K
ATANTARAS
1
EDISI 8, Juni 2019
Tabloid Karo Bulanan Edisi Juni 2019, No. 8
Ersada Kita Megegeh, Teridah ras Mehaga
JEMBATAN
LAYANG
JALAN MEDAN
BERASTAGI
KAITAN KARO
DENGAN KERAJAAN
PAGARUYUNG
DAN SIAK
MUSEUM
JAGA DEPARI
DIBANGUN
FESTIVAL
BUNGA DAN
BUAH
Foto Sadrah Peranginangin Rabit datas jaman now. Nai-nai nari nggo terbiasa singuda-nguda kalak Karo rabit datas. Bage ka pe singuda-nguda bas gambar enda asum acara Festival Bunga ras Buah i Berastagi tahun 2017 silepus, rabit datas ia guna nginget tradisi budaya Karo sinoria. Tuhu mejile man tatapen.
K
ATANTARAS
2
EDISI 8, Juni 2019
Pimpinan Umum/Pimpinan Redaksi : Simson Gintings, Wakil Pimpinan Umum/ Wkl. Pimpinan Redaksi : Julianus P. Liembeng. Dewan Redaksi : Robinson Sembiring, Yoel Kaban. Artistik : Arthur Sembiring. Photografer : Sadrah Ps., Jupiter Maha. Tata Letak : Yosef Depari. Kontributor : Moses Pinem, Salmen Kembaren, Imanuel Tarigan, Tridah Sembiring, Septa Sembiring, Imanuel Bukit, Emma Sinulingga (Medan), Alex Depari (Kabanjahe) Ezra Deardo Purba (Yog-yakarta), Oren B. Peranginangin (Bandar Lampung). Perwakilan Eropa : Christina Ginting (Munchen). Pimpinan Perusahaan : Asmanta Barus, Sekretaris : Eko Tarigan. Manager Produksi : Jecky Edward Sembiring D., Staf Produksi Julio Ari Napitupulu
Alamat Redaksi : Jl. Marsaid I No. 44 Rt.01 Rw.06, Marga Jaya Bekasi Selatan.
E-mail : [email protected] Rekening BNI No. 0753540507 An. Simson Gintings, Percetakan : Aneska Grafindo
Redaksi
K
ATANTARAS
Redaksi menerima kiriman tulisan dari pembaca, berupa cerpen, puisi, dan artikel yang berkaitan dengan suku Karo. Tulisan dapat dalam bahasa Indonesia atau bahasa Karo dan dikirimkan ke email Redaksi : [email protected]. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis Redaksi berhak mengedit artikel tanpa mengubah isi dan substansi dari tulisan. Hak cipta tulisan tetap menjadi milik penulis. Tulisan yang dimuat tidak mendapat honorarium.
K A T A N A K A N
Editorial
Dewan Pakar/Penyantun : Analgin Ginting, Nelson Barus, Robinson Sitepu, Sion Sembiring Meliala
BUPATI KARO :
FESTIVAL BUNGA dan BUAH
HARUS MAKSIMAL
Berastagi (Katantaras)
D
alam rapat panitia penye-langgara Festival Bunga dan Buah di Aula Gedung Kes-enian Berastagi kompleks Ta-man Mejuah-Juah (18/06/2019), Bupati Karo Terkelin Brahmana SH dalam arahannya menegas-kan agar pelaksanaan Festival Bunga dan Buah yang akan ber-langsung 5-7 Juli 2019 di Open Stage Taman Mejuah-Juah, Ber-astagi, yang menghabiskan dana yang sangat besar, pelaksanaan-nya harus maksimal. ”Kita ha-rus serius, jangan hanya meng-hamburkan dana saja, apalagi ada tamu dan peserta dari luar Provinsi Sumut” ujar Bupati.Keprihatinan Bupati tersebut tampaknya timbul dari pelaksa-naan festival sebelumnya yang mendapat kritik dari kalangan pelaku usaha pariwisata yang menilai kurang kreatif dalam mengemas event budaya.
Rapat panitia ini dihadiri oleh Bupati Karo Terkelin Brahmana SH, Wakil Bupati Karo Cory Seriwaty Br Sebayang, Kepa-la Dinas, Camat se- Kabupaten Karo, Stakeholder, Satpol PP,
Kabag Humas Protokol Djoko Sujarwanto, Kapolsekta Berast-agi, Danramil 03 /BT, Pelaku Parawisata, Pengusaha, Lurah, dan tamu undangan lainnya.
Untuk mencapai hasil yang maksimal festival tahun ini, da-lam kesempatan lain Kepala Di-nas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo melalui Kabid Pengembangan Pemasaran Pari-wisata, Bartholomeus Barus SSTP seperti dilansir Harian Andalas, mengatakn pihaknya berusaha menjalin kerja sama dan kolab-orasi sinergis antara pemerintah daerah, pihak swasta, pelaku wisata, dan masyarakat dalam mengembangkan sektor pariwisa-ta Kabupaten Karo. Sehingga dapat memberikan dampak sig-nifikan terhadap daya tarik wisa-tawan, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan asli daerah, pendapatan masyarakat, dan berkontribusi pula terhadap peningkatan devisa negara.
Lebih lanjut dia menjelas-kan pada dasarnya konsep penyelenggaraan Festival Bun-ga dan Buah tahun ini denBun-gan tahun-tahun sebelumnya tidak
jauh berbeda. Namun, kali ini pihaknya sedikit menambah-kan beberapa konsep baru. Seperti pengadaan Kampung Kopi, Kampung Bunga, Camp-ing Ground, serta Fun Gowes.
Menurutnya, dari bebera-pa tanaman primadona yang ada di Kabupaten Karo, kali ini Pemkab memberikan ru-ang lebih bagi tanaman kopi. Bukan sekadar pemilihan yang asal, kopi dipilih jadi unggulan dikarenakan saat ini kopi asli dari Karo mulai banyak digan-drungi oleh penikmat minuman berwarna hitam itu.
“Bahkan kopi sudah men-jadi minuman favorit kaum muda. Saat ini, banyak kita temui kafe–kafe di Kabupaten Karo, khususnya di kota wisata Berastagi maupun di Kabanjahe yang menjadi tempat nongkrong kaum muda, dengan menu anda-lan kopi karo,” ungkapnya.
Pada pameran dan pawai nanti, seluruh buah-buahan dan hasil bumi akan ditampilkan, tapi khusus kopi akan punya tempat tersendiri. “Kopi karo sedang naik daun dan mulai menjadi gaya hidup dan pengusaha kopi juga semakin banyak. Makanya kami lebih unggulkan dan ton-jolkan kopinya,” ungkapnya.
Tentu saja dengan adanya tren minum kopi ini, banyak pi-hak yang terbantu terutama dari sisi bisnis dan industri. Banyak orang yang berani membuka usaha makanan dan minuman, dengan kopi sebagai salah satu menu andalan.
“Dari sisi petani pun ban-yak yang disejahterakan meng-ingat kualitas dan pamor biji kopi karo yang mulai dilirik pengusaha kopi kelas dunia,” tutur Bartholomeus.
Para peserta yang akan meramaikan festival wisata ta-hunan tersebut tak hanya dari Kabupaten Karo saja, tetapu juga akan mengundang daer-ah-daerah tetangga seperti Medan, Deli Serdang, Binjai, Langkat, dan khususnya daerah sekawasan Danau Toba.
“Bahkan Pemerintah Kota Tomohon yang sukses menggelar Tomohon International Flower Festival juga akan kita undang,” sebut Bartholomeus. (tambur)
Kabanjahe (Katantaras)
P
ihak keluarga Djaga Depari merencanakan membangun museum Djaga Depaari di Lau Kemit yang pengelolaannya dilakukan oleh sebuah yayasan. Agustina br Depari, puteri alm Djaga Depari mengungkapkan hal itu dan menurutnya su-rat-surat untuk pembangunann-ya sudah diajakukan ke notaris. Dalam museum itu kita di-pamerkan alat alat jenis musik yang dipakai Djaga Depari dalam menciptakan lagu-lagu karyanya sehingga pengunjung dapat menikmati semua hasil karya Djaga Depari, terangnya.“Semua lagu ciptaann-ya akan kita kemas nantinciptaann-ya, agar museum ini bisa
andal-AKAN DIBANGUN MUSEUM
DJAGA DEPARI DI LAU KEMIT
kan sebagai objek wisata,un-tuk menarik para wisatawan selain masyarakat lokal, kita sudah ramu, misalnya tinggal tekan tombol judul lagu, maka lirik lagu akan langsung mun-cul, bisa dinyanyikan diikuti iringan musik yang sudah kita persiapkan didalam museum” papara Agustina seperti dilan-sir portal berita Online News Indonesia.
Hal itu dikemukan Agusti-na bersama Ngapuli Depari selaku anak-anak Djag Depari setelah bertemu dengan Bupa-ti Karo Terkelin Berahamana (24/6/2019) untuk menyam-paikan rencana keluaga me-mindahkan kuburan alm Djaga Depari ke tanah milik keluarga
serta recana pemangunan mu-seum Djaga Depari.
Djaga Depari merupakan komponis nasional Indonesia yang dilahirkan 5 Mei 1922 di Desa Seberaya dan meninggal pada 15 Juli 1963 dan dimak-amkan di Perkuburan Umum Jabi – Jabi di Desa Sebaraya Kec. Tiga Panah Kab. Karo. Karaya-karyanya tetap dike-nang dan masih sering din-yanyikan baik dalam rekaman maupun dalam acara-acara budaya Karo. Seperti Erkata Bedil, Sora Mido, Piso Su-rit, Padang Sambo, Pio-pio, Taneh Karo Simalem, Terang Bulan, Sanggar – Sanggar, Nangkih Deleng Sibayak, Me-juah-juah, Muro Perik dan
se-bagainya.
Dalam pertemuan itu, menurut Agustina, pihaknya memberitahukan dan memo-hon agar Bupati Karo dapat membantu pengurusan admi-nitrasi pembangunan museum Djaga Depari nanti..
Lahan kita siapkan di Lau Kemit , tanah ini merupakan tanah keluarga, luasnya 10 x 10 meter pak Bupati , disinilah nanti kami keluarga memban-gun tempat istirahat bapak Alm . Djaga Depari seterusnya, ” tu-tur Agustina.
Semisal , Dan diperkirakan ratusan lagu lainnya yang per-nah dihasilkan dari tangannya, ” ujar Agustina menjelaskan.
Bupati Karo Terkelin
Brah-mana mengapresiasi rencana keluarga Alm . Djaga Depari berniat memindahkan kubu-ran yang saat sekakubu-rang ini berada di Perkuburan Umum Jabi–Jabi di Desa Seberaya ke lokasi Lau Kemit. Kita akan bantu segala adminitrasi dalam hal pengurusan perizinannya semuanya, selanjutnya nanti kordinasi dengan Kadis Per-izinan “kata Bupati Terkelin.
Hadir dalam pertemuan tersebut Kadis Perizinan Susi Iswara Br Bangun, Kepala Bappeda Ir. Nasib Siantu-ri Msi, kepala Dinas Sosial Benyamin Sukatendel, Menno Depari, Tri Mansur Pelawi, anggota PS4SB (Persatuan Sembiring Empat Sada Bapa) Tanah Karo. (dpmbt)
K
erina proses pemilihen presiden tahun 2019 en-ggo erkedungen, ibas wari Kamis tanggal 27 Juni 2019 iumumken Mahkamah Konsti-tusi (MK) keputusen si ibahan 9 Hakim MK. Kerina hakim e ersada cakapna (lalit dissenting opinion) maka gugaten kubu 02 itolak MK. Emaka, si nina terjadi takipacik (kecurangan TSM, terstruktur, sistematis dan massif) bas pelaksanan pemili-hen presiden ndube si erbahansa pasangan 01 menang, la terbuk-ti ! Erkiteken dalil si peseh terbuk-tim hukum 02 la cukup bukti.Menurut logika hukum, adi cakap saja ngenca lalit buk-ti-bukti pendukung maka keri-na pengadun e itogan MK.
Alu bage, maka bas tang-gal 30 Juni 2019 enggo isah-ken Komisi Pemilihan Umum (KPU) maka pemenang pemi-lihen Presiden dan Wakil Presi-den 2019 emekap pasangen Jo-kowi Widodo ras Maruf Amin.
Enca bage, lanai lit ate nembeh tah pe elem-elem bas kubu 01 ras 02, bagi nina Jo-kowi perlu ijaga keersadaan (persatuan) alu ras-ras kerina kita erdahin muat simehuli man bangsa ras negarata.
Bas penerbiten No 9/Juni 2019 enda lit piga-piga
beri-ta si peseh kami Redaksi man kam kerina Bapa, Nander ras Turang Senina kerina si terkait ras kepentingen kita masyarakat Karo. Emekap rencana pemba-ngunen 2 jembatan layang si pembangunenna irencanaken bas tahun 2020 si reh. Enda seh kal perluna guna ngatasi kema-ceten dalan Medan – Berastagi si lalap terjadi kemacetan si lanai terturiken gulutna. Asal lit mobil mogok tah siantuken la banci lang erjam-jam dekahna terjadi kemacetan.
Berita si deban, emekap rencana Pemerintah Provinsi Sumatera Utara guna mbangun proyek Light Rail Transit (LRT) i Sumut. Pembangunen LRT Mebidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, Kabupaten Karo) ibenaken bas tahun 2020. Nina pejabat Pemrov Sumut, proyek e ibiayai Pemerintah Pusat ras lit penampat bas Pemerintah Provinsi Sumut ras Pemerintah Kota Medan nari. Total anggaren pembangunen LRT e iperkirak-en seh Rp 2,2 triliun.
Tambah si e lit ka berita ceda ate, emaka kelawesen sekalak tokoh Karo Prt. Emerits Semy-on Sinlingga wari Sabtu 15 Juni 2019 i RS PGI Cikini janah enggo kubuken tanggal 17 Juni 2019 i TPU Tanah Kusir, enca
SI TUNGKAT-TUNGKAT
BATANG GALUHNA KIN KITA?
ibahan acara liturgi secara gereja i GBKP Kebayoran Lama erkite-ken i gereja ia pertua emeritus. Perlu si inget maka Semyon Sinulingga sekalak tokoh Karo, erkitken usur ngukurken kemajun kalak Karo terlebih ibas ndarami dahin. Emaka ibas kapasitasna selaku salah sada pimimpinan mukai kin asum ia erdahin i TVRI Stasun Yogyakarta bage i TVRI Stasiun Jakarta, enterem kalak Karo si sampatina guna ndatken dahin bas lingkungen TVRI se-belang-belang Indonesia. Gendek kata, ia nggo buatna baginna rikut ras kapasitasna.
Bagepe lit sada berita maka anak-anak Djaga Depari ngadap Bupati Karo nuriken sura-sura mindahken kuburen Djaga Depa-ri i Lau Kemit janah ije rencana keluarga ibangun museum Djaga Depari. Emaka keluarga mindo gelah Pemkab Karo mereken ijin. Lalit kata sideban bas Bupati Karo Terkelin Brahamana S.H.
Ngoge berita e teridah maka bas kita pas bagi kuan-kuan Karo “sinungkat-nungkat batang galuhna”. Keluarga Djaga De-pari ngukurken Djaga DeDe-pari, kerma kuburen Guru Patimpus Sembiring Pelawi ras kurangna perhatin Pemkot Medan, e jadi urusen kempu-kempuna kalak Pelawi. Berita e dalanta rukur kerina, termasuk Pemkab Karo sinimai saja ngenca perasatna. Lalit inisiatif.
Mejuah-juah kita kerina, ras selamat ngoge man bandu kerina Bapa, Nande, Turang ras Senina kerina la erndobahen.
K
ATANTARAS
3
EDISI 8, Juni 2019
Nusantara
Bersambung ke Hlm 11
Secara umum. pengertian perkawinan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan atau masyarakat. Sekalipun mak-na perkawimak-nan berbeda-be-da, tetapi praktek-prakteknya perkawinan hampir di semua kebudayaan cenderung sama. Perkawinan menunujukkan pada suatu peristiwa saat se-pasang calon suami-istri diper-temukan secara formal dihada-pan ketua agama, para saksi, dan sejumlah hadirin untuk kemudian disahkan secara re-smi dengan upacara dan ritu-al-ritual tertentu
Adapun menurut Un-dang-Undang Perkawinan, yang dikenal dengan Un-dang-Undang No.1 Tahun 1974, yang dimaksud den-gan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Perkawinan Dalam Mas-yarakat Karo
Masyarakat Karo adalah masyarakat yang berdasarkan patrilineal, bila seorang wan-ita menikah, maka dia masuk ke dalam keluarga suaminya, namun tetap bukan sesubklen
(semarga) dengan suaminya. Perpindahan status seorang wanita masuk ke dalam kel-uarga suaminya, ketika pesta perkawinan berlangsung, pi-hak lelaki memberikan kepada keluarga pihak wanita tukur
(mahar). Tukur atau mahar ini dikenal pula dengan istilah
gantang tumba, perunjuk (mas kawin). Pada awalnya mas kawin ini berupa benda-benda pusaka yang dimiliki keluar-ga pria yang diberikan kepada keluarga wanita. Namun sesuai dengan perkembangan jaman, karena benda-benda pusaka menjadi sulit ditemukan, diu-bahlah wujudnya berupa uang.
Tukur atau harga ini adalah se-buah simbol yang tidak dapat disamakan dengan jual beli ba-rang, karena ini merendahkan keluarga si wanita. Emas kaw-in hanyalah simbol dari peru-bahan status si wanita.
Setelah diberikan emas kawin si wanita dianggap su-dah masuk ke dalam keluarga suaminya, selanjutnya su-dah menjadi tanggungjawab suaminya dan klen suaminya. Jadi pemberian mas kawin adalah simbol dari penyerahan tanggung-jawab.
Perkawinan dalam mas-yarakat Karo dapat dilihat: berdasarkan status yang kawin yaitu:
Lakoman Tiaken adalah pernikahan seorang janda den-gan salah seorang pria yang berasal dari saudara suaminya yang telah meninggal.
Lakoman Ngalihken Sen-ina (pernikahan menggantikan saudara sedarah) adalah per-nikahan seorang pria dengan seorang wanita, pernikahan ini dilakukan karena saudara se-darah pria tersebut tidak mau menikahi sang wanita.
Lakoman Ku Nande. Pernikahan ini terjadi adalah apabila kasus lakoman tiaken dan lakoman ngalihken sen-ina tidak terjadi, maka dicari sampai kepada anak yaitu anak kandung sembuyak suaminya, ataupun anak saudara lain ibu suaminya. Kalau pernikahan ini terjadi disebut perkawinan
Lakoman Ku Nande.
Lakoman Mindo Lacina Ku Nini. Pernikahan ini terjadi apabila kasus lakoman tiaken, lakoman ngalihken senina dan lakoman ku nande tidak terja-di, maka dicari atau ditelusuri asal calon pengantin sampai kepada kalimbubu kakek. Ka-lau ketemu dan mereka saling menikah, maka perkawinan ini disebut perkawinan Lakoman Mindo Lacina Ku Nini.
Gancih Abu (Ganti Tikar).
Gancih Abu artinya kedudu-kan seorang istri yang telah
meninggal dunia, digantikan oleh kakak atau adik perem-puannya. Tujuan perkawinan ini adalah untuk mendidik anak kakak atau adiknya tersebut.
Mindo Ciken (minta tong-kat) atau disebut juga Mindo Lacina (minta cabai) adalah pernikahan seorang lelaki den-gan janda kakeknya. Perkaw-inan seperti ini dapat dilakukan karena kedua belah pihak ma-sih dibenarkan menurut adat. Perkawinan ini terjadi karena si kakek meninggal dunia.
Ndehara Pejabu Dilakina, istri menikahkan suaminya.
Merkat Sukat Sinuan, disebut juga Merkat Sinu-an adalah seorang pria yang menikahi putri puang kalim-bubunya. Menurut adat, ini se-benarnya suatu penyimpangan, namun karena pertimbangan lain misalnya untuk memper-erat hubungan persaudaraan, menyambung keturunan, per-kawinan seperti dapat direstui.
Mindo Nakan. Seorang pria yang telah dewasa mengawini ibu tirinya, disebabkan ayahnya telah meninggal dunia.
Caburken Bulung. Per-kawinan antara seorang pria dengan seorang wanita yang keduanya masih di bawah umur. Sifat perkawinan ini ha-nyalah simbolis saja. Adanya perkawinan seperti ini,
dise-babkan berbagai hal, misaln-ya salah seorang dari mereka sering sakit-sakitan, karena ada kepercayaan dalam mas-yarakat, seorang anak yang sering sakit-sakitan, bila telah sembuh harus dijodohkan ke-pada anak kalimbubu (kalau anak pria), diantar ke rumah
anakberu, kalau anak wanita, dengan harapan si anak tidak akan sakit laki. Perkawinan seperti ini tidak mutlak dilan-jutkan setelah mereka dewasa. Istilah lain untuk perkawinan ini disebut mukul-mukul.
Singumban. Perkawinan antara pria dengan seorang wanita, yang keduanya bersta-tus saudara sepupu sifatnya
rimpal, dan dibenarkan adat untuk saling menikah. Si wani-ta adalah anak paman kandung di pria. Status si wanita dise-but singumban, pengganti ibu kandung.
Beru Puhun adalah per-kawinan antara pria dengan seorang wanita, yang keduanya berstatus saudara sepupu yang sifatnya rimpal, mereka dibe-narkan adat untuk saling me-nikah. Si wanita adalah anak paman si pria, yang berasal dari
kalimbubu pihak bapak kand-ung atau kakek kandkand-ung (ayah kandung bapak) si pria. Status si wanita disebut beru puhun, karena sebagai pengganti ne-nek kandung (ibu kandung ba-pak atau kakek) si pria.
Perceraian Dalam Mas-yarakat Karo
Cerai adalah sebuah kata yang seharusnya paling di-hindari dalam kamus sebuah rumah tangga. Cerai adalah awal dari sebuah petaka dan kesengsaraan, baik bagi pas-angan itu atau bagi anak-anak. Cerai hanya akan mengakibat-kan luka yang menganga. Ce-rai bukan jalan keluar tetapi suatu keterpaksaan yang tidak menambah apa-apa kecuali ke-hampaan.
Perceraian adalah pem-bubaran suatu perkawinan ke-tika pihak-pihak masih hidup dengan didasarkan pada ala-san-alasan yang dapat dibe-narkan serta ditetapkan dengan suatu keputusan
Namu demikian, perceraian dalam masyarakata Karo ter-dapat dua keadaan yang diper-bolehkan cerai dan yang tidak diperbolehkan cerai.
Boleh Cerai
Perceraian dalam bahasa Karo untuk tingkat kelom-pok disebut sipulihen (saling mengembalikan), sedangkan untuk tingkat individu atau pribadi disebut sirang (pisah). Kalau terjadi perceraian,
bi-asanya harus mendapat restu dari kedua belah pihak, artin-ya dirembukkan secara musy-awarah oleh keluarga kedua belah pihak, maka perceraian bukan hanya kemauan sepi-hak. Makna yang terdapat pada kata sipulihen yang artinya sa-ling mengembalikan. Pelaku pengembali di sini bukan indi-vidu atau pribadi sendiri, tetapi ikut pihak kerabat dari kedua belah pihak. Artinya bila terja-di perceraian (sipulihen), pihak pria dengan kerabatnya ( dalik-en si telunya), mengembalikan (bekas) istrinya kepada pihak keluarganya, demikian sebali-knya pihak wanita dengan ker-abatnya, juga mengembalikan (bekas) suaminya kepada pihak keluarganya pula. Bila peris-tiwa ini sudah terjadi maka mereka disebut sirang (pisah). Maka perceraian hanya dapat dilakukan atas persetujuan ker-abat kedua pihak.
Maka bagi yang menikah bukan dengan impal, dibenar-kan cerai, walaupun prosesn-ya juga alot, apalagi bila su-dah mempunyai anak. Kalau memang terpaksa mau cerai, dahulu dengan mengundang perembukan dengan anak beru. Tetapi sekarang mungkin
Perceraian seperti tersebut di atas, hanya berlaku bagi mereka yang menikah bukan dengan impal. Bagi mereka menikah dengan impal istilah tersebut tidak dikenal dahulu kala.
Tidak Boleh Cerai
Terhadap kasus perkaw-inan “erdemu impal” (me-nikahi putri paman), tidak mengenal istilah cerai (mulih). Dikatakan tidak dikenal cerai, karena pasangan suami istri masih berkerabat dekat. Bila mereka ini sudah terikat dalam perkawinan, tidak dikenal is-tilah cerai. Perkawinan hanya sekali seumur hidup. Bila cerai ya cerai mati. Maka bila ada pasang suami istri yang per-nikahannya seperti ini, mereka ingin bererai, tidak ada seorang pihak keluarga yang mau me-misahkannya (membicarakan masalah peceraian), namun bila mereka minta dimedia-si (dirujukkan), banyak pihak keluarga yang bersedia meru-jukkan mereka.
Faktor tidak dikenalnya istilah cerai dalam keluarga yang menikah dengan impal
ini, karena sebelum mereka terikat ke dalam satu pernika-han, mereka sudah saling ber-kerabat, sudah mempunyai hubungan kekerabatan dan ada
PERKAWINAN DAN PECERAIAN
DALAM BUDAYA KARO
Oleh Simaba T Ginting
Rencana Pembangunan Dua Jembatan
Layang Jalan Medan-Berastagi
Kabanjahe (Katantaras)
P
embangunan dua titik jem-batan layang yang mer-upakan usulan Pemkab Karo bersama DPRD Sumut dan ICK (Ikatan Cendikiawan Karo) su-dah dibahas di Musrenbangnas (Musyawarah Rencana Pemban-gunan Nasional) dan anggarann-ya sudah masuk dalam R-APBN 2020 - 2024.Jembatan layang yang ren-cananya akan dibangun itu di sekitar tekongan PDAM Tirta-nadi (Sembahe – Lau Kaban) sepanjang 693 meter dengan es-timasi anggaran sebesar Rp150 miliar dan di seputaran tekongan Amoy (sekitar Bandar Baru) sepanjang 2.921 meter dengan estimasi anggaran sebesar Rp 350 miliar, seperti dikemukakan Bupati Karo Terkelin Brahmana, S.H kepada Komisi D DPRD Sumut yang melakukan kunjun-gan kerja ke Tanah Karo seperti
dilansir portal berita InilahMed-an.com (22/6/2019).
Bupati Karo Terkelin Brah-mana SH mengatakan pemba-ngunan jalan alternatif Med-an-Berastagi sudah masuk ranah Desk Musrenbang 2020 – 2024 yang telah dilakukan bulan Mei 2019 yang lalu di Jakarta. Sesuai data APABN tahun anggran 2020-2024 pro-gram kita yang masuk ada dua titik, pertama titik akses pem-bangunan jalan alternatif Med-an-Berastagi (Tirtanadi) sepan-jang 693 meter dan titik kedua akses pembangunan jalan alter-natif Medan-Berastagi (Penata-pan 2) se(Penata-panjang 2921 meter,” ujar Bupati Terkelin
Ketua Komisi D DPRD Su-mut Sutrisno Pangaribuan usai melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Karo tersebut men-gatakan Komisi D akan terus mengawal anggaran tersebut
agar jangan sampai ‘dicoret’ dalam R-APBN 2020.
“Kita harus mengawal ter-us anggaran pembangunan dua jembatan layang ini agar jan-gan sampai hilang pada penge-sahan APBN nanti. Bagaima-na pun target kita program ini harus berhasil untuk mengurai kemacetan di Jalan Medan – Berastagi,” kata Sutrisno.
Dalam pertemuan den-gan Komisi D DPRD Sumut tersebut, Bupati Karo Terkelin Brahmana menguraikan beber-apa isu yang sangat penting un-tuk ditindaklanjuti dan dikawal khususnya terkait pembangu-nan infrastruktur di wilayah Kabupaten Karo.
“Ada tiga poin yang sangat penting untuk segera ditinda-klanjuti. Yakni terkait rencana pembangunan dua titik jembatan layang maupun jalan tol Med-an-Berastagi. Kedua,
menyang-kut jalan tembus Desa Serdang Kecamatan Barusjahe Kabupat-en Karo mKabupat-enuju Desa Rumah Liang (Liang Pematang), Keca-matan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang,” katanya.
Selain itu, ujar Terkelin, penetapan ruas jalan Simpang Tongkoh menuju Desa Barus-julu – Sukanalu – Tigapanah, sudah beralih satusnya menjadi jalan provinsi, sehingga pemba-ngunan ruas jalan tersebut sudah kewenangan Pemprovsu.
Kepala Bappeda Karo Na-sib Sianturi menguraikan, tiga poin penting yang disampaikan Bupati Karo agar dikawal dan didukung Komisi D, terutama anggaran pembangunan dua tit-ik jembatan layang yang sudah masuk program Musrenbangnas karena sangat membantu mas-yarakat yang melintas dari Karo. (dpmt)
K
ATANTARAS
4
EDISI 8, Juni 2019
Seni Budaya
ras
PAKATAN
PATARAS
S
alah satu faktor yang me-nentukan berhasilnya per-juangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan ke-merdekaan tempo hari adalah kepiawaian tokoh-tokoh militer dan sipil dalam memobilisasi seluruh lapisan masyarakat da-lam membantu perjuangan. Di antara lapisan masyarakat yang tidak kalah penting itu adalah kaum wanita. Ada beragam aktivitas kaum wanita dalam periode revolusi kemerdekaan di Sumatera Utara secara khu-sus di Tanah Karo. Diantaranya adalah aktivitas wanita sebagai mata-mata atau kurir, palang merah, dan barisan srikandi.Pada masa Revolusi Ke-merdekaan, kelompok wanita di Sumatera Utara berperan aktif mendukung kaum pria da-lam berjuang menegakkan Ke-merdekaan Indonesia. Diantara peranan mereka adalah mem-berikan bantuan dalam bidang logistik (bahan makanan) dan informasi militer kepada pa-sukan TNI. Bahkan pada ka-sus-kasus tertentu mereka menjadi pelopor dan pemimpin perjuangan. Bantuan mereka terasa sangat penting meng-ingat masalah logistik dan in-formasi tentang kondisi militer pasukan Belanda sangat me-nentukan jalannya operasi mi-liter itu sendiri.
Di Tanah Karo beberapa orang wanita Karo yang su-dah bersedia menjadi Srikan-di Srikan-dikumpulkan Srikan-di Asrama Palang Merah TKR Kabanja-he. Batalion III Resimen IV mengutus kesepuluh orang itu ke Medan (Jalan Duyung) un-tuk mengikuti latihan Srikan-di selama satu bulan. Mereka diajarkan tentang tata negara, sejarah, pertolongan pertama yang dilaksanakan pada waktu malam, dan latihan ketenteraan pada waktu siang hari. Terma-suk latihan dasar kemiliteran dari para pemuda mantan Hei-ho dan Gyugun. Oleh karena
itu model latihannya mirip dengan militer Jepang. Mere-ka misalnya diajarMere-kan latihan baris berbaris, kedisiplinan, bela diri, teknik menyamar, cara menggunakan senjata dan sebagainya.
Setelah selesai latihan mer-eka kembali ke Kabanjahe dan dikirim ke kecamatan-keca-matan untuk membangun Bari-san Srikandi di Tanah Karo. Dengan cara demikian, maka dengan cepat di seluruh pe-losok Tanah Karo berdiri Bari-san Srikandi yang siap mem-bantu TKR mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Peran mereka sangat pent-ing misalnya menjahit tanda pangkat untuk TKR, meminta sumbangan untuk dana per-juangan kepada masyarakat, menyebarkan lencana merah putih di kalangan masyarakat desa, dan melaksanakan kegia-tan PMI dan dapur umum. Di samping itu tidak jarang mere-ka juga ikut memanggul senja-ta dan menjadi masenja-ta-masenja-ta asenja-tau kurir bagi pasukan republik.
Satu lagi peranan wanita yang penting adalah mata-ma-ta amata-ma-tau kurir. Mamata-ma-tamamata-ma-ta adalah satu hal yang sangat penting dalam mendukung gerakan militer, baik untuk menghin-dar atau menyerang basis per-tahanan musuh. Di Sumatera Utara pada masa revolusi un-tuk orang yang menjalankan kegiatan mata-mata ini dikenal dengan sebutan seko20 . Tidak diketahui berasal dari bahasa apa sebutan seko ini, tapi yang jelas istilah ini dikenal luas di daerah operasi tentara republik seperti di Tanah Karo dan juga di daerah Medan Timur.
Ketika Barisan Srikandi melakukan pelatihan, Belanda melakukan serangan terhadap sejumlah basis-basis tentara republik. Para srikandi itupun bersama-sama dengan kaum pria mengadakan perlawanan, sebagai anggota palang
mer-ah, matamata, penghubung dan juga menjalankan serangkaian aksi sabotase di daerah pen-dudukan Belanda.
Mengangkat dan memberi pertolongan bagi para korban pertempuran di medan per-tempuran memerlukan tingkat keberanian yang tinggi. Para wanita anggota PMI membuk-tikan keberaniannya dan rela mempertaruhkan nyawanya da-lam mengatasi kondisi itu. Pen-giriman para korban perang ke rumah sakit-rumah sakit itu ter-kadang tanpa pengawalan dan selalu mendapat gangguan dari pihak musuh. Untuk mendapa-tkan bahan obat-obatan dan bahan makanan, mereka sering masuk ke daerah yang dikuasai oleh Belanda. Sebuah laporan tertulis dari salah seorang wan-ita anggota PMI di Tanah Karo menjelaskan sebagai berikut;
Saya menyamar sambil menjinjing air dalam ember, untuk menjualkan sepasang gelang untuk belanja pasukan sabotase. Sangat berat sekali hati saya untuk menjualkan ba-rang tersebut karena baba-rang itu adalah pemberian orang tuaku. Mengingat sulitnya apakah ten-tara sabotase harus makan dan kami menyerahkan Rp.300,-(ti-ga ratus rupiah) uang Belanda dan selebihnya saya belikan obat-obatan untuk dibawa ke Dairi…. Para wanita yang ber-tugas sebagai anggota PMI san-gat berjasa dalam mendukung aktivitas pasukan republik. Mereka sanggup memberikan dukungan dari garis belakang terutama merawat para anggo-ta pasukan yang luka-luka aanggo-tau yang terkena penyakit malaria dan sebagainya.
Pada bulan Maret 1949, pemerintahan gabungan sipil dan militer atau dikenal dengan pemerintahan gerilya memben-tuk pertahanan rakyat semesta (PRS). Di daerah yang dikuasai TNI, PRS memainkan peranan penting. PRS dikendalikan
oleh para kepala desa dan bera-da langsung di bawah Koman-dan TNI setempat. Organisasi PRS memberikan dukungan kuat bagi operasional TNI di lapangan, misalnya member-ikan makanan, perlindungan dan informasi kepada unit-unit TNI. Wanita memainkan per-anan penting dalam organisa-si PRS ini, khususnya dalam menyampaikan informasi dari daerah pendudukan ke mar-kas-markas TNI.
Djamin Gintings (Djamin Gintings, Bukit Kadir, Medan: CV Umum, 1962, hlm. 256) menyatakan bahwa di Tanah Karo, surat kepada teman-teman yang tinggal di daerah yang diduduki oleh pasukan Belanda selalu dikirim melalui wanita-wanita muda. Surat itu yang biasanya hanya selembar daun yang lebar atau secarik kertas kecil, harus dibawa da-lam bentuk lipatan-lipatan dan diikat ke dalam rambut wanita muda itu. Juga melalui cara ini, yakni melalui wanita muda itu, para pejuang akan memperoleh keperluan yang dibutuhkan dari wilayah pendudukan Be-landa.
Surat ini sering dikirim dengan cara seperti itu ke Si-bolangit, sebuah kota kecil diantara Jalan Raya Berasta-gi-Medan, dimana pada hari pekan, hari Jum`at, kota itu ramai dikunjungi orang.... Kedai kopi dipenuhi dengan orang-orang. Banyak anggota pasukan kami juga duduk di-antara mereka dan pendukung-pendukung kami ikut aktif. Wanita muda datang dan pergi, membeli keperluan yang dib-utuhkan oleh pasukan kami. Informasi yang didapat dari para wanita itu ternyata sangat penting bagi TNI, dalam meng-hadapi militer Belanda.
Sumber : Suprayitno, “Wanita dan Revolusi Ke-merdekaan di Sumatera Utara 1945-1950” (makalah)
PERAN WANITA DALAM
PERANG KEMERDEKAAN
DI TANAH KARO
BAGI MANUK
Pa Katan: Seh kel ngisahna kuakap e. Pindo inemen simbergeh-mbergeh man banta nak. Pa Taras: Uga maka ngisah nim? La lah lit ka
begim ranan kalak si la cocok kapmu, piah melas takalmu?
Pa Katan: Ue. Lit ka kubegi berita kerna enggo ka kepe nandangi pemilihan bupati i ku-tanta enda. Ence, enggo ka lit singera-na kersingera-na taktik gelah terpilih.
Pa Taras: Eak, engkai maka ngisah kapmu? Pa Katan: Banci kin la ngisah, adi ikataken
men-da kita enmen-da bagi manuk. Dahko, nina sekalak si maju jadi calon bupati ndai, adi nggit denga manuk man jaung, jel-ma sinterem enda pe nggit nge ngalo-ken sen e. Enggom pasti sidat jabatan bupati e, sebab enggo pekena sen ndai. Pa Taras: Bage. Ena me persoalenta gundari. Bas pemilihen pejabatta, dahko seharusna nge sieteh makana kita milih pemimpin, labo milih donatur gendang-gendang kerja tahun. Adi milih pemimpin oratna syarat-syarat jadi pemimpin nge enda perlu siukuri. Erpemeteh, ermediate, ersura-sura mbangun kuta, rsd. Dahko jelma si bage nge si man daramen, labo jelma si nggit mbagi-bagi sen. Tapi, bas pengidahku melala kel kita si gelah ngalo sen saja atena.
Pa Katan : Ena me rupana nak. Nandangi menang ka me sekali enda jelma sironcah-oncah senna ndai, ateku. Ence iban menda kita seri ras manuk. Lanai lit si-tik pe reganta.
Pa Taras: Sabar ko nak! Pa Katan : Uga katam sabar?!
Pa Taras : Sabar, ula melas tenten. Pesikap ranan ngajuk jelma sinterem ula nggit ipe-serri ras manuk. Si ulih-ulihi ngataken-sa, seh erpengue cakapna lanai nggit itukur sorana.
Pa Katan: Ue payo katam ena. Tapi mbiar aku ngenen jelma sinterem enda. Lit ka deba, katakenna motu kita adi la sia-loken amplop tukur sora ndai. Ngenen sade me ergerek ipenku enda nak. Pa Taras: Sabar saja nak! Kataken cakap simehuli.
Ulih-ulihi. Bage me simehulina. Adi bagi kambing kalameka lalap nge la terajari, pediat saja. Tahun si reh datna nge nanamna.
Pa Katan: Maksudmu?
Pa Taras : Sekali enda ndat me kerina si nggalar bage pe si ngalo sen e! Enggo kuper-nipiken rebinai...
(Robinson Sembiring)
M
edan (Katantaras) Pengerjaan proyek Light Rail Transit (LRT) di Sumut direncanakan dimulai pada 2020. “Saya ingin membangun LRT di Me-bidangro (Medan, Binjai, Deli Serdang, Kabupaten Karo). Saya ingin nantinya Pemerintah Korea Selatan bisa member-ikan kepastian secara pasti, mengingat jumlah penduduk di kawasan Mebidan-gro sekitar 7 juta jiwa, sehingga bisa menjadi bahan perhitungan bisnis,” ucap Gubernur Sumut Edy Rahmayadi usaimemimpin rapat persiapan pembangu-nan LRT Mebidangro (21/6/2019) seper-ti diberitakan Kompas.com.
Wali Kota Medan Dzulmi Eldin menjelaskan, proyek ini akan dibiayai pemerintah pusat dengan bantuan Pe-merintah Provinsi Sumut dan Pemer-intah Kota Medan. Total anggaran diperkirakan mencapai Rp 2,2 triliun.
“Gagasan ini sudah lama ada, kami juga sudah merumuskan pola pendanaannya dengan Bappenas dan
Kementerian Keuangan. Semua biaya pembanguan LRT akan didanai oleh pemerintah pusat. Namun, ada biaya rolling stock yang menjadi kendala, dibutuhkan dana sekitar Rp 2,2 triliun, mungkin pihak KRNA yang mewaki-li Pemerintah Korea Selatan bersedia menjadi investornya,” ucapnya.
Rencananya, mulai 2020 penger-jaan LRT sudah berjalan. Nantinya, LRT Mebidangro akan beroperasi langsung dari stasiun pusat, yaitu
Lapangan Merdeka Medan.
Adapun, pembangunan jalur baru yang akan diaktifkan kembali, seperti jalur Pancur Batu hingga Karo. Sisan-ya akan menggunakan jalur Sisan-yang su-dah beroperasi.
Jinbeck Lee, Managing Director Korea Raiload Technical Corpora-tion, mengatakan bahwa kerja sama ini telah lama dinantikan oleh perusa-haan itu. Pihaknya pun akan
menyam-paikan kebutuhan proyek LRT ini ke Pemerintah Korea Selatan.
Turut hadir dalam rapat Asisten Pemerintahan Jumsadi Damanik, Kepala Dinas Perhubungan Sumut Abdul Haris Lubis, Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Ef-fendy Pohan, Kepala Dinas Pendi-dikan Arsyad Lubis, dan Wakil Wali Kota Medan Akhyar Nasution. (Tdkn)
LRT MEBIDANGO MULAI
DIKERJAKAN TAHUN 2020
K
ATANTARAS
5
EDISI 8, Juni 2019
Seni Budaya
KATA KATA
Puisi
PENDEK
E
rbekas denga ibas pusuhku seh gundari kai nina anak-ku man banganak-ku asum peberkat kami ia guna nerusken seko-lahna ku Bandung. “Sehat-se-hat kam ya nande, totokenndu aku anakndu, gelah banci pagi seh suran-suranta” nina Tuah nadingken kami ras bapana, bagepe agina Cirem ras Men-cen. Biang kami si Pancur pe ngkibas-kibasken ikurna ikut erndele ate penading Tuah, erkiteken ras ia rusur ku juma kenca mulih sekolah. Megati pe mulih ku rumah baba Tuah ras Si Pancur napuh ulih er-buru bas kerangen deher pek-en kami. Kulitna biasana luak Tuah jadi tutup gendang Karo. Tulan-tulanna me biasana jadi sikerajangen Pancur. Dakep Tuah pe Pancur, emana pe takalna. “Tading ko lebe jenda ya nak….” Nina Tuah. Berkat me ia erlajang. Sekolah. Mber-at memang kuakap, erkiteken ia ngenca pupus kami dilaki.Telu tahun kenca Tuah berkat, agina Cirem pe mindo maka ia pe ngelanjutken seko-lahna ku pulo Jawa. Amin gia nina nande marenda adi diberu labo perlu meganjangsa seko-lahna, sebab man kalak ka nge ia pagi, janah ku dapur nge pagi dahinna nina nande mar-enda, tapi kami ras Bapa Tuah la pang nulak sura-sura Cirem. Emaka peberkat kami ka me ia pe ku Jawa giuna sekolah.
“Tutus kel ateku sekolah nande, gelah banci pagi terulin kegeluhenta, emaka totokendu pagi maka mejile pagi perda-lanen persekolahenku”, nina Cirem. Tading me i kuta kami teluna ras kakakna Mencen, erkiteken Mencen anak kami sintengah lit sitik kekurangen-na. Ia tubuh prematur, janah pernah bas sada paksa melas kulana, janah kenca si e lit sitik masalah bas perkembangen-na. Sekolah pe ia labo beluhsa kel. Tapi kai pe dahikenna alu tutus ate. Emaka ia me jadi teman kami i kuta, janah ia pe labo nggit nerusken sekolah, erkiteken namatken SD saja pe ndekah. Mula-mula memang labo teraloken kami keadaan-na, tapi dungna enggo me akap kami ras bapa biasa saja.
Tuhu meriah kel ukur kami,
maka kai sini belasken anak kami ndube sope berkat tuhu-tuhu er-dalan alu mehuli. Duana anak kami enggo banci dung seko-lahna, janah la ndekahsa minter ka ia duana dat dahin i pulo Jawa.
“Adi la kami sekolah Band-ung enda, mBand-ungkin entah labo kam seh kujenda… hehehe…” nina Tuah man kami sanga ga-wah-gawah kami ibabana ku Lembang. Bagepe kenca pi-ga-piga wari kami i Bandung, berkat ka kami ku Bali, ingan Cirem erdahin. Ije pe meriah tuhu-tuhu akap kami ibabana keliling-keliling ku ingan si cukup mejile kel pemandan-genna. Dua minggu dekahna ijah mulih kami ku kuta, janah jumpa ka kami mulihi ras anak kami Mencen. Bas sada dampar turah ate megogo erkiteken Mencen la ikut ras kami. La ningen kami mela, tapi lit sitik bas pusuh kami permelana erkiteken percbcal geluhna. Padahal teluna kel ia ndarat ibas bertinku nari. Ta-dingken kami ia ras bibina i kuta. Meriah ukurna ngaloken luah si ibaba kami ibas turang ras agina nari, bagepe Bibi ras Bengkilana ngaloken luah bas permenna nari.
Kenca duana anak kami er-jabu, janah sikap pe ibas penda-hinna, bagepe kempu-kempu kami enggo lit 4 kalak, emaka tuhu-tuhu jadi keriahen man kami amin gia lit sitik ngan-jalen bas pusuhku, erkiteken Tuah sikusuraken ndube erjabu ras impalna, tapi buatna beru si ikaroken. Bagepe Cirem, amin gia ia jumpa ras kalak Karo, tapi jarang kel mulih ku kuta.
“Ras kami saja kam i Bali ras Bapa Nande… I rumah kam banci la akapndu latih, sekalian ras Tengah Mencen banci am tading ras kami..” nina. Aku kueteh nge maka kata anakku Cirem e tuhu-tuhu ibas pusuh-na pusuh-nari. Tapi ku ukuri maka ia enggo lit temanna nggeluh, janah aku pe ndauh sikapen nge akap kami tading bas jabu kami. Tading bas rumah kami. Emaka asum Natal ras Tahun Baru ngenca lit kesempaten kami jumpa ras anak-anak bagepe kempu kerina. Sanga-na kempu-kempu kami kitik denga mbarenda, mulih kenca
ia kerina ku kuta nambah kel riahna akap kami. Banci baba kami kempu ndurung ku sabah, bagepe muat durin si sangana erbuah i peken. Kempu-kempu pe meriah kel tuhu-tuhu akap-na adi mburtas tambak kenca. Itangkapna nurung badau ras nurung emas alu durung i kol-am. Sibenter-benteren kubang ia ras anak-anak sideban bas kolam kami. Amin gia enggo piga-piga tahun ia nadingken kuta, entabeh denga akapna cibet, nurung timah-timah, bagepe cih ras kohol. Tapi kempu-kempu bagepe ras per-men kami la ia pet. Bage gia, tuhu-tuhu meriah kel akap kami erkiteken banci ersada pulung. Kupujiken rusur man kalak sideban keberhasilen anak-anakku. Kubanggaken rusur ia duana bas perpulun-gen jabu-jabu. Kalak pe megati mujiken kami uga berhasil ndi-dik anak janah berhasil pe bas karirna.
Kenca umurku enggo me-ganjang, anak-anakku pe enggo melala kal kesibukenna, bagepe kempu-kempuku kerina eng-go sibuk bas persekolehenna, emaka rukur aku, anakku Men-cen, parang anak sintengah lan-ga lalap erjabu. Singuda-nguda pangke. Janah gegeh pe enggo me bagi sikurang. Ku juma pe lanai bo ngasup. Mencen me ibas kekurangenna banci ngu-rusi juma ras sabah kami. Men-cen me mbaba kami ras bapana dua minggu sekali ertambar ku Puskesmas ras ngurus BPJS kami. Duana kami ras bapana enggo lalan tambar ipan kami asangken man nakan. Pegancih kami ku rumah sakit.
Pernah piga-piga kali pupus kami si Tuah dinas ku Medan. Memang sempatkenna nge lal-ap singgah ku kuta ndahi kami. La iarap enggo lit parkir motor lebe-lebe rumah, janah nusur me Tuah itaruhken supir. La setengah jam pe enggo ka ia mulih ku Medan. Tadingken-na man kami sen, bagepe man agina Mencen. Sibuk. Emaka Medan me ia medem. Janah mulih ka ku Jawa. Kirimina ru-sur sen man kami, tapi situhu-na kel labo ate kami malem, erkiteken ulih juma ras sabah saja pe situhuna cukup nge pan kami teluna. Janah labo sen na e arapken kami. Adina mulih pe ia wari Natal ras tahun baru piga-piga tahun silepus, lanai ia medem ijabu kami, ija ije ia tubuh janah ngkeriken waktuna asum danak-danak mbarenda. Alasenna la banci anak-anak-na medem. Erkiteken enggo kebiasaan ingan medemna la bagi ingan medem kami. Tapi kamar hotel enggo ia tunduh i Medan. Cibet-cibet simarenda biasa pindo Tuah adi mulih ku kuta, sikutanggerken pe lanai panganna. “Labo dalih nande, aku manganca, entabeh kuakap cibet-cibet ras timah-timah si enggo tasakkenndu e”, nina Mencen man bangku. Morah ateku. Ugape entabeh nari nge kari akap anakku, erkiteken ndekah la panna ateku. Tapi aku ka ng eras anakku si Men-cen ngkerikenca.
Tahun-tahun berikutna pe enggo bage. Setiap tahun baru ibahanna perjumpan keluarga.
Man ras-ras janah iundangna pe pendeta si terberita beluh khutbah, rikut pe kibot ras perkolong-kolongna. Anak kuta pe ikut undang, janah besur man kerina. Tapi ken-ca dung aken-cara, mulih ka ia ku Medan, janah lanai ia pernah tunduh bas rumah kami. Tat-apna ngenca inganna medem marenda. Setahun sekali ngen-ca ia reh. Wari-wari lambang e, Mencen me teman kami ras. Mencen me siperdiatek-en kami. Msiperdiatek-encsiperdiatek-en si la pernah kupujiken erkiteken lalit seko-lahna. Mencen si jarang kuba-ba gawah-gawah erkiteken ket-erbatasenna. Mencen singurusi sabah ras juma kami. Mencen simbaba kami ertambar ras bapana. Mencen sinanggerken nakan kami. Mencen sinaptapi baju kami tupung kami kurang sehat. Mencen…. Mencen si banci muat ukurku seh gund-ari. Mencen si la kuperdiateken sedekah enda me jadi inganku ergani-gani.
Kenca mulih anakku Tuah, tangis me aku sisada nguku-ri kerna kecibal kegeluhen e. Ije kugejapken situhuna, is-ekin anakku situhuna. Anakku simperdiateken aku ras bapa-na, anakku situhu-tuhu meteh ukurku, eme anakku si la eng-go pernah kupujiken. Anakku si la kperdiateken kel sedekah enda. Anakku si la kuseko-lahken meganjang bagi abang ras agina. Anaku sidiberu si la kuanggap penting kel erkitek-en la perkitek-enerus keturunerkitek-en Bapa-na. Anakku Mencen, diberu si biasana baba kalak ku jabuna. Anakku Mencen sikibedaken kel ras kaka ras agina.
Tengah berngi, sangana ba-deh kel pertunduh anakku Men-cen, kudahi kuinganna medem. Kucabini nahena, janah ku ema kurumna silambak galuhen erkiteken kena matawari. Ku-rumna si la melinang erkiteken ku sabah ras ku juma.
“Anakku, keleng kel ateku. Salah kel aku nandendu anak-ku, sayang nandena. Ampuni kel aku Tuhan… kurang kuper-diateken kam sedekah enda. La kam pernah kupujiken sedekah enda, tapi kam kap simeteh pu-suhku, si banci muat ukurku. Nemani geluhku ibas pudi ge-luhku, umurku metua”, bage me ningku bas ukurku janah iluhku pe naktak bas kurumna. Erkiteken iluhku mambur bas ayona, emaka medak me ia, janah sengget ia ngidah aku.
“Kai atendu nande? Uga maka kam ndandung?’ nina janah ndakep aku. La kuturik-en kai si lit bas pusuhku, tapi dakepenna aku nambah malem kel ateku er-anakken Mencen singkelengi aku. Kubunik-en saja bas pusuhku kai si ku ukurken bas bengi ndai. Tapi ndekut kel bas pusuhku ateku jadi man Mencen, janah keleng ateku simbages. “Tunduh kam nande, ndekah denga erpa-gi-pagi..” nina. La tertunduh-ken aku mis, rukur aku ndekah uga tak-tak kegeluhen enda, janah sora kirik sierderik nari ngenca kubegi, bagepe sora perbulangenku sekali-sekali mengker. Bene.
Senayan – Jakarta, 17 Juni 2019.
Julianus P. Limbeng
Simson Ginting
KATONENG-KATONENG
KAYU MBULAK
Enggo dage dage
Bapa, nande, turang si la erpilihen si la erndobahen Uga nari kal nge ningku nuri-nuri man bandu kerina Adi enggo bagenda kal rehna sekerajangenta Reh dekahna reh ngesekesna bagi gelang perdit Menam-menam kita lanai ngasup mersansa Bapa, nande, turang kerina si megi-megi Ernolih-nolih kal kita rate mesui
Beratna lanai bo langlang
Uga kal nge ndia pertubuh paduka ndube maka bage kal laguna
Ngarap kal kita ia banci jadi lanam erjujung Inganta ciocio bas wari lego ras wari perudan Ingan merga si lima ras beru si lima ngadu-ngadu Ingan anak si nguda nungkun kerna wari si pepagi Emaka sahun surung me sekali enda kita ngadi rate mesui ndai
Bage kal nina ukurta kerina asum e, nande o nandeku Tapi uga kel nge ningku gundari nuri-nuri man bandu Ku pekeri kin pe soraku lanai bo banci seh ku cupingna Sora gaji si gedang tajina janah erndilap
Enggo ersiung ras sora kayu mbulak Erikiteken paduka si gedang mbestang Si teberita merawa la mbiar kai pe Enggo ngeluken sura-surata ndube Erpenulak kal ia nandangi ajar si mehuli Bapa, nande… nande
Ertambah-tambahna kal menda ateta mesui Seh matanta natap
Enggo mbelang kal ibahan paduka inganta natap-natap Enggo salang mesai kal kerangen merga si lima ituhtuhi Adi sitatap kepultaken nari seh ku kesunduten
Lanai kal lit inganta kiranting ndube agi kakana Ningku suari berngi nderkuh sisada
Emaka ipalu menda gendang sarune Labo katoneng-katoneng masu-masu Tapi katoneng-katoneng kayu mbulak
Dalenta niar-niar taneh kemulihen alu iluh erdire-dire Janahta landek ersembah seh ku taneh
Nembah mungkuk man Dibata
Inganta si tuhu-tuhu nuriken ate mesui Nande o nandengku
12.09.03
Segenap Redaksi dan Staff Tabloid
K
ATANTARA
S
Mengucapkan
Selamat menempuh Hidup Baru
man
Marsten Lihardo Tarigan
& Estiani Ambarwaty
Kiranya Tuhan menjadi kepala
dalam rumah tangga
yang baru ini
K
ATANTARAS
6
EDISI 8, Juni 2019
Atikel
Belakangan ini, saya membaca kembali sebuah buku yang berjudul:
Sejarah Batak Karo, Sebuah Sumban-gan yang ditulis oleh J.H, Neumann. Buku ini diterbitkan oleh Pener bit Bhratara, Jakarta pada tahun 1972. Buku ini merupakan buku terjemahan dari artikel berbahasa Belanda den-gan judul: Bijdrage Geschiedenis van de Karo-Batakstammen yang dimuat dalam majalah Bijdragen tot de taal-, Land-en Volkenkunde, LXXXII (1926: hlm 1 – 36) dan LXXXIII (1927: hlm 162 – 180).
Pada kata pengantar yang ditulis oleh Koentjaraningrat disebutkan: “
…Neumann berkesimpulan bahwa daerah asli dari orang Karo di Dataran Tinggi Karo, mula-mula didiami oleh suatu suku-bangsa, yang rupa-rupa-nya juga tersebar sampai jauh ke Se-latan ialah daerah Samosir dan Asa-han”. Kesimpulan ini setidak-tidaknya dapat menunjukkan adanya fenom-ena migrasi orang Karo keluar dari Dataran Tinggi yang pada gilirannya memberikan kesempatan bagi mere-ka untuk berinteraksi dan berasimilasi dengan suku dan masyarakat lainnya.
Sayangnya, banyak fakta yang hi-lang dari catatan, yang telah menye-babkan kita tidak memiliki informasi yang cukup untuk menggambarkan bagaimana perjalanan orang Karo di wilayah lain, yang sekaligus juga menyebabkan kaburnya pemahaman kita tentang “apa dan bagaimana”n-ya kehidupan orang Karo ketika be-rada di wilayah lain serta “apa dan bagaimana”nya interaksi mereka den-gan masyarakat lain.
Padahal, pemahaman tentang inter-aksi antar suku ini sedemikian penting-nya mengingat bahwa bangsa Indone-sia adalah multi etnis, beraneka ragam golongan serta agama yang sering ber-potensi konflik. Pemahaman tentang interaksi ini akan sangat bermanfaat da-lam membentuk cross-culture affiliation yang mampu meredam sejak dini pelu-ang konflik antar etnik, setidak-tidaknya di Sumatera bagian Utara yang juga dika-takan sebagai wilayah multi etnik.
Kaitan dengan Kerajaan Pagaruyung
Kerajaan Pagaruyung ternyata memiliki kedekatan tertentu dengan
orang Karo. Sebuah buku “pustaka”, yakni “Pustaka Kembaren” mencatat kedekatan tersebut. Sekedar catatan singkat mengenai buku ini: salinan dari buku ini yang ditulis dengan huruf Karo pada kulit kayu diperoleh oleh J.H. Neumann dari seseorang yang bernama Pa Belat yang bekerja di wilayah Langkat Atas. Buku itu sendi-ri sebelumnya dimiliki oleh penghulu Sapo Padang, sebuah kampung yang terletak di Langkat Atas dengan lama perjalanan kira-kira sehari berjalan kaki ke arah atas Bohorok.
Pada bagian awal pustaka terse-but dituliskan dengan jelas bahwa asal-usul marga Kembaren adalah Kerajaan Pagaruyung. Disebutkan da-lam pustaka tersebut: “Lit me ndube anak Pagaruyung dua sembuyak, dua nandena: sintua tading i Pagaruyung,
singuda lawes engkeleweti pulau Per -ca enda” (Dahulu ada orang-orang Pagaruyung, dua orang laki-laki kakak beradik yang berlainan ibunya. Yang sulung tinggal di Pagaruyung, sedang-kan yang bungsu merantau mengel-ilingi Sumatera).
Berdasarkan informasi tersebut maka dapat dicatat bahwa mereka yang bermarga Kembaren memiliki hubungan saudara seayah dengan seseorang di Kerajaan Pagaruyung. Mengapa Pagaruyung disebut se-bagai kerajaan? Karena disebutkan bahwa si bungsu yang melakukan perjalanan merantau mengelilingi Su-matera dibekali dengan sebuah tanda yaitu cap kerajaan dan pisau kerajaan
(dengan sebutan: piso bala bari).
Hari ini, kita melihat bahwa ham-pir tidak pernah mengemuka lagi informasi tentang kedekatan kedua masyarakat ini. Orang Karo juga ham-pir-hampir tidak memiliki sama sekali informasi tentang hubungan kedua et-nik ini, sehingga dalam pembicaraan sehari-hari, hampir tidak pernah dis-inggung oleh kebanyakan orang Karo maupun orang Pagaruyung dari Suma-tera Barat. Bahkan hingga hari ini juga tidak ada sejarawan mencoba mela-cak kaitan kedua suku ini. Hubungan antara keduanya seolah-oleh begitu saja hilang ditelan zaman.
Disamping info tentang nama Pagaruyung, dalam buku pustaka tersebut juga disinggung tentang ker-ajaan lain yang disebut sebagai Kuala Ayer Batu, sebagai tempat asal-usul salah seorang isteri dari nenek moy-ang marga Kembaren, disamping 6 (enam) isteri lainnya yang berasal dari Makkah (Mekkah atau Malaka?).
Kaitan dengan Kerajaan Siak
Kerajaan Siak ternyata juga memi-liki kedekatan dengan orang Karo. Berdasarkan upaya J.H. Neumann melacak asal-usul dan penyebaran orang Karo melalui tradisi lisan folk-lore, diperoleh informasi tentang hubungan dekat antara orang yang bemarga Tarigan dengan kerajaan Siak. Seorang tokoh marga Tarigan yang bernama (salah satu dari nama berikut): Nuan Kata/Onan Katana/ Nongon Kata/Ngenan Kata, semula bermukim di Kuala, kemudian berpin-dah ke Padang Sambo, dan selanjutn-ya ke Sugo, dan pindah lagi ke Ale Deli dan terakhir berlayar ke Sait dan tem-pat itu didudukinya. Nama ini diganti
KAITAN ANTARA KARO DENGAN
KERAJAAN PAGARUYUNG DAN SIAK
Oleh Robinson Sembiring
dengan Siak.
Setelah menjadi penguasa di Siak, disebutkan pula bahwa dia pernah mengirim surat dan sebilah pisau ke-pada Sibayak Sungai Siput. Perlu di-catat bahwa Sibayak Sungai Siput ini adalah nenek moyang Sibayak Kaban-jahe: Pa Mbelgah dan Pa Pelita. Da-lam ingatan J.H. Neumann, Pa Pelita pernah mengatakan bahwa dia memi-liki hubungan keluarga dengan Sultan dari Siak.
Informasi di atas demikian sing-katnya, sehingga sedemikian mu-dah pula hilang dari ingatan mereka yang bermarga Tarigan. Sama dengan cerita tentang hilangnya nama Pa-garuyung dari perbincangan sejarah marga Sembiring Kembaren, maka ternyata nama Siak juga hampir tidak pernah disinggung lagi oleh komuni-tas bermarga Tarigan di Tanah Karo.
Para sejarawan di Sumatera ba-gian Utara semestinya dapat melihat soal ini sebagai sebuah tantangan ak-ademik. Dengan meminta dukungan dari masing-masing universitasnya, para peneliti sejarah dari Sumatera Utara dapat bekerjasama dengan para peneliti dari Sumatera Barat. Penelitian tentang rekonstruksi se-jarah suku-suku di Sumatera bagian Utara di tengah potensi konflik antar kelompok sering dilupakan dalam riuh-rendah perkembangan bangsa ini yang kian hanyut oleh arus berb-agai masalah keseharian yang aktual seperti perkembangan politik dan ekonomi regional yang mendesak.
Sejarah kelihatannya memang telah dianggap menjadi sesuatu yang beku karena all that have happenend
dan final… Banyak diantara warga Melayu yang tinggal di Deli Serdang dan Langkat jika
ditanyakan tentang nenek-moyang dan asal-usulnya akan menyatakan bahwa nenek moyang dan asal-usul mereka berasal Karo. Beberapa diantara mereka bahkan secara persis dapat menyebut cabang marga mereka sebagai salah satu diantara 5 marga masyarakat Karo, yakni: Karo-karo, Perangin-angin, Sembir-ing, Ginting dan Tarigan. Kenyataan ini menjadi suatu petunjuk bahwa orang Karo bukan hanya meliputi mereka yang masih mengenakan marga (Karo) atau tinggal di dataran tinggi Karo. Ada berbagai informasi yang menunjukkan bah-wa orang Karo bahkan juga menyebar ke daerah lainnya seperti Samosir, Asah-an, Simalungun, Pakpak bahkan hingga ke Aceh.
Gajah Kebun Binatang Mati
Jack Ropang, kepala Kebun Bi-natang mendapat laporan dari seo-rang staffnya bahwa seekor gajah telah mati di kandangnya. Untuk mengecek kebenaran laporan itu sekaligus melihat keadaan di lapan-gan, Jack Ropang segera tiba di tem pat kejadian dan mendapati seorang pria sedang menangis tersedu-sedu seperti meratapi bangkai binatang itu.
“Sebagai seorang pawang ga-jah tentu Anda sangat bersedih atas kejadian ini dan saya juga merasa demikian” Jack Ropang mencoba menghibur orang itu dengan menun-jukkan empati yang dalam.
TUAH PANDIA
HIBAHKAN TANAHNYA UNTUK
PENDIRIAN SMAN PAYUNG
Kabanjahe (Katantaras)
W
arga desa Payung, Keca-matan Payung, Tuah Pandia menghibahkan tanah seluas 1 hek-tar untuk pendirian gedung sekolah SMA Negeri Payung. Bupati Karo Terkelin Berahmana, S.H yang meninjau lokasi mengatakan san-gat menghargai kepedulian Tuah Pandia tersebut dan itu sebagai bukti nyata betapa tingginya keingi-nan kuat masyarakat untuk mema-jukan pendidikan (25/06) 2019).Bupati meninjau lokasi did-ampingi Kepala UPT Dinas Pendi-dikan Provinsi Sumatera Utara, H Syahri Ginting SPd, MM, Kepala Dinas Pendidikan Karo, Eddy Suri-anta Surbakti, MPd, Kepala Bappe-da Ir. Nasib Sianturi, Anggota DPRD Karo, Mansur Ginting, Kepala Dinas PUPR, Ir. Paten Purba, Sekcam Payung Mariani Br Sitepu, SH.
Tuah Pandia menegaskan bah-wa pihaknya murni menghibahkan tanah tersebut untuk kemajuan pendidikan di Kabupaten Karo khususnya di Kecamatan Payung.
Namun dia juga meminta kepada Pemkab Karo, agar meningkatkan pembangunan jalan menuju ke lo-kasi ladangnya/tanahnya maupun ke lokasi jembatan “Napak Tilas Pahlawan Nasional Kiras Bangun” sepanjang sekitar 3 Km sehing-ga nantinya warsehing-ga sekitar yang memiliki tanah atau ladang di seki-tar sekolah akan terbantu dari segi infrastruktur untuk memudahkan distribusi hasil-hasil pertanian dari ladang masing-masing ke pasar, ” ucapnya.
“Jalan itu bisa berfungsi se-bagai ringroad luar tiga desa, sep-erti Desa Batukarang, Rimokayu, dan Desa Payung. Apalagi jalan satu-satunya yang ada selama ini antara Desa Payung ke Batu-karang cukup sempit dan setiap Pesta Budaya Kerja Tahun selalu menjadi langganan macet parah. Hal itu sudah lama dikeluhkan warga,” ujar Tuah Pandia kepada Bupati Karo.
Bupati Terkelin mengtakan “Setelah kita lihak dan cek lokasi
tanah perladangan yang diatasn-ya ada tanaman kopi, lokasindiatasn-ya cukup strategis, datar dan dekat ke akses jalan Kabupaten yang menjadi jalan utama Kabanjahe – Kutabuluh. Disamping itu, tanah yang dihibahkan disampingnya ada akses jalan ke Dusun Sim-pang Sebintun, Desa Berastepu Kecamatan Simpang Empat, juga akses penghubung ke jalan Desa Kuta Suah Kecamatan Munte maupun ke Desa Batukarang, Ke-camatan Payung,”
Kepala UPT Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara, H Syahri Ginting SPd MM didampingi Kepa-la Dinas Pendidikan Karo, Eddy Surianta Surbakti, MPd meng-takan “Setelah nantinya selesai proses ferivikasi dan serah teri-ma surat persetujuan dari pemilik tanah Tuah Pandia secepatnya akan kita ajukan ke Provinsi . Mu-dah-mudahan anggarannya seki-tar Rp 3 milyar akan ditampung di APBD Sumatera Utara tahun an-ggaran 2020,” ujarnya. (Tambur)
“Saya bukan pawang gajah, Pak” sahut orang itu. “Tapi saya ditugaskan untuk menggali kuburannya.. Gajahn-ya kan gede banget Pak... saGajahn-ya nggali lobang kuburnya harus dalam seka-li...” ujar pria itu dengan sesunggukan. (tadukan)
Wartawan yang Cerdik
Seorang wartawan yang khusus meliput kecelakaan lalu lintas, meli-hat banyak orang yang berkerumun di lokasi kecelakaan. Si wartawan yang sudah berpengalaman di bidangnya segera putar otak bagaimana caranya supaya dapat menerobos kerumunan itu sehingga bisa melihat korban
K
ATANTARAS
7
EDISI 8, Juni 2019
Nusantara
N
ama-nama orang Karo sangat unik. Apa saja bisa jadi nama orang sehingga bagi orang non-karo yang tidak memahami filosofi pem-berian nama dalam masyarakat Karo, mempunyai kesan pemberian nama itu dilakukan orang tua secara sem-brono dan sekenanya saja. Sebutlah nama apa saja, kemungkinan besar ada nama orang Karo. Meja, Motor, Stasiun, Cangkul, Lembu, Kerbau, bahkan konsep politik pun bisa jadi nama, seperti Usdek, Viere viere colo-so, Marhean dan sebagainya.Keunikan lainnya, artinya tidak terdapat pada suku lain, dikenal den-gan nama warisan yang bersumber dari Sub Merga seseorang. Seper-ti diketahui klen masyarakat Karo ada lima dan masing-masing dengan sub-subnya, beberapa sub-sub klen ini masing-masing mempunyai nama warisan. Namun tidak semua mas-yarakat Karo memilikinya. Hanya klen-klen tertentu saja yang memiliki nya dan beberapa nama warisan itu masih umum dipergunakan sampai sekarang.
Berikut nama-nama warisan ber-dasarkan Sub Marga tersebut :
Marga Sembiring 1. Sembiring Kembaren Untuk Pria : Rambah, Baok.
Untuk Wanita : Loko
2. Sembiring Sinulaki Untuk Pria : Ropo.
Untuk Wanita : Lencang.
NAMA WARISAN DALAM
MASYARAKAT KARO
dari dekat. Akhirnya wartawan itu pun mendapat ide yang cerdik.
“Minggir-minggir semua, saya ayah korban!” ia berseru. “Saya minta jalan”
Benar saja....kerumunan itu mem-biarkan dia lewat. Semua mata terarah kepadanya. Ketika sampai di tengah kerumunan, ia terbelalak... melihat see-kor anak monyet yang tergeletak tak ber-daya!, korban tabrak lari. (jkd)
Pinangko Rimo
Nandangi erkata pet-pet, sekalak da-nak dada-nak cimucuk deher batang Rimo i juma kalak. Kepeken ndauh-dauh nari Puna Juma ngidah, janah nina “Hoi..., nangko Rimo atem ma ?? Timai ula ko kiam, lang, ku kataken kari man bapam” !!
Nina Danak-danak alu sora manjar-anjar , “Iyah Pa, pedasken, kiam kita, adah en-ggo reh puna juma...” (bjng)
Ditangkap Polisi
Bajing naik sepeda motor dan menerobos lampu merah. Tiba-tiba didepan sudah berdiri seorang polisi dan menghentikan-nya.
Polisi : “Apakah saudara tidak melihat lampu merah “?
K
etika GBKP mengubah pemaha-man jemaat tentang posisi pende-ta yang selama ini dipandang sebagai pelayan khusus penuh waktu menjadi personalia (walaupun yang dimak-sud bukan hanya pendeta tetapi juga pegawai GBKP), saya memahaminya sebagai sebuah upaya untuk lebih me-mandang sisi personal setiap pendeta. Meskipun dengan julukan ini seorang pendeta diharapkan memiliki kualifi-kasi profesional, yang tentu saja tidak mudah dan membutuhkan upaya yang lebih, namun julukan itu berarti sangat banyak untuk lebih menghargai ke-hadiran seorang pendeta yang adalah juga manusia biasa. Dengan penda-huluan ini saya ingin menyampaikan beberapa hal atas tulisan tersebut.Pertama, sangat penting bagi kita khususnya bagi Moderamen un-tuk memahami akibat baik dan bu-ruk sistem penerimaan pendeta sejak awalnya. Awal yang saya maksud adalah penerimaan calon mahasiswa teologi utusan GBKP. Sistem selek-si yang dilakukan saat ini saya pikir kurang tepat (hal ini sudah pernah saya tulis atas permintaan Saudara Analgin Ginting). Seleksi untuk men-jadi mahasiswa utusan GBKP lebih baik dilakukan di awal daripada di akhir setelah lulus. Di tahap awal ini seleksi tidak hanya dilakukan secara akademis tetapi juga (yang saya pikir jauh lebih penting) secara psikologis dan komitmen. Proses kuliah adalah seleksi tahap selanjutnya: apakah
ses-eorang bertahan dalam proses kuliah teologi yang rumit dan setelah lulus masih punya komitmen yang kuat un-tuk menjadi pendeta atau sebaliknya. Seleksi berikutnya adalah penerimaan calon pendeta yang mestinya dilaku-kan dengan sangat serius. Dalam tahap ini bukan lagi pemahaman aka-demis yang dilakukan karena kampus lebih kompeten dalam hal ini (dan bu-kankah dia sudah lulus?) melainkan pemahamannya mengenai pelayanan GBKP, etika personalia GBKP dan sekali lagi seberapa besar komitmen-nya menjadi pendeta. Setelah semua tahap ini dilakukan bukan berar-ti berar-tidak lagi ada masalah dalam diri personalia. Dua contoh kasus yang diberikan oleh Saudara Ginting malah terjadi pada pendeta yang sudah cuk-up senior. Kita juga tidak menutcuk-up kuping dan mata atas kasus-kasus yang dilakukan beberapa personalia GBKP namun tidak terangkat ke pub-lik seperti kedua kasus tersebut, me-lainkan hanya sebatas internal GBKP saja. Maka GBKP perlu melakukan langkah yang lain.
Kedua, GBKP perlu melakukan orientasi berkala bagi seluruh pende-ta. Yang saya maksud adalah sebuah pertemuan yang dilakukan secara teratur bukan untuk membahas mas-alah teologis atau praktis pelayanan, melainkan untuk menyegarkan iman, rasa dan komitmen pelayanaan. Hal ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan, misalnya retret
(bu-kan ibadah singkat dalam kegiatan wisata). Saya memang baru melayani di dua jemaat tetapi tahulah bagaima-na rasanya beradaptasi dengan jemaat dengan karakter yang berbeda setiap lima tahun sekali. Itu sangat mele-lahkan. Kadang-kadang terjadi konf-lik antara pendeta dengan pertua dan diaken atau bahkan dengan anggota jemaat.
Menurut saya sebagian besar ter-jadi bukan karena salah siapa pun me-lainkan karena komunikasi yang tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu diperlukan juga orientasi khusus dalam hal mutasi. Hal ini diperlukan selain untuk menjalin komunikasi yang baik antara personalia dan Moderamen juga untuk memberi wawasan menyeluruh mengenai situasi dan kondisi jemaat yang akan dilayani. Apalagi jika pen-deta sebelumnya dengan penpen-deta yang
akan masuk ke jemaat tersebut dapat bertukar pikiran mengenai apa-apa saja yang sudah dilakukan dan apa yang belum dan perlu diteruskan. Jika hal kedua ini sudah dikerjakan tidak serta merta personalia tidak akan terbentur persoalan.
Ketiga, ketika semua upaya telah dilakukan untuk memahami perasaan, situasi dan pemahaman seorang pen-deta, namun masih ada konflik yang terjadi maka diperlukanlah sebuah up-aya yang lebih khusus kepada perso-nalia yang berpotensi atau yang sudah berkonflik. Dalam hal ini saya setuju dengan apa yang disampaikan Sauda-ra Analgin dalam tulisannya. GBKP membutuhkan sebuah tim khusus un-tuk menangani persoalan khusus per-sonalianya. Namun secara teknis saya kurang setuju.
Pertama nama “Dewan Kehor-matan” menurut saya terlalu berlebi-han. Istilah ini juga dapat menimbul-kan kesalahpahaman karena konotasi lebih kepada organisasi duniawi atau pemerintahan. Selain itu dapat pula muncul anggapan bahwa personalia tidak dapat menjaga kehormatan
GBKP atau kehormatannya sendiri sehingga diperlukan sebuah dewan untuk itu. Maka menurut saya istilah “Tim Rekonsoliasi” lebih tepat karena ini menggambarkan bahwa personalia adalah pribadi yang bisa saja keli-ru tetapi bisa juga memperbaiki diri. Kedua, mengenai wewenang tim ini. Saya kurang sependapat dengan penu-lis karena kalimat “Apapun keputu-san mereka harus diterima semua pihak… Keputusan mereka adalah keputusan tertinggi”.
Wewenang ini terlalu tinggi dan menurut saya malah berpotensi me-nimbulkan konflik baru. Saya sangat menghormati pendeta senior dan saya banyak belajar dari teladan mereka. Namun jika wewenang setinggi ini diberikan kepada mereka saya kurang sependapat. Konflik yang dihadapi oleh pendeta pada masa kini sungguh berbeda dengan konflik yang mereka alami dahulu. Ada gap lintas generasi dan masa yang cukup jauh . Apalagi di era digital ini, dimana semua infor-masi bisa berkembang sangat liar.
Benarkah GBKP Membutuhkan Dewan Kehormatan?
Oleh Pdt Fransiska Br Sinuraya
Sebuah Tanggapan Atas Tulisan Analgin Ginting dalam tabloid Katantaras Edisi Juni 2019
Menanggapi tulisan Saudara Analgin Ginting, pertama-tama saya ingin mengatakan bahwa setiap
pribadi memiliki cara pandang dan pendekatan yang bersifat pribadi juga untuk menanggapi situasi
tertentu yang dipengaruhi oleh latar belakang dan pengalaman khasnya. Personalia GBKP dalam hal
ini juga demikian, meski secara organisasi dipandang semestinya memiliki pemahaman yang sama
khususnya dalam hal etika moral spiritual.
Bersambung ke Hlm 11
3. Sembiring Keloko Untuk Pria : Ndaram.
Untuk Wanita : Loko 4. Sembiring Pandia
Untuk Pria : Gobang.
5. Sembiring Gurukinayan Untuk Pria : Nayan, Pagoh, Bugan.
Untuk Wanita : Rogat, Mahar
6. Sembiring Brahmana
Untuk Pria : Kawar, Kuliki. Untuk Wanita : Tawan, Kumu
7. Sembiring Meliala
Untuk Pria : Jemput, Jambe, Sukat.
Untuk Wanita : Tekang, Nicar, Gadong.
8. Sembiring Depari
Untuk Pria : Gawah, Pola, Tojong, Ratah, Pulubalang.
Untuk Wanita : Talah, Tajak, Tayam.
9. Sembiring Pelawi
Untuk Pria : Gedang, Turah-Turah.
Untuk Wanita : Lawi.
10. Sembiring Maha
Untuk Pria : Pasir, Jogah, Rambah, Manit.
Untuk Wanita : Daling
Marga Peranginangin 1. Peranginangin Sukatendel Untuk Pria : Gantang, Ngudong.
Untuk Wanita : Gomok.
2. Peranginangin Sebayang Untuk Pria : Rabun, Kurung, Balan-dua/ Ndua, Ngupkup.
Untuk Wanita : Jengok, Lencang.
3. PeranginanginPincawan Untuk Pria : Jambor. 4. PeranginanginSinurat
Untuk Pria : Tangko Babi.
Untuk Wanita : Ngemban. 5. PeranginanginSingarimbun Untuk Pria : Kerangen.
Untuk Wanita : Rimbun, Rambah 6. PeranginanginKacinambun Untuk Pria : Njorang.
Untuk Wanita : Ngemban. 7. PeranginanginBangun Untuk Pria : Teger, Ratah.
Untuk Wanita : Girik.
8. Peranginangin Pinem
Untuk Pria : Jaren, Batok, Mbuko, Canggah, Sagu, Mitut.
Untuk Wanita : Lompoh. 9. PeranginanginLaksa Untuk Pria : Batonggan.
Untuk Wanita : Lompoh. 10. PeranginanginKutabuluh Untuk Pria : Tuluk, Gantang.
Untuk Wanita : Gomok 11. PeranginanginJinabun
Untuk Pria : Gantang, Morah, Tang-gam, Guni.
Untuk Wanita : Picet, Sayan, Mber-gang.
12. Peranginangin Jambor Beringin Untuk Pria : Belingking.
Untuk Wanita : Amo
Bersambung ke Hlm 11
Bajing : “Liat pak”
Polisi : Lalu, kenapa sudara tidak berhenti ?
Bajing : “Saya tidak lihat bapak...”
Bejo, Saksi di Persidangan
Pada sebuah persidangan, hakim bertanya kepada saksi
Hakim : Saudara saksi, apakah saudara sehat dan siap memberikan keterangan ??
Bejo, teman Bajing yang menjadi saksi, diam saja...(sesuai arahan pe-nasehat hukum agar menjawab yang diketahuinya saja...)
Karena tidak menjawab, hakim kembali bertanya.
Hakim : Saudara saksi, apakah saudara mendengar dan mengerti pertanyaan saya ??
Bejo hanya memandang hakim na-mun tetap diam.
Hakim mulai kesal, dan menunjuk, ke arah Bejo, iya, kamu, kok diam saja, enggak menjawab pertanyaan saya ??!!
Bejo : Maaf pak hakim, nama saya bukan Saksi, tapi Bejo !!