MEMBANGUN EFIKASI DIRI UNTUK
MENINGKATKAN PERFORMANSI
SISWA DI SEKOLAH
Sulthon
Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus
Abstract: Self eficacy is the belief in self to be successful, that he has the ability to succeed is a force that can be improved in a person that conidence to succeed is higher and not decline. Someone who has the conidence to succeed is high then someone has extraordinary power to perform activities in order to achieve the expectations.
Eficacy is a power of the soul, then day by day there will be changes and the friction associated with the response to an environment that supports or rejects. If the environment supports the eficacy of a person then someone will grow tall and strong in order to achieve the desired success but rather when the environment is less supportive, then the self-eficacy can be weakened, causing despair and even depression.
Key words: Self Eficacy and Performance
A. Pendahuluan
Pendidikan dalam hal ini memiliki peranan penting dalam menyemai dan mengembangkan potensi seseorang untuk menjadikan manusia yang cerdas secara intelektual dan memiliki sikap peka dan tanggap terhadap persoalan hidup yang dialami dan lingkungannya. Dengan demikian pendidikan dapat dikatakan sebagai baru meter terhadap perubahan hidup dan kehidupan, baik secara sendiri maupun secara berkelompok. Oleh karenanya maju mundurnya suatu negara juga selalu dapat diukur dari pendidikan suatu negara tersebut.
Permasalahannya adalah bagaimana model pendidikan yang mampu membekali siswa menuju kemajuan dan berperadaban yang tinggi?. Jawabannya adalah meningkatkan kualitas pendidikan sehingga pendidikan menjadi bermutu. Pendidikan dikatakan bermutu manakala pendidikan mampu menciptakan manusia terdidik menjadi manusia yang dewasa, bertanggungjawab, memiliki jiwa kreativitas yang tinggi, dan berdedikasi tinggi.
Secara potensial setiap manusia memiliki kemampuan dasar yang dapat diarahkan untuk menjadi lebih baik, jika pendidikan mampu mengembangkannya. Dalam pendidikan, yang sering terjadi adalah siswa diajari tentang apa tidak dikondisikan agar siswa harus belajar sesuatu. Siswa diajarai apa berarti siswa dikondisikan tidak aktif dan cenderung pasif. Sehingga anak tidak akan timbul kreativitas untukmencipta dan berdiskusi, sedang siswa belajar tentang apa berarti anak telah belajar tentang sesuatu itu secara mandiri dan bertanggung jawab sehingga kelak anak akan terbiasa bertanggung jawab. Dengan memberikan kesempatan anak untuk belajar sendiri artinya anak aktif melakukan belajar sehingga anak akan membangun kemampuannya.
B. Peran Eikasi Diri dalam Kehidupan
Eikasi diri adalah sebuah kondisi seseorang yang mempengaruhi
dan menjadi energi dalam diri yang mampu meningkatkan keberhasilan
yang ingin dicapai. Eikasi diri yang tinggi akan membangkitkan kekuatan
untuk berupaya melakukan kegiatan belajar yang lebih dalam rangka mewujudkan harapan-harapan yang dimiliki sebelumnya.
Eikasi yang dimiliki seseorang berperan dalam mengkondisikan
diri untuk selalu berusaha dengan sungguh-sungguh karena ingin
mencapai kesuksesan sebagaimana yang diinginkan. Dengan eikasi diri
yang tinggi juga berperan sebagai pendorong semangat diri manakala terdapat kesulitan atau hambatan dalam mencapai keberhasilan tersebut. Bila seseorang mencapai kegagalan dalam mencapai kesuksesan maka seseorang akan bertahan untuk tetap berusaha dengan serius agar yang akan datang dapat mencapai keberhasilan sebagaimana yang diharapkan.
Dengan demikian eikasi diri memiliki peran penting dalam
kehidupan karena dalam hidup seseorang memiliki banyak harapan dan cita-cita hidup yang selalu berkembang dan berubah teriring berjalannya
waktu dan wacana diri seseorang. Dengan eikasi diri ini seseorang
akan selalu mengembangkan wacana diri dan berperilaku dalam rangka mengkondisikan diri untuk selalu berada dalam keadaan yang baik dan sesuai dengan keinginannya.Keyakinan akan keberhasilan yang ada pada seseorang membuatnya selalu bertahan dalam kehidupan dan terjadi perjuangan yang hebat dalam mewujudkan cita-cita hidup yang diinginkan.
C. Eikasi Diri Meningkatkan Performansi Siswa
1. Konsep Self Eficacy
Konsep Self eficacy pertama kali dikemukakan oleh Bandura, konsep ini berkaitan dengan keyakinan seseorang atas kemampuannya sendiri (Bandura, 1990). Elliot, Kratcochwill, cook, and Traver (2003) mengemukakan rasa keberhasilan (self eficacy) adalah, ”Individual belief in their abilities to exert control over their lives: feeling of competency.”
Eikasi diri adalah keyakinan individu dalam kebiasaan untuk mengontrol
the behavior required to produce certain response outcame.” Eikasi diri adalah keyakinan individu untuk dapat menentukan keharusan perilaku terhadap kepastian hasil yang dikehendaki.
Pendapat lain disampaikan Sullivan dan Mahalik (2000) “Self eficacy is considered a cognitive structured created by cumulative learning experiences that leads to the belief or expectation that one can successfully perform a speciic task or activity.” Eikasi diri dianggap
suatu struktur kognitif yang didapat dari pengalaman belajar kumulatif yang mengarah ke keyakinan atau harapan bahwa seseorang dapat berpotensi berhasil melakukan tugas tertentu atau kegiatan.
Bandura (2001) mendeinisikan self eficacy sebagai keyakinan
manusia pada kemampuannya untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-kejadian di
lingkungannya. Lebih lanjut mengatakan eikasi diri, “Belief in one’ capability to organize and execute to courses of action required to manage prospective situations” (Bandura, 1997). Jadi eikasi diri adalah rasa percaya kemampuan seseorang untuk mengorganisir dan menjalankan rangkaian aksi yang diperlukan untuk mengatur situasi yang prospektif.
Eikasi diri berkenaan dengan kemampuan yang dirasa seseorang untuk
memperoleh hasil yang telah ditetapkan sebelumnya.
Lebih lanjt Bandura menyampaikan eikasi diri diartikan juga sebagai keyakinan dan harapan memperoleh sukses. Di sini keyakinan
dan harapan menunjukkan pengertian eikasi diri karena harapan pada
orang yang memiliki rasa keberhasilan berbeda dengan angan-angan atau hayalan tentang sukses. Harapan untuk sukses berasal dari pengalaman yang dipelajari, terutama dari orang tua atau lingkungan (Bandura, 1997).
diupayakan, seberapa tinggi upaya yang akan ditanamkan pada aktivitas-aktivitas tersebut (Bandura, 2001).
Feist (2008) menyatakan tinggi rendahnya self eficacy berkombinasi dengan lingkungan yang responsip dan tidak responsip untuk menghasilkan empat variabel yang diprediksikan yaitu: 1) bila self eficacy tinggi dan lingkungan responsip, hasil yang paling bisa diperkirakan adalah kesuksesan; 2) bila self eficacy rendah dan lingkungan responsip, manusia dapat menjadi depresi saat mereka mengamati orang lain berhasil menyelesaikan tugas-tugas yang menurut mereka sulit; 3) bila self eficacy tinggi bertemu dengan situasi lingkungan yang tidak responsip, manusia biasanya akan berusaha keras mengubah lingkungannya; 4) bila self eficacy rendah berkombinasi dengan lingkungan yang tidak responsip maka manusia akan merasakan apati, mudah menyerah dan merasa tidak berdaya.
Berdasarkan adanya lingkungan yang responsif dan tidak responsif,
maka ada kecenderungan bagi anak untuk membangun eikasi dirinya
berdasarkan pengaruh lingkungan tersebut. Bagi anak yang memiliki lingkungan baik dan responsif, maka anak akan termotivasi untuk tumbuhnya rasa keberhasilan diri karena mereka memiliki dorongan dan pengalaman yang diperoleh dari lingkungannya yang positif sehingga seseorang akan membangun rasa kepercayaan dirinya untuk menghadapi semua masalah hidupnya dengan pandangan yang positif dan kreatif.
Sedang bila lingkungan kurang mendukung terhadap siswa maka ada kecenderungan anak memiliki rasa dan putus asa bila rasa keberhasilan yng dimiliki rendah atau bahkan kurang. Akhirnya anak akan merasa kurang percaya diri dan cenderung kurang banyak berharap pada keinginan dan kepercayaan pada dirinya bahwa keyakinan tentang keberhasilan yang diinginkan tidak sebanding dengan kenyataan yang sebenarnya sehingga akan timbul frustasi.
tantangan, dan terpacu untuk memecahkannya. Mereka merencanakan tujuan yang menantang dan memelihara komitmen dengan kuat. Mereka berusaha keras secara terus-menerus melawan kemalasan. Jika orang memiliki kepekaan self eficacy mengalami kegagalan, maka ia dengan cepat memperbaikinya dan menata diri kembali (Feist, 2008).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa self eficacy adalah rasa percaya diri seseorang terhadap kemampuan yang dimiliki dengan berupaya untuk merasakan, memikirkan, memotivasi, mengorganisir dan menjalankan rangkaian aksi yang diperlukan serta mengatur situasi yang prospektif dengan tujuan memperoleh hasil yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Konstruk Self Eficacy
Menurut Feist (2008) konstruk self eficacy terbentuk dari kombinasi empat sumber yaitu: 1) pengalaman-pengalaman tentang penguasaan (mastery experiences); 2) pemodelan sosial (social modeling); 3) persuasi sosial (social persuasion); dan 4) kondisi isik dan emosional (physical and emotional states). Sumber paling berpengaruh self eficacy adalah pengalaman-pengalaman tentang penguasaan, yaitu performa-performa yang sudah dilakukan di masa lalu, biasanya kesuksesan kinerja akan membangkitkan ekspektasi-ekspektasi terhadap kemampuan diri untuk mempengaruhi hasil yang diharapkan. Pemodelan sosial sebagai sumber kedua adalah pengalaman-pengalaman yang tak terduga atau tidak langsung (vicarious experiences) yang disediakan orang lain, self eficacy meningkat ketika manusia mengamati pencapaian orang lain yang setara kompetensinya, dan menurun ketika melihat kegagalan seorang rekan. Persuasi sosial dapat meningkatkan dan juga melemahkan self eficacy. Persuasi sosial dapat meningkatkan self eficacy bila aktivitas yang diperkuat termaktub dalam daftar perilaku yang diulang-ulang. Terakhir
kondisi isik dan emosional dapat meningkatkan self eficacy, emosional
yang kuat biasanya menurunkan tingkat performa, ketika mengalami rasa takut yang besar, kecemasan yang kuat dan tingkat stres yang tinggi menyebabkan manusia memiliki ekspektasi self eficacy yang rendah (Feist, 2008).
berbeda-beda atas dasar dimensi-dimensi yang mencakup tingkat kesulitan tugas (level), luas bidang perilaku (generality) dan kemantapan keyakinan (strenght). Dimensi-dimensi ini tercermin dalam perceived self eficacy yaitu tingkat kepercayaan diri dan pengharapan seseorang untuk sukses sebagaimana ia mempersepsi dirinya (Bandura, 1997).
Dimensi tingkat (level) berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya, bila individu dihadapkan pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya,
maka eikasi diri individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang
mudah, sedang, atau bahkan tugas-tugas yang paling sulit sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat; 2) Dimensi kekuatan berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan yang lemah mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya meskipun ditemukan pengalaman yang kurang menunjang; 3) Dimensi generalisasi yaitu berkaitan dengan luas bidang tingkah laku yang mana individu merasa yakin akan kemampuannya. Individu dapat merasa yakin terhadap kemampuan dirinya (Ghufron & Risnawita, 2011).
Tabel 1. Konstruk Rasa Keberhasilan dalam Bidang Akademik
2 Performance Yakin bisa menyelesaikan studi. Membuat rencana pendidikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya self eficacy siswa sangat dipengaruhi oleh bagaimana pengalaman selama ini, bagaimana perilaku orang-orang penting mempengaruhi, bagaimana tingkat ketegangan emosional menghadapi tugas akademik tertentu dan bagaimana ia dididik dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
3. Mekanisme Self Eficacy
memberikan kemampuan mempengaruhi proses kognitif, aksi ke setiap individu, dan kemudian merubah lingkungannya.
Menurut pandangan ini apa yang manusia tahu, atau kemampuan yang mereka alami, atau apa yang telah mereka capai tidak selalu menjadi prediktor untuk capaian-capaian berikutnya, perilaku seseorang dimediasi oleh kepercayaan tentang kemampuan yang mereka pegang serta mempengaruhi secara luas cara bertindak mereka. Proses pemunculan dan penggunaan kepercayaan diri adalah faktor intuitif. Seseorang terlibat dalam sebuah perilaku, dan menafsirkan pengalaman keberhasilannya, lalu menggunakan tafsiran-tafsiran itu untuk menciptakan dan mengembangkan kepercayaan tentang kemampuan mereka untuk terlibat dalam perilaku berikutnya di domain yang sama dan perilaku yang sebangun dengan kepercayaan yang diciptakannya. Sebagai contoh di sekolah, rasa keberhasilan yang dibangun para siswa tentang kemampuan akademiknya membantu menentukan hal-hal yang mereka lakukan berkenaan dengan pengetahuan dan kemampuan yang mereka pelajari. Sebagai kelanjutannya performansi akademik siswa tersebut sebagian adalah hasil dari apa yang mereka yakini sendiri telah dicapai dan apa yang dapat dicapai.
4. Sumber Terbentuknya Self Eficacy
Jenis dan kualitas self eficacy seseorang terbentuk dan berubah karena hasil belajar melalui salah satu atau kombinasi dari empat sumber utama yaitu; 1) performance accomplishment, yaitu pengalaman yang berhubungan dengan kesuksesan dan kegagalan mencapai hasil yang diharapkan; 2) vicarious learning, yaitu hasil pengamatan terhadap perilaku orang lain; 3) emotional arousal, yaitu tingkat ketegangan emosional dalam menghadapi situasi yang penuh dengan tantangan dan hambatan; dan 4) persual verbal, yaitu dorongan atau motivasi yang meyakinkan dari orang lain (Shunck dan Pajares, 2000).
menghadapi tugas-tugas akademik, serta bagaimana ia dididik dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat dimana siswa itu tinggal. Secara skematis sumber terbentuknya self eficacy dapat dijelaskan dalam gambar 1.
Performansi diri Perasaan mampu
Pengalaman belajar Kesiapan berusaha
Persuasi verbal Unjuk kerja
Ketegangan Emosi Keyakinan hasil yang dicapai Gambar 1. Terbentuknya Self Eficacy
(Sumber: Naqiyah, 2009)
5. Pengaruh Self Eficacy terhadap Motivasi
Self eficacy seseorang mengenai kemampuannya berpengaruh terhadap seperangkat faktor penentu dari bagaimana seseorang tersebut berperilaku, bagaimana cara berpikirnya, serta bagaimana berbagai reaksi rasional yang ditunjukkannya dalam mengatasi situasi tertentu. Jadi rasa keberhasilan timbul dari penilaian kognitif mengenai kemampuan yang dimilikinya.
Self eficacy juga menentukan seberapa besar usaha yang dikembangkan oleh seseorang dan seberapa lama mereka bertahan dalam menghadapi kesulitan atau tantangan (Bandura, 1986). Dalam teori ini Bandura menyatakan bahwa rasa keberhasilan (self eficacy) berfungsi sebagai suatu determinan atau faktor penentu yang penting dari motivasi, afeksi dan tindakan manusia. Rasa keberhasilan tersebut berakibat pada suatu tindakan perilaku melalui proses kognitif, motivasional, dan afektif. Proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Proses Kognitif
Pengaruh self eficacy terhadap pola berpikir dapat bersifat membantu atau menghambat. Pengaruh tersebut terdiri dari berbagai bentuk diantaranya sebagai berikut.
semakin kuat komitmen atau keterlibatannya tujuan tersebut.
b) Melalui berpikir, seseorang mempunyai kemungkinan untuk mampu memperkirakan peristiwa yang mungkin akan terjadi padanya sehingga dapat mengontrolnya untuk menjalani kehidupannya sehari-hari. Rasa keberhasilan dalam
menyelesaikan masalah, akan mempertahankan eisiensi yang
tinggi dalam berpikir analitik pada situasi pengambilan keputusan yang kompleks. Sedangkan orang yang merasa ragu dalam hal
kemampuannya menyelesaikan masalah tidak eisien dalam
berpikir analitik.
c) Persepsi akan keunggulan atau keberhasilan mempengaruhi berbagai tipe antisipasi gambaran yang dikonstruksikan dan diulang kembali. Orang yang memiliki rasa keberhasilan yang tinggi memiliki gambaran keberhasilan yang memberi dasar positif pada penampilan perilakunya. Sedang orang yang menilai dirinya tidak mampu (ineficacious) lebih cenderung mempunyai gambaran kegagalan yang mendasari penampilan atau perilaku melalui pikiran bahwa suatu hal akan berjalan salah. Pemberian stimulan secara kognitif dalam arti proses penggambaran individu bahwa dirinya dapat melakukan aktivitas secara terampil akan meningkatkan penampilan atau perilaku berikutnya.
d) Rasa keberhasilan dan stimulasi kognitif tersebut saling memberikan pengaruh timbal balik dalam arti tingginya rasa keberhasilan menciptakan konstruksi kognitif tentang tindakan yang efektif, dan pengulangan keberhasilan secara kognitif akan memperkuat rasa keberhasilan.
2) Proses Motivasional
Rasa keberhasilan seseorang menentukan tingkat motivasinya,
sebagaimana direleksikan dalam seberapa besar usaha yang dilakukan
bahkan menggagalkan usaha tersebut lebih awal dan segera membuat keputusan yang kurang berharga. Sebaliknya orang yang mempunyai keyakinan yang kuat akan kemampuannya, maka akan meningkatkan usahanya atau termotivasi tinggi untuk mengatasi tantangan.
Usaha manusia untuk mencapai sesuatu dan mewujudkan keberadaan diri yang positif, memerlukan keunggulan pribadi (sense of personal eficacy) yang optimis. Hal ini dikarenakan oleh realitas sosial yang biasanya penuh dengan kesulitan. Sehingga orang harus memiliki perasaan keunggulan pribadi yang kuat untuk mempertahankan usaha yang teguh yang diperlukan untuk menjadi sukses. Rasa keberhasilan yang tinggi dapat meningkatkan motivasi, motivasi yang tinggi dapat mempengaruhi perilaku melalui peningkatan pengetahuan dan skill (Bandura, 2005).
3) Proses Afektif
Keyakinan seseorang mengenai kemampuannya mempengaruhi seberapa banyak tekanan dan depresi yang dialaminya saat menghadapi situasi yang mengancam. Reaksi emosional tersebut dapat mempengaruhi tindakan baik secara langsung melalui pengubahan jalan pemikiran. Orang yang percaya bahwa dirinya dapat mengatasi situasi yang mengancam, menunjukkan kemampuan dalam kognisi, oleh karenanya tidak merasa cemas atau tidak merasa terganggu oleh ancaman tersebut. Sedangkan orang yang percaya bahwa dirinya tidak dapat mengatur situasi yang mengancam, maka akan mengalami tekanan dan kecemasan yang tinggi. Melalui pikiran yang tidak mengandung percaya diri tersebut individu menyusahkan diri sendiri, membatasi dan mengurangi tingkatan fungsinya (Pajares, 1996)
6. Pengaruh Self Eficacy terhadap Prestasi Belajar
Bandura (1986) berpendapat bahwa kepercayaan diri menentukan sebagian pengharapan hasil, seseorang akan sukses dalam sebuah usaha karena ia mengharapkan hasil yang sukses. Seorang siswa yang percaya diri atas kemampuan akademisnya mengharapkan prestasi tinggi dalam ujian, maka prestasi belajarnya akan bagus. Hal ini disebabkan karena kepercayaan diri akan kemampuan menghasilkan rencana level performansi yang dipengaruhi oleh latihan dalam menyelesaikan masalah hidup. Self eficacy menentukan bagaimana seseorang merasakan, memikirkan, dan memotivasi serta melakukan perbuatan untuk sukses. (Bandura, 1994).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keyakinan diri akan kemampuannya dapat meningkatkan prestasi belajar yang ingin dicapai karena dengan kepercayaan diri atas kemampuannya akan membangkitkan motivasi dalam mencapai kesuksesan. Sedang sebaliknya proses kerja percaya diri yang rendah sebagaimana diungkapkan the SEA Program (2004) bahwa: 1) orang yang rendah diri sering kurang percaya diri terhadap kemampuannya (lack of self conidence) sehingga mereka akan selalu berpikir gagal berdasarkan atas kegagalan yang dialami sebelumnya; 2) Poor performance (performansi yang rendah) yaitu rasa percaya diri yang rendah membuat usahanya berkurang dalam melakukan
tugas atau mencapai tujuan karena mereka tidak melakukan releksi
Gambar 2 Siklus Percaya Diri Rendah
(Sumber: The SEA Program 2004)
Joyce, et al. (2007) menyatakan bahwa eikasi diri memiliki hubungan yang kuat terhadap prestasi belajar. Siswa yang memiliki keyakinan diri terhadap kemampuannya akan mempengaruhi prestasi belajar yang diinginkannya.
D. Membangun Eikasi Siswa
Eikasi sebagai kondisi yang ada pada siswa berkaitan dengan
kepercayaan terhadap rasa keberhasilan bidang akademik yang dimiliki
siswa. Eikasi ini perlu ditanamkan pada siswa karena eikasi ini memiliki
kekuatan di luar kemampuan yang sebenarnya dimiliki siswa. Anak yang
memiliki eikasi diri yang tinggi mampu membangkitkan kekuatan untuk
bertahan dan sungguh-sungguh untuk berhasil dan di atas kemampuan yang dimiliki.
Untuk membangkitkan eikasi diri pada siswa dibutuhkan satu
kepercayaan yang harus dimiliki siswa tentang keinginan untuk berhasil, oleh karena itu yang harus kita lakukan adalah sebagai berikut.
1. Bangunlah persepsi diri anak tentang mata pelajaran di sekolah. Persepsi diri tentang pelajaran yang positif akan membangkitkan pada penilaian diri terhadap pelajaran juga positif. Penialaian diri yang positif akan membangkitkan kepercayaan akan kemampuan
Lack of Self Confidence
Poor Performance Unhappy
Personal Life
Distorted View of Self and
untuk berhasil juga baik.
2. Memperkuat konsep diri akademik siswa. Konsep diri akademik siswa yang positif akan membangkitkan rasa pentingnya mempelajari mata pelajaran dengan baik sehingga berhasil dalam menempuh belajar di sekolah.
3. Membangun eikasi diri siswa dengan menggunakan permodelan
DAFTAR PUSTAKA
Bandura, A. 1986. Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, N.J. Pretice-Hall.
_______, 1994. Self-Eficacy. In V. S. Ramachaudran (Ed), Enciclopedia of Human Behavior. (Online). Vol. 4, PP. 71-81). New York: Academic Press (Reprinted in H. Fredman (Ed., Encyclopedia of Mental Health. Sandiego:Academic Press, 1998. (http://www.emory.
education/mfp/sel-eficacy. html, (diakses 21 Juni 2009/jam 13.30
WIB).
_______,1997. Self-Eficacy: The Exercise of Control, New York: W.H.
Freeman Company.
________, 2001. Social cognitive Theory: An Agentic Perspective, Annual Review of Psychology.
________, 2005. Albert Bandura Biographical. Sketch.(Online). (http:// www. (http://www. memory .edu/education /biographical / Sketch, htm. (diakses 21 Juni 2009/ jam 13.00 WIB.
Elliot, S. N.; Kratochwill, T. R.; Cook, J. L.; & traver, J. E. 2003. Educational Psychology: Effective Teaching dan Effective Learning. Third Edition. Boston: Mc Graw-Hill Higher Education.
Feis, J. dan Feist. dan Gregory, J. 2008. Theories of Personality, (terj.) Yudi Santoso, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ghufron, N. & Risnawita, R. S. 2011. Teori-Teori Psikologi, Yogyakarta: Arruzz Media.
Hjelle, L. A. & Zieggler, D. J. 1992. Personality Theories: Basic Assumptions, Research and Applications. Third editions. New York: Mc Graw-Hill Inc.
Joyce, L. F., Monoi, S., Harper, B., Knoblauch, D. & Murphy, K. 2007. Academic Motivational and Achievement Among Urban Adolescents, Urban Education, Volume 42 No. 3, May. 2007, 196-222, Corwin Press.
Naqiyah, N. 2009. Pengaruh Self Eficacy terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Underachiever, Disertasi, tidak terbit, Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.
Pajares, F. 1996. Self-Eficacy Beliefs in Academic Settings. Review of EducationalResearch,66(4),543-578. http://www.emory.edu.report/
ararchive2000/February.14/2-14.00. Pajareshtml. (diakses 5 Oktober
2009)/ jam 15.00)
Schunck. & Pajares. 2000. Agains the Odds: Self Eficacy Belief of Women
In Mathematical, Scientiic, and Technological Careers. American
Educational Research Journal. 37.Hal. 215-146. (online).(http;// www.emory.education). (diakses 15 Agustus 2010/ jam 12.00 WIB)
Sullivan, K. R. & Mahalik, R. 2000. Increasing Self Eficacy for Women
Evaluating a Group Intervention, Journal & Development, 78, 54-61.