• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DASAR INKLUSI ( Studi Kualitatif Deskriptif pada SD Inklusif di Jakarta Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DASAR INKLUSI ( Studi Kualitatif Deskriptif pada SD Inklusif di Jakarta Utara)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 635

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SEKOLAH DASAR INKLUSI ( Studi Kualitatif Deskriptif pada SD Inklusif di Jakarta Utara)

Oleh: Kurniawan* Abstract

This paper will focus on the foundation equation receipt decent education to children who have special needs as well as develop and build self-esteem children with special needs when it comes to the school and met with a wide - range of students. The issue of gender equality in education, which in the past two decades become a central issue, one of which is triggered by the fact of gender discrimination in the education world. Gender issues even just one part of the broader social issues that must be addressed, more - in the context of Islam. In Islam it turns out there is an authoritative source of fundamental values that drive universal equality, not only in the context of gender differences, but also in other social issues. Therefore, Islam strictly prohibits discriminatory attitudes. In contrast Islam encourages equality in various levels. That is one meaning of Islam as a religion rahmatanlil'alamin.

Background inclusive education is based on four grounds, namely; philosophical foundation, juridical, pedagogical, and empirical. First philosophical foundation. Philosophical foundation implementation of inclusive education in Indonesia is Pancasila are the five pillars simultaneously ideals - ideals are founded on the basic foundation of what is called national unity or diversity. Thus Inclusive education: education that include learners with special needs to get together with other normal students is appropriate in meeting the needs of today's educational needs. Inclusive education is about the same rights to which every child. Inclusive education is a process to remove the barrier that separates learners with special needs of the learners normal so that they can learn and work together effectively in a school. In addition, the government is expected to implement kebijaka implementation and management of a program of inclusion with friendly service and quality to result in better quality for students with a special participant in the study.

Implementation of inclusion policies relating dengaan good that the management of inclusion can work well. Obstacles encountered in the implementation of policies and management penyelnggaraan inclusion operationally related standards. To that end, the government should formulate a policy SD. Inclusion in accordance with the needs of the community. Step - steps to address implementation bottlenecks inclusion policy administration and management to increase and improve learning facilities and infrastructure, providing special anggran maximum inclusion, increase the quality and quantity of teachers in accordance with department inclusions. To be recommended in order to implement the policy administration and management should be the maximum.

Keywords: Policy, Primary School, Inclusion A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan pondasi dasar dari suatu negara. Negara dikatakan memiliki martabat yang tinggi apabila pendidikan diletakan sebagai nilai ideologi bangsa tersebut. Seperti hal nya dengan Bangsa Indonesia meletakan pendidikan sebagai Ideologi Negara yang tercantum pada pembukaan UUD 1945 yag

menyebutkan tujuan mendasar dari kemerdekaan yaitu “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”. Oleh karena itu pendidikan yang layak merupakan hak setiap warga Negara dan menjamin kewajiban Negara untuk menyelenggarakan serta memenuhi kebutuhan warganya.

Demi terciptanya pendidikan yang adil dan merata hal tersebut di pertegas

(2)

636 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam

pada pasal 31 ayat 2 dan ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi “setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya.

Dengan demikian rakyat memiliki hak yang sama dalam menikmati pendidikan tanpa melihat kesempurnaan tubuh, suku, status social dan jenis kelamin. Kebutuhan masyarakat akan pendidikan merupakan kebutuhan yang mendasar untuk mengembangkan potensi dan bakat anak didiknya dan berpengaruh terhadap penghidupan yang layak bagi masyarakat. Sama halnya dengan pendidikan dasar yang merupakan jenjang pendidikan yang melandasari dari jenjang pendidikan menengah sebagaimana tercantum dalam UU No. 26 Tahun 2003 Pasal 17 sekolah dasar merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang berperan penting dan paling mendasar dalam sistem pendidikan di Indonesia.

Sedangkan menurut Islam sendiri mengenai hakikat pendidikan adalah pembentukan manusia kearah yang dicita – citakan. Dengan demikian pendidikan Islam adalah proses pembentukan manusia kearah yang dicita – citakan Islam.

Oleh karena itu terdapat berbagai upaya dalam mewujudkan itu semua. Adapun beberapa fungsi pendidian islam.

Fungsi pendidikan Islam adalah sebagai berikut:

a. Mengembangkan pengetahuan teoritis, praktis dan fungsional bagi peserta didik.

b. Menumbuh kembangkan kualitas akhlak dan kepribadian, atau fitrah peserta didik.

c. Meningkatkan kualitas akhlak dan kepribadian, atau menumbuh kembangkan nilai-nilai insani dan nilai illahi.

d. Menyiapkan tenaga kerja yang produktif.

e. Membangun peradaban yang berkualitas (sesuai dengan nilai-nilai Islam) di masa depan.

f. Mewariskan nila-nilai Illahi dan nilai-nilai insani kepada peserta didik. Dengan demikian betapa pentingnya memperoleh pendidikan bagi setiap muslim dan muslimah. Di dalam islam baik laki - laki maupun perempuan, yang muda atau yang tua wajib memperolah dan mendapatkan pendidikan. Demikian juga dengan anak-anak yang tidak normal atau dikenal dengan istilah cacat, Mereka juga memiliki hak yang sama untuk memperoleh kesempatan mendapatkan pendidikan yang layak seperti anak-anak normal yang lainnya.

Hal tersebut sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur’an di dalam surat Al - Hujurat ayat 13 yang artinya:

“Hai manusia, Sesungguhnya

Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal – mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha

mengetahui lagi Maha Mengenal” Dengan demikian sekolah dasar juga merupakan tempat memberikan landasan karakter dalam membentuk peserta didik menjadi lebih baik untuk memperkenalkan nilai karakter bangsa. Maka dalam pelaksanaan dan pengembangan Pendidik-an Dasar (SD) menjadi Blue Print (cetak biru) pembangunan sumber daya manusia yang fundamental, sesuai dengan peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

(3)

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 637

Indonesia Nomor: 58/2009 tentang Standar SD.

B. Definisi tentang Inklusi

Inklusi berasal dari Bahasa inggris yaitu Inclusion Istilah terbaru yang digunakan untuk mendeskripsikan penyatuan bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus ke dalam program-program Sekolah. Inklusi juga dapat berarti bahwa tujuan pendidikan bagi siswa yang memiliki hambatan dapat dilibatam dalam kehidupan sekolah yang menyeluruh serta menerima pula anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi social, dan konsep dari (Visi, Misi) Sekolah. Sedangkan dalam ensiklopedi online Wikipedia disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan inklusi yaitu pendidikan yang memasukkan peserta didik berkebutuhan khusus untuk bersama-sama dengan peserta didik normal lainnya.

Menurut Lay Kekeh Martan (2007: 145) Menyatakan bahwa pendidikan Inklusi adalah pendidikan yang melayani dalam memberikan kesempatan kepada semua anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah umum bersama anak lainnya. Selain itu pendidikan inklusi dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan masing-masing anak. Sebagai upaya meningkatkan kualitas program pendidikan bagi semua peserta didik.

Selain itu ada beberapa definisi mengenai Pendidikan Inklusi. Definisi pendidikan Inklusi yang dirumuskan dalam seminar Agra yang disetujui oleh 55 Peserta dari 23 Negara pada tahun 1998. Definisi ini kemudian diadopsi dalam South Africa white Paper On Inclusive Education dengan hampir tidak mengalami perubahan. Definisi Seminar Agra dan Kebijakan Afrika Selatan Pendidikan Inklusi :

1. Lebih luas dari pada pendidikan Formal :Mencangkup Pendidikan di rumah, masyarakat, Sistem Non Formal, dan In Formal.

2. Mengakui bahwa semua anak dapat belajar.

3. Meningkatkan Struktur, Sistem dan Metodologi Pendidikan memiliki kebutuhan semua anak.

4. Mengakui dan menghargai berbagai perbedaan pada diri anak : Usia, Jender, etnik, Bahasa, kecacatan, status HIV/AIDS dll.

5. Merupakan proses yang dinamis yang senantiasa berkembang sesuai dengan budaya dan konteksnya.

6. Merupakan bagian dari Strategi yang lebih luas untuk mempromosikan masyarakat yang Inklusif (Stubbs, 2002: 39 – 40)

Selain itu juga dalam perkembang-annya, Pendidikan Luar Biasa yang berkonotasi Sekolah Luar Biasa (SLB) perlu dirubah dengan pendidikan anak berkebutuhan khusus (Education for Children With Special Needs) yang mencakup anak-anak yang bersekolah di SLB/SDLB maupun anak-anak yang berada di sekolah reguler termasuk anak genius dan berbakat (gifted dan talented), anak yang mengalami kesulitan belajar, anak autis, down syndrome, anak korban narkoba dan lain sebagainya.

Mereka ini membutuhkan pelayanan pendidikan khusus mulai dari satuan pendidikan TK, SD. SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi. Layanan pendidikan luar biasa sesuai dengan PP Nomor: 72 TAHUN 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa Pasal 4 adalah dapat berbentuk Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB),

(4)

638 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam

Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB); dan Bentuk lain yang ditetapkan oleh Pemerintah.

1. Implementasi Kebijakan SD Inklusi Landasan teologi secara normative dalam pendidikan. Pada ladasan tersebut lebih menekankan pada nilai ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran dan sunnah karena Islam adalah ajaran rahmatan lil’alamin. Ajaran pokoknya pendidikan sebagai usaha sadar dalam mengembangkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang terintegrasi pada kecerdasan intelektual, emosional dan kecerdasan ruhani yang berumuara pada kecerdasan dan agama. Adapun struktur kejadian manusia terdiri dari dua unsur penting yaitu unsur fisik (jasmaniah) dan unsur psikis (rohaniah). Kedua unsur tersebut mengalami perubahan – perubahan secara berkesinambungan. Keduanya berkembang dan saling mempengaruhi, bahkan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Keduanya dikenal dengan istilah psiko – fisik. Unsur psiko – fisik manusia berkembang secara integral dan selalu berfungsi, berhubungan secara timbal – balik dengan penuh keseimbangan dan bersifat harmonis dalam diri manusia. Keduanya harus berjalan serasi dan selaras dalam seluruh gerak dari fungsi organ – organ psikis dan fisiknya. Unsur-unsur fisik lebih sering diistilahkan dengan “bioligis” sedangkan unsur-unsur psikis lebih sering disebut dengan istilah “psikologis”.

Namun kenyataan ini menurut Jalaluddin “Bahwa manusia sebagai individu secara fitrah memiliki perbedaan. Selain itu perbedaan tersebut juga terdapat pada kadar kemampuan yang dimiliki masing-masing individu. Jadi, secara fitrah, manusia memiliki perbedaan individu (individual diffrencies) yang memang unik.

Sehubungan dengan kondisi itu, maka tujuan pendidikan diarahkan pada usaha membimbing dan mengembangkan potensi perserta didik secara optimal, dengan tidak mengabaikan adanya faktor perbedaan individu, serta menyesuaikan pengembang-nya dengan kadar kemampuan dari potensi yang dimiliki masing-masing.

Oleh karena itu sekolah haruslah mengadopsi sistem pendidikan untuk semua (education for all) yang artinya semua anak bisa belajar di lingkungan yang sama baik anak normal maupun anak yang memiliki kebutuhan khusus (ABK) tanpa memandang kelainan fisik mapun mental dan tanpa adanya diskriminatif. UU no. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 51 yang berbunyi ‟anak yang menyandang cacat fisik dan/mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa” (Direktorat PLB, 2007:10).

Selain itu pemerintah memperjelas mengenai Sistem Pendidikan Terpadu bagi Anak Cacat dalam Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nomor: 002/U/1986 yang berisi tentang Pendidikan Terpadu bagi Anak Cacat, yang mengatur bahwa anak penyandang cacat yang memiliki kemampuan sebaiknya diberikan ke-sempatan untuk belajar bersama-sama dengang sebayanya yang normal di Sekolah biasa.

Dengan memberikan kesempatan yang seluas – luasnya kepada peserta didik untuk mengembangkan bakat dan minatnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya serta saling menghargai keanekaragaman yang dimiliki oleh masing-masing individu maka dari itu perserta didik lain dapat belajar untuk saling menghargai perbedaan yang ada. Adapun model penyelenggaraan pendidikan yang dikembangkan bagi anak

(5)

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 639

berkebutuhan khusus di Indonesia dibedakan menjadi tiga:

a. Pendidikan segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari sistem sekolah regular. Contohnya adalah sekolah luar biasa dengan menyesuaikan jenisnya kekhususan tiap individu seperti SLB/A (untuk anak tuna netra), SLB/B (untuk tuna rungu), SLB/C (untuk anak tuna grahita), SLB/D (untuk tuna daksa), SLB/E (untuk tuna laras) dan lain – lain. Satuan pendidikan khusus, sistem pendidikan yang digunakannya terpisah sama sekali dari sistem pendidikan di sekolah regular, baik kurikulum, tenaga pendidik kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan evaluasinya. Jenis jenjang pendidikannya terdiri dari; TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB.

b. Pendidikan terpadu adalah sekolah yang memberikan kesempatan kepada peserta didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler tanpa adanya perlakuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan individu anak. Sekolah menggunakan kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan sistem belajar yang digunakan masih bersifat reguler untuk semua peserta didik.

c. Pendidikan Inklusi merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Setiap anak disesuaikan dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan penyesuaian mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidikan, sistem

pembelajaran sampai pada sistem penilainya.

Tujuan pendidikan Inklusi itu sendiri dalam pedoman penyelengaraan pendidikan inklusi di Indonesia adalah dengan tujuan ;

a. Memberikan kesempatan seluas – luasnya kepada semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya. b. Membantu mempercepat program

wajib belajar pendidikan dasar.

c. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekankan kasus tinggal kelas dan putus sekolah.

d. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif serta ramah tamah, tehadap pembelajaran.

Dengan demikian penyelenggara pendidikan inklusi memiliki konsekuensi di tuntut melakukan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap sampai pada proses pendidikan yang beorentasi pada kebutuhan individu tanpa diskriminasi (Direktorat PLB, 2007 : 4) maka dari itu sudah sepatutnya kita sebagai pendidik memiliki kewajiban untuk mendidik dengan sepenuh hati sebagai wujud mengabdi untuk negeri.

2. Teori yang melandasi kebijakan SD Inklusi

Menurut Soebijanto dalam Rohman (2012:85) mengatakan bahwa : Istilah kebijakan pendidikan banyak dikonotasikan dengan istilah perencanaan pendidikan (educational planning), rencana induk tentang pendidikan (master plan of

educationa), pengaturan pendidikan

(education regulation), kebijakan tentang pendidikan (policy of education), serta

(6)

640 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam

istilah yang mirip dengan istilah tersebut. Sedangkan Suharsimi Arikunto (1988:1) berpendapat bahwa program adalah “rencana”. Dengan demikian maka program itu bertujuan dan keberhasilannya dapat diukur. Pencapaian tujuan tersebut diukur dengan cara dan alat tertentu.

Maka dari pendapat di atas sesuai dengang pendapat dari William N. Dunn (2003: 597) menyatakan bahwa indikator adalah karakteristik yang dapat diobservasi secara langsung sebagai ganti dari karakteristik yang tak dapat diamati secara langsung, dan digunakan sebagai definisi oprasional atas suatu variabel. Seperti yang tertera dalam Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif menyatakan bahwa, setiap satuan pendidikan yang akan menyelenggarakan pendidikan inklusif sekurang – kurangnya harus memenuhi standar keberhasilan sebagai berikut:

a. Tersedia guru pembimbing khusus yang dapat memberikan program pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus.

b. Tersedia sarana dan prasarana bagi peserta didik berkebutuhan khusus, sekolah memperhatikan aksesibilitas dan alat sesuai kebutuhan peserta didik; dan

c. Memiliki program kegiatan yang bertujuan untuk mengembangkan pendidikan inklusif.

d. Memiliki sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan inklusif. Maka dari uraian di atas dapat dijabarkan sebagai standar penyelenggaraan pendidikan inklusi.

3. Konsep Dasar

Salamanca dan kerangka aksi tentang pendidikan kebutuhan khusus (1994)

meliputi: Anak–anak memiliki keberagam-an ykeberagam-ang luas dalam karateristik dkeberagam-an kebutuhan nya. Perbedaaan itu merupakan normal adanya. Sekolah perlu meng-akomodir semua anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus untuk bersekolah di lingkungan sekitar rumah tinggalnya sekaligus sebagai penampakan dari realitas dunia kehidupan nya dalam bentuk mikro di sekolah.

Konsep utama dan asumsi yang mendasari pendidikan inklusi adalah justru bertentangan dalam berbagai hal dengan konsep dan asumsi yang melandasi “pendidikan luar biasa”(Stubbs, 2002:38). ”Inklusi atau pendidikan inklusi bukan nama lain untuk “pendidikan kebutuhan khusus “pendidikan inklusi menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mengidentifikasi dan mencoba memecahkan kesulitan yang muncul di sekolah. Pendidikan kebutuhan khusus dapat menjadi hambatan bagi perkembangan praktek Inklusi di Sekolah (Stubbs, 2002:38)

Konsep pendidikan inklusi memiliki lebih banyak kesamaan dengan konsep yang melandasi di gunakan oleh “ pendidikan untuk semua”dan peningkatan mutu sekolah” pendidikan inklusi merupakan pergeseran dari kecemasan tentang suatu kelompok tertentu menjadi upaya yang difokuskan untuk mengatasi hambatan untuk belajar dan berpatisipasi (Stubbs, 2002:38).

Konsep – konsep Utama yang terkait dengan pendidikan inklusi :

a. Konsep – konsep tentang Anak

1) Semua anak berhak memperoleh Pendidikan di dalam komunitas nya sendiri.

2) Semua anak dapat belajar dan siapapun dapat mengalami kesulitan belajar.

(7)

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 641

3) Semua anak membutuhkan dukungan untuk belajar.

4) Pengajaran yang terfokus pada anak bermanfaat bagi semua anak (Stubbs, 2002 : 41 – 42).

b. Konsep-konsep tentang system pendidikan dan persekolahan

1) Pendidikan lebih luas dari pada persekolahan formal

2) Sistem pendidikan yang fleksibel dan responsive.

3) Lingkungan pendidikan yang memupuk kemampuan dan ramah. 4) Peningkatan mutu sekolah-sekolah

yang efektif

5) Pendekatan yang menyeluruh dan kolaborasi dan termitra.

c. Konsep-konsep tentang keberagaman dan diskriminasi

1) Memberantas diskriminasi dan tekanan untuk mempraktikkan eksklusi.

2) Merespon, merangkul keberagam-an sebagai sumber kekuatkeberagam-an, bukan masalah.

3) Pendidikan Inklusif mempersiap-kan siswa untuk masyarakat yang menghargai dan menghormati perbedaan.

d. Konsep-konsep tentang proses untuk mempromosikan Inklusi

1) Mengidentifikasi dan mengatasi hambatan inklusi.

2) Meningkatkan partisipasi nyata bagi semua orang.

3) Kolaborasi, kemitraan

4) Metodologi partisipasi penelitian tindakan, penelitian kolaboratif. e. Konsep – konsep tentang Sumber

Daya

1) Membuka jalan sumber daya setempat.

2) Redistribusi sumber daya yang ada.

3) Memandang orang (anak, orang tua, guru, anggota kelompok termajinalisasikan dll) sebagai sumber daya utama.

4) Sumber daya yang tepat yang terdapat di dalam sekolah dan pada tingkat local dibutuhkan untuk berbagai anak, misalnya Braille, alat asistif (Stubbs, 202 : 42 – 43 ).

Sedangkan dalam konsep dasar Islam juga mengajarkan bahwa semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran tanpa memandang pangkat, golongan, kecacatan seseorang maupun hal – hal yang lain. Islam melarang keras melakukan diskriminasi dalam pendidikan.

Allah memperjelas hal tersebut dengan diturunkannya surat Abasa’ yang menegur Nabi Muhammad karena beliau bermuka masam dan berpaling dari orang buta. Al Qur’an menceritakan kisah tersebut sebagai berikut

a. Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling

b. Karena telah datang seorang buta kepadanya.

c. Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), d. Atau Dia (ingin) mendapatkan

pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?

e. Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup

f. Maka kamu melayaninya.

g. Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau Dia tidak membersihkan diri (beriman).

h. Dan Adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),

i. Sedang ia takut kepada (Allah) j. Maka kamu mengabaikannya.

(8)

642 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam

Sehingga karena peristiwa tersebutlah Allah menurunkan surat Abasa’ yang merupakan dasar pendidikan inklusi di dalam Islam. Di dalam surat tersebut Allah ingin menjelaskan kepada kita semua bahwa kita wajib peduli terhadap manusia lain yang memiliki kekurangan fisik ataupun mentalnya. Allah menegur Rasullullah pada saat itu, dan Rasullullah akhirnya pada saat itu menyadari akan kekhilafannya dan segera Rasulluah berubah dan bersikap lebih baik lagi kepada siapapun. Surat tersebut merupakan petunjuk bagi kaum muslimin dalam bersikap kepada sesama makhluk ciptaan Allah yang berbagai macam.

Di dalam surat Az-Zukkruf ayat 32 Allah juga berfirman yang artinya:

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka peng-hidupan mereka dalam kepeng-hidupan dunia, dan Kami telah

meninggi-kan sebahagian mereka atas

sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.

Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk fisik seorang muslim, namun Allah melihat hati dan perbuatannya. Hal ini dinyatakan juga dalam salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu:

“dari Abu Hurairah : Rasulullah bersabda: Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk dan harta kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati dan perbuatan kalian”.

4. Pembahasan

1. Standar Isi (Kurikulum) SD Inklusi Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (UUSPN) pada pasal 1 butir 19 disebutkan bahwa Kurikulum adalah: (1) seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan (2) bahan pelajaran, serta (3) cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Dalam konteks sekolah inklusif maka KTSP akan tidak hanya satu macam, karena keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Artinya di samping ada KTSP yang dikembangkan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL, juga mengembangkan program pembelajaran individual (PPI) atau IEP (Individualized Educational Program) yang dikembangkan mengacu pada kurikulum khusus yang memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk satuan pendidikan dasar yang masih harus dikembangkan. Di sekolah inklusif terdapat (1) kurikulum regular atau KTSP yang dikembangkan berpedoman pada standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang dikembangkan BSNP, dan (2) IEP (Individualized Educational Program) atau PPI (Program Pembelajaran Individual) yang dikembangkan berdasarkan ”Kurikulum Khusus” atau ”Kurikulum Modifikasi”.

Mengingat kurikulum khusus atau untuk sekolah inklusif belum ada, maka kurikulum modifikasi tersebut perlu dikembangkan.. Kurikulum modifikasi yang dimaksud terutama modifikasi isi kurikulum meliputi penyesuaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK KD). Berdasarkan hasil penelitian (A.Salim Choiri, dkk, 2008), telah berhasil memodifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar lima mata pelajaran, meliputi Mata Pelajaran PKN, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS untuk

(9)

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 643

SD/MI. Masing – masing SK KD ke lima mata pelajaran SD/MI tersebut, dikaji berdasarkan substansi keilmuan dan kemudian dilakukan pengurangan pada bagian-bagian tertentu untuk disesuaikan

dengan kemampuan dan hambatan yang dialami peserta didik tingkat ringan dan sedang.

Hasil modifikasi isi kurikulum secara singkat tersaji dalam tabel di bawah ini: Tabel 1:

Ringkasan Hasil Modifikasi SK-KD Untuk Anak Dengan Hambatan Belajar Ringan Mata Pelajaran SK-KD Lama SK-KD Modifikasi Prosentase Bahasa Indonesia SK 48 buah

KD 122 buah SK 48 buah KD 97 buah 79.56% I P A Sk : 42 Buah Kd: 120 Buah Sk : 42 Buah Kd: 95 Buah 79.1% I P S SK 13 buah KD 48 buah SK 13 buah KD 38 buah 79,16% PKN SK 24 buah KD 58 buah SK 24 buah KD 47 buah 81,034% Matematika Sk 36 Buah Kd 123 Buah SK 36 Buah KD 98 Buah 79,67% Tabel 2:

Ringkasan Hasil Modifikasi SK-KD Untuk Anak Dengan Hambatan Belajar Sedang Mata Pelajaran SK-KD Lama SK-KD Modifikasi Prosentase Bahasa Indonesia SK 48 buah

KD 122 buah SK 48 buah KD 72 buah 59.01% I P A Sk : 42 Buah Kd: 120 Buah Sk : 42 Buah Kd: 77 Buah 64,1% I P S SK 13 buah KD 48 buah SK 13 buah KD 28 buah 58.3% PKN SK 24 buah KD 58 buah SK 24 buah KD 36 buah 62.067% Matematika SK 36 Buah Kd 123 Buah SK 36 Buah KD 80 Buah 65%

Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum modifikasi akan menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, dengan mempertimbangkan kemampuan individual peserta didik. Hasilnya dituangkan dalam IEP atau PPI yang dikembangkan oleh Guru Pendidikan Khusus (GPK) serta petugas lain yang terkait.

Sebagaimana telah di singung di muka bahwa PPI tidak memiliki format yang sangat baku. Artinya setiap tim Pendidikan Khusus dapat memilih format yang disukai. Setidaknya ada 2 hal penting yang harus ada dalam PPI yaitu: (1) informasi tentang anak dan kemampuannya serta (2) program yang akan dilaksanakan. Salah satu format yang dapat digunakan adalah format PPI yang komponen-komonennya seperti berikut ini:

(10)

644 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam

1. Informasi tentang anak.

Informasi tentang anak ini dapat dimasukan dalam biodata dan gambaran perkembangan anak. 2. Program yang akan dilaksanakan

Berdasarkan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, maka perlu menetapkan program tertentu seperti yang diuraikan berikut ini: a. Penetapan Prioritas Program; b. Unsur Pelaksana; c. Periode; d. Tujuan Umum; e. Sasaran Belajar; f. Aktivitas pembelajaran; g. Tanggal selesai program yang telah dijalankan sesuai dengan perencana-an; h. Evaluasi untuk mengukur kemampuan peserta didik terhadap proses hasil pembelajaran.

Contoh model PPI

Bagian ini memaparkan contoh model profil peserta didik dan program pembelajaran individual (PPI) untuk anak berkebutuhan khusus: (Contoh 1 dan 2.) Contoh 1: Model Profil Peserta Didik

PROFIL PESERTA DIDIK 1. Data Peserta Didik

a. Nama , b. Jenis Kelamin, c. Tempat lahir, d. Tanggal lahir, e. Diagnosa 2. Data Orangtua

a. Nama Bapak, b. Nama Ibu, c. Alamat, d. Telepon

3. Wali yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat:

a. Nama, b. Status, c. Alamat, d. Telepon

4. Contoh Perkembangan Siswa

a. Sejarah semasa dalam kandungan, b. Sejarah kelahiran, c. Sejarah kesehatan, d. Sejarah mengenai tugas-tugas yang sesuai dengan tugas perkembangan siswa dari 0 sampai 4 tahun, e.

Perkembangan siswa di usia 5 tahun, f. Informasi tambahan dari orang tua. Contoh 2. Format Program Pembelajaran Individual (1)

PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL

Terdiri atas : Nama, Kelas , Tahun Ajaran, Diagnosa, Periode. 1. Unsur Pelaksana No Nama Pelaksana Jabatan Tanda Tangan 1 Guru 2 Guru Siswa Kebutuhan Khusus 2. Tingkat Kemampuan 1. Akademik, 2. Non-Akademik, 3. Prioritas Program, 4. Tujuan Umum, 5. Sasaran Belajar, 6. Aktivitas Pembelajaran, 7. Tanggal Selesai, Evaluasi

Contoh 2: Format Program Pembelajaran Individual

PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL

Nama, Kelas , Tahun Ajaran, Diagnosa, Periode :

1. Deskripsi tingkat kemampuan peserta didik sekarang

2. Tujuan jangka panjang (umum) dan tujuan jangka pendek (khusus)

a. Tujuan jangka panjang: b. Tujuan jangka pendek:

3. Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait, termasuk seberapa besar peserta didik dapat berpartisipasi di kelas regular.

4. Pengaturan pemberian layanan

(11)

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 645

2. Standar Pendidikan dan Kependidikan a) Pendidik dan tenaga kependidikan

pada satuan pendidikan penyeleng-gara pendidikan inklusif wajib memiliki kompetensi pem-belajaran bagi peserta didik pada umumnya maupun berkebutuhan khusus.

b) Setiap satuan pendidikan penyeleng-gara pendidikan inklusif, wajib memiliki guru pembimbing khusus. c) Satuan pendidikan penyelenggara

pendidikan inklusif yang belum memiliki guru pembimbing khusus dapat bekerja sama dengan guru pembimbing khusus dari sekolah atau lembaga lain. Dalam kegiatan pembelajaran, guru sebagai fasilitator dan motivator dapat menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada anak itu sendiri dan mendorong terjadinya pembelajaran yang aktif untuk semua anak. Spesifikasi manajemen tenaga kependidikan pada pendidikan inklusif adalah dalam pengaturan pembagian tugas dan pola kerja antar tenaga kependidikan khususnya antara guru reguler dan pembimbing khusus dalam memberikan layanan pendidikan khusus bagi peserta didik yang membutuhkan pendidikan khusus (Tarmansyah, 2007:154)

3. Proses Pembelajaran

Dalam proses pelaksanan pembelajar-an inklusi ypembelajar-ang tercpembelajar-antum dalam buku panduan umum penyelenggaraan pendidikan inklusif, kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya menggunakan kurikulum reguler yang berlaku di sekolah umum. Namun karena ragam hambatan yang dialami peserta didik berkebutuhan khusus sangat bervariasi,

mulai dari yang sifatnya ringan, sedang sampai yang berat, maka dalam implementasinya, kurikulum reguler perlu dilakukan modifikasi (penyelarasan) sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Modifikasi (penyelarasan) kurikulum dilakukan oleh tim pengembang kurikulum di sekolah terdiri dari: kepala sekolah, guru kelas, guru mata pelajaran, guru pendidikan khusus, konselor, psikolog, dan ahli lain yang terkait (Direktorat PLB 2007:18).

Selain itu kurikulum anak yang membutuhkan layanan pendidikan khusus harus memperoleh dukungan pembelajaran tambahan dalam konteks kurikulum reguler, bukan kurikulum yang berbeda. Prinsip yang dijadikan pedoman adalah memberikan bantuan dan dukungan tambahan bagi anak yang memerlukannya. Kurikulum digunakan untuk menciptakan situasi pembelajaran yang relevan dengan memperhatikan pluralitas kebutuhan individual setiap siswa. Bagi anak yang membutuhkan layanan pendidikan khusus, dengan disediakannyaa dukungan yang berkesinambungan. Mulai dari bantuan minimal dikelas reguler, hingga program pelajaran disekolah. Untuk layanan ketrampilan khusus, perlu staf pendukung eksternal, antara lain: speach therapist, dokter spesialis, okupasionaltherapist, fisiotherapist, dan profesi lain yang terkait (Tarmansyah, 2007:155).

Dengan demikian anak yang memiliki kebutuhan khusus dapat terlayani dengan optimal maka sesuai dengan PP Nomor 19 Tahun 2005 yang berisinya standar minimal “proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik berpartisipasi aktif serta memberikan

(12)

646 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam

kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.”

4. Syarat Penyelengaraan SD Inklusi Kriteria penyelengaraan pendidikan SD. Inklusif mengacu pada buku panduan umum penyelenggaraan pendidikan inklusif yang dikeluarkan oleh Direktorat PLB (Direktorat PLB, 2007:29). Sebagai kriteria sekolah penyelenggara pendidikan inklusif sebagai berikut: a. Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusif (kepala sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua). b. Terdapat anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah. c. Tersedia guru pendidikan khusus (GPK) dari PLB (guru tetap sekolah atau guru yang diperbantukan dari lembaga lain). d. Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar. e. Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan. f. Tersedia sarana penunjang yang mudah diakses oleh semua anak. g. Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan inklusif. h. Sekolah tersebut telah terakreditasi. i. Memenuhi prosedur administrasi yang ditentukan. 5. Prinsip Pendidikan SD. Inklusi

Prinsip dasar dari pendidikan SD. Inklusi adalah Bentuk layanan pendidikan bagi anak – anak Antara lain : menyiapkan proses pembelajaran dengan menggunakan kurikulum yang sesuai perkembangan anak dan yang dibutuhkan, proses pembelajaran yang dapat merangsang dan memicu semua aspek perkembangan anak, baik secara fisik maupun non – fisik.

Pelaksanan pendidikan dasar ini sebagai bentuk persiapan pendidikan lebih lanjut memasuki sekolah menengah. Dengan tujuan diselenggarakan pendidikan inklusi: (1) Tujuan utama: untuk

mem-bentuk anak Indonesia yang berkualitas, dan menghargai perbedaan. Yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal dalam memasuki sekolah regular. (2) Tujuan penyerta: untuk membantu menyiapkan dan memfasilitasi anak berkebutuhan khusus untuk mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.

Dari prinsip penyelenggaraan sekolah inklusi serta pengelolaannya dapat dilaksanakan secara terarah sehingga tejadi perkembangan secara maksimal. Secara makro, prinsip ini memiliki makna bahwa penyelenggaraan sekolah inklusi ini dilakukan secara terintegrasi dan berkesinambungan dalam sistem sosial yang ada di dalam masyarakat. Dari beberapa hambatan tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan implementasi kebijakan penyelngaaraan sekolah inklusi di kota Adminitrasi Jakarta Utara tidak dapat berdiri sendiri. Hambatan pengelolaan sebagai proses pelaksanaan kegiatan tertentu dengan menggerakan tenaga orang lain. Menejemen pengelolaan sebagai suatu sasaran dengan menggunakan bantuan kemitraan. Kemitraan dalam Inklusi, harus dipahami secara bersama, Antara lain : pemerintah, sekolah, masyarakat, pemerhati pendidikan dan lain-lainnya. Secara umum standar pelaksanaan inklusi belum terlaksana dengan baik. Misalnya mengacu pada Permendiknas Nomor 58 tahun 2009 standar isi, proses, dan penilaian, sarana dan prasarana, pembiayaan di lapangan belum dilaksanakan dengan baik. Untuk itu kebijakan pemerintah harus disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat.

Cara mengatasi hambatan dalam pengelolaan inklusi terhadap tingkat perkembangan anak berkebutuhan khusus, Antara lain: dengan adanya bantuan yang

(13)

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 647

optimal dari Pemprov DKI dan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara berupa pembangunan sarana dan prasarana bagi anak – anak berkebutuhan khusus, APE, Buku – buku bacaan, guru – guru di berikan pelatihan dan intensif yang layak dan bantuan biaya untuk studi. Bantuan tersebut sebagian sudah dipenuhi oleh pemerintah Kota Administrasi Jakarta Utara misalnya: Dana pendamping (GPK), dana blog gren khusus anak berkebutuhan khusus, buku – buku serta alat peraga yang lengkap.

Hambatan lain berkaitan dengan implementasi kebijakan, seperti kebijakan itu tidak dinyatakan dengan pasti, pembuatan kebijakan hanya memusatkan perhatian pada tujuan jangka pendek serta kurang memperhatikan tujuan jangka panjang, pelaksanaan kebijakan tidak menjelaskan kebijakan mana yang lebih dahulu dilaksanakan dan waktu pelaksanaan serta pembuatan kebijakan secara serentak.

Idealnya para implemetator harus mengetahui kebijkan yang berkaitan dengan kebijakan yang akan dibuat, dengan harapan para pelaksana kebijakan di lapangan tidak memperoleh kesulitan. Hambatan dalam implemetasikan kebijakan itu bisa juga berkaitan dengan : (1) Kepala sekolah dan guru sebagai sumber daya utama dalam implementasi kebijakan (termasuk staf dan pegawai). Kegagalan dalam implementasi kebijakan satu diantaranya disebabkan oleh sumber daya manusia/ pegawai yang tidak cukup memadai, atau kompeten dalam bidangnya. (2) Informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan dan informasi yang berhubungan data kepatuhan para pelaksana peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. (3) Wewenang pada umumnya kewenangan

harus bersifat formal agar pemerintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. (4) Fasilitas fisik merupakan factor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi. Kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

Langkah-langkah untuk mengatasi hambatan yang dihadapi dalam meng-implementasikan kebijakan kelem-bagaan Antara lain :

a. Menambah dan meningkatkan sarana prasarana pendukung pembelajaran INKLUSI dalam PP No 19 Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan dan Permendiknas Nomor 58 tahun 2009 tentang standar kurikulum.

b. Pemerintah melalui kebijakan idealnya menyediakan anggaran khusus terhadap pelaksanaan Inklusi yang memadai dan proporsional. Anggaran yang tersedia saat ini khususnya penyelenggaraan dan pengelolaan inklusi belum memadai. c. Menambah kualitas dan kuantitas

guru Inklusi sesuai dengan jurusannya. Memberikan bantuan beasiswa bagi guru – guru yang ingin mempelajari inklusi lebih jauh lagi. Selain itu, memberikan pendidikan, pelatihan, serta kegiatan yang memberikan pemahaman dan penguatan keilmuan tentang ke-INKLUSI-an.

d. Memperbaiki proses pelaksanaan pembelajaran Inklusi yang lebih baik dengan memberikan bantuan berupa alat permainan edukasi (APE), alat bantu belajar, buku-buku, dan

(14)

648 Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam

lainnya. Mengupayakan pemanfaatan alat permainan edukasi (APE) yang sesuai dengan yang dibutuhkan kekhususan dari tiap siswa.

e. Mengaktifkan dan mengefektifkan pertemuan berkala, baik mingguan, dwi mingguan maupun bulanan untuk mendiskusikan masalah yang dihadapi sekolah Inklusi.

f. Mensosialiasikan sekolah inklusi secara lebih terintegrasi dengan menetapkan anggaran pendidikan yang sesuai dan berkualitas. Ini memungkinkan pengelolaan dapat mencari bantuan berupa subsidi silang bagi peserta didik yang secara ekonomi mengalami kekurangan. C.Simpulan dan Rekomendasi 1. Simpulan

Kesimpulan bahwa pendidikan inklusi adalah sebuah pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak-anak yang cacat maupun yang berkebutuhan khusus untuk sama-sama memperoleh kesempatan belajar bersama anak-anak normal lainnya.

Pendidikan inklusif merupakan suatu proses untuk menghilangkan penghalang yang memisahkan peserta didik berkebutuhan khusus dari peserta didik normal agar mereka dapat belajar dan bekerja sama secara efektif dalam satu sekolah.

Istilah pendidikan inklusi atau inklusif, mulai mengemuka semenjak tahun 1990, ketika konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, yang diteruskan dengan pernyataan Salamanca tentang pendidikan inklusif pada tahun 1994. Konsep pendidikan inklusi bertujuan untuk memberi solusi, adanya perlakuan diskriminatif dalam layanan pendidikan terutama bagi anak-anak penyandang cacat atau anak-anak yang berkebutuhan khusus

Islam juga mengajarkan bahwa semua orang berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran tanpa memandang pangkat, golongan, kecacatan seserotang maupun hal-hal yang lain. Islam melarang adanya diskriminasi dalam hal pendidikan.

2. Rekomendasi

a. Pemerintah menetapkan kebijakan dengan baik sehingga aspek – aspek pengelolaan sekolah inklusi dapat berjalan dengan baik dan lebih bermanfaat.

b. Pemerintah harus merumuskan kebijakan sekolah inklusi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian proses KBM dapat berjalan dengan baik.

c. Pemerintah harus menjalin kerjasama dengan masyarakat untuk mengatasi berbagai hambatan dalam penyeleng-garaan Sekolah inklusi.

d. Dalam mengimplementasikan kebijakan penyelenggaraan dan pengelolaan sekolah inklusi pemerintah harus berusaha secara maksimal, dengan meningkatkan sarana dan prasarana. SDM yang memadai dan anggaran yang cukup.

D.Daftar Pustaka

Al Imam Abi Husain Muslim Bin Al Hajjaj. Shahih Muslim. Kairo : Daar Ibnu Al Haitam, 2001.

Dr. Endis Firdaus, M.Ag. Pendidikan Inklusi dan Implementasinya di

Indonesia. Seminar Nasional

Pendidikan Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto, 24 Januari 2010

Dr. Purwidi Sumaryanto, MM.

Implementasi Kebijakan

(15)

Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 649

Deskriptif pada PAUD di Jakarta Utara), Edukasi Islami. Jurnal Pendidikan Islam. 2014

Haidar Putra Daulary. Pendidikan Islam, Cet 1. Jakarta : Kecana, 2004

Muhaimin. Nuansa Baru Pendidikan Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo, 2006 Republik Indonesia (2004). Undang –

undang No. 23 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah.

Republik Indonesia (2005). Undang – undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen.

Republik Indonesia (2005). Peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.

Rochyadi & Alimin, 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat P2TK dan KPT. Rohman.A. (2012), Kebijakan Pendidikan

Analisis Dinamika Formulasi dan Implementasi, Yogyakarta. Aswaja Presdindo.

Suryadi, A dan Tilaar, H.AR (1994). Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung; Rosada

Sunardi,. 1998. Kecenderungan dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Dikti Sunardi. 2003. Impelementasi Pendidikan

Inklusif di Indonesia. Makalah

Stubbs, Sue. (2002) Inclusive Education Where There Ar Few Resources. Norway : The Atlas Alliance.

Tafsir. A (!994). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, ce, ke 2, Bandung : PT. Remaja RosadaKaya.

The Word Declaration On Education For All (1990). Meeting Basic Learning Needs.

Tilaar, H.AR dan Nugraho, R. (2008).

Kebijakan Pendidikan Pengantar

untuk memahami Pendidikan dan

Kebijakan Pendidikan sebagai

Kebijakan Publik, Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Undang – undang Nomor 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang – undang Nomor 47 Tahun 2007

Tentang Guru dan Dosen

Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Jakarta: Sekre tariat Negara Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Quality (1994). The Salamanca Statement and Frace Work For Action On Special Needs Education. Salamanca: UNESCO & Ministry Of Education And Science, Spain.

Qurán Tajwid, Jakarta : Maghfirah Pustaka, 2006

Referensi

Dokumen terkait

Dalam upaya kesehatan secara umum berbagai program kesehatan yang dilaksanakan pada tahun 2015 telah mencapai target Standar Pelayanan Minimal (SPM), namun beberapa program

Berikut hal- hal yang dilakukan peneliti dalam tahap perencanaan adalah (a) menentukan jadwal penelitian, (b) menganalisis kurikulum untuk mengetahui kompetensi

Biodata Semiloka dan Lokakarya Nasional Tahun 2013 Forum Komunikasi Jurusan/Prodi Pendidikan Luar Sekolah Hotel Pelangi Malang,

Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk 1) meningkatkan aktivitas belajar siswa, 2) meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa, 3) meningkatkan pemahaman konsep

KEEMPAT : Pada setiap akhir tahun anggaran, mulai Tahun Anggaran 2000/2001, setiap instansi menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah kepada Presiden

Chain shackle pada bucket elevator telah mengalami masalah keausan karena material tersebut tidak sesuai dengan standar DIN 745 sehingga diperlukan optimalisasi

Prosedur ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang didapatkan maka dapat dikatakan bahwa proses penggunaan barang milik daerah yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan

Guru dalam pendidikan sering disebut dengan pendidik.. mu’addib, mudaris dan mursyid. Kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri menurut peristilahan yang dipakai dalam