 15
F. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II :KERANGKA ANALISA KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI PERSPEKTIF MAX WEBER ... 23
xii
B. Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Petani ... 29
C. Tindakan Sosial dan Tindakan Ekonomi - Max Weber ... 40
BAB III : METODE PENELITIAN ... 49
A. Jenis Penelitian ... 49
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51
C. Pemilihan Subyek Penelitian ... 52
D. Tahap-Tahap Penelitian ... 55
E. Teknik Pengumpulan Data ... 58
F. Teknik Analisis Data ... 62
G. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 63
BAB IV : KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PRA DAN PASCA PANEN PADI DI DUSUN ALASTUWO DESA MOJOMALANG KECAMATAN PARENGAN KABUPATEN TUBAN ... 64
A. Profil Dusun Alastuwo ... 64
B. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra Dan Pasca Panen Padi ... 97
C. Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra dan Pasca Panen Padi dilihat dari kaca mata Teori Tindakan Sosial dan Tindakan Ekonomi Max Weber ... 143
BAB V : PENUTUP ... 160
A. Kesimpulan ... 160
B. Saran ... 164
xiii LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pedoman wawancara
2. Jadwal Penelitian
3. Surat Keterangan (bukti melakukan penelitian)
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1: Daftar Informan Penelitian ... 54
Tabel 4.1: Batas wilayah Desa Mojomalang... 65
Tabel 4.2: Data kependudukan desa Mojomalang kecamatan Parengan kabupaten
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1: Peta Desa Mojomalang ... 65
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis
khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia, serta antara
samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Negara Indonesia adalah Negara
kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau yang biasa di sebut
Nusantara. Sumber daya alam di Indonesia, tidak terbatas pada kekayaan
hayatinya saja, tetapi berbagai daerah di Indonesia juga dikenal sebagai
penghasil berbagai jenis bahan tambang. Di samping itu, Indonesia juga
memiliki tanah yang subur dan baik digunakan untuk berbagai jenis tanaman.
Indonesia dikenal sebagai negara agraris, kerena sebagian besar
penduduk Indonesia mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian atau
bercocok tanam. Pertanian merupakan sektor produktif penopang
perekonomian Indonesia. Hal ini di dukung dengan masih tingginya tenaga
kerja yang terserap dalam sektor ini. Didasarkan pada kenyataan bahwa,
Negara ini memiliki lahan seluas lebih dari 31 juta ha yang telah siap ditanam,
di mana sebagian besarnya dapat ditemukan di pulau Jawa. Demikian luasnya
wilayah pertanian dengan tanah yang subur mendorong masyarakat yang hidup
di sekitar wilayah pertanian, memanfaatkan sumber pertanian atau bercocok
tanam sebagai tumpuan hidup. Ketergantungan masyarakat terhadap sektor
pertanian atau bercocok tanam memberikan identitas tersendiri sebagai
masyarakat agraris atau masyarakat tani dengan pola hidup dan karakteristik
tersendiri.
Petani merupakan kelompok masyarakat yang penting, artinya tidak
hanya di negara industri Eropa, tetapi juga banyak di negara sedang
berkembang. Usaha tani kecil yang mengolah lahan terbatas, menggunakan
semua atau sebagian besar tenaga keluarganya sendiri dalam kesatuan usaha
ekonomi yang mandiri. Tetapi petani juga merupakan masalah pembangunan
yang benar-benar sulit. Tidak mudah mengikutsertakan mereka dalam
kemajuan ekonomi dan sosial. Dalam pembangunan justru yang menyulitkan
adalah keterkaitan antara situasi ekonomi, infrastruktur dan lembaga sosial.
Walaupun menghadapi berbagai kesulitan, ternyata keberhasilan dalam bidang
ekonomi dapat tercapai. Dilain pihak terlihat bahwa penduduk tumbuh dengan
cepat di atas lahan yang sudah sempit, sebagian petani dan juga buruh tani
terdesak ke marginalisasi ekonomi dan sosial.1
Sebagian besar masyarakat Indonesia hidup dan bermukim pada daerah
perdesaan dimana mereka bermata pencaharian sebagai petani untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, namun hal tersebut bergantung pada faktor alam yang
ada. Dalam UU RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa Pasal 1 Ayat 9
dinyatakan bahwa, “Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai
kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi”. Dalam kutipan UU RI
1
Nomor 6 Tahun 2014 tersebut dijelaskan bahwa keadaan desa memang harus
tepat pengelolaan sumber daya alamnya agar dapat tercipta keseimbangan
kehidupan sosial dan sebagai wujud mencapai kesejahteraan ekonomi.
Dewasa ini berbicara mengenai kehidupan sosial maupun ekonomi, tidak
terlepas dari masyarakat. Masyarakat terbentuk berawal dari seorang individu
ketika hidup bersama dengan individu lain dan mereka saling berinteraksi,
membuat sebuah kelompok kecil sampai kelompok besar. Mereka menempati
satu daerah tertentu, yang secara tidak langsung terdapat struktur sosial di
dalamnya. Status tersebut terbentuk, karena adanya perbedaan status antara
individu satu dengan individu lain. Akan tetapi, dewasa ini banyak makna
mengenai struktur sosial yang berkembang di masyarakat luas. Soeleman B.
Taneko menjelaskan bahwa stuktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara
unsur-unsur sosial yang pokok yakni kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga
sosial, kelompok-kelompok sosial serta lapisan-lapisan sosial.2
Pola penyesuaian diri masyarakat desa dengan lingkungan pertanian
membuat suatu rantai hubungan timbal balik yang bertujuan untuk saling
memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan sosial dan
ekonominya. Adanya desa pada kawasan pertanian membuka segala jalan
usaha bagi masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup terkait dengan
komoditi yang ditanam pada pertanian tersebut. Dalam hal ini pertanian juga
berpeluang untuk memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
desa sekitar, sebagai upaya pemberdayaan dan meningkatkan kesejahteraan
2Elly M. Setiadi & Usman Kolip, Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala
dengan membangun jaringan sosial ekonomi ketenagakerjaan petani pada desa
tersebut.
Sebagai suatu masyarakat yang tinggal di kawasan tanah yang subur atau
pegunungan, masyarakat tani mempunyai karakteristik sosial tersendiri yang
berbeda dengan masyarakat yang lain. Di beberapa kawasan pertanian yang
berkembang, struktur masyarakat bersifat heterogen, memiliki etos kerja yang
tinggi, solidaritas yang kuat, serta terbuka terhadap perubahan dan interaksi
sosial. Sekalipun demikian, masalah kemiskinan masih melanda sebagian
masyarakat tani, sehingga fakta sosial ini terkesan ironi di tengah kekayaan
sumber daya tanah yang subur.
Akan tetapi, kemiskinan dapat dengan mudah dijumpai disektor pertanian
Indonesia, yang memiliki potensi ekonomi dan sumber daya yang sangat
berlimpah, namun profesi sebagai petani yang merupakan mayoritas terbesar
dipedesaan masih terjerat budaya kemiskinan. Masyarakat yang tidak sadar
bahwa kemiskinan sudah menjadi budaya yang sebagian besar di buat sendiri
di tengah lingkungan dengan berbagai macam adat istiadat, norma, dan aturan,
sehingga bagaimanapun juga masyarakat harus melakukannya, yang sudah
tidak terkesan ironi di tengah kehidupan masyarakat pedesaan. Masyarakat di
miskinkan karena adat istiadat yang harus mereka lakukan. Perubahan sosial,
modernisasi dan globalisasi juga menuntut masyarakat untuk bergaya hidup
yang sebagian besar tidak sesuai dengan penghasilan yang di miliki. Inilah
beberapa hal yang membuat masyarakat miskin semakin miskin, sedangkan
Berbagai kondisi sosial dan ekonomi yang dialami oleh masyarakat,
setiap individu mempunyai cara yang berbeda atau tindakan yang berbeda
dalam penyelesaian masalahnya. Menurut Weber, tindakan yang dilakukan
oleh setiap individu dalam masyarakat Ia istilahkan dengan tindakan yang
penuh arti dari individu.3 Yang dimaksudkannya dengan tindakan sosial itu
adalah tindakan individu sepanjang tindakannya itu mempunyai makna atau
arti suyektif bagi dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. Pelaku
hendak mencapai suatu tujuan atau Ia didorong oleh motivasi. Hal ini sesuai
dengan setiap individu dalam masyarakat pertanian yang mempunyai cara
berbeda-beda dalam menghadapi atau menjalani kehidupan sosial ekonomi
mereka.
Seperti halnya Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan
Kabupaten Tuban, merupakan salah satu dusun yang dikelilingi dengan hutan
Jati dan hamparan sawah dan ladang yang cukup luas. Sehingga, dusun ini
merupakan salah satu dusun yang produktif dalam aspek pertanian di desa
Mojomalang. Sektor utama pembentuk perekonomian di dusun Alastuwo
adalah sektor pertanian sebagai penopang perekonomian penduduk. Hal ini
didukung dengan kondisi masih luasnya lahan pertanian produktif di wilayah
tersebut. Ada beberapa komoditi pertanian yang menjadi andalan penduduk
diantaranya padi, jagung, kedelai, tembakau dan kacang hijau. Sektor pertanian
ini menjadi sektor andalan desa yang mampu memberikan banyak keuntungan
3George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: PT
bagi desa terutama penduduk jika mampu mengolah dengan efektif dan
efesien.
Sebagian besar wilayah kabupaten Tuban merupakan areal pertanian.
Pertanian yang dikembangkan penduduk Alastuwo ini adalah pertanian tadah
hujan yang hanya bisa menanam padi sekali pada musim penghujan. Diluar
musim hujan penduduk menanami sawah mereka dengan tanaman selain padi.
Jadi, bisa dikatakan bahwa dusun ini dapat dua kali panen setiap tahunnya.
Satu kali panen padi, dan satu kali panen tanaman palawija. Tetapi tanaman
padi merupakan tanaman primer, dan tanaman palawija adalah tanaman
sekunder. Tanaman palawija merupakan tanaman ke dua disamping padi, biasa
ditanam oleh warga ketika air sudah tidak mencukupi untuk menanam padi,
karena tanaman ini tidak membutuhkan air yang banyak ataupun tidak sama
sekali, tergantung kelembapan tanah. Tanaman ini merupakan hasil panen yang
ke dua setelah padi. Tanaman palawija yang sering di tanam oleh warga dusun
Alastuwo antara lain, jagung, kacang hijau, kacang tunggak, kedelai,
kangkung, dan sebagainya.
Tetapi yang menjadi tumpuan hidup bagi warga Dusun Alastuwo untuk
satu tahun kedepan adalah hasil panen padi yang akan menjadi bahan makanan
dan pemenuhan kebutuhan keluarga, seperti biaya pendidikan anak, kebutuhan
hajatan pernikahan atau sunatan, syukuran berbagai macam acara, serta
kebutuhan sehari-hari lainnya untuk satu tahun kedepan sampai musim
penghujan datang kembali, dan sebagian masyarakat tidak bisa mencukupi
palawija yang mereka tanam selain padi yang dapat membantu perekonomian
sehari-hari, tetapi sering kali di saat apa yang di tanam tersebut panen, harga
jual sangat murah, bahkan untuk mengembalikan modal awal saja mereka
kesulitan.
Hasil panen padi mereka juga keluarkan untuk mengolah tanah kembali
menanam tanaman palawija, tetapi sering kali petani tidak bisa mengembalikan
modal awal. Disinilah hasil panen padi terkadang habis hanya untuk menanam
tanaman palawija. Harga pasar juga sering kali tidak bersahabat dengan petani,
Seperti ketika masyarakat panen jagung, cabe, kacang panjang, kedelai, kacang
hijau, kacang tunggak, tembakau, dan sebagainya, nilai jual harga pasar sangat
rendah yang tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan, bahkan untuk
mengembalikan modal awal saja mereka kesulitan.
Sebagian besar masyarakat Dusun Alastuwo, dalam proses penanaman
tanaman Palawija yang mereka tanam setelah panen Padi, hanya sebagai
pemutaran uang hasil panen dan agar sawah tidak di biarkan “Bero” alias tidak
di tanami apa-apa. Untung rugi jarang sebagai ukuran dalam proses penanaman
hingga panen, sering kali panen hanya mengembalikan modal mereka sudah
senang.
Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, satu-satunya yang mereka
simpan adalah sebagian hasil dari panen padi, selain di jual ke distributor untuk
di simpan dirumah, sebagai bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari.
Sebagian hasil panen padi mereka jual untuk kebutuhan-kebutuhan besar
yang mereka anggap besar tersebut, tetapi juga untuk kebutuhan tersier atau
kebutuhan barang-barang mewah seperti motor baru, HP baru untuk anaknya
dan lain sebagainya, yang terkadang tidak menjadi pertimbangan warga dusun
Alastuwo untuk pengelolaan hasil panen yang menjadi tumpuan hidup selama
satu tahun ke depan. Hal-hal tersebut yang kerap kali mengakibatkan hasil
panen padi tidak mencukupi kebutuhan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari dalam waktu satu tahun kedepan. Belum lagi sebagian masyarakat
dalam proses penanaman juga menggunakan modal hutangan di Bank atau
tetangga yang kaya, yang mana ketika panen juga menggunakan sebagian hasil
jual untuk mengembalikan modal yang telah dipakai.
Hasil dari panen padi masyarakat sebagian besar hanya mampu bertahan
tujuh sampai delapan bulan, itu saja harus mempunyai pekerjaan atau usaha
sampingan atau panenan tanaman lainnya yang dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari dan kebutuhan yang mendadak. Antara bulan Maret sampai bulan
Oktober sebagian masyarakat biasanya masih mempunyai tumpukan gabah
istilah jawa (padi) dirumahnya untuk di masak sehari-hari dan kadang di jual di
toko untuk ditukarkan belanja, itu saja yang mempunyai lahan luas yang
mampu bertahan sampai tujuh-delapan bulanan, dan untuk masyarakat yang
hanya mempunyai lahan terbatas biasanya hanya mampu bertahan sampai lima
enam bulan-an atau ada yang hanya bisa bertahan satu sampai dua bulan untuk
yang benar-benar memiliki lahan terbatas.
Waktu penanaman padi dilakukan antara bulan November dan Desember
memanen hasil. Antara bulan Nopember sampai bulan Maret ini yang di sebut
sebagai “pra-panen” atu masa sebelum panen.
Di mana pada masa pra panen ini sebagian besar masyarakat sudah tidak
mempunyai simpanan padi di rumah, sampai empat bulan-an menunggu panen
datang. Sebelum musim penghujan datang, terdapat musim kemarau yang
mana masyarakat tidak mempunyai panenan dengan harga jual yang tinggi,
biasanya panen jagung, dan simpanan beras tinggal sedikit untuk masyarakat
yang hanya mempunyai sawah yang terbatas.
Keadaan masyarakat pada masa pra panen sangat memprihatinkan karena
kebutuhan masyarakat yang tidak bisa ditunda seperti pembayaran sekolah
anak, kebutuhan untuk mengembalikan “buwohan” (dalam istilah Jawa yang
artinya menghadiri hajatan tetangga), serta kebutuhan mendadak lainnya yang
harus terpenuhi, dan belum lagi kebutuhan sehari-hari keluarga.
Salah satu pekerjaan yang menjadi alternatif lain bagi warga selama
menunggu panen adalah menjadi buruh tani di desa lain atau di tetangga sendiri
dalam pemeliharaan tanaman. Biasanya beberapa warga mulai beralih ke
pekerjaan ini pada musim penghujan tiba, karena upah yang didapat dari
pekerjaan ini cukup membantu mengatasi masalah ekonomi warga. Selain itu
bekerja di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) juga menjadi pekerjaan yang
ditekuni sebagian warga, walaupun hanya sebagian kecil.
Pada saat menunggu panen, sebagian masyarakat juga ada yang bekerja
di kota untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari sebelum panen, dan saat
bekerja di desa untuk memanen hasil pertanian. Sebagian masyarakat
terkadang tidak hanya sulit dalam masa pra panen tetapi juga pada “pasca
panen”.
Pasca panen yaitu masa dimana masyarakat memanen hasil tanamannya
yang akan di kelola dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari serta kebutuhan
lainnya selama satu tahun kedepan. Dimana pada masa ini sebagian masyarakat
juga dengan pengeluaran yang sangat besar, karena sebagian masyarakat sudah
mengagendakan berbagai macam acara seperti pesta-pesta hajatan misalnya
pernikahan, sunatan, syukuran, dan sebagainya. Yang mana acara acara
semacam itu tidak cukup hanya mengeluarkan budged yang sedikit. Belum lagi
menghadiri hajatan tetangga dan sebagainya, adat istiadat yang ada di sana
secara tidak langsung telah menjadikan masyarakat harus melakukan hal-hal
yang terkadang tidak sesuai dengan batas kemampuan mereka. Mereka harus
melakukan seperti apa yang dilakukan tetangga mereka, karena disana control
sosial di lakukan masyarakat kepada mereka yang tidak melakukan hal-hal
yang secara tidak langsung menjadi ketetapan-ketetapan mereka, misalnya
menjadi bahan pembicaraan masyarakat, dan lain sebagainya.
Sebenarnya, masyarakat tidak hanya takut karena menjadi bahan
pembicaraan, tetapi juga karena sudah mendarah dagingnya adat istiadat
sehingga jika tidak melakukan takut akan terjadinya sesuatu yang tidak
diinginkan. Semacam syukuran kematian, kelahiran, acara-acara lainnya yang
terjadinya kejadian yang tidak di inginkan. Dan acara-acara demikian tidak
cukup hanya mengeluarkan budged yang sedikit.
Perubahan gaya hidup masyakat pada masa pra dan pasca panen juga
sangat terlihat, bagaimana mereka mengatur perekonomian dalam hal
pemutaran uang, mendahulukan kebutuhan, juga menjadi
pertimbangan-pertimbangan yang akan mereka lakukan dalam tindakan yang akan mereka
lakukan. Pada penelitian ini bermaksud mengkaji kehidupan sosial ekonomi
masyarakat pra dan pasca panen padi, perubahan gaya hidup antara masa pra
dan pasca panen padi, serta bagaimana strategi yang dilakukan oleh keluarga
tani dalam mempertahankan kelangsungan hidup agar di masa pra dan pasca
panen padi tetap sama.
Dari latar belakang yang sudah di paparkan di atas, kehidupan sosial
ekonomi masyarakat sangat beranekaragam, hubungan sosial warga antara
pemilik sawah, memiliki sawah terbatas dan menjadi buruh tani, dan tidak
mempunyai sawah dan menjadi buruh tani, mereka hidup bersama dalam satu
usaha yaitu pertanian. Strategi ekonomi keluarga tani dalam mempertahankan
kelangsungan hidup juga sangat beragam yang tidak hanya mengandalkan hasil
panen padi, walaupun panenan padi adalah penopang kehidupan warga, seperti
usaha bersama warga untuk bekerja sebagai buruh tani di desa lain, usaha
bersama menanam tanaman palawija setelah memanen padi, bekerja di kota
terdekat (bangunan dan lain lain), usaha dagang (hewan ternak seperti sapi,
kambing, ayam, dan lain-lain), serta berbagai macam usaha lain yang di
masa pra dan pasca panen. Perubahan gaya hidup warga juga beranekaragam
bagaimana mereka memanfaatkan hasil pertanian dengan
pertimbangan-pertimbangan matang agar hasil panen bisa mencukupi kebutuhan selama satu
tahun.
Ketika hasil panen padi tidak mencukupi kelangsungan hidup selama satu
tahun, maka keluarga tani akan melakukan berbagai macam usaha, mulai dari
usaha mandiri dan usaha bersama warga. Dengan demikian, penelitian
dilakukan dan di anggap sebagai suatu hal yang menarik karena kehidupan
sosial ekonomi yang terbangun oleh warga sangat baik serta strategi dalam
mempertahankan kelangsungan hidup pada masa pra dan pasca yang di
lakukan oleh keluarga tani terbilang sangat beranekaragam. Oleh karena itu
peneliti mengangkat judul penelitian “Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
Pra dan Pasca Panen Padi di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan
Parengan Kabupaten Tuban”.
B.Rumusan Masalah
Dalam penelitian kualitatif perumusan masalah lebih ditekankan untuk
mengungkapkan aspek kualitatif dalam suatu masalah. Maka dari itu dalam
penelitian ini penulis akan mengemukakan perumusan masalah atau batasan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kehidupan sosial ekonomi masyarakat pra dan pasca panen padi
di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten
2. Bagaimana strategi ekonomi keluarga tani dalam mempertahankan
kelangsungan hidup di masa pra dan pasca panen padi di Dusun Alastuwo
Desa Mojomalang Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban?
C.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan diatas, penelitian ini
bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang terbentuk
pada masa pra dan pasca panen padi di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang
Kecamatan Parengan Kabupaten Tuban.
2. Untuk mengetahui strategi ekonomi yang di lakukan keluarga tani dalam
mempertahankan kelangsungan hidup agar di masa pra dan pasca panen
padi tetap sama.
D.Manfaat Penelitian
Berpijak pada tujuan penelitian yang telah dipaparkan diatas, diharapkan
hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang dapat diaktualisasikan
secara aplikatif dalam dunia pendidikan dan dalam kehidupan sosial
masyarakat, khususnya di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan
Parengan Kabupaten Tuban. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian
ini yaitu:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan gambaran kehidupan
sosial ekonomi masyarakat petani, perubahan gaya hidup masyarakat petani,
padi yang terdapat di Dusun Alastuwo Desa Mojomalang Kecamatan
Parengan Kabupaten Tuban, serta dapat memunculkan teori baru yang
relevan. Dan penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan,
pengetahuan dan pengalaman khususnya di bidang Sosiologi Ekonomi dan
Sosiologi Pedesaan. Serta dapat mengaplikasikan teori yang telah di dapat di
bangku perkuliahan dan dapat di gunakan sebagai referensi bagi semua
pihak, terutama bagi mahasiswa Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Sunan Ampel Surabaya.
2. Secara Praktis
a. Bagi peneliti, dapat memberikan konstribusi pengetahuan dan wawasan
sehingga dapat di gunakan sebagai bahan acuan mahasiswa yang
berminat mengadakan penelitian lebih lanjut dan sebagai data dasar bagi
perkembangan sistem pendidikan guna terciptanya sumber daya manusia
yang berkualitas, Sehingga dalam kehidupan sosial sebagai seorang
sosiolog dapat menjadi penengah yang bijaksana dalam menghadapi
setiap gejala sosial yang ada di lingkungan mereka masing-masing, serta
dapat di jadikan bahan rujukan bagi program studi Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya.
b. Bagi Masyarakat Petani Desa, Sebagai acuan untuk melihat kehidupan
sehari-sehari masyarakat petani desa. Mengetahui kehidupan sosial
ekonomi masyarakat pra-panen dan pasca panen padi dan perubahan
kelangsungan hidup agar di masa pra dan pasca panen padi tetap sama.
Serta Diharapkan penelitian ini sebagai sumber informasi bagi
masyarakat petani desa agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup
yang lebih baik.
E.Definisi Konseptual
Penjelasan konsep yang mendasari pengambilan judul di atas sebagai
bahan penguat sekaligus spesifikasi penelitian yang akan dilakukan, sebagai
berikut:
1. Kehidupan Sosial Ekonomi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian
kehidupan adalah cara (keadaan, hal) hidup. Dimana hidup orang di desa
yang berbeda dengan orang di kota.4
Sedangkan pengertian sosial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), adalah berkenaan dengan masyarakat5, seperti perlu adanya
komunikasi dan interaksi dalam usaha menunjang pembangunan. Kita harus
mengakui bahwa manusia merupakan makhluk sosial karena manusia tidak
bisa hidup tanpa berhubungan dengan manusia lain, bahkan urusan sekecil
apapun tetap membutuhkan orang lain untuk membantu. Manurut Philip
Wexler, sosial adalah sifar dasar dari setiap individu manusia. Sedangkan
menurut Enda M.C, sosial adalah cara tentang bagaimana para individu
saling berhubungan. Seperti halnya dengan individu dalam masyarakat
4“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”, diakses 20 Oktober 2016, http://kbbi.web.id/hidup.
Dusun Alastuwo, tidak mungkin mereka dapat menyelesaikan segala macam
urusannya sendiri, pasti mereka membutuhkan orang lain untuk
berkontribusi dalam kehidupannya. Dan begitupun sebaliknya mereka akan
saling berhubungan untuk menciptakan suatu lingkungan yang utuh.
Ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Oikos yang berarti keluarga, rumah tangga, dan kata Nomos yang artinya peraturan, aturan hukum. Secara garis besar ekonomi di artikan sebagai aturan rumah tangga atau management rumah tangga.6 Adapun yang dimaksud dengan ekonomi sebagai pengelolaan rumah tangga adalah suatu usaha dalam pembuatan keputusan dan pelaksanaannya yang berhubungan dengan pengalokasian sumber daya rumah tangga yang terbatas di antara berbagai anggotanya, dengan mempertimbangkan kemampuan, usaha, dan keinginan masing-masing.7
Seperti hal nya di Dusun Alastuwo, karena memang di sana aspek
penunjang ekonomi adalah pertanian, maka mereka akan memanfaatkan
sebaik-baiknya potensi yang ada, dengan pertimbangan agar keputusan dan
pelaksanaan dalam pengalokasian sumber daya yang terbatas dapat
menunjang perekonomian yang baik.
Ekonomi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat, karena menyangkut tentang bagaimana masyarakat memenuhi
kebutuhan hidup dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Inti
masalah ekonomi adalah adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan
manusia yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan manusia yang
jumlahnya terbatas.
6Siti Azizah, Sosiologi Ekonomi (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press Anggota IKAPI,
2014), 8. 7
Damsar, Pengantar Sosiologi Ekonomi (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013),
Menurut Soerjono Soekanto sosial ekonomi adalah posisi seseorang
dalam masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan
pergaulan prestasinya, dan hak-hak serta kewajibannya dalam hubunganya
dengan sumber daya. Sedangkan Sosial ekonomi menurut Abdulsyani
adalah kedudukan atau posisi sesorang dalam kelompok manusia yang
ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan,
usia, jenis rumah tinggal, dan kekayaan yang dimiliki.
Kehidupan sosial ekonomi dalam penelitian ini adalah posisi
seseorang dalam masyarakat berkaitan dengan pendapatan, pekerjaan, usia,
pemilikan kekayaan, jenis tempat tinggal, perubahan gaya hidup, budaya,
adat istiadat, hubungan sosial ekonomi warga dalam satu usaha yaitu
pertanian, bagaimana hubungan antara pemilik sawah, tidak memiliki sawah
dan sebagai pekerja serta meliliki sawah juga menjadi pekerja dan usaha apa
yang dilakukan oleh masyarakat untuk menanggulangi atau mengurangi
kesulitan hidup dalam masa pra-panen dan pasca panen. Di dusun Alastuwo
sendiri keadaan sosial ekonomi setiap orang berbeda-beda dan bertingkat,
ada yang keadaan sosial ekonominya tinggi, sedang, dan rendah. Dengan
keadaan yang begitu kompleks masyarakat menjalani kehidupan ekonomi
yang seragam yaitu pertanian. Hubungan sosial dalam perekonomian yang
terbangun bisa di katakan baik karena antara pemilik sawah, pekerja dan
memiliki sawah juga menjadi pekerja sangat terjalin erat dalam menciptakan
2. Pra-panen
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pra mempunyai arti
sebelum, di depan, prasejarah.8 Sedangkan Panen berarti pemungutan
(pemetikan) hasil sawah atau ladang, panuaian.9 Jadi pra-panen diartikan
sebagai kondisi atau masa sebelum petani memetik atau mengambil hasil
tanaman. Dalam artian pra-panen pada penulisan penelitian ini adalah masa
sebelum panen padi, yaitu keadaan masyarakat dalam masa penanaman padi
kembali dari awal sampai menuai hasil panen tanaman di sawah atau ladang
yaitu antara empat bulanan setengah.
Pra panen padi merupakan masa sulit petani, karena sebagian besar
masyarakat sudah tidak mempunyai simpanan padi di rumah, sampai empat
bulanan menunggu panen datang yaitu antara bulan November sampai
dengan bulan Maret. Karena waktu penanaman yang membutuhkan waktu
antara empat bulan setengah, dan satu bulanan sebelum proses penanaman
kembali, untuk persediaan dari hasil panenan yang dulu terkadang juga
sudah habis. Sebagian persediaan terkadang juga mereka jual sebagai modal
untuk menanam padi kembali.
Sebelum musim penghujan datang, terdapat musim kemarau yang
mana masyarakat tidak mempunyai panenan dengan harga jual yang tinggi,
biasanya panen Jagung, dan simpanan beras tinggal sedikit untuk
masyarakat yang hanya mempunyai sawah yang terbatas.
8“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”, diakses 20 Oktober 2016, http://kbbi.web.id/pra.
9“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”, diakses 20 Oktober 2016,
Keadaan masyarakat pada masa pra panen sangat memprihatinkan,
karena kebutuhan masyarakat yang terkadang harus ditunda seperti
pembayaran sekolah anak. Dan terkadang juga harus mengusahakan
kebutuhan untuk mengembalikan “buwohan” istilah Jawa menghadiri
hajatan tetangga, serta kebutuhan keluarga mendadak lainnya yang harus
terpenuhi, dan belum lagi kebutuhan sehari-hari keluarga. Pada masa pra
panen masyarakat juga sangat kesulitan dalam hal modal untuk penanaman
padi kembali. Dengan berbagai macam pengeluaran keluarga, setiap
individu akan melakukan berbagai macam hal untuk dapat bertahan pada
masa tersebut.
3. Pasca-panen
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pasca mempunyai
arti sesudah.10 Jadi pasca-panen diartikan sebagai kondisi atau masa sesudah
petani memetik atau mengambil hasil tanaman. Dalam artian pasca-panen
pada penulisan penelitian ini adalah keadaan masyarakat sesudah menuai
hasil panen tanaman padi di sawah atau ladang.
Pasca panen yaitu masa dimana masyarakat memanen hasil
tanamannya yaitu tanaman padi yang akan di kelola dalam pemenuhan
kebutuhan sehari-hari serta kebutuhan lainnya selama satu tahun kedepan.
Dimana pada masa ini sebagian masyarakat juga dengan pengeluaran yang
sangat besar, karena sebagian masyarakat sudah mengagendakan berbagai
10“Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online”, di akses pada tanggal 20 Oktober
macam acara seperti pesta hajatan misalnya pernikahan, sunatan, syukuran,
dan sebagainya. Yang mana acara semacam ini tidak cukup hanya
mengeluarkan budged yang sedikit dan belum lagi menghadiri hajatan
tetangga dan sebagainya.
Hasil dari panen padi masyarakat sebagian hanya mampu bertahan
tujuh sampai delapan bulan, yaitu antara bulan Maret sampai dengan
Oktober sebagian masyarakat masih mempunyai tumpukan gabah istilah
jawa (padi) dirumahnya untuk di masak sehari-hari dan kadang di jual di
toko untuk ditukarkan belanja, itu yang mempunyai lahan luas yang mampu
bertahan sampai tujuh-delapan bulanan, dan untuk masyarakat yang hanya
mempunyai lahan terbatas biasanya hanya mampu bertahan sampai lima
enam bulan-an, dan terkadang hanya mampu bertahan antara dua bulanan
yang benar-benar hanya mempunyai lahan yang sangat terbatas. Waktu
penanaman padi dilakukan antara bulan November dan Desember di musim
penghujan, yang membutuhkan waktu empat bulan untuk memanen hasil.
Antara bulan Maret sampai dengan Oktober inilah yang dinamakan masa
“pasca panen”.
F. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini akan dilaporkan dalam sistematika pembahasan sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini peneliti memberikan gambaran tentang latar
menentukan Fokus Penelitian atau Rumusan Masalah dan
menyertakan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi
Konseptual, dan Sistematika Pembahasan
BAB II : KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI PERSPEKTIF
TEORI TINDAKAN SOSIAL DAN EKONOMI MAX WEBER
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang penelitian
terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Serta peneliti memberikan gambaran tentang kajian pustaka yang
di arahkan pada penyajian informasi terkait yang mendukung
gambaran umum tema penelitian, kajian pustaka harus
digambarkan dengan jelas. Disamping itu juga harus
memperhatikan relevansi teori yang akan digunakan dalam
menganalisis masalah yang akan dipergunakan guna adanya
implementasi judul penelitian KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT PRA DAN PASCA PANEN PADI DI DUSUN
ALASTUWO DESA MOJOMALANG KECAMATAN PARENGAN
KABUPATEN TUBAN.
BAB III : METODE PENELITIAN
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang metode
penelitian yang di gunakan secara jelas, yaitu kegiatan penelitian
yang telah dilakukan oleh peneliti di lapangan, yang memuat apa
BAB VI : KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PRA
DAN PASCA PANEN PADI DI DUSUN ALASTUWO DESA
MOJOMALANG KECAMATAN PARENGAN KABUPATEN
TUBAN
Dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang data-data
yang telah di analisis dan di sajikan. Selanjutnya peneliti akan
menganalisa dengan menggunakan teori-teori yang relevan
dengan tema penelitian. Peneliti juga memberikan gambaran
tentang data-data yang di peroleh, baik data primer maupun data
sekunder. Penyajian data akan di buat secara tertulis dan juga di
sertakan gambar-gambar atau tabel yang mendukung data. Dan
selanjutnya, akan di lakukan analisa data dengan menggunakan
teori yang sesuai, yaitu Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
Pra dan Pasca Panen Padi.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini, peneliti akan memberikan kesimpulan dari setiap
permasalahan dalam penelitian. Kesimpulan ini menjadi hal
terpenting pada bab penutup ini. Selain itu, peneliti juga
memberikan rekomendasi kepada para pembaca laporan
penelitian ini. Pada bab ini, menyertakan saran dan rekomendasi
BAB II
KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI PERSPEKTIF TEORI TINDAKAN SOSIAL DAN EKONOMI MAX WEBER
A.Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu perlu diacu dengan tujuan agar peneliti mampu
melihat letak penelitiannya dibandingkan dengan penelitian yang lainnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lainnya adalah pada objek
penelitian atau fokus penelitian atau sasaran penelitian yang tergambarkan
dalam rumusan masalah penelitian dan hasil penelitiannya, selengkapnya dapat
dilihat pada uraian dibawah ini:
1. Penelitian tentang kondisi sosial ekonomi pernah dilakukan oleh
Wulandari (E411 09 273), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar 2013, dengan judul
“Kondisi Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah di Kelurahan Mangalli
Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa”. Hasil dari penelitian tersebut
adalah:
a. Latar belakang hubungan kerja pemilik sawah dengan penggarap adalah
karena pemilik sawah tidak mampu lagi bekerja karena sibuk dengan
pekerjaan lain dan untuk membantu petani penggarap. Dikarenakan
petani penggarap tidak mempunyai lahan untuk menambah
penghasilan.
b. Hubungan antara petani pemilik dengan petani penggarap berlangsung
dengan baik. Kehidupan sosial yang terjadi adalah saling berhubungan
sebagai salah satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam melaksanakan
suatu pekerjaan dan saling menguntungkan ke dua belah pihak. Pola
hubungan kerja yang terjadi di antara mereka terlihat dalam bentuk
usaha sesuai dengan peran masing-masing. Pola hubungan kerja yang
terjadi melahirkan dua aspek yang saling menguntungkan di antara
mereka, yaitu aspek sosial dan aspek ekonomi.
c. Pendapatan dari hasil sawah yang bervariasi. Hal ini di pengaruhi oleh
luas lahan yang di garap serta hasil kerjaan yang lain. Pendapatan dari
hasil pengolahan sawah sangat tidak memungkinkan untuk memenuhi
kehidupan mereka. Dilihat dari jumlah hasil panen yang minim dan
harga penjualan padi yang rendah, serta perlengkapan untuk menggarap
sawah yang sangat besar biayanya. Ini membuat para petani kewalahan
dalam mengelola sawah dan membuat mereka terjebak dalam
kemiskinan.
d. Kebijakan pemerintah belum bisa mengatasi masalah kemiskinan
khususnya bagi para petani sawah di sebabkan karena kurangnya
perhatian serta bantuan pemerintah dalam peningkatan produksi hasil
panen. Pemerintah belum maksimal dalam menjalankan programnya,
dilihat dari bentuk bantuan dalam pengadaan traktor dan benih padi.
Pemerintah juga kurang memperhatikan petani akibatnya pemerintah
tidak memahamiapa yang menjadi penghambat petani dalam mengolah
dan pengairan irigasi yang hanya di bendung oleh petani sawah dengan
daun sagu yang dianyam.
Dalam penelitian tersebut fokus permasalahan yaitu: 1) Bagaimana
kondisi social ekonomi petani padi sawah di Kelurahan Mangalli
Kecamatan Pallangga Kabupaten Gowa dan 2) Bagaimana pengaruh
hubungan social antara petani padi sawah terhadap sosial ekonomi
mereka.
Pada rumusan masalah nomor satu ada kesamaan dalam penelitian
yang akan saya lakukan, yaitu hendak mendeskripsikan bagaimana
kehidupan sosial ekonomi petani padi. Untuk rumusan masalah yang
kedua skripsi ini hanya fokus pada hubungan sosial antara petani padi
sawah terhadap sosial ekonomi mereka, sedangkan penelitian yang akan
saya lakukan fokus penelitian tidak hanya pada hubungan sosialnya, tetapi
juga terletak pada tindakan sosial ekonomi keluarga tani dalam
mempertahankan kelangsungan hidup pada masa pra dan pasca panen
padi, jadi tidak hanya melihat hubungan sosial antara pemilik sawah,
penggarap dan buruh tani sebagai hubungan sosial untuk mempertahankan
kelangsungan hidup tetapi hendak mendeskripsikan adanya pekerjaan lain
untuk bertahan selama panen belum datang.
2. Penelitian tentang strategi adaptasi ekonomi petani pada masa pra dan
panen raya pernah di lakukan oleh Rabanta Simarmata (040901041),
jurusan Sosiologi Faluktas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Petani Jeruk pada Saat Pra Panen Raya dan Saat Panen Raya (Studi
Deskriptif Pada Petani Jeruk Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah
Kabupaten Karo)”. Hasil dari penelitian tersebut adalah:
a. tanaman Jeruk merupakan tanaman musiman, adakalanya musim panen
raya dan adakalanya saat pra panen raya. Saat pra panen raya
adakalanya petani Jeruk mengalami kesulitan ekonomi. Ketika petani
jeruk mengalami kesulitan ekonomi pada saat pra panen raya, terdapat
beberapa strategi adaptasi yang dilakukan untuk menjaga kelangsungan
hidupnya dan untuk memenuhi kebutuhan perawatan tanaman jeruk.
Strategi adatasi tersebut adalah dengan membuat tanaman sampingan,
melakukan usaha sampingan, dan memanfaatkan jaringan sosial.
b. pada saat panen raya jumlah produksi jeruk sangat tinggi. Dengan
jumlah produksi jeruk yang tinggi ini menyebabkan harga jeruk sering
murah dibandingkan dengan tongkat harga saat pra penen raya. Tingkat
harga jeruk yang murah saat panen raya ini merupakan suatu masalah
bagi petani jeruk. Dengan harga jeruk yang murah sementara produksi
yang di perlukan sangat tinggi maka tidak seimbang dengan
penghasilan yang diperoleh dari hasil panen jeruk tersebut. Untuk
menghadapi persoalan harga jeruk yang murah sehingga keadaan
ekonomi baik, terdapat stategi adaptasi yang di lakukan oleh petani
jeruk yaitu menunda panen walaupun sudah waktunya bisa di panen
dengan tujuan untuk menunggu harga jeruk meningkat. Namun terdapat
dengan harga yang murah dengan alasan karena butuh untuk biaya
sekolah anak.
Persamaan penelitian ini dengan yang akan peneliti lakukan adalah
sama sama akan mendeskrisikan strategi ekonomi yang akan di lakukan
petani pada saat sebelum dan sesudah panen. Sedangkan perbedaan
terletak pada subjek penelitian yaitu pada penelitian terdahulu adalah
petani Jeruk sedangkan subjek yang akan peneliti lakukan adalah petani
padi.
3. Penelitian tentang strategi bertahan hidup pada musik paceklik pernah di
lakukan oleh Sri Rejeki (B55212054), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya,
dengan judul “Strategi Bertahan Hidup Pada Musim Paceklik (Studi
Deskriptif Kehidupan Petani Miskin Di Desa Keligede Kecamatan Senori
Kabupaten Tuban)”. Hasil penelitian tersebut adalah:
a. Diketahui bahwa faktor penyebab kemiskinan pada petani miskin di
Desa Keligede terdapat dua faktor yaitu kultural dan struktural. Faktor
penyebab kemiskinan kultural ialah rendahnya pendidikan, sumber
daya manusia rendah, tidak adanya diversifikasi pekerjaan, dan
semangat prestasi rendah. Sedangkan penyebab kemiskinan struktural
ialah kurangnya lapangan pekerjaan dan bantuan tidak tidak merata.
b. Strategi yang dilakukan oleh masyarakat (petani miskin) dalam hal ini
agar tetap bertahan hidup pada musik paceklik ialah dengan cara
tersebut di lakukan lantaran lahan pertanian mereka tidak dapat di
manfaatkan pada waktu kemarau panjang. Sehingga mereka mencari
cara lain agar tetap bisa mempertahankan dan melanjutkan
kehidupannya.
Persamaan penelitian ini dengan yang akan peneliti lakukan adalah
sama-sama akan mendeskripsikan strategi ekonomi yang dilakukan
keluarga tani dalam kelangsungan/ bertahan hidup, tetapi peneliti mencoba
melengkapi hasil penelitian yang sudah di lakukan karena ada
kenyataan-kenyataan di lapangan yang berbeda dengan penelitian terdahulu, seperti
cara-cara yang di lakukan keluarga tani dalam kelangsungan kehidupan,
memanfatkan peluang yang ada tanpa harus merantau, dan lain
sebagainya.
Perbedaan juga terletak pada subjek penelitian yaitu penelitian
terdahulu adalah petani miskin sedangkan penelitian yang akan di lakukan
adalah keluarga tani menengah ke atas dan menengah ke bawah,
bagaimana hubungan yang terjalin oleh mereka dalam suatu usaha yaitu
pertanian. Penelitian yang akan dilakukan juga tidak hanya fokus pada
masa sulit petani (masa paceklik), tetapi juga pada masa setelah panen,
serta keseluruhan kehidupan sosial ekonomi kelurga tani akan di
B.Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Petani
1. Tinjauan Kehidupan Sosial Ekonomi Petani di Pedesaan
Pertanian merupakan tulang punggung bagi kehidupan di pedesaan,
aspek ekonomi desa dan peluang kerja berkaitan erat dengan masalah
kesejahteraan masyarakat desa. Kecukupan dan keperluan ekonomi bagi
masyarakat dikatakan terjangkau bila pendapatan rumah tangga cukup
untuk menutupi keperluan rumah tangga dan pengembangan
usaha-usahanya yang sebagian besar di dapatkan dari aspek pertanian.
Interaksi yang dilakukan oleh individu-individu dalam memenuhi
kebutuhannya, mengakibatkan dinamika sosial ekonomi masyarakat
pedesaan. Mengenai kondisi sosial ekonomi, Yayuk Yuliati yang di kutip
Zainal Arifin, menjelaskan kondisi sosial ekonomi sebagai kaitan antara
status sosial dan kebiasaan hidup sehari-hari yang telah membudaya bagi
individu atau kelompok dimana kebiasaan hidup yang membudaya ini
biasanya di sebut dengan culture activity, kemudian ia juga menjelaskan
pula bahwa dalam semua masyarakat di dunia baik yang sederhana
maupun yang komleks, pola interaksi atau pergaulan hidup antara individu
menunjuk pada perbedaan kedudukan dan derajat atau status kriteria
dalam membedakan status pada masyarakat yang kecil biasanya sangat
orang-orang yang di anggap tinggi statusnya tidak begitu banyak jumlah
10. kepemilikan tempat tinggal, barang-barang berharga rumah tangga dan
hewan peliharaan rumah tangga (sapi, kerbau, ayam, bebek, dan
lain-lain).
Di Indonesia, dan khususnya di Jawa, aktivitas sosial mayarakat pedesaan sangat terlihat dalam segala aktivitas lapangan kehidupan sosial, seperti:
1. Dalam hal kematian, sakit atau kecelakaan, dimana keluarga yang sedang menderita akan mendapat pertolongan berupa tenaga dan benda dari tetangga-tetangganya dan orang-orang lain sedesa.
1Basrowi dan Siti Juariyah, “
Analisis Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Pendidikan
Masyarakat Desa Srigading Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur,” Jurnal
Ekonomi & Pendidikan 7, Nomor 1 (2010): 60-61, http:journal.uny.ac.id
2. Dalam hal pekerjaan sekitar rumah tangga, misalnya memerbaiki atap rumah, mengganti dinding rumah, membersihkan rumah dari hama tikus, menggali sumur, dan sebagainya, pemilik rumah dapat minta bantuan tetangga-tetangganya yang dekat, dengan memberi jamuan makanan. 3. Dalam hal pesta-pesta, misalnya pada waktu mengawinkan
anaknya, bantuan tidak hanya dapat di minta dari kaum kerabatnya, tetapi juga dari tetangga-tetangganya, untuk mempersiapkan dan penyelenggaraan pestanya.
4. Dalam menyelenggarakan pekerjaan yang berguna untuk kepentingan umum dalam masyarakat desa, seperti memperbaiki jalan, jembatan, bendungan irigasi, masjid, musholla, dan bangunan umum lainnya, penduduk desa dapat tergerak untuk bekerja bakti atas perintah dari kepala desa.2
Dalam pertanian di Jawa, sistem gotong royong biasanya hanya di
lakukan untuk pekerjaan yang meliputi perbaikan pematang dan saluran
air. Di sebagian besar daerah pedesaan di Jawa, sistem gotong royong
dalam lapangan bercocok tanam juga berkurang, dan di ganti dengan
sistem memburuh. Seperti mencangkul dan membajak yang sekarang
sebagian besar sudah terganti dengan traktor, menanam (tandur) dan
membersihkan sawah dari tumbuh-tumbuhan liar (matun). Upah untuk
membayar tenaga buruh berupa upah secara adat atau upah berupa uang.
Upah secara adat di bayar dengan sebagian dari hasil pertanian, dan jumlahnya tergantung keadaan. Upah berupa uang adalah suatu cara membayar buruh tani yang sudah lazim di seluruh Indonesia. Di Jawa, cara ini sudah dikenal sejak pertengahan abad ke-19.3
Para petani sering memiliki bantuan tenaga buruh yang tetap, yang
memberi bantuan dalam pertanian pada waktu-waktu sibuk, dan juga
membantu dalam rumah-tangga pada waktu-waktu senggang. Buruh tani
2Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1984), 7.
yang lazim adalah buruh tani yang bekerja tidak hanya pada satu keluarga
tani saja. Buruh semacam ini dapat di sewa secara borongan, dapat juga
secara harian, yang tentu erat pula kaitannya dengan besar-kecilnya
penawaran tenaga buruh.
Dalam memanen hasil pertanian padi, masyarakat membutuhkan
waktu antara empat bulan lebih, padi baru berbuah dan masak yang
tergantung pada jenis padi dan berbagai faktor lain.4 Sementara menunggu
penanaman padi yang berikutnya, para petani menanam bermacam
tanaman lain, seperti ubi-ubian, singkong, berbagai jenis kacang, kedelai,
jagung, juga padi gaga (yaitu padi kering), sayur-mayur, tembakau, tebu,
bumbu-bumbu, yang jumlahnya ada lebih dari 20 macam. Tanaman
sekunder ini oleh orang Jawa di sebut Palawija.
Secara sangat radikal, sejak kira-kira 40 tahun yang lalu, sistem
memanen berdasarkan gotong royong yang di sebut dengan istilah bawon
telah tergantikan dengan sistem pengerahan tenaga panen yang baru, yang
cepat yang disebut dengan istilah sistem tebasan, yaitu seorang petani
pemilik usaha tani menjual sebagian besar padinya yang sudah menguning
kepada seorang pedagang dari luar desa yang akan mengusahakan
pemotongan padinya. Pedagang yang di sebut penebas ini akan datang
pada waktunya dengan buruh pemotong padinya sendiri yang juga berasal
dari desa lain, yang jumlahnya antara 5-10 orang atau lebih. Mereka
membabat padi di sawah dengan sangat efisien dengan menggunakan arit
atau sabit.
Aspek pertanian sangat berperan dalam pembangunan di dunia, seluas 10% dari permukaan bumi di tanami bahan makanan (tanaman musiman), dan menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa lebih dari sepertiga permukaann bumi di gunakan untuk pertanian dan penggembalaan. Pertanian sebagai mata pencaharian di lakukan oleh 66-90% penduduk negara berkembang. Hasilnya sebagian besar untuk konsumsi sendiri dan sisanya di ekspor ke negara lain. Di Negara Industri, pertanian sebagai mata pencaharian mempunyai presentase yang kecil. Di berbagai negara di Eropa Barat 8%, di Kanada 5%, dan di Amerika Serikat 4%.5
Menurut Fellman, terdapat dua macam pertanian, yaitu pertanian
untuk dikonsumsi sendiri (subsistence agriculture) dan pertanian niaga
(commercial agriculture). Pertanian untuk konsumsi sendiri di bagi dua,
yaitu:
1) Pertanian ekstensif untuk konsumsi sendiri, seperti penggembalaan
bernomada dan pertanian dengan ladang berindah, yang masih di
lakukan oleh 5% petani di dunia, di berbagai negara berkembang.
Pertanian intensif, selain untuk konsumsi sendiri juga sebagian hasil
produksinya di jual. Pertanian semacam ini dilakukan oleh setengah
dari seluruh petani di dunia. Hal ini dilakukan juga di Indonesia.
Pertanian intensif untuk di konsumsi, menurut Fellmann di lakukan
juga di daerah perkotaan (urban agriculture). Di Indonesia, hal ini di
5Johara T. Jayadinata dan I.G.P. Pramandika, Pembangunan Desa dalam Perencanaan
sebut pertanian pekarangan dengan tanaman buah-buahan,
sayur-sayuran dan bunga-bungaan.
2) Pertanian dan peternakan komersial atau pertanian niaga adalah
pertanian yang menghasilkan barang dagangan, yaitu bahan makanan
(padi-padian, daging), bahan kenikmatan (teh, kopi, dan sebagainya),
serta bahan industri lainnya (kapas, karet, kina, dan sebagainya). Di
Indonesia, pertanian seperti itu di lakukann di perkebunan.
Sistem penanaman dalam usaha pertanian di pedesaan sangat
beragam dengan tanaman yang beragam pula, tetapi usaha pertanian
tanaman padi merupakan tanaman primer sebagian besar pertanian di
Jawa.
Semakin berkembangnya kesempatan dan prasarana untuk suatu gaya
hidup dengan mobilitas geografikal yang tinggi, pada waktu sekarang ini
hampir tidak ada lagi komunitas desa bersahaja yang terisolasi di negara kita
ini. Banyak komunitas desa di Indonesia yang menerapkan konsep Redfield
mengenai masyarakat petani yang warganya berupa “... orang pedesaan,
bagian dari peradaban-peradaban kuno, ...yang menggarap tanah mereka
sebagai mata pencaharian hidup dan sebagai suatu cara hidup tradisional.
Mereka itu berorientasi terhadap serta terpengaruh oleh suatu golongan
priyayi dikota yang mempunyai cara hidup yang sama seperti mereka
walaupun dalam bentuk yang lebih beradab”. (Redfield mengatakan : “. . .
rural people in old civilization, . . . who control and cultivate their land for
influenced by gentry or townspeople whose way of life is like theirs but in a
more civilized form”).
Dalam hubungan sosial masyarakat petani mengenai hubungannya dengan luar batas komunitas, serta ruang lingkup hubungan sosialnya di sana, seperti konsep yang di kembangkan oleh ahli antropologi sosial J.A. Barnes mengenai “lapangan -lapangan sosial”, atau social fields (1954).6
Menurut konsep itu, petani desa dalam kehidupannya dapat bergerak
dalam lapangan-lapangan sosial yang berbeda-beda, menurut keadaannya
yang berbeda-beda dan dalam waktu yang berbeda-beda. Sebagian besar
dari petani-petani di Indonesia pada umumnya mempunyai hubungan
sosialnya dalam “lapangan hidup” pertanian. Dalam hubungan sosial ini
termasuk kerabatnya yang terdekat, tetangganya, kenalan-kenalannya yang
memiliki tanah pertanian dekat pada tanah pertaniannya sendiri, para
pemilik tanah yang tanahnya sedang di garap atas dasar bagi-hasil, dan para
buruh tani yang berasal dari desa-desa lain pada musim panen.
Dilihat dari hubungannya dengan lahan yang di usahakan, maka petani
dapat di bedakan atas:
1. Petani pemilik penggarap ialah petani yang memiliki lahan usaha sendiri
serta lahannya tersebut diusahakan atau di garap sendiri dan status
lahannya di sebut lahan milik.
2. Petani penyewa adalah petani yang menggarap tanah orang lain atau
petani lain dengan status sewa. Alasan pemilik lahan menyewakan lahan
miliknya karena membutuhkan uang tunai dalam jumlah yang cukup
6
Koentjaraningrat, Masyarakat Desa di Indonesia (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
besar dalam waktu singkat, atau lahan yang di milikinya itu terlalu jauh
dari tempat tinggalnya. Besarnya nilai sewa lahan biasanya ada hubungan
dengan tingkat produktivitas lahan usaha yang bersangkutan, semakin
tinggi produktivitas lahan tersebut semakin tinggi pula nilai sewanya.
Namun, dalam prakteknya nilai sewa lahan usaha tani sawah berkisar
antara 50-60% dari produktivitasnya, misalnya apabila per hektar
hasilnya sebesar 1-1,2 ton gabah kering per tahun, maka nilai sewanya
harus senilai gabah tersebut pada waktu terjadi transaksi. Lamanya waktu
sewa biasanya minimal satu tahun untuk selanjutnya dapat di perpanjang
kembali sesuai dengan perjanjian antara pemilik lahan dan penyewa.
3. Petani penyakap (penggarap) ialah petani yang menggarap tanah milik
petani lain dengan sistem bagi hasil. Produksi yang di berikan penyakap
kepada pemilik tanah ada yang setengahnya atau sepertiga dari hasil padi
yang diperoleh dari hasil lahan di garapnya. Biaya produksi usaha tani
dalam sistem sakap ada yang di bagi dua ada pula yang selanjutnya di
tanggung penyakap, kecuali pajak tanah dibayar oleh pemilik tanah.
4. Petani penggadai adalah petani yang menggarap lahan usaha tani orang
lain dengan sistem gadai. Tanah miliknya tersebut tidak pindah ke tangan
orang lain secara mutlak.
5. Buruh tani ialah petani pemilik lahan atau tidak memiliki lahan usaha
tani sendiri yang biasa bekerja di lahan usaha tani pemilik atau penyewa
dengan mendapat upah, berupa uang atau barang hasil usaha tani, seperti
diatur oleh suatu perundang-undangan perburuhan sehingga sifat
hubungannya bebas sehingga kontinyuitas kerja bagi buruh tani yang
bersangkutan kurang terjamin.
Hubungan yang terjalin antara golongan petani dalam satu usaha
pertanian di pedesaan sangat terjalin erat di antara mereka. Sebagian besar
dari sistem kerja mereka lakukan atas dasar kekeluargaan yang saling
membutuhkan untuk kesejahteraan hubungan sosial ekonomi.
Faktor produksi usaha tani terdiri dari lahan, tenaga kerja, modal, dan
keterampilan mengelola atau manajemen. Sering kali dalam proses produksi
masyarakat pertanian sangat kesulitan dalam aspek modal yaitu pada masa
pra panen atau masa sebelum panen. Kesulitan dalam hal modal di alami
oleh sebagian masyarakat pertanian, karena hasil panen padi yang sudah
habis untuk keperluan selama satu tahun, karena sebagian daerah di
Indonesia yang hanya mampu panen padi satu kali dalam satu tahun.
Kehidupan sosial ekonomi masyarakat pra dan pasca panen juga dapat
dilihat dalam segala aspek kehidupan yang di jalani oleh mereka, mulai dari
alokasi hasil panen dalam pemenuhan kebutuhan keluarga, pemenuhan
perabot rumah tangga, kebutuhan barang mewah, pemenuhan hajatan
keluarga, serta hal lain penunjang kesejahteraan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat pedesaan. Dalam hal sosial, masyarakat mempunyai cara yang
beragam dalam berhubungan dengan masyarakat lainnya pada masa pra dan
pasca panen, seperti bagaimana mereka saling membantu dalam masa
berbubungan dengan baik antar petani, saling membantu dalam setiap acara
keluarga tani lainnya seperti, mendatangi hajatan tetangga dan membantu
dalam hal materi maupun non materi.
2. Peningkatan Kehidupan Sosial-Ekonomi Di Pedesaan
Cara-cara untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi para petani
adalah:
1) Mengusahakan jenis mata pencaharian lainnya, jika pendapatan dari
pertanian tidak dapat di tingkatkan dan tidak mencukupi kebutuhan
keluarga.
2) Memperluas dan memperbaiki usaha tani.
3) Mengikutsertakan keluarga petani dalam kegiatan masyarakat dan
kegiatan kelembagaan.
4) Mengusahakan aktivitas non-pertanian dalam pola musiman dan peluang
kerja rumah tangga di pedesaan Jawa
Aktivitas nonpertanian bukan merupakan suatu aktivitas yang baru untuk penduduk pedesaan, khususnya untuk pedesaan Jawa, keragaman pekerjaan atau kombinasi pekerjaan di pertanian dan nonpertanian umum di jumpai di pedesaan, khususnya di pulau Jawa. Sebagian besar yang sering terjadi adalah anggota keluarga tani kecil dalam waktu tertentu bekerja diluar usaha pertanian keluarga agar bisa menambah penghasilan nya. Menurut perkiraan Parthasarathy, seperlima sampai seperempat dari pemilik usaha pertanian terkecil mendapatkan keperluan hidupnya terutama dari kerja upahan.7
Penduduk desa pada umumnya terlibat dalam bermacam-macam
pekerjaan di luar sektor pertanian, dan mengerjakan kedua sektor tersebut
pada waktu yang bersamaan, sebagai pekerjaan primer dan sekunder. Alasan
melatarbelakangi persoalan tersebut berkisar antara kesempatan kerja dan
pendapatan yaitu antara lain:
a) Tidak cukupnya pendapatan di usaha tani, misalnya karena luas usaha tani sempit, sehingga di perlukan tambahan pendapatan. b) Pekerjaan dan pendapatan di usaha tani umumnya musiman,
sehingga di perlukan waktu menunggu yang relatif lama sebelum hasil atau pendapatan bisa dinikmati. Dalam situasi demikian, peranan pekerjaan yang memberikan pendapatan di luar pekerjaan sangat besar.
c) Usaha tani banyak menanggung resiko dan ketidak pastian, misalnya panen gagal atau produksi amat merosot atau rendah seperti serangan hama penyakit, kekeringan dan banjir, dan oleh karena itu di perlukan pekerjaan atau pendapatan cadangan guna mengatasinya.8
Kesempatan kerja dan pendapatan di nonpertanian adalah penting
untuk kelompok rumah tangga buruh tani dan petani yang memunyai lahan
sempit, karena mereka merupakan kelompok kelas menengah kebawah di
pedesaan. Beberapa penelitian, misalnya yang di lakukan oleh White (1976)
dan Hart (1978) menemukan bahwa mereka cenderung bekerja lebih lama di
bandingkan dengan kelompok kaya (petani luas). Akhir-akhir ini telah mulai
banyak berkembang kegiatan di nonpertanian di pedesaan seperti penjual
keliling (sayur, mainan anak-anak, minuman, makanan, dan lain-lain),
penjual tetap atau warung, buruh atau becak, bekerja ke kota terdekat seperti
di bangunan, bengkel, atau yang lainnya dan bekerja di TPA (Tempat
Pembungan Akhir). Aktivitas non pertanian atau bekerja pada sektor lain
8Mubyarto, Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan (Yogyakarta: BPFE untuk P3PK
adalah penunjang kesejahteraan kehidupan sosial ekonomi masyarakat
pertanian.
C.Tindakan Sosial dan Tindakan Ekonomi - Max Weber
1. Tindakan Sosial - Max Weber
Teori yang di gunakan dalam penelitian ini masuk dalam paradigma
definisi sosial. Sebagaimana paradigma definisi sosial tidak berangkat dari
sudut pandang fakta sosial yang objektif, seperti struktur-struktur makro dan
pranata-pranata sosial yang ada dalam masyarakat. Paradigma definisi sosial
justru bertolak dari proses berikir manusia itu sendiri sebagai individu.
Dalam merancang dan mendefinisikan makna dan interaksi sosial, individu
dilihat sebagai pelaku tindakan yang bebas tetapi tetap bertanggung jawab.
Artinya, di dalam bertindak atau berinteraksi, individu tetap berada di
bawah pengaruh bayang-bayang struktur sosial dan pranata-pranata dalam
masyarakat, tetapi fokus perhatian paradigma ini tetap pada individu dengan
tindakannya.
Menurut paradigma ini, proses-proses aksi dan interaksi yang bersumber pada kemauan individu itulah yang menjadi pokok persoalan dari paradigma ini. Paradigma ini memandang, bahwa hakikat dari realitas sosial lebih bersifat subjektif di bandingkan objektif menyangkut keinginan dan tindakan individual. Dengan kata lain, realita sosial itu lebih di dasarkan kepada definisi subjektif dari pelaku-pelaku individual. Jadi menurut paradigma ini, tindakan sosial menunjuk kepada struktur-struktur sosial, tetapi sebaliknya, bahwa struktur sosial itu menunjuk pada agregat definisi (makna tindakan) yang telah dilakukan oleh individu-individu anggota masyarakat.9
The Social Action Theory oleh Max Weber. Weber sebagai
pengemuka exemplar dari paradigma ini mengartikan sosiologi
9I.B. Wirawan, Teori-Teori dalam Tiga Paradigma (Jakarta: Kencana Prenadamedia,