• Tidak ada hasil yang ditemukan

metodologi study islam dunia islam dan d

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "metodologi study islam dunia islam dan d"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dunia Islam saat ini memiliki dua tantangan: tantangan dari dalam diri sendiri (internal) dan tantangan yang datang dari luar (eksternal). Namun mengatasi tantangan internal lebih krusial, karena kita kalah sebetulnya bukan karena musuh kuat, tetapi karena kita lemah. Meskipun musuh kita kuat (dan amat wajar jika musuh senantiasa berusaha menguatkan dirinya), namun jika kita lebih kuat niscaya kita tidak akan bisa dikalahkan. Jadi, problem terbesar umat ini adalah mengatasi tantangan yang ada dalam dirinya sendiri.

Sekarang ini era global. Setiap negara di muka bumi ini pasti dipengaruhi secara kuat oleh kekuatan global, atau lebih tepatnya konspirasi global. Tidak terkecuali dunia Islam. Yang menjadi masalah adalah bahwa kekuatan global saat ini tidak berada di tangan kita. Dan yang lebih parah lagi adalah ketika kekuatan global yang ada saat ini memaksakan program “globalisasi” ke dunia Islam. Program ini tidak lain tujuannya adalah untuk semakin menggencet, menekan, dan melemahkan dunia Islam.

Islam yang dibawa diturunkan Allah kepada Rasulullah SAW mempunyai peran strategis untuk menaburkan rahmat di seluruh alam ini (Q.S. al-Anbiya’/21:107). Peran strategis Islam itu dibarengi dengan titah-Nya kepada kelompok orang beriman untuk menjadi pihak yang memimpin dan memakmurkan dunia (Q.S. al-Baqarah/2:30) sekaligus sebagai umat terbaik (Q.S. Ali Imran/3: 110). Umat terbaik saja tidak cukup untuk membuat Islam berperan sentral dalam kehidupan dunia ini, maka Allah juga memerintahkan kepada umat terbaik itu untuk senantiasa berjuang tiada henti menancapkan pilar-pilar kebenaran Islam yang berlaku universal (Q.S. al-Baqarah/2: 218; Ali Imran/3:142; al-Maidah/5:35; al-Anfal/8: 72; at-Taubah/9: 41, 86; al-Hajj/22: 78).

(2)

1.2 Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dunia islam dan kontemporer.

1.3 Rumusan Masalah

1. Apa itu dunia kontemporer?

(3)

BAB II

PEMBAHASAN

Adopsi peradaban dan kebudayaan Barat adalah sesuatu yang lumrah. Faktanya, ilmuwan banyak terkooptasi oleh peradaban Barat. Bahkan memaksakannya sebagai pandangan hidup. Suatu hal lumrah jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari kebudayaan yang maju. Dan adalah alami jika suatu kebudayaan yang terbelakang mengadopsi konsep-konsep kebudayaan yang lebih maju. Tidak ada kebudayaan di dunia ini yang berkembang tanpa proses interaksi dengan kebudayaan asing. Ketika peradaban Islam unggul dibanding peradaban Eropa, misalnya, mereka telah meminjam konsep-konsep penting dalam Islam. Akan tetapi, tidak berarti bahwa semua kebudayaan dapat mengambil semua konsep dari kebudayaan lain. Setiap kebudayaan memiliki identitas, nilai, konsep dan ideologinya sendiri-sendiri yang disebut dengan worldview (pandangan hidup).

Suatu kebudayaan dapat meminjam konsep-konsep kebudayaan lain karena memiliki pandangan hidup. Namun suatu kebudayaan tidak dapat meminjam sepenuhnya (mengadopsi) konsep-konsep kebudayaan lain, sebab dengan begitu ia akan kehilangan identitasnya. Peminjaman konsep dari suatu kebudayaan mengharuskan adanya proses integrasi dan internalisasi konseptual. Namun dalam proses itu, unsur-unsur pokoknya berperan sebagai filter yang menentukan diterima tidaknya suatu konsep. Hal ini berlaku dalam sejarah pemikiran dan peradaban Islam, yaitu ketika Islam meminjam khazanah pemikiran Yunani, India, Persia, dan lain-lain. Pelajaran yang penting dicatat dalam hal ini bahwa ketika para ulama meminjam konsep asing, mereka berusaha mengintegrasikan konsep-konsep asing ke dalam pandangan hidup Islam dengan asas pandangan hidup Islam. Memang, proses ini tidak bisa berlangsung sekali jadi. Perlu proses koreksi-mengoreksi dan itu berlangsung dari generasi ke generasi.

(4)

Dalam konteks pembangunan peradaban Islam sekarang ini, proses adaptasi pemikiran merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan. Namun sebelum melakukan hal itu diperlukan suatu kemampuan untuk menguasai pandangan hidup Islam dan sekaligus Barat, esensi peradaban Islam dan kebudayaan Barat. Dengan demikian, seorang cendekiawan dapat berlaku adil terhadap keduanya.

Adil, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya atau dalam hal ini didahului dengan mengambil sesuatu dari tempat asalnya. Jika ini didasarkan pada asumsi bahwa konsep-konsep dalam peradaban asing (baca: Barat) adalah hikmah Islam yang hilang, makaseseorang pemikir Muslim harus terlebih dahulu mempelajari tempat asal hikmah tersebut dan tempat dimana hikmah itu hilang, sebelum mengambilnya kembali.

Esensi Kebudayaan Barat

Kebudayaan Barat (Western Civilization) berkembang mewarisi unsur-unsur kebudayaan Yunani Kuno, Romawi, dan unsur-unsur lain dari budaya bangsa-bangsa Eropa, khususnya Jerman, Inggris, dan Prancis. Sebagian penulis, seperti Samuel Huntington, memasukkan agama (religion)–dalam hal ini Kristen–sebagai unsur penting yang membentuk kebudayaan Barat. Demikian ditulis dalam buku populernya The Clash of Civilizations and Remaking of World Order (1996).

Barat dengan filsafat dan kebudayaannya memiliki karakternya tersendiri. Menurut Profesor Naquib al-Attas, peradaban Barat memiliki sejumlah ciri. Pertama,berdasarkan filsafat dan bukan agama. Kedua, filsafat itu menjelma menjadi humanisme yang meneriakkan dengan lantang prinsip dikotomi sebagai nilai dan kebenaran. Ketiga, berdasarkan pandangan hidup yang tragis. Artinya, manusia adalah tokoh dalam drama kehidupan di dunia. Pahlawannya adalah tokoh-tokoh yang bernasib tragis.

Prinsip tragedi ini disebabkan oleh kekosongan kepercayaan (iman) dan karenanya mereka memandang kehidupan secara dikotomis. Konsep ini berujung pada keresahan jiwa, selalu mencari sesuatu yang tiada akhir, mencari suatu kebenaran tanpa asas kebenaran atau prinsip kebenaran mutlak. (al-Attas, Risalah untuk Kaum Muslimin, ISTAC, 2001).

(5)

filsafatnya dipahami secara luas melalui pendidikan dan pembangunan sumber daya manusia; sains dan teknologinya dikagumi dan ditiru bagi pembangunan sarana dan prasarana kehidupan manusia.

Gelombang kebudayaan Barat yang disebut dengan modernisme itu pada mulanya mencerminkan gaya hidup elitis, tapi kini disebut dengan postmodernisme yang bersifat populis. Secara konseptual dampaknya dahsyat. Ia tidak saja mampu mengubah konsep sejarah secara agressif, tapi juga mengubah sikap orang terhadap agama menjadi skeptis. Agama dan kitabnya diposisikan hanya sebagai suatu bentuk “narasi besar” (grand narrative) yang kering, profan, dan dapat dipermainkan melalui bahasa dan imajinasi liar yang mencampuradukkan realitas dan fantasi. Post modernisme sebenarnya tidak lain dari sekularisme yang tampil dengan wajah baru yang “pusat gravitasinya” adalah pandangan hidup Barat (Western worldview).*

Tantangan Islam Global

A. Neo-Imperialisme

Inilah penjajahan di alam modern yang dialami oleh bangsa Muslim pasca penajahan fisik yang di kenal dengan neo-imperaialisme. Penjajahan model ini jauh lebih dahsyat dampak negatifnya bagi bangsa-bangsa Muslim ketimbang penjajahan pada era kolonialisme fisik abad 18-19 M. Kedaulatan ekonomi dan politik menjadi ketergantungan ekonomi dan politik terhadap Barat yang berbasis pada kapitalisme dan liberalisme. Tidak hanya itu, dampak lebih luas dari neo-imperalisme adalah terkikisnya nilai-nilai luhur kebudayaan lokal, identitas bangsa yang semuanya berbasis ajaran agama. Dengan kata lain, ajaran Islam dalam kehidupan Mulim telah digeser oleh nilai-nilai universal Barat semisal demokrasi, Hak Asasi Manusia, liberalisasi, civil sosiety dan sebagainya.

(6)

B. Clash of Civilization (Benturan Peradaban)

Tokoh yang pertama mencetuskan teori clash of civilization adalah Samuel P. Huntington. Dalam tulisan kontroversialnya The Clash of Civilization yang dimuat jurnal Foreign Affair (Summer, 1993), guru besar studi-studi strategis pada Harvard University AS itu memprediksikan makin parahnya ketegangan antara peradaban Barat dan peradaban Islam. Tesis Huntington sebenarnya bagian dari rekomendasi bagi pemerintahan Amerika Serikat untuk membuat peta tata dunia baru di planet bumi. Huntington dalam hal ini ingin mengingatkan pemerintah AS untuk waspada terhadap ancaman baru pasca perang dingin dan runtuhnya negara Uni Soviet. Clash of civilization adalah tindak lanjut Perang Salib yang terjadi di abad 11-12 M. Barat (terutama AS) memposisikan Islam sebagai musuh utama yang harus dilumpuhkan dengan berbagai cara. Kepentingan global Barat dalam Clash of civilization sesungguhnya adalah dominasi ekonomi dan politik atas seluruh negara non-Barat. Untuk melancarkan kepentinganya itu, Barat memakai banyak cara, dari yang paling halus sampai yang paling berdarah-darah. Cara halus Barat mengukuhkan hegemoninya diantaranya melalui rezim pengetahuan. Rezim pengetahuan yang diciptakan Barat tidak memberi ruang yang bebas kepada pengetahuan lain untuk berkembang. Generasi terdidik di negara berkembang diarahkan sedemikian rupa menjadi agen dan penjaga sistem pengetahuan Barat. Dan bukan hanya cara berfikir saja yang diarahkan, tetapi gaya hidupnya pun dikendalikan.

Hegemoni pengetahuan Barat terlihat jelas ketika kaum terdidik di negara berkembang dengan setia dan tidak sadar menyebarkan dan membela nilai-nilai dan institusi Barat seperti demokrasi, civil society, hak asasi manusia. Semua yang datang dari Barat diterima sebagai nilai-nilai universal yang merupakan produk peradaban terbaik yang harus diikuti.

C. Isu Terorisme

(7)

menyerang kelompok-kelompok Islam yang dinilai radikal dengan dalih memberantas terorisme. Agresi AS di Afganistan dan Irak adalah bagian dari perang melawan terorisme yang dilakukan AS dan Barat.

Perang melawan terorisme hanyalah sekadar dalih dari ambisi AS dan Barat untuk menguasai negara-negara Muslim yang selama ini potensial untuk melakukan perlawanan terhadap Barat. Dan yang lebih menyedihkan, agenda perang melawan terorisme itu diterima oleh mayoritas negara-negara Muslim sebagai agenda bersama. Bahkan pemerintah RI langsung meresponnya dengan mengeluarkan UU anti-terorisme yang menimbulkan kontroversi itu serta tidakan-tindakan lain yang menyudutkan umat Islam seperti rencana membuat sidik jari santri dan lain-lain. Dampak isu terorisme yang dialami oleh umat Islam yang tinggal di Barat sungguh besar. Gerakan mereka selalu dicurigai dan yang lebih menyakitkan adalah stigma sebagai kelompok teroris yang berpengaruh terhadap relasi sosial mereka.

Problematika Kontemporer:

Masa yang kami maksudkan di sini dimulai dari sejak jatuhnya Dinasti Usmani di dunia Islam dimana dibagi dalam dua bagian:

1- Masa sebelum Kebangkitan Islam:

Dunia Salib Barat, pasca runtuhnya Dinasti Usmani karena masalah internal yang kala itu disebut dengan "kematian orang yang sakit", yakin sekali bahwa tidak ada lagi kekuatan di dunia Islam yang secara militer mampu berhadapan dengan Barat. Kemudian mereka menyusun program "pelucutan Islam" dari kancah social masyarakat Islam. Program musuh ini bertujuan untuk mengubah identitas dan memutuskan tali hubungan umat Islam dengan latar belakang peradaban dan budaya masa lalunya. Sebab, musuh-musuh Islam sadar benar bahwa komitmen umat Islam terhadap akidah dan ikatan-ikatan keagamaan serta moral adalah hal yang selalu berpotensi mendatangkan lampu merah alias bahaya bagi mereka. Dan berikut ini kami akan menyebutkan beberapa sebab dan factor masalah ini.

Alhasil, untuk mencapai tujuannya di era ini dan mengkikis kekuatan kaum Muslimin, musuh menetapkan aksi-aksi di bawah ini sebagai bagian dari agenda dan program mereka:

(8)

- Memunculkan instabilitas akidah masyarakat. - Menyebarkan pemikiran-pemikiran asing. - Mengubah identitas budaya dan agama Islam.

Memecah dunia Islam menjadi beberapa negara kecil dari satu sisi dan mengangkat penguasa-penguasa boneka untuk mengaktualisasikan program pengaburan/pengkikisan identitas dari satu sisi yang lain termasuk agenda musuh yang sukses dijalankan dengan baik di era ini.

Dalam bidang ini, peran para pemikir yang kebarat-baratan dan para penulis yang secara sadar atau tidak kadang-kadang bergerak sesuai dengan apa yang telah digariskan dan diprogram oleh musuh tidak kalah daripada peran para penguasa boneka mereka. Para penulis yang telah terkontaminasi dengan aroma weternisasi, seperti Toha Husein dan Salam Musa di Mesir dan dunia Arab, Diya’ Kuk Old di Turki, Sayid Ahmad Khan di India, dan Qasim Amin dan Taqi Zodeh di Iran, dan tentu masih banyak lagi para penulis dan kolomnis koran dan majalah lainnya yang nama mereka dapat disebut, menilai bahwa jalan kemajuan dapat dicapai dengan membebek dan mengikuti pola hidup ala Barat. Mereka menekankan masalah ini dalam pelbagai tulisan, orasi dan konferen-konferensi yang mereka ikuti.

Qasim Amin adalah pendukung keras anti jilbab, karena menurutnya fenomena religius, seperti jilbab kaum wanita mencegah kemajuan umat Islam. Sebagian dari mereka menganggap bahwa mengubah tulisan ke latin adalah salah satu cara lain untuk mendekatkan umat Islam ke kafilah peradaban manusia. Sebagaimana hal ini dipraktekkan secara resmi di Turki. Akibatnya, hubungan masyarakat dengan tulisan Al Qur'an pun terputus.

Meskipun permusuhan ini secara lahiriah menandai adanya peperangan antara tradisi dan modernitas, dan para pemikir ini mengklaim bahwa mereka berusaha untuk mengantarkan masyarakat pada kafilah peradaban manusia, namun sejatinya mereka hanyalah alat yang dimanfaatkan oleh musuh dalam pertarungan ini; pertarungan yang esensinya adalah permusuhan peradaban dan budaya yang bertujuan untuk memutuskan umat Islam dari latarbelakang peradabannya.

(9)

mengetahui bahwa budaya ini memiliki benteng yang kokoh yang mampu memberikan pertahanan dan daya tahan khusus di hadapan serangan membabi-buta mereka, dan benteng yang dimaksud adalah akidah (keyakinan). Oleh karena itu, mereka berusaha semaksimal mungkin untuk membuat dan merancang strategi yang kiranya dapat melemahkan faktor-faktor, yang, membuat umat Islam terikat dengan keyakinan dan kepercayaan keagamaan mereka.

Berkaitan dengan hal ini, ada suatu fenomena menarik yang kiranya dapat menjadi bahan renungan kita bersama, yaitu pada tahun 1920 M dan selanjutnya di daerah yang paling strategis di beberapa kawasan dunia Islam yang notabene berbeda secara bahasa, geografi dan mazhab, namun uniknya para pemimpin di pelbagai kawasan ini secara serempak menyatakan perang dan protes keras terhadap pelbagai symbol dan identitas keagamaan dan budaya masyarakat mereka sendiri. ‘Di Turki, pasca tumbangnya Pemerintahan Usmani, Musthafa Kamal Atatruk mengambil tampuk kepemimpinan pada tahun 1923 M, di Iran dikuasai oleh Reza Pahlavi pada tahun 1925 M dan di Afganistan kursi kekuasaan diduduki oleh Amanullah Khan pada tahun 1919 M.

Yang menarik, di tiga kawasan strategis Islam tersebut semua penguasanya melakukan gerakan yang nyaris sama dimana mereka semua berusaha merusak budaya lokal dan mengajak masyarakat untuk mengikuti gaya hidup ala Barat serta memerangi dengan serius segala bentuk fenomena keagamaan, seperti jilbab, masjid, shalat, para alim ulama, tulisan Arab, dan pelbagai fenomena religius dan budaya masyarakat lainnya.

Tak syak lagi, fenomena ini bukanlah suatu kebetulan semata dan juga tidak apat dikatakan bahwa mereka sebenarnya berusaha untuk memerangi kemunduran dan berpikir untuk kemajuan bangsa mereka. Para pemimpin boneka ini dengan sadar sedang memainkan scenario penjajah di negara-negara yang mereka ditugaskan di situ. Oleh karena itu, di era tersebut para penguasa inilah yang menandatangani kontrak/perjanjian politik dan militer yang paling merugikan.

(10)

Kendatipun berbagai konspirasi ini mendapat perlawanan kuat dan reaksi keras serta efektif para ulama Islam, khususnya ulama Syiah di Iraq dan Iran, namun lemahnya sarana dan alat dakwah dibandingkan dengan sarana yang digunakan pihak musuh dan usaha biadab dan tak manusiawi pihak penguasa dalam mengkikis peran ulama dan menghentikan gerakan-gerakan Islam, menyebabkan budaya impor ini berhasil melakukan penetrasi secara mendalam di banyak dari masyarakat Islam.

Di banyak negara Arab faham nasionalisme berkolaborasi dengan sosialisme. Kolaborasi ini begitu penting karena meskipun nasionalisme Arab mempunyai daya tarik kebangsaan, namun ia sendiri tidak cukup untuk mengisi kekosongan pada program dan pedoman kehidupan. Karena itu, sosialisme disosialisasikan sebagai system politik-sosial yang berdampingan dengan nasionalisme Arab.

Dan dengan penggabungan ini, setelah mensosialisasikan penon-aktifan agama dari panggung social, mereka berusaha untuk mengisi kekosongan ideologi. Di zaman itu, ideologi Sosialisme-Marxsisme yang berseberangan dengan sistem Kapitalisme yang menjadi penguasa dunia tampil sebagai sistem politik revolusioner baru yang memiliki daya tarik tersendiri di kalangan anak-anak muda dan para mahasiswa. Karena alasan ini, di banyak negara Arab, nasionalisme Arab yang memiliki karakter sosialisme berhasil mengait pengikut dan simpatisan,khususnya di kalangan cendekiawan dan generasi muda. Di Iraq, kelompok Komunis—karena dukungan dan lampu hijau dari pemerintah—secara terang-terangan bergabung dengan Materialisme-Marxsisme yang dasar pemikirannya berhaluan pada pengingkaran terhadap metafisik dan Pencipta alam. Dengan kata lain, mereka mengajak masyarakat kepada kekufuran dan ketidakberimanan kepada Tuhan. Masalah ini memunculkan kecaman dan protes keras kalangan agamis, sehingga Ayatullah al-‘Udzma Sayid Muhammad Hakim mengeluarkan fatwa bersejarah yang berlebel “Komunisme adalah kafir dan tak kenal Tuhan” . Fatwa ini berhasil menghentikan kesesatan tersebut. Sebab, dengan keluarnya fatwa ini masyarakat termotivasi untuk melakukan kebangkitan kolektif dimana mereka menyerang pusat kelompok sesat ini, sehingga membuat pemerintah mengubah sikapnya dan menarik dukungannya terhadap gerakan Komunis ini.

(11)

dan terfokus pada usaha menyingkirkan peran agama dan menumbuhkan pemikiran Materialisme.

Keimanan yang kuat dan kokoh masyarakat terhadap Islam dan pelbagai ajaran abadi Al Qur'an menjadi penghalang melemahnya keterikatan mereka pada Islam, meskipun serangan musuh di era ini bak ombak besar yang menerjang masyarakat Islam dari pelbagai arah, dan kendatipun sekolah, dan universitas, koran, majalah, pena-pena bayaran, dukungan para pengusa boneka berhasil menyebarkan budaya impor dan gaya hidup Barat dan pelbagai asesorisnya di tengah masyarakat. Tetapi, mereka sama sekali tidak mampu mengubah identitas asli Islam masyarakat dan hubungan mereka dengan Islam. Sebagai contoh, di Turki, meskipun setelah kelompok politik yang menang, yaitu yang kendaraan politiknya bernamakan Islam. Berkaitan dengan masalah Palestina juga demikian halnya. Meskipun para pemimpin bayaran dan para tokoh negara Arab yang pro-Barat dalam beberapa tahun yang lalu berusaha melihat masalah Palestina dari kaca mata non-Islam dan memberikan warna Nasionalisme Arab padanya, namun sekarang kita menyaksikan di Palestina bahwa gerakan politik dan ormas yang berhasil menarik mayoritas suara rakyat adalah gerakan politik dan ormas yang memperkenalkan dirinya dengan syiar jihad.

2. Era Kebangkitan Islam:

(12)

luas wajah dunia dimotori oleh para reformis, pembaharu, gerakan-gerakan Islam, pusat-pusat pencerahan yang dipimpin oleh para ulama dan hauzah (sentral-sentral pendidikan tradisional agama) di Irak dan Iran. Tak diragukan lagi, terdapat banyak faktor yang melatarbelakangi perubahan ini, dan kami akan mengisyaratkan sebagiannya di bawah ini:

a. Telah tampak dengan jelas ketidakberdayaan semua pemikiran dan "isme" yang diimpor dari Timur dan Barat.

b. Telah terbongkar kedok para penguasa boneka dan para pengklaim gerakan modernisme sebagai antek-antek penjajah dan masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap kinerja mereka pada sejarah kontemporer.

c. Tindakan zalim para penguasa boneka yang sangat keterlaluan dan mereka dengan sengaja mengunakan aset dan kekayaan nasional untuk kepentingan penjajah.

Adapun strategi yang disusun oleh dunia Barat untuk menghadapi dunia Islam pada era kebangkitan Islam adalah:

a. Mengkikis peran Islam dari percaturan masyarakat dunia. b. Menghapus peran Islam di antara masyarakat Islami sendiri.

(13)

PENUTUP

(14)

DAFTAR PUSAKA .

Referensi

Dokumen terkait

Dari data statistik Pelayanan pegawai yang tanggap menjadi faktor yang paling mempengaruhi nasabah dalam faktor pelayanan.. Dari data statistik yang dominan dalam faktor

Double Rear Wheel Drive (tenaga penggerak pada dua pasang

Hasil penelitian yang diperoleh dari data Rekam Medik pasien kanker kolorektal di bagian Patologi Anatomi Rumah Sakit Al-Islam Bandung periode 2012-2016 didapatkan

Oleh karena itu, pengendalian biaya perlu dilakukan agar biaya digunakan sesuai dengan yang direncanakan dan pengeluaran biaya tersebut benar-benar dilakukan untuk

M.leprae yang menyebabkan gangguan dalamkeseimbangan sistem imunologi.Penderita penyakit kusta dapat mengalami reaksi kusta, yang merupakan suatu reaksi kekebalan

KEGIATAN PRIORITAS Pelayanan Dasar di Daerah tertinggal dan Kawasan Perbatasan Negara PROYEK PRIORITAS Pembangunan Infrastruktur Pengelolaan Air Bersih Pembangunan/rehabilitasi

Berdasarkan Kebutuhan, Kualifikasi, Keahlian dan Pengalaman yang termuat dalam Keputusan ini menjadi acuan dan tolak ukur yang harus dipedomani dalam pelaksanaan

Hasil dari penelitian pengembangan ini berupa (1) sebuah modul menggunakan strategi pembelajaran PDEODE dengan pendekatan saintifik kelas IX SMP materi peluang,