• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUDAYA REMO SEBAGAI KOMUNIKASI BUDAYA DIKALANGAN ETNIS MADURA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BUDAYA REMO SEBAGAI KOMUNIKASI BUDAYA DIKALANGAN ETNIS MADURA."

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

BUDAYA REMO SEBAGAI KOMUNIKASI BUDAYA DIKALANGAN ETNIS MADURA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom) Dalam Bidang Ilmu Komunikasi

Oleh :

Choirunisa Anggih Pratiwi NIM. B76212096

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Choirunisa Anggih Pratiwi, B76212096, 2016. Budaya Remo Sebagai Komunikasi Budaya Dikalangan Etnis Madura. Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Budaya Remo, Komunikasi Budaya

Budaya remo adalah salah satu budaya Madura berupa pesta perayaan seperti pernikahan, khitan, dan lain sebagainya. Setiap orang yang hadir pada acara remo memberikan sejumlah uang kepada pemilik acara, dimana uang tersebut adalah hutang yang wajib untuk dikembalikan.

Terdapat satu fokus permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini. Yakni bagaimana budaya remo menjadi komunikasi budaya dikalangan etnis Madura. Untuk dapat menjawab persoalan yang terdapat pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dalam pendekatan ini peneliti memaparkan bagaimana proses komunikasi etnis Madura yang terdapat dalam budaya remo. kemudian peneliti menggunakan teori interaksionisme simbolik untuk menganalisa permasalahan yang diteliti.

(7)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………..………. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ………..……...………. ii PENGESAHAN TIM PENGUJI ………..………. iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ………...………... iv

KATA PENGANTAR ……….………. v

ABSTRAK ………...………...……… vii

DAFTAR ISI ………..………... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….……….…. 1

B. Rumusan Masalah ………..…………..….. 4

C. Tujuan Penelitian ………...…..……….…….. 5

D. Manfaat Penelitian ………..…..…….……… 5

E. Kajian Penelitian Terdahulu ………..……….…… 6

F. Definisi Konsep ………..………...……...….…. 8

G. Kerangka Pikir ………...…………...…………..…….… 11

H. Metode Penelitian ……….………....… 13

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ……….….... 13

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian ………..………… 14

3. Jenis dan Sumber Data …...………...……...….. 15

4. Tahap-Tahap Penelitian ………..……..…. 16

5. Teknik Pengumpulan Data ………...……...……... 18

6. Teknik Analisis Data ……….…………. 20

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ………...…...….... 20

I. Sistematika Pembahasan ………...………...… 22

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Pustaka ………....………...………...….…... 24

1. Budaya Remo ……….……..…….…. 24

1.1Sejarah Remo ………..…….… 24

1.2Remo ………..………..…… 29

2. Proses komunikasi ………...………...… 34

3. Komunikasi Budaya ………..…...…. 36

4. Etnis Madura ………..……….... 40

B. Kajian Teoritis ………...………...….. 49

BAB III PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Lokasi dan Subyek Penelitian ………...………... 57

1. Profil Tempat Penelitian ………...57

a. Letak dan Luas ………...………... 57

b. Demografi ……….………..……. 58

c. Tingkat Pendidikan ………..…………..….. 58

d. Perekonomian ………...……….... 60

e. Agama ……….…………. 61

(8)

a. Profil Mokawi ………...………...…………. 61

b. Profil Hosniyah dan Haniyah ……….…….….…… 62

c. Profil Hj. Ulfa Hasanah ………...………. 62

d. Profil Yusuf dan Masiyah ………..…….. 63

B. Deskripsi Data Penelitian ………...…………..……… 63

1. Proses KomunikasiKegiatan Sebelum Pelaksanaan Remo …..…... 64

a. Persiapan Sebelum Acara Remo ………..………..…….. 64

b. Pembagian Undangan Remo ………..…….………. 68

2. Komunikasi Yang Terjalin Saat Pelaksanaan Remo .…..…….…….. 71

3. Konflik Dalam Remo………..……… 80

BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian ……...………...……...……….….. 87

1. Komunikasi Dalam Pembagian Undangan Remo ….…...……...… 87

2. Komunikasi Yang Baik Terjalin Antara Penyelenggara Remo Dan Tamu Undangan ……….……...………..…... 91

3. Konflik dan Penyelesaian Dalam Budaya Remo …………..…....…. 94

B. Konfirmasi Temuan dan Teori ………...…………...…………. 100

C. Komunikasi Budaya Remo Dalam Perspektif Keislaman ……...…… 108

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………..……..…… 113

B. Saran ………...….... 114

C. Rekomendasi ……….. 115

(9)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dan tidak dapat

hidup sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Sejak lahir manusia selalu

berinteraksi dengan orang lain. Ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari,

semua kegiatan yang dilakukan manusia selalu berhubungan dengan orang lain.

Interaksi manusia dengan manusia tersebut menunjukkan bahwa manusia

adalah makhluk sosial yang selalu hidup bersama dan tidak dapat hidup sendiri

dalam memenuhi kebutuhannya. Kerjasama yang baik dalam kehidupan akan

sangat membantu manusia dalam menjalankan hidup. Manusia yang satu akan

melengkapi manusia yang lain.

Sedangkan manusia disebut makhluk individu karena manusia itu

tercipta dengan kepribadian, keunikan, kekurangan dan kelebihan,

masing-masing sangat berbeda satu dengan yang lainnya. Selain itu disebut makhluk

individu karena manusia itu mempunyai pola pikir, kehendak, kemauan

sendiri-sendiri, yang seringkali bertentangan dengan orang lain. Tetapi karena

banyaknya jumlah manusia, seringkali ada kesamaan tujuan, keinginan, minat,

dan lain-lain, yang akhirnya membentuk sebuah kelompok atau organisasi.

Dari segala uraian di atas maka dapat dikatakan manusia adalah

merupakan makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Sebagai

makhluk sosial, dalam upaya pencapaian kebutuhannya, manusia harus

(10)

2

memenuhi kebutuhan individualnya, sehingga kerap terjadi suatu konflik

kepentingan antar manusia. Sebagai jalan tengah untuk mengurangi resiko

terjadinya konflik, dimunculkan suatu nilai, norma, atau aturan bersama yang

disebut dengan etika bersama. Etika bersama inilah yang kemudian secara

berkelanjutan dari generasi ke generasi menjadi suatu norma bersama dan

akhirnya berkembang menjadi budaya.1

Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar,

berpikir, merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa yang patut menurut

budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan makan, praktik komunikasi,

tindakan-tindakan sosial, kegiatan ekonomi, politik dan teknologi, semua itu

berdasarkan pola-pola budaya. Apa yang mereka lakukan, bagaimana mereka

bertindak, merupakan respons terhadap fungsi-fungsi budayanya.2

Di dalam kebudayaan terkandung banyak aspek yang merupakan karya

atau buah budi kelompok manusia.3 Dengan budaya itulah manusia berusaha mencukupi kebutuhan hidupnya akan nilai-nilai sebagai acuan. Manusia tidak

dapat dilepas dari kebudayaan, sehingga dimana ada manusia, disitu ada pula

kebudayaan.4 Manusia dan kebudayaan merupakan suatu kesatuan yang erat sekali.5

1 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2010) hlm. 22-23 2 Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si, Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi,

(Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2011) hlm. 19

3 Tim Ditjenbud, Strategi Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan Indonesia,( Dit Jenbud,

2000) hlm. 2

4Suranto Aw, ibid, hlm. 25

5 Dr. R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1, (Yogyakarta : Kanisius, 1973)

(11)

3

Kebudayaan Indonesia juga mempunyai nilai-nilai dasar yang

berhubungan dengan latar belakang sosial masyarakat Indonesia itu sendiri.6 Kekayaan alam dan keragaman budaya adalah anugerah terbesar bangsa

Indonesia.7 Madura adalah satu dari beberapa suku di Indonesia yang memiliki kearifan budaya yang cukup menarik dan beraneka ragam. Madura terkenal

dengan kekhasan dan keunikan nilai-nilai budaya.Penggunaan istilah khas

menunjuk pada pengertian bahwa entitas etnik Maduramemiliki

kekhususan-kultural yang tidak serupa dengan etnografi komunitas etniklain.8

Salah satu budaya Madura yang sudah tidak asing dikalangan

masyarakat umum adalah karapan sapi. Karapan sapi adalah acara tahunan

paling terkenal di Madura. Karapan sapi biasanya diadakan dua kali dalam

sebulan setelah masa panen di bulan September hingga Oktober untuk

memperebutkan piala bergilir presiden. Di bulan November tahun 2013,

penyelenggaraan piala presiden berganti nama menjadi Piala Gubernur. Acara

yang dimulai setiap satu September ini diselenggarakan di tiga tempat berbeda

Bangkalan, Sampang, dan finalnya di Pamekasan.9 Itu hanyalah salah satu dari

beberapa budaya Madura yang lainnya.

Semua kebudayaan yang ada dalam kehidupan manusia pastinya tidak

akan lepas dari komunikasi. Budaya dan komunikasi tidak dapat dipisahkan,

oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara siapa, tentang apa, dan

6 Tim Ditjenbud, Strategi Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan Indonesia,( Dit Jenbud,

2000) hlm. 13

7Samsul Ma’arif, The History Of Madura ……….. hlm. 13

8Mahrus Ali, Akomodasi Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Madura Mengenai Penyelesaian Carok

Dalam Hukum Pidana, (Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, 2010), Jurnal hukum no.1 vol.17, hlm. 88

(12)

4

bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menetukan orang

yang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan

kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan.

Sebenarnya, seluruh perbendaharaan perilaku manusia sangat tergantung pada

budaya manusia dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan

komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka beragam pula praktik-praktik

komunikasi.10

Dalam penelitian ini peneliti mencoba menganalisis budaya remo

sebagai komunikasi pada masyarakat etnis madura. Dalam budaya remo yang

umumnya dilakukan hanya dalam waktu beberapa tahun sekali untuk tiap orang

ini banyak hal yang bisa dianalisis, seperti bentuk budaya dari remo itu serta

tata cara ketika budaya remo dilakukan oleh masyarakat Madura. Ketika budaya

remo itu diadakan, di dalamnya pasti terdapat beberapa komunikasi budaya

yang terjadi antara pelaksana budaya maupun yang ikut serta dalam budaya

tersebut. Dengan adanya budaya remo sebagai komunikasi budaya dikalangan

etnis Madura menjadikan peneliti untuk menjadi obyek analisis dalam

penelitian ini.

B.

Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, agar tidak terjadi pembahasan yang

menyimpang maka dirumuskan masalah yang akan diangkat dalam penelitian

10Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si, Komunikasi Antar Budaya Satu Perspektif Multidimensi,

(13)

5

ini yaitu: Bagaimana budaya remo menjadi komunikasi budaya dikalangan etnis

Madura?

C.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka

tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui budaya remo sebagai

komunikasi budaya dikalangan etnis Madura.

D.

Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti berharap agar penelitian ini

bermanfaat untuk:

1. Secara Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memperdalam dan

memperluas wawasan yang positif tentang analisis isi suatu

penelitian sehingga dapat memperluas wawasan pengetahuan

tentang budaya bagi studi Ilmu Komunikasi.

2. Secara Praktis

a. Untuk Diri Sendiri

Bisa memberikan pengalaman tersendiri bagi peneliti

dan dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat

digunakan menjadi sumber informasi untuk pembuatan

penelitian selanjutnya.

(14)

6

Diharapkan penelitian ini bisa berguna untuk khalayak

sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan budaya

yang ada disekitar kita.

c. Untuk Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan

pengetahuan bagi masyarakat untuk memahami salah satu

budaya lokal.

E.

Kajian Penelitian Terdahulu

Dalam suatu penyusunan penelitian tidak lepas dengan adanya suatu

hasil penelitian terdahulu yang relevan, sehingga dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dengan penelitian yang disusun oleh peneliti.

1. Nama Peneliti : Walidul Umam

Jenis Karya : Skripsi

Tahun : 2015

Judul Skripsi : Tradisi Sangkolan Di Kalangan Masyarakat Desa

Bunten Barat Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang Madura

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah

kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sangkolan sebagai

salah satu cara pembagian harta waris yang dilakukan oleh masyarakat

Madura merupakan cara yang telah dilakukan secara turun-temurun dengan

berbagai dengan berbagai macam pemahaman dan praktek yang berbeda

(15)

7

yaitu pada hukum yang berlaku di masyarakat, dengan memperhatikan

bagaimana penerapan hukum kewarisan (tradisi sengkolan) di masyarakat

Desa Bunten Barat Kec. Ketapang Kab. Sampang Madura, serta

menganalisisnya.

2. Nama Peneliti : Faishal Rimzani

Jenis Karya : Skripsi

Tahun : 2013

Judul Skripsi : Fenomena Identitas Diri Mahasiswa Madura

Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif. Mendeskripsikan fenomena status identitas diri mahasiswa

Madura Fakultas Dakwah dan Komunikasi secara holistik dan apa adanya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa Madura ditunjukkan

dengan sikap tegas dan bangga meskipun banyak stereotype miring terus

berlaku bagi diri mereka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan mendeskripsikan secara mendalam dinamika dari status

identitas diri mahasiswa Madura Fakultas Dakwah Dan Komunikasi UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan tidak menghilangkan unsur identitas

etnisnya. Perbedaan dalam penelitian tersebut yakni lebih fokus kea rah

(16)

8

F.

Definisi Konsep

1. Budaya Remo

Remo adalah salah satu bentuk kebudayaan yang ada di Madura

khususnya diwilayah kabupaten Bangkalan dan Sampang.11 Pada dasarnya remo adalah suatu bentuk perayaan yang di adakan oleh seseorang yang

memiliki hajat seperti pernikahan, khitan, tingkepan dan lain sebagainya.

Secara ekonomi dengan mengadakan remo, seseorang dapat mengumpulkan

uang dalam jumlah yang relatif besar hanya dalam jangka waktu

semalam.12

Sistem remo hampir sama dengan arisan, yaitu setiap peserta yang

hadir harus menyerahkan sejumlah uang kepada pemilik acara. Dimana

uang yang diserahkan tersebut adalah sebuah hutang yang harus

dikembalikan. Dalam menyelenggarakan remo tidak diatur berdasarkan

periode waktu tertentu.

Remo merupakan suatu budaya yang di adakan ketika seseorang

memiliki hajat. Seperti acara pertemuan dengan tamu yang telah di undang.

Hiburan yang disediakan dalam remo berupa musik atau sandur Madura,

yakni kesenian tari dari Madura. Remo juga menjadi suatu wadah

11 Dr. A. Latief Wiyata, Carok Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura, (Yogyakarta :

LkiS Pelangi Aksara, 2002) hlm. 71

(17)

9

berkumpulnya blater atau orang yang dianggap jago atau orang yang

terpandang dikalangan masyarakat.

2. Komunikasi Budaya

Komunikasi sering dinamakan juga sebagai sistem informasi, yaitu

segenap unsur yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan dalam

upaya membuat, menerima dan memberikan sesuatu pada orang lain dengan

maksud tertentu.13

Bidang kajian komunikasi budaya (cultural communication)

mencakup bentuk-bentuk ekspresi simbolik baik yang bersifat artefak,

seperti lukisan, wayang, patung, gapura, candi, bangunan arsitektur, dan

museum maupun yang bersifat nonartefak, seperti tari, tembang, nyanyian,

pentas teater/drama, musik, dan puisi. Kata “kultural” dalam hubungan ini

digunakan untuk menunjuk sifat dari wujud ekspresi simbolik yang ada

untuk mengekspresikan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan informasi

dalam berbagai bentuk lambang-lambang pesan. Dengan demikian, yang

dimaksud komunikasi kultural disini tidak lain adalah komunikasi dengan

menggunakan simbol-simbol yang berakar pada sejarah dan budaya

masyarakat yang pada umumnya berlangsung secara apresiatif dan

kadangkala juga bersifat lintas generasi.14

13 Yoyon Mudjiono, Ilmu Komunikasi, (Surabaya : Jaudar Press, 2012) hlm. 3

14 Pawito, Ph. D, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta : LkiS Pelangi Aksara, 2008) hlm.

(18)

10

Komunikasi budaya merupakan bentuk komunikasi berdasarkan

atas kesamaan budaya. Persamaan budaya, bahasa, dapat menjadikan suatu

komunikasi berjalan dengan efektif. Persamaan norma dan adat yang dianut

dalam suatu wilayah budaya yang sama memberikan pola pemikiran dan

pemahaman yang dapat meminimalisir kesalah pahaman. Persamaan bahasa

khususnya, menjadi faktor yang paling menonjol dalam keberhasilan suatu

komunikasi. Berbagai macam bentuk kebudayaan yang ada dalam suatu

kehidupan bermasyarakat memunculkan suatu makna dan pesan. Hasil dari

budaya tersebut yang pada akhirnya diteruskan secara turun temurun.

Bahkan tersebar hingga keluar dari wilayah budaya itu sendiri. Dalam

proses tersebut tentunya tidaklah lepas dari peranan komunikasi.

3. Etnis Madura

Identitas etnis seringkali disebut juga sebagai identitas budaya,

dimana identitas etnis seseorang merupakan nilai dari sebuah konstruksi

(proses) sosial budaya setempat. Etnis Madura dalam dinamika

perkembangannya tidak mengalami perubahan yang signifikan hingga

dewasa ini. Stigma maupun stereotype negatif masih sering menjadi catatan

merah. Stereotype tersebut sudah berlangsung sejak masa kolonial, dan

mengakar sehingga tidak tergoyahkan oleh perkembangan dan perubahan

yang mungkin ada dan terjadi.15

15 Mien Ahmad Rifai, Manusia Madura, Pembawaan, Perilaku, Etos Kerja, Penampilan Dan

(19)

11

Etnis Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan,

masyarakat Madura juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja keras.

Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan masyarakat Madura,

mereka memiliki sebuah falsafah: katembheng pote mata, angok pote tolang

(lebih baik mati daripada harus menanggung malu). Sifat yang seperti inilah

yang melahirkan tradisi carok pada sebagian masyarakat Madura.16 Etnis

Madura juga dikenal sebagai etnis yang sangat taat dengan agama

khususnya agama Islam.

G.

Kerangka Pikir

Alur penelitian yang digunakan dalam penelitian Budaya Remo Sebagai

Komunikasi Etnis Madura. Metode deskriptif adalah suatu analisis yang

menjelaskan gambar karakteristik isi. Dengan menggunakan metode deskriptif

maka penelitian hanya dilakukan dengan memaparkan atau menjelaskan suatu

peristiwa. Tanpa menjelaskan hubungan, menguji hipotesis atau membuat

prediksi.17 Dengan menggunakan metode analisis isi deskriptif, maka variabel

dilukiskan variabel demi variabel, satu demi satu.

Melaui pendekatan sosiokultural dalam komunikasi membahas

bagaimana berbagai pengertian, makna, norma, peran, dan aturan yang ada

bekerja dan saling berinteraksi dalam proses komunikasi. Teori sosiokultural

dalam ilmu komunikasi mendalami dunia interaksi dimana di dalamnya

16https://id.wikipedia.org/wiki/Pulau_Madura

17 Drs. Jalaluddin Rakhmat, M.Sc, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung : PT. Remaja

(20)

12

manusia hidup. Teori ini menekankan gagasan bahwa realitas dibangun melalui

suatu proses interaksi yang terjadi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya.

Tradisi sosiokultural lebih terfokus pada pola-pola interaksi

antar-manusia daripada hal-hal yang berkaitan dengan sifat atau jiwa yang dimiliki

seorang individu. Interaksi adalah proses dan tempat dimana berbagai makna,

peran, aturan, dan nilai budaya saling bekerja.

Banyak pendukung teori sosiokultural memberikan perhatian pada

bagaimana identitas dibangun melalui interaksi yang terjadi dalam berbagai

kelompok sosial dan budaya. Identitas menjadi suatu bentuk penyatuan (fusion)

dari diri kita sebagai individu yang memiliki peran sosial dengan diri kita

sebagai anggota masyarakat, dan juga sebagai anggota budaya.18

Dengan menggunakan metode deskriptif maka penelitian hanya

dilakukan dengan memaparkan atau menjelaskan suatu peristiwa. Tanpa

menjelaskan hubungan, menguji hipotesis atau membuat prediksi.19 Dengan menggunakan metode analisis isi deskriptif, maka variabel dilukiskan variabel

demi variabel, satu demi satu. Berikut ini peneliti gambarkan skema kerangka

pikir penelitian :

18Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, (Jakarta : Kencana, 20103) hlm. 51-53 19 Drs. Jalaluddin Rakhmat, ibid, hlm. 24

Makna Sosial Ekonomi

Komunikasi Budaya

(21)

13

Gambar 1.1 : Skema Kerangka Pikir

H.

Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode adalah aspek yang sangat penting dan besar pengaruhnya

terhadap berhasil tidaknya suatu penelitian, terutama untuk

mengumpulkandata. Sebab data yang diperoleh dalam suatu penelitian

merupakan gambaran dari obyek penelitian.

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah melalui

pendekatan kualitatif. Artinya data yang dikumpulkan bukan berupa

angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan

lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya.

Sehingga yang menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin

menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam, rinci,

dan tuntas. Oleh karena itu pengguna pendekatan kualitatif dalam penelitian

ini adalah dengan mencocokkan antara realita dengan teori yang berlaku

dengan menggunakan metode deskriptif.

Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut

Whitney dalam Moh. Nazir bahwa metode deskriptif adalah pencarian fakta Interaksi simbolik

(22)

14

dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari

masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat

serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan-hubungan,

kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses

yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.

Penelitian deskriptif ditunjukan untuk : (1) mengumpulkan informasi aktual

secra rinci yang melukiskan gejala yang ada, (2) mengidentifikasi masalah

atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, (3) membuat

perbandingan atau evaluasi, (4) menentukan apa yang dilakukan orang lain

dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka

untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.20

2. Subyek, Obyek, dan Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan

sebagai instrument aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan.

Sedangkan instrument pengumpulan data yang lain selain manusia adalah

berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang

dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun

berfungsi sebagai instrument pendukung. Oleh karena itu, kehadiran

peneliti secara langsung dilapangan sebagai tolak ukur keberhasilan untuk

memahami kasus yang diteliti, sehingga keterlibatan peneliti secara

(23)

15

langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data lainnya di sini

mutlak diperlukan.

a. Subyek

Subyek penelitian adalah sesuatu yang diteliti baik orang,

benda, atau lembaga (organisasi). Subyek dari penelitian ini adalah

masyarakat kabupaten Bangkalan khususnya para pelaku budaya

remo.

b. Obyek

Obyek penelitian adalah sifat keadaan dari suatu benda, atau

yang menjadi pusat perhatian dan sasaran penelitian. Sedangkan

obyek dari penelitian ini adalah komunukasi budaya etnis Madura

yang terdapat dalam budaya remo.

c. Lokasi Penelitain

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan

yaitu di beberapa tempat yang berada di kabupaten Bangkalan

Madura yaitu Klampis, Tlangoh, Macajah, dan Telagabiru. Peneliti

memilih tempat ini karena selain lokasi yang cukup strategis, budaya

remo sering dijumpai dan dilakukan oleh masyarakat Madura yang

belum tentu sama bahkan ada pada kabupaten lainnya di Madura.

3. Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer

Menurut S. Nasution data primer adalah data yang dapat

(24)

16

menurut Lofland bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif

ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber

data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati serta

mewawancarai.21 Peneliti menggunakan data ini untuk mendapat informasi langsung tentang model juga proses budaya remo yang

dilakukan etnis Madura serta peneliti dapat mengamati langsung proses

komunikasi yang ada dalam budaya remo serta melakukan wawancara

dengan beberapa orang Madura baik sebagai pelaksana budaya maupun

sebagai masyarakat yang hadir dalam budaya remo yang di fokuskan

dalam penelitian ini.

b. Data sekunder

Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan

dan berbagai macam sumber lainnya. Data sekunder juga dapat berupa

majalah, buletin, publikasi dari berbagai organisasi, lampiran-lampiran

dari badan resmi seperti kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil survey,

studi histories, dan lain sebagainya. Peneliti menggunakan data

sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi

yang telah dikumpulkan melalui wawancara langsung.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Moleong mengemukakan bahwa “Pelaksanaan penelitian ada empat

tahap yaitu : (1) tahap sebelum ke lapangan, (2) tahap pekerjaan lapangan,

(25)

17

(3) tahap analisis data, (4) tahap penulisan laporan”.22 Dalam penelitian ini

tahap yang ditempuh sebagai berikut :

a) Tahap sebelum ke lapangan, meliputi kegiatan penentuan fokus,

penyesuaian pradigma dengan teori, penjajakan alat peneliti,

mencakup observasi lapangan dan permohonan ijin kepada subyek

yang diteliti, konsultasi fokus penelitian, penyusunan usulan

penelitian.

b) Tahap pekerjaan lapangan, meliputi mengumpulkan bahan-bahan

yang berkaitan dengan budaya remo etnis Madura serta komunikasi

yang ada dalam budaya tersebut. Data tersebut diperoleh dengan

observasi, wawancara, dan dokumentasi di lokasi penelitian yaitu di

kabupaten Bangkalan, Madura.

c) Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh

melalui observasi, dokumen maupun wawancara mendalam dengan

beberapa masyarakat di kabupaten Bangkalan, Madura. Kemudian

dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks permasalahan yang

diteliti, selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan data dengan

cara mengecek sumber data yang didapat dan metode perolehan data

sehingga data benar-benar valid sebagai dasar dan bahan untuk

memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam

memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.

d) Tahap penulisan laporan adalah tahap akhir dari proses pelaksanaan

penelitian. Setelah semua komponen-komponen terkait dengan data

(26)

18

dan hasil analisis data serta mencapai suatu kesimpulan, peneliti

mulai menulis laporan dalam konteks laporan penelitian kualitatif.

Penulisan laporan disesuaikan dengan metode dalam penulisan

penelitian kualitatif dengan tidak mengabaikan kebutuhan peneliti

terkait dengan kelengkapa data.

5. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam

penelitian, karena itu seorang peneliti harus terampil dalam mengumpulkan

data agar mendapat data yang valid. Pengumpulan data adalah prosedur

yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan.

1. Observasi Langsung

Observasi langsung adalah cara pengambilan data dengan

menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk

keperluan tersebut. Dalam kegiatan sehari-hari, kita selalu

menggunakan mata untuk mengamati sesuatu. Observasi ini

digunakan untuk penelitian yang telah direncanakan secara

sistematik tentang bagaimana budaya remo yang dilakukan etnis

Madura serta komunikasi yang ada dalam budaya tersebut.

Tujuan menggunakan metode ini untuk mencatat hal-hal,

perilaku, perkembangan, dan sebagainya tentang budaya remo

sebagai komunikasi etnis madura khususnya di kabupaten

Bangkalan. Sewaktu kejadian tersebut berlaku sehingga tidak

(27)

19

juga dapat memperoleh data dari subyek baik yang tidak dapat

berkomunikasi secara verbal atau yang tak mau berkomunikasi

secara verbal.

2. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka

antara si penanya dengan si penjawab dengan menggunakan alat

yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).

Tujuan penulis menggunakan metode ini, untuk memperoleh

data secara jelas dan kongkret tentang model juga proses budaya

remo yang dilakukan etnis Madura serta peneliti dapat mengamati

langsung proses komunikasi yang ada dalam budaya remo serta

melakukan wawancara dengan beberapa orang Madura baik sebagai

pelaksana budaya maupun sebagai masyarakat yang hadir dalam

budaya remo yang di fokuskan dalam penelitian ini.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pencarian data di lapangan yang

berbentuk gambar, arsip dan data-data tertulis lainnya. Peneliti perlu

mengambil gambar selama proses penelitian berlangsung untuk

memberikan bukti secara real bagaimana kondisi lapangan terkait

permasalahan yang ada di masyarakat. Arsip dan data lainnya

digunakan untuk mendukung data yang ada dari hasil observasi dan

(28)

20

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat

ditentukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data.

Dari rumusan diatas dapatlah ditarik garis besar bahwa analisis data

bermaksud pertama-tama mengorganisasi data. Data yang terkumpul

banyak sekali dan terdiri dari catatan lapangan, komentar peneliti, gambar,

foto, dokumen berupa laporan, biografi, artikel, dan sebagainya.

Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan metode

pengumpulan data diatas, maka peneliti akan mengolah dan menganalisis

data tersebut dengan menggunakan analisis secara deskriptif-kualitatif,

tanpa menggunakan teknik kuantitatif.

Analisis deskriptif kualitatif merupakan suatu teknik yang

menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah

terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin

aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran

secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya.

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut :

(29)

21

Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam

pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan

dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan

keikutsertaan pada lata penelitian.

Peneliti dengan perpanjangan keikutsertaannya akan banyak

mempelajari ‘kebudayaan’, baik yang berasal dari diri sendiri

maupun dari responden, dan membangun kepercayaan subyek.

Dengan demikian, penting sekali arti perpanjangan keikutsertaan

peneliti guna berorientasi dengan situasi, juga guna memastikan

apakah konteks itu dipahami dan dihayati.

Di pihak lain, perpanjangan keikutsertaan juga dimaksudkan

untuk membangun kepercayaan para subyek terhadap peneliti dan

juga kepercayaan diri peneliti sendiri.

2. Ketekunan / Keajegan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan

unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan

atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada

hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, jika perpanjangan

keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan

pengamatan menyediakan kedalaman.

3. Trianggulasi

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk

(30)

22

itu. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan ialah

pemeriksaan melaui sumber lainnya. Denzin membedakan

empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan

teori.23

I.

Sistematika Pembahasan

Untuk menguraikan hasil penelitian ini, akan disampaikan dengan pola

bab dimana masing-masing bab akan diuraikan hasil kajian yang telah

dilakukan, baik secara teoritik maupun empirik. Untuk keperluan dimaksud,

maka laporan penelitian ini tersistematis sebagai berikut :

Bab I, yang merupakan bab pendahuluan berisi latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, yang kemudian dilanjutkan dengan menguraikan

beberapa rumusan masalah, kerangka konseptual, tujuan dan manfaat penelitian

baik secara akademis maupun secara praktis.

Bab II, berisikan kajian teori yang menjadi landasan penelitian ini dilakukan. Dasar pemikiran yang dapat dimunculkan pada bab ini adalah untuk

mengetahui secara jeli tentang konsep bahkan tentang teori yang dirasa

mempunyai relevansi.

Bab III, dalam bab ini, peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang diperoleh, baik primer maupun sekunder. Penyajian data-data dibuat

23 Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT. Remaja

(31)

23

secara tertulis dan dapat juga disertakan gambar, tabel, atau bagan yang

mendukung data.

Bab IV, dalam bab analisis data, peneliti memberikan gambaran tentang data-data yang dikemas dalam bentuk analisis deskriptif. Setelah itu akan

dilakukan penganalisaan data dengan menggunakan teori yang relevan.

Bab V, dalam bab penutup, penulis menuliskan kesimpulan dari permasalahan penelitian selain itu juga memberikan rekomendasi kepada para

(32)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

A.

Kajian Pustaka

1.

Budaya Remo

1.1

Sejarah Remo

Remo pada prinsipnya merupakan suatu pesta tempat

berkumpulnya para orang jago dan blater dari seluruh desa diwilayah

kabupaten Bangkalan dan Sampang.1Blater sebuah julukan terhadap Masyarakat Madura yang pada intinya adalah Sesepuh Masyarakat

sekitar. Tidak semua orang bisa disebut blater, hanya orang-orang

tertentu yang bisa dijuluki dengan kata ini. Maka bisa dikatakan juga

nama Blater adalah sebuah penobatan dari Masyarakat di mana belater

itu berada. Sebuah penobatan blater tentunya bermacam-macam, ada

yang menobati karena kewibawaannya, ada juga karena karena

keberaniannya.

Istilah blater hanya popluer di Madura bagian barat (Bangkalan

dan Sampang) sedangkan di Madura bagian timur (Sumenep dan

Pamekasan) lebih dikenal istilah bajingan, meskipun sebenarnya kedua

istilah tersebut tidak sepenuhnya sama. ada tingkatan dan kelas

tersendiri yang membedakan pengertian bajingan dengan blater. Sekep

atau senjata tajam dan kaum blatèr merupakan dua hal yang tidak dapat

(33)

25

dipisahkan. Sekep adalah senjata tajam yang biasanya dibawa

kemanapun pergi oleh orang Madura terutama kaum blatèr. Banyak

jenis sekep yang umumnya mereka bawa, namun yang paling popular

dikalang orang Madura adalah clurit. Carok dan celurit laksana dua sisi

mata uang. Satu sama lain tak bisa dipisahkan.2

Carok dalam bahasa Kawi Kuno berarti perkelahian. Carok

dalam pandangan orang luar Madura adalah murni kekerasan. Tak ada

beda antara carok dengan kasus pembunuhan lain. Bahkan disamakan

dengan kekerasan jenis lain seperti perampokan, penganiayaan, dan

sebagainya. Semuanya dianggap sebagai kejahatan dan tidak pantas

dilakukan.

Namun, lain halnya bagi orang Madura. Carok adalah suatu

tindakan pembelaan terhadap harga diri akibat hinaan serius,

ketidaksopanan, dan penyerobotan istri atau perselingkuhan. Hal paling

penting adalah, carok tidak dilakukan tanpa persetujuan keluarga. Motif

utama adalah harga diri. Karena orang Madura memegang prinsip

peribahasa, ango’an poteya tolang etembeng poteya mata (lebih baik

mati daripada menanggung malu). Penghinaan terhadap harga diri

berarti menempatkan diri sebagai moso (musuh) orang yang dihina.

Orang lowar (orang lain), bala (teman), bahkan taretan (kerabat), dapat

menjadi musuh apabila mereka melakukan penghinaan yang amat

serius.3

2

http://www.kompasiana.com/www.r3i-arosbaya.blogspot.com/identitas-kaum-blater-madura_54f913eea3331169018b461f

(34)

26

Sakera dan carok seakan melekat tak terpisahkan. Orang

mengenal carok selalu menghubungkan dengan peristiwa Sakera sang

mandor tebu. Berdasarkan cerita rakyat yang berkembang, lahirnya

carok bermula dengan perkelahian antara Sakera dengan Brodin,

Markasan dan Carik Rembang yang merupakan antek-antek Belanda.

Munculnya celurit di Pulau Madura pun dihubung-hubungkan

dengan Sakera pada abad 18 M. Pada masa itu, Sakera diangkat menjadi

mandor tebu di Bangil, Pasuruan oleh Belanda. Ia adalah seorang

mandor yang jujur dan taat agama, sehingga disukai para buruh. Ciri

khas Sakera saat ke kebun mengawasi para pekerja, dia selalu membawa

arit besar yang dikenal sebagai celurit (Madura :Are’).

Suatu ketika, pabrik gula milik Belanda membutuhkan banyak

lahan baru, akhirnya Belanda membutuhkan banyak lahan perkebunan

dengan cara licik. Tanah dibeli dengan harga murah dan melakukan

teror terhadap pemilik tanah.

Belanda menyuruh bawahannya, Carik Rembang untuk

mewujudkan keinginannya tersebut. Dengan iming-iming harta dan

kekayaan, akhirnya Carik Rembang bersedia memenuhi keinginan

Belanda. Carik Rembang yang merasa berkuasa, menggunakan

cara-cara kekerasan kepada rakyat dalam mengupayakan tanah untuk

perusahaan Belanda tersebut.

Mengetahui ketidakadialn itu, Sakera kemudian tergerak hatinya

(35)

27

menggagalkan upaya Carik Rembang. Akhirnya Carik Rembang pun

melaporkan hal ini kepada pihak Belanda.

Dengan kemarahan yang memuncak, Belanda kemudian

memerintahkan seorang jagoan, bernama Markasan untuk membunuh

Sakera. Pada saat pekerja sedang istirahat Markasan sengaja

marah-marah serta memanggil Sakera untuk diajak adu kekuatan. Sakera yang

mendapat laporan dari pekerja di pabrik gula tersebut marah. Sejak itu

Sakera menjadi buronan Hindia Belanda.

Saat Sakera berkunjung ke rumah ibunya, ia dikeroyok oleh

Carik Rembang beserta Belanda. Karena ibu Sakera diancam akan

dibunuh, maka ia akhirnya menyerah, dan dipenjarakan di Bangil.

Selama dipenjara Sakera terpaksa meninggalkan istri tercinta

yang sangat cantik bernama Marlena dan seorang keponakan bernama

Brodin. Berbeda dengan Sakera yang berjiwa besar, Brodin adalah

pemuda nakal yang suka berjudi dan sembunyi-sembunyi mengincar

Marlena istri Sakera. Berkali-kali Brodin berusaha untuk mendekati

Marlena.

Sementara Sakera ada dipenjara, Brodin berhasil menyelingkuhi

Marlena. Kabar itu pun akhirnya sampai ke telinga Sakera. Ia pun marah

besar dan kabur dari penjara membunuh Brodin. Kemudian Sakera

melakukan balas dendam secara berturut-turut, dimulai Carik Rembang.

Bahkan kepala polisi Bangil pun ditebas tanganya dengan celurit

(36)

28

Dengan cara licik, Belanda menemui teman seperguruan Sakera

bernama Aziz untuk mencari kelemahan Sakera. Dengan iming-iming

kekayaan Belanda di Bangil, Aziz pun menjebak Sakera dengan

mengadakan tayuban. Sakera adalah orang yang sangat gemar tayuban.

Akhirnya ia pun dilumpuhkan dengan bambu apus.

Setelah ditangkap, Sakera dihukum gatung di Pasuruan, oleh

Belanda. Sebelum digantung, Sakera sempat berteriak: “Gumperman

korang ajar, ja’ angabunga, bendar sengko’ mate, settong Sakera

epate’e, saebu Sakera tombu pole” (Guperman keparat, jangan

bersenang-senang, saya memang mati, satu Sakera dibunuh, akan

muncul seribu Sakera lagi).

Sejak saat itu, orang-orang Madura kalangan bawah mulai berani

melakukan perlawanan kepada Belanda, dimana celurit, sebagai

simbolisasi figur Sakera. Namun pada masa itu mereka tidak menyadari,

kalau dihasut oleh Belanda. Mereka diadu dengan golongan keluarga

Blater yang menjadi kaki tangan penjajah Belanda.4

Tradisi remo (arisan kaum blater) merupakan institusi budaya

pendukung dan pelestari eksistensi carok. Remoh berfungsi ganda,

sebagai tempat transaksi ekonomi, sekaligus penguatan status sosial.

Juga merupakan sarana untuk membangun jaringan sosial di kalangan

blater.5

4 Ibid, hlm. 165-168

5

(37)

29

1.2

Remo

Salah satu tradisi atau kebiasaan masyarakat Madura, khususnya

di daerah kabupaten Sampang dan Bangkalan, yang saat ini masih

berlangsung adalah menyelanggarakan semacam pesta yang disebut

remo atau to’-oto’. Pada dasarnya remo atau to’-oto’ adalah sama.

Perbedaan hanya terletak pada jenis hiburan yang disajikan serta jumlah

tamu yang datang atau diundang.

Remo adalah salah satu budaya masyarakat Madura yang

dilaksanakan bagi mereka yang mempunyai hajat seperti pernikahan,

khitanan, atau lain sebagainya. Remo merupakan suatu bentuk

kebudayaan yang hampir sama dengan pesta perayaan. Sistemnya

hampir sama seperti arisan, dimana setiap tamu undangan yang datang

memberikan sejumlah uang kepada pemilik acara. Uang yang telah

didapat oleh penyelenggara remo merupakan hutang yang suatu saat

wajib untuk dikembalikan. Waktu pengembaliannya adalah dengan

mengikuti remo selanjutnya. Atau ketika seseorang berhalangan hadir

untuk datang pada suatu acara remo, hutang dapat dikembalikan lain

waktu dengan orang yang bersangkutan. Remo hakekatnya hanyalah

sebuah perkumpulan masyarakat Madura yang menghadiri dan

memberikan sejumlah uang kepada seseorang yang mempunyai hajat.

Namun ada sebagian remo yang menjadi tempat perkumpulan para

blater. Blater adalah sebutan bagi mereka yang dianggap “jago” bagi

(38)

30

Oleh karena remo merupakan suatu pesta tempat berkumpulnya

para orang jago dan blater dari seluruh desa maka seseorang yang

dikenal sebagai orang jago akan merasa belum lengkap jika belum ikut

menjadi anggota remo. Melalui media remo mereka dapat

memperkenalkan kapasitas dirinya sekaligus akan memperoleh

pengakuan secara sosial dari khalayak yang lebih luas. Meskipun ada

kalanya seorang jago atau blater belum ikut remo terutama karena alasan

ekonomi. Dalam pembicaraan sehari-hari orang yang menjadi anggota

remo sering kali disebut ablater (kata awalan a dalam bahasa Madura

menunjukkan pada kata kerja aktif). Ada juga sementara orang yang

menggunakan kata abajing untuk menyebut hal yang sama.6 Dalam

perkumpulan remo blater biasanya terdapat hiburan berupa sandur

Madura.7 Sandur Madura yaitu suatu jenis kesenian tradisional

semacam ludruk yang dimeriahkan oleh penari-penari (tanda’) laki-laki

serta diiringi oleh gamelan. Dengan adanya hiburan sandur ini para

peserta remo dapat menunjukkan kapasitasnya sebagai orang blater

ketika tiba pada acara inti, yaitu menari dengan jenis tarian tertentu

sesuai dengan pilihannya.

Perbedaan kedua adalah jumlah tamu yang datang ke remo

biasanya mencapai sampai ratusan orang sebab mereka datang atau

berasal dari hampir seluruh pelosok kabupaten, bahkan tidak jarang dari

luar kabupaten. Sebaliknya, jumlah tamu to’-oto’ biasanya hanya

6Dr. A. Latief Wiyata, Carok Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura ……… hlm.

71-72

(39)

31

mencapai puluhan orang karena undangan disebar pada lingkungan

terbatas dalam arti hanya mencakup tetangga dekat atau kenalan dekat.

Semua tamu baik pada penyelenggaraan remo maupun to’-oto’

sebelumnya telah tercatat sebagi anggota. Setiap orang berhak untuk

menyelenggarakan atau hadir dalam acara remo. Maksud dan tujuan

penyelenggaraan to’-oto’ tidak berbeda dengan remo yaitu untuk

“menyelamati badan sekeluarga” atau “menyelamati badan sendiri”.

Secara ekonomi, remo merupakan suatu sarana bagi pesertanya

untuk dapat mengumpulkan uang dalam jumlah yang relatif besar hanya

dalam jangka waktu satu malam. Semuanya itu sangat tergantung pada

jumlah uang bubuwan atau buwuhan, yaitu jumlah uang yang pernah

diserahkan kepada anggota yang lain. Semakin besar jumlah uang

bubuwan semakin besar pula jumlah uang yang akan diterima kembali.

Ketika orang peserta remo menyerahkan uang bubuwan orang Madura

menyebutnya womang (membuang), sedangkan ketika menerima

kembali uang tersebut disebutnya ngaot (mengumpulkan). Dengan

demikian semakin banyak womang, semakin banyak pula ngaot. Peserta

remo yang kebetulan sebagai tokoh (kepala desa, atau tetua desa) selalu

womang lebih banyak daripada orang bukan tokoh sehingga semakin

banyak pula dia dapat mengumpulkan uang (ngaot).

Syarat untuk menjadi anggota remo yang utama adalah

mempunyai kemampuan secara ekonomi dan bertanggung jawab.

Persyaratan secara ekonomi yang berarti kemampuan womang penting

(40)

32

kepada kontinuitas abubbu (menghadiri remo dengan menyerahkan

sejumlah uang). Uang yang telah diserahkan pada prinsipnya adalah

‘simpanan’ yang baru dapat dinikmati jika kelak dia sendiri

menyelanggarakan remo. Setiap peserta remo harus betul-betul

memiliki rasa tanggung jawab yang besar dalam hal mengembalikan

uang yang pernah diterima dari peserta lain jika peserta ini pada suatu

saat menyelenggarakan remo pula. Dalam hal pengembalian uang,

selain harus dilandasi oleh rasa tanggung jawab yang besar seorang

peserta remo harus lebih berhati-hati. Menurut aturan tidak tertulis yang

telah disepakati bersama jumlahnya harus lebih tinggi (daripada yang

pernah diterimanya) jika yang bersangkutan masih berkeinginan untuk

tetap menjadi peserta.

Di setiap desa biasanya terdapat seorang tokoh yang bertindak

sebagai ‘koordinator’ remo. Seseorang yang ingin ikut menjadi peserta

remo harus memberitahukan sekaligus mendaftar kepadanya. Selama

memenuhi kedua persyaratan yaitu mampu secara ekonomi dan mau

bertanggung jawab untuk tidak lalai menghadiri remo (dalam arti

abubu) setiap orang dapat menjadi anggota remo. Tugas koordinator ini

pertama, mencatat semua orang yang menjadi peserta remo, tiap desa

biasanya tidak lebih dari sepuluh orang. Kedua, bertanggung jawab

membayarkan bubuwan bagi anggotanya yang tidak bisa menghadiri

remo karena kebetulan tidak mempunyai uang cukup untuk abubu.

Ketiga, menyebarluaskan undangan remo pada seluruh anggotanya.

(41)

33

pelaksanaan remo. Jika yang akan menyelenggarakan kebetulan adalah

seorang tokoh yang sangat berpengaruh, maka undangan akan disebar

ke seluruh wilayah kabupaten, bahkan sampai ke luar kabupaten. Luas

tidaknya jangkauan wilayah peserta remo tergantung pada figur

koordinator. Seorang koordinator yang cukup terkenal biasanya

jangkauan wilayahnya dapat melampaui batas wilayah kabupaten.

Sebaliknya, jika figur tersebut tidak terkenal, maka jangkauan

wilayahnya hanya mencakup beberapa wilayah kecamatan.

Penyelenggaraan remo tidak duatur secara bergiliran (menurut

periode waktu tertentu) pada setiap peserta. Siapa saja boleh

menyelenggarakan remo asalkan yang bersangkutan sudah mengikuti

kegiatan remo sebelumnya. Biasanya seorang peserta baru akan

menyelenggarakan remo jika telah menghadiri setiap setiap remo yang

diselenggarakan oleh semua peserta. Kecuali ada pertimbangan tertentu,

misalnya membutuhkan uang secara mendadak, seorang peserta dapat

menyelenggarakannya kapan saja. Dalam konteks ini, remo tidak sama

dengan arisan. Selain tidak adanya mekanisme giliran penyelenggaraan

secara teratur, perbedaan lain yang cukup mendasar adalah antarsesama

peserta remo diikat dan terikat oleh ‘hutang’ yang berkelanjutan karena

adanya keharusan mengembalikan jumlah yang melebihi daripada yang

telah diterimanya (ada unsur “bunga” atau interest di dalamnya).

(42)

34

Proses komunikasi adalah bagaimana komunikator menyampaikan

pesan kepada komunikannya, sehingga dapat menciptakan suatu persamaan

makna antara komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi

bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai dengan tujuan

komunikasi pada umumnya). Proses komunikasi termasuk juga suatu proses

penyampaian informasi dari satu pihak ke pihak lain dimana seseorang atau

beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan dan

menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan orang lain.

Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara

penyampaian pesan dan orang yang menerima pesan.

Pada umumnya komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang

dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila tidak ada bahasa verbal

yang tidak dapat dimengerti oleh keduanya komunikasi masih dapat

dilakukan dengan menggunakan gerak-gerik badan, dan menunjukkan sikap

tertentu. Komunikasi ini disebut komunikasi nonverbal. Proses komunikasi

bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif. Proses komunikasi

dapat terjadi apabila ada interaksi antar manusia dan ada penyampaian

pesan untuk mewujudkan motif komunikasi. Melalui komunikasi sikap dan

perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain.8 a. Komunikator

Komunikator adalah pihak yang bertindak sebagai pengirim

pesan dalam sebuah proses komunikasi. Dengan kata lain,

komunikator merupakan seseorang atau sekelompok orang yang

(43)

35

berinisiatif untuk menjadi sumber dalam sebuah hubungan.

Seorang komunikator tidak hanya berperan dalam

menyampaikan pesan kepada penerima, namun juga

memberikan respons dan tanggapan, serta menjawab

pertanyaan, dan masukan yang disampaikan oleh penerima, dan

public yang terkena dampak dari proses komunikasi yang

berlangsung, baik secara langsung maupun tidak langsung.

b. Pesan

Pesan adalah setiap pemberitahuan, kata, atau komunikasi baik

lisan maupun tertulis, yang dikirimkan dari satu orang ke orang

lain. Pesan menjadi inti dari setiap proses komunikasi yang

terjalin pesan terbagi menjadi dua, yakni pesan verbal dan

nonverbal.

c. Penerima

Penerima adalah pihak yang memperoleh pesan atau stimulus

yang dikirimkan oleh sumber. Stimulus yang diterima tersebut

dapat terdiri dari beraneka ragam bentuk, dalam bentuk verbal

maupun nonverbal. Selanjutnya, peran penerima adalah

mencerna dan menanggapi stimulus tersebut dengan mendengar,

melihat, membau, atau merasakan. Secara garis besar penerima

dapat terbagi menjadi penerima aktif (tidak hanya menerima

stimulus tetapi juga memberikan tanggapan atau feedback

kepada pengirim) dan penerima pasif.

(44)

36

Umpan balik adalah isyarat atau tanggapan yang berisi kesan

dari penerima pesan dalam bentuk verbal maupun nonverbal.

Tanpa adanya respon balik seseorang pengirim pesan tidak akan

tahu dampak pesannya apakah sudah diterima dengan

pemahaman yang benar dan tepat.

3.

Komunikasi Budaya

Istilah komunikasi saat ini sudah demikian popular dan

dipergunakan oleh kebanyakan orang. Komunikasi dipergunakan dalam

semua kesempatan baik dalam pembahasan maupun membicarakan

berbagai masalah. Kiranya sudah menjadi kodrat manusia senantiasa

membutuhkan hubungan dengan sesamanya, baik secara sepihak maupun

timbal balik.

Komunikasi adalah inti semua hubungan sosial, apabila orang telah

mengadakan hubungan tetap, maka sistem komunikasi yang mereka

lakukan akan menentukan apakah sistem tersebut dapat mempererat atau

mempersatukan mereka, mengurangi ketegangan atau melenyapkan

persengketaan apabila muncul.9

Mulai dari asumsi dasar bahwa komunikasi berhubungan dengan

perilaku manusia dan kepuasan terpenuhinya kebutuhan berinteraksi

dengan manusia-manusia lainnya. Hampir setiap orang membutuhkan

hubungan sosial dengan orang-orang lainnya dan kebutuhan ini terpenuhi

9Prof. Drs. H.A.W. Widjaja, Komunikasi : Komunikasi & Hubungan Masyarakat, (Jakarta : PT.

(45)

37

melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk

mempersatukan manusia-manusia yang tanpa berkomunikasi akan

terisolasi.10

Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal

dan nonverbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan

dua orang atau lebih. Fase dua orang atau lebih perlu ditekankan, karena

sebagian literatur menyebut istilah komunikasi intrapersonal, yakni

komunikasi dengan diri sendiri.11

Menurut Alfred G. Smith, budaya adalah kode yang dipelajari

bersama dan untuk itu diperlukan komunikasi. Komunikasi membutuhkan

pengkodean dan simbol-simbol yang harus dipelajari. Godwin C. Chu

mengatakan bahwa setiap pola budaya dan setiap tindakan melibatkan

komunikasi. Untuk dipahami, keduanya harus dipelajari bersama-sama.

Budaya takkan dapat dipahami tanpa mempelajari komunikasi, dan

komunikasi hanya dapat dipahami dengan memahami budaya yang

mendukungnya.12

Bidang kajian komunikasi budaya (cultural communication)

mencakup bentuk-bentuk ekspresi simbolik baik yang bersifat artefak,

seperti lukisan, wayang, patung, gapura, candi, bangunan arsitektur, dan

museum maupun yang bersifat nonartefak, seperti tari, tembang, nyanyian,

pentas teater/drama, musik, dan puisi. Kata “kultural” dalam hubungan ini

digunakan untuk menunjuk sifat dari wujud ekspresi simbolik yang ada

10 Dr. H. Ahmad Sihabudin, M.Si, ………... hlm. 14

11 Prof. Dr. Deddy Mulyana, M.A, Komunikasi Efektif Suatu Pendeketan Lintasbudaya, (Bandung

: PT Remaja Rosdakarya, 2005) hlm. 3

(46)

38

untuk mengekspresikan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan informasi

dalam berbagai bentuk lambang-lambang pesan. Dengan demikian, yang

dimaksud komunikasi kultural disini tidak lain adalah komunikasi dengan

menggunakan simbol-simbol yang berakar pada sejarah dan budaya

masyarakat yang pada umumnya berlangsung secara apresiatif dan

kadangkala juga bersifat lintas generasi.

Manusia adalah merupakan makhluk individu sekaligus sebagai

makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, dalam upaya pencapaian

kebutuhannya, manusia harus berhadapan dengan manusia lain yang juga

mempunyai kepentingan untuk memenuhi kebutuhan individualnya,

sehingga kerap terjadi suatu konflik kepentingan antarmanusia. Sebagai

jalan tengah untuk mengurangi resiko terjadinya konflik, dimunculkan

suatu nilai, norma, atau aturan bersama yang disebut dengan etika bersama.

Etika bersama inilah yang kemudian secara berkelanjutan dari generasi ke

generasi menjadi suatu norma bersama dan akhirnya berkembang menjadi

budaya.13

Ada beberapa komponen yang membentuk budaya itu sendiri, yakni

logos, etos, dan patos.14Logos adalah proses perkembangan rasio manusia

untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia (curiosity) tentang sesuatu di luar

dirinya atau tentang dirinya sendiri. Etos merupakan sebuah neraca atau

timbangan untuk menentukan baik atau buruknya tindakan manusia yang

13 Suranto Aw, Komunikasi Sosial Budaya ……….. hlm. 23

14 HM. Nasruddin Anshoriy Ch, Strategi Kebudayaan, (Malang : Universitas Brawijaya Press,

(47)

39

dilakukan secara sadar. Patos menyangkut ekspresi perasaan manusia yang

menghargai nilai-nilai keindahan.

Komunikasi kultural berkembang seiring dengan perkembangan

masyarakat, atau lebih tepatnya budaya masyarakat. Dengan berpijak pada

pandangan demikian maka dapat dikatakan bahwa transformasi budaya

yang terjadi pada suatu masyarakat cenderung akan berdampak pada bentuk

serta sifat dari komunikasi budaya masyarakat bersangkutan. Dalam

hubungan ini, dengan mencermati realitas empirik, teknologi menjadi faktor

sangat penting dalam proses-proses transformasi. Untuk kasus di Indonesia,

ketika televisi (dan media massa lain) semakin banyak digunakan oleh

masyarakat maka beberapa bentuk komunikasi budaya cenderung semakin

memudar, misalnya wayang orang dan ketoprak yang dibawakan oleh

kelompok-kelompok seniman yang menggelar pertunjukkan keliling dari

satu tempat ke tempat lain.

Sampai tingkat tertentu, tampak ada semacam penggabungan antara

bentuk-bentuk komunikasi kultural tertentu dengan komunikasi massa,

misalnya televisi (atau radio) menyiarkan wayang kulit, wayang orang,

ludruk, dan ketoprak. Akan tetapi, dari pengamatan menunjukkan bahwa

penyesuaian-penyesuaian terjadi mengingat media massa memiliki

keterbatasan, terutama waktu (yang berimplikasi pada pembiayaan).15 Dapat disimpulkan bahwa budaya merupakan suatu cerminan diri

dari masyarakat. Setiap masyarakat memiliki budaya yang berbeda-beda.

Budaya terbentuk karena suatu kebiasaan suatu masyarakat yang tersebar

(48)

40

secara alami dari generasi ke generasi. Budaya dalam masyarakat dapat

berbentuk adat istiadat, kepercayaan, atau bahkan sistem politik yang

tentunya semua itu tidak lepas dari komunikasi.

4.

Etnis Madura

Dalam pengertiannya kata etnis memang sulit untuk didefinisikan

karena hampir mirip dengan istilah etnik seperti di kutip

dari smartpsikologi.blogspot.com disana di jelaskan bahwa

istilah etnik sendiri merujuk pada pengertian kelompok orang-orang,

sementara etnis merujuk pada orang-orang dalam kelompok, namun Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) etnis itu sama artinya dengan etnik, dan

pengertiannya dalam KBBI sendiri sebagai berikut:“et·nik /étnik/ a

Antr bertalian dng kelompok sosial dl sistem sosial atau kebudayaan yg

mempunyai arti atau kedudukan tertentu krn keturunan, adat, agama,

bahasa, dsb; etnis”16

Etnik atau ethnos dalam bahasa Yunani pada suatu pengertian dan

identik dengan dasar geografis dalam suatu batas-batas wilayah dengan

sistem politik tertentu. Kata etnis menjadi suatu predikat terhadap identitas

seseorang atau kelompok atau individu-individu yang menyatukan diri

dalam kolektivitas. Karakteristik yang melekat pada suatu kelompok etnis

adalah tumbuhnya “perasaan dalam suatu komunitas” (sense of community)

di antara para anggotanya sehingga terselenggaralah rasa kekerabatan.

16
(49)

41

Dalam identifikasi kelompok etnis, mempunyai dua pandangan pengertian

: 1) sebagai sebuah unit obyektif yang dapat diartikan oleh perbedaan sifat

budaya seseorang ; atau 2)hanya sekedar produk pemikiran seseorang yang

kemudian menyatakannya sebagai suatu kelompok etnis tertentu.17

Menurut pandangan ilmu sosiologi, menggunakan istilah kelompok

etnik untuk menyebutkan setiap bentuk kelompok yang secara sosial

dianggap berada dan telah mengembangkan subkultur sendiri. Dengan kata

lain, suatu kelompok etnik adalah kelompok yang diakui oleh masyarakat

dan oleh kelompok etnik itu sendiri sebagai suatu kelompok yang tersendiri.

Istilah etnik dengan demikian bukan hanya menyangkut

kelompok-kelompok ras, melainkan juga menyangkut kelompok-kelompok-kelompok-kelompok lain yang

memiliki asal-muasal yang sama, dan mempunyai kaitan satu dengan yang

lain dalam segi agama, bahasa, kebangsaan, asal daerah atau gabungan

antara faktor yang satu dengan faktor yang lainnya.18

Etnis merupakan suatu kelompok masyarakat yang membedakan

antara satu kelompok dengan kelompok lain. Etnis ditandai dengan kriteria,

bahasa, organisasi politik, teritorial tempat tinggal. Di antara unsur-unsur

yang membedakan tersebut tidak persis sama, hal ini sangat tergantung pada

para ahli yang memberi batasan tentang etnis. Misalnya, secara kultural dua

kelompok berbudaya sama, tetapi secara ras mungkin sangat berbeda.

Adanya etnisitas tentunya telah mempunyai saling keterkaitan antara satu

kelompok dengan kelompok yang berlainan saling berhubungan.

(50)

42

Identitas etnis ditandai dengan simbol-simbol budaya, bahasa,

organisasi, serta ideologi. Setiap etnis memiliki identitas yang harus

dipatuhi oleh masyarakat itu untuk berinteraksi satu sama lain. Kekhasan

etnis secara kultural membuat manusia unik dalam berkomunikasi sekaligus

menjadi kajian tersendiri dari para ahli antropologi maupun ahli

komunikasi. Di balik itu semua kekhasan etnisitas dalam masyarakat jika

tidak saling memahami ideologi, simbol, dan bahasa tertentu dimungkinkan

akan terjadi kesalahpahaman. Simbol etnis menentukan apabila seseorang

yang ingin berinteraksi dengan etnisnya sendiri maupun dengan etnis yang

lainnya. Menurut Eriksen (1993), etnis terdiri atas19 :

a. Etnis urban minoritas (urban ethnic minorities). Etnis urban

minoritas adalah etnis yang bermigrasi pada suatu negara.

Etnis ini mencakup para imigran non-Eropa di kota-kota

Eropa dan Hispanik di Amerika Serikat, dan juga para

imigran kota-kota industri di Afrika dan di negara-negara

lain. Umumnya etnis urban minoritas mempunyai

kepentingan politik namun jarang menuntut kemerdekaan

politik. Mereka dituntut berintegrasi dengan sistem kapitalis.

b. Orang pribumi (indigenous peoples). Perkataan ini

merupakan suatu istilah yang mencakup seluruh penghuni

(penduduk) Aborigional dari suatu teritorial yang secara

politis relatif tidak berdaya dan hanya secara persial

(51)

43

terintegrasi dengan nation-state yang dominan. Orang-orang

pribumi terasosiasi dengan model penduduk nonindustri dan

sistem politik tanpa negara (stateless). Orang-orang Basque

dari Bay of Biscay dan Welsh dari Inggris Raya tidak

dianggap sebagai penduduk pribumi, walaupun jika kita

berbicara secara teknis jelas mereka adalah pribumi, sama

halnya dengan Sami di kawasan Skandinavia atau Jivaro dari

Amazon Basin.

c. Proto-nations (juga disebut sebagai gerakan

ethonationalist). Kelompok-kelompok ini meliputi etnis

suku Kurdi, Sikh, Palestina, dan Tamil dari Sri Lanka.

Kelompok ini memiliki pemimpin politik yang mengklaim

bahwa mereka berhak atas negara-negara mereka dan tidak

boleh diperintah orang lain. Etnis ini selain tidak memiliki

negara-bangsa tetapi memiliki karakteris

Gambar

Gambar 1.1 : Skema Kerangka Pikir
Gambar 3.2 : Undangan Remo Bagian Belakang
Gambar 3.4 : Bagian Depan Pintu Masuk
Gambar 3.6 : Suasana Remo Kediaman Bapak Saleman (Laki-Laki)
+4

Referensi

Dokumen terkait

Universitas Kristen Maranatha mendahulukan kebutuhan yang lain, bukan kebutuhan untuk bertindak prososial fokus kebutuhan motivasi intrinsik adalah betul-betul

Berdasarkan analisa kandungan fluida pada Gambar 10, didapatkan bahwa nilai saturasi air tinggi (> 0.5) berada pada porositas yang relatif tinggi (> 10%),

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMPN 2 Wungu. Adapun waktu penelitian ini mulai dari penyusunan proposal hingga pembuatan laporan penelitian dimulai dari Maret

Oleh yang demikian, projek ini bertujuan untuk menghasilkan satu perisian multimedia bagi tajuk konsep nombor bagi kanak-kanak prasekolah berasaskan pendekatan permainan..

42.Suatu informasi yang berguna bagi pemerintah yaitu untuk menyampaikan kebijakan yang sedang dibahas kepada masyarakat, dan bagi masyarakat untuk mengkritik atau

Badan ini bersifat otonom dengan jumlah anggotanya sebanyak 23 orang yang terdiri dari para alim ulama yang berdomisili di Provinsi Patani. Anggota majelis ini dipilih

Dari nilai tersebut menunjukkan bahwa kelompok faktor 1 memiliki kontribusi terbesar dengan presentase 29,468 % terhadap pengaruh terjadinya pelanggaran pemanfaatan

Sebab ekologi memperhatikan terutama biologi “golongan- golongan” organisme dan dengan proses-proses fungsional di daratan dan air adalah lebih tetap berhubungan dengan upaya