LOMBA KARYA TULIS ILMIAH HMJ AN 2014
SKRINING TUBERKULOSIS DENGAN MONOCLONAL
ANTIBODY STRIP TEST UNTUK MASYARAKAT
PEDESAAN SEBAGAI UPAYA PENURUNAN
PREVALENSI TUBERKULOSIS
Diusulkan oleh :
Dina Aulia Fakhrina (I1A011004 / Angkatan 2011) Rahmi Noorhayati (I1A012009 / Angkatan 2012)
Riski Agustin (I1D111209 / Angkatan 2011)
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN
LOMBA KARYA TULIS ILMIAH HMJ AN 2014
SKRINING TUBERKULOSIS DENGAN MONOCLONAL
ANTIBODY STRIP TEST UNTUK MASYARAKAT
PEDESAAN SEBAGAI UPAYA PENURUNAN
PREVALENSI TUBERKULOSIS
Diusulkan oleh :
Dina Aulia Fakhrina (I1A011004 / Angkatan 2011) Rahmi Noorhayati (I1A012009 / Angkatan 2012)
Riski Agustin (I1D111209 / Angkatan 2011)
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN
PENGESAHAN KARYA TULIS ILMIAH
1. Judul Karya Tulis : Skrining Tuberkulosis dengan Monoclonal Antibody Strip Test untuk Masyarakat Pedesaan sebagai Upaya Penurunan Prevalensi Tuberkulosis
2. Sub-tema :Akses dan layanan kesehatan bagi masyarakat pedesaan
3. Ketua Tim
a. Nama Lengkap : Dina Aulia Fakhrina
b. NIM : I1A011004
c. Jurusan : Pendidikan Dokter
d. Universitas : Universitas Lambung Mangkurat
e. Alamat email : dinafakhrina@ymail.com
f. Alamat rumah dan No. HP : Jl. Sultan Adam No.28 RT.36 Banjarmasin
4. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Dra. Hj. Lia Yulia Budiarti, M.Kes
b. NIDN : 0015076702
c. Alamat email :
-d. Alamat rumah dan No. HP : Loktabat Asri II No. 20, Banjarbaru / 081521692590
Banjarmasin, 10 Oktober 2014
Dosen Pendamping, Ketua Tim,
Dra. Hj. Lia Yulia Budiarti, M.Kes Dina Aulia Fakhrina
NIP19670715 199403 2 006 NIM I1A011004
Ketua Jurusan,
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Swt yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah yang berjudul “Skrining Tuberkulosis dengan Monoclonal Antibody Strip Test untuk Masyarakat Pedesaan sebagai Upaya Penurunan Prevalensi Tuberkulosis”.
Penulisan ini disusun guna mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah HMJ AN 2014. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Hj. Lia Yulia Budiarti, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan pada penulisan ini. Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan di kemudian hari. Penulis berharap karya ini dapat bermanfaat ke depannya.
DAFTAR ISI
B. Upaya Menekan Tingginya Prevalensi TB yang Pernah Dilakukan... ...11
C. Metode Diagnosis Tuberkulosis yang Telah Ada... 12
BAB III METODE PENULISAN A. Sumber Referensi... 14
B. Analisis Data... 14
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS A. Skrining Tuberkulosis dengan MAb Strip Test... 15
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Bakteri tuberkulosis di bawah mikroskop lapang pandang gelap... 5
ABSTRAK perburukan kondisi klinis bahkan kematian penting dilakukan. Akan tetapi, TB memiliki gejala nonspesifik yang menyebabkan misdiagnosis dan keterlambatan diagnosis. Diagnosis TB memerlukan berbagai metode diagnostik, di antaranya pengecatan BTA, kultur BTA, pemeriksaan serologi, dan PCR. Sehingga, diperlukan peralatan laboratorium klinis memadai dan personil terlatih untuk diagnosis yang tepat dan cepat. Sayangnya, banyak daerah pedesaan yang tidak memilikinya. Apalagi metode-metode diagnostik yang telah ada tersebut memiliki kelemahan masing-masing sehingga tidak dapat mendeteksi dini penyakit TB. Pengecatan BTA cepat, tetapi sensitifitasnya rendah dan hanya bisa dilakukan setelah muncul gejala batuk berdahak lama. Kultur basil memerlukan waktu yang lama. Sedangkan pemeriksaan serologi dan PCR memerlukan perlengkapan laboratorium yang lengkap. Karena itu, perlu metode diagnostik yang akurat, cepat, dan mudah dilakukan serta sekaligus dapat menjadi alat skrining untuk deteksi dini TB. Skrining yang dilakukan saat ini adalah tes kulit Mantoux tuberkulin dan interferon-gamma release assay (IGRA). Namun, kedua metode ini mudah memberikan hasil negatif dan positif palsu dan tidak bisa dijadikan metode diagnostik TB baru. Monoclonal antibody dapat dibentuk dalam strip test dan digunakan untuk diagnosis dini TB yang praktis serta spesifik karena dapat mendeteksi antigen tertentu dari patogen, dalam hal ini antigennya adalah PE-PGRS, PTRP, dan MtrA yang dapat ditemui pada pasien TB yang masih berada pada fase preklinik.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis), umumnya menyerang paru, tetapi bisa juga menyerang bagian tubuh lainnya. Kuman ini mempunyai sifat khusus, yakni tahan terhadap asam pada pewarnaan, hal ini dipakai untuk identifikasi dahak secara mikroskopis sehingga disebut sebagai basil tahan asam (BTA). Mycobacterium tuberculosis cepat mati dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap dan lembab.1
Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) Global Tuberculosis Control tahun 2012, diketahui bahwa pada tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia untuk kasus TB. Lima negara dengan jumlah terbesar insiden tuberkulosis terbesar pada tahun 2011 tersebut adalah India, China, Afrika Selatan, Indonesia, dan Pakistan. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara, yaitu 625.000 orang atau angka mortalitas sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Salah satu faktor yang berperan terhadap mortalitas pada TB adalah telatnya pemberian penanganan karena keterlambatan diagnosis.2
Sebagian besar kasus infeksi terjadi di negara-negara berkembang di mana laboratorium klinis dan personil terlatih untuk diagnosis dan pengobatan yang efektif kurang, maka platform deteksi di tempat untuk diagnosis TB yang cepat, sederhana, murah, dan sangat akurat dibutuhkan untuk deteksi dini TB agar manajemen dan pengendalian infeksi menjadi lebih baik.3
dapat diperoleh langsung karena basil membutuhkan 3-6 minggu untuk pertumbuhan pada kultur media padat dan 9-16 hari kultur cepat menggunakan media cair. 3 Sedangkan pemeriksaan serologi yang dapat dilakukan adalah enzym
linked immunosorbent assay (ELISA), Mycodot, peroksidase anti peroksidase (PAP), dan imunokromatografik.4,5 Namun, pada pemeriksaan serologi ini banyak
variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi dan tidak bisa mendeteksi kehadiran bakteri TB pada fase awal penyakit karena antibodi terhadap bakteri TB baru terbentuk setelah 2-3 minggu.6 Oleh karena itu,
keterlambatan dalam mendiagnosis TB adalah suatu hal yang sering terjadi.
Untuk mencegah keterlambatan diagnosis, bisa dilakukan skrining agar infeksi TB dapat terdeteksi dini sebelum munculnya gejala penyakit. Metode skrining utama yang dipakai saat ini untuk mendeteksi infeksi TB (aktif atau laten) adalah tes kulit Mantoux tuberkulin dengan purified protein derivative
(PPD). Sebuah tes darah in vitro berdasarkan interferon-gamma release assay
(IGRA) dengan antigen spesifik untuk M. tuberculosis juga dapat digunakan untuk menyaring infeksi TB laten. Tes IGRA menawarkan keuntungan tertentu dibandingkan tes kulit tuberkulin. Namun, kedua metode ini memiliki kelemahan, yakni hasil negatif tidak menyingkirkan seseorang dari penyakit tuberkulosis. Selain itu, pada banyak negara ditemukan kasus orang-orang yang terkena infeksi bakteri nonmycobacterium ternyata menunjukkan hasil positif pada tes tuberkulin ini. Pasien yang sebelumnya pernah mengidap tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetap akan menunjukkan hasil positif pada tes tuberkulin. Tuberkulin hanya dapat dijadikan pegangan ketika pasien yang akan didiagnosis adalah anak-anak yang sebelumnya belum pernah mendapatkan vaksin Bacile Calmette-Guerin (BCG). Oleh karena itu, kedua metode skrining ini dapat dianggap kurang efektif dalam memberikan hasil penunjang diagnosis tuberkulosis.7
Monoclonal antibody (MAb) adalah suatu antibodi monospesifik, yaitu kumpulan antibodi yang memiliki target antigen yang sama (mono). MAb memiliki beberapa kegunaan seperti pengobatan penyakit kanker, pengobatan penyakit autoimun, dan diagnosa penyakit infeksi. MAb sudah digunakan untuk mendiagnosis infeksi dari bakteri Legionella pneumophila, Neisseria meningitidis,
diagnostik, MAb dapat dibentuk ke dalam strip test (immunochromatography), sehingga penggunaannya sangatlah praktis dan mudah. MAb dapat mendeteksi suatu infeksi meskipun antibodi belum terbentuk, karena fungsi dari mAb sebagai alat diagnostik adalah untuk mendeteksi antigen dari patogen penyebab.8,9
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) merupakan spesies dari mikobakteri yang bersifat patogen. Antigen dari M. tuberculosis sudah dapat dideteksi dalam darah semenjak onset penyakit. Antigen PE-PGRS, PTRP, dan MtrA adalah tiga antigen yang dapat ditemui pada pasien TB yang masih berada pada fase preklinik TB.10 Oleh karena itu, ketiga antigen tersebut merupakan
antigen yang paling berpotensi untuk digunakan dalam skrining penyakit TB dengan metode strip test. Diharapkan metode tersebut dapat mengatasi masalah tingginya prevalensi TB di Indonesia, terutama di daerah pedesaan yang akses pelayanan kesehatannya susah dijangkau.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah dalam tulisan ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah solusi dari tingginya angka prevalensi TB di Indonesia terutama daerah pedesaan?
2. Bagaimanakah agar penyakit TB dapat terdeteksi dini di daerah pedesaan yang akses pelayanan kesehatannya jauh?
3. Bagaimanakah mekanisme kerja dari monoclonal antibody dalam
mendiagnosis suatu penyakit?
4. Bagaimanakah mekanisme pembuatan strip test monoclonal antibody untuk
mendeteksi antigen PE-PGRS, PTRP, dan MtrA dari M. tuberculosis?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk:
1. memberikan solusi dari tingginya angka prevalensi TB di Indonesia terutama daerah pedesaan;
3. menjelaskan mekanisme kerja dari monoclonal antibody dalam mendiagnosa suatu penyakit;
4. menjelaskan mekanisme pembuatan strip test monoclonal antibody untuk mendeteksi antigen PE-PGRS, PTRP, dan MtrA dari M. tuberculosis.
D. Manfaat Penulisan
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bersifat teoritis maupun praktis sehingga dapat dijadikan masukan kepada para peneliti untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam terhadap monoclonal antibody
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1) Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis),umumnya menyerang paru, tetapi bisa juga menyerang bagian tubuh lainnya. Dinding M. Tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. Tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri
M. Tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam– alkohol.5
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Sehingga ketika muncul gejala-gejala tersebut, penting untuk mendiagnosis secara tepat dan cepat.5
Gambar 1. Bakteri tuberkulosis di bawah
Klasifikasi
Klasifikasi dari Mycobacterium tuberculosis sebagai etiologi dari penyakit tuberkulosis ini, yaitu termasuk dalam keluarga Mycobacteriaceae dan genus Mycobacterium. Terdapat empat spesies Mycobacterium, yakni Mycobacterium microti, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum, dan Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis merupakan genus yang bersifat patogen pada manusia meskipun kadang pada beberapa kasus tuberkulosis pada manusia juga disebabkan oleh Mycobacterium bovis.11
Epidemiologi
Dengan 1,4 juta kematian pada tahun 2011, TB berkompetisi dengan human immunodeffeciency virus (HIV) sebagai penyebab utama kematian akibat agen infeksius.12 Meskipun ada kemajuan dalam penurunan mortalitas dan angka
kejadian TB, penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat global. Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan 8,7 juta kasus baru TB di dunia dan sekitar 1,4 juta orang meninggal akibat TB pada tahun 2011.3
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara, yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dan menurut WHO regional, jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia Tenggara, yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia. Namun, bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per
100.000 pendduduk.2
Penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
Satu kali batuk, berbicara selama 5 menit dan menyanyi selama 1 menit dapat menyebarkan 3000 droplet nuclei, sedangkan bersin dapat menyebarkan droplet nuclei sejauh 3 meter.13
Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Gohn.13
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).13
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun- tahun dalam kelenjar ini.13
Komplikasi dan Prognosis
Penyakit TB bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi yang berbahaya yakni, terjadinya peradangan pleura, efusi pleura, empyema, laringitis TB, dan komplikasi ini akan berlanjut dengan obstruksi jalan nafas, amiloidosis, kanker paru, dan sindrom gagal nafas dewasa (ARDS). Apabila telah terjadi komplikasi akibat keterlambatan diagnosis maupun kegagalan pengobatan maka prognosis menjadi sangat buruk.14
2) Antigen Mycobacterium Tuberkulosis
Pada bagian dinding sel dan sitoplasma dari Mycobacterium tuberculosis
didapatkan berbagai macam antigen yaitu terdiri dari komponen lipid, polisakarida dan protein. Pada sebuah penelitian yang telah dilakukan di dapatkan hasil bahwa terdapat tiga buah antigen yang muncul pada uji yang dilakukan terhadap pasien yang telah terinfeksi TB dan masih berada pada fase preklnik TB. Antigen tersebut meliputi, PE-PGRS, PTRP, dan MtrA. Dengan demikian, sebuah metode diagnosis dapat diciptakan dengan memanfaatkan teknik deteksi 3 antigen tadi untuk mendeteksi para penderita TB bahkan pada fase sangat awal dari infeksi.10
Antigen PE-PGRS
in vitro didapatkan hasil bahwa protein PE-PGRS adalah antigenic. Pengujian itu
dilakukan dengan memberikan antibodi yang ternyata melawan lima protein
PE-PGRS, dan dibesarkan pada tikus dengan vaksinasi DNA. Protein terdeteksi tunggal ketika plasmid konstruksi yang sama yang digunakan untuk imunisasi diekspresikan dalam sel-sel epitel atau ekstrak retikulosit.15
Antigen PTRP
Analisis Western blot dan evaluasi elektron mikroskopis dari M. tuberculosis
fraksi subselular dan bakteri utuh mengkonfirmasi bahwa PTRP merupakan protein di dinding sel. Dalam sebuah uji, antibodi terhadap antigen PTRP ini hadir dalam spesimen serum dari pasien HIV-negatif, TB-positif dan HIV-positif, positif TB-tetapi purified protein derivative (PPD)-negatif atau PPD-positif dari subyek kontrol yang sehat, hal ini menunjukkan bahwa pendeteksian antigen ini berpotensi besar sebagai metode diagnostik TB yang efektif. Pemetaan epitop dari PTRP menggambarkan 4 peptida yang dapat mengidentifikasi > 80% dari BTA positif dan > 50% dari pasien TB-BTA positif–HIV-negatif, dan > 80% pasien HIV-positif–TB-positif.16
Antigen MtrA
Sistem MtrAB adalah sistem yang berperan penting dalam pertahanan hidup dari Mycobacterium tuberculosis. Dalam sistem ini terlibat protein penting seperti MtrA, yang melakukan perannya dalam fosforilasi intrasel. MtrA (D56E) dan MtrA (D13A) terikat pada promotor fbpB, pengkodean gen protein antigen 85B, efisien tanpa adanya fosforilasi.17
1) Monoclonal Antibody (MAb)
yang berbeda. Antibodi yang bervariasi tersebut masing-masing dibentuk oleh jalur (line) sel limfosit B yang berbeda (satu jenis antibodi dibentuk oleh satu jalur sel limfosit B), sehingga kumpulan antibodi yang diproduksi oleh banyak jalur sel limfost B disebut dengan istilah polyclonal antibody (PAb). PAb memiliki beberapa kegunaan, antara lain adalah sebagai tatalaksana penyakit dan sebagai alat diagnosa.18
PAb memiliki kelemahan sebagai alat diagnosa, karena PAb mengandung variasi antibodi yang sangat banyak sehingga kemungkinan terjadinya reaktivitas-silang (cross-reactivity) semakin tinggi. Dalam imunologi, cross-reactivity adalah suatu reaksi antara antibodi dengan antigen selain antigen yang menyebabkan proses immunogenic. Hal ini terjadi karena epitope antigen daari suatu organisme dapat menyerupai epitope antigen dari organisme yang lain. Cross-reactivity akan menurunkan sensitivitas dan spesifitas dalam pemeriksaan diagnosa dengan menggunakan PAb.18 Selain itu, kelemahan PAb juga terdapat dalam proses
pembuatannya yang dapat menghasilkan kuantitas dan kualitas antibodi yang berbeda antara kluster (batch) produksi.19
Untuk mengurangi kelemahan yang ada pada PAb maka diperlukan suatu kumpulan antibodi yang homolog yang diproduksi hanya dari satu jalur sel limfosit B (monoclonal antibody) dan dalam proses pembuatannya tidak memiliki perbedaan kuantitas dan kualitas antibodi antara kluster produksi. Pada tahun 1975, Georges Kohler dan Cesar Milstein memperkenalkan metode pertama dalam pembuatan monoclonal antibody (MAb), dan metode ini merupakan metode yang paling sering digunakan sampai saat ini. Metode ini dilandasi oleh fakta bahwa setiap jalur sel limfosit B hanya mampu menghasilkan satu jenis antibodi saja. Namun, karena sel limfosit B tidak dapat dikembangkan dalam kultur, maka diperlukan hibridisasi dengan sel myeloma.20 Sel myeloma memiliki
kemampuan untuk berkembang dalam kultur (immortalize) dan memiliki komponen protein yang serupa dengan struktur, fungsi, dan genetika dari antibodi. Sel yang dihasilkan dari proses hibridisasi antara sel limfosit B dengan sel
myeloma disebut dengan sel hibridoma.21 Sel hibridoma mampu dikembangkan
dalam kultur sehingga dapat diproduksi ulang (renewable), sehingga MAb yang
sebagai alat diagnosa pada beberapa penyakit infeksi, seperti infeksi akibat bakteri
Listeria monocytogenes,9 Legionella pneumophila,22 Pneumococcal pneumonia,23
Neisseria meningitidis,24Campylobacter jejuni,25 dan yang lainnya.
B. Upaya Menekan Tingginya Prevalensi TB yang Pernah Dilakukan
Berdasarkan data nasional maupun internasional angka prevalensi TB masih tinggi, yakni mencapai sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis pada data tahun 1995, dan di Indonesia ditemukan infeksi positif kuman tuberkulosis sebanyak 110 kasus per 100.000 penduduk pada data tahun 2004. Mengingat tingginya angka prevalensi ini maka pemerintah melakukan berbagai macam upaya guna menekan angka tersebut, misalnya penyuluhan yang gencar melalui berbagai cara dari iklan di media masa, program penyuluhan langsung di tingkat puskesmas. Penyuluhan ini mengedepankan poin-poin khas dari tuberkulosis baik gejala, tanda, cara penularan dan disamping itu juga masyarakat dihimbau untuk memeriksakan diri sesegera mungkin ke pusat layanan kesehatan terdekat jika mengalami gejala dan tanda yang mirip dengan tuberkulosis. Diharapkan, dengan upaya ini skrining akan berhasil dilakukan dan diagnosis cepat ditegakkan serta penularan dapat dicegah secara dini.13
Program pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) menjadi salah satu program andalan yang dirancang untuk mengobati secara gratis para penderita tuberkulosis. Adanya kegagalan pada sekian pengobatan dikarenakan tidak disiplinnya para penderita TBC dan akhirnya meningkatkan angka resistensi obat TB itu sendiri.13
Pada unit-unit pelayanan kesehatan primer seperti di puskesmas tenaga-tenaga medis dituntut mampu untuk melihat dengan jeli gejala dari penyakit ini, dan puskesmas juga dilengkapi dengan sarana yang memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan laboraturium sederhana yakni pemeriksaan BTA pada sputum penderita TB.1
Upaya-upaya yang telah dilakukan di atas cukup memberikan hasil yang baik, namun masih banyak terkendala salah satunya karena keterlambatan deteksi atau diagnosis.13 Sering kali pasien baru memeriksakan diri ketika kondisinya sudah
yang jauh dari pusat informasi kesehatan atau di pedalaman desa. Oleh karena itu, memang sangat diperlukan sebuah skrining TB yang efektif dan cepat serta praktis untuk bisa mendeteksi secara dini masyarakat yang telah terinfeksi kuman tuberkulosis.1
C. Metode Diagnosis Tuberkulosis yang Telah Ada
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologis BTA, rontgen dada (thorax photo), dan pemeriksaan penunjang lain seperti pemeriksaan serologi (Enzym linked immunosorbent assay (ELISA),
Mycodot, peroksidase anti peroksidase (PAP), imunokromatografik), pemeriksaan BACTEC, pemeriksaan cairan pleura, pemeriksaan histopatologi jaringan, pemeriksaan darah, uji tuberkulin, dan polymerase chain reaction (PCR) (konsensus TB).11
Sampai saat ini diagnosis untuk tuberkulosis masih terus dikembangkan mengingat terdapat berbagai kelemahan dari masing-masing sarana diagnosis. Sehingga mengakibatkan keterlambatan diagnosis dan akhirnya juga terjadi keterlambatan pengobatan serta memperbesar risiko penularan dari satu penderita ke masyarakat sehat di sekitarnya. Jika melihat realita, sebagian besar kasus infeksi terjadi di negara-negara berkembang di mana laboratorium klinis dan personil terlatih untuk diagnosis dan pengobatan yang efektif kurang terlebih di wilayah pedesaan, maka platform deteksi di tempat untuk diagnosis TB yang cepat, sederhana, murah, dan sangat akurat dibutuhkan untuk deteksi dini TB agar manajemen dan pengendalian infeksi pasien menjadi lebih baik.7
itu, pada banyak negara ditemukan kasus orang-orang yang terkena infeksi bakteri
nonmycobacterium ternyata menunjukkan hasil positif pada tes tuberkulin ini. Pasien yang sebelumnya pernah mengidap tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh tetap akan menunjukkan hasil positif pada tes tuberkulin. Tuberkulin hanya dapat dijadikan pegangan ketika pasien yang akan didiagnosis adalah anak-anak yang sebelumnya belum pernah mendapatkan vaksin BCG sebelumnya. Oleh karena itu, metode tes tuberkulin dapat dianggap kurang efektif dalam memberikan hasil penunjang diagnosis tuberkulosis.3,7
Tes laboratorium yang dilakukan untuk menunjang tegaknya diagnosis pada pasien terduga TB adalah pengecatan dan kultur basil tahan asam (BTA) serta pemeriksaan serologi HIV. Pengecatan BTA dinilai cepat, tetapi sulit untuk bisa menemukan kuman tuberkulosis pada pemeriksaan dibawah mikroskop ini terutama pada pasien yang masih berada dalam masa awal infeksi. Kadang juga terkendala dengan jumlah kuman yang sangat sedikit terlihat pada pemeriksaan, karena sputum/dahak yang sulit didapatkan dari penderita, sedangkan standar positif dari pemeriksaan ini terdapat sekurang-kurangnya 5.000 batang kuman. Dengan demikian jika dinyatakan pemeriksaan BTA ini negatif bukan berarti kuman tuberkulosis tidak ada. Dalam pemeriksaan ini membutuhkan keahlian
untuk membaca sampel.7
Metode lain dalam diagnosis tuberkulosis juga biasanya dilakukan kultur mikobakteri tradisional, memerlukan 6-8 minggu untuk pertumbuhan dan identifikasi. Disisi lain gambaran klinis pada pasien dan gambaran radiologi tidak bisa dijadikan pegangan. Hal ini mengakibatkan banyaknya kasus TB lambat terdiagnosis bahkan kasus TB yang bersifat tidak aktif atau yang tidak menimbulkan gejala tidak tertangani. Akhirnya resiko penularan akan sangat besar dan akan berimbas pada meningkatnya prevalensi penyakit tuberkulosis.7
BAB III
METODE PENULISAN
A. Sumber Referensi
Data-data yang digunakan dalam karya tulis ini bersumber dari berbagai referensi atau literatur yang relevan dengan topik permasalahan yang dibahas. Sumber referensi yang digunakan adalah tujuh artikel, lima textbook, dan 16 jurnal penelitian. Validitas dan relevansi sumber referensi yang digunakan pada karya tulis ini dapat dipertanggungjawabkan. Jenis data yang diperoleh berupa data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif.
B. Analisis Data
Karya tulis ini menggunakan analisis data deskriptif dan analitis. Upaya analisis data menyangkut tiga komponen yaitu:
1. pengumpulan data, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari artikel,
textbook, dan jurnal hasil penelitian,
2. pemilihan data-data yang penting dan menggabungkannya menjadi satu kesatuan,
3. interpretasi data dan penyimpulan.
Analisis dilakukan dengan melakukan studi antara data yang terkumpul dengan didasarkan metode deskriptif dan analisis. Pemecahan masalah dijabarkan secara spesifik berdasarkan fenomena yang terjadi terkait pentingnya diagnosa penyakit yang baru.
C. Penarikan Kesimpulan
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
A. Skrining Tuberkulosis dengan MAb Strip Test
Permasalahan tingginya prevalensi TB yang telah diuraikan pada bab sebelumnya hingga saat ini memang belum menemukan pemecahan yang efektif. Pembuatan dan pengaplikasian skrining TB dengan memanfaatkan MAb strip test bisa menjadi sebuah solusi dalam masalah ini. Skrining ini berguna dalam mendeteksi dini infeksi TB pada populasi yang cukup luas karena cepat dalam memberikan hasil pada satu individu apakah bernilai positif atau negatif. Sehingga MAb strip test ini cocok diaplikasikan oleh pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas atau puskesdes dalam sebuah kecamatan atau desa.
Monoclonal antibody merupakan metode yang akan menghasilkan antibodi spesifik dan akan bereaksi dengan antigen pada bakteri TB apabila bakteri ini ada pada peredaran darah manusia, sehingga metode ini akan memberikan hasil yang sangat spesifik terhadap positif atau negatifnya infeksi bakteri TB pada satu individu.10
Sampai saat ini, sudah ada beberapa metode skrining tetapi sifatnya kurang akurat, misalnya tuberkulin test, karena masih sangat banyak ditemukan kasus positif palsu dan negatif palsu. Individu sehat yang telah mendapatkan vaksin BCG akan menimbulkan hasil positif palsu pada tes tuberkulin. Selain itu, individu sakit yang terinfeksi kuman lain yang bukan kuman TB juga akan bisa memberikan hasil positif palsu pada tes ini. Tes tuberkulin masih dipakai hingga saat ini dikarenakan belum ada metode diagnosis serupa yang lebih akurat dan efektif.18
sehingga mampu mendeteksi kuman TB meski pada strain yang berbeda. Tiga antigen ini sangat khas muncul pada fase preklinik TB atau pada saat gejala TB pada satu individu belum nampak jelas, sehingga indivu-individu yang terinfeksi TB lebih awal bisa dideteksi dan pengobatan dapat lebih dini pula diberikan serta mencegah penularan sedini mungkin kepada masyarakat sekitar.10
B. Pembuatan Monoclonal Antibody antigen PE-PGRS, PTRP, dan MtrA 1) Kultur Sel Myeloma
Tumor yang disebabkan akibat keganasan pada sel limfosit B disebut dengan myeloma. Myeloma sangat jarang terjadi pada tikus, kecuali pada tikus strain
LOU/c. Metode untuk menciptakan myeloma pada tikus strain BALB/c adalah
dengan menginduksi mineral oil ke rongga peritoneum sehingga terjadi iritasi peritoneal yang kemudian menyebabkan terjadinya pembentukan myeloma. Sekitar 40% tikus BALB/c akan mengembangkan myeloma apabila diinduksi
mineral oil secara intraperitoneal sebanyak 3 kali dalam kurun waktu 1 tahun. Pembentukan myeloma pada tikus biasanya disertai translokasi kromosom 15 (yang memiliki oncogen e-mye) dengan lokus rantai besar (heavy chain) di kromosom 12. Translokasi menyebabkan abnormalitas ekspresi gen c-myc, dan ini merupakan langkah penting dalam terciptanya keganasan pada sel.26
Tipe sel myeloma yang sama sekali tidak memproduksi antibodi rantai besar maupun rantai kecil adalah tipe X63-Ag8.653 dan Sp2/0-Ag14. Kedua tipe sel myeloma tersebut ditemukan di periode tahun 1980-an. Ag8.653 merupakan tipe sel myeloma yang paling sering digunakan untuk membuat MAb hingga saat ini.26
Bakteri Mycobacterium Tuberculosis dikultur pada media EMJH yang ditambah dengan 10% serum kelinci, 0,015% l-asparagine, 0,001% sodium piruvat, 0,001% kalsium klorida, 0,001% magnesium klorida, 0,03% pepton, dan 0,02% ekstrak daging. Sebaiknya baketri Mycobacterium tuberculosis yang dipakai adalah dari daerah local untuk meningkatkan spesifikasi dari strip test. Selanjutnya dengan menggunakan PCR dilakukan amplifikasi hingga didapatkan
sekuens DNA Produk amplifikasi kemudian dikloning ke pGEM-T Easy Vector
Selanjutnya dilakukan proses rekombinansi antara masing-masing antigen dengan bakteri E. coli BL21. Tikus BALB/c lalu diimunisasi dengan menginjeksikan sebanyak 10 µg rekombinan ketiga antigen yang terpurifikasi masing-masing secara intraperitonial. Beberapa hari setelah injeksi terakhir dilakukan, tikus kemudian dibedah dan diambil spesimen sel limfosit B nya.26
2) Proses Hibridisasi
Hibridisasi dilakukan dengan menggunakan polyethylene glycol (PEG). Proses hibdridisasi dilakukan pada masing-masing sel limfosit B (PE-PGRS, PTRP, dan MtrA), sehingga di akhir pembuatan akan tercipta tiga jenis hibridoma yang menghasilkan MAb PE-PGRS, MAb PTRP, dan MAb MtrA yang berguna untuk mendiagnosa penyakit tuberkulosis pada fase preklinik. Metode hibridisasi yang digunakan adalah metode yang dipakai oleh Joan Curtis dan Emanuela Handman, yaitu sebagai berikut:26
1. Dua hari sebelum dilakukan hibridisasi, dilusikan sel myeloma ke dalam 200 ml media Dulbecco Modified Eagle’s (DEM).
2. Suspensikan sel limfosit B (PE-PGRS, PTRP, dan MtrA) ke dalam media
DEM tanpa ditambah dengan fetal calf serum (FCS). Cuci sel yang rusak
dengan melakukan sentrifuse kecepatan 700 rpm selama 7 menit dengan 3 kali pengulangan. Di saat yang bersamaan juga lakukan sentrifuse pada 200 ml dilusi sel myeloma. Konsentrasi jumlah sel antara myeloma dan limfosit B tidak boleh lebih dari 105/ml.
3. Campur suspense sel limfosit B dengan dilusi sel myeloma ke tube berukuran 50 ml, dan lakukan sentrifuse lagi. Atur suhu sebesar 370C.
4. Buang semua cairan yang ada pada tube, usahakan agar kumpulan sel dalam kondisi kering. Letakkan tube pada water bath 370C selama 2 menit. Secara
lembut aduklah kumpulan sel pada tube dengan menggunakan
bacteriological loop steril.
6. 60 detik setelahnya, tambahkan 7 ml DEM (tanpa FCS). Setelah pemberian DEM maka sel akan menggumpal, tetap lakukan pengadukan dengan menggunakan pipet.
7. Tambahkan DEM (tanpa FCS) hingga tube penuh (50 ml). Lakukan sentrifuse
dengan kecepatan 400 hingga 700 rpm selama 5 menit.
8. Setelah sentrifuse usai lakukanlah adukan secara lembut sehingga sel tidak lagi menggumpal. Hibridoma telah terbentuk dan siap untuk dikultur.
9. Buatlah media hypoxanthine-aminopterin-thymidine (HAT) untuk mengkultur
hibridoma. Media HAT terdiri atas 100 ml DME yang mengandung 10% FCS, 1ml 200 mM glutamine, organ thymus dari tikus berusia 4 hingga 6 minggu, dan 1 ml konsentrat 100 x HAT. FCS dan thymus berguna untuk memberikan nutrisi pada medium, karena FCS mengandung zat penting (transferrin, hormon, dan lainnya) dan thymus mengandung IL-6 yang diperlukan hibridoma untuk berkembang.
10. Sel yang dihibridisasi kemudian di kultur di media HAT selama 10 hingga 14 hari, sehingga sel yang gagal terhibridisasi akan mengalami kematian dan sel yang selamat merupakan sel yang berhasil terhibridisasi.20
3) Pengecekan Titer Antibodi dan Cloning Hibridoma
Selanjutnya dilakukan pengecekan titer antibodi dari kedua kultur hibridoma (PE-PGRS, PTRP, dan MtrA) yang telah dibuat dengan menggunakan ELISA. Tujuannya adalah untuk mencari sel hibridoma yang menghasilkan MAb dengan spesifitas yang paling diinginkan. Akhirnya, didapatkanlah dua jenis sel hibridoma yang masing-masing menghasilkan antibodi spesifik (MAb) terhadap
antigen PE-PGRS, PTRP, dan MtrA. Setelahnya dilakukan cloning sel hibridoma
dengan menggunakan metode limited dilution.26
4) Pembuatan Strip TestMonoclonal Antibody
Gambar 4. Strip Test Monoclonal Antibody9
Membran Nitroselulosa
Membran nitroselulosa yang digunakan adalah membran nitroselulosa HF240. Sebanyak 2 µg/ml MAb (PE-PGRS, PTRP, dan MtrA) diteteskan pada area T line, sedangkan pada area C line diteteskan 2 µg/ml antibodi
goat anti-mouse IgG. Membran kemudian dikeringkan dengan menggunakan desiccator selama 1 jam pada suhu 370C, yang bertujuan
untuk mengkonjugasikan area C dan T dengan antibodi yang telah diteteskan. Untuk mencegah terjadinya konjugasi pada area selain area T dan area C, membran nitroselulosa direndam pada 10 mM PBS (pH 7,2) yang mengan-dung 1% skim milk selama 15 menit, kemudian dicuci sebanyak 2 kali dengan menggunakan 10 mM PBS (pH 7,2). Membran nitroselulosa kemudian dikeringkan selama 24 jam di suhu ruangan.20
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan ELISA menggunakan enzim
horseradish peroxidase (HRP) sebagai marker (tracer) diagnosa, sedangkan
marker pada strip test MAb adalah partikel gold colloid (diameter 40 nm).
Partikel gold colloid diseting menjadi pH 9.0 dengan menggunakan 0,1 M
K2CO3 dan di-konjugasikan dengan 23 µg/ml MAb.9
Sample Pads
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Untuk mengatasi masalah tingginya angka prevalensi TB dapat dilakukan skrining sehingga infeksi TB dapat terdeteksi lebih awal dan mengurangi risiko penularan.
2. Agar penyakit TB dapat terdeteksi dini di daerah pedesaan yang akses
pelayanan kesehatannya jauh, maka harus ada metode skrining yang mudah, sederhana, dan akurat, yaitu dengan strip test monoclonal antibody.
3. Strip test monoclonal antibody dapat mendeteksi antigen PE-PGRS, PTRP, dan MtrA yang hanya terdapat pada pasien TB bahkan sebelum munculnya gejala.
4. Pembuatan monoclonal antibody antigen PE-PGRS, PTRP, dan MtrA adalah dengan memvaksin tikus dengan vaksin antigen, kemudian mengambil sel limfosit B yang difusikan dengan sel myeloma sehingga membentuk sel hibridoma. Selanjutnya dipilih sel hibridoma dengan afinitas antibodi terkuat yang kemudian akan dilakukan cloning dan pengkulturan.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan sebelumnya, maka dapat diajukan saran sebagai berikut:
1. Perlu diadakan kajian lebih lanjut khususnya terkait metode pembuatan
monoclonal antibody PE-PGRS, PTRP, dan MtrA dalam mencip-takan
strip test monoclonal antibody.
2. Perlu diadakan penelitian laboratorium secara langsung mengenai sensitifitas dan spesifisitas diagnosa infeksi Mycobacterium tuberculosis
menggunakan monoclonal antibody strip test.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suryanto E, Susanto SY. Diagnosis Tuberkulosis Paru. In: Kumpulan Naskah
Ilmiah, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 1997 : 1-9.
2. WHO. Global Tuberculosis Report 2013. Geneva: World Health
Organization, 2013.
3. Tsai TT, Shen SW, Cheng CM, Chen CF. Paper-based tuberculosis diagnostic devices with colorimetric gold nanoparticles. Sci. Technol. Adv. Mater. 2013; 14: 1-7.
4. American Thoracic Society. Diagnostic Standards and Classification of Tuberculosis in Adults and Children. American Journal of Respiratory And Critical Care Medicine 2000; 161: 1376-1395.
5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis-Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika, 2006.
6. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Ed. Philadelphia: McGraw-Hill, 2008.
7. Herchline TE. Tuberculosis Workup. In: Bronze MS, editor. Medscape Drugs
and Diseases. 2014 [cited Oct 2014]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/230802-workup.
8. Widiyanti D, Koizumi N, Fukui T. Development of
Immunochromatography-Based Methods for Detection of Leptospiral Lipopolysaccharide Antigen in Urine. Clin Vaccine Immunol. 2013; 20: 683-690.
9. Won-Bo S, Choi JG, Kim JY,et al. Production of Monoclonal Antibody Against Listeria monocytogenes and Its Application to Immunochro-matography Strip Test. J Microbiol Biotechnol. 2007; 17(7): 1152-1161.
10. Singh KK, Zhang X, Patibandla AS, et al. Antigens of Mycobacterium tuberculosis Expressed during Preclinical Tuberculosis: Serological Immunodominance of Proteins with Repetitive Amino Acid Sequences. Infect. Immun. 2001; 69(6): 4185-4189.
11. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Jakarta: Depkes, 2007.
12. Glaziou P, Falzon D, Floyd K, Raviglione M. Global Epidemiology of Tuberculosis. Semin Respir Crit Care Med 2013; 34: 3–16.
14. Kalafer EM. Tuberculosis syndrome. In: Bordow AR, Moser MK, editors. Manual of Clinical Problem in Pulmonary medicine ed. 3. London: Little and Brown Company, 1993: 152-157.
15. Banu S, Honore N, Saint Joanes B, et al. Are the PE-PGERS Proteins of Mycobacterial tuberculosis Variable Surface Antigens. National Institue of Health. 2002; 44(1): 9-19.
16. Sengh KK, Sharma N, Vargas D, et al. Peptides of a Novel Mycobacterium
Tuberculosis Spesific Cell Wall Proteins for Imunodiagnosis of Tuberculosis. National Institue of Health. 2009; 2000(4): 571-581.
17. Maha Al-Zayer, Dorota, Renata Dziedzic, et al. Mycobacterium Tuberculosis MtrA merodiploid strains with point mutations in the signal receiving domain of MtrA Eexhibit growth defectsin nutrient broth. National Institue of Health. 2012; 65(3) : 210-218.
18. Lehman DC. Immunodiagnosis of Infectious Disease. In: Mahon CR, editors. Textbook of Diagnostic Microbiology. 4ed. Philadelphia: Elsevier; 2011. 204-6.
19. Anonymous. Polyclonal and Monoclonal: A Comparison. Abcam. 2012 [cited
Jun 2014] Available in: www.abcam.com/index.html?pageconfig= resource&rid=11269&
20. Abbas AK, Licthman AH, Pillai S. Cellular and Molecular Immunology. 6th
ed. Philadelphia: Elsevier, 2007.
21. Berzofsky JA, Berkower IJ, Epstein SL. Antigen-Antibody Interactions and Monoclonal Antibodies. In: Paul WE, editors. Fundamental Immunology. 5ed. Philadelphia: Williams & Wilkins; 2003. 96-100.
22. Diederen BM, Peeters MF. Evaluation of Two New Immunochromatographic
Assays (Rapid U Legionella Antigen Test and SD Bioline Legionella Antigen Test) for Detection of Legionella Pneumophila Serogroup 1 Antigen in Urine.
J Clin Microbiol. 2006; 44: 2991-3.
23. Roson B, Fernandez-Sabe N, Carratala J, et al. Contribution of a Urinary Antigen Assay (Binax NOW) to the Early Diagnosis of Pneumococcal Pneumonia. Clin Infect Dis. 2004; 38: 222-6.
24. Chanteau S, Dartevelle S, Mahamane AE, et al. New Rapid Diagnostic Tests
25. Gomez-Camarasa C, J Guetierrez-Fernandez, JM Rodriguez-Granger, et al.
Evaluation of the Rapid RIDAQUICK Campylobacter® Test in a General Hospital. Diagn Microbiol Infect Dis. 2014; 78: 101-4.
26. James W Goding. Monoclonal Antibodies: Principles and Practice. 3rd ed. London: Academic Press, 1998.
27. Hauk P, Macedo F, Romero EC, et al. In LipL32, the Major Leptospiral
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Ketua : Dina Aulia Fakhrina
Tempat, Tanggal Lahir : Martapura, 1 Juli 1993
Jurusan/Fakultas : Pendidikan Dokter/Kedokteran
Universitas : Universitas Lambung Mangkurat
Nama Anggota 1 : Riski Agustin
Tempat, Tanggal Lahir : Gambut, 1 Agustus 1993
Jurusan/Fakultas : Kedokteran Gigi/Kedokteran
Universitas : Universitas Lambung Mangkurat
Nama Anggota 2 : Rahmi Noorhayati
Tempat, Tanggal Lahir : Banjarbaru, 17 Maret 1994
Jurusan/Fakultas : Pendidikan Dokter/Kedokteran
Universitas : Universitas Lambung Mangkurat
Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis dengan judul “
SKRINING
TUBERKULOSIS DENGAN MONOCLONAL ANTIBODY
STRIP TEST UNTUK MASYARAKAT PEDESAAN SEBAGAI
UPAYA PENURUNAN PREVALENSI TUBERKULOSIS
” adalah benar-benar hasil karya sendiri dan bukan merupakan plagiat atau saduran dari karya tulis orang lain serta belum pernah menjuarai di kompetisi serupa. Apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh panitia LKTIN HMJ AN 2014 berupa diskualifikasi dari kompetisi.Demikian surat ini dibuat dengan sebenar-benarnya, untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
10 Oktober 2014 Yang Membuat Pernyataan
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Ketua Tim
a. Nama Lengkap : Dina Aulia Fakhrina
b. Tempat, Tanggal lahir : Martapura, 1 Juli 1993
c. No. Telp/Email : 085753579945/dinafakhrina@ymail.com
d. Alamat Lengkap : Jl. Sultan Adam No.28 RT.36 Banjarmasin
e. Prestasi yang pernah diraih : 1. Delegasi FK Unlam dalam Gadjah Mada
Indonesian Medical Science Olympiad (GIMSCO) 2013
f. Karya Ilmiah yang dihasilkan : 1. KIARA (Klepon Isi Aneka Rasa) Berbaju Sasirangan
2. BPJS (Badan Pengelola Jukung Sampah)
Lahirkan Aliran Air Bersih Gratis sebagai Upaya Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Bantaran Sungai Banjarmasin. Banjarmasin, 10 Oktober 2014
Dina Aulia Fakhrina NIM I1A011004
II. Anggota 1
a. Nama Lengkap : Rahmi Noorhayati
b. Tempat, Tanggal lahir : Banjarbaru, 17 Maret 1994
c. No. Telp/Email : 085251426266/raecmy@gmail.com
d. Alamat Lengkap : Jl. Veteran gang kenari raya Banjarmasin
e. Prestasi yang pernah diraih : 1. PKM-GT didanai DIKTI 2013
2. PKM-K didanai DIKTI 2014
f. Karya Ilmiah yang dihasilkan :
NIM I1A012009
III. Anggota 2
a. Nama Lengkap : Riski Agustin
b. Tempat, Tanggal lahir : Gambut, 1 Agustus 1993
c. No. Telp/Email : 0857-5129-4111/agustin.riski@gmail.com
d. Alamat Lengkap : Jl. Sultan Adam No.28 RT.36 Banjarmasin
e. Prestasi yang pernah diraih : 1. Juara III lomba karya tulis ilmiah tentang antisipasi kesehatan lingkungan 2009 FKIP UNLAM
2. PKM-GT didanai DIKTI 2013 3. PKM-K didanai DIKTI 2014
f. Karya Ilmiah yang dihasilkan : 1. BROWNAN (Brownies Haruan): Terdakwa sebagai Inovasi Baru Kuliner
Khas Kalimantan Selatan yang
Memadukan Ikan Haruan Beralbumin Tinggi dengan Manisnya Brownies.
Banjarmasin, 10 Oktober 2014