• Tidak ada hasil yang ditemukan

DASAR DASAR ILMU HADIS ppt

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DASAR DASAR ILMU HADIS ppt"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

A C H . BA I Q U N I , S E L I N U R S YA R I FA H , A R R I N A R R A H M A A L I YA ,

S H O L E H A N U R A P R I A N I , I S M A , A M B I YA , S U R A E J I R A M A DA N I

(2)

Pengantar Editor

Alhamdulillah Wa Syukurillah,

buku dasar-dasar lmu hadis ini bisa

selesai diedit dan rampung pada malam tahun baru 2018, meskipun masih

banyak kekurangan dalam penulisannya. Buku ini merupakan kumpulan

artikel singkat tentang ilmu hadis meskipun dalam penyajiannya kurang

sempurna, karena banyak kajian ilmu hadis yang tidak dibahas dalam buku

ini.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan tugas mahasiswa STIU Amanatul

Huda Ciledug Kota Tangerang dan Santri Pondok Pesantren Tahfidul Qur

an

Amanatul Huda dalam mata kuliah Bahasa Indonesia. Ada sekitar tujuh tema

yang dibahas dalam buku ini antara lain: hadis mutawatir, hadis sahih, hadis

hasan, hadis dhaif, sanad dan matan, ingkar sunnah dan ilmu dirayah.

Pembahasannya cukup singkap dan semoga bermanfaat serta menjadi bacaan

bagi kalangan yang ingin mengenal dasar-dasar ilmu hadis. Sekian

terimakasih.

Wallahul Muwafiq Ila Aqwamit thoriq

Ciputat, 31 Desember 2017

(3)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

………

i

Daftar Isi

………

...ii

Hadis Mutawatir

………

1

Hadis Sahih

………

4

Hadis Hasan

………

..7

Hadis Dhaif

………

10

Sanad dan Matan

………

...14

Ingkar Sunnah

………

...16

(4)

Hadis Mutawatir

Oleh: Sholeha Nurapriani

A. Pendahuluan

Hadis dilihat dari segi kuantitas periwayatan dibagi menjadi dua, yakni mutawatir dan ahad. Hadis mutawatir adalah hberita besar hadis yang bersifat indrawi (didengar dan dilihat) yang diriwayatkan oleh banyak orang yang mencapai maksimal diseluruh tingkatan sanad dan akal menghukumi mustahi menurut tradisi (adat) jumlah yang maksimal itu berpijak untuk kebohongan.

Keberadaan hadis mutawatr memiliki syarat-syarat begitu ketat untuk dipenuhi, yakni diriwayatkan oleh banyak perawi adanya keseimbangan antara perawi pada thabaqah pertama dengan thabaqah berikutnya mustahil bersepakat bohong berdasarkan tanggapan pancaindera.

B. Pengertian Hadis Mutawatir

Mutawatir menurut bahasa berarti mutabi yakni yang datang berikut kita atau yang beriringan antara satu dengan lainnya tanpa ada jarak.1 Sedangkan pengertina hadis mutawatir terdapat beberapa formulasi definisi, antara lain sebagai berikut:

“Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat terlebih dahulu untuk berdusta” 2

Berdasarkan definisi ada 4 kriteria hadis mutawatir yaitu sebagai berikut: (1) diriwayatkan sejumlah orang banyak, (2) adanya jumlah banyak periwayat pada tingkatan seluruh sanad, (3) mustahil bersepakat bohong, (4) sandaran berita itu pada pancaindera. 3

C. Syarat-Syarat Hadis Mutawatir

Mengenai syarat-syarat hadis mutawatir ini, antara ulama mutaqaddimin dan mutakhirin terdapat perbedaan pendapat. Ulama mutaqaddimin tidak memberikan syarat bagi hadis mutawatir. Menurut mereka, khabar mutawatir yang sedemikian sifatnya, tidak termasuk ke dalam pembahasan ilmu isnad al-hadits, sebab ilmu ini membicarakan tentng sahih atau tidaknya suatu hadis, diamalkan atau tidak, dan juga membicarakan adil dan tidaknya rawi, sementara dalam hadis tidak dibicarakan masalah-masalah tersebu. Bila sudah diketahui status hadis sebagai hadis mutawatir, maka wajib diyakini kebenarannya, diamalkan kandungannya dan sekalipun diantara perawinya adalah orang kafir. Sedangkan menurut ulama mutakhirin, ahli usul yang mengatakan suatu hadis dapat ditetapkan sebagai hadis mutawatir bila memenuhi syarat-syarat.

1 Mundzir Suparta dan Utang Ranuwujaya, Ilmu Hadits, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), h. 81 2 Mundzir Suparta dan Utang Ranuwujaya, Ilmu Hadits, h. 82

(5)

D. Pembagian Hadis Mutawatir

Menurut sebagian ulama, hadis mutawatir itu terbagi menjadi dua yaitu mutawatir lafdzi dan mutawatir maknawi, namun menurut sebagian yang lai membaginya menjadi tiga yakitu hadis mutawatir lafdzi, maknawi dan amali. 4

Yang dimaksud dengan hadis mutawatir lafdzi adalah hadis mutawatir periwayatnya dalam satu lafadz.5 Sedangkan yang dimaksud dengan hadis mutawatir maknawi adalah hadis yang maknanya mutawatir tetapi lafadznya tidak.

6. Adapun yang dimaksud degan hadis mutawatir amali adalah suatu yang diketahui

dengan mudah, bahwa dia termasuk urusan agama dan telah mutawatir antara umat Islam, bahwa Nabi SAW mengerjakannya, menyuruhnya atau selain dari itu. Beberapa pengertian ini merupakan ijma ulama.7

E. Kesimpulan

Penjelasan di atas menunjukan bahwa yang dimaksud dengan hadis mutawatir adalah yang datang bereriringan atau berurutan. Syarat-syaratnya ada 3: (1) diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, (2) adanya keseimbangan antara perawi pada thabaqah pertama dan berikutnya, (3) berdasarkan tanggapan pancaindera.

(6)

Daftar Pustaka

Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadits, Jakarta: AMZAH, 2013

(7)

Hadis Shahih

Oleh : Isma

A. Pendahuluan

Hadis dalam kajian keislaman menduduki posisi yang startegis sehingga hadis menjadi rujukan utama dalam hukum Islam setelah al-Qur’an, namun antara hadis dan al-Qur’amn mempunyai perbedaan, kalau al-Qur’an sudah diyakini kebenarannya, tetapi tidak dengan hadis, karena dalam hadis ada hadis mutawaitir yang sudah disekapati bahwa periwayat hadis tidak mungkiun berbohong karena diriwayatkan oleh banyak orang dalam setiap tingkatan, serta ada hadis ahad yang hanya diriwayatkan oleh beberapa orang dan kemungkinan berdusta dan menyebarkan sesuatu yang tidak disabdakan oleh Nabi Muhammad bisa terjadi.

Hadis ahad inilah yang menyebabkan terjadinya perawi yang berdusta, kurang sempurna ingatannya, karena hanya diriwayatkan oleh beberapa orang saja dan tidak menjadi ijma’ dalam satu tempat, sehingga setelah lahirnya istilah ahad lahir pula istilah lain untuk menunjukan kualitas dari hadis ahad tersebut, maka lahirlah istilah hadis shahih, hasan dan dhaif. Makalah ini akan menguraikan dan menjelaskan hadis sahih saja.

B. Pengertian Hadis Shahih

Kata shahih berasal dari bahasa Arab yang berantonim saqim artinya sakit dan menjadi bahasa Indonesia dengan arti sah bernar, sempurna dan sehat. Sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat ulama yang penulis kutip dari buku karya KH. M. Maksum Zein yang berjudul memahami ilmu Hadis Nabi, antara lain pendapat.

1. Imam As-Syuyuti yang mendifisikan hadis shahhi yaitu hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit, tidak ditemukan kejanggalan dan tidak berillat.

2. Ibn Shalah mendifinisikan hadis shahih adalah hadis musnad yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit dari awal sampai akhir, serta tidak ada kejangalan dan cacat. 8

Dari definisi ini dapat diambil kesimpulan bahwa hadis shahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, dirwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit serta tidak ada ilat dalam hadis.

C. Pembagian Hadis Shahih

Hadis shahih terbagi menjadi dua macam yaitu sahih li dzatihi dan sahih li gharihi yang akan diuraikan dalam pembahasan berikut ini:

(8)

Shahih li dhatihi adahlah hadis sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh orang adil, dhabit yang sempurna serat tidak ada syuduz dan illat. Definisi menujukan bahwa hadis tersbut menuhi kriteria hadis shahih dengan sempurna. 9

Shahih li ghairih adalah hadis yang tidak memenuhi sifat-ifat hadis yang diterima secara sempurna, yang awalnya bukan hadis shahih tetapi karena ada hadis shahih dari jalur lain, maka naik derajatnya. 10

D. Tingkatan Kitab-kitab hadis shahih

1. Hadis yang diriwayakta Imam Bukhari dan Muslim. 2. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari saja. 3. Hadis yang diriwayatkan Imam Muslim saja.

4. Hadis yang diriwayatkan oleh selain Bukhari dan Muslim tetapi memenuhi sayarat Bukhrai dan Muslim.11

E. Kesimpulan

Penulis dapat meyimpulkan bahwa yang disebut hadis shahih adalah hadis yang bersambung sanadnya, dirwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit serta tidak ada ilat dalam hadis.

9 A Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadits, (Bandung : CV Diponogoro, 1983 ), h. 29 10 A Qadir Hasan, Ilmu Musthalah Hadits, h. 29

(9)

Daftar Pustaka

Hasan, A Qadir, Ilmu Musthalah Hadits, Bandung : CV Diponogoro, 1983

(10)

Hadis Hasan

Oleh : Seli Nursyarifah

A. Pendahuluan

Sebagai sumber ajaran yang kedua setelah al-Qur’an, hadis menempati posisi yang sangat strategis di dalam kajian-kajian keislaman. Keberadaan dan kedudukannya tidak diragukan. Dalam hadis ada yang periwayatnnya memenuhi syarat tertentu untuk diterima sebagai hadis atau yang dikenal dengan hadis maqbul

(diterima). Namun, disisi lain terdapat hadis yang dalam periwayatannya tidak memenuhi kriteria tertentu atau dikenal dengan hadis mardud (tidak diterima) atau bahkan ada yang palsu (maudhu)

Dilihat dari segi kualitas hadis, maka hadis bisa dikelompokan menjadi tiga macam: hadis shahih, hadis hasan dan hadis dhaif. Namun, makalah ini hanya akan membahas mengenai pengertia, klasifikasi dan hukum hadis hasan saja.

B. Pengertian Hadis Ahad

Ibn Hajar sebagaiman dikutip Munzier Suparta mendifinisikan hadis hasan adalah khabar ahad yang dinkil oleh perawi yang adil, sempurna ingatannya, bersambung sanadnya dengan tanpa berillat dan syat, hal seperti ini disebut dengan hadis shahih, apabila ingatan perawinya kurang sempurna, maka disebut dengan hadis shahih li dhatini. 12

Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa hadis hasan menurut Ibn Hajar adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil tetapi tidak kuat hafalannya, bersambung sanadnya dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Dengan demikian, hadis hasan ini menempati posisi diantara sahih dan daif. Definisi ini sama dengan yang disampaikan oleh Az-Zarqany dan Muhammad Alwi al-Maliki al-Hasani.13

Adapun Abu Isa al-Turmuzy sebagaimana dikutip oleh Munzier Suparta dan Utang Ranuwijaya mendifinisikan hadis hasan adalah setiap hadis pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tetuduh dusta, pada matannya tidak ada kejanggalan dan hadis itu tidak hanya diriwayatkan oleh satu jalan tetai bajak jalan yang sepadan dengannya. 14

Dari definisi-definis tersebut, dapat dikatakan bahwa hadis hasan hamper sama dengan hadis shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan perawi. Pada hadis shahih ingatan atau hafalannya harus sempurna, sedangkan dalam hadis hasan, ingatan atau hafalannya kurang sempurna.

12 Mundzir Suparta dan Utang Ranuwujaya, Ilmu Hadits, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), h. 120 13 Munzier Suparta dan Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, h. 120

(11)

C. Klasifikasi Hadis Hasan

Para ulama hadis memabagi hadis hasan menjadi dua bagian yaitu hadis hasan li dzatihi dan hasan li ghairihi. Yang dimaksud dengan hadis hasan li zatihi sama dengan hadis hasan sebagaimana diuraikan di atas. Sedangkan yang dimaksud dengan hadis hasaln li ghairihi yaitu hads hasan yang tidak memenuhi persyaratan hadis hasan secara sempurna atau pada dasarnya hadis tersebut dhaif, akan tetapi karena sanad atau matan lain yang menguatkannya (syahid atau mutabi), maka kedudukan hadis dhaif naik menjadihasan li ghairihi. 15

D. Hukum mengamalkan Hadis Hasan

Hadis hasan dapat dijadikan hujjah walaupun kualitasnya di bawah hadis shahih. Semua ahli fiqih, sebagian ahli hadis dan para ahli usul fiqih mengamalkannya, kecuali sedikit dari orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadis. Bahkan sebagian ahli hais mempermudah dalam persyaratan shahih dan memasukannya dalam kategori hadis shahih, seperti Al-Hakim, Ibn Hibban dan Ibn Khuzaimah.16

E. Kesimpulan

Penjelasan di atas menunjukan bahwa yang dimaksud dengan hadis hasan dapat dikatakan hampir sama dengan hadis shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan perawinya. Hadis hasan terbagi menjadi dua yaitu hasan li zatihi

dan hasan li ghairih. Hadis hasan dapat dijadikan hujjah walaupun kualitasnya di bawah hadis shahih.

(12)

Daftar Pustaka

Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadits, Jakarta: AMZAH, 2013

(13)

Hadis Dhaif

Oleh : Ach Baiquni

A. Pendahuluan

Berbeda dengan al-Qur’an, periwayatan hadis mengalami kendala yang pahit disebabkan karena pada masa sahabat fokosnya hanya mengumpulkan al-Qur’an, sedangkan hadis baru dikumpulkan pada abad 10 hijriah ketika Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkan kepada para ulama masa itu, untuk mengkodifikasi hadis.

Kendala lain yang menyebabkan hadis menjadi lemah karena para periwayat (orang yang menerima hadis) pendengarannya tidak sama dan ada perawi yang segaja menyebarkan hadis, padahal Nabi Muhammad tidak pernah meriwayatakan hadis tersebut, kesegajaan mereka untuk mendukung kepetinganya baik dalam politik, agama dan sosial.

Makalah singkat ini akan menyajikan hadis daif yang dimulai dari pengertian, klasifikasi dan hukum mengamal hadis dhaif. Sebelum lebih jauh, penulis membahasnya, supaya makalah ini menjadi fokos maka penulis mengajukan dua pertanyaan (1) Apa yang dimaksud dengan Hadis Dhaif, (2) Bagaimana hukum mengamalkan hadis dhaif?.

B. Pengertian Hadis Dhaif

Para ulama berbeda dalam mendifinisikan hadis dhaif, namun secara bahasa mereka menyepakati bahwa dhaif itu lawan dari qawy (kuat)17, jadi hadis dhaif adalah hadis lemah. Perbedaan tersebut terjadi dalam mengistilahkan hadis daif. Mahmud Thahan medifinisikan hadis daif sebagai “Hadis yang di dalamnya

tidak terkumpul syarat yang wajid ada dalam hadis hasan, disebabkan tidak

adanya satu syarat yang menjadi syarat hadis hasan”, 18Nur Din Itr sebagaimana dikutip oleh Mashum Zein mendifinisikan sebagai “ hadis yang di dalamnya tidak ditemukan satu syarat dari syarat hadis yang diterima (maqbul)”.19

Definisi lain datang dari Ibn Shalah sebagaimana dikutip oleh Ahmad Dahlan dalam kumpulan tulisan ilmu sanad hadis sebagai ‘ hadis yang tidak memenuhi syarat hadis sahih dan hasan”, 20namun definisi ini dibantah oleh

17Ma’sum Zein, Ilmu Memahami hadis Nabi, (Yogjakarta: Pustaka Pesantren, 2014),h. 125

18 Mahmud Thahan, Taisir Musthalah al-Hadith, (Iskadaria: Markaz al-Hadi li Dirasah, 1415), h. 63 19Ma’sum Zein, Ilmu Memahami hadis Nabi, h.126

(14)

Zain al-Din al-Iraqi yang mengatakan bahwa cukup menyebutkan hadis hasan tanpa menggunakan hadis sahih, karena kalau hadis hasan tidak sampai derajat sahih. 21Sedangkan, Muh Zuhri mendifinisikan hadis yang tidak memenuhi syarat hasan karena sanadnya ada yang terputus sera periwayatnya tidak dikenal dikalangan ulama hadis.22

Para ahli ilmu hadis berbeda dalam mendifinisikan hadis dhaif, namun perbedaannya hanya terjadi dalam istilah hasan, sahih dan maqbul sehingga penulis menyimpulkan bahwa hadis dhaif adalah hadis yang tidak sampai derajat hasan karena kelemahan ataupun keterputusan sanad hadisnya.

C. Klasifikasi Hadis Dhaif

Ada beberapa penyebab kedhaifan hadis karena beberapa faktor antara lain: sanadnya terputus, perawinya tidak dhabit, perawinya tidak adil, cacat yang tersembunyi, dan karena cacat yang tersembunyi.

Beberapa faktor ini terbagi kepada beberapa bagian antara lain: sanadnya terputus terbagi empat jenis yaitu munqati’, mualaq, mu’dhal dan mursal.

Perawinya tidak dhabit terbagi lima jenis yaitu munkar, maqlub, mudtarib, mudraj dan muhharaf. Daif karena periwayatnya tidak adil terbagi empat yaitu maudu’, matruk, munkar dan mubham. Daif karena cacat tersebunyi terbagi satu muallal. 23

D. Hukum Mengamalkan Hadis Dhaif

Ulama hadis berbeda dalam menetapkan hukum mengamalkan hadis dhaif, ada tiga pendapat ulama yang penulis akan uraikan dalam makalah ini, pertama,

tidak boleh mengamalkan hadis dhaif baik untuk fadhail a’mal atau kepentingan hukum lainnya, pendukun kelompok ini adalah Yahya bin Main, al-Bukhari dan Muslim. Kedua, mengamalkan hadis dhaif, konon Abu Daud dan Imam Ahamad mengamalkannya dengan pertimbangan ketimbang mengamalkan dengan qiyas lebih baik menggunakan hadis dhaif. Ketiga, boleh mengamalkan hanya untuk fadhail a’mal dengan syarat hadisnya tidak terlau dhaif, tidak betentangan dengan nas yang kuat serta ketika mengamalkan bukan untuk diimani.24

E. Kesimpulan

21 Muhammad Alfatih Suryadilaga (Ed), Ilmu Sanad Hadis, h. 66

22 Muh. Zuhri, Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologinya, (Yogjakarta: Tria Wacana, 1997), h. 94 23 Muhammad Alfatih Suryadilaga (Ed), Ilmu Sanad Hadis, h. 67

(15)
(16)

Daftar Pustaka

Suryadilaga, Muhammad Alfatih (Ed), Ilmu Sanad Hadis, Yogjakarta : Idea Press, 2017

Thahan, Mahmud, Taisir Musthalah al-Hadith, Iskadaria: Markaz al-Hadi li Dirasah, 1415

Zein, Ma’sum, Ilmu Memahami hadis Nabi, Yogjakarta: Pustaka Pesantren, 2014

(17)

Sanad dan Matan Hadis

Oleh : Ambiya

A. Pendahuluan

Sanad dan matan merupakan dua bagian penting dalam hadis, apabila salah satu dari keduanya tidak ada, maka hadis tidak bisa disebut hadis karena untuk penyebutan hadis harus ada rentetan periwayatan yang meceritakan hadis tersebut dan harus ada isi atau berita yang disampaikan sehingga kedua kajian ini penting dalam kajian hadis.

Kedua kajian ini menjadi fokos para peneliti hadis untuk menemukan apakah layak hadis tersebut disebut hadis maqbul (diterima), karena untuk menentukan hal tersebut diperlukan penelitian terhadap keduanya. Makalah ini mecoba akan menjelaskan tentang sanad dan matan.

B. Pengertian Sanad dan urgensinya

Alfatih Suryadilaga dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Sanad Hadis” mendifisikan sebagaiman dikutip dari Ajaj al-Khatib mengatakan bahwa sanad adalah sisilah orang yang menghubungkan riwayat kepada matan hadis atau silsilah periwayatan hadis yang mengambil matan dari sumber awalnya. 25

Istilah sanad sudah ada pada masa pra-Islam seperti yang tercantum dalam beberapa puisi pada masa itu, namun urgensinya samar. Seiring dengan munculnya hadis yang disampaikan Nabi Muhammad SAW, maka sanad sangat penting untuk mengetahui hadis tersebut apakah benar datang dari Nabi SAW atau dari Shahabat atau bisa buatan orang yang tidak jelas, sehingga kajian ilmu ini melahirkan kajian Ilmu Jarh wa ta’dil. 26

C. Pengertian Matan dan urgensinya

Matan adalah lafal-lafal hadis yang mengandung makna tertentu. Definisi ini menunjukan bahwa matan adalah materi atau lafaz hadis itu sendiri yang oleh penulisnya ditempatkan setelah menyebut sanad sebelum perawi atau mudawwin, baik itu berupa sabda Nabi Muhammad SAW, sahabat, tabiin yang berisi tentang perbuatan Nabi SAW ataupun perbuatan sahabat yang tidak disangah oleh Nabi SAW. 27

25 Muhammad Alfatih Suryadilaga (Ed), Ilmu Sanad Hadis, (Yogjakarta : Idea Press, 2017) 26 Muhammad Alfatih Suryadilaga (Ed), Ilmu Sanad Hadis,

(18)

D. Contoh Sanad dan Matan

ح

رْيره يبأ ْنع حلاص يبأ ْنع نيصح يبأ ْنع رْ ب وبأ انر ْخأ فسوي نْب ىيْحي ينثَدَ مَلس هْيلع ََا ىَلص ي َنلا ْنع

Ini disebut dengan sanad

اق نيصح يبأ ْنع ليئارْسإ هعبات نْيع ْصإ ينْعي نْيتا ك ةعاَسلا انأ تْثعب

Redaksi ini disebut dengan matan

Dari contoh ini dapat didefinisikan bahwa alur dan orang yang menceritakan atau menyampaikan hadis disebut dengan sanad sedangkan isi atau berita yang terdapat dalam hadis disebut dengan matan.

E. Kesimpulan

(19)

Ingkar Sunah

Oleh: Arrinar Rahmal Aliya

A. Pendahuluan

Hampir semua ulama menyapakati bahwa hadis sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, namun beberapa kalangan masih banyak yang tidak mau menjadikan hadis sebagai sumber hukum, ketidak diterimaan ini desebabkan beberapa motif seperti ketidak percayaan terhadap orang atau perawi yang meriwayatkan hadis atau karena hadis banyak didominasi oleh hadis ahad.

Orang yang menolak menjadikan hadis sebagai hujjah disebut ahli bidaah yang mengikuti kemauan hawa nafsunya saja buka kemauan hatinya dan akal pikiranny. Mereka antara lain: Khawarij, Mu’tazilah dan lain-lain. Gelar diberikan kepada mereka karena menolak kehujahan hadis, makalah ini akan menjelaskan tentang ingkar sunnah.

B. Pengertian Ingkar Sunnah

Abdul Majid Khon menyebutkan beberapa pendapat ulama tentang Ingkar Sunah antara lain sebagai berikut:

1. Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an.

2. Suatu pendapat yang timbul dari sebagian orang muslim yang menolak as-Sunnah sebagai dasar dan hukum Islam.

3. Orang yang menolak sunah Rasulullah SAW sebagai hujjah dan sumber ajaran Islam yang wajib ditaati dan diamalkan.

4. Golongan ingkarsunah juka menamakan dirinya sebagai golongan Qur’ani sebab mereka hanya memakai al-Qur’an saja sebagai sumber hukum. 28

Dari beberapa definisi dapat dismpulakan bahwa ingkarsunah adalah orang yang tidak percaya tentang hadis.

C. Sejarah Singkat Ingkar Sunah

Ali Mustafa Yaqub membagi perkembangan ingkarsunah menjadi dua bagian yaitu masa klasik dan modern. Munculnya ingkar sunah awal mula hanya dilakukan oleh indevidu saja yaitu ketika pada masa tabiin, ketika Imam al-Hasan al-Basri (w. 110 H), menuturkan ketiaka Imran bin Hushain (w. 52 H) 29mengajakan hadis tiba-tiba ada orang yang memotong pembicaraan yang beirisi penjelsan tentang hadi,

(20)

orang tersebut meminta untuk diajarkan al-Qur’an saja. Kejadian yang serupa juga terjadi pada ponakan Abdullah bin Umar, Umayyah bin Abdullah bin Khalid (w. 87 H), di mana dia hanya mencari permasalahn dalam al-Qur’an, kemudian ditegur oleh Ibn Umar dengan mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah dan dia menyarankan agar Umayyah mengikuti ajaran Nabi karena itu juga adalah wahyu.30

Seiring dengan berkembangnya Islam, pada masa sahabat masih individual orang yang menolak hadis, namun setelah abad kedua hijriah Ingkar Sunah mulai dilakukan seperti banyak pengikut Khawarij, Syi’ah, dan Mu’tazilah, kelompok inilah yang dikenal dengan kelompok klasik. 31

Sedangkan kelompok modern muncul di beberapa daerah penyebaran Islam seperti India muncul kelompok al-Qadiyanah dan al-Qur’aniyah, Mesir muncul tokoh yang ternal Muhammad Abduh, Tawfiq Shidqiy (w. 1920 M), Ahmad Amin (w. 1954 M), Mahmud Abu Rayyah, Ahmad Subhiy Mansur. Ternyata kelompok ini tidak hanya berkembang di Mesir di Indonesia juga kahir kelompok seperti tokoh-tokohnya, Muhammad Ircham Sutarto, H.Abdurrahman, H. Sanwani.32

D. Kesimpulan

Paham yang timbul dalam masyarakat Islam yang menolak hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an dan kelompok yang seperti bukan hanya terjadi pada masa klasik, pada masa modern pun masih tetap berkembang di beberapa Negara antara lain: India, Mesir dan Indonesia.

30 Abdul Majid Khon, Pemikiran Modern dalam Sunah, h. 52 31 Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis, h. 40

(21)

Daftar Pustaka

Khon, Abdul Majid, Pemikiran Modern dalam Sunah, Jakarta:Pranda Media Group, 2011

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan kriteria-kriteria diatas, maka dengan memperhatikan matan dan juga kandungan hadis-hadis ziarah kubur yang sudah diteliti, pada dasarnya mengandung

 Hadis Hasan , yaitu hadis yang diriwayatkan oleh para perawi yang adil, sanadnya bersambung, matannya tidak berillat (cacat), tetapi dalam sanadnya terdapat perawi yang kurang baik

Sedangkan al-Buhhary sebagai seorang cendekiawan muslim yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Pada masa kecil sejak usia 10 tahun ia sudah bisa menghapal hadis dan

Kendati antara hadis yang sahih dan tidak sahih dapat dibedakan, namun hadis-hadis Nabi, baik yang berkualitas sahih, hasan, dha’if, maupun hadis maudhu’ (palsu) dalam

Pegiat kaum feminis semisal Riffat Hasan dan Fatimah Mernissi membenarkan hal itu, sebagaimana dikutip oleh Ahmad Fudhaili (2012: 11-12), mereka mengklasifikasikan hadis-hadis

Apabila tidak sempurna penerimaan lima syarat hadis sahih ini seperti hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang kurang dabit dalam satu jalur sanad dan hadis yang sama

Kedua: bahwa atsar dan Hadis berbeda, atsar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tabi‟in baik perkataan maupun perbuatan, sedangkan Hadis Segala sesuatu yang

Dengan menggunakan pendekatan jurnal, penelitian ilmu asanid al-hadis diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemahaman yang lebih baik tentang hadis-hadis yang diterima dalam