• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2_ _BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Hakim dalam Putusan PN Jakarta Pusat Nomor : 54PID.BTPK2012 PN.JKT.PST, Putusan PT Jakarta Nomor : 11PIDTPK2013PT.DKI dan Putusan MA NOMOR : PID.SUS2013 Dikaitkan Tuju

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T2_ _BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pertimbangan Hakim dalam Putusan PN Jakarta Pusat Nomor : 54PID.BTPK2012 PN.JKT.PST, Putusan PT Jakarta Nomor : 11PIDTPK2013PT.DKI dan Putusan MA NOMOR : PID.SUS2013 Dikaitkan Tuju"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pertimbangan Hakim Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Dalam

Putusan Nomor 59/Pid.Sus/2012/PN.Tipikor.Smg, Putusan Nomor :

11/PID/TPK/2013/PT.DKI dan Putusan Nomor : 1616 K/PID.SUS/2013

Sebelum menelaah lebih jauh mengenai putusan Hakim yang memberikan vonis pemidanaan, pertimbangan Hakim maupun penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dengan terdakwa Angelina Sondakh dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 54/PID.B/TPK/2012/PN.JKT.PST, Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor : 11/PID/TPK/2013/PT.DKI dan Putusan Mahkamah Agung Nomor : 1616 K/PID.SUS/2013 (Terdakwa Angelina Sondakh) dikaitkan dengan tujuan pemidanaan. Peneliti terlebih dahulu akan menyajikan deskripsi kasus sebagai berikut:

1. Kasus Posisi

ANGELINA PATRICIA PINGKAN SONDAKH sebagai Anggota Komisi X (sepuluh) DPR RI selanjutnya diangkat sebagai Anggota Badan Anggaran DPR RI dari Komisi X (sepuluh) sebagaimana Keputusan DPR RI Nomor: 48/DPRRI/I/2009-2010 yang mempunyai kewenangan, salah satunya membahas bersama Pemerintah dalam menentukan pokok-pokok kebijakan fiskal secara umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi setiap Kementrian/Lembaga dalam menyusun usulan anggaran. Berdasarkan kesepakatan internal di Komisi X (sepuluh) ANGELINA PATRICIA PINGKAN SONDAKH ditunjuk menjadi Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Anggaran Komisi (X) yang bertugas menindak lanjuti kesepakatan anggaran dengan mitra kerja antara lain Kemendiknas dan Kemenpora yang dibahas melalui Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat dalam Badan Anggaran DPR RI.

(2)

ANGELINA PATRICIA PINGKAN SONDAKH diajak Muhammad Nazaruddin merupakan rekan sesama anggota DPR RI dari Partai Demokrat bertemu dengan Mindo Rosalina Manulang serta beberapa orang lainnya dari Permai Grup antara lain Gerhana Sianipar, Clara Mauren, Silvy dan Bayu Wijokongko di Restoran Nippon Kan di Hotel Sultan Jakarta Selatan. Pada pertemuan itu Muhammad Nazaruddin memperkenalkan Mindo Rosalina Manulang dan beberapa orang dari Permai Grup tersebut sebagai Pengusaha. Muhammad Nazaruddin juga menjelaskan kepada Terdakwa bahwa pada saat dirinya masih menjadi Pengusaha, mereka bergabung bersama dalam sebuah konsorsium, tetapi setelah Muhammad Nazaruddin menjadi Anggota DPR RI maka Mindo Rosalina Manulang yang akan maju menggantikannya untuk nanti berhubungan dengan Terdakwa dalam rangka mendapatkan proyek-proyek di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Setelah berkenalan lalu Terdakwa dan Mindo Rosalina Manulang saling bertukar Nomor Handphone dan PIN (Personal Identification Number) Blackberry dalam rangka memudahkan hubungan komunikasi selanjutnya.

Menindaklanjuti perkenalan tersebut maka sekitar awal tahun 2010 Mindo Rosalina Manulang menghubungi Terdakwa untuk bertemu kembali dan Terdakwa mempersilahkan Mindo Rosalina Manulang menemuinya di Apartemen Bellezza depan ITC Permata Hijau Jakarta Selatan. Pada pertemuan itu Mindo Rosalina Manulang menanyakan kesediaan Terdakwa untuk menggiring anggaran di Kemendiknas dan di Kemenpora, yakni mengusahakan agar program kegiatan berupa Proyek-Proyek Pembangunan/Pengadaan dan Nilai Anggarannya dapat sesuai dengan permintaan Permai Grup. Terdakwa kemudian menyanggupi permintaan tersebut dan meminta agar proyek pada program kegiatan yang akan diusulkan Permai Grup dibuatkan daftar (list) nya lalu diserahkan kepada Terdakwa. Selain itu terdakwa juga menambahkan bahwa khusus untuk proyek pada program pendidikan tinggi di Kemendiknas harus dilengkapi dengan adanya proposal usulan kegiatan dari Universitas-Universitas ke Biro Perencanaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendiknas karena apabila usulan dari universitas belum ada maka tidak bisa dilakukan pembahasan di DPR Republik Indonesi.

(3)

maupun Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2011, selain itu Muhammad Nazaruddin juga memerintahkan Mindo Rosalina Manulang untuk menemui beberapa Rektor Universitas Negeri terkait pengajuan proposal usulan Universitas ke Ditjen Dikti Kemendiknas. Sedangkan terhadap proyek yang akan dianggarkan di Kemenpora maka Muhammad Nazaruddin memperkenalkan Mindo Rosalina Manulang dengan Wafid Muharam yang menjabat sebagai Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) sekitar bulan Maret 2010 di Restoran Arcadia Senayan Jakarta, agar Mindo Rosalina Manulang dapat berhubungan langsung dengan pihak Kemenpora terkait pengajuan usulan proyek pembangunan Wisma Atlet yang akan dianggarkan pada APBN-P 2010.

Terdakwa selanjutnya kembali bertemu dengan Mindo Rosalina Manulang sekitar awal bulan Maret 2010 di kantor Terdakwa di Ruang 2301 Gedung Nusantara I kantor DPR RI, yang pada pertemuan itu Mindo Rosalina Manulang menyampaikan bahwa ia telah melakukan pengecekan terhadap Proposal Usulan Universitas-Universitas Negeri yang masuk di Ditjen Dikti Kemendiknas serta hendak menyerahkan daftar (list) kegiatan sekaligus usulan besarnya anggaran yang diinginkan Permai Grup, namun Terdakwa mengatakan bahwa ia akan mempelajari terlebih dahulu dan nanti dikomunikasikan lagi dengan Mindo Rosalina Manulang. Barulah sekitar pertengahan bulan Maret 2010, Terdakwa mengadakan pertemuan kembali dengan Mindo Rosalina Manulang di Plaza FX Senayan dan dalam pertemuan kali ini Terdakwa menyanggupi permintaan penggiringan anggaran yang diinginkan Permai Grup dengan meminta imbalan uang (fee) sebesar 7% (tujuh persen) dari nilai proyek dan fee tersebut sudah harus diberikan kepada Terdakwa sebesar 50% (lima puluh persen) pada saat pembahasan dilakukan dan sisanya 50% (lima puluh persen) setelah DIPA turun atau disetujui. Terhadap permintaan Terdakwa tersebut maka esok harinya Mindo Rosalina Manulang melaporkan kepada Muhammad Nazaruddin selaku pemilik (owner) Permai Grup dalam rapat di kantor Permai Grup, lalu Muhammad Nazaruddin memerintahkan Mindo Rosalina Manulang untuk menawar sebesar 5% (lima persen) dan imbalan uangnya (fee) baru bisa diberikan setelah DIPA turun atau disetujui. Beberapa hari kemudian Mindo Rosalina Manulang kembali menemui Terdakwa di kantor DPR RI lalu menyampaikan bahwa imbalan uang (fee) dalam rangka menggiring anggaran tersebut supaya dapat dikurangi menjadi sebesar 5% (lima persen) saja dan akan diberikan kepada Terdakwa setelah DIPA turun atau disetujui.

(4)

oleh Ditjen Dikti Kemendiknas namun kemudian diusulkan sebagai usulan aspirasi dari Komisi X (sepuluh). Selain itu Terdakwa juga beberapa kali memanggil Harris Iskandar dan Dadang Sudiyarto (Kabag Perencanaan dan Penganggaran Ditjen Dikti Kemendiknas) ke kantor DPR RI untuk membahas alokasi anggaran yang akan diusulkan Kemendiknas, serta meminta agar Harris Iskandar dan Dadang Sudiyarto memprioritaskan pemberian alokasi anggaran terhadap beberapa perguruan tinggi yang diusulkan Terdakwa.

Bahwa sebagai realisasi dari permintaan imbalan uang (fee) sebesar 5% (lima persen) dari nilai proyek-proyek yang akan dianggarkan sebagaimana yang telah dijanjikan kepada Terdakwa tersebut, maka Permai Grup memberikan sebesar Rp 12.580.000.000,00 (dua belas milyar lima ratus delapan puluh juta rupiah) dan US $.2.350.000,00 (dua juta tiga ratus lima puluh ribu Dollar Amerika Serikat) secara bertahap. Terdakwa menyanggupi akan mengusahakan supaya anggaran untuk proyek pembangunan/pengadaan pada Program Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) dan program pengadaan sarana dan prasarana di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dapat disesuaikan dengan permintaan Permai Grup karena nantinya proyek-proyek tersebut akan dikerjakan oleh Permai Grup ataupun pihak lain yang telah dikoordinasikan oleh Permai Grup.

2. Perbandingan Putusan Hakim

No Unsur-Unsur PN PT Kasasi

1 Dakwaan 1) Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP 2) Pasal 11 jo

Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana

1) Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP 2) Pasal 5 ayat

1) Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP 2) Pasal 5 ayat (2) jo

(5)

No Unsur-Unsur PN PT Kasasi diubah dengan

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

(2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf e jpo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP 3) Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP 3) Pasal 11 jo Pasal 18

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

2 Tuntutan Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor

(6)

No Unsur-Unsur PN PT Kasasi 20 Tahun 2001

jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

3 Pertimbangan

Unsur yuridis Unsur-unsur di dalam Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

Unsur-unsur di dalam Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

Unsur-unsur di dalam Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagai mana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP

4 Faktor yang memberatkan Dapat memicu tindak pidana korupsi berikunya dalam penggiringan pemenangan tender proyek, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantasa tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa dapat merenggut hak sosial dan hak ekonomi masyarakat, terdakwa

(7)

No Unsur-Unsur PN PT Kasasi menyesali perbuatanya dan publik figure, tidak mengakui dan menyesali perbuatanya 5 Faktor yang

meringankan Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, terdakwa merupakan orang tua tungal dan mempunyai tanggungan keluarga yakni anak-anak yang masih kecil, terdakwa belum pernah dihukum dan masih berusia muda, terdakwa memiliki jasa pernah mewakili bangsa dan negara Indonesia di forum nasional dan internasional dan terdkawa pernah mendapatkan penghargaan dari Menteri Sosial Republik Indonesia Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, terdakwa merupakan orang tua tungal dan mempunyai tanggungan keluarga yakni anak-anak yang masih kecil, terdakwa belum pernah dihukum dan masih berusia muda, terdakwa memiliki jasa pernah mewakili bangsa dan negara Indonesia di forum nasional dan internasional dan terdkawa pernah mendapatkan penghargaan dari Menteri Sosial Republik Indonesia 6 Putusan

Penjara 4 tahun 6 bulan 4 tahun 6 bulan

12 tahun

Denda Rp. 250.000.000,- Rp.

250.000.000,-

Rp. 500.000.000,-

Uang Pengganti

(8)

B. Analisis Pertimbangan Putusan Perkara Ditinjau dari Kajian

Pemidanaan

1. Pertimbangan berat ringannya pidana dalam Penjatuhan putusan

yang dilakukan oleh majelis hakim

Penegakan hukum terhadap kejahatan di Indonesia, khususnya dalam pemidanaan, seharusnya merujuk pada pendekatan norma hukum untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan terbukti atau tidak, sehingga hakim dapat menjatuhkan sanksi pidana yang tepat sehingga dapat memberikan efek jera kepada sipelaku. Hal ini memberikan wacana kepada para hakim dalam merumuskan vonis penjatuhan sanksi pidana kepada para pelaku kejahatan agar yang dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan masyarakat.

(9)

Kasus yang Penulis uraikan di atas merupakan kasus korupsi yang diduga dilakukan oleh Angelina Sondakh. Akibat perbuatan tersebut, Negara mengalami kerugian sebesar Rp 12.500.000.000,- dan sebesar US$ 2.350.000,- sebagai imbalan (fee) kepada terdakwa terkait upaya menggiring anggaran proyek Wisma Atlit Kemenpora dan proyek-proyek Universitas Kemendiknas yang diberikan secara bertahap berdasarkan catatan pengeluaran kas Permai Grup.

Penuntut umum merupakan instansi yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan putusan dan penetapan pengadilan.1 Salah satu yang menjadi tugas penuntut umum adalah membuat surat dakwaan yang nantinya akan menjadi dasar landasan pemeriksaan kasus tersebut pada proses peradilan. Maka dari itu, surat dakwaan harus disusun dengan cermat dan jelas. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa surat dakwaan harus memenuhi syarat materiil yang harus menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.2

Pemilihan bentuk surat dakwaan harus dilakukan dengan berpedoman pada hasil penyidikan atas tindak pidana yang dilakukan

1 Yahya Harahap, Op. Cit., h. 385

(10)

oleh terdakwa. Jika terdakwa hanya melakukan satu tindak pidana, maka dapat digunakan dakwan biasa atau tunggal. Jika terdakwa melakukan tindak pidana yang lebih dari satu rumusan tindak pidana pada Undang-Undang dan belum dapat dipastikan ketentuan mana yang telah dilanggar, maka jaksa dapat menyusun surat dakwaan alternatif atau subsidair. Dalam hal terdakwa melakukan perbarengan tindak pidana (concursus) yang tiap-tiap tindak pidana tersebut berdiri sendiri, maka dapat digunakan jenis dakwaan kumulatif.

Penjatuhan putusan yang dilakukan oleh majelis hakim terhadap pelaku tindak pidana didasarkan pada surat dakwaan yang telah disusun oleh jaksa. Selain harus berdasarkan pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Dalam menjatuhkan putusan, hakim wajib berpedoman pada hasil pembuktian atas kasus tersebut diikuti dengan pertimbangan hakim terhadap terdakwa bahwa terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebelum penjatuhan putusan, hakim wajib mempertimbangkan hal-hal yang dapat memberatkan ataupun meringankan. Perbuatan terdakwa merupakan perbuatan berlanjut sesuai dengan Pasal 64 KUHP yang berbunyi :

“Jika beberapa perbuatan perhubungan, sehingga demikian harus dipandang sebagai satu perbuatan yang diteruskan, maka hanya ada satu ketentuan pidana saja yang digunakan walaupun masing

(11)

hukumannya berlainan, maka yang digunakan ialah peraturan

terberat hukuman utamanya ”.

Menurut putusan hakim yang telah disebutkan di atas, hakim menyatakan terdakwa Angelina Sondakh terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Secara Berlanjut”

sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Putusan hakim yang memilih untuk menjatuhkan pidana berdasarkan dakwaan ketiga yang menggunakan Undang Undang PTPK menurut Penulis adalah hal yang tepat. Menurut analisis penulis, pemberian fee terkait upaya menggiring anggaran proyek Wisma Atlit Kemenpora dan proyek-proyek Universitas Kemendiknas yang diberikan secara bertahap berdasarkan catatan pengeluaran kas Permai Grup, merupakan tindak pidana yang dilakukan dalam ruang lingkup korupsi, maka dari itu, Undang Undang PTPK memiliki kekhususan yang lebih dibandingkan KUHP.

(12)

oleh hakim Mahkamah Agung dengan pidana penjara 12 (dua belas) tahun dan denda sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) serta uang pengganti sebesar Rp. 12.580.000.000,- dan US$ 2.350.000,-.

Putusan tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan hakim, termasuk dalam hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa, dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan negara akan menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana yang layak, patut setimpal dan adil sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukannya dalam dakwaan ketiga Penuntut Umum yang terbukti di persidangan dan pidana tersebut juga sebagai pembinaan bagi diri Terdakwa.

Setelah diuraikan pertimbangan-pertimbangan di dalam menentukan putusan persidangan maka dikaitkan dengan putusan tindak pidana korupsi dengan terdakwa Angelina Sondakh, di mana dalam dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, selain merumuskan uraian pasal yang didakwakan serta pembuktianya didalam surat tuntutan, jaksa penuntut umum juga telah merumuskan hal hal yang meringankan dan memberatkan hukuman terdakwa Angelina Sondakh.

Hal-hal yang memberatkan dari diri terdakwa:

a. Perbuatan terdakwa tidak mendukung program Pemerintah yang saat ini sedang giat-giatnya memberantas tindak pidana korupsi akan tetapi justru memanfaatkan jabatannya selaku Anggota DPR-RI untuk melakukan tindak pidana korupsi;

b. Perbuatan terdakwa telah merenggut hak sosial dan hak ekonomi masyarakat karena anggaran yang telah ditetapkan tidak sepenuhnya digunakan untuk kepentingan masyarakat;

c. Terdakwa yang merupakan wakil rakyat dan publik figur justru tidak memberikan teladan yang baik kepada masyarakat;

(13)

Sedangkan hal-hal yang meringankan dari diri terdakwa: a. Terdakwa bersikap sopan di persidangan;

b. Terdakwa mempunyai tanggungan keluarga yakni seorang anak yang masih kecil;

c. Terdakwa belum pernah dihukum dan relatif masih berusia muda sehingga diharapkan dapat memperbaiki diri;

Putusan pengadilan yang berupa penjatuhan pidana harus disertai pula fakta-fakta yang digunakan, untuk mempertimbangkan berat ringannya pidana, sebagaimana ditentukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Memorie Van Toelichting dari Strafwetboek tahun 1886, memberikan pedoman untuk mempertimbangkan berat ringannya pidana sebagai berikut:

Dalam menentukan tinggi rendahnya pidana, hakim untuk tiap kejadian harus memperhatikan keadaan obyektif dan subyektif dari tindak pidana yang dilakukan, harus memperhatikan perbuatan dan pembuatannya. Hak-hak apa saja yang dilanggar dengan adanya tindak pidana itu? Kerugian apakah yang ditimbulkan? Bagaimanakah sepak terjang kehidupan si pembuat dulu-dulu? Apakah kejahatan yang dipersalahkan kepadanya itu langkah pertama kearah jalan yang sesat ataukan merupakan suatu perbuatan, merupakan suatu pengulangan dari watak jahat yang

sebelumnya sudah tampak.”

(14)

Bentuk dari suatu putusan tidak diatur dalam KUHAP. Namun jika diperhatikan bentuk-bentuk putusan, maka bentuknya hampir bersamaan dan tidak pernah dipermasalahkan karenanya sebaiknya bentuk-bentuk putusan yang telah ada tidak keliru jika diikuti.

Mengenai isi putusan, ditentukan secara rinci dan limitatif dalam Pasal 197 ayat (1) KUHAP yang rumusannya sebagai berikut:

Surat putusan pemidanaan memuat.

a. Kepala putusan yang ditulis: Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

b. Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa.

c. Dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan.

d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa.

e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan.

f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa.

g. Hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal.

h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan.

i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti.

j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu dan keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat autentik dianggap palsu.

k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan.

l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera.

(15)

pemeriksaan tertutup (Pasal 182 ayat (2) KUHAP), maka Hakim mengadakan musyawarah yang dipimpin Ketua Sidang/Ketua Majelis yang mengajukan pertanyaan dimulai dari hakim yang termuda sampai hakim yang tertua. Pertanyaan dimaksud adalah bagaimana pendapat dan penilaian hakim yang bersangkutan terhadap perkara yang dihadapi.

Hakim yang bersangkutan mengutarakan pendapat dan uraiannya dimulai dengan pengamatan dan penelitiannya tentang hal formil barulah kemudian tentang hal materiil, yang kesemuanya didasarkan atas surat dakwaan penuntut umum.

Hal-hal formil yang dimaksud misalnya sebagai berikut.

a. Apakah pengadilan negeri di mana majelis hakim bersidang berwenang memeriksa perkara tersebut atau tidak.

b. Apakah surat dakwaan telah memenuhi syarat-syarat.

c. Apakah dakwaan dapat diterima atau tidak, hal ini berkenaan dengan ne bis in iden dan verjaring.

Setelah hal-hal formil ini terpenuhi, maka dilanjutkan dengan materi perkara.

a. Perbuatan mana yang telah terbukti di persidangan, unsur-unsur mana yang terbukti dan alat bukti yang mendukungnya serta nama yang tidak terbukti.

b. Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya tersebut.

c. Apakah hukuman yang patut dan adil yang dijatuhkan kepada terdakwa atas perbuatannya.

(16)

KUHAP), akan tetapi jika mufakat bulat tidak diperoleh maka putusan diambil dengan suara terbanyak.3 Adakalanya para hakim masing-masing berbeda pendapat atau pertimbangan, sehingga suara terbanyak pun tidak dapat diperoleh. Jika hal tersebut terjadi maka putusan yang dipilih adalah pendapat hakim yang paling menguntungkan terdakwa seperti yang disebutkan dalam Pasal 182 ayat (6) KUHAP. Pelaksanaan (proses) pengambilan putusan tersebut dicatat dalam buku Himpunan Putusan yang disediakan secara khusus untuk itu yang sifatnya rahasia.

Secara teoritik, setiap pemidanaan harus didasarkan paling sedikit pada keadaan-keadaan individual yang berkaitan dengan tindak pidana yang bersangkutan dengan pelaku tindak pidana. Dalam praktinya, hal ini akan bervariasi baik orang per orang maupun tindak pidana per tindak pidana dan dengan demikian dapat dimengerti apabila tidak selalu tercapai. Untuk itu maka diperlukan hal-hal sebagai berikut: 4

a. Perlunya informasi yang lengkap tentang tindak pidana dan pelaku tindak pidana.

Dalam hal ini kewaspadaan sangat diperlukan, sebab pemidanaan harus benar-benar memperhitungkan segala fakta yang relevan. Situasi peradilan seringkali diwarnai oleh kondisi buatan (artificial situations) yang berkaitan dengan perbuatan yang dipertimbangkan lebih dahulu baru kemudian keadaan-keadaan yang berkaitan dengan si pelaku. Laporan sosial si pelaku sangat dibutuhkan dan dalam hal-hal tertentu laporan medis juga diperlukan.

b. Analisis terhadap informasi yang telah diperoleh tentang tindak pidana, hakikat dakwaan, tingkat gravitas tindak pidana, dalam hal ini akan diperhitungkan pula baik hal-hal yang memperberat maupun yang meringankan tindak pidana.

3 Leden Marpaung. Op cit. h. 130

(17)

Hal-hal yang memperberat yaitu:

a. Pegawai negeri yang melanggar suatu kewajiban jabatan yang khusus ditentukan oleh peraturan perundang-undangan atau pada waktu melakukan tindak pidana mempergunakan kekuasaan, kesempatan atau upaya yang diberikan kepadanya karena jabatannya;

b. Seseorang melakukan tindak pidana dengan menyalahgunakan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan atau lambanga negara republik indonesia;

c. Seseorang melakukan tindak pidana dengan menyalahgunakan keahlian atau profesinya;

d. Orang dewasa melakukan tindak pidana bersama dengan anak di bawah umur 18 tahun;

e. Tindak pidana dilakukan dengan kekuatan bersama, dengan kekerasan atau dengan cara yang kejam;

f. Tindak pidana dilakukan pada waktu ada huru-hara atau bencana alam;

g. Tindak pidana dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya. h. Terjadinya pengulangan tindak pidana.

Sedangkan hal-hal yang meringankan yaitu:

a. Seseorang yang melakukan tindak pidana dan pada waktu itu berumur 12 tahun atau lebih tetapi masih di bawah umur 18 tahun; b. Seseorang mencoba melakukan atau membantu terjadinya tindak

pidana;

c. Seseorang setelah melakukan tindak pidana dengan sukarela menyerahkan diri kepada yang berwajib;

d. Seorang wanita hamil muda melakukan tindak pidana;

e. Seseorang setelah melakukan tindak pidana dengan sukarela memberi ganti kerugian yang layak atau memperbaiki kerusakan akibat perbuatannya;

f. Seseorang melakukan tindak pidana karea kegoncangan jiwa yang sangat hebat sebagai akibat yang sangat berat dari keadaan pribadi atau keluarganya;

g. Pertimbangan yang berkaitan dengan pandangan korban dan masyarakat.

Pertimbangan ini tidak harus mempengaruhi secara absolut terhadap kalkulasi pemidanaan, sebab informasi yang berkaitan dengan tindak pidana dan si pelaku merupakan faktor yang sangat diperhitungkan. Kelemahannya yang sangat menonjol dalam hal ini adalah sifat sentimentil dari pandangan ini.

(18)

peradilan tetapi cenderung untuk menggunakan services model, sebab yang utama adalah bagaimana melayani dan membantu si korban dalam rangka access to justice.

1) Perhatian terhadap setiap asas pemidanaan dan petunjuk-petunjuk baik yang bersumber dari perundang-undangan, yurisprudensi maupun dari kecenderungan-kecenderungan lain seperti resolusi-resolusi internasional dan sebagainya.

2) Perhatian terhadap bobot pemidanaan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus yang telah diputuskan oleh pengadilan yang sama atau pengadilan yang lain.

Sekalipun Indonesia tidak menganut asas stare decisis melalui apa yang dinamakan dengan the binding force of precedent, tetapi yurisprudensi dari pengadilan dan Mahkamah Agung merupakan keputusan-keputusan hakim yang perlu diperhitungkan, khususnya dalam kasus-kasus yang memerlukan penafsiran dan penjelasan dari yang lebih ahli seperti kasus-kasus tindak pidana berat dan yang berkaitan dengan pemidanaan yang bersifat kumulatif.

3) Pertimbangan terhadap tujuan pemidanaan yang hendak ditetapkan.

Tujuan pemidanaan yang hendak diterapkan dirumuskan antara lain sebagai berikut:

(1) Mencegah dilakukannya tindak pidana demi pengayoman masyarakat;

(2) Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang baik dan berguna;

(3) Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkanm rasa damai dalam masyarakat;

(4) Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.

4) Pertimbangan tentang hal-hal yang meringankan yang melekat pada si pelaku tindak pidana seperti:

(1) Karakter yang baik;

(2) Rasa penyesalan yang dalam; (3) Mengaku bersalah;

(4) Rekor pekerjaan yang baik; (5) Masalah keluarga;

(6) Umur; (7) Tidak cakap;

(8) Kemungkinan stres emosional; (9) Kondisi fisik yang cacat;

(19)

5) Apabila lebih dari satu pidana diterapkan, perlu dilakukan pemeriksaan atau peninjauan tentang sampai seberapa jauh efek keadilan tercapai.

6) Apabila pidana yang pantas jauh lebih berat atau lebih ringan dari pidana yang bersifat normal, maka harus diberikan alasan-alasan yang jelas.

a. Teori Pemidanaan

Apabila mendasarkan pada teori pemidanaan di mana di dalamnya terdapati teori absolut, yang menyatakan bahwa pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatum est). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Jadi, dasar pembenaran dari pidana terletak pada adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri. Oleh karena itu, pemidanaan terhadap Angelina Sondakh merupakan akibat dari perbuatannya yang merugikan negara dan masyarakat ditambah dengan jabatannya yang seharusnya berperan sebagai pelopor pemberantasan tindak kejahatan (korupsi) malah melakukan tindak kejahatan (korupsi) tersebut.

Tuntutan keadilan yang sifatnya absolut ini terlihat dengan

jelas dalam pendapat Immanuel Kant bahwa “Pidana tidak pernah

(20)

Teori pemidanaan penganut teori retributief, salah satunya Nigel Walker, para penganut teori retributif ini dapat pula dibagi dalam beberapa golongan sebagai berikut:5

1) Penganut teori retributif yang murni (The pure retributivist) yang berpendapat bahwa pidana harus cocok atau sepadan dengan kesalahan si pembuat;

2) Penganut teori retributif tidak murni (dengan modifikasi) yang dapat pula dibagi dalam:

a) Penganut teori retributif tidak murni (the limiting retributivist) yang berpendapat bahwa pidana tidak harus cocok/sepadan dengan kesalahan, hanya saja tidak boleh melebihi batas yang cocok/sepadan dengan kesalahan terdakwa;

b) Penganut teori retributis yang distributif (retribution in distribution) atau disingkat dengan teori distributif yang berpendapat bahwa pidana janganlah dikenakan pada orang yang tidak bersalah, tetapi pidana juga tidak harus cocok/sepadan dan dibatasi oleh kesalahan. Prinsip tiada pidana tanpa kesalahan dihormati tetapi dimungkinkan

adanya pengecualian midalnya dalam hal “strict liability”.

Berkaitan dengan pemidanaan terhadap terdakwa Angelina Sondakh, penjatuhan pemidanaan oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung yang lebih berat daripada pemidanaan dari peradilan tingkat di bawahnya mendasarkan pada teori teori retributis yang distributif (Retribution in distribution) atau disingkat dengan teori distributif yang berpendapat bahwa pidana janganlah dikenakan pada orang yang tidak bersalah, tetapi pidana juga tidak harus cocok/sepadan dan dibatasi oleh kesalahan, karena jelas ancaman pidana terhadap tindak pidana korupsi lebih dari apa yang menjadi vonis Majelis Hakim Mahkamah Agung, namun Majelis Hakim Mahkamah Agung

(21)

lebih mempertimbangkan kepada faktor-faktor yang memperberat terdakwa sebagai seorang pemimpin yang seharusnya menjadi leader di dalam pemberantasan korupsi dan menjadi teladan bagi masyarakat karena secara teoritik, setiap pemidanaan harus didasarkan paling sedikit pada keadaan-keadaan individual yang berkaitan dengan tindak pidana yang bersangkutan dengan pelaku tindak pidana. Meskipun dalam praktiknya, hal ini akan bervariasi baik orang per orang maupun tindak pidana per tindak pidana dan dengan demikian dapat dimengerti apabila tidak selalu tercapai. b. Teori tanggung jawab hukum

Ditinjau dari teori tanggung jawab hukum, maka pemidanaan terhadap Terdakwa Angelina Sondakh merupakan tanggung jawab subjek hukum atau pelaku yang telah melakukan perbuatan melawan hukum atau perbuatan pidana sehingga menimbulkan kerugian.

Tanggung jawab atau verantwoordelijkeheid adalah kewajiban memikul pertanggungjawaban dan memikul kerugian yang diderita (bila dituntut) baik dalam hukum maupun dalam bidang administrasi.

(22)

c. Teori Keadilan

Apabila dilihat dari bingkai keadilan berdasarkan Teori Keadillan Hans Kelsen dalam yang memandang bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagian didalamnya.

Pandangan Hans Kelsen ini pandangan yang bersifat positifisme, nilai-nilai keadilan individu dapat diketahui dengan aturan-aturan hukum yang mengakomodir nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa keadilan dan kebahagian diperuntukan tiap individu, Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah memandang kejahatan ini sebagai kejahatan yang luar biasa hingga harus diundangkan tersendiri secara khusus bahkan dengan dengan membangun lembaga ad hoc yakni KPK. Sebagai tindak pidana khusus maka ancaman hukuman di dalam Undang-undang pemberantasan korupsi berusaha mengakomodir nilai-nialai umum, namun tetap pemenuhan rasa keadilan dan kebahagian diperuntukan tiap individu.

(23)

terhadap materi-materi yang dimuat (materi muatan) dalam peraturan hukum tersebut.

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertimbangan Hakim dalam

Tujuan Pemidanaan (pengambilan keputusan)

a. Pertimbangan Yuridis

1) Pengadilan Negeri

(24)

dengan usulan atau pembahasan proyek di Kementrian Pendidikan sehingga dengan perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana dari Dakwaan Ketiga yakni melanggar Pasal 11 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. 2) Pengadilan Tinggi

Setelah Majelis Hakim tingkat banding memeriksa dan meneliti serta mencermati dengan seksama berkas perkara beserta turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 54/Pid.B/TPK/2012 /PN.Jkt.Pst tanggal 10 Januari 2013, serta memori banding dari penuntut umum maka majelis hakim tingkat banding sependapat dengan pertimbangan majelis hakim tingkat pertama yang telah mempertimbangkan dengan tepat dan benar menurut hukum dan pertimbangan tersebut diambil alih serta dijadikan sebagai pertimbangan majelis hakim tingkat banding dalam memutus perkara ini serta menjadi bagian dan dianggap telah memuat dalam putusan.

3) Kasasi

Pertimbangan yuridis dari majelis hakim tingkat kasasi adalah sebagai berikut:

(25)

Informasi dan Transaksi Elektronik, maka patut dan selayaknya putusan judex facti (Pengadilan Tinggi) dibatalkan, dengan pertimbangan alat bukti tersebut tidak memenuhi syarat formil dan materiil.

a) Syarat Formil

Persyaratan formil alat bukti elektronik diatur dalam Pasal 5 ayat (4) dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu: Informasi atau Dokumen Elektronik tersebut bukanlah: (1) Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat

dalam bentuk tertulis;

(2) Surat beserta Dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk Akta Notaris atau akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta, Penggeledahan atau penyitaan dan tetap menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

b) Syarat Materil

Persyaratan materil alat bukti elektronik diatur dalam: Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor: 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa: Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Kedua, judex facti (Pengadilan Tinggi) telah keliru dan salah menerapkan hukum dalam menyimpulkan tugas, tanggung jawab, fungsi dan wewenang Pemohon Kasasi II/Terdakwa terkait proses pembahasan dan persetujuan Anggaran Ditjen Dikti Kemendiknas pada APBN Perubahan Tahun Anggaran 2010 dan APBN Tahun Anggaran 2011.

(26)

Keempat, judex facti (Pengadilan Tinggi) telah keliru dan salah menerapkan hukum dalam menafsirkan pertanggungjawaban hukum yang dibebankan kepada Pemohon Kasasi II/Terdakwa dan judex facti salah dalam menafsirkan pertemuan di Restoran FX Senayan Jakarta antara Pemohon Kasasi II/Terdakwa, saksi Mindo Rosalina Manulang, dan saksi Harris Iskandar sehingga perbuatan Pemohon Kasasi II/Terdakwa disimpulkan telah melakukan penggiringan anggaran dalam pembahasan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2010 dan APBN Tahun Anggaran 2011 pada Ditjen Dikti Kemendiknas, dengan cara mengesampingkan hukum pembuktian dan tidak memperhatikan secara seksama fakta-fakta hukum dan bukti-bukti yuridis yang diperoleh di persidangan perkara a quo, sebagaimana pertimbangan judex facti (Pengadilan Negeri) pada halaman 292 s/d 296 butir 9 putusan atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat : Mengenai alasan ke-1: Bahwa alasan kasasi Terdakwa tidak

dapat dibenarkan, karena perbuatan Terdakwa yang secara aktif melakukan upaya menggiring Anggaran Kemendiknas agar Proyek-proyek Pembangunan dan Pengadaan dan Nilai Anggarannya sesuai dengan permintaan Permai Grup lalu Terdakwa mendapat uang Rp12.580.000.000,00 (dua belas milyar lima ratus delapan puluh juta rupiah) dan US $ 2.350.000,00 (dua juta tiga ratus tiga puluh ribu Dollar Amerika Serikat) merupakan tindak pidana Korupsi;

(27)

Berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata, putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi II/Terdakwa tersebut harus ditolak.

Memperhatikan Pasal 12 huruf a jo Pasal 18 UUPTPK jo Pasal 64 ayat (1) KUHP serta peraturan perundang-undangan yang lain maka Majelis Hakim di Mahkamah Agung menjatuhakn pidana menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi II/Terdakwa Angelina Sondakh dan mengabulkan permohonan kasasi I : Penuntut Umum pada KPK serta membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta No. 11/Pid.TPK/2013/PT.DKI tanggal 22 Mei 2013 yang telah menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 54/Pid.B/TPK/2012/PN.Jkt.Pst tanggal 10 Januari 2013.

Mahkamah Agung juga menjatuhkan pidana tersendiri dalam putusannya :

1) Menyatakan terdakwa Angelina Sondakh terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut;

2) Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun dan denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila benda tersebut tiak dibayar diganti dengan pidana kurungan selam 8 (delapan) bulan;

(28)

mencukupi membayar uang pengganti tersebut, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun.

Berdasarkan dari putusan di atas, maka dapat diketahui bahwa Mahkamah Agung menjatuhkan pidana lebih berat dari pada Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengadilan Tinggi Jakarta menggunakan teori pemidanaan pembalasan (absolut).

Teori Absolut atau Teori Pembalasan (vergeldings theorien) sebagaimana dikemukakan oleh Kant dan Hegel, bahwa hukuman itu adalah suatu akibat dilakukannya suatu kejahatan. Sebab, melakukan kejahatan maka akibatnya harus dihukum. Hukuman itu bersifat mutlak bagi yang melakukan kejahatan. Semua perbuatan yang berlawanan dengan keadilan harus menerima pembalasan. Manfaat hukuman bagi masyarakat bukanlah hal yang menjadi pertimbangan tetapi hukuman harus dijatuhkan.

Dari teori pemidanaan pembalasan tersebut di atas, maka nampak jelas bahwa pidana merupakan suatu tuntutan etika. Setiap kejahatan harus disusul dengan pidana. Sejalan dengan itu,

dijelaskan bahwa: “Menurut etika Spinoza, tiada seorang pun boleh

mendapat keuntungan karena kejahatan yang telah dilakukan (ne malis ex pediat esse malos)”.6 Pidana harus memenuhi 3 (tiga) syarat :7

6 Andi Hamzah, Suatu Tinjauan Ringkas Sistem Pemidanaan Indonesia, Akademika Presindo, Bandung, 1993, h. 32

(29)

1) Perbuatan yang dilakukan dapat dicela sebagai suatu perbuatan yang bertentangan dengan etika, yaitu sah bertentangan dengan kesusilaan dan tata hukum obyektif.

2) Pidana hanya boleh memperhatikan apa yang sudah terjadi. 3) Sudah tentu beratnya pidana harus seimbang dengan berat delik,

ini perlu supaya penjahat tidak dipidana secara tidak adil.

Dari pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa dasar dijatuhkannya hukuman ANGELINA PATRICIA PINKAN SONDAKH melakukan perbuatan korupsi, itu tidak lain karena kejahatan itu sendiri. Adapun akibat positif maupun negatif dan pemidanaan itu bukanlah merupakan tujuan. Tujuan yang sebenarnya adalah penjara atau penderitaan.

Hal ini karena ANGELINA PATRICIA PINKAN SONDAKH melakukan perbuatan korupsi sehingga mengakibatkan: 1) Menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 12.580.000.000,00

(dua belas milyar lima ratus delapan puluh juta rupiah) dan US $ 2.350.000,00 (dua puluh juta tiga ratus lima puluh ribu Dollar Amerika Serikat);

2) Perbuatan korupsi bersama-sama / terorganisasi; Terakwa melakukan perbutan bersama-sama dengan Muhammad Nazarudin, Mindo Rosalina Maulang dan Wafid Muharam. Kesengajaan yang ditujukan dalam hal kerjasamanya untuk mewujudkan tindak pidana, ialah berupa keinsyafan/kesadaran seseorang peserta terhadap peserta lainnya mengenai apa yang diperbuat oleh masing-masing dalam rangka mewujudkan tindak pidana yang sama-sama dikehendaki.

3) Tersangka selaku Anggota DPR RI tidak memberi teladan kepada masyarakat.

(30)

pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur penyedotan sumberdaya, dan pejabat diangkat atau dinaikkan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. Dampak negatif terhadap bidang ekonomi, korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi karena tidak efisien yang tinggi. Dalam sektor private korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos managemen dalam negoisasi dengan pejabat korup, dan resiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Dampak negatif terhadap kesejahteraan umum, Korupsi politis ada di banyak negara. Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukan rakyat luas.

Pertimbangan yang meringankan terdakwa dikesampingkan oleh Mahkamah Agung antara lain:

1) Terdakwa belum pernah di hukum.

2) Terdakwa relatif masih muda, sehingga diharapkan dapat memperbaiki perbuatannya dimasa yang akan dating;

3) Berjasa mewakili bangsa dan negara dalam forum nasional maupun internasional.

b. Pertimbangan Sosiologis

Dalam penjatuhan putusan pidana, majelis hakim telah mempertimbangkan mengenai keadaan yang melingkup terhadap terdakwa yaitu hal-hal yang memberatkan dan meringankan sehingga penjatuhan pidana terhadap terdakwa telah mempertimbangkan segala aspek yaitu rasa keadilan untuk masyarakat, negara dan terdakwa sendiri.

(31)

berikutnya dalam penggiringan pemenangan tender proyek, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, perbuatan terdakwa dapat merenggut hak sosial dan hak ekonomi masyarakat, terdakwa merupakan wakil rakyat dan publik figure, tidak mengakui dan menyesali perbuatanya. Sedangkan pertimbangan yang meringankan bagi terdakwa adalah Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, terdakwa merupakan orang tua tungal dan mempunyai tanggungan keluarga yakni anak-anak yang masih kecil, terdakwa belum pernah dihukum dan masih berusia muda, terdakwa memiliki jasa pernah mewakili bangsa dan negara Indonesia di forum nasional dan internasional dan terdakwa pernah mendapatkan penghargaan dari Menteri Sosial Republik Indonesia.

Jadi dalam hal ini terpidana ANGELINA PATRICIA PINKAN SONDAKH melakukan perbuatan korupsi, apa yang dirumuskan Majelis hakim benar-benar sudah sesuai dengan muatan hukum dan kesesuaian dengan Pasal Undang-Undang Tipikor sudah tepat. Karena terbukti dalam Putusannya tersebut Hakim menambahkan masa hukuman menjadi 5 tahun penjara dan dalam Pasal 11 Undang-Undang Tipikor hukuman minimalnya adalah 4 tahun pidana penjara.

(32)

suatu tindakan yang sama sekali tidak mencerminkan prikemanusiaan, merupakan tindakan amoral, suatu tindakan yang dapat menghancurkan moral suatu bangsa, bahkan mengakibatkan suatu bangsa tak ada harga diri lagi dihadapan bangsa-bangsa lain.

Akibat dari hukuman-hukuman yang telah ada untuk para koruptor mungkin belum sepenuhnya membuat orang merasa jera untuk melakukan tindakan korupsi, hal itu dikarenakan bahwa hukuman tindak pidana korupsi masih dianggap lemah, oleh karena itu perlu adanya hukuman tambahan sebagaimana seperti yang telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dalam Pasal 10 huruf b angka 1 disebutkan adanya pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak tertentu. Pasal tersebut kemudian didukung oleh Pasal 35 ayat (1) yang menyebutkan, hak terpidana dapat dicabut dengan putusan hakim, diantaranya hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu, hak memasuki hukuman bersenjata, serta hak memilih dan dipilih dalam pemilu.

(33)

terobosan untuk membuat koruptor jera. Selama ini, praktik politik indonesia masih memberikan tempat kepada bekas narapidana korupsi bahkan diantara mereka dipromosikan dengan jabatan baru.8

Senada juga dikemukakan Peneliti Indonesia Corruption Watch, Abdullah Dahlan, menyatakan “sudah saatnya pelaku korupsi diberi sanksi hukum dan sanksi politik, koruptor itu telah berhianat membawa mandat publik dalam jabatan publiknya sehingga wajar jika ada hukuman tambahan agar tak lagi menduduki jabatan

publlik”.9 Ini termasuk salah satu dari anggota masyarakat yang

tidak berkenan dengan dibolehkannya mantan pejabat publik/terpidana korupsi untuk dapat menduduki jabatan publik tersebut, sebagaimana yang dilakukan Angelina Sondakh dalam putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun mahkamah agung.

c. Pertimbangan Filosofis

Pertimbangan filosofis dalam pemidanaan terhadap Angelina Sondakh pada Putusan Kasasi yang lebih berat dibandingkan dengan putusan peradilan tingkat di bawahnya,

Secara fiolosofis mengenai lamanya pidana penjara diatur dalam Pasal 12 KUHP:

(1) Pidana penjara adalah seumur hidup atau selama waktu tertentu.

8 http://choiceoflaw.blogspot.com/2015/02/hukuman-bagi-mantan-koruptor.html, diakses pada tanggal 21 Maret 2015

(34)

(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.

(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu, begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dapat dilampaui karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan Pasal 52.

(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-sekali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun.

Pasal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum pidana penjara adalah paling sedikit satu hari dan paling lama dua puluh tahun kecuali apabila hakim memilih pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana seumur hidup dapat dijatuhkan. KUHP juga dalam setiap rumusan pasal demi pasal terdapat maksimum khusus pidana penjara untuk masing-masing tindak pidana.

Di dalam hukum pidana positif Indonesia, hakim mempunyai kebebasan yang sangat luas untuk memilih jenis pidana (strafsoort) yang dikehendaki, sehubungan dengan penggunaan sistem alternatif di dalam pengancaman pidana di dalam undang-undang.10 Di samping itu, hakim juga mempunyai kebebasan untuk memilih beratnya pidana (strafmaat) yang akan dijatuhkan, sebab yang ditentukan oleh undang-undang hanyalah maksimum dan minimumnya. Misalnya, dalam Pasal 12 ayat (2) KUHP yang menyatakan bahwa pidana penjara selama waktu tertentu paling

(35)

pendek adalah satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut. Sedangkan untuk pidana kurungan di dalam Pasal 18 ayat (1) KUHP menyatakan bahwa kurungan paling sedikit adalah satu hari dan paling lama satu tahun.

Menurut Ruslan Saleh seperti yang dikutip oleh Muladi dan Barda Nawawi, dalam batas-batas maksimal dan minimal tersebut, hakim bebas bergerak untuk mendapatkan pidana yang tepat. Lebih jauh lagi, Sudarto menyatakan sebagai berikut:

“KUHP kita tidak memuat pedoman pemberian pidana

(strafttoemetingsleiddraad) yang umum, ialah suatu pedoman yang dibuat oleh pembentuk undang-undang yang memuat asas-asas yang perlu diperhatikan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana, yang ada hanya aturan pemberian pidana (straftoemetingsregels)”.

Selain dalam KUHP yang tidak ada pedoman pemidanaan (straftoemetingsleiddrad), hakim dalam menjatuhkan pidana berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada di dalam benaknya itu, yang memberatkan dan meringankan saja di luar Undang-undang. Misalnya terlalu muda, cara ia melakukan atau yang lain.

Kemudian adanya disparitas pidana adalah bersumber pada diri hakim, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Menurut Hood dan Sparks yang juga disadur oleh Muladi dan Barda Nawawi, sifat internal dan eksternal pada diri hakim kadang-kadang sulit dipisahkan, karena sudah terpadu sebagai atribut seseorang yang

(36)

dalam arti luas yang menyangkut pengaruh-pengaruh latar belakang sosial, pendidikan, agama, pengalaman, perangai dan perilaku sosial.11 Hal tersebut ditegaskan pula oleh Al Wisnubroto yang

menjelaskan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi hakim dalam mengambil keputusan. Adapun beberapa faktor (internal) yang mempengaruhi hakim dalam mempertimbangkan suatu keputusan, adalah:12

1) Faktor Subyektif

a) Sikap dan perilaku yang apriori

Sering kali hakim dalam mengadili suatu perkara sejak awal dihinggapi suatu prasangka atau dugaan bahwa terdakwa bersalah, sehingga harus dihukum atau dinyatakan sebagai pihak yang kalah. Sikap ini jelas bertentangan dengan asas yang dijunjung tinggi dalam peradilan modern, yakni asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dalam perkara pidana.

Sikap yang bersifat memihak salah satu pihak dan tidak adil ini dapat saja terjadi karena hakim terjebak oleh rutinitas penanganan perkara yang menumpuk dan target penyelesaian yang tidak seimbang.

b) Sikap perilaku emosional

Perilaku hakim yang mudah tersinggung, pendendam dan pemarah akan berbeda dengan perilaku hakim yang penuh pengertian, sabar dan teliti dalam menangani suatu perkara. Hal ini sangat berpengaruh pada hasil keputusannya.

c) Sikap Arrogence Power

Hakim yang memiliki sikap arogan, merasa dirinya berkuasa dan pintar melebihi orang lain seperti jaksa, penasihat hukum apalagi terdakwa atau pihak-pihak yang berperkara lainnya, seringkali mempengaruhi suatu keputusan.

11Ibid., h. 58.

(37)

d) Moral

Faktor ini merupakan landasan yang sangat vital bagi insan penegak keadilan, terutama hakim. Faktor ini yang berfungsi membentengi tindakan hakim terhadap cobaan-cobaan yang mengarah pada penyimpangan, penyelewengan dan sikap tidak adil lainnya. Bagaimanapun juga, pribasi seorang hakim diliputi tingkah laku yang didasari oleh moral pribadi hakim tersebut, terlebih dalam memeriksa serta memutus suatu perkara.

2) Faktor Obyektif

a) Latar belakang sosial, budaya dan ekonomi

Latar belakang sosial seorang hakim mempengaruhi sikap perilaku hakim. Dalam beberapa kajian sosiologis menunjukkan bahwa hakim yang berasal dari status sosial tinggi berbeda cara memandang suatu permasalahan yang ada dalam masyarakat dengan hakim yang berasal dari lingkungan status social menengah atau rendah. Selain itu juga kebudayaan, agama dan pendidikan seorang hakim juga ikut mempengaruhi suatu putusan hakim. Dan satu hal lagi yang mempengaruhi perilaku hakim adalah latar belakang ekonomi. Bisa saja karena desakan ekonomi, seorang hakim yang pada awalnya memiliki pendirian yang teguh, memiliki komitmen yang kuat pada idealismenya, secara berangsur-angsur melemahkan pendiriannya dan menjadikannya bersikap pragmatis. Pada taraf inilah bisa

saja mendorong hakim berani melakukan “unjustice action” hanya untuk mendapatkan imbalan materi. Faktor ini tentu saja tidak bersifat absolut, sebab hakim yang memegang teguh kode etik kehormatan hakim, tidak dapat dipengaruhi oleh faktor apapun, termasuk desakan ekonomi.

b) Profesionalisme

Profesionalisme yang meliputi knowledge dan skill yang ditunjang dengan ketentuan dan ketelitian merupakan factor yang memengaruhi cara hakim dalam mengambil keputusan. Masalah ini juga sering dikaitkan dengan kode etik di lingkungan peradilan. Oleh sebab itu, hakim yang menangani suatu perkara dengan berpegang teguh pada etika profesi tentu akan menghasilkan putusan yang lebih dapat dipertanggungjawabkan karena tujuannya tiada lain untuk menyelesaikan perkara, menegakkan hukum dan memberikan keadilan.

(38)

Disamping itu juga faktor hakim sendiri ketidakjelasan pemahamannya terhadap makna dari penjatuhan pidana.

Muladi merujuk di dalam observasinya yang dilakukan oleh Reid mengenai persepsi seorang hakim tentang ras diskriminasi dan implementasinya di dalam penjatuhan pidana di Amerika Serikat. Dia menyatakan bahwa pada khususnya orang-orang yang berkulit hitam (negro) sering diperlakukan tidak adil didalam pemidanaan. Pidana biasanya lebih berat dan jarang diberikan lepas bersyarat (parole) atau probation (semacam pidana percobaan).13

Bila dibandingkan dengan pelaku tindak pidana yang berkulit putih, mereka jarang mendapatkan pengampunan (grasi) dan jarang pula mendapatkan komutasi (perubahan pidana) sehubungan dengan pidana mati yang dijatuhkan terhadap mereka.

Dalam kerangka kebebasan hakim untuk menentukan berat-ringannya hukuman dimana ia dapat bergerak dalam batas-batas maksimal hukuman ataupun untuk memilih jenis hukuman. Dalam maksimal dan minimal tersebut, hakim pidana adalah bebas dalam mencari hukuman yang dijatuhkan terhadap terdakwa secara tepat. Selanjutnya, Muladi mengutip Molly Cheang yang berpendapat bahwa

persepsi hakim terhadap “philosophy of punishment” dan “the aims of

(39)

punishment” yang dikatakan sebagai “the basic difficulty”, sangat memegang peranan penting didalam penjatuhan pidana.14

Seorang hakim barangkali berpikir bahwa tujuan berupa deterrence hanya dapat dicapai dengan pidana penjara. Namun di lain pihak dengan tujuan yang sama, hakim lain akan berpendapat bahwa pengenaan denda akan lebih efektif. Nyoman Serikat Putra Jaya berpendapat bahwa terlaksana tidaknya tujuan pemidanaan itu tergantung dari pandangan hakim sendiri tentang tujuan pidana. Kalau hakim menjatuhkan pidana dengan tujuan untuk balas dendam, pasti akan memberikannya lebih berat. Namun, ada yang lebih ditekankan lagi, yaitu bagaimana memperbaiki si pelaku menjadi orang baik dan bagaimana supaya dia kembali kepada masyarakat. Jadi, disini yang menentukannya adalah bagaimana proses selanjutnya pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan. Karena putusan hakim itu tidak serta merta mewujudkan tujuan-tujuan pemidanaan.

Hakim di dalam menjatuhkan putusan pemidanaannya, tentunya memperhatikan hal-hal yang dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk menjatuhkan jenis dan berat ringannya pemidanaan.15 Hal-hal

tersebut adalah hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan

14Ibid

(40)

pemidanaan baik yang terdapat di dalam undang-undang maupun di luar undang-undang.

Penjelasan di atas, maka dalam pertimbangan filosofis bahwa penjatuhan pidana terhadap Terdakwa Angelina Sondakh dalam tindak pidana korupsi juga tidak lepas dari faktor yang bersumber dari pemahaman dari hakim itu sendiri di mana peranan hakim dalam sidang pengadilan adalah mencari kebenaran materiil tanpa meninggalkan kebenaran formilnya dari suatu tindak pidana dan menentukan salah satu atau tidaknya terdakwa, sehingga dengan adanya peranan hakim ini dapat terciptanya kebenaran dan keadilan yang sebenar-benarnya adil. Hakim bukan hanya memeriksa berkas perkara dan mendengarkan keterangan dari para pihak saja, sehingga kebenaran materiil dan kebenaran formil dari suatu perkara dapat ditemukan.

Sistem penyelenggaraan hukum pidana (Criminal Justice System) pidana menempati posisi sentral, hal ini disebabkan karena keputusan didalam pemidanaan akan mempunyai konsekwensi yang luas, baik yang menyangkut langsung terhadap pelaku tindak pidana maupun masyarakat secara luas, lebih-lebih jika putusan pidana tersebut dianggap tidak tepat.

(41)

tindak pidana korupsi yang bersumber dari diri hakim dalam memeriksa suatu perkara khususnya perkara korupsi.

Terjadinya perbedaan putusan didasarkan pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum dan fakta-fakta dalam persidangan berupa keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan alat bukti lainnya. Perbedaan ancaman pidana dapat memberikan keleluasaan hakim dalam memutus perkara.

Pertimbangan Hakim dalam Putusan Perkara Korupsi Angelina Sondakh secara fiolsofis, Kekuasaan kehakiman di dalam Undang-Undang Dasar 1945 diatur pada Pasal 24 dan Pasal 24 A, Pasal 24B dan Pasal 24C p tentang Kekuasaan Kehakiman. Perwujudan amanat ini dituangkan dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kemudian Pelaksaaan operasional kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung. Kekuasaan yang dimaksud merupakan suatu kaidah yang berisi suatu hak, yaitu hak untuk menentukan hukum. Sehingga dapat diartikan kekuasaan sebagai kaidah yang mengandung makna perkenaan atau kebolehan untuk bertindak. Motif melakukan suatu tindak pidana bisa menjadi hal-hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara, pada dasarnya Angelina Sondakh memiliki motif dalam melakukan suatu tindak pidana korupsi.

(42)

masing-masing secara sistematis sehingga kasus ini Angelina Sondakh memiliki perannya masing-masing -masing.

Hal-hal yang meringankan dan memberatkan juga menjadi dasar berat ringannya suatu putusan. Hal-hal yang memberatkan dan meringankan penting dicantumkan dalam suatu putusan karena pada dasarnya itu menjadi pertimbangan hakim yang bersifat non yuridis.

Kerugian yang ditimbulkan oleh pelaku tindak pidana korupsi berbeda-beda satu sama yang lainnya walaupun pasal yang dikenakan sama tetapi ada perbedaan kerugian yang ditimbulkan dan juga sebagaimana kerugian tersebut telah dinikmati atau belum sehingga hakim dalam memutuskan suatu perkara dapat mempertimbangkan aspek kerugian yang bersifat materiil maupun non materiil yang ditimbulkan terkait putusan pidana Angelina Sondakh.

(43)

Muhammad Nazaruddin (rekan sesama anggota DPR) bertemu dengan Mindo Rosalina Manulang dan beberapa orang lainnya dari Permai Grup yakni Gerhana Sianipar, Clara Mauren, Silvy dan Bayu Wijokongko di Restoran untuk saling berkenalan sebagai sesama Pengusaha.

Mindo Rosalina Manulang adalah pihak yang nantinya berhubungan dengan Terdakwa dalam rangka mendapatkan proyek-proyek di Kemendiknas dan di Kemenpora setelah berbagi nomer hand phone dan pin BBM.

Setelah pertemuan tersebut Mindo Rosalina kembali bertemu terdakwa guna menanyakan kesediaan Terdakwa untuk menggiring anggaran di Kemendiknas dan Kemenpora, untuk kerjasama berupa Proyek-Proyek Pembangunan/Pengadaan dan Nilai Anggaran yang disesuaikan dengan permintaan Permai Grup.

Terdakwa menyanggupinya dengan syarat awal Permai Group harus membuat proposal tentang usulan kegiatan dari Universitas-Universitas, serta memastikanya ke Biro Perencanaan Ditjen Dikti Kemendiknas.

(44)

Terhadap permintaan tersebut Nazaruddin memerintahkan Mindo Rosalina supaya fee yang diminta terdakwa dapat dikurangi. Terdakwa akhirnya mau mengurangi fee menjadi 5%.

Setelah disetujui, Terdakwa kemudian memprakarsai pertemuan Mindo Rosalina Manulang dan Harris Iskandar selaku Sekretaris Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Kemendiknas guna mempermudah upaya penggiringan anggaran di Kemendiknas sesuai dengan permintaan Permai Grup.

Selanjutnya Terdakwa mengikuti kegiatan pembahasan rapat-rapat di Badan Anggaran DPR RI membahas alokasi Anggaran APBN-P 2010 dan APBN 2011, dalam rapat Terdakwa mengajukan usulan program kegiatan sebagai aspirasi dari Komisi X, yang awalnya tidak diusulkan Kemendiknas.

(45)

delapan puluh juta rupiah) dan US $.2.350.000,00 (dua juta tiga ratus lima puluh ribu Dollar Amerika Serikat).

Jika mengacu pada Pasal 253 KUHAP, MA memiliki kewenangan untuk mengadili perkara khususnya dalam perkara pidana jika: hakim sebelumnya salah menerapkan hukum, hakim sebelumnya tidak menerapkan hukum acara sebagaimana mestinya atau hakim tersebut telah melampaui kewenagan yang ia miliki. Berdasarkan Pasal tersebut jika salah satu syarat atau secara alternatif dapat dipenuhi, maka

MA melalui kewenaganya dapat “mengadili sendiri” perkara yang

bersangkutan. Untuk menjalankan fungsinya tersebut, maka MA akan atau bisa saja menilai fakta dari perkara yang bersangkutan dari awal hingga akhir, lalu kemudian membuat putusan sendiri, yang mana mungkin saja hal itu akan memberikan pidana yang lebih berat atau bahkan lebih ringan dari putusan hakim pada judex factie sebelumnya tergantung bagaimana hasil pembuktian yang ia. Jadi Pasal 253 KUHAP itu harus dipedomani dalam hal kasasi dilakukan dalam kasus pidana.

(46)

Adapun dakwaan yang dibuat oleh jaksa adalah berbentuk alternative, padahal seharusnya dakwaan tersebut disusun secara subsideritas. Karena secara logika dasar saja, jika dakwaan alternative, maka sifatnya pilihan sehingga hakim yang mengadili perkarapun tidak harus menggali kebenaran materil masing masing unsur pasal, namun cukup memilih salah satu saja yang jika menurutnya sudah terbukti, itulah yang dijadikan dasar memutuskan pidana.

Kesalahan berikutnya, dalam putusan terkait penggunaan Pasal 12 dan Pasal 5 UU Tindak Pidana Korupsi. Secara umum Pasal 12 merupakan delik yang bisa terpenuhi baik secara sengaja ataupun lalai sedangkan pada Pasal 5 deliknya adalah delik opset sehingga mutlak 5 tahun. Logikanya bagaimana hakim bisa memilih Pasal 5, sedangkan dalam kasus Anggelina Sondakh jelas suap yang diterima oleh si pelaku lantaran adanya sikap aktif dari dirinya untuk meminta dan melakukan serangkaian kegiatan agar ia mendapatkan uang dari si pemberi suap.

(47)

judex factie. (Inilah yang tidak boleh dibatasi seperti apa yang ada didalam naskah akademis RUU KUHAP Tahun 2012).

Berdasarkan alasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa dalam kasus Angelina Sondakh, Mahkamah Agung memang memiliki kewenangan untuk menjatuhkan pemidanaan yang lebih berat dibandingkan dengan yang dijatuhkan oleh Peradilan tingkat Pertama/Negeri maupun peradilan tingkat banding. Apalagi dalam kasus Angelina Sondakh terdapat kekeliruan hakim judex factie yang tidak memberikan pertimbangan (onvoldoende gemotiveerd) tentang sikap aktif Angelina Sondakh sebagai pelaku dalam tindak pidana suap untuk mendapatkan uang sebagai imbalan dari penggiringan dana untuk proyek Nazaruddin.

Referensi

Dokumen terkait

Proseding Seminar Bisnis & Teknologi ISSN : 2407-6171 SEMBISTEK 2014 IBI DARMAJAYA Lembaga Pengembangan Pembelajaran, Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, 15-16

Penelitian tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap Kinerja Perusahaan juga telah dilakukan oleh Latana ulfa Syahida (2017), menyatakan bahwa kinerja perusahaan

Kartini adalah satu-satunya perempuan pribumi yang ada disana, teman perempuan Kartini hanya anak-anak menir Belanda, jadi tak heran bahwa kartini

Implikasi Penelitian adalah berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis menyarankan kepada pihak yang berkaitan dengan bidang pendidikan antara lain, guru dituntut

Nilai koefisien determinasi ditunjukkan oleh nilai R yang menunjukkan korelasi berganda, yaitu faktor pola komunikasi keluarga, percaya diri, introversi, dan harga

[r]

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana peran advokat dalam melakukan mediasi pemasyarakatan terhadap penyelesaian kasus pidana di luar pengadilan dan apa

Y dan perbedaan antara generasi X dan Y ketika melakukan kegiatan bepergian, namun pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa generasi X dan Y memiliki perbedaan yang