• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pengetahuan Gizi Dengan Pola Ma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Pengetahuan Gizi Dengan Pola Ma"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN P

DENGAN STA

DI SDN SUKA

Disusun

PROGRAM JURUSAN GIZ KEMENTE

N PENGETAHUAN GIZI DAN POLA

N STATUS GIZI ANAK SEKOLAH D

KASENANG KECAMATAN SINGA

TAHUN 2015

Karya Tulis Ilmiah

isusun guna mencapai derajat Ahli Madya Gizi

Disusun Oleh:

LISMAH SAYIDATUL FATIMAH NIM. P2.06.31.1.12.020

AM STUDI DIPLOMA III GIZI TASIKMAL IZI POLITEKNIK KESEHATAN TASIKM TERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDON

2015

OLA MAKAN

H DASAR

GAPARNA

zi

ALAYA IKMALAYA

(2)
(3)
(4)

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI DAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI ANAK SEKOLAH DASAR

DI SDN SUKASENANG KECAMATAN SINGAPARNA TAHUN 2015 Lismah Sayidatul Fatimah1Deris Aprianty2

ABSTRAK

Latar Belakang: Anak sekolah mengalami pertumbuhan secara fisik dan mental diperlukan guna menunjang kehidupannya di masa mendatang,sehingga memerlukan status gizi yang baik. Faktor yang berisiko mempengaruhi status gizi di antaranya, pola makan dan pengetahuan gizi. Berdasarkan data penjaringan anak sekolah yang dilakukan oleh Puskesmas Singaparna pada tahun 2014, prevalensi gizi kurang di SDN Sukasenang mencapai 27,03%.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan gizi, pola makan dan status gizi, serta mengetahui hubungan pengetahuan gizi, pola makan dengan status gizi anak sekolah kelas 4 dan 5.

Metode Penelitian: Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 26 sampai 30 Mei 2015 di SDN Sukasenang Kecamatan Singaparna. Sampel penelitian ini sebanyak 81 orang. Pengolahan data dengan menggunakan Fisher’s Exact Test dengan tingkat kepercayaan 95%. Berdasarkan uji statistik diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dan pola makan dengan status gizi anak kelas 4 dan 5 di SDN Sukasenang (p>0,05).

Simpulan: Status gizi tidak berhubungan dengan pengetahuan gizi dan pola makan. Sebaiknya anak kelas 4 dan 5 meningkatkan konsumsi lauk pauk, sayur dan buah, sehingga lebih beragam. Kata Kunci: Status Gizi, Pengetahuan Gizi, Pola Makan.

(5)

v

RELATED KNOWLEDGE AND NUTRITION DIET NUTRITIONAL STATUS OF CHILDREN WITH PRIMARY

IN SDN SUKASENANG SUBDISTRICT SINGAPARNA 2015

Lismah Sayidatul Fatimah1Deris Aprianty2

ABSTRACT

Background: Student experience physical and mental growth necessary to support life in the

future, so it requires a good nutritional status. Risk factors affecting the nutritional status are dietary pattern and nutrition knowledge. Based on data screening student conducted by Singaparna Health Center in 2014, the prevalence of malnutrition in SDN Sukasenang reached 27.03% .

Objective: This study was to describe the nutritional knowledge, dietary pattern and nutritional

status, as well as determine the relationship of nutrition knowledge, dietary pattern and nutritional status of school children grades 4 and 5.

Methods: The study design used in this study is an observational analytic with cross sectional

approach. The research was conducted on May 26 to May 30, 2015 in SDN Sukasenang subdistrict Singaparna. The study sample as many as 81 people. Analysing of data by using

Fisher’s Exact Testwith 95% confidence level.

Results: The result shows that nutrition knowledge of children grade 4 and 5 in SDN Sukasenang

are good about 70 persons (85,4%) and 12 persons (14,6) have a awake nutrition knowledge. The result of dietary pattern shows 2 persons (2,4%) that has a good dietary pattern and 79 persons (97,6%)aren’t. Between 81 respondent, 56 persons (67,3%) have a normal nutritional status, a

person (1,2%) is lean and there are 3 persons obesity. Based on statistical test showed that there was no significant relationship between nutrition knowledge and dietary pattern with nutritional status of student grades 4 and 5 (p> 0.05).

Conclusion: Nutritional status is not related to knowledge of nutrition and dietary pattern. The

children grade 4 and 5 should increase to consume the meals, vegetables and fruits, so it will be diverse.

Keywords: Nutritional Status, Knowledge of Nutrition, Dietary Pattern .

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis limpahkan kehadirat Allah SWT, karena atas

pertolonganNya, penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada

waktu yang telah direncanakan sebelumnya.Tidak lupa shalawat serta salam

Penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat,

semoga selalu dapat menuntun Penulis pada ruang dan waktu yang lain.

Karya tulis ilmiah ini disusun untuk melaksanakan tugas penelitian yang

berjudul, ”Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Makan dengan Status Gizi Anak

Sekolah Dasar di SDN Sukasenang Kecamatan SingaparnaTahun 2015”.

Untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini adalah suatu hal yang mustahil

apabila penulis tidak mendapatkan bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Ibu Hj. Betty Suprapti, S. Kp, M. Kes, selaku direktur POLTEKKES

KEMENKES TASIKMALAYA

2. Ibu Deris Aprianty, S. KM, M. PH, selaku Ketua Jurusan Gizi

POLTEKKES KEMENKES TASIKMALAYA , Ketua Penguji dan dosen

pembimbing.

3. Bapak H. R. Agus Bachtiar, S. P, M. Kes, selaku Penguji I, yang telah

memberikan kritik dan saran membangun bagi perbaikan karya tulis ilmiah

ini

(7)

vii

5. Bapak, Ibu dosen dan staf jurusan Gizi POLTEKKES KEMENKES

TASIKMALAYA

6. Orang tua dan adik tercinta, yang telah memberikan dorongan moril

maupun materil, dan sebagai semangat untuk membuka semangat baru

7. Kepala Sekolah, guru dan staf pengajar di SDN Sukasenang Kecamatan

Singaparna

8. Cincin Retnasari, Dini Mardya Utami, Fadhillah Choerunnisa, Hayatun

Toyibah, Ida Rubiah Adawiyah, Kani Hardiani, Lina Rosdiana, Resti

Widiawati, Revy Rahayu dan Tiarawati Oktaviani, selaku enumerator

yang membatu dalam penelitian ini.

9. Rekan – rekan angkatan 2012 jurusan gizi POLTEKKES KEMENKES

TASIKMALAYA

10. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung hingga terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.

Penulis berharap semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak dan bila

terdapat kekurangan dalam pembuatan karya tulis ini penulis mohon maaf, karena

penulis menyadari karya tulis ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh

karena itu, kritik dan saran membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan

karya tulis ini di masa yang akan datang.

Tasikmalaya, Juni 2015

(8)

DAFTAR ISI A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan ... 3

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ... 16

3. Pengetahuan Gizi ... 20

4. Pola Makan ... 23

5.

Food Freuency Questionare ... 30

6.

Gizi Anak Sekolah ... 31

B. Kerangka Teori... 35

C. Kerangka Konsep ... 36

(9)

ix

B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 37

1. Populasi ... 37

2. Sampel... 37

D. Variabel Penelitian ... 38

1. Variabel Dependen... 38

2. Variabel Independen ... 38

E. Definisi Operasional... 39

F. Teknik Pengumpulan Data... 41

G. Instrumen Penelitian... 42

H. Pengolahan dan Analisis Data... 42

I. Jalannya Penelitian... 43

J. Keterbatasan Penelitian ... 45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. GambaranUmumSekolah ... 48

1. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi ... 56

2. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi... 59

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 62

B. Saran... 62

1. Bagi Siswa... 62

2. Bagi Sekolah ... 63

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 63

(10)

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman

1. Klasisfikasi dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks .... 8 2. Susunan Makanan Rata-rata Sehari Anak Usia 1-12 tahun ... 30 3. Angka Kecukupan Gizi Anak Sekolah Usia 7-9 tahun dan

10-12 tahun ... 32 4. Instrumen Peneitian ... 42 5. Distribusi Frekuensi Jumlah Pendidik dan Tenaga Kependidikan

SDN Sukasenang Tahun 2015 Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49 6. Distribusi Frekuensi Anak Sekolah Dasar Kelas 4 dan 5 SDN

Sukasenang Tahun 2015 Berdasarkan Jenis Kelamin ... 49 7. Distribusi Frekuensi Anak Sekolah Dasar Kelas 4 dan 5 SDN

Sukasenang Tahun 2015 Berdasarkan Kelas ... 50 8. Distribusi Frekuensi Umur Anak Sekolah Dasar Kelas 4 dan 5 SDN

Sukasenang Tahun 2015 ... 51 9. Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Sekolah Dasar Kelas 4 dan 5

SDN Sukasenang Tahun 2015 ... 52 10. Distribusi Frekuensi Pegetahuan Gizi Anak Sekolah Dasar

Kelas 4 dan 5 SDN Sukasenang Tahun 2015 ... 52 11. Distribusi Frekuensi Pola Makan Anak Sekolah Dasar Kelas 4 dan 5

SDN Sukasenang Tahun 2015 ... 53 12. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar

Kelas 4 dan 5 SDN Sukasenang Tahun 2015... 54 13. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Sekolah Dasar

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman

1. Kerangka Teori Status Gizi ... 35

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

1. Jadwal Penelitian 2. Instrumen Penelitian 3. Surat Bukti Uji Validitas

4. Surat Izin Penelitian dari Kesbanglinmas

5. Surat Izin Penelitian dari UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Singaparna 6. Surat Bukti Melaksanakan Penelitian

7. Hasil Uji Statistik 8. Master Data

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kualitas hidup anak dapat dilihat kesehatannya melalui keadaan status gizi

yang baik dan merupakan salah satu indikator pembangunan (Yudesti dan

Prayitno, 2013). Anak sekolah dasar (SD) yang berusia 7-13 tahun merupakan

masa-masa pertumbuhan pesat kedua setelah masa balita, sehingga penting untuk

memperhatikan konsumsi makanannya. (Istiany dan Rusilanti, 2013).

Status gizi anak merupakan satu dari delapan tujuan yang akan dicapai

dalam Millenium Development Goals (MDGs) 2015 yang diadopsi dari PBB

Tahun 2000 (Todaro, 2005 dalam Yudesti dan Prayitno, 2013). Kurang gizi kronis

berhubungan erat dengan pencapaian akademik murid sekolah yang semakin

rendah. Anak-anak yang kurang gizi lebih banyak yang terlambat masuk sekolah,

lebih sering absen dan tidak naik. (Khomsan, 2012).

Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi status gizi

indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) usia 5-12 tahun di Indonesia yang

kurus dan sangat kurus mencapai 11,2%. Provinsi Jawa Barat prevalensi status

gizi gizi indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) usia 5-12 tahun yang kurus

dan sangat kurus mencapai 9,1%. Adapun berdasarkan pendidikan, yang status

gizinya kurus paling banyak berada pada pendidikan SD/MI yaitu 7,9%.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi menurut

UNICEF (1990), yaitu konsumsi makanan, status infeksi, ketersediaan dan pola

konsumsi rumah tangga, pola asuh, kebersihan dan sanitasi serta pelayanan

(14)

kekurangan gizi disebabkan oleh kurangnya konsumsi gizi yang seimbang dalam

makanannya sehari-hari dan sebagai akibat dari kurang gizi pada masa balita serta

tidak adanya pencapaian perbaikan pertumbuhan yang sempurna pada masa

berikutnya. Kondisi gizi yang tidak seimbang, baik kekurangan atau kelebihan

gizi akan memengaruhi tumbuh kembang anak dan pengembangan potensinya

(Siagian dkk, 2012). Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk pertumbuhan dan

perkembangan, energi, berpikir, beraktivitas fisik, dan daya tahan tubuh.

Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar dari pada

golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan relatif cepat, terutama

penambahan tinggi badan (Devi, N, 2012 dalam Siagian dkk, 2012). Anak usia

sekolah mempunyai kebiasaan makan makanan jajanan yang dapat

mengakibatkan nafsu makan anak berkurang dan jika berlangsung lama akan

berpengaruh pada status gizi (Susanto, 2003 dalam Purtiantini, 2010).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya yang

bersumber dari laporan penjaringan Puskesmas tahun 2013, jumlah anak sekolah

dasar yang memiliki status gizi kurang di kabupaten Tasikmalaya ada 1,74%,

yang tersebar di SDN, SD swasta, MI negeri dan MI swasta. Angka prevalensi

gizi kurang yang paling banyak disumbangkan oleh SDN yaitu, 81,6%.

SDN Sukasenang merupakan salah satu sekolah dasar negeri yang berada

di kecamatan Singaparna. Sekolah ini merupakan salah satu sekolah dasar yang

siswanya memiliki prestasi akademik yang baik. Namun, berdasarkan data

penjaringan anak sekolah yang dilakukan oleh Puskesmas Singaparna pada tahun

(15)

3

tertinggi di kecamatan Singaparna, yaitu mencapai 27, 03% (Laporan Puskesmas

Singaparna, 2014).

Upaya peningkatan status gizi untuk pembangunan sumber daya manusia

yang berkualitas pada hakikatnya harus dimulai sedini mungkin, salah satunya

anak usia sekolah. Anak sekolah dasar merupakan sasaran strategis dalam

perbaikan gizi masyarakat (Calderón, 2002; Choi et al., 2008 dalam Pahlevi,

2012).

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti

”Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Makan dengan Status Gizi Anak Sekolah

Dasar di SDNSukasenang Kecamatan Singaparna Tahun 2015”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang dapat diambil

yaitu, apakah ada hubungan pengetahuan gizi dan pola makan dengan status gizi

anak sekolah dasar di SDN Sukasenang Kecamatan Singaparna Tahun 2015?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penulisan karya tulis ini untuk mengetahui hubungan

pengetahuan gizi dan pola makan dengan status gizi anak sekolah dasar di

SDN Sukasenang Kecamatan Singaparna Tahun 2015

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran pengetahuan gizi pada anak sekolah dasar di

SDN Sukasenang Kecamatan Singaparna Tahun 2015

b. Mengetahui gambaran pola makan pada anak sekolah dasar di SDN

(16)

c. Mengetahui gambaran status gizi pada anak sekolah dasar di SDN

Sukasenang Kecamatan Singaparna Tahun 2015

d. Mengetahui hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi pada

anak sekolah dasar di SDN Sukasenang Kecamatan Singaparna

Tahun 2015

e. Mengetahui hubungan pola makan dengan status gizi pada anak

sekolah dasar di SDN Sukasenang Kecamatan Singaparna Tahun

2015

D. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini, meliputi gizi masyarakat. Adapun beberapa

referensi yang digunakan sebagai acuan dalam pembuatannya yaitu:

1. Yudesti dan Prayitno, (2012) dengan judul ”Perbedaan Status Gizi Anak

SD Kelas IV Dan V Di SD Unggulan (06 Pagi Makasar) Dan SD Non

Unggulan (09 Pagi Pinang Ranti) Kecamatan Makasar Jakarta Timur

Tahun 2012”. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada desain yang

digunakan yaitu, analitik observasional dengan pendekatan cross sectional

pada siswa sekolah dasar dengan pengukuran status gizi menggunakan

indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U). Adapun perbedaan antara

penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada teknik

pengambilan sampel, jenis data dan uji statistik yang digunakan.

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel dengan cara multi

stage random sampling, jenis data yang dikumpulkan merupakan data

numerik dan kategorik dan uji yang digunakan yaitu uji T-test, sedangkan

(17)

5

dengan cara systematic random sampling, jenis data yang dikumpulkan

merupakan data kategorik dan uji statistik ang digunakan yaitu, Fisher’s

Exact Test.

2. Pahlevi, (2012) dengan judul ” Determinan Status Gizi Anak Sekolah

Dasar”. Persamaan dengan penelitian ini terletak pada desain yang

digunakan yaitu, analitik observasional dengan pendekatan cross sectional

pada siswa sekolah dasar. Adapun perbedaan antara penelitian ini dengan

penelitian yang dilakukan terletak pada teknik pengambilan sampel, jenis

data dan uji statistik yang digunakan. Penelitian ini menggunakan teknik

pengambilan sampel dengan cara purposive sampling, data status gizi yang

dikumpulkan menggunakan indeks antropometri berat badan menurut

umur (BB/U), dan uji yang digunakan mernggunakan uji Chi Square,

sedangkan penelitian yang dilakukan menggunakan teknik pengambilan

sampel dengan cara systematic random sampling, data status gizi yang

dikumpulkan menggunakan indeks antropometri indeks massa tubuh

menurut umur (IMT/U) dan uji statistik ang digunakan yaitu, Fisher’s

Exact Test.

E. Manfaat

1. Bagi responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan

kepada responden akan pentingnya pengetahuan gizi dan penerapan pola

(18)

2. Bagi sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

para pendidik khususnya pada para guru untuk memberikan pemahaman

mengenai gizi dan pola makan yang baik bagi siswat erutama dalam masa

pertumbuhan dan perkembangan.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai

masukan dan bahan perbandingan serta dijadikan dasar pemikiran dalam

penelitian selanjutnya.

4. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan

sebagai pengalaman dalam merealisasikan teori yang telah didapat

dibangku kuliah, khususnya mengenai hubungan pengetahuan gizi dan

(19)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Status Gizi

Status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam

bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk

variabel tertentu. Sedangkan keadaan gizi adalah keadaan akibat dari

keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan

penggunaan zat gizi tertentu, atau keadaan fisiologik akibat dari

tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa dkk, 2012).

Status gizi yang dinilai pada responden anak usia sekolah dalam

penelitian ini adalah status gizi antropometri dengan indikator indeks

massa tubuh menurut umur (IMT/U). Penilaian ini dipilih karena

dianggap paling mewakili status gizi anak usia sekolah usia 5-18 tahun

dengan menggunakan metode dengan indikator indeks massa tubuh

menurut umur (IMT/U) (Z-Score) dengan memperhatikan jenis kelamin

(WHO, 2007 dalam Agyatmi, 2012).

Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status

gizi adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut

umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Pada

tahun 1978, WHO lebih menganjurkan penggunaan BB/TB, karena

menghilangkan faktor umur yang menurut pengalaman sulit didapat

(20)

akut waktu sekarang, walaupun tidak dapat menggambarkan keadaan

gizi masa lampau (Supariasa dkk, 2012).

Dari berbagai jenis indeks, untuk menginterpretasikannya

diperlukan ambang batas. Kategori dan ambang batas status gizi anak

berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB sebagai berikut.

Tabel 1. Klasifikasi dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks

Sumber : Kemenkes, (2010)

Berdasarkan baku Harvard, status gizi dapat dibagi menjadi empat,

Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas (z-Score)

PB/U atau TB/U Anak Umur 0-60 Bulan

Sangat Pendek <- 3 SD Pendek -3 SD s.d. <-2 SD

Normal -2 SD s.d. 2 SD

Tinggi >2 SD

BB/PB atau BB/TB Anak Umur 0-60 Bulan

Sangat Kurus <- 3 SD Kurus -3 SD s.d. <-2 SD

Normal -2 SD s.d. 2 SD

Gemuk >2 SD

IMT/U Anak Umur 0-60 Bulan

Sangat Kurus <- 3 SD Kurus -3 SD s.d. <-2 SD

Normal -2 SD s.d. 2 SD

Gemuk >2 SD

IMT/U Anak Usia 6-18 Tahun

Sangat Kurus <- 3 SD Kurus -3 SD s.d. <-2 SD

Normal -2 SD s.d. 1 SD

Gemuk 1 SD s.d. 2 SD

(21)

9

a. Gizi lebih untuk overweight, termasuk kegemukan dan

obesitas

b. Gizi baik untuk well nourished

c. Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan

moderate PCM (Protein Calori Malnutrition)

d. Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus,

marasmik-kwashiorkor dan kwashiorkor

Penyakit kurang gizi atau atau gizi kurang merupakan penyakit

tidak menular yang terjadi pada sekelompok masyarakat di suatu

tempat. Umumnya penyakit kekurangan gizi merupakan masalah

kesehatan masyarakat yang menyangkut multidisiplin dan harus selalu

dikontrol, terutama masyarakat yang tinggal di negara-negara yang baru

berkembang (FK UI, 2008).

Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang

tumbuh merupakan masalah serius. Kondisi ini mencerminkan

kebiasaan makan yang buruk (Arisman, 2004). Anak-anak yang

menderita gizi kurang berpenampilan lebih pendek dengan bobot badan

lebih rendah dibandingkan rekan-rekan sebayanya yang sehat dan

bergizi baik. Laju pertambahan bobot akan lebih banyak terpengaruh

pada kondisi kurang gizi dibandingkan tinggi badan, sehingga

penurunan bobot badan paling sering digunakan untuk menapis

anak-anak yang mengalami gizi kurang (Khomsan, 2003).

Anak-anak yang mengalami kegagalan pertumbuhan (berat badan

(22)

oleh kekurangan gizi atau sakit. Anak-anak tersebut mengalami

kekurangan gizi karena kurangnya makanan di tingkat rumah tangga,

cara pemberian makanan yang kurang baik, anak tidak mau makan atau

faktor psikososial lainnya (Khomsan, 2003).

Menurut WHO (2007) dalam Yudesti dan Prayitno (2012),

indikator status gizi yang digunakan harus peka terhadap perubahan

status gizi penduduk pada suatu saat tertentu dan masa yang akan

datang. Peka dalam arti bahwa suatu perubahan yang kecil pada status

gizi masih dapat ditunjukkan dengan nyata oleh indikator tersebut,

sehingga dapat menjadi penentu perlu tidaknya dilakukan suatu

program intervensi gizi. Pertumbuhan fisik anak yang bercirikan

pertambahan besar ukuran-ukuran antropometri merupakan indeks yang

paling peka untuk menilai status gizi dan kesehatan (Jahari, 2007 dalam

Yudesti dan Prayitno, 2012).

Menurut Supariasa dkk, (2012) penilaian status gizi dapat

dilakukan baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

a. Penilaian status gizi secara langsung

1) Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos

artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah

ukuran dari tubuh. Pengertian antropometri dari sudut pandang gizi

adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi

tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai umur dan tingkat gizi.

(23)

11

yang mempengaruhi pertumbuhan adalah gizi. Jadi untuk

mengukur status gizi seseorang dapat digunakan antropometri

(Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa

parameter. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari satu

pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang

dihubungkan dengan umur dan tingkat gizi. Salah satu contoh dari

indeks antropometri adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang

disebut dengan Body Mass Index (BMI) (Supariasa dkk, 2012).

IMT hanya dapat digunakan untuk orang dewasa yang berumur

5-18 tahun. Ada pun untuk anak sekolah dasar, parameter yang cocok

digunakan adalah umur, berat badan dan tinggi badan (Adriani dan

Wirjatmadi, 2012). Beberapa parameter antropometri yang

digunakan dalam penentuan status gizi anak sekolah antara lain:

a) Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi.

Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan interpretasi

status gizi yang salah. Namun, penentuan umur kadang dapat

menjadi masalah yang mengganjal, terutama di masyarakat

pedesaan, karena banyak yang tidak punyaakta kelahiran anak

atau surat keluarga (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Untuk

melengkapi data umur, dapat dilakukan dengan:

(1)Meminta surat kelahiran atau kartu keluarga

(24)

(3)Berdasarkan daya ingat orang tua pada kejadian-kejadian

penting

(4)Membandingkan dengan anak tetangga atau kerabat.

b) Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh yang

paling sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari

beberapa zat gizi seperti protein, lemak, air dan mineral. Untuk

mengukur Indeks Massa Tubuh, berat badan dihubungkan dengan

tinggi badan (Gibson, 2005 dalam Yudesti dan Prayitno, 2012).

c) Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan dapat

merefleksikan pertumbuhan skeletal (tulang) (Hartriyanti dan Triyanti,

2007 dalam Yudesti dan Prayitno, 2012). Selain itu, tinggi badan

merupakan antropometri dapat menggambarkan keadaan lalu dan

sekarang. Pengukuran tinggi badan anak sekolah menggunakan alat

pengukur tinggi mikrotoa dengan ketelitian 0,1 cm. Cara

pengukurannya yaitu dengan menempelkan mikrotoa pada dinding

yang lurus datar setinggi 2 meter. Anak yang akan diukur tingginya

harus berdiri tegak dengan kaki lurus, tumit, pantat, punggung dan

bagian kepala belakang harus menempel pada dinding. Kemudian

mikrotoa diturunkan sampai rapat pada kepala bagian atas anak, lalu

baca angka pada skala yang tampak pada gulungan mikrotoa. Angka

tersebut menunjukkan tinggi anak yang diukur (Adriani dan

(25)

1

Beberapa indeks antropometri yang digunakan dalam menentukan

status gizi anak sekolah antara lain:

(1) Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Indeks berat badan menurut umur pada anak usia 6 bulan sampai

7 tahun dapat menggambarkan malnutrisi akut, yaitu keadaan

malnutrisi pada saat ini (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

(2) Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Indeks ini untuk menggambarkan apakah anak sekolah pernah

mengalami malnutrisi atau tidak di masa lampau.

(3) Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Indeks ini untuk menggambarkan status gizi (malnutrisi) yang

baru saja terjadi (1, 2 atau 3 bulan yang lalu) pada anak sekolah.

Ambang batas yang digunakan dalam antropometri anak sekolah

menurut Adriani dan Wirjatmadi (2012) adalah:

(1) Mean dan SD (Standar Deviasi)

Mean adalah nilai rata-rata ukuran anak yang dianggap normal,

dengan ini anak dapat ditentukan posisinya, yaitu, mean ± 1 SD

mencakup 66,6%, mean ± 2 SD mencakup 95% dan mean ± 3 SD

mencakup 97,7%.

(2) Persentil

Besarnya persentil menunjukkan posisi suatu hasil pengukuran

dalam urutan yang khas, yaitu dari yang terkecil sampai terbesar,

dari 100 hasil pengukuran (100%). Persentil ke-10 berarti bahwa

(26)

tersebut berada pada posisi ke-10 dari bawah di mana embilan anak

kecil darinya dan 90 anak lebih besar darinya.

2) Klinis

Merupakan metode yang didasarkan atas

perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan

ketidakcupupan zat gizi. Hal ini dapat terlihat dari jaringan

epitel atau organ-organ dekat permukaan tubuh.

3) Biokimia

Merupakan penilaian status gizi dengan melakukan

pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris pada

berbagai macam jaringan tubuh untuk menentukan kekurangan

gizi yang spesifik.

4) Biofisik

Metode penilaian status gizi dengan melihat kemampuan

fungsi tubuh dan melihat perubahan struktur jaringan, dan

biasanya digunakan dalam situasi tertentu, seperti kejadian buta

senja.

b. Penilaian status gizi secara tidak langsung

1) Survei Konsumsi Makanan

Merupakan metode pengumpulan status gizi secara tidak langsung

dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

Metode pengukuran konsumsi makanan yang paling sering

(27)

1

a) Food Frequency

Merupakan metode pengukuran konsumsi makanan untuk

memperoleh data tentang frekuensi, jumlah bahan makanan atau

makanan jadi selama proses tertentu, seperti hari, minggu, bulan

atau tahun.

b) Recall 24 jam

Merupakan metode pengukuran konsumsi makanan dengan

mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi

dalam periode 24 jam yang lalu.

2) Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan cara menganalisis data berbagai

statistik, seperti statistik kematian, berdasarkan umur, angka

morbiditas dan mortalitas.

3) Faktor Ekologi

Faktor ekologi merupakan faktor lingkungan yang

mempengaruhi malnutrisi pada masyarakat, keadaan ekologi

seperti iklim, tanah, irigasi dan sebagainya.

Pada keadaan status gizi kurang maupun status gizi lebih terjadi

gangguan gizi. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau

faktor sekunder. Faktor primer adalah bila susunan makanan

seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan

oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi

pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah

(28)

yebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel tubuh setelah makanan

dikonsumsi (Almatsier, 2010)

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

Menurut UNICEF (1990) dalam Bappenas (2011), faktor-faktor

yang mempengaruhi status gizi terbagi menjadi dua, yaitu faktor

langsung dan faktor tidak langsung. Ada pun faktor langsung yang

mempengaruhi status gizi secara langsung yaitu faktor makanan dan

penyakit infeksi. Sedangkan, untuk faktor yang tidak langsung,

dipengaruhi oleh sanitasi dan higiene, ketersediaan pangan, pola asuh

dan pelayanan kesehatan. Selain itu, pola asuh, sanitasi higiene dan

pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, akses

informasi dan pendapatan keluarga.

a. Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi

zat gizi yang memenuhi syarat makanan beragam, bergizi seimbang, dan

aman. Pada tingkat makro, konsumsi makanan individu dan keluarga

dipengaruhi oleh ketersediaan pangan yang ditunjukkan oleh tingkat

produksi dan distribusi pangan. Ketersediaan pangan beragam sepanjang

waktu dalam jumlah yang cukup dan harga terjangkau oleh semua rumah

tangga sangat menentukan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan

tingkat konsumsi makanan keluarga (Bappenas, 2011).

Menurut Supariasa, dkk (2002), tingkat konsumsi energi itu

berpengaruh secara langsung pada status gizi. Energi itu diperoleh dari

(29)

17 metabolisme, utilisasi bahan makanan dan aktivitas. Kebutuhan energi

disuplai terutama oleh karbohidrat dan lemak, sedangkan protein untuk

menyediakan asam amino bagi sintesis protein sel dan hormon maupun

enzim untuk mengukur metabolisme. Dari hasil penelitian Pahlevi

(2012), diperoleh hasil bahwa konsumsi protein berpengaruh terhadap

status gizi anak. Anak membutuhkan protein yang cukup tinggi untuk

menunjang proses pertumbuhannya. Penyediaan pangan yang

mengandung protein sangat penting, meskipun pertumbuhan masa

kanak-kanak berlangsung lebih lambat daripada pertumbuhan bayi, tetapi

kegiatan fisiknya meningkat.

b. Penyakit Infeksi

Dampak penyakit pada anak-anak sama dengan dampak

kekurangan gizi. Secara umum, adanya penyakit menyebabkan

berkurangnya asupan pangan karena selera makan menurun. Scrimshaw

dkk (1959) dalam Supariasa dkk (2002) menyatakan, bahwa ada

hubungan yang erat antara penyakit infeksi dengan kejadian malnutrisi.

Terjadi interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan kejadian infeksi,

infeksi akan mempengaruhi status gizi. Secara patologis mekanismenya

adalah penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan,

menurunnya absorbsi, dan kebiasaan mengurangi makanan saat sakit,

peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat penyakit diare, mual

atau muntah akibat perdarahan yang terus-menerus, meningkatnya

(30)

Data tentang laporan prevalensi diare and tifus nonspesifik di

antara anak usia sekolah di Indonesia menunjukkan bahwa proporsi

anak-anak yang terkena penyakit ini di setiap provinsi berkisar antara 2 sampai

20 persen untuk diare dan antara kurang dari 1 persen sampai sedikit

lebih dari 3 persen untuk tifus. Rata–rata angka ISPA pada anak usia

sekolah pada umumnya cukup tinggi; 20 persen atau lebih di semua

provinsi dan 30 persen atau lebih di hampir setengah dari jumlah

provinsi. Malaria telah diidentifikasikan sebagai penyebab utama

ketidakhadiran di sekolah dan prestasi belajar yang rendah. Infeksi

cacing telah dikenal dan dicatat memiliki angka tertinggi pada anak usia

sekolah di negara–negara yang tidak dapat mengontrol infeksi tersebut

karena buruknya sistem air dan sanitasi. Infeksi cacing berperan penting

dalam status gizi dan kesehatan anak usia sekolah dan berkontribusi

terhadap angka ketidakhadiran. Hal ini kemudian dapat mengurangi

kapasitas belajar yang menyebabkan menurunnya prestasi belajar (Rosso

dan Arlianti, 2010).

c. Ketersediaan dan Pola Konsumsi

Makan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia.

Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara

pengolahannya. Pola makan mempengaruhi penyusunan menu. Seorang

anak dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk

dari kebiasaan dalam masyarakatnya (Purwani dan Maryam, 2013).

Ketersediaan pangan didefinisikan sebagai rata-rata konsumsi

(31)

19 diperoleh dari konsumsi bahan makanan keluarga tiap harinya baik dalam

rumah maupun diluar rumah tanpa memperhitungkan makanan yang

terbuang, sisa ataupun yang diberikan kepada binatang peliharaan yang

diperoleh dengan wawancara dengan metode pendaftaran makanan

menggunakan kuesioner terstuktur yang memuat daftar makanan utama

(Priswanti, 2004).

Pendapatan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan pangan

dalam keluarga, yang akan mempengaruhi konsumsi zat gizi, dan

akhirnya akan mempengaruhi status gizi (Sudaryati, dkk, 2014).

Keluarga dengan pendapatan yang rendah lebih banyak menderita gizi

kurang dibandingkan dengan keluarga yang memiliki pendapatan yang

cukup maupun tinggi (Supariasa dkk, 2012).

Berdasarkan kutipan Apriadji (2010) pada Departemen Gizi dan

Kesehatan Masyarakat (2010) dalam Palupi (2014), pendapatan keluarga

akan mempengaruhi daya beli keluarga sehingga akan berpengaruh

terhadap status kesehatan. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan

makanan antara lain tergantung pada besar kecilnya pendapatan keluarga,

harga bahan makanan itu sendiri, serta tingkat pengelolaan sumber daya

lahan dan pekarangan. Keluarga dengan pendapatan terbatas

kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi kebutuhan

makanannya sesuai dengan zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh.

d. Kebersihan dan Sanitasi

Masalah gizi pada bayi dan anak balita di Indonesia disebabkan

(32)

dan Fuada, 2011).. Anak-anak, terutama anak perempuan, dapat lebih

memilih untuk tidak pergi sekolah daripada harus menggunakan fasilitas

yang buruk. Ketika sebuah sekolah kekurangan akses ketersediaan air

dan fasilitas sanitasi, sementara siswa tidak memiliki kebiasaan

kebersihan diri yang baik, munculnya penyakit yang serius di masa

kanak-kanak akan semakin meningkat dan akan mempengaruhi

partisipasi siswa dan kapasitas belajar mereka (Rosso dan Arlianti, 2010).

3. Pengetahuan Gizi

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaaan manusia, atau

hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya

(mata, hidung, telingan dan sebagainya), dengan sendirinya, pada waktu

penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari indera penglihatan dan

pendengaran. Pengetahuan seseorang terhadap objek memiliki intensitas

yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010).

Secara garis besar, Notoatmodjo (2010) membagi pengetahuan ke

dalam enam tingkatan, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartika sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau

mengukur seseorang itu tahu sesuatu dapat menggunakan

pertanyaa-pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak mengalami kurang gizi,

(33)

21 b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan apabila seseorang telah memahami objek

yang dimaksud, dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip

yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, orang yang

telah memahami metodelogi penelitian, ia akan membuat proposal

penelilitian dimana saja, dan seterusnya.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang

diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada

tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat

membedakkan, megelompokkan membuat diagram (bagan) terhadap

pengetahuan atas objek tersebut.

e. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjukkkan kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkkan dalam satu hubungan yang logis dari

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu

(34)

yang telah ada. Misalnya dapat meringkas atau merangkum kata-kata

dengan kalimat sendiri dari apa yang dibaca atau didengar, dapat

membuat kesimpulan.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

Penilaian ini denga sendirinya didasarkan atas suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Misal, aeorang kader dapat menilai atau menentukan seorang anak

kurang gizi atau tidak, dan sebagainya.

Pengetahuan gizi anak sangat berpengaruh terhadap pemilihan

makanan jajanan. Pengetahuan anak dapat diperoleh baik secara

internal maupun eksternal. Pengetahuan secara internal yaitu

pengetahuan yang berasal dari dirinya sendiri berdasarkan pengalaman

hidup. Pengetahuan secara eksternal yaitu pengetahuan yang berasal

dari orang lain sehingga pengetahuan anak tentang gizi bertambah

(Solihin, 2005 dalam Purtiantini 2010).

Menurut Sukanto (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat pengetahuan, antara lain :

a. Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan

(35)

23 b. Informasi

Seseorang yang mempunyai sumber informasi yang lebih

banyak akan mempunyai pengetahuan lebih luas.

c. Budaya

Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi

kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.

d. Pengalaman

Sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah

pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal.

e. Sosial Ekonomi

Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan

hidup. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi akan menambah tingkat

pengetahuan.

Ada pun cara pengukuran pengetahuan menurut (Baliwati dkk,

2006), terdiri dari:

1) Baik : > 80% jawaban benar

2) Cukup : 60-80% jawaban benar

3) Kurang : <60% jawaban benar

4. Pola Makan

a. Pengertian

Pengertian pola makan dalam Sulistyoningsih (2011) terdiri dari

beberapa pendapat, yaitu:

1) Buletin Gizi (1988), pola makan didefinisikan sebagai karakteristik

(36)

kebutuhannya akan makanan, sehingga kebutuhan fisiologis, sosial

dan emosionalnya dapat terpenuhi.

2) Sri Kajati (1985), pola makan adalah berbagai informasi yang

memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan

makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan

ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.

3) Sri Handajani (1996), pola makan adalah tingkah laku manusia atau

sekelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan akan makan

yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan.

4) Suhardjo (1989), pola makan diartikan sebagai cara seseorang atau

sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengonsumsiny

asebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh fisiologis, psikologis,

budaya dan sosial.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dismpulkan bahwa pola

makan adalah gambaran mengenai kebiasaan makanan yang

dikonsumsi seseorang atau suatu kelompok meliputi sikap,

kepercayaan dan pemilihan makanan sebagai bentuk pemenuhan

kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosial budaya.

Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energi,

sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat

gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan pemiliharaan tubuh serta

perkembangan otak dan produktifitas kerja, serta dimakan dalam

jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola makan

(37)

25 mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal (Almatsier,

dkk, 2011).

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan

Menurut Sulistyoningsih (2011), pola makan dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu faktor ekonomi, sosial budaya, agama,

pendidikan, dan lingkungan.

1) Faktor ekonomi

Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi

konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga.

Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang untuk

membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik,

sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan menurunnya

daya beli pangan baik secara kualitas maupun secara kuantitas.

Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi

yang cukup akan menyebabkan seseorang menjadi sangat

konsumtif dalam pola makannya sehari-hari, sehingga pemilihan

bahan makanan lebih didasarkan pada selera dibanding aspek gizi.

2) Faktor sosial budaya

Pantangan dalam mengonsumsi jenis makanan tertentu dapat

dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang

didasari oleh kebudayaaan umumnya mengandung perlambang atau

nasihat yang dianggap baik atau pun tidak baik yang lambat laun

(38)

cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan

mengolah pangan yang akan dikonsumsi.

Kebudayaan juga menentukan kapan seseorang boleh dan

tidak boleh mengonsumsi makanan yang dikenal dengan tabu

makanan, meskipun tidak semua tabu makanan masuk akal dan

baik dari segi kesehatan. Tidak sedikit hal yang dilarang dalam

suatu kebudayaan merupakan hal yang baik dalam dunia kesehatan.

3) Agama

Pantangan yang didasari agama, khususnya agama Islam

disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya dosa.

Adanya pantangan terhadap makanan/ minuman tertentu dari sisi

agama dikarenakan makanan/minuman tersebut membahayakan

jasmani dan rohani bagi yang mengonsumsinya. Konsep halal

haram sangat mempengaruhi pemilihan makanan yang akan

dikonsumsi. Perayaan hari besar agama juga mempengaruhi

pemilihan makanan yang disajikan. Bagi agama Kristen, telur

merupakan bahan makanan yang selalu ada pada saat perayaan

Paskah, sedangkan bagi umat Islam, ketupat adalah bahan makanan

pokok yang selalu tersedia pada saat hari raya lebaran.

4) Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan dengan

pengetahuan, yang akan mempengaruhi pemilihan bahan makanan

dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh, bagi orang yang

(39)

27 mengenyangkan, sedangkan bagi orang yang memiliki pendidikan

tinggi cenderung memilih bahan makanan secara seimbang.

5) Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap

pembentukan perilaku makan. Lingkungan dapat mencakup

lingkungan keluarga, sekolah dan adanya promosi melalui media

elektronik maupun cetak.

Kebiasaan makan di keluarga sangat berpengaruh besar

terhadap pola makan seseorang, kesukaan makan seseorang

terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan makan yang terdapt

dalam keluarga.

Lingkungan sekolah termasuk di dalamnya para guru, teman

sebaya dan keberadaan tempat jajanan sangat mempengaruhi

terbentuknya pola makan bagi siswa sekolah. Anak-anak yang

mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari

gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin atau tempat jajan

yang sehat akan membentuk pola makan yang baik pada anak.

Keberadaan iklan atau promosi makanan atau pun minuman

melalui media elektronik atau pun media cetak sangat besar

pengaruhnya dalam membentuk pola makan, tidak sedikit orang

tertarik untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu karena melihat

iklan di televisi. Akan sangat mendukung jika seruan mengonsumsi

(40)

sehingga masyarakat dapat tetap memilih makanan yang diinginkan

dengan tetap menerapkan prinsip gizi seimbang.

c. Klasifikasi Pola Makan

Pola makan ideal berdasarkan frekuensi makan menurut Tilong

(2014) ada tiga pembagian.

1) Dua Kali Sehari

Pola makan ini dianjurkan karena didasarkan pada psikologi

pelik dari manusia, dimana seseorang yang ingin makan harus

mengambil jeda sebelum menyantap makanan berikutnya. Jeda

tersebut dimaksudkan untuk menunggu hingga perut telah kosong

atau sensasi lapar terasa kembali.

Umumnya makanan tinggal di dalam perut selama enam

hingga delapan jam . ini menunjukkan bahwa jeda makan yang

pertama dan yang kedua berselang antara 8 hingga 10 jam. Pola

makan dua kali sehari dapat memberikan kesempatan pada perut

beristirahat selama 12 jam. Sepanjang durasi itu, tubuh dapat

menyimpan enzim yang dibutuhkan, memperbaharui selaput lendir

dan memperbaiki fungsi normal kontraksi dari sistem pencernaan.

Atas dasar inilah disarankan untuk sarapan mulai dari jam 7 hingga

10 pagi, sedangkan untuk makan kedua dimulai jam 1 siang hingga

jam 3 sore.

2) Tiga Kali Sehari

Makan tiga kali sehari dapat dilakukan dalam tiga waktu

(41)

29 ketiga waktu makan ini, dianjurkan untuk melakukan 2 kali makan

selingan antara jam 10 pagi dan jam 3 sore. Hal ini didasarkan atas

kondisi irama tubuh , di mana setiap 2-3 jam gula darah akan

mengalami penurunan. Hal ini ditandai kondisi perut yang merasa

lapar sebagai isyarat bahwa tubuh perlu mendapatkan asupan

energi. Asupan pada selingan tidak harus berupa nasi, bisa berupa

makanan pengganti lainnya.

3) Lebih dari Tiga Kali Sehari

Ada pendapat yang menyatakan bahwa makan dua tau tiga

kali kurang baik untuk tubuh. Sebaliknya, makan lebih dari tiga

kali diyakini dapat meningkatkan metabolisme, mengontrol kadar

gula darah dan menstabilkan berat badan. Selain itu makan lebih

dari tiga kali dapat menekan jumlah porsi makan sehingga tidak

lagi makan dengan porsi yang banyak. Anjuran ini didasarkan pada

kemampuan ritme tubuh dalam menanggapi keadaan tubuh yang

lapar atau tidak. Kelompok yang menyatakan bahwa makan ideal

lebih dari tiga kali menyatakan pola makan ideal adalah lima kali

sehari.

Ada pun pembagian makan yang ideal berdasarkan

pemaparan di atas adalah makan tiga kali sehari, dengan dua kali

(42)

Tabel 2.Susunan Makanan Rata-rata Sehari Anak Usia 1-12 tahun

Keterangan: p= penukar; gls= gelas; ptg= potong

Sumber: Almatsier, (2011). Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan

5. Food Frequency Questionare (FFQ)

Metode ini menurut Supariasa, dkk (2012), digunakan untuk

memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan

atau makanan jadi selama periode tertentu, seperti hari, minggu, bulan

atau tahun.

Selain itu, dengan metode ini dapat diperoleh gambaran pola

konsumsi bahan makanan secara kualitatif. Bahan makanan yang ada

dalam daftar kuesioner tersebut adalah yang dikonsumsi dalam frekuensi

yang cukup sering oleh responden.

Kelebihan metode food frequency questionare:

a. Relatif murah dan sederhana

b. Dapat dilakukan sendiri oleh responden

c. Tidak membutuhkan latihan khusus

(43)

31 Kekurangan metode food frequency questionare:

a. Tidak dapat menghitung asupan zat gizi sehari

b. Sulit mengembangkan kuesioner pengumpulan data

c. Cukup menjemukkan bagi pewawancara

d. Perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis

bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner

e. Responden harus jujur dan mempunyai motivasi yang tinggi

6. Gizi Anak Sekolah

a. Karakteristik Anak Sekolah

Kelompok anak sekolah (umur 6-12 tahun) termasuk ke dalam

kelompok rentan gizi. Kelompok rentan gizi adalah suatu kelompok yang

paling mudah menderita gangguan kesehatan atau rentan karena

kekurangan gizi. Kelompok ini berada pada masa pertumbuhan atau

perkembangan yang memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah yang lebih

besar dan apabila kekurangan zat gizi maka akan terjadi gangguan gizi

atau kesehatannya. Beberapa gambaran karakteristik anak sekolah dasar

antara lain sebagai berikut: karakteristik anak sekolah dasar yang pertama

adalah senang bermain, karakteristik yang kedua senang bergerak,

karakteristik yang ketiga senang bekerja dalam kelompok dan

karakteristik keempat senang merasakan atau melakukan sesuatu secara

langsung. Anak sekolah dasar senang bergerak dan dapat duduk dengan

tenang paling lama sekitar 30 menit. Dalam pergaulan dengan kelompok

sebaya, anak belajar aspek-aspek yang penting dalam proses sosialisasi.

(44)

belajar tidak tergantung pada orang lain dan diterima di lingkungannya,

belajar menerima tanggung jawab, belajar bersaing dengan orang lain

secara sehat dan sportif (Notoatmodjo, 2003).

Tabel 3. Angka Kecukupan Gizi Anak Sekolah Usia 7-9 tahun dan 10-12 tahun

Komposisi

Energi (kkal) 1850 2100 2000

Protein (g) 49 56 60

Lemak (g) 72 70 67

Karbohidrat (g) 254 289 275

Serat (g) 26 30 28

Air (ml) 1900 1800 1800

Vit A (mcg) 500 600 600

Folat (mg) 300 400 400

Vit B12 (mg) 1,2 1,8 1,8

Biotin (mg) 12 20 20

Kolin (mg) 375 375 375

Vit C (mg) 45 50 50

Sumber: AKG, (2013)

b. Pola dan Konsumsi Makan untuk Anak Usia Sekolah

Perilaku dan kebiasaan orang tua dalam hal makanan yang

dipengaruhi oleh faktor budaya akan mempengaruhi sikap suka dan tidak

suka seorang anak terhadap makanan. Satu keluarga diusahakan untuk

makan bersama untuk menjalin komunikasi antaranggota keluarga.

Sebuah studi yang dilakukan terhadap sekelompok anak usia 9-14 tahun

(45)

33 bersama dalam keluarga dengan kualitas diet anak. Pola makan anak juga

dipengaruhi oleh media massa dan lingkungan (guru, teman sebaya).

Anak-anak ingin mencoba makanan yang diiklankan di televisi. Pengaruh

teman sebaya juga cukup besar, karena anak usia sekolah lebih banyak

menghabiskan waktu denganteman sebaya dibanding dengan keluarga

(Sulistyoningsih, 2011).

Makanan sehari anak usia sekolah sebaiknya terdiri atas tiga kali

makanan lengkap dan dua kali snack di antara waktu makan. Susunan

hidangan terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, sayur, buah dan susu.

Istiany dan Rusilanti (2013), menguraikan pola makan anak sekolah

berdasarkan kelompok umurnya, yaitu usia 7-9 tahun dan 10-12 tahun

sebagai berikut:

1) Usia 7-9 tahun

Pada usia ini anak pandai menentukan makanan yang disukai

karena sudah mengenal lingkungan. Banyak anak menyukai

makanan jajanan yang hanya mengandung karbohidrat dan garam

yang hanya akan membuat cepat kenyang dan dapat mengganggu

nafsu makan anak. Pada usia ini perlu pengawasan dalam

pemilihan makanan agar tidak salah atau pun terpengaruh oleh

lingkungan.

2) Usia 10-12 tahun

Pada usia ini, kebutuhan anak sudah harus dibagi dalam jenis

kelaminnya. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik

(46)

perempuan biasanya sudah mulai haid sehingga memerlukan energi

protein dan zat besi yang lebih banyak.

c. Masalah Gizi Anak Usia Sekolah

Masalah gizi dan kesehatan anak umumnya adalah gizi buruk,

gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan besi,

dan karies gizi. Kurangnya vitamin A (KVA) dan gangguan akibat

kekurangan yodium (GAKY) juga masih merupakan masalah gizi

pada anak-anak di Indonesia (Almatsier dkk, 2011).

Secara keseluruhan, prevalensi pendek (menurut TB/U) pada

anak umur 5-12 tahun adalah 30,7% terdiri dari, 12,3% sangat

pendek dan 18,4% pendek. Selain itu, berdasarkan IMT/U pada

anak umur 5-12 tahun adalah 11.2 persen, terdiri dari 4,0 persen

sangat kurus dan 7,2 persen kurus. Selain permasalah status gizi,

anemia gizi besi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

dengan prevalensi pada anak usia 5-12 tahun mencapai 29%,

sedangkan permasalahan anak yang berisiko kekurangan iodium

usia 6-12 tahun dari hasil pemeriksaan nilai eksresi iodium dalam

urin (EIU) mencapai 14,9%, ditambah lagi permasalahan yang

berkaitan dengan vitamin A dapat dilihat dari prevalensi kebutaan

nasional sebesar 0,4 %, dengan prevalensi severe low vision umur 6

tahun ke atas secara nasional sebesar 0,9 % (Riskesdas, 2013).

Hasil Riskesdas 2007 menunjukkan prevalensi masalah gigi dan

mulut usia 5-14 tahun yaitu 21,6%. Frekuensi makan gula dan

(47)

35 karies gigi dibanding minuman manis. Banyaknya penggunaan

bahan tambahan pangan (food additive) seperti penambah rasa, zat

pengawet, pewarna dan pemanis juga perlu diwaspadai karena

sering digunakan melebihi batas aman atau menggunakan bahan

berbahaya untuk kesehatan (Almatsier dkk, 2011).

B. Kerangka Teori

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan pada tinjauan pustaka,

dapat dibentuk sebuah kerangka teori sebagai berikut:

Status Gizi

Pembangunan, Ekonomi, Politk dan Sosial Budaya

Daya Beli, Akses Pangan, Akses Informasi dan Akses Pelayanan

Kemiskinan, Ketahanan Pangan dan Gizi, Pendidikan Pengetahuan

(48)

Gambar 1. Kerangka Teori Status Gizi

Sumber: Modifikasi UNICEF (1990) dalam Bappenas 2011 dan Solihin dalam Purtiantini (2010)

C. Kerangka Konsep

Gambar 2. Kerangka Konsep

D. Hipotesa

1. Ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi pada

anak sekolah dasar di SDN Sukasenang Kecamatan Singaparna

tahun 2015

2. Ada hubungan antara pola makan dengan status gizi pada anak

sekolah dasar di SDN Sukasenang Kecamatan Singaparna tahun

2015

Pola Makan Pengetahuan Gizi

(49)

48 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHAAN

A. Gambaran Umum Sekolah

SDN Sukasenang merupakan salah satu sekolah dasar negeri yang

ada di wilayah kecamatan Singaparna. Sekolah ini berdiri sejak tahun 1957

di tanah seluas 2.860 m2. Sekolah berlokasi di Jalan KH. Ruhiat RT 03

RW 06 Desa Cipakat Kecamatan Singaparna. Sekolah ini diselenggarakan

pada pagi hingga siang hari, mulai dari pukul 07.00 WIB sampai dengan

pukul 13.00 WIB. SDN Sukasenang merupakan sekolah hasil peleburan

dari SDN Sukasenang 1, 2, 3 dan 4.

Jumlah siswa yang ada di sekolah ini pada tahun 2015 yaitu, 698

orang, yang terdiri dari siswa kelas 1 hingga kelas 6. Di setiap tingakatn

kelas dibagi menjadi empat hingga lima kelas. Ada pun jumlah kelas yang

paling banyak yaitu kelas 6 yang terdiri dari lima kelas.

Siswa yang ada di SDN Sukasenang berjumlah 698 orang yang

terdiri dari 355 orang siswa laki-laki dan 343 orang siswa perempuan.

Jumlah siswa yang paling banyak terdapat pada kelas 5C yaitu 36 orang

siswa.

Selain jumlah siswa yang cukup banyak, jumlah pendidik dan

tenaga kependidikan yang ada di sekolah ini berjumlah 44 orang, yang

terdiri dari 38 orang guru dan 6 orang tenaga administrasi sekolah. Ada

pun Distribusi frekuensi jumlah pendidik dan tenaga kependidikan

(50)

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Jumlah Pendidik dan Tenaga Kependidikan

SDN Sukasenang Tahun 2015 Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jumlah Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Jenis Kelamin n Persentase

Laki-Laki 13 29,54%

Perempuan 31 70,46%

Total 44 100%

Berdasarkan Tabel di atas, jumlah pendidik dan tenaga

kependidikan terdiri dari 13 orang laki-laki dan 31 orang perempuan,

sehingga total pendidik berjumlah 44 orang. Jumlah ini cukup berimbang

dilihat dari jumlah siswa yang tidak sedikit.

B. Gambaran Umum Responden

Siswa yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 81

orang. Responden merupakan siswa yang berada di kelas 4 dan 5 yang

dipilih secara acak menggunakan metode systematic random sampling.

Ada pun Distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin dan

tingkatan kelas sebagai berikut.

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Anak Sekolah Dasar Kelas 4 dan 5 SDN

Sukasenang Tahun 2015 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin n Persentase

Laki-laki 41 50,6%

Perempuan 40 49,4%

TOTAL 81 100%

Berdasarkan Tabel 5, siswa yang menjadi responden dalam

penelitian ini berjumlah 81 orang, 41 orang di antaranya atau setara

(51)

50 Jumlah responden yang diambil dari setiap kelas jumlahnya tidak

sama, sehingga selain berdasarkan jenis kelamin, ada pula distribusi

frekuensi responden berdasarkan kelas, sebagai berikut.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Anak Sekolah Dasar Kelas 4 dan 5 SDN

Sukasenang Tahun 2015 Berdasarkan Kelas

Kelas n Persentase

IV A 10 12,3%

IV B 9 11,1%

IV C 8 9,9%

IV D 9 11,1%

V A 9 11,1%

V B 11 13,6%

V C 13 16,0%

V D 12 14,8%

TOTAL 81 100%

Berdasarkan Tabel 6, jumlah responden yang paling banyak berasal

dari kelas VC, yaitu 13 orang (16,0%), hal ini disebabkan jumlah siswa

yang ada di kelas VC palaing banyak di antara kelas lainnya, sehingga

responden paling banyak berasal dari kelas tersebut. kelas yang

respondennya paling sedikit berasal dari kelas IVC, yaitu 8 orang atau

setara dengan 9,9%.

Responden yang terpilih di setiap kelas mempunyai umur yang

bervariasi, mulai dari yang paling muda hingga yang usianya menginjak

(52)

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Umur Anak Sekolah Dasar Kelas 4 dan 5

SDN Sukasenang Tahun 2015

Umur n Persentase

9 3 3,7%

10 21 25,9%

11 46 56,8%

12 11 13,6%

TOTAL 81 100%

Berdasarkan Tabel 7, responden paling banyak memiliki umur 11

tahun, yaitu berjumlah 46 orang (56,8%) dan yang paling sedikit memiliki

umur 9 tahun yaitu 3 orang (3,7%).

C. Hasil

1. Analisis Univariat

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil distribusi frekuensi

status gizi, pengetahuan dan pola makan responden.

a. Status Gizi

Pengukuran status gizi yang dilakukan pada anak kela 4 dan kelas 5

sekolah dasar menggunakan indikator indeks massa tubuh menurut

umur (IMT/U). Berdasarkan hasil penelitian, diketahui status gizi anak

kelas 4 dan 5 SDN Sukasenang. Ada pun distribusi frekuensinya

(53)

52 Tabel 8. Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Sekolah Dasar Kelas 4

dan 5 SDN Sukasenang Tahun 2015

Status Gizi n Persentase

Sangat Kurus 1 1,2%

Kurus 14 17,3%

Normal 55 67,9%

Gemuk 8 9,9%

Obesitas 3 3,7%

JUMLAH 81 100%

Berdasarkan Tabel di atas, responden dari 81 orang memiliki yang

status gizi normal 55 orang (67,9%) dan ada 1 orang (1,2%) yang status

gizinya sangat kurus, sedangkan yang status gizinya obesitas ada 3

orang (3,7%).

b. Pengetahuan Gizi

Pengukuran pengetahuan anak kelas 4 dan 5 terkait gizi dilakukan

dengan menggunakan kuesioner. Berdasarkan hasil penelitian,

pengetahuan anak terkait gizi distribusi frekuensinya sebagai berikut.

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Gizi Anak Sekolah Dasar

Kelas 4 dan 5 SDN Sukasenang Tahun 2015

Pengetahuan Gizi n Persentase

Baik 70 86,4%

Tidak baik 11 13,6%

JUMLAH 81 100%

Berdasarkan Tabel di atas, dari 81 responden yang pengetahuan

terkait gizinya baik ada 70 orang (86,4%) dan responden yang

(54)

c. Pola Makan

Pengukuran pola makan anak kelas 4 dan 5 dilakukan dengan

menggunakan food frequency questionare (FFQ). Berdasarkan hasil

penelitian, distribusi frekuensi pola makan anak sebagai berikut.

Tabel 10. Distribusi Frekuensi Pola Makan Anak Sekolah Dasar Kelas

4 dan 5 SDN Sukasenang Tahun 2015

Pola Makan n Persentase

Baik 2 2,5%

Tidak Baik 79 97,5%

JUMLAH 81 100%

Berdasarkan Tabel di atas, dari 81 responden yang memiliki pola

makan yang baik yaitu 2 orang (2,5%) dan responden yang pola

makannya tidak baik berjumlah 79 orang (97,5%).

2. Analisis Bivariat

Berdasarkan analisis bivariat, ditentukan hubungan antara status

gizi dengan pengetahuan gizi dan hubungan status gizi dengan pola

makan.

a. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi

Hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi dapat dilihat

(55)

54 Tabel 11. Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi Anak

Sekolah Dasar Kelas 4 dan 5 SDN Sukasenang Tahun 2015

Status Gizi Pengetahuan

Gizi

Tidak

Normal Normal Total P

Value

n % n % n %

Baik 23 32,9% 47 67,1% 70 100% 1,00

Tidak Baik 3 27,3% 8 72,7% 11 100%

Total 26 31,7% 55 68,3% 81 100%

Berdasarkan Tabel 11, diketahui dari 81 orang responden, 26

orang atau 31,7% memiliki status gizi yang tidak normal dan 55

orang atau 68,3% memiliki status gizi yang normal. Dari 81

orang itu pun diketahui pengetahuannya terkait gizi, 70 orang

memiliki pengetahuan yang baik terkait gizi dan 11 orang

memiliki pengetahuan yang tidak baik terkait gizi. Ada pun dari

70 orang yang memiliki pengetahuan gizi baik yang status

gizinya tidak normal berjumlah 23 orang (32,9%) dan orang

yang status gizinya Normal berjumlah 47 orang (67,1%). Dari

11 orang yang pengetahuan gizinya tidak baik, yang status

gizinya Tidak Normal ada 3 orang (27,3%) dan yang status

gizinya Tidak Normal ada 8 orang (72,7%).

Nilai p value dari status gizi dan pengetahun yaitu, 1,00.

Hasil ini lebih dari nilaiα (0,05), sehingga berdasarkan hasil uji

fisher exact tidak ada hubungan antara status gizi dengan

(56)

b. Hubungan Pola Makan dengan Status Gizi

Hubungan pola makan dengan status gizi dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut.

Tabel 12. Hubungan Status Gizi dengan Pola Makan Anak Sekolah

Dasar Kelas 4 dan 5 SDN Sukasenang Tahun 2015

Status Gizi Pola

Makan

Tidak

Normal Normal Total P

Value

n % n % n %

Baik 0 0,0% 2 100% 2 100% 1,00

Tidak Baik 26 32,9% 53 67,1% 79 100%

Total 26 32,1% 55 67,9% 81 100%

Berdasarkan Tabel 12, diketahui dari 81 orang responden,

yang memiliki pola makan baik berjumlah 2 orang dan yang

memiliki pola makan yang tidak baik ada 79 orang. Dari 2 orang

yang pola makannya baik memiliki status gizi yang normal,

sedangkan dari 79 orang yang pola makannya tidak baik, 26

orang (32,1%) memiliki status gizi tidak normal dan yang status

gizinya normal berjumlah 53 orang (67,9%).

Hasil nilai p dari status gizi dan pola makan, yaitu 1,0, lebih

besar dari nilaiα =0,05 yang artinya, tidak ada hubungan antara

pola makan dengan status gizi.

D. Pembahasan

Dari 81 orang responden mayoritasnya memiliki status gizi normal 55

orang (67,9%) dan ada 1 orang (1,2%) yang status gizinya sangat kurus,

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi dan Ambang Batas Status Gizi Berdasarkan Indeks
Tabel 2.Susunan Makanan Rata-rata Sehari Anak Usia 1-12 tahun
Tabel 3. Angka Kecukupan Gizi Anak Sekolah Usia 7-9 tahun dan 10-12 tahun
Gambar 2. Kerangka Konsep
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian: Mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dan pengetahuan gizi Ibu dengan status gizi balita di Desa Selodoko Kecamatan Ampel

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Gizi, Body image , dan Perilaku Makan dengan Status Gizi Siswi SMAN 6 Kota Jambi Tahun 2015.. Ini

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan antara stres psikososial, persepsi bentuk tubuh, eating disorder , pola makan dengan status gizi pada remaja putri?.

Sebagian besar pengetahuan orang tua tentang pola makan pada anak dalam katagori cukup Sebagaian besar status gizi anak dalam katagori kurus Ada hubungan yang

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola makan dan status gizi dengan terjadinya anemia defisiensi besi pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status gizi, pola makan dan siklus menstruasi dengan kejadian anemia pada remaja putri kelas VIII di SMPN

KTI yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Orangtua Tentang Pola Makan Pada Anak Dengan Status Gizi Pada Anak Disabilitas” disusun untuk memenuhi sebagian

2) Mengetahui status gizi anak usia 3-6 tahun di Kota Palembang 3) Mengetahui hubungan pola makan dengan perawakan anak. 4) Mengetahui hubungan status gizi dengan perawakan anak.