• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agrocoastals System Solusi Jangka Panjan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Agrocoastals System Solusi Jangka Panjan"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

AGROCOASTAL’S SYSTEM: SOLUSI JANGKA PANJANG MENGATASI KRISIS LAHAN PERTANIAN PANGAN DI INDONESIA

BIDANG KEGIATAN:

PKM GAGASAN TERTULIS

Diusulkan oleh:

Aldri Fajar Muhammad A24130134 2013

Azhar Triramanda E34130007 2013

Dimas Ramdhani E24130028 2013

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya. Proposal Program Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) ini berjudul “Agrocoastal’s System: Solusi Jangka Panjang Mengatasi Krisis Lahan Pertanian Pangan di Indonesia”.

Gagasan yang tertuang dalam karya tulis ini berlatar belakang permasalahan lahan pertanian pangan di Indonesia. Masalah ini bertumpu pada perkembangan luas lahan pertanian di Indonesia yang masih lambat dan tidak signifikan. Perkembangan luas lahan padi pada empat tahun terakhir bahkan tidak lebih dari satu juta hektar. Masalah ini juga diperparah dengan tingginya alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman dan lahan pemukiman. Hal ini jelas membuat peningkatan produksi bahan pangan di Indonesia terhambat. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan solusi yang tepat agar lahan yang tersedia dapat mengimbangi kebutuhan pangan yang akan terus mengalami peningkatan.

Namun, sangatlah tidak bijak jika solusi yang ditawarkan tidak

memerhatikan faktor keseimbangan lingkungan yang harus dijaga. Deforestasi adalah salah satu akibat penerapan solusi yang tidak memerhatikan faktor lingkungan ini. Deforestasi yang terus menerus di Indonesia akan berujung pada habisnya tutupan hutan di Indonesia pada tahun 2030 mendatang.

Wilayah pesisir khususnya daerah perairannya merupakan lahan alternatif yang digagas dalam karya tulis ini.Pantai Indonesia yang merupakan pantai terpanjang ke-4 di dunia dapat menjadi pemecah permasalahan lahan pertanian di Indonesia. Walau demikian, ada beberapa faktor pembatas dalam pelaksanaannya kelak. Faktor-faktor tersebut antara lain air laut yang memiliki tingkat garam yang cukup tinggi, udara pantai yang cukup terik, serta terpaan angin laut yang dapat merusak tanaman.

(4)

Proses penulisan PKM-GT ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Pihak Institut Pertanian Bogor, yaitu: pihak rektorat, khususnya Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S., pihak Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB, khususnya Direktur TPB-IPB Dr. Ir. Bonny P.W.Soekarno atas dukungan yang telah diberikan.

2. Dosen pembimbing penulisan, Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, Ph.D yang telah memberikan bimbingan dalam pengerjaan proposal PKM-GT ini.

3. Orangtua penulis, yang telah memberikan doa dan dukungannya.

4. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang ikut berperan serta dalam proses penyelesaian penulisan PKM-GT ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan tulisan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Amin.

Bogor, 30 Januari 2014

(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

RINGKASAN ... v

ABSTRAK ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Program ... 2

Manfaat ... 3

GAGASAN ... 3

Kondisi Keterkinian Perkembangan Lahan di Indonesia ... 3

Solusi Aquaponic ... 4

Konsep Dasar Agrocoastal’s System ... 5

Desain Agrocoastal’s System ... 7

Wilayah Penerapan Agrocoastal’s System ... 9

Dampak Pengaplikasian Agrocoastal’s System ... 9

Pihak yang Dapat Membantu Mengimplementasikan Gagasan... 10

KESIMPULAN ... 10

DAFTAR PUSTAKA

(6)

RINGKASAN

Dalam sepuluh tahun terakhir perkembangan luas lahan pertanian di Indonesia tidak terlalu signifikan. Hal ini berdampak pada perkembangan produksi pangan yang juga tidak signifikan. Karena itu, dibutuhkan solusi untuk mengatasi hal tersebut. Solusi yang penulis beri nama Agrocoastal’s System ini menyelesaikan problem tersebut dengan cara menggunakan wilayah perairan di daerah pesisir sebagai lahan alternatif. Media tanam menggunakan kapal statis sebagai sarana lahan penggantinya. Pengaplikasiannya dilakukan dengan cara membuat bangunan di sepanjang garis pantai dengan tambahan seperti krib tegak lurus pantai. Metode aquaponic digunakan sebagai proses budidaya tanaman dan ikan di dalam proses penerapan Agrocoastal’s System. Pengaplikasian sistem ini, diperkirakan permasalahan kebutuhan lahan dapat terselesaikan tanpa menambah lahan baru di darat.

(7)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini, jumlah penduduk di dunia -- khususnya Indonesia -- dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 yang pada saat itu jumlah penduduk Indonesia berjumlah 205,1 juta orang, diperkirakan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 273,5 juta orang (BPS 2005). Produksi tanaman pangan pada tahun 2013 diperkirakan sekitar 172,83 juta ton (BPS 2013). Peningkatan

jumlah penduduk dapat dipastikan akan berdampak pada peningkatan kebutuhan pangan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ariani (2007) tentang konsumsi pangan masyarakat Indonesia antara tahun 1999 hingga tahun 2005. Penelitian ini menunjukkan peningkatan kualitas maupun kuantitas pada konsumsi pangan masyarakat.

Indonesia diprediksi akan mengalami krisis pangan pada tahun 2017 dengan mengacu dari sejumlah kasus, seperti kelangkaan kedelai pada awal 2008 dan sekarang ini atau impor beras, gula, dan komoditas pangan lain (daging sapi). Faktanya hingga kini Indonesia masih mengimpor pangan untuk menjaga

ketahanan pangan pada tingkat yang dianggap aman. Dalam konteks itu, tidaklah aneh jika sejumlah kalangan mengingatkan pemerintah agar selalu mewaspadai potensi krisis pangan nasional. Memang wajar ketika ketersediaan pangan semakin tipis atau masyarakat tidak mampu menjangkau harga pangan yang terus naik. Salah satu cara klasik yang ditempuh pemerintah adalah dengan mendorong petani meningkatkan produksi pangan baik dengan pola intensifikasi maupun ekstensifikasi lahan pertanian (Pujiasmoto 2013).

Optimasi lahan pertanian merupakan usaha meningkatkan pemanfaatan sumber daya lahan pertanian menjadi lahan usahatani tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Kegiatan optimasi lahan pertanian diarahkan untuk memenuhi kriteria lahan usahatani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan perternakan. Kegiatan optimasi lahan diarahkan untuk menunjang terwujudnya ketahanan pangan dan antisipasi kerawanan pangan. Dalam rangka mendukung surplus 10 juta ton beras pada tahun 2014 (Deptan 2014).

(8)

ini akan jadi masalah jika penerapannya salah sasaran, bahkan tidak bisa direalisasikan sama sekali. Berdasarkan data yang didapat Forest Watch Indonesia, telah terjadi deforestasi di hutan Indonesia seluas 15,16 juta ha antara tahun 2000 hingga tahun 2009 dengan penyumbang deforestasi terbesar ada di pulau Kalimantan sebesar 36,32 persen dari total hutan yang telah terdeforestasi di Indonesia. Deforestasi hutan Indonesia ini juga termasuk deforestasi terhadap hutan lindung (2,01 juta ha) serta deforestasi terhadap hutan konservasi (1,27 juta ha). Jika laju deforestasi tidak dihentikan, diperkirakan tutupan hutan di Jawa akan habis pada tahun 2020, menyusul di Bali dan Nusa Tenggara pada tahun 2030 (Sumargo 2011). Oleh karena itu, perlu lahan alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk lahan pertanian pangan tanpa mengurangi luas hutan di Indonesia.

Wilayah perairan dapat menjadi salah satu solusi untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian di Indonesia. Faktanya, total panjang garis pantai di Indonesia menurut data terakhir Badan Informasi Geospasial (BIG) adalah 99.093 kilometer. Lebih panjang dari anggapan orang Indonesia saat ini: 81.000

kilometer. Berasal dari lembaga yang sama, jumlah pulau di Indonesia pun sangat banyak. Jumlah pulau di Indonesia tercatat 13.466 pulau. Dengan wilayah yang sangat luas serta belum ada negara yang mewujudkannya, wilayah perairan bisa menjadi lahan pertanian yang sangat luas.

Selain itu, gagasan ini memberikan nilai wisata pendidikan pertanian yang diterapkan di perairan. Para pelaku industri pertanian tidak hanya mendapatkan keuntungan dari hasil panen tetapi juga memanfaatkan sistem ini sebagai daya tarik wisata di bidang pertanian.

Tujuan Program

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, tujuan penulisan karya ilmiah ini diantaranya:

1) memberi informasi kepada para pelaku industri bidang pertanian pangan dalam hal lahan alternatif yang dapat dimanfaatkan selain lahan yang ada di wilayah daratan;

(9)

yang dihadapi tanaman pangan di lahan tersebut, dan cara mengatasi faktor pembatas tersebut;

3) memberi informasi kepada pelaku industri bidang pertanian pangan bahwa penggunaan sistem ini selain mendapatkan keuntungan dari hasil panen juga sebagai daya tarik wisata yang unik yaitu wisata pertanian laut.

Manfaat

Dengan adanya sistem Agrocoastal ini, laju deforestasi bisa dihambat. Deforestasi wilayah hutan bahkan dapat dihentikan total jika sistem Agrocoastal ini telah berjalan dengan baik. Walaupun secara teknis lahan yang digunakan adalah wilayah pantai, dengan sistem Agrocoastal lahan pertanian bisa meluas hingga wilayah laut. Hal inilah yang dapat mengurangi bahkan menghentikan laju deforestasi wilayah hutan.

Sistem ini juga bermanfaat untuk memberdayakan masyarakat di pesisir pantai. Segi ekonomis yang didapatkan yaitu menambah pendapatan masyarakat tersebut. Selanjutnya, investor memperoleh keuntungan dari hasil panen dan juga sebagai daya tarik wisata pertanian laut.

GAGASAN

Kondisi Keterkinian Perkembangan Lahan di Indonesia

(10)

Sumber: Badan Pusat Statistik 2013

Dalam sepuluh tahun terakhir, luas lahan pertanian di Indonesia tidak banyak berubah, masih sekitar 25 juta hektar. Rasio lahan pertanian terhadap jumlah penduduk hanya sebesar 0,3. Itu artinya setiap orang Indonesia rata-rata hanya mempunyai lahan pertanian seluas 0,3 hektar. Wilayah mencapai 188 juta hektar dan hampir seluruhnya bisa difungsikan sebagai lahan pertanian. Badan Pusat Statistik mendata jumlah petani di Indonesia pada 2013 sebanyak 31,7 juta orang. Yang terbesar adalah petani tanaman pangan sebanyak 20,4 juta orang.

Tantangan utama pada abad 21 adalah mengatasi kesenjangan yang makin besar antara permintaan pangan dan ketersediaan sumberdaya lahan dan air. Sumberdaya lahan dan air merupakan aset dan faktor produksi yang sangat penting dan strategis untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka permintaan terhadap bahan pangan juga mengalami peningkatan.

Hasil proyeksi penduduk Indonesia tahun 2010-2015 menunjukkan bahwa penduduk Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 293,88 juta jiwa. Ini berarti

akan mengalami kenaikan 56,24 juta jiwa dari penduduk 2010. Seiring laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,43 persen per tahun diperlukan tambahan penyediaan lahan pangan yang tidak sedikit tiap tahunnya. Kebutuhan beras pada 2012 sekitar 26,08 juta ton. Jumlah ini akan meningkat 31,35 juta ton pada tahun 2025. Faktanya, beberapa tahun terakhir ini produktivitas padi mengalami levelling off. Hal ini berdampak terhadap menurunnya penyediaan stok pangan

nasional serta keamanan pangan nasional Indonesia (Pusdatin 2013).

Solusi Aquaponic

(11)

kaca lingkungan yang terkendali. Model ini dapat digunakan untuk meningkatkan berkelanjutan ikan segar dan sayuran untuk keluarga, untuk memberi makan sebuah desa atau untuk menghasilkan keuntungan dalam usaha pertanian berkelanjutan.

Gagasan ini dapat menjadi salah satu solusi permasalahan kebutuhan lahan. Hal tersebut dapat terwujud dengan cara membuat aquaponic diterapkan di atas kapal statis. Model ini sangat efisien diterapkan pada sistem agrocoastal. Sumber daya air laut digunakan untuk tempat hidup ikan, media tanam dan nutrisi bagi tanaman.

Sumber: http://www.japan-aquaponics.com/plumbing-guide-part-2.html

Konsep Dasar Agrocoastal’s System

Agrocoastal’s system mengacu pada kegiatan atau sistem budidaya

tanaman pangan yang menggunakan daerah pesisir sebagai lahan kegiatannya. Daerah pesisir ini mencakup pantai hingga laut wilayah pesisir (coastal zone). Untuk mendukung praktik budidaya di wilayah pesisir, dibutuhkan sarana kapal statis. Kapal statis berfungsi sebagai lahan pengganti yang mengapung di atas laut. Dengan begitu, para pelaku industri pertanian yang memakai sistem ini dapat memperluas lahannya menurut kebutuhan industri tersebut dengan cara menambah kapal statis yang tersedia.

Dalam sistem Agrocoastal, ada dua cakupan wilayah yang diklasifikasikan berdasarkan fungsinya:

1. Main Agrocoastal

(12)

a. Harden area

Area ini merupakan daratan buatan yang dibangun seperti krib tegak lurus pantai yang memanjang menuju laut. Di daerah marjinal pantai juga dapat dibuat bangunan seperti pelabuhan untuk menunjang kegiatan produksi seperti kegiatan pascapanen. Krib ini diperlukan agar wilayah tertambatnya kapal statis dapat meluas ke arah laut tanpa mengurangi ketahanan kapal statis terhadap ombak.

b. Inner floating area

Area ini merupakan kawasan yang dipenuhi kapal-kapal statis pengganti lahan pertanian. Area ini dapat diperluas dengan menambah unit kapal statis yang ada. Jarak antara kapal dengan kapal atau kapal dengan harden area sebaiknya tidak terlalu besar. Ini dimaksudkan untuk mengurangi kerusakan kapal karena kontak antar kapal jika kapal digoyangkan oleh ombak. Lahan tanam ada dua tipe diantaranya, lahan tanam rumah kaca dan non rumah kaca.

Lahan tanam dibuat berbeda menyesuaikan kebutuhan intensitas matahari di wilayah pesisir pantai. Metode tanam di kapal-kapal statis menggunakan sistem aquaponic. Prinsip dasar yang digunakan dalam sistem akuaponic adalah resirkulasi, yang artinya memanfaatkan kembali air yang telah digunakan dalam pemeliharaan ikan dengan filter alami yang berupa tanaman dan medianya.

2. Supporting Agrocoastal (outer floating area)

Wilayah ini merupakan penunjang kegiatan yang ada di inner floating area. Dengan kegiatan agrocoastal’s system yang dilakukan di wilayah laut, dampak ombak yang berasal dari laut tidak mungkin dihindari. Dampak ombak ini dapat menyebabkan kerusakan di daerah sekitar. Karena itu, dibutuhkan wilayah yang berfungsi sebagai pemecah ombak agar dampak ombak tidak terlalu berpengaruh terhadap inner

(13)

Outer floating area digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga

gelombang laut. Pembangkit listrik ini berfungsi menambah cadangan energi listrik dalam penerapan agrocoastal’s system. Bangunan ini dapat mencegah abrasi berlebihan yang disebabkan kekuatan ombak. Dengan memecah ombak, dampak arus yang telah melewati outer floating area dapat berkurang. Hal ini penting agar proses produksi yang berlangsung di

inner floating area tidak terganggu gelombang yang dapat mengurangi kestabilan kapal statis.

Sistem kerja pembangkit listrik tenaga gelombang laut sangat sederhana. Sebuah tabung beton dipasang pada ketinggian tertentu di pantai dan ujungnya dipasang di bawah permukaan air laut. Ketika ada ombak yang datang ke pantai, air dalam tabung beton tersebut mendorong udara bagian tabung yang terletak di darat. Gerakan sebaliknya terjadi pada ombak surut. Gerakan udara yang berbolak-balik ini yang dimanfaatkan untuk memutar turbin yang dihubungkan dengan sebuah pembangkit listrik. Terdapat alat khusus yang dipasang pada turbin

sehingga turbin hanya berputar pada satu arah (Ruswandi 1995).

Desain Agrocoastal’s System

Tampak Atas

Keterangan:

1. Main Agrocoastal

(14)

Tampak Samping

Agrocoastal’s system mengacu pada proyek industri berbasis pertanian. Bangunan ini dibuat di daerah pesisir pantai. Lahan yang digunakan pada proses produksi terdiri dari dua bagian yaitu lahan tanam rumah kaca dan non rumah kaca. Lahan ini merupakan wilayah inner floating area. Pembangunan lahan tanam di kapal statis dengan menggunakan metode aquaponic. Metode ini dipilih karena mempunyai keuntungan ganda yaitu hasil perikanan dan pertanian. Lahan tanam ada dua tipe yang digunakan yaitu, lahan tanam rumah kaca dan non rumah kaca. Lahan tanam rumah kaca dibuat untuk tanaman pangan yang tidak suka matahari. Sedangkan, lahan tanam non rumah kaca digunakan untuk tanaman pangan yang suka matahari.

Penerapan aquaponic di kapal statis membutuhkan tenaga listrik yang besar. Untuk mengurangi penggunaan tenaga listrik dari perusahaan listrik nasional, maka dibentuk pembangkit listrik sendiri di wilayah supporting area. Pembangkit listrik ini menggunakan energi gelombang laut (wave energy). Energi ini dipilih sekaligus memperkenalkan teknologi terbaru di wilayah laut.

Keterangan:

1. Pesisir Pantai (coastal zone) 6. Generator pembangkit listrik tenaga gelombang laut

2. Laut 7. Tempat destilasi air laut

3. Lahan tanam rumah kaca 8. Tembok pembatas harden area dan supporting area

4. Lahan tanam non rumah kaca 9. Tempat penyimpanan energi listrik

(15)

Penggunaan listrik juga diperlukan untuk destilasi air laut dan kegiatan penunjang media aquaponic. Media ini adalah air hasil destilasi air laut yang digunakan tempat hidup ikan. Selain itu, pembangkit listrik ini dimanfaatkan sebagai pemecah ombak. Di wilayah main agrocoastal dan supporting area dipisahkan oleh tembok penghalang. Hal ini bertujuan untuk pembatas kegiatan pada inner floating area dan pembangkit listrik.

Wilayah Penerapan Agrocoastal’s System

Untuk menerapkan sistem Agrocoastal ini, ada tiga wilayah yang dapat diterapkan:

1. Wilayah pesisir dengan arus tenang. Wilayah ini sangat dianjurkan untuk memulai sistem penerapan agrocoastal di wilayah ini hanya membutuhkan satu lapisan outer floating area sehingga tidak memerlukan banyak tanaman bakau untuk disiapkan.

2. Wilayah pesisir dengan arus kuat. Wilayah ini dapat dimanfaatkan jika diperlukan lebih banyak lahan pertanian yang ingin digarap.Penerapan di wilayah seperti ini membutuhkan lebih dari satu lapisan outer floating

area. Ini dikarenakan dampak ombak yang lebih besar membutuhkan

pemecah ombak yang lebih banyak.

Pihak yang Dapat Membantu Mengimplementasikan Gagasan

Gagasan ini dapat diimplementasikan dengan adanya dukungan dari berbagai pihak, diantaranya:

1) Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, sebagai pendukung proyek agrocoastal dalam skala besar;

2) Departemen Pertanian, sebagai pendukung untuk menyebarluaskan gagasan agrocoastal sebagai sistem pertanian yang dapat diterapkan di wilayah pesisir pantai;

3) Departemen Perikanan dan Kelautan, sebagai pendukung untuk menyebarluaskan gagasan agrocoastal untuk budidaya ikan dan mendukung terealisasinya sistem diterapkan di wilayah pesisir pantai;

(16)

5) Investor, sebagai pemakai Agrocoastal’s System untuk bisnis pertanian modern skala besar;

6) Masyarakat pesisir, sebagai stok sumber daya manusia yang dapat ikut terlibat bersama investor di dalam penerapan Agrocoastal’s System.

Dampak Pengaplikasian Agrocoastal’s System

Penulis sebelumnya menyebutkan bahwa perkembangan kebutuhan lahan dalam sepuluh tahun terakhir di Indonesia tidak terlalu memiliki pengaruh terhadap permintaan pangan yang masih kurang. Sehingga, diperlukan pengembangan lahan pertanian yang baru untuk memenuhi permintaan tersebut. Dengan adanya Agricoastal’s System ini, permasalahan lahan dan laju deforestasi dapat terselesaikan. Kebutuhan pangan di masa yang akan datang terpenuhi seiring bertambahnya jumlah penduduk. Dengan kata lain, ketahanan pangan di Indonesia akan tetap stabil. Melalui sistem ini juga, para pelaku industri mendapat tambahan keuntungan dengan menjadikan kawasan pertanian tersebut sebagai daya tarik wisata pertanian laut.

KESIMPULAN

Dalam sepuluh tahun terakhir perkembangan luas lahan pertanian di Indonesia tidak terlalu signifikan. Hal ini berdampak pada tak tercukupinya kebutuhan pangan yang selalu meningkat. Salah satu solusinya adalah dengan memanfaatkan wilayah perairan di daerah pesisir pantai. Gagasan yang penulis berikan untuk mengatasi persoalan lahan yaitu dengan penerapan Agrocoastal’s System. Wilayahnya terdiri atas main agrocoastal yang meliputi harden area serta

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Ariani M. 2007. Konsumsi pangan masyarakat Indonesia analisis data SUSENAS 1999-2005. Gizi Indonesia 30(1):47-56.

Badan Pusat Statistik [BPS]. 2005. Proyeksi penduduk 2000-2025.

Dari Data Statistik Indonesia.www.datastatistik-indonesia.com/proyeksi (2 Februari 2014)

Badan Pusat Statistik [BPS]. 2013. Laporan Bulanan Edisi 40. Jakarta: Badan Pusat Statistik

Charles, Aragon. 2012. DIY Aquaponics Guide - Plumbing 2 - Specific Ideas. http://www.japan-aquaponics.com/plumbing-guide-part-2.html (3 Februari 2014)

Deptan. 2014. Pedoman Teknis Pengembangan Optimasi Lahan Tahun 2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian

Pujiasmoto. 2013. Perkuat Ketahanan Pangan Nasional. Surakarta: Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

[Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Statistik Luas Baku

Lahan Sawah dan Luas Panen P adi.

http://pusdatin.setjen.deptan.go.id/publikasi-302-statistikluas-baku-lahansawah-dan-luas-panen-padi.html (29 Januari 2013)

Ruswandi, Bambang. 1995. Studi Pembangkit Listrik Tenaga tipe Tapered Channel 11 MW di Teluk Baron Yogyakarta. Surabaya: Tugas Akhir Sumargo W, Nanggara SG, Nainggolan FA, Apriani I. 2011. Potret Keadaan

(18)
(19)
(20)

3. Anggota Pelaksana 2 A. Identitas Diri

1 Nama Lengkap Dimas Ramdhani 2 Jenis Kelamin Laki-Laki

3 Program Studi Teknologi Hasil Hutan

4 NIM E24130028

5 Tempat dan Tanggal Lahir Jember, 20 Februari 1995

6 E-mail ramdhany20@apps.ipb.ac.id

7 NomorTelepon/HP 087754693747

B. Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA

Nama Institusi SDN Yosowilangun Kidul 01 SMPN 1 Yosowilangun SMAN 2 Lumajang

Jurusan - - IPA

Tahun Masuk - Lulus

2000-2007 2007-2010 2010-2013

C. Penghargaan dalam 10 Tahun Terakhir

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi

Penghargaan Tahun

1. Juara 1 KIR se-Kab.

Lumajang SMAN 3 Lumajang 2008

2. Pengirim LKTI tingkat

Nasional Dinas Pendidikan Nasional 2008

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan usulan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Bogor, 30 Januari 2014 Pengusul

(21)

Referensi

Dokumen terkait

Tutkijoiden haastattelemien naisten kokemuksissa toistui usein sellainen tilanne, että aluksi häiriköijät kommentoivat naisten ulkonäköä positiivisin määrein. Kun

Penelitian ini pada dasarnya guna mengkaji beberapa aspek yang terkait dalam implementasi Kebijakan Penghapusan bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak (PBPTA)

• 5atusan senyawa bioakti6 ditemukan dan diisolasi dari berbagai organisme laut telah menyebabkan hanya potensial minimal comercialization karena terbatasnya ketersediaan senyawa

A.24 Apakah implementasi kebijakan pengelolaan aset di DPKAD Kota Tangerang sudah sesuai dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota yang

Berbeda dengan konsep diatas, khusus dalam penghitungan laba kena pajak, penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dikurangkan dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih,

Faktor-faktor yang Memengaruhi Loyalitas Pelanggan pada Penerbangan Low Cost Carrier Factors Affecting Customer ’ s Satisfaction on Low Cost Carrier Flight.. Jurnal

Penelitian ini dilakukan terhadap perusahaan (emiten) yang melakukan penawaran saham perdana atau Initial Public Offering (IPO) serta mencatatkan sahamnya (listing) di

Untuk memahami istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian, yaitu Pengaruh Pemberitaan Konflik Etnis Rohingya Pada Harian Serambi Indonesia Online Terhadap