• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1 232006095 Full text

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T1 232006095 Full text"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

3

PENDAHULUAN

Keberhasilan otonomi daerah tidak terlepas dari kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangannya secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab. Pengelolaan keuangan daerah tersebut dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah (PP 58 tahun 2005, pasal 4). Tolok ukur kinerja anggaran belanja dalam suatu organisasi termasuk Pemerintah Daerah adalah value for money yakni efisiensi, efektivitas dan ekonomis (Bastian :335). Efisien berarti penggunaan dana masyarakat (public money) tersebut menghasilkan output yang maksimal, efektivitas berarti penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan untuk kepentingan publik, dan ekonomis berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas tertentu pada tingkat harga yang paling murah ( Mardiasmo : 182) .

(2)

4 bagi masyarakat di wilayah kerjanya, Kapasitas fiskal yang merupakan ukuran apakah daerah mampu untuk membiayai sendiri kebutuhan fiskalnya dan upaya fiskal untuk mengetahui bagaimana pengaruh laju pertumbuhan domestik dengan PAD nya.

Adanya analisis rasio keuangan maka diharapkan kualitas dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dapat meningkat. Sehingga masyarakat umum dapt melihat kondisi keungan daerah

Dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Salatiga tahun 2009, disebutkan visi Kota Salatiga adalah “Terwujudnya kemampuan keuangan daerah yang mandiri, efisien, dan efektif serta pengelolaan aset daerah yang berdaya guna dan berhasil guna dalam penyelenggaraan pemerintahan”. Lakip menunjukan pertumbuhan ekonomi Kota Salatiga secara agregat cukup dinamis dimana dalam 5 tahun terakhir mencapai 4 %, akan tetapi kemampuan keuangan Kota Salatiga dilihat dari DOF (Derajad Otonomi Fiskal) selama 7 tahun terakhir hanya mencapai 20,49 % termasuk kategori rendah sekali.

Untuk itu penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan kondisi kinerja keuangan pemerintah berdasarkan rasio keuangan melalui APBD. Adapun rumus persoalan penelitian adalah bagaiman kinerja keuangan pemerintah Kota Salatiga pada periode 2005– 2010.

TINJAUAN LITERATUR

Pengukuran Kinerja Pemerintah

(3)

5 organisasi (Indra Bastian:274). Namun menurut PP No. 8 tahun 2006, kinerja adalah keluaran / hasil dari kegiatan/program yang hendak atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur. Dengan demikian kinerja mencerminkan hasil / prestasi kerja yang dapat dicapai oleh seorang , unit kerja, dan atau suatu organisasi pada periode tertentu sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya dalam upaya mencapai tujuan secara legal serta sesuai moral dan etika.

Adapun pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target- target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategi organisasi (Lohman,2003). Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan menggunakan sistem penilaian (rating) yang relevan. Rating tersebut harus mudah digunakan sesuai dengan yang akan diukur, dan mencerminkan hal-hal yang memang menentukan kinerja (Werther dan Davis,1996:346).

(4)

6

Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja merupakan suatu proses umpan balik atas kinerja masa lalu yang berguna untuk, meningkatkan kinerja di masa mendatang (LAN,2008:140). Evaluasi kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas suatu organisasi dan pimpinan dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik.

Evaluasi kinerja dapat dibagi menjadi dua yaitu evaluasi formatif, dimana evaluasi dilakukan sebelum program berjalan atau sedang dalam pelaksanaan, serta evaluasi sumatif, dimana evaluasi dilakukan untuk beberapa periode/tahun, sehingga memerlukan pengumpulan data time series untuk beberapa tahun yang dievaluasi (LAN, 2008 : 141)

Pengukuran kinerja sektor publik, dilakukan untuk memenuhi tiga maksud, pertama untuk memperbaiki kinerja pemerintah, ukuran kinerja dimaksudkan untuk membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan efektivitas dalam memberi pelayanan publik; kedua untuk mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan; ketiga untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan (Mardiasmo,2004 : 121).

Evaluasi kinerja Pemerintah Daerah berfungsi untuk :

a.Mengetahui tingkat keberhasilan dan kegagalan kinerja suatu organisasi.

(5)

7 Melalui evaluasi kinerja dapat diketahui bagaimana pencapaian hasil, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan misi dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan datang.

Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah dalam Era Otonomi Daerah

Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sesuai UU No. 32 th 2004 tentang Pemerintahan Daerah, berdasarkan asas money follows function, juga dikuti dengan penyerahan sumber-sumber pembiayaan yang sebelumnya masih dipegang oleh Pemerintah Pusat, maka timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Keuangan daerah harus dilaksanakan dengan pembukuan yang terang, rapi dan pengurusan keuangan daerah harus dilaksanakan secara sehat termasuk sistem administrasinya. Dengan demikian diharapkan daerah menyusun dan menetapkan APBD nya sendiri (Azhari, 1995:39-40).

Dalam pasal 4 pada PP. 58 tahun 2005 tersebut dinyatakan bahwa pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah.

(6)

8 Oleh karena itu, peningkatan peran atau porsi PAD terhadap APBD tanpa membebani masyarakat dan investor merupakan salah satu indikasi keberhasilan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, yang lebih penting adalah bagaimana Pemerintah Daerah mengelola keuangan daerah secara efisien dan efektif (Saragih, 2003:133).

APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Struktur APBD menurut PP. 58 tahun 2005 pasal 20 terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah.

Pendapatan daerah, meliputi penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah

Belanja daerah, meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah, yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah

Pembiayaan daerah, meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

(7)

9 Sedangkan perhitungan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan. APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja tersebut memuat hal-hal sebagai berikut (Nirzawan,2001:81):

1. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja.

2. Standar pelayanan yang diharapkan dan diperkirakan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan.

3. Bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/pembangunan.

Analisis Rasio Keuangan

Analisis keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia (Abdul Halim, 231). Pemerintah Daerah sebagai pihak yang diberikan tugas menjalankan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan daerah sebagai dasar penilaian kinerja keuangannya. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja keuangan Pemerintah Daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan (Halim, 2002:126).

Sedangkan analisis rasio keuangan adalah suatu cara untuk membuat perbandingan data keuangan, sebagai dasar untuk mengetahui kinerja keuangan suatu lembaga (Samryn, 324).

(8)

10 perlu dilaksanakan meskipun terdapat perbedaan kaidah pengakuntansiannya dengan laporan keuangan yang dimiliki perusahaan swasta (Mardiasmo, 2002: 169).

Analisis rasio keuangan pada APBD dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode dengan periode sebelumnya sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan yang terjadi .

Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur akuntabilitas Pemerintah Daerah (Halim, 2002:128), yaitu rasio kemandirian keuangan , rasio efektivitas dan efisiensi keuangan daerah, rasio kemampuan rutin, rasio keserasian, rasio pertumbuhan. Adapun menurut Sularmi (2006) rasio keuangan dapat diukur melalui rasio kebutuhan fiskal, Rasio Kapasitas fiskal dan Rasio upaya fiskal.

a) Rasio Kemandirian

Kemandirian daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Abdul Halim : 232)

(9)

11 Berhubungan dengan hal ini, Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Halim (2001:168) mengemukakan mengenai hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama pelaksanaan Undang-undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yaitu sebagai berikut :

1. Pola hubungan instruktif, yaitu peranan Pemerintah Pusat lebih dominan daripada kemandirian Pemerintah Daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah secara finansial).

2. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah mulai berkurang dan lebih banyak pada pemberian konsultasi karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi daerah.

3. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola dimana peranan Pemerintah Pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah otonom bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi. Peran pemberian konsultasi beralih ke peran partisipasi Pemerintah Pusat.

4. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan Pemerintah Pusat sudah tidak ada lagi karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan urusan otonomi daerah. Pemerintah Pusat siap dan

(10)

12 Pola hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah serta tingkat kemandirian dan kemampuan keuangan daerah dapat disajikan dalam matriks seperti pada Tabel I berikut ini

TABEL 1

Pola Hubungan Tingkat Kemandirian, dan Kemampuan Keuangan Daerah Kemampuan

Keuangan

Rasio Kemandirian (%)

Pola Hubunggan

Rendah Sekali 0 – 25 Instruktif

Rendah > 25 – 50 Konsultatif

Sedang > 50 – 75 Partisipatif

Tinggi > 75 – 100 Delegatif

Sumber = Anita Wulandari (2001 : 21 )

Pada penelitian sebelumnya oleh Widodo (2001), melakukan penelitian tentang analisis rasio keuangan APBD kabupaten Boyolali. Hasilnya menunjukkan bahwa kemandirian pemerintah daerah Boyolali dalam memenui kebutuhan dana untuk pemyelenggaraan tugas-tugas pemerintah, pembangunan dan pelayanan social kemasyarakatan masih relatif rendahdan cenderung turun.

Sedang penelitian oleh Tri Suprapto (2006) menganai Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman Dalam Masa Otonomi Daerah Tahun 2000 – 2004.

Hasilnya Bahwa Kemandirian Juga masih rendah sekali dan dalam kategori instruktif. Tapi

dalam setiap tahunya mengalami peningkatan dikarenakan PAD kabupaten sleman setiap

tahunnya mengalamai peningkatan yang cukup besar

(11)

13 partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen dari PAD.

b) Rasio Efektivitas dan Efisiensi PAD

Rasio efektivitas menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibanding dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah ( Abdul Halim : 234). Adapun rumus untuk Rasio Efektivitas adalh sebagai berikut

Pada penelitian yang dilakukan oleh Nanis H (2008) mengenai penilaian kinerja bagian Keuangan Pemkab Probolinggo menggunakan analisis rasio keuangan , dimana hasilnya adalah penurunan effektivitas kinerja. Untuk penellitan yang pada kabupaten Sleman oleh Tri Suprapto(2006) mengatakan bahwa dari effektifitasnya cenderung effektif.

Kemampuan daerah dikatakan efektif apabila rasio yang dicapai minimal 1 atau 100%, dan semakin tinggi rasio yang dicapai menunjukkan kemampuan yang semakin efektif dan mengambarkan kemampuan daerah semakin baik.

(12)

14 Pada penelitian sebelum nya oleh Tri suprapto (2006), mendapatkan hasil bahwa effisiensi kabupaten sleman semakin baik dari tahun ketahun. Alopun setiap tahun nya mengalami peningkatan biaya pada pemungutan tetapi itu tidak berpengaruh pada tingkat effisiensinya karena realisasi pendapatannya juga meningkat.

Kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola anggaran dikatakan efisien, apabila rasio yang dicapai kurang dari satu atau kurang dari 100%, semakin kecil rasionya semakin efisien .

c) Rasio Kemampuan Rutin

Indeks kemampuan rutin dapat dilihat melalui proporsi antara Pendapatan Asli Daerah dengan pengeluaran rutin tanpa transfer dari pemerintah pusat. Adapun mengitung rasio kemampuan rutin adalah sebagai berikut

Sedangkan dalam menilai indeks kemampuan rutin dengan menggunakan skala menurut wulandari (2001 : 15 ) sebagaimana yang terlihat dalam tabel II

Tabel 2

Skala Kemampuan Keuangan Daerah

% Kemampuan keuangan daerah

00,00 – 20,00 20,01 – 40,00 40,01 – 60,00 60,00 – 80,00 80,00 – 100,00

Sangat kurang

Kurang

Cukup

Baik

Sangat baik

(13)

15 Penelitian sebelimnya yang dilakukan oleh Sri wahyuni (2008) mengenai Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Sragen Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah dimana hasil dari analisis rasio kemampuan rutin amasih sangat kurang begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Suyoko (2008) mengenai Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Autonomi Daerah Pada Kabupaten Karanganyar dimana hasil utujk kemampuan rutin masih dalam skala interval sanagat kurang berarti PAD mempunyai kemampuan yang sanagad kecil dalam membiayai pengeluaran rutin

d) Rasio Keserasian

Rasio keserasian menunjukkan bagaimana Pemerintah Daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal (Halim : 235). Adapun rumus rasio keserasian adalah sebagai berikut

(14)

16 Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin/belanja aparatur daerah artinya persentase belanja pembangunan/belanja pelayanan publik yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Walaupun belum ada patokan yang pasti untuk belanja pembangunan. Sehingga pemerintah masih berfokus pada belanja rutin.

e) Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan Pemerintah Daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya, baik dilihat dari sumber pendapatan maupun pengeluaran (Halim : 241). Adapun rumus dari rasio pertumbuhan adalah sebagai berikut

r = Pertumbuhan

Pn = TPD/ PAD / Belanja rutin/ Belanja pembangunan yang dihitung pada tahun ke-n Po = TPD/ PAD / Belanja rutin/ Belanja pembangunan Data yang dihitung pada tahun ke-o

Pertumbuhan APBD dilihat dari berbagai komponen penyusun APBD yang terdiri dari pendapatan asli daerah, total pendapatan, belanja rutin dan belanja pembangunan (Widodo, 2000: 270)

(15)

17 berikutnya. Jika semakin tinggi nilai PAD, TPD, dan belanja rutin yang diikuti oleh semakin rendahnya belanja pembangunan, maka pertumbuhannya adalah negatif. Artinya bahwa belum mampu meningkatkan pertumbuhan daerahnya.

f) Kebutuhan fiskal

Menurut UU No 33 Tahun 2004 Pasal 28 ayat 1, “Kebutuhan fiskal Daerah

merupakan kebutuhan pendanaan Daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum.

(Undang–Undang Otonomi Daerah 2004: 236 dalam Haryati 2006). Maka rumus dari rasio

pertumbuhan fiskal adalah sebagai berikut

Keterangan

PPP = Jumlah Pengeluaran Rutin dan Pembangunan per kapita masing – masing daerah Rata – rata kebutuhan Fiskal Standar se – Jawa Tengah adalah :

(16)

18 fiskalnya besar. Apabila pemerintah mampu mencukupi sebesar kebutuhan fiskal daerah tersebut berarti pemerintah daerah sudah dianggap mampu.

g) Kapasitas fiskal

Menurut UU No 33 Tahun 2004 Pasal 28 ayat 3, “ Kapasitas fiskal Daerah

merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil.“ Ibid: 236

(Haryati 2006). Sehingga rumusnya sebagai berikut

1. Analisis Kapasitas Fiskal

Keterangan :

PDRB = Produk Domestik Regional Bruto

Semakin tinggi rata-rata kapasitas fiskal (FC) suatu daerah maka kemampuan daerah

dalam mendanai kebutuhannya semakin memadai guna membiayai pembangunan daerah.

(17)

19 membiayai sendiri kebutuhan fiskalnya dan masih harus ditutup dengan subsidi dari pemerintah pusat.

h) Upaya fiskal

Analisis Upaya fiskal merupakan analisis yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan asli daerah dengan laju pertumbuhan produk Domestik Bruto (Haryati :2006). Oleh karena itu rumus dari Upaya fiskal adalah sebagai berikut

Keterangan

Upaya fiskal dihitung dengan mencari koefisien elastisitas PAD terhadap PDRB. Semakin elastis PAD, maka stuktur PAD didaerah akan semakin baik. Untuk mengetahui tingkat PAD dengan laju pertumbuhan produk domestik regional bruto dengan kriteria penilaian yaitu apabila PDRB naik 1% maka akan berpengaruh pada PAD.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif komparatif atas

data timeseries. Data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah data sekunder, data sekunder

dalam penelitian ini sebagai berikut :

(18)

20 2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) penduduk Kota Salatiga dan provinsi Jawa

tengah tahun anggaran 2005-2010 .

3. Data Jumlah Penduduk Kota Salatiga dan Provinsi Jawa Tengah tahun 2005 - 2010

Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan analisis rasio kemudian dibandingkan dari tahun ke tahun sehingga akan dapat dievaluasi kinerja Pemerintah Kota Salatiga untuk periode 2005 sampai tahun 2010

1. Analisis Rasio Kemandirian

2. Analisis Rasio Efektivitas dan Efisiensi

(19)

21 4. Analisis Rasio Keserasian

5. Analisis Rasio Pertumbuhan

r = Pertumbuhan

Pn = TPD/ PAD / Belanja rutin/ Belanja pembangunan yang dihitung pada tahun ke-n Po = TPD/ PAD / Belanja rutin/ Belanja pembangunan Data yang dihitung pada tahun

ke-o

Membandingkan PAD, Total Pendapatan, Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan dari periode ke periode berikutnya yaitu tahun 2005/2006, tahun 2006/2007, tahun 2007/2008, tahun 2008/2009 dan tahun 2009/2010

6. Analisis Kebutuhan Fiskal

Keterangan

(20)

22 Rata – rata kebutuhan Fiskal Standar se – Jawa Tengah adalah :

7. Analisis Kapasitas Fiskal

Keterangan :

PDRB = Produk Domestik Regional Bruto

8. Analisis Upaya Fiskal

Keterangan

(21)

23

PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN

Profil kinerja Keuangan Kota Salatiga

Tabel 3 A Profil Kinerja Keuangan Kota Salatiga Tahun 2005 – 2010 Ket

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Rata-rata

Pajak

daerah 5.818.339.630 6.514.964.208 7.065.860.976 7.995.573.127 9.201.402.994 9.206.459.923

7.633. 766.8 10 Restrib usi Daerah

14.961.794.610 17.425.939.511 19.427.777.942 22.321.901.734 6.843.378.023 7.283.075.519 14.71 0.644. 557 Hasil Perusah aan Milik Dae. & Hsl pengelo laan Dae. Yang dpt dipisah kan

1.724.356.789 1.094.934.748 684.131.589 1.452.640.514 1.637.644.177 2.469.461.328

1.510. 528.1 91 lain Lain PAD yang sah

5.280.233.536 7.413.628.031 9.014.977.521 13.380.786.604 35.373.208.115 32.590.750.738 17.17 5.597. 424

Total

PAD 27.784.724.565 32.449.466.498 36.192.748.028 45.150.901.979 53.055.633.309 51.549.747.508 41.03 0.536. 981 Dana Hasil pajak & bukan Pajak

15.412.527.997 14.665.351.453 18.466.186.203 72.282.994.284 24.834.796.587 26.547.312.729 28.70 1.528. 209 Dana Alokasi Umum

1.241.170.000.000 185.429.000.000 212.614.000.000 225.384.715.000 236.691.342.000 238.069.009.000 389.8 93.01 1.000 Dana Alokasi Khusus

7.060.000.000 26.810.000.000 22.196.510.000 31.028.000.000 32.044.000.000 21.182.300.000 23.38 6.801. 667 Bagi Hasil Pajak Dan bantua n Keu. Dari Provins i

12.025.852.458 13.329.659.530 13.218.894.444 12.190.578.848 25.089.209.107 49.500.385.175 20.89 2.429. 927 Total Pendap atan dari Pihak Ekstern al

(22)

24 A. Analisis Kemandirian

Berdasarkan kondisi data tentang PAD dan bantuan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Pinjaman dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga, maka untuk rasio kemandirian pemerintah Kota Salatiga tahun 2005-2010 pada tabel 3 adalah Sebagai berikut

Tabel 3 B

Rasio Kemandirian Kota Salatiga Tahun 2005 – 2010

(dalam ribuan)

Ket

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata

PAD (Rp) 27.784.724 32.449.466 36.192.748 45.149.901 53.055.833 51.549.747 41.030.403

Bantuan Pemerintah Pusat,

Provinsi dan Pinjaman (Rp) 158.615.380 240.234.010 266.495.590 340.886.288 318.659.347 335.299.006 276.698.270

Rasio Kemandirian ( %) 17,52 13,51 13,58 13,24 16,65 15,37 14,83

Kemampuan Keuangan Rendah Sekali Rendah Sekali Rendah Sekali Rendah Sekali Rendah Sekali Rendah Sekali Rendah Sekali

Pola Hubungan Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif Instruktif

Berdasarkan Tabel 3 Rasio Kemandirian belum stabil. Ditahun 2005 dan 2009 terdapat angka yang cukup tinggi yakni mencapai 17,52% dan 16,65 % dibandingakna tahun 2006, 2007, 2008, 2010 yakni 13,51 %, 13,58 %, 13,24 %, 15,37%

(23)

25 Dimana sumber-sumber potensial untuk PAD yang masih dikuasai oleh pemerintah pusat, sedangkan untuk pajak yang cukup besar masih dikelola oleh pemerintah pusat, yang dalam pemungutan berdasarkan undang-undang/persyaratan pemerintah dan daerah hanya menjalankan serta menerima bagian dalam bentuk dan perimbangan. Dampak perimbangan itu sendiri terdiri dari : bagi hasilpajak/bukan pajak, DAU, DAK dan bantuan propinsi. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan penerimaan dari potensi pendapatan yang telah ada. Inisiatif , kreatifitas dan kemauan daerah sangat diperlukan dalam meningkatkan PAD. Pemerintah daerah harus mencari jalan yang dapat memungkinkan mengatasi kekurangan pembiayaannya, hal ini memerlukan kreatifitas dari aparat pelaksana keuangan daerah untuk mencari sumber-sumber pembiayaan dengan pihak swasta dan juga program peningkatan PAD. Berikut grafik perkembangan rasio kemandirian Kota Salatiga Tahun 2005 - 2010

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Rasio Kemandirian ( %) 17.52 13.51 13.58 13.24 16.65 15.37 0.00

5.00 10.00 15.00 20.00

(24)

26 B. Analisis Efektivitas dan Efisiensi

Berdasarkan kondisi data tentang Realisasi PAD dan target PAD dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga, maka untuk rasio efektivitas pemerintah Kota Salatiga tahun 2005-2010 pada tabel 4 adalah Sebagai berikut

Tabel 4

Rasio Effektifitas PAD

Kota Salatiga Tahun 2005 – 2010

Keterangan Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata - Rata

Realisasi PAD (Rp)

27.784.724.565 32.449.466.498 36.192.748.028 45.149.901.979 53.055.833.309 51.549.747.508 41.030.403.648

Target PAD

(Rp) 25.397.362.000 29.770.340.000 32.008.484.000 36.597.951.000 50.130.034.000 52.284.327.000 37.698.083.000

Rasio Effektifitas PAD

109,40 109,00 113,07 123,37 105,84 98,60 108,84

Dari tabel 4 di atas diketahui bahwa rasio efektivitas Kota Salatiga dalam melakukan

pemungutan sumber pendapatan daerah antara tahun 2005 – 2010 berkisar antara 98,60%

sampai 108,84%. Dimana pada taun 2005 hingga 2008 mengalami peningkatan. Namun di

tahun 2009 dan 2010 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena ditahun tersebut

adanya pengalihan deposito ke giro yang menyebabkan bunga deposito turun sehingga

penerimaan lain- lain dari PAD yang sah turun dibawah target anggarannya. Namum secara

keseluruhan dalam enam tahun terkhir ini Salatiga sudah efektif mencapai target PAD yang

(25)

27 Berdasarkan kondisi data tentang total biaya yang dikeluarkan untuk memungut PAD dibanding dengan Peneriamaan PAD dalam Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga, maka untuk rasio efisiensi pemerintah Kota Salatiga tahun 2005-2009 pada tabel 5 adalah Sebagai berikut

Tabel 5 Rasio Efisiensi Kota Salatiga Tahun 2005 -2010

Keterang an

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata - Rata

Total Biaya (Rp) 85.112.605.0 20 101.404.225.0 96 127.473.930.9 38 129.123.586.2 55 261.541.450.6

56 353.520.205.6 88 1.058.176.003. 653 Total Penerimaa n Realisasi PAD (Rp) 27.784.724.5 65 32.449.466.49 8 36.192.748.02 8 45.149.901.97 9 53.055.833.30 9 51.549.747.50 8 246.182.421.88 7 Rasio

Efisiensi 3,06 3,12 3,52 2,86 4,93 6,86 4,30

Kenaikan biaya yang besar dari tahun 2009 ke 2010 dikarenakan ditahun tersebut adanya penerimaan pegawai negri sipil yang menyebabkan peningkatan biaya yang besar , sebagai mana terlihat pada tabel berikut:

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Rasio Effektifitas PAD 109.40 109.00 113.07 123.37 105.84 98.60 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 Grafik 2 Rasio Efektivitas

(26)

28 Tabel 5 B

Belanja total dan belanja Pegawai Kota Salatiga Tahun 2005 - 2010

Keteranga n

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata

Belanja Total 172.292.837. 180 225.666.718 .901 253.773.747. 814 368.393.972.66 7 432.656.545. 412 418.615.915.6 31 311.899.956. 268 Belanja Pegawai 93.512.132.1 66 112.220.142 .725 144.585.251. 511 181.687.845.02 4 191.556.249. 542 241.205.368.0 23 162.461.164. 832

Dari tabel 5 di atas diketahui bahwa rasio efisiensi Kota Salatiga dalam mendapatkan

pendapatan daerah antara 3,06 – 6,86 memiliki rata – rata 4,30.. Berpengaruh pada naiknya

rasio effisiensi. Menggambarkan bahwa Pemerintah Kota Salatiga belum effisien. Dapat

terlihat pada biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penerimaan realisasi PAD lebih besar

dari 1. Berikut grafik Efisiensi Kota Salatiga Dari Tahun 2005 – 2010

C. Analisis Indeks kemampuan rutin

Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga maka total PAD dibandingkan dengan Total pengeluaran rutin, maka rasio kemampuan rutin pada tabel 6 adalah sebagai berikut

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Rasio Efisiensi 3.06 3.12 3.52 2.86 4.93 6.86

0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 Grafik 3 Rasio Efisiensi

(27)

29

Tabel 6

Rasio Indeks Kemampuan Rutin Kota Salatiga Tahun 2005 - 2010

Keteran gan

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-rata PAD (Rp) 27.784.724 .565 32.449.466 .498 36.192.748 .028 45.149.901 .979 53.055.833 .309 51.549.747 .508 41.030.403 .648 Total pengelua ran rutin ( Rp) 1.646.109. 066 11.375.036 .128 4.118.636. 733 5.400.000. 000 10.500.000 .000 4.127.249. 333 6.194.505. 210 Rasio Kemamp uan rutin

16,88 2,85 8,79 8,36 5,05 12,49 6,62

Kemamp uan keuanga n Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang Sangat kurang

Berdasarkan tabel indeks kemampuan rutin terlihat bahwa Rasio PAD terhadap pengeluaran rutin daerah Kota Salatiga dari tahun ke tahun masih fluktuatif. Sehingga rata-rata indeks kemampuan rutin sebesar 6,62% . Didapat dari Total PAD tahun 2005-2010 dibagi dengan Total pengeluaran rutin 2005–2010.

(28)

30 D. Analisis Keserasian

Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kota Salatiga tahun 2005 – 2010 maka perbandingan antara Belanja rutin dna belanja pembangunan , maka rasio keserasian pada tabel 6 adalah sebagai berikut

Tabel 7 Rasio Keserasian

Kota Salatiga Tahun 2005 - 2010

(Dalam rinuan)

*Rasio Belanja Rutin

Ket Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata

Total Belanja rutin

( Rp) 136.934.188 171.231.560 198.241.063 241.853.726

282.027.667 328.973.091 226.543.549

Total Belanja APBD (Rp)

172.292.837 225.666.718 253.773.747 368.393.972 432.656.545 418.615.915 311.899.956

Rasio Belanja

Rutin 79,48 75,88 78,12 65,65 65,19 78,59 74

*rasio belanja pembangunan

Keterangan Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata

Total Belanja pembangunan (Rp)

35.358.648 54.435.158 55.532.684 126.540.246 150.628.877 89.642.823

85.356.406

Total Belanja APBD (Rp)

172.292.837 225.666.718 253.773.747 368.393.972

432.656.545.412 418.615.915 311.899.956

Rasio Belanja

Pembangunan 20,52 24,12 21,88 34,35 34,81 21,41 26

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Rasio Kemampuan rutin 16.88 2.85 8.79 8.36 5.05 12.49 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 Grafik 4

(29)

31 Dari hasil perhitungan tabel 7 di atas, menunjukkan bahwa belanja aparatur daerah tahun 2005 mengalami kenaikan sebesar 25,05% pada tahun 2006. Pada tahun 2007 belanja aparatur daerah naik sebesar 15,77%. Pada tahun 2006 dan 2007 mengalami kenaikan lagi menjadi 22,00% dan 16,61%.

Pada belanja pembangunan tahun 2005 naik di tahun 2006 menjadi sebesar 53,95%. Pada tahun 2007 mengalami kenaikan menjadi 2,02%. Pada tahun 2008 naik lagi menjadi 127,87%. Pada tahun 2009 juga mengalami kenaikan lagi menjadi 19,04%.

Dari tahun ke tahun rasio belanja rutin dan belanja pembangunan masih belum stabil. Sebagian besar dana yang dimiliki pemerintah daerah masih diprioritaskan untuk kebutuhan belanja rutin, sehingga rasio pembangunan terhadap APBD lebih kecil. Tapi dalam perkembangannya mengalami peningkatan yang positif karena dari tahun ke tahun rasio belanja rutin menjadi lebih kecil sedang belanja pembangunan meningkat. kecuali pada tahun 2010 mengalami peningkatan belanja rutin karena kenaikan pengeluaran pada belanja pegawai

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Rasio Belanja Rutin 79.48 75.88 78.12 65.65 65.19 78.59

Rasio Belanja

Pembangunan 20.52 24.12 21.88 34.35 34.81 21.41 0.00

10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 80.00 90.00

Grafik 5 Rasio Keserasian

(30)

32 E. Analisis Rasio Pertumbuhan

[image:30.595.84.533.215.670.2]

Membandingkan PAD, Total Pendapatan, Belanja Rutin dan Belanja Pembangunan dari periode ke periode berikutnya yaitu tahun 2005/2006, tahun 2006/2007, tahun 2007/2008, tahun 2008/2009 serta tahun 2009/2010. Maka rasio pertumbuhan Kota Salatiga Tahun 2005 -2010 pada tabel 7 adalah sebagai berikut

Tabel 8 Rasio Pertumbuhan

Kota Salatiga Tahun 2005 - 2010

Keterangan Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata

PAD (Rp) 27.784.724.565 32.449.466.498 36.192.748.028 45.149.901.979 53.055.833.309 51.549.747.508 41.030.403.648

pertumbuhan PAD

16,79 11,54 24,75 17,51 (2,84) 11

Total Pendapatan (Rp) 191.383.605. 020 272.683.477. 481 302.688.638. 675 390.721.283. 861 376.195.456. 003 411.504.439. 506 324.196.150. 091 Pertumbuhan Pendapatan (%)

42,48 11,00 29,08 (3,72) 9,39 15

Belanja Rutin (Rp) 136.934.188. 198 171.231.560. 542 198.241.063. 136 241.853.726. 432 282.027.667. 986 328.973.091. 955 226.543.549. 708 Pertumbuhan Rutin(%)

25,05 15,77 22,00 16,61 16,65 16

Belanja pembangunan( Rp) 35.358.648.9 82 54.435.158.3 59 55.532.684.6 78 126.540.246. 235 150.628.877. 426 89.642.823.6 76 85.356.406.5 59 Pertumbuhan Belanja Pembangunan (%)

53,95 2,02 127,87 19,04 (40,49) 27

(31)

33 Ditahun 2008 adanya kenaikan atas total pendapatan daerah karena ditahun tersebut mendapat bantuan dana dari pemerintah untuk pembangunan Jalan Lingkar Selatan. Penurunan PAD ditahun 2010 karena pengalihan dana pemerintah kepada sumber yang lebih likuid sehingga menurunkan PAD pada penerimaan lain – lain yang sah. Serta penurunan belanja pembangunan 2010 dikarenakan pengeluaran pemerintah lebih diprioritaskan untuk belanja pegawai sehingga belanja rutin mengalami peningkatan. Berikut grafik rasio pertumbuhan tahun 2005 – 2009

F. Analisis Kebutuhan Fiskal

Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga dan Provinsi Jawa Tengah maka rasio kebutuhan fiskal sebagai berikut

2005 2006 2007 2008 2009 2010

pertumbuhan PAD 16.79 11.54 24.75 17.51 2.84

Pertumbuhan Pendapatan

(%) 42.48 11.00 29.08 3.72 9.39

Pertumbuhan Rutin (%) 25.05 15.77 22.00 16.61 16.65

Pertumbuhan Belanja

Pembangunan (%) 53.95 2.02 127.87 19.04 40.49

[image:31.595.86.506.233.621.2]

-60 -40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140

(32)
[image:32.595.85.533.149.497.2]

34 Tabel 9

Rasio kebutuhan Fiskal

Kota Salatiga Tahun 2005 – 2010 Keteranga

n Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2009

Pengeluaran Untuk Jasa - Jasa Publik (Rp) 172.292.837. 180 225.666.718. 901 253.773.747. 814 368.393.972. 667 432.656.545. 412 418.615.915. 631 311.899.956. 268 Jumlah Penduduk

176.183 176.795 167.261 168.374 168.934 171.067 171.436

Pengeluaran Perkapita Jasa-Jasa Publik

977.919,76 1.276.431,57 1.517.232,04 2.187.950,47 2.561.098,09 2.447.087,49 1.827.953

Pengeluaran Daerah (Rp) 1.597.171.00 0.000 3.028.854.79 2.000 3.039.630.05 2.000 3.069.145.43 8.000 5.200.113.11 3.000 4.852.025.59 1.000 3.464.489.99 7.667 Jumlah Penduduk

32.908.850 32.177.730 32.380.279 32.626.390 32864563 32382657 32.556.745

Jumlah Kabupaten/ Kota

35 35 35 35 35 35 35

Rata - Rata Keb.Fiskal se-Jateng

1.386,66 2.689,40 2.682,08 2.687,70 4.520,82 4.280,97 3.041

Pelayanan Publik Perkapita

705,23 474,62 565,69 814,06 566,51 571,62 616

(33)

35 Pengeluaran perkapita besar karena didominasi oleh pos belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja modal, dan belanja bantuan keuangan kepada propinsi/kabupaten,/kota dan pemerintah desa, dan belanja tidak terduga. Berikut Grafik kebutuhan fiskal kota salatiga tahun 2005-2010

G.Analisis Kapasitas Fiskal

Tabel 10

Rasio Kapasitas Fiskal

Kota Salatiga Tahun 2005 – 2010

Keteran gan

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata

PDRB (Kota Salatiga ) 1.104.131.850 .000 1.237.905.220 .000 1.370.166.640 .000 1.541.682.440 .000 1.660.286.910 .000 1.849.275.560 .000 1.460.574.770 .000 Jumlah Pendudu k ( kota

salatiga) 176.183 176.795 167.261 168.374 168.934 171.067 171.436 PDRB (Jawa Tengah) 234.435.323.3 10.000 281.996.709.1 00.000 312.428.807.0 90.000 367.135.954.9 00.000 397.903.943.7 50.000 444.396.468.1 90.000 339.716.201.0 56.667 Jumlah Pendudu k ( Jawa

Tengah) 32.908.850 32.177.730 32.380.279 32.626.390 32.864.563 32.382.657 32.556.745 Kapasita

s Fiskal

Standar 203.536,50 250.392,08 275.678,21 321.506,57 345.925,31 392.093,89 298.131,07

Rasio Kapasita

s Fiskal 30,7904 27,9638 29,7150 28,4793 28,4108 27,5705 28,5769

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Pelayanan Publik

Perkapita 705.23 474.62 565.69 814.06 566.51 571.62 0.00

[image:33.595.73.531.209.716.2]

500.00 1,000.00

Grafik 7

(34)

36 Dari hasil table 9, terlihat bahwa PDRB perkapita Kota Salatiga selama 6 tahun anggaran mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan PDRB Kota Salatiga dari tahun ke tahun semakin baik, karena terjadi peningkatan. Begitu juga dengan standar kapasitas fiskal se-jawa Tengah juga mengalami peningkatan. Dan Kapasitas fiskal kota Salatiga selama 6 tahun anggaran mengalami penurunan. Oleh karena itu Kota Salatiga mempunyai kapasitas fiskal yang lebih rendah dari kebutuhan fiskal standar. Hal ini berarti dalam memenuhi kebutuhan fiskalnya, Kota Salatiga dapat dikatakan belum mampu membiayai sendiri kebutuhan fiskalnya dan masih membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat. Berikut adalah grafik kapasitas fiskal kota salatiga tahun 2005-2010

H. Analisis Upaya Fiskal

Berdasarkan Laporan Realisasi APBD dan PDRB maka dapat diketahui perubahan PAD dan Perubahan PDRB tiap tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Rasio Kapasitas Fiskal 30.7904 27.9638 29.7150 28.4793 28.4108 27.5705 25.0000

[image:34.595.88.502.363.621.2]

26.0000 27.0000 28.0000 29.0000 30.0000 31.0000 32.0000

Grafik 8

(35)
[image:35.595.83.533.138.482.2]

37 Tabel 11

RasioUpaya Fiskal Kota Salatiga Tahun 2005 – 2010

Keteranga n

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Rata-Rata

Perubahan PAD 6.163.502 .815 4.664.741. 933 3.743.281. 530 8.957.153. 951 7.905.931. 330 -1.506.085. 801 4.988.087. 626 Perubahan PDRB 56.071.24 2.501 133.773.3 70.000 132.261.4 20.000 171.515.8 00.000 118.604.4 70.000 110.956.5 33.600 120.530.4 72.684 Rasio Upaya fiskal

0,11 0,03 0,03 0,05 0,07 0,01 0,04

Berdasarkan table rasio upaya fiskal. Terlihat bahwa elastisitas PAD terhadap PDRB atas harga berlaku secara rata-rata sebesar 0,04 % yang berarti bahwa setiap kenaiakan PDRB sebesar 1% akan mengakibatkan kenaikan PAD sebesar 0,04% yang berarti berpengaruh positif terhadap penerimaan PAD. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan PAD Kota Salatiga cukup peka terhadap perubahan yang terjadi pada PDRB Yang menyebabkan besarnya PAD mengalami peningkatan setiap tahunnya didominasi oleh pendapatan pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Berikut grafik Upaya fiskal kota Salatiga Tahun 2005- 2010

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Rasio Upaya fiskal 0.11 0.03 0.03 0.05 0.07 0.01

[image:35.595.111.494.557.758.2]
(36)

38

KESIMPULAN

Dari perhitungan kedelapan rasio keuangan maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran

masyarakat dalam membayar pajak dan kontribusi masing rendah sehingga pemerintah masih

bergantung pada bantuan dari pemerintah pusat , pola hubungan tingkat kemandirian daerah adalah

instruktif. Walaupun dalam perkembangan dari tahun ke tahun kemandirian Kota Salatiga untuk

setiap tahun anggarannya mengalami peningkatan. Menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Salatiga

telah berusaha mandiri dalam mengelola keuangan daerahnya dan berusaha untuk dapat

berotonomi sesuai dengan sasaran yang hendak dituju dalam otonomi daerah.

Sedangkan untuk Rasio efektivitas pendapatan daerah Kota Salatiga selama enam tahun

anggaran (tahun anggaran 2005 sampai dengan tahun 2010memiliki rata – rata lebih dari 100%.

Dengan demikian pemungutan Pendapatan Asli Daerah dalam kategori efektif. Hal ini

menunjukkan kinerja pemerintah daerah yang baik, karena setiap tahunnya target Pendapatan Asli

Daerah yang ingin dicapai selalu terealisasikan sesuai dengan yang telah ditargetkan bahkan untuk

setiap tahunnya realisasi Pendapatan Asli Daerah yang diterima lebih dari target yang ditetapkan.

Walaupun belum ada patokan mengenai besarnya persentase untuk target PAD . Sedangkan Rasio

Efisiensi pemungutan PAD Salatiga belum dapat mencapai effiensi yang diharapkan karena biaya

yang dikeluarkan untuk mendapatkan PAD masih lebih dari 1 atau 100%. Oleh karena itu

pemerintah masih membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat untuk membiayai pembiayaan

daerah.

Hal ini juga diikuti oleh Rasio Indeks Kemampuan Rutin selama enam tahun pada

pemerintahan Kota Salatiga masih dalam skala interval 00,00 % – 20,00 % yaitu sebesar 6,62% dan

(37)

39 pengeluaran rutin. Dimana PAD Kota Salatiga masih dikategorikan kecil dan masih mendapat

bantuan yang cukup besar pada sumber keuangan yang berasal dari pemerintah pusat. Serta Rasio

Keserasian dari tahun ke tahun rasio belanja rutin dan belanja pembangunan masih belum stabil.

Untuk sebagian dana yang dimiliki pemerintah daerah masih diprioritaskan untuk kebutuhan

belanja rutin, sehingga rasio pembangunan terhadap APBD lebih kecil. Tapi dalam

perkembangannya mengalami peningkatan yang positif karena dari tahun ke tahun rasio belanja

rutin menjadi lebih kecil sedang belanja pembangunan meningkat.

Untuk Rasio Pertumbuhan dari tahun ketahun PAD, total pendapatan daerah dan belanja

pembangunan belanja rutin yang secara prosentase msh fluktuatif. Selanjutnya Rasio Analisis

Kebutuhan Fiskal menunjukan pengeluaran perkapita penduduk lebih besar dari standar kebutuhan

fiskal jawa tengah. Namun Analisis Kapasitas Fiskal menunjukan kapasitas fiskal pemerintah Kota

Salatiga lebih rendah dari kebutuhan fiskal standar Jawa Tengah. Hal ini berarti dalam memenuhi

kebutuhan fiskalnya, Kota Salatiga dapat dikatakan masih membutuhkan bantuan dari pemerintah

pusat.

Untuk Analisis Upaya Fiskal Terlihat bahwa elastisitas PAD terhadap PDRB berdasarkan

harga berlaku secara rata-rata sebesar 0,04 % yang berarti bahwa setiap kenaiakan PDRB sebesar

1% akan mengakibatkan kenaikan PAD sebesar 0,04% yang berarti berpengaruh positif terhadap

penerimaan PAD. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan PAD Kota Salatiga cukup peka

terhadap perubahan yang terjadi pada PDRB.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan Pemerintah Kota Salatiga pada tahun 2005 – 2010 belum dapat dikatakan baik. Karena hanya memenuhi dua

(38)

40

Saran

Pemerintah Kota Salatiga perlu meningkatkan fasilitas sarana dan prasarana publik

dengan meningkatkan belanja pembangunan khususnya pembangunan sarana dan prasana

yang dapat menjadi sumber pendapatan daerah. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian

pengelolaan dan pendayagunaan aset daerah. Oleh karena rasio efektivitas yang baik maka

Pemerintah Kota Salatiga perlu meninjau penentuan target. Kemudian sebaiknya Pemerintah

lebih mengupayakan speningkatan efisiensi dan efektivitas unit pelayanan teknis daerah dalam

pemberian layanan kepada masyarat.

DAFTAR PUSTAKA

.

Azhari. A. Surouda, 1995, Perpajakan Indonesiakeuangan Pajak Dan Retribuso Daerah. Gramedia, Jakarta

Bastian, Indra, 2001, Akuntansi Sektor Publik Di Indonesia, Yogyakarta,BPFE Bastian, Indra, 2006, Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar, Erlangga, Jakarta

Basri, Yuswar Zainul Dan Mulyadi Subir (2003), Keuangan Negara Dan Kebijakan Utang Luar Negeri, PT Grafindo Persada, Jakarta

Devas, Nick (1995), Keuangan Pemerintah Darah Di Indonesia, UJ Press, Jakarta Deddi, Nordiawan, 2006, Akuntansi Sektor Publik, Salemba Empat, Jakarta

Halim, Abdul, Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Ketiga, Salemba Empat, Jakarta,2008 Haryati, Sri, 2006, Perbandingan Kinerja Keuangan Daerah Sebelum Dan Sesudah

Kebijakan Otonomi Daerah Kabupaten Sleman Tahun 1998-2000 Dan 2001-2003, Jogjakarta

LAN (Lembaga Administrasi Negara), AKIP Dan Pengukuran Kinerja, Edisi Tahun 2008 Mardiasmo, 2004, Akuntansi Sektor Publik, Edisi Kedua , Yogyakarta

(39)

41 Hairunissa Nanis, 2008, Penilaian Kinerja Bagian Keuangan Pemkab Probolinggo Menggunakan Analisis Rasio Keuangan Terhadap APBD, Jurnal Ekonomika, Vol.2, No.2, Desember

Nirzawan. 2001. Tinjauan Umum Terhadap Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah Di Kabupaten Bengkulu Utara. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN

Samryn, L.M., 2002, Akuntansi Manajerial Suatu Pengantar. Cetakan Kedua. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Saragih, Juli Panglima, 2003, Desentralisasi Fiskal Dan Keuangan Daerah Dalam Otonomi, PT Ghalia Indonesia, Jakarta

Suyoko, 2008, Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Mendukung Pelaksanaan Autonomi Daerah Pada Kabupaten Karanganyar, Surakarta

Sularmi, Sularmi And Endro Suwarno, Agus (2006) Analisis Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Menghadapi Otonomi Daerah Ditinjau Aspek Keuangan : Studi Empiris Pada Wilayah Karesidenan Surakarta. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Vol.5 (No.1). Pp. 28-50. Issn 1411-6510

Supraptto, Tri, 2008 . “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman Dalam Masa Otonomi Daerah Tahun 2000 – 2004, Jogjakarta

Undang – Undang Nomor 22 Tahun1999 Tentang Pemerintahan Daerah Undang – Undang No.24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah Undang – Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Tentang “Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dengan Pemerintah Daerah”

Undang – Undang No.8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Daerah

Undang-Undang No.58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Wahyuni, Sri (2008), Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Sragen Dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah. Surakarta

(40)

42 Widodo. 2001. Analisa Rasio Keuangan Pada APBD Kabupaten Boyolali, Manajemen

Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP YKPN.

(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)

Gambar

TABEL 1
Tabel 2 Skala Kemampuan Keuangan Daerah
Tabel 3 A  Profil Kinerja Keuangan
Tabel 3 B  Rasio Kemandirian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah Non Performing Loan (NPL) berpengaruh signifikan negatif terhadap profitabilitas (ROA) perbankan dan mengetahui apakah

Pelaksanaan Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang ditetapkan dalam Peraturan ini dituangkan lebih lanjut dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan

masalah tersebut untuk desain gedung gereja dibuatlah perencanaan dan perancangan ini dengan pendekatan desain arsitektur hijau yang berfokus pada penghawaan dan

Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam (≥38'C) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan seperti: batuk/sesak

Dari hasil analisis fungsi Inverse-CABAC yang telah dilakukan pada perancangan awal, datapath Inverse-CABAC dapat dibangun dari modul init context, buffer stream, unit

Penelitian mengenai ”Studi Keanekaragaman Bivalvia di Perairan Tanjungbalai Provinsi Sumatera Utara” telah dilakukan pada bulan Oktober.. sampai dengan November

Perbandingan penerapan program breeding ternak ruminansia dalam peningkatan kualitas genetik ternak di Indonesia dan

Pelepasan metronidazol dari beads dilakukan dengan menggunakan metode dayung USP dalam medium lambung buatan (pH 1,2). Kadar metronidazol diukur dengan menggunakan