Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 4
HADIS MASA KODIFIKASI
Uraian Materi
Kata kodifikasi dalam bahasa Arab dikenal dengan al-tadwin yang berarti codification, yaitu mengumpulkan dan menyusun. Secara istilah, kodifikasi adalah penulisan dan pembukuan Hadis nabi secara resmi berdasarkan perintah khalifah dengan melibatkan beberapa personil yang ahli dalam masalah ini, bukan yang dilakukan secara perseorangan atau untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain, tadwin al-hadis (kodifikasi hadis)adalah penghimpunan, penulisan, dan pembukuan Hadis Nabi atas perintah resmi dari penguasa Negara (khalifah) bukan dilakukan atas inisiatif perorangan atau untuk keperluan pribadi.
Kodifikasi yang dimaksudkan di sini adalah penulisan, penghimpunan, dan pembukuan Hadis-hadis Nabi yang dilakukan berdasarkan pada perintah resmi khalifah Umar ibn Abd al-Aziz (99-101H/717-720M), khalifah ke-delapan Bani Umayah, yang kemudian kebijakannya itu ditindaklanjuti oleh para ulama di berbagai daerah hingga pada masa-masa berikutnya Hadis-hadis terkoleksi dalam kitab-kitab Hadis.
Ide penghimpunan Hadis Nabi secara tertulis pertama kali dikemukakan oleh Umar ibn Khatab (w.23 H/644 M). Dalam merealisasikan idenya itu, Umar bermusyawarah dengan para sahabat Nabi dan beristikharah. Para sahabat menyetujui idenya, akan tetapi setelah sekian lama istikharah, Umar sampai pada kesimpulan bahwa ia tidak akan melakukan penghimpunan dan kodifikasi Hadis, karena khawatir umat Islam akan terpaling dari al-Qur’an.
Dengan demikian, kodifikasi Hadis secara resmi terjadi pada masa Umar ibn ‘Abd al-Aziz, salah seorang khalifah Bani Umayah. Proses kodifikasi Hadis yang baru
1. Mampu menjelaskan periode kodifikasi Hadis
2. Mampu menjelaskan masa kodifikasi Hadis abad II-VII Hijriyah 3. Mampu menjelaskan faktor-faktor pendorong gerakan
kodifikasi Hadis
Capaian Pembelajaran
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 4
dilakukan pada masa ini di mulai dengan dengan khalifah mengirim surat ke seluruh pejabat dan ulama di berbagai daerah pada akhir tahun 100 H yang berisi perintah agar seluruh Hadis Nabi di masing- masing daerah segera dihimpun. Umar yang di dampingi Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Zuhri(w.124H/742M), seorang ulama besar di negeri Hijaz dan Syam, menggalang agar para ulama Hadis mengumpulkan Hadis di masing-masing daerah mereka, untuk bahan penghimpunan Hadis selanjutnya. Dan juga Umar memerintahkan Abu Bakar Muhammad ibn Hazm (w.117H.) untuk mengumpulkan Hadis yang terdapat pada Amrah binti Abd al-Rahman ( murid kepercayaan Asiyah ) dan Qasim ibn Muhammad ibn Abi Bakar al-Shiddiq
Kodifikasi Hadis Abad II Hijriyah
Pada abad kedua, para ulama dalam aktifitas kodifikasi Hadis, tidak melakukan penyaringan dan pemisahan, mereka tidak hanya membukukan Hadis-hadis saja, tapi fatwa sahabat dan tabi’in juga di masukkan ke dalam kitab-kitab mereka. Pada abad kedua ini, ulama yang berhasil menyusun kitab tadwin dan sampai pada kita adalah Malik ibn Anas (93-179 H) yang menyusun kitab al-Muwaththa’. Kitab ini di susun sejak tahun 143 H, pada masa khalifah al-Manshur, salah seorang khalifah Bani Abbasiyah.
Kitab ini tidak hanya memuat Hadis rasul saja, tetapi juga ucapan sahabat dan tabi’in bahkan tidak sedikit yang berupa pendapat Malik sendiri atau praktik ulama dan masyarakat madinah. Setelah itu, muncul para ulama sesudahnya seperti Al-awza’i (150 H) yang menyusun kitab Al-Mushannaf, Muhammad Ibnu Ishaq (w.151 H) yang menyusun kitab Al-Maqhazi Wa al-Syiar, Syu’bah Ibn al Hajjaj (w.160 H) yang menyusun kitab Al- Mushannaf, Al-Laits Ibn Sa’ad(w.175 H) yang menyusun kitab Al-Mushannaf, Sufyan Ibn Uyayna (w.198 H) dengan kitabnya Al-Mushannaf, dan Al-Humaydi (w.219 H) yang menyusun kitab Al-Mushannaf. Pada bab ini juga disusun kitab Musnad karya Zayd Ibn Ali dan Imam Al- Syafi’i,(w.204 H). Al-Syafi’i juga menyusun kitab Mukhtalif al- hadist. Kitab-Kitab tersebut banyak menjadi perhatian dan rujukan dalam kajian-kajian Hadis dan sirah.
Abad kedua ini juga diwarnai dengan meluasnya pemalsuan Hadis yang telah ada semenjak masa khalifah Ali ibn Abi Thalib (w.41 H) dan menyebabkan sebagian ulama pada abad ini tergugah mempelajari keadaan para periwayat Hadis, di samping pada
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 4
waktu itu memang banyak periwayat yang lemah, meskipun tidak berarti pada abad pertama tidak ada perhatian sama sekali, terhadap keberadaan periwayat Hadis.
Kodifikasi Hadis Abad III Hijriah
Berbeda dengan abad sebelumnya, abad ketiga hijriah ini merupakan masa penyaringan dan pemisahan antara sabda Rasulullah dan fatwa Sahabat dan Tabi’in.
Masa penyeleksian ini terjadi pada zaman bani Abbasiyah, yakni pada masa Makmun sampai Al-Muktadir (sekitar tahun 201-300 H). Periode penyeleksian ini terjadi karena pada masa Tadwin belum bisa dipisahkan antara Hadis marfu’, mawquf, dan maqthu’, Hadis yang dha’if dari yang shahih ataupun Hadis yang maudhu’ masih tercanpur dengan yang shahih. Pada saat ini pula mulai dibuat kaidah-kaidah dan syarat-syarat untuk menentukan apakah suatu Hadis itu shahih atau dha’if. Para periwayat Hadis tidak luput dari sasaran penelitian mereka untuk diteliti kejujuran, kekuatan hafalan, dan lain sebagainya. Materi kodifikasi yang dibukukan pada abad ini dipisahkan antara Hadis Nabi, pendapat Sahabat dan Tabi’in, meskipun Hadis-hadis yang dihimpun tidak diterangkan antara yang shahih, hasan, dan dha’if. Mereka hanya menulis dan mengumpulkan Hadis-hadis Nabi lengkap dengan sanadnya, yang kemudian kitab-kitab Hadis hasil karya mereka di sebut dengan istilah musnad.
Banyak kitab-kitab musnad yang ditulis pada penghujung abad kedua dan awal abad tiga hijriyah, di antara kitab-kitab yang ditulis oleh Abu Daud Sulayman Ibn Jarud Al-Thayalisi (w.204 H), Abu Bakr ‘Abd Allah Ibn Zubayr Al- Humaydi (w.219 H), As’ad Ibn Musa Al- Umawi (w.212H), Ubaidillah Ibn Musa Al-Abbasi (w.213 H) Musaddad Al- Bashri (w.228 H) Ahmad Ibn Hanbal (w.241 H/885 M), Ishaq Ibn Rawayh (w.161/238 H) dan Usman ibn Syaibah (w.156/239 H), di antara musnad –musnad itu musnad karya Ibn Hanbal yang terlengkap dan paling luas cakupannya.
Meskipun sudah dilakukan penyeleksian Hadis-hadis yang di susun dalam kitab- kitab musnad, namun masih ditemukan tercampurnya antara Hadis yang shahih, hasan dan dha’if. Oleh karena itu, kemudian bangkitlah ulama-ulama Hadis pada pertengahan abad III hijriah untuk memilih Hadis-hadis yang shahih saja. Aktifitas ini di mulai oleh Ishaq ibn Rawayh yang berusaha memisahkan Hadis-hadis yang shahih dengan yang
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 4
tidak. Kemudian pekerjaan yang mulia ini disempurnakan oleh al-Imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Bukhori (194-256H/810-870M) dengan menyusun kitabnya yang terkenal dengan nama al-jami’al-shahih atau kitab shahih al-bukhori. Kemudian usaha al-bukhori ini diikuti oleh muridnya Muslim ibn al-hajjaj al-Qusyayri (204- 261H/817-875M) dengan kitabnya shahih Muslim. Pada saat yang hampir bersamaan Abu Daud Sulayman ibn al-Asy’ats al-Sijistani (202-275H/819-888M) menyusun kitab sunan Abi Daud. Di lanjutkan oleh Abu Isa Muhammad ibn Isa’ ibn Surah al-Turmudzi (824-892M) dengan karyanya sunan al-Turmudzi, Ahmad ibn Syu’aib al-khurasani al- Nasa’i (215-303H/830-915M) dengan kitabnya sunan al-Nasa’i, kemudian Abdullah ibn Muhammad ibn Yazid ibn Abdillah al-Qazwini yang di kenal dengan Ibn Majah (207- 273H/824-887M) dengan hasil karyanya sunan Ibn Majah. Keenam kitab di atas oleh ulama hadis disebut dengan al-kutub al-sittah, meskipun sebagian ulama ada yang tidak memasukan sunan Ibn Majah ke dalam kelompok kitab enam tersebut karena derajat kitab sunan ini dimulai lebih rendah dari kitab–kitab Hadis yang lima. Menurut mereka kitab pokok yang nomor enam adalah al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Dari sekian banyak kitab di atas yang menempati peringkat utama dan pertama adalah shahih al- Bukhori kemudian shahih Muslim.
Kodifikasi Hadis Abad IV-VII Hijriah
Kalau abad pertama, kedua, dan ketiga, Hadis berturut-turut mengalami masa periwayatan, penulisan, pembukuan, serta penyaringan dari fatwa-fatwa sahabat dan tabi’in, yang sistem pengumpulan Hadisnya didasarkan pada usaha pencarian sendiri untuk menemui sumber secara langsung kemudian menelitinya, maka pada abad keempat dan seterusnya di gunakan metode yang berlainan. Demikian pula ulama yang terlibat pada sebelum abad ke-empat disebut nama ulama mutaqaddimun dan ulama yang terlibat dalam kodifikasi Hadis pada abad ke-empat dan seterusnya di sebut ulama mutaakhirun.
Pembukuan Hadis pada periode ini lebih mengarah pada usaha mengembangkan variasi pen-tadwin-an terhadap kitab-kitab Hadis yang sudah ada. Maka, setelah beberapa tahun dari kemunculan al-kutub al-sittah, al-muwathta’ Imam Malik ibn Anas, dan al-musnad Ahmad ibn Hanbal, para ulama mengalihkan perhatian untuk menyusun
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 4
kitab-kitab yang berbentuk jawami’, takhrij, athraf, syarah, dan mukhtashar, dan menyusun hadis untuk topik-topik tertentu.
Pertama kitab-kitab yang termasuk dalam katagori jawami’ antara lain : al- jamawi’ bayn al-shahihayn oleh Ismail ibn Ahmad yang dikenal dengan sebutan ibn al- Furrat (w.414H) dan Muhammad ibn Abdillah al-Jawzaqa, al-Jami’ (yang mengumpulkan hadis-hadis dalam al-kutub al-sittah) karya Abd al-Haqq ibn Abd al-Rahman al-Syabli yang dikenal dengan ibn al-Khurrath, Mashabib al-sunah (kumpulan hadis beberapa kitab ) ditulis oleh al-Imam Husayn ibn Mas’ud al-Baqhawi (w.516H) yang kemudian diseleksi oleh al-Thabrizi dengan kitabnya Misykah al-Mashabih, dan Muntaqa al- Akhbar (berisi hadis-hadis hukum) di susun oleh ibn Taymiyah, yang kemudian di syarah oleh al-Syawkani dengan kitabnya Nayl al-Awthar.
Kodifikasi Hadis Abad ke-tujuh Hijriah Sampai Sekarang
Kodifikasi hadis yang dilakukan pada abad ke-tujuh dilakukan dengan cara menerbitkan isi kitab-kitab Hadis, penyaringan, dan menyusun kitab-kitab takhrij, membuat kitab-kitab jami’ yang umum, kitab-kitab yang mengumpulkan Hadis-hadis hukum, mentakhrij Hadis-hadis yang terkenal di masyarakat, menyusun kitab athraf, mengumpulkan Hadis-hadis di sertai dengan menerangkan derajatnya, mengumpulkan Hadis-hadis dalam shahih al-Bukhari dan shahih Muslim, mentashhih sejumlah Hadis yang belum ditashih oleh ulama sebelumnya, mengumpulkan Hadis-hadis tertentu sesuai topik, dan mengumpulkan Hadis dalam jumlah tertentu.
Periode ini memang tidak jauh berbeda dengan abad sebelumnya ketika muncul kitab-kitab Hadis yang model penyusunannya hampir sama seperti penyusunan kitab- kitab jami’, kitab-kitab takhrij, athraf, kecuali penulisan dan pembukuan Hadis-hadis yang tidak terdapat dalam kitab Hadis sebelumnya dalam sebuah kitab yang dikenal dengan istilah kitab zawaid.
Kitab-kitab jawami’ umum yang mengumpulkan Hadis-hadis yang terdapat dalam beberapa kitab ke dalam sebuah kitab tertentu antara lain: jami’ al-Musanid wa sunan al-Hadi ila Qawam al-sunan karya al-Hafish Ibn Katsir (w.3774H), dalam kitab ini
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 4
di kumpulkan Hadis-hadis yang sebelas yang disusun oleh al-Hafish al-Suyuti (911H). Kitab ini banyak mengandung hadis-hadis dha’if dan bahkan mawdhu’.
Kemudian diterbitkan oleh Alauddin al-Hindi(975H) dalam kitabnya Kanz al-Ummah fi sunan al-Aqwal wa al-Af’al yang selanjutnya di ringkas dalam kitab Muntakh Abu Kanz al-Ummah.
Kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis hukum antara lain :al-Imam fi Ahadits al-Ahkam karya ibn Daqiq al-Id, Taqrib al-Asanid wa Tartib al-Masanid oleh Zayn al-Din al-Iraqi, dan Bulugh al-Maram min Ahadits al-Ahkam oleh al-Hafizh Ibn Hajar al- Asqalani (w.8532H)
Kitab- kitab athraf yang juga di susun pada periode ini antara lain: Ithraf al- Maharah bi Athraf al-Asyarah oleh Ibn hajar al-Asqalani, Athraf al-Musnad al-Mu’tali bi Athraf al- Musnad al-Hanbali oleh Ibn Hajar al-Asqalani, Athraf al- hadits al- Mukhtarah oleh Ibn hajar al-Asqalani, Athraf sahih ibn Hibban oleh al-Iraq, dan Athraf al- Masanid al-Asyarah oleh Syihab al-Bushiri.
Tidak hanya pada abad keempat, pada abad ketujuh di susun pula kitab jami’
yaitu : al-Jami’ Bayn al-Shahihayn karya Muhammad ibn Ahmad al-Qurthubi, yang dikenal dengan ibn Hujjah(w.642H). Kitab hadis hukum juga disusun pada periode ini yaitu Muntaqa al-Akhbarfi Ahadits al-Ahkam oleh Maj al-Din Abu al-Barakah Abdussalam ibn Abdillah ibn Abi al-Qasim al-Harani (w.652) demikian pula kitab al-Mukhtarah karya Muhammad ibn Abd al-Wahid al-Maqdisi(w.643H)kitab ini mentashhihkan sejumlah hadis yang belum di tashhih oleh ulama sebelumnya. Kitab Riyadh al-Shalihin dan al- Arba’in atau Arba’in al-nawawi, yang sekarang banyak dikaji di pondok–pondok pesantren, disusun pada masa ini oleh al-Nawawi.
Kitab-kitab yang juga ditulis pada periode ini adalah Subul al-salam oleh Muhammad ibn Ismail al-Shan’ani(w.1182H), fath al-Allam karya Shiddiq hasan Khan (w.1307H), al-Jami’ al-Shaghir min Ahadits al-basyir al-Nadzir oleh al-Suyuthi. Al- Suyuthi juga menyusun kitab lubab al-hadits yang kemudian diberi syarah oleh al- Nawawi dengan judul kitabnya Tanqih al-Qawl al-Ahadits.
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 4
Faktor-faktor pendorong kodifikasi hadis
Kodifikasi Hadis pada masa Umar ibn Abd al-Aziz (99-101H), menurut Muhammad al-Zafzaf, di latar belakangi oleh dua faktor , yaitu :
Pertama, para ulama Hadis telah tersebar ke berbagai negeri, dikhawatirkan Hadis akan hilang bersama wafatnya mereka, sementara generasi penerus diperkirakan tidak menaruh perhatian terhadap Hadis.
Kedua, banyak berita yang diada-adakan oleh orang-orang yang suka berbuat bid’ah seperti khawarij, Rafidhah, Syi’ah, dan lain-lain, yang berupa hadis palsu (mawdhu’).
Tidak sedikit Hadis yang mereka buat dapat meluluhlantakkan fondasi-fondasi Islam, sehingga bila tidak di lakukan klasifikasi dan koleksi, dapat berakibat pada kehancuran ajaran Islam pada umumnya.
Fakto-faktor penyebab dilakukannya kodifikasi hadis tersebut dapat di klasifikasikan menjadi dua: Faktor Internal dan Faktor Eksternal.
Internal Faktor pentingnya menjaga autentisitas dan eksistensi Hadis, karena Hadis di samping sebagai sumber agama Islam yang kedua setelah al- Qur’an, juga merupakan panduan bagi umat Islam dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
Semangat untuk menjaga Hadis, sebagai salah satu warisan Nabi yang sangat berharga karena Nabi memang pernah bersabda bahwa beliau meninggalkan dua hal yang jika umat Islam berpegang keduanya mereka tidak akan tersesat selamanya, yaitu al Qur’an dan hadis Nabi.
Semangat keilmuan yang tertanam di kalangan umat Islam saat itu termasuk di dalamnya aktifitas tulis menulis dan periwayatan hadis Rasa bangga dan puas ketika mampu menjaga hadis Nabi dengan menghafal dan kemudian meriwayatkannya
Eksternal Penyebaran Islam dan semakin meluasnya daerah kekuasaan Islam, sehingga banyak periwayat hadis yang tersebar ke berbagai daerah
Bahan Ajar Ilmu Hadis
Pertemuan ke 4
Kemunculan dan meluasnya pemalsuan Hadis yang disebabkan antara lain oleh perbedaan politik dan aliran.
Latihan
1. Jelaskan perkembangan Hadis periode kodifikasi!
2. Jelaskan bagaimana perkembangan masa kodifikasi Hadis pada abad I – VII Hijriyah!
3. Jelaskan faktor-faktor apa yang mempengaruhi adanya kodifikasi Hadis!
Tugas/Lembar Kerja Lengkapilah tabel berikut:
Periode Hadis pada masa kodifikasi
Periode Tokoh Kitab
Abad I Abad II Abad III Abad IV Abad V Abad VI Abad VII