• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Gigi yang telah dilakukan perawatan endodonti dapat menjadi lebih lemah dibandingkan gigi yang masih vital. Hal ini dipengaruhi oleh prosedur preparasi saluran akar yang cukup signifikan selama prosedur perawatan endodonti serta pengaruh perluasan karies atau trauma yang telah terjadi sebelumnya. Semakin banyak struktur gigi yang terbuang maka resistensi terhadap tekanan oklusal menjadi rendah. Oleh sebab itu digunakan pasak saluran akar untuk merestorasi kembali gigi yang telah kehilangan lebih dari setengah struktur mahkotanya.1,2

Pasak yang digunakan untuk merestorasi kembali gigi harus memiliki sifat yang menyerupai struktur gigi dan memiliki kemampuan perlekatan terhadap gigi.2 Idealnya dentin-pasak-semen resin yang digunakan membentuk sistem monoblock sehingga dapat mendistribusikan tekanan secara merata seperti gigi yang sehat.8 Disamping itu kemampuan perlekatan yang baik diantara ketiga komponen juga akan memberikan retensi yang lebih untuk mahkota dan inti. Retensi yang kuat membantu mendistribusikan tekanan secara merata serta dapat melindungi gigi dari fraktur.1,2

2.1 Perkembangan pasak

Beberapa dekade sebelumnya pasak yang digunakan adalah pasak dengan bahan dasar metal berupa custom cast post dan prefabricated post. Pasak custom cast dapat dibentuk sendiri menyerupai morfologi saluran akar yang telah dipreparasi. Keuntungannya adalah kontrol yang baik dalam dimensi dan bentuk pasak. Namun prosedur pembuatan pasak menggunakan proses laboratorium sehingga waktu perawatan lebih lama dan biaya lebih mahal. Proses laboratorium yang lama juga memungkinkan risiko kontaminasi pada saluran akar semakin meningkat.4,10

(2)

dentin yang cukup banyak sehingga risiko fraktur pada gigi tetap tinggi.Pasak metal juga memiliki estetis yang kurang bagus karena menimbulkan bayangan keabuan pada servikal gigi dan cenderung mengalami korosi yang juga merupakan salah satu faktor penyebab fraktur gigi.10 Oleh karena kekurangan pasak metal ini maka para peneliti mengupayakan untuk mengembangkan pasak dengan bahan dasar non-metal yang dikenal dengan pasak Fiber Reinforce Composite (FRC).

2.2 Fiber Reinforce Composite (FRC)

Pasak FRC dikenalkan pada pertengahan tahun 1990an dan memiliki kelebihan dibandingkan pasak metal. Kelebihan tersebut berupa estetis yang lebih bagus karena bahan pasak yang transparan dan juga biokompatibel. Pasak FRC memiliki modulus elastisitas yang mendekati dentin sehingga risiko fraktur akar menjadi lebih rendah. Pada bidang kedokteran gigi, FRC digunakan pertama kali sebagai bahan penguat basis akrilik gigi tiruan lepasan dan ditemukan kelebihannya dibandingkan metode konvensional yang menggunakan bahan penguat dari metal. FRC selanjutnya digunakan sebagai bahan splinting periodontal, perawatan ortodonti serta suprastruktur pada implant. FRC juga disarankan untuk digunakan sebagai

crack stopper dan memperkuat resin komposit.4,20

FRC terdiri atas serat penguat yang dikelilingi oleh matriks polimer. Penambahan serat berfungsi untuk meningkatkan kekakuan dan kekuatan pasak. Pasak FRC menggunakan serat panjang (continuous) yang memiliki bentuk

continuous unidirectional fiber (serat panjang dalam satu arah) dan continuous

bidirectional fiber (serat panjang dalam bentuk anyaman). Serat dengan bentuk

(3)

Gambar 1. Scanning electron microskop terhadap beberapa jenis serat. (A) Woven (bidirectional) fiber, (B) Undirectional fiber21

2.3 Klasifikasi pasak Fiber Reinforce Composite

Pasak FRC dapat dikelompokkan menjadi pasak buatan pabrik (prefabricated) dan pasak customized pita polyethylene fiber.20

2.3.1 Prefabricated Fiber Reinforce Composite

Pasak prefabricated memiliki ukuran dan dimensi pasak yang telah ditentukan oleh pabrik. Pasak carbon fiber merupakan jenis pasak yang pertama kali digunakan. Pasak carbon fiber memiliki fatigue dan tensile strength yang tinggi, resisten terhadap korosi dan modulus elastisitas yang mendekati dentin. Namun pasak carbon

fiber memiliki warna yang gelap sehingga memberikan estetis yang kurang bagus.20

Pasak glass dan quarts fiber kemudian dikembangkan karena memiliki estetis yang lebih bagus dibandingkan pasak carbon fiber. Tampilannya yang trasparan cocok digunakan pada bahan dengan kebutuhan estetis tinggi, misalnya untuk pasak saluran akar pada gigi anterior. Pasak ini memiliki tensile strength, flexural strength dan

compressive strength yang sama seperti pasak carbon fiber.2,20 Kemudian dikenalkan juga pasak polyaromatic polyamide (aramid) fiber atau disebut juga dengan serat

Kevlar. Namun serat ini memiliki warna yang kuning dan sulit untuk dipolis sehingga

penggunaanya sangat terbatas pada bahan kedokteran gigi. Oleh karena pasak

prefabricated masih memerlukan preparasi dentin untuk mnegadaptasikan pasak

maka risiko fraktur pada gigi tersebut masih tetap ada.20

(4)

2.3.2 Customized pita polyethylene fiber

Sebagai usaha untuk mengurangi kekurangan pasak FRC jenis prefabricated maka dikembangkan konsep baru untuk membangun sistem pasak secara langsung. Konsepnya menggunakan pasak yang dapat mengikuti bentuk anatomi saluran akar, menggunakan preparasi minimal sehingga risiko fraktur menjadi rendah dan pasak dapat mengisi saluran akar hingga mahkota secara sempurna. Polyethylene fiber dinyatakan sebagai serat yang dapat dijadikan untuk pasak dengan konsep alternatif tersebut.20 Polyethylene fiber awalnya digunakan untuk splinting periodontal, retainer

pada alat ortodonti cekat, space maintainers dan stabilisasi gigi yang terkena trauma.6 Oleh karena kemampuannya sebagai reinforce fiber maka digunakan untuk bahan pasak saluran akar. Pasak ini terdiri atas serat polyethylene yang berbentuk seperti pita sehingga dapat direstorasi untuk membentuk pasak individu.7

Polyethylene fiber merupakan serat pengikat yang terdiri atas serat

polyethylene kekuatan ultrahigh yang dapat memperkuat dentin. Serat ini memiliki

kekuatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan serat kaca berkualitas tinggi sehingga dibutuhkan gunting khusus untuk memotongnya. Kunci keberhasilan dari

polyethylene fiber adalah seratnya yang berupa anyaman dengan desain lock-stitch

threads yang secara efektif menyalurkan tekanan melalui anyaman tanpa

menyalurkan kembali ke resin. Prosedur peletakan pita yang tidak tepat dapat menimbulkan gelembung (voids) atau komposit yang berlebihan pada bagian serat yang tertarik sehingga dapat menimbulkan fraktur gigi.22

(5)

Sistem restorasi dengan pasak juga harus menggunakan bahan yang memiliki sifat biomekanikal yang sama dengan jaringan gigi. Bahan penguat pada pasak

polyethylene fiber meliputi jalinan serat polyethylene yang diberi perlakuan dengan

cold-gas plasma. Serat penguat ini meningkatkan aspek mekanis dari kompleks

gigi-restorasi dengan meningkatkan kekuatan flexural dan tensile.23 Leno-weave dari

Ribbon® (Ribbon, Inc) dilaporkan mampu menahan pergeseran dibawah tekanan lebih banyak dari jalinan sederhana. Jalinan anyamannya dapat meminimalkan perjalanan crack yang dapat menyebabkan kegagalan restorasi. Serat ini memberikan distribusi tekanan yang efisien dengan mengabsorbsi tekanan pada restorasi yang kompleks sehingga meminimalkan risiko fraktur akar.20 Sifat optik sekunder dari pasak polyethylene fiber juga memungkinkan cahaya melewati gigi dan material restorasi untuk merefleksikan, membiaskan, mengabsorbsi dan meneruskan cahaya sesuai dengan kepadatan optik dari kristal hydroxyapatite, enamel rod dan tubulus dentin. Oleh sebab itu pasak polyethylene fiber memiliki nilai estetis yang lebih baik dibandingkan pasak metal.23

Penggunaan luting semen resin dual cure dengan pasak polyethylene fiber menghasilkan interaksi fisik dan kimia yang baik dengan dentin saluran akar sehingga meningkatkan kontinuitas adhesi interfasial. Penggunaan semen resin di antara sistem adhesif dan bahan reinforcement memastikan kontak yang lebih kuat dengan dentin. Viskositas semen resin yang lebih rendah meningkatkan kemampuan wettability dan menghasilkan adaptasi permukaan internal yang lebih sempurna. Adaptasi ini mengurangi pembentukan ruang kosong yang dapat memperlemah kekuatan perlekatan diantara permukaan. Terbentuknya ruang kosong menjadi awal dari initial

crack dan menjadi crack propagation ketika tekanan terus berlangsung pada gigi.

Crack tersebut terus berkembang dan berlanjut sampai akhirnya mengakibatkan

fraktur gigi. 23

1.4 Sistem monoblock pada saluran akar

Monoblock menunjukkan suatu kesatuan (single unit). Sistem monoblock pada

(6)

bergantung kepada jumlah permukaan antara permukaan substrat dan bahan yang digunakan. Kesuksesan dari sistem monoblock untuk menjadi suatu unit yang homogen memerlukan dua persyaratan yang harus dipenuhi. Pertama, bahan yang digunakan harus memiliki kemampuan perlekatan yang bagus dan saling melekat erat dengan bahan lainnya, kekuatan perlekatan bahan harus sama baiknya dengan kekuatan perlekatan substrat yang akan diperkuat. Kedua, bahan tersebut harus memiliki modulus elatisitas yang sama dengan modulus elatisitas substrat.14

Gambar 2. Klasifikasi endodontic monoblock berdasarkan jumlah permukaan (A) primary monoblock, (B) secondary monoblock, (C) tertiary monoblock. (Modified from Tay and Pashley)24

Primary monoblock memiliki satu permukaan luas antara bahan pengisi dengan dinding saluran akar. Secondary monoblock memiliki dua permukaan yaitu yang pertama antara dentin dengan semen resin dan kedua antara semen dengan pasak fiber atau bahan pengisi. Tertiary monoblock memiliki tiga permukaan yang direkatkan yaitu antara dentin dengan semen resin, semen resin dengan bondable

(7)

atau bahan pengisi dengan pasak fiber. Namun permasalah yang sering timbul pada

tertiary monoblock adalah celah (gaps) yang terbentuk antara pasak fiber dengan

semen resin. Celah tersebut bertindak sebagai stress raisers yang menimbulkan retakan yang kemudian berkembang (crack growth) menyebabkan fraktur gigi. Disamping itu celah juga dapat menyebabkan kegagalan perlekatan sehingga retensi pasak fiber dari dalam saluran akar berkurang.14

Pasak polyethylene fiber memiliki modulus elatisitas yang mendekati dentin dan memiliki kemampuan berikatan dengan struktur gigi. Disamping itu, dengan bantuan sistem adhesif yang tepat maka perlekatan antara pasak-semen-dentin menjadi optimal sehingga terbentuk suatu unit yang homogen. Sistem restorasi pasak

polyethylene dengan semen resin dan sistem adhesif membentuk sistem monoblock

tipe ketiga yang dapat menyalurkan tekanan secara merata ke seluruh permukaan saluran akar.

2.5 Faktor risiko terjadinya fraktur setelah perawatan endodonti

Faktor risiko terjadinya fraktur pada gigi yang telah dilakukan perawatan endodonti dapat dibedakan karena faktor primer yang merupakan predisposisi fraktur secara cepat dan faktor sekunder yang menyebabkan fraktur dengan waktu yang cukup lama.1

Gambar 3. Penyebab fraktur pada gigi yang telah dirawat endodonti1

Faktor sekunder penyebab fraktur

•Efek bahan irigasi dan medikamen pada dentin •Efek interaksi bakteri dengan

substrat dentin

•Biokorosi pada pasak-inti metal

Faktor primer penyebab fraktur •Hilangnya struktur gigi •Hilangnya komponen air dari

lumen saluran akar dan tubulus dentin

•Usia menyebabkan perubahan pada dentin

(8)

2.5.1 Hilangnya struktur gigi

Dentin merupakan jaringan keras yang termineralisasi dan membentuk sebagian besar dari struktur gigi. Dentin mengandung ribuan tubulus dentin mikroskopis dengan diameter 0,5-4,0 µm dan kepadatan berkisar antara 10.000 sampai 96.000 tubulus/mm2. Komponen yang terkandung pada dentin mature berupa material organik (30%), material anorganik (60%) dan air (10%). Komponen organik pada dentin sembilan puluh persen terdiri atas serat kolagen tipe I yang sangat kuat. Komponen organik ini berfungsi memberikan resistance terhadap crack propagation dan meningkatkan kemampuan untuk menyerap energi sebelum patah (toughness). Sementara komponen anorganik mengandung carbonated apatite yang berfungsi menghasilkan kekakuan (stiffnes) atau modulus elastisitas (strength) dari gigi. Prosedur preparasi saluran akar pada perawatan endodonti menyebabkan lapisan dentin berkurang dan kehilangan komponen organik dan anorganik secara signifikan sehingga risiko fraktur pada gigi meningkat.1

2.5.2 Hilangnya komponen air dari lumen saluran akar dan tubulus dentin

(9)

2.5.3 Usia menyebabkan perubahan pada dentin

Dentin yang normal secara fisiologis karena pertambahan usia dan secara patologis akan membentuk dentin transparant yang terisi penuh oleh komponen mineral. Dentin transparant ini tidak sama seperti dentin normal karena tidak mampu menghasilkan plastic strain sebelum terjadi crack atau fraktur gigi. Disamping itu dentin transparant juga memiliki sifat yang rapuh (brittle). Salah satu penyebab rendahnya fracture toughness pada dentin transparant adalah karena berkurangnya komponen air jika dibandingkan dengan dentin normal. Disamping itu akibat bertambahnya komponen mineral pada dentin transparant mengakibatkan kemampuannya untuk membentuk microcrack nucleation menjadi berkurang. Akibatnya ligamen utuh (uncrack ligament) pada dentin menjadi lebih sedikit terbentuk sehingga risiko fraktur pada gigi menjadi meningkat.1

2.5.4 Faktor restorasi dan prosedur restoratif

Penyebab fraktur pada gigi yang telah dilakukan perawatan endodonti karena (1) kehilangan struktur gigi selama prosedur perawatan dan (2) efek restorasi dan prosedur restoratif pada struktur gigi yang tersisa. Beberapa penelitian sebelumnya menyatakan kekuatan gigi secara langsung berhubungan dengan jumlah struktur gigi yang tersisa. Oleh karena itu pemeliharaan struktur pada gigi yang telah dirawat endodonti menjadi sangan penting untuk keberhasilan restorasi pasak.1

(10)

Komponen penting yang dapat memberi kekuatan (reinforcement) pada dentin adalah efek ferrule yang merupakan sebuah gelangan yang mengelilingi mahkota gigi. Efek ferrule memberikan manfaat positif karena meningkatkan resistensi terhadap tekanan oklusal selama kegiatan fungsional serta mengurangi risiko fraktur pada gigi yang direstorasi dengan pasak. Preparasi ferrule sebanyak 1,5-2mm di atas servikal gigi dapat menunjukkan resistensi dan retensi pasak yang lebih baik dibandingkan gigi yang tidak menggunakan ferrule serta memberikan keuntungan dalam mencegah fraktur akar.1,20

2.5.5 Efek bahan irigasi dan medikamen pada dentin

Bahan irigasi dan medikamen saluran akar merupakan bahan yang sering digunakan selama prosedur perawatan endodonti. Saat ini telah banyak jenis bahan irigasi yang tersedia untuk digunakan, namun belum ada pernyataan bahan irigasi mana yang terbaik digunakan.25 Larutan sodium hipoklorite (NaOCl) dikenal dengan istilah ‘gold standar irrigant’ karena memiliki sifat yang memenuhi kriteria suatu bahan irigasi. NaOCl mampu melarutkan komponen organik dan jaringan yang nekrosis tetapi tidak mampu melarutkan komponen anorganik seperti smear layer secara adekuat. Konsentrasi NaOCl yang sering digunakan adalah 0,5-5,25%. Aplikasi bahan dengan konsentrasi tinggi dalam jangka waktu lama menyebabkan perubahan pada bahan organik dan anorganik dentin, sehingga mempengaruhi

flexural strength¸ microhardness dan modulus elastisitas dentin.1,25

Ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) merupakan larutan yang tidak

(11)

Disamping itu sebuah penelitian juga dilakukan menggunakan bahan medikamen seperti calcium hydroxide, mineral trioxide aggregate dan natrium

hypoklorite pada dentin saluran akar selama lima minggu. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kekuatan dentin berkurang pada 32% gigi setelah perawatan dengan calcium hydroxide, 33% gigi berkurang kekuatan dentin setelah perawatan dengan mineral trioxite aggregate dan 59% gigi mengalami kekurangan kekuatan setelah perawatan dengan natrium hypoklorite. Penggunaan bahan irigasi dan medikamen saluran akar secara berlebihan dapat menyebabkan perubahan pada dentin saluran akar. Bahan irigasi dan mediakmen tersebut berpotensi menyebabkan

crack dan mengakibatkan kegagalan perawatan.1

2.5.6 Efek interaksi bakteri dengan substrat dentin

Kolagen merupakan komponen penting untuk perlekatan beberapa bakteri rongga mulut yang memiliki collagenolytic activity. Degradasi atau modifikasi kolagen yang diinduksi oleh mikroba menyebabkan sifat mekanis seperti kekuatan dan kekakuan dentin menjadi berkurang. Disamping itu degradasi kolagen oleh mikroba juga dapat menurunkan kekuatan perlekatan antara permukaan restorasi atau semen terhadap dentin. Bakteri yang memiliki collagenolytic activity dapat memutuskan ikatan kimia pada bagian ujung retakan (crack tip) dan membantu berkembangnya retakan (crack propagation) pada dentin saluran akar. Oleh karena itu aktifitas degradasi substrat kolagen oleh bakteri menjadi sangat berpotensi menyebabkan fraktur pada gigi.1

2.5.7 Biokorosi pada pasak-inti metal

(12)

dan potensi listrik yang ada di dalam rongga mulut.Korosi pada metal menginduksi

corrosion expansion stress (CES) dan menghasilkan kerusakan fisik pada gigi.

Tekanan yang dihasilkan tersebut menjadi faktor yang memicu terjadinya fraktur akar. Hal ini dikarenakan CES pada ruangan yang sempit dapat menyebabkan

weddging effect yang kemudian menghasilkan fraktur saluran akar.1

2.6 Pengujian ketahanan fraktur

Tekanan merupakan gaya per unit daerah yang bekerja pada berjuta-juta atom atau molekul pada bidang tertentu suatu benda. Tekanan diproduksi apabila beban bekerja pada benda tersebut. Arah beban yang diaplikasikan serta bentuk benda mempengaruhi sifat distribusi tekanan di dalam struktur.1

Pada gigi sehat dijumpai mengalami regangan atau gaya pembengkokan ketika daya menggigit bekerja diatasnya. Gaya pembengkokan akan terjadi di dalam struktur yang berbentuk kolumnar ketika diberikan beban eksentrik (beban yang menjauhi garis simetri). Akibatnya terbentuk gaya tekanan disatu sisi dengan gaya tarikan disisi lainnya. Tekanan semakin tinggi pada bagian pinggir dan berkurang hingga nol pada pertengahan penampang. Apabila gaya pembengkokan dan gaya pemampatan aksial bekerja pada benda maka dihasilkan distribusi tekanan kompresi lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan tarikan.1

Gigi yang mengalami tekanan eksentrik cenderung mengalami tekanan kompresi yang paling tinggi pada satu sisi dibandingkan tekanan tarikan disisi lainnya dalam arah facio-lingual apeks gigi. Kecenderungan peningkatan gaya tekanan dibadingkan gaya tarikan juga dipengaruhi oleh bentuk dan angulasi gigi serta reaksi tulang pendukung terhadap gaya eksentrik.1 Pola distribusi tekanan pada gigi yang dirawat endodonti jelas berbeda dengan gigi yang sehat. Perbedaan utamanya dikarenakan (1) munculnya region tekanan dan (2) peningkatan tekanan tarikan yang dihasilkan oleh struktur gigi yang tertinggal pada restorasi pasak dan inti.1

(13)

diberikan secara statis yang diaplikasikan dipertengahan oklusal atau sejajar dengan aksial gigi premolar mandibula hingga terjadi fraktur pada gigi.

2.7 Pola fraktur dan kegagalan perlekatan

Pola fraktur yang terbentuk setelah terjadi fraktur pada gigi dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu repairable dan irrepairable fracture. Pola fraktur

repairable merupakan fraktur yang masih dapat diperbaiki dan dapat terjadi pada

fraktur inti atau fraktur pasak-inti. Sedangkan pola fraktur irrepairable merupakan pola fraktur yang tidak dapat diperbaiki lagi karena terjadi fraktur pada servikal akar, fraktur pada bagian pertengahan akar, fraktur pada apikal akar serta retak vertikal pada akar.26

2.8 Faktor penting dalam restorasi pasak adhesif

Dalam restorasi pasak adhesif ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan keberhasilan perawatan. Faktor yang mempengaruhi adalah semen luting resin dan sistem adhesif yang digunakan.

2.8.1 Semen luting resin

Kehilangan retensi merupakan penyebab kegagalan yang umumnya terjadi pada restorasi pasak. Salah satu faktor yang mempengaruhi perlekatan pasak adalah interaksi antara permukaan pasak-inti, pasak-semen dan semen-dentin. Semen resin direkomendasikan sebagai luting pada pasak FRC karena modulus elastisitas mendekati dentin dan mampu memperkuat dinding saluran akar yang tipis. Modulus elastisitas yang mendekati dentin membantu untuk mengurangi fraktur pada gigi setelah perawatan endodonti. Monomer yang tergabung di dalam semen resin digunakan untuk meningkatkan perlekatan terhadap dentin. Perlekatan semen resin terhadap struktur gigi diperoleh dengan bantuan sistem adhesif.20

(14)

konvensional menggunakan sistem adhesif total etsa dan self etch. Sementra

self-adhesive cements merupakan jenis semen resin yang baru dikenalkan pada tahun

2002. Self-adhesive cements tidak memerlukan pretreatment karena setelah pencampuran maka semen dapat langsung diaplikasikan ke gigi. Akan tetapi karena

self-adhesive cements masih relatif baru maka informasi yang mendalam mengenai

komposisi dan efektifitasnya masih terbatas.27

Berdasarkan polimerisasi semen resin maka dibedakan melalui tiga metode aktifasi yaitu chemically cured (self-polimerization), light-cured dan dual-cured resin

cements. Semen resin dual cured menggabungkan keuntungan sistem light cured dan

chemically cured. Kandungan berupa photoinisiators, tertiary amine dan self-curing

component ditambahkan kedalam semen resin dual cure untuk dapat menginisiasi

polimerisasi ketika intensitas sinar untuk curing tidak mencukupi atau bahkan tidak ada.12 Polimerisasi semen resin dual cure aktifasi secara kimia (chemically cured)

membutuhkan interaksi antara inisiator seperti benzoyl peroxide dengan tertiary

amine. Interaksi kedua komponen menghasilkan radikal bebas yang akan menyerang

ikatan rangkap dua pada molekul oligomer, sehingga menginisiasi polimerisasi semen resin. Sementara aktifasi dengan penyinaran tergantung kepada radikal bebas yang dihasilkan oleh champorquinone dengan aliphatic amine ketika penyinaran menggunakan sinar blue light.28

Aplikasi semen resin tidak dapat dikombinasikan dengan sealer yang berbasis

eugenol. Kandungan phenolic seperti eugenol dapat menghalangi polimerisasi semen

(15)

2.8.2 Sistem adhesif

Adhesi merupakan suatu mekanisme fisik dan kimiawi yang komplek yang menghasilkan suatu perlekatan dari suatu substansi ke substansi lainnya. Sistem adhesif mengandung dua monomer yaitu hidrofobik dan hidrofilik. Monomer hidrofobik tidak mampu berikatan dengan dentin yang mengandung air, misalnya komponen bis-phenol A glicidyl metacrylate (Bis-GMA). Oleh sebab itu ditambahkan monomer hidrofilik untuk membantu perlekatan dengan dentin yang lembab.28 Monomer hidrofilik terdiri atas monomer netral dan monomer asam. Monomer netral merupakan grup hydroxyl misalnya 2-hydroxyle methacrylate [HEMA] yang larut air. Monomer asam dikelompokkan menjadi tiga grup yaitu grup carboxyle misalnya

4-metacrylateethyl trimellitic acid anhydride [4-META]. Grup phosphoric misalnya

dipentaerythritol-pentaacrylate phosphate ester [PENTA]. Terakhir grup sulphonic

misalnya 2-acryloamido-2-methylpropane sulfonic acid [AMPS].29

Sistem adhesif dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu total etsa dan self

etch. Sistem total etsa menggunakan etsa asam fosfor yang diikuti proses pencucian.

Sistem total etsa terdiri atas kelompok total etsa-three step yang menggunakan bahan etsa, primer dan bonding dalam botol yang terpisah. Sedangkan sistem total etsa-two

step menggunakan etsa dengan bahan primer-bonding tercampur dalam satu botol.

Saat ini sistem total etsa-two step juga dikenal dengan istilah simplified adhesive karena aplikasi yang lebih mudah, lebih cepat dan menghemat waktu.11

Sistem self etch tidak menggunakan pencucian dan terdiri atas self etch-two

step dan self etch-one step. Sistem self etch-two step menggunakan aplikasi self

etching-primer yang mengandung monomer asam group carboxylic atau phosphate

dengan pH antara 1,0-4,7 dan kemudian diikuti aplikasi bahan bonding. Sedangkan sistem self etch-one step juga merupakan jenis simplified adhesive karena bahan etsa,

(16)

cairan dentin berdifusi secara cepat setelah disinar, akibatnya akan mengganggu efektifitas polimerisasi dari semen resin.11,29

Pada perawatan endodonti, prosedur preparasi saluran akar menyebabkan terbentuknya smear layers pada permukaan tubulus dentin. Smear layers ini menghambat infiltrasi bahan bonding ke dalam tubulus dentin untuk membentuk

resin tags dan hybrid layers. Akibatnya ikatan mikromekanis dengan dentin tidak

terbentuk sehingga retensi pasak di dalam saluran akar menjadi berkurang. Oleh sebab itu pembuangan smear layers secara optimal dari dalam saluran akar harus dilakukan untuk mendapatkan retensi pasak yang maksimal.11

Simplified adhesive dari sistem total etsa dinyatakan mampu melarutkan

smear layer lebih optimal dibandingkan self etch. Prosedur aplikasi simplified

adhesive dari total etsa terdiri atas dua tahapan. Tahapan pertama menggunakan asam

phosphoric dengan konsentrasi antara 35% hingga 50% untuk melarutkan smear

layers, membuka tubulus dentin dan memaparkan serat kolagen dentin.11,28 Tahapan kedua adalah aplikasi primer dan bonding terhadap dentin saluran akar. Primer mengandung monomer hidrofilik untuk menjaga wettability dan membantu cairan yang terperangkap di dalam substrat untuk diganti dengan monomer resin. Sementara

bonding mengandung monomer hidrofobik yang membantu perlekatan dengan bahan

restorasi berbasis resin atau semen resin.11,28

2.9 Interaksi total etsa dengan dual cured resin cement

Pada pasak fiber intensitas sinar akan dikurangi secara signifikan oleh pasak sebelum mencapai semen resin bagian apikal saluran akar. Semen resin dual cure kemudian direkomendasikan untuk digunakan dalam proses sementasi pasak fiber.12 Disamping itu intensitas sinar untuk curing bahan adhesif hanya mampu mencapai kedalaman 2-2,5 mm.28 Hal ini menyebabkan bagian apikal saluran akar menjadi tidak tersinar sehingga menyisakan monomer asam yang tidak reaktif.9

(17)

bereaksi bersama benzoyl peroxide untuk menghasilkan radikal bebas.15,30 Akibatnya reaksi polimerisasi semen resin tidak berlangsung sehingga terbentuk celah (gap) pada permukaan dentin. Oleh karena perlekatan dari pasak terhadap dentin saluran akar rendah menyebabkan retensi pasak berkurang. Disamping itu tekanan menjadi tidak terdistribusi sempurna karena ketiga komponen tidak merekat erat satu sama lain.14

Lapisan adhesif dengan monomer asam yang tinggi juga dapat menjadi sangat hipertonik setelah polimerisasi. Lingkungan yang hipertonik menyebabkan lapisan adhesif menjadi membran semipermeabel sehingga cairan dari dentin berdifusi secara cepat. Difusi cairan melalui proses osmosis terjadi hingga ke permukaan antara semen resin dengan lapisan adhesif. Difusi cairan tersebut membentuk saluran yang bercabang-cabang menyerupai water trees. Droplet cairan yang terperangkap kemudian ikut terpolimerisasi bersama semen resin membentuk struktur seperti

honeycomb-like resin. Droplet cairan ini juga membentuk blisters yang dapat menurunkan kualitas dan durasi perlekatan pasak. Disamping itu blisters juga bertindak sebagai stress raiser yang berkontribusi dalam crack propagation sehingga menyebabkan fraktur gigi.13,15-17

2.10 Self Cure Activator (SCA)

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi reaksi asam basa antara monomer asam dengan tertiary amine yaitu menggunakan self cure activator. Pada beberapa literatur, self cure activator disebut juga dengan istilah initiating compound atau aktivator.15,30 Self cure activator digunakan dengan cara mencampurkannya

bersama bahan bonding dari total etsa sebelum diaplikasikan ke dentin. Penggabungan aktivator dengan bahan bonding tersebut menghasilkan dual-cured

(18)

dijelaskan komponen yang terdapat pada aktivator dan mekanisme interaksi antara aktivator dengan sistem adhesif dan semen resin.

2.10.1 Komponen self cure activator

Komponen pada beberapa jenis aktivator dapat berupa monomer seperti

2-Hydroxyethyl metacrylate (HEMA), Urethane dimetacrylate (UDMA), Bisphenol A

diglycidyl methacrylate (Bis-GMA) catalyst, photoinisiator dan pelarut.13,17,19,31

Monomer yang terkandung di dalam bahan adhesif merupakan monomer yang sama juga terdapat pada resin komposit ataupun semen resin. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan ikatan kovalen yang baik antara bahan adhesif dengan bahan resin. HEMA merupakan monomer hidrofilik yang dapat larut dalam air, ethanol atau

acetone dalam bentuk uncured adhesive. HEMA memiliki sifat hidrofilik yang dapat

meningkatkan wetting dentin sehingga diperoleh kekuatan perlekatan yang baik. Meskipun HEMA tidak dapat menjadi agen demineralisasi namun sifat hidrophilik yang dimilikinya mampu membentuk adhesi yang baik. UDMA dan Bis-GMA merupakan monomer hidrofobik yang sulit larut dalam air dan berfungsi meningkatkan kekuatan mekanis bahan adhesif dengan cara membentuk cross-linked

polymers yang padat.32

Champorqiunon (CQ) merupakan komponen visble-light photoinisiator yang

secara luas dan sukses digunakan dalam bahan adhesif. CQ memiliki kemampuan untuk memulai proses photo-polymerization meskipun dalam kecepatan yang rendah. Pelarut yang digunakan dalam beberapa aktivator dapat berupa air dan acetone ataupun ethanol. Air merupakan pelarut yang mampu membentuk ikatan hidrogen yang sangat kuat sehingga mampu melarutkan komponen polar. Namun air tidak mampu melarutkan komponen organik seperti monomer yang umumnya bersifat hidrofobik. Disamping itu air juga sulit dibuang setelah diaplikasikan ke dentin sehingga kelebihan air akan mengganggu kekuatan perlekatan sistem adhesif karena terbentuknya water blisters (overwet phenomenon).32

Ethanol juga merupakan pelarut polar namun memiliki kemampuan evaporasi

(19)

ethanol digunakan sebagai co-solvent dari air sehingga menghasilkan evaporasi

pelarut yang lebih baik dibandingkan hanya mneggunakan air. Sementara acetone merupakan pelarut komponen polar dan apolar. Acetone menjadi pilihan pelarut yang digunakan bersama komponen hidrofobik dan hidrofilik. Acetone juga memiliki kemampuan water-removing yang baik dan kapasitas evaporasi yang sangat bagus dibandingkan ethanol.32

Catalyst yang digunakan pada aktivator dinyatakan mampu membantu

menghasilkan adhesi yang cocok dengan semen resin dual cure dan mempercepat proses polimerisasinya. Catalyst disebut juga dengan co-initiators yang tersedia dalam bentuk solvent maupun salt yang telah disediakn oleh pabriknya.29

Co-initiators berupa solvent tersedia dalam bentuk larutan pada sebuah botol yang

terpisah dari bahan bonding. Sementara co-initiators berupa salt tersedia dalam bentuk microbrush spesial yang sudah terimpregnasi oleh salt. Pada sebuah literatur dinyatakan bahwa co-initators dapat berupa aryl sulfinic acid salts, organoboron

compound dan barbituric acid/cupric chloride.17 Sementara literatur lain menyatakan

bahwa kandungan utama pada co-initiators dibedakan menjadi dua tipe yaitu aryl

borate salt-based dan aryl sulfinic acid sodium salt-based.33 Meskipun demikian kedua bahan co-initiators tersebut tetap akan bereaksi dengan monomer asam untuk menghasilkan radikal bebas yang mampu menginisiasi polimerisasi pada semen resin. Namun pada umumnya aktivator yang tersedia saat ini mengandung sodium salt of

aryl sulfinic acids sebagai co-initiators.13,15,18,19,33

2.10.2 Mekanisme self cure activator dengan total etsa dan semen resin Aktivator yang digabung bersama bahan bonding sistem total etsa akan membentuk dual-cured adhesive systems.12,17 Aktivator dapat meningkatkan degree

(20)

KETERANGAN :

: DENTIN : MONOMER ASAM

: HYBRID LAYERS : TERTIARY AMINE

: OXYGEN INHIBIT LAYERS : SULFINIC ACIDS

: SEMEN RESIN DUAL CURED : BENZOYL

PEROXIDE

: RADIKAL BEBAS

Gambar 4. Skema interaksi antara self cure activator dengan sistem total etsa dan semen resin di dalam saluran akar. (A) Sistem total etsa tanpa self cure activator, (B) sistem total etsa ditambah self cure activator.

Mekanisme yang terjadi adalah aryl sulfnic acid sodium salts (ArSO2Na) dari self cure activator akan bereaksi dengan cepat terhadap acidic monomer (HX) dari

sistem total etsa. Reaksi tersebut membentuk aryl sulfinic acids (ArSO2H) dan sodium salt of the acidic monomer (NaX).33 Sulphinic acids yang terbentuk merupakan initiator compound yang tidak sensitif terhadap lingkungan asam oleh

simplified adhesive total etsa.30

Reaksi antara sulfinic acids dengan monomer asam juga menghasilkan phenyl atau benzenesulfonyl free radical. Radikal bebas tersebut memiliki kemampuan untuk menginisiasi polimerisasi semen resin dual cure melalui self-curing mechanism

MA

TA

BP

R

1 2 3 4

1

2

3

4

SA

(21)

ketika intensitas sinar tidak tersedia, terutama pada bagian apikal saluran akar.13,15-18 Disamping itu sulfinic acids juga dinyatakan sebagai salah satu chemical accelerator seperti tertiary amine. Sulfinic acids akan bereaksi dengan benzoyl peroxide dalam proses initiation stage untuk membentuk radikal bebas. Radikal bebas yang terbentuk tersebut selanjutnya ikut berperan dalam propagation stage dan termination stage sehingga polimerisasi semen resin dual cure dapat berlangsung.28,34

Sulfinic acids juga dinyatakan sebagai oxygen scavengers yang baik sehingga

mengurangi pembentukan oxygen inhibited layer pada lapisan adhesif.13 Hal ini dikarenakan oksigen dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga menurunkan proses initiation. Akibat proses initiation yang menurun maka reaksi polimerisasi semen resin menjadi berkurang atau tidak berlangsung.34 Pengabungan aktivator dengan sistem total etsa juga akan mengurangi konsentrasi monomer asam yang tidak reaktif yang terkandung di dalam oxygen inhibited layer. Oleh karena proses

scavenging oxygen dari sulfinic acids maka proses polimerisasi semen resin dual cure

dapat tetap berlangsung dan membantu meningkatkan retensi pasak di dalam saluran akar.13,15

(22)

Gambar

Gambar 2.   Klasifikasi endodontic monoblock berdasarkan jumlah permukaan (A) primary monoblock, (B) secondary monoblock, (C) tertiary monoblock
Gambar 3. Penyebab fraktur pada gigi yang telah dirawat endodonti
Gambar 4.    Skema interaksi antara self cure activator dengan sistem total etsa dan semen resin di dalam saluran akar

Referensi

Dokumen terkait

Tentukan handle dan relasi dari semua kalimat yang memungkinkan (minimal 4) berikut tabel relasi dari produksi di atas4. Berdasarkan table relasi pada

These configurations are used to determine the best photogrammetric results based on number of ground control points in the photogrammetric block during image processing..

Rincian Perubahan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Kode

Generally three main Geomatics approach are using for Virtual 3-D City models generation , in first approach , researcher are using Conventional techniques such as Vector Map

Here, the central database holds a forest model while the simulation clients are used to access and update the data for inventory measures.. Local changes are

Rincian Perubahan Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah. Kode

Peraturan Bupati Sleman Nomor 78 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Bupati Nomor 80 Tahun 2009 tentang Prosedur Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil ;.. Peraturan

Among primary school boys (Years 2, 4 and 6), those from urban schools displayed a higher prevalence of advanced skills in the vertical jump compared with their rural school peers,