HOME ISSUE 22 ISSUE 21 REVIEWS ARCHIVE Y.A.V. VIDEOS
ABOUT US EDITORIAL COMMITTEE CONTACT
!
"
#
CENTER FOR SOUTHEAST ASIAN STUDIES, KYOTO UNIVERSITY
Wewenang Islam
dan Negara di
Brunei Darussalam
DOMINIK M. MÜLLER
Secara tak tertandingi di wilayah Asia Tenggara, Islamisasi politik 1 di Brunei Darussalam adalah ranah khusus negara. Birokrasi keagamaan Brunei
mempertahankan monopoli mutlak atas komunikasi-publik yang berkaitan dengan Islam. Tidak ada kelompok sekuler
terorganisir atau kelompok Islam oposisi yang pernah secara terbuka menentang pendapat keagamaan yang dikemukakan oleh pemerintah pasca-kolonial. Pembuatan-kebijakan Islam hanya terjadi di antara para
Download a compilation of all the English KRSEA articles from Issue 13 (March 2013), to Issue 20 (September 2016). This period marked a turning point for KRSEA with the re-launch of the website in March 2013 and the new online archive of earlier issues.
Review— Wars
of Extinction:
Discrimination
and the Lumad
Struggle in
Mindanao
Title: Wars of Extinction:
Discrimination and the Lumad Struggle in Mindanao Author:
Cambodia-Thailand
relations in the
post Cold-War
Era
As fellow ASEAN member states, Cambodia and
Thailand were the only two neighboring
countries that were embroiled in military clashes over border disputes in recent times. The Preah Vihear dispute between 2008 and 2011 revived media attention and
academic interests on Cambodia-Thailand relations. As of 2017, at least “four doctoral theses, two single-NEW | THE
BLOOMING YEARS
LATEST REVIEWS
pejabat negara, dan di balik pintu tertutup. Organisasi-organisasi Islam non-negara, cendekiawan agama yang independen (ulama), atau penerbitan Islam yang “liar”, secara umum tidak ada. Ulama Brunei adalah, menurut definisi, pegawai negeri sipil.
Dalam deklarasi kemerdekaan tahun 1984, Sultan Hassanal Bolkiah memproklamasikan bahwa Brunei “akan selamanya menjadi bangsa Melayu yang berdaulat, demokratis dan merdeka, Kesultanan Muslim atas ajaran Islam (Sunni)”. 2 Sultan menganggap Brunei sebagai sebuah negara “non-sekuler”.
Gagasan untuk menjadi “demokratis” dapat diperdebatkan, karena Brunei tidak pernah melakukan pemilihan umum, tidak memiliki dewan perwakilan rakyat, tidak ada golongan oposisi yang teroganisir, dan diatur oleh
kabinet yang ditunjuk oleh Sultan. Sultan memegang penuh kekuasaan khusus, secara konstitusional “tidak bisa berbuat salah” (Pasal 84B), dan adalah Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, Keuangan, Urusan Luar Negeri dan Perdagangan, panglima polisi dan tentara, “pemimpim agama resmi” (Pasal 3(2)), yaitu Islam, dan dianggap sebagai “pemimpin umat Allah di bumi” (khalifah), dan “pemimpin orang-orang yang beriman” (ulil amri).
Pada tahun 2004, Dewan Legislatif
(Legislative Council, LegCo) didirikan kembali setelah pendahulunya dibubarkan tahun 1983. Beberapa melihatnya sebagai “kedok”, mengingat sebagian besar diangkat dan kurang punya kekuatan. Pendapat lain melihatnya sebagai sebuah langkah terkendali menuju budaya politik baru dengan peran-serta masyarakat. Budaya
Arnold P. Alamon Publisher: [...]
Review–
Thailand:
Shifting
Ground
between the
US and a Rising
China
Title: Thailand: Shifting Ground Between the US and a Rising
China (Asian
Arguments) Author: Benjamin Zawacki Paperback. Zed Books, [...]
Review—
Spiaking
Singlish: A
Companion to
how
Singaporeans
communicate
Title: Spiaking Singlish: A Companion to how Singaporeans
communicate Author: Gwee Li Sui Publisher: Singapore: Marshall [...]
authored monographs, and about a dozen book chapters and articles in peer-reviewed academic journals have been written on [...]
seperti itu tidak ada sejak pemberontakan berumur-pendek di tahun 1962, yang diikuti oleh beberapa dasawarsa pemerintahan darurat. Sekarang anggota masyarakat dapat menyampaikan persoalan mereka kepada para anggota LegCo, yang berkumpul setiap tahun. Dewan juga “menyetujui” anggaran pemerintah.
Ideologi nasional resmi Brunei, “Kesultanan Islam Melayu” (Melayu Islam Beraja, MIB), sangat penting secara politik. MIB
memberikan hak istimewa untuk etnis Melayu (M), Islam (I), dan Kesultanan (B) sebagai inti dari identitas nasional. Sebagai tanggapan atas kritik bahwa MIB adalah “tradisi yang diciptakan”, para cendekiawan Brunei –yang berkewajiban untuk
mendukung MIB– mengakui penciptaan akrononim tersebut namun menegaskan bahwa hal itu menggambarkan hakikat dari “budaya masyarakat Brunei” yang berusia berabad-abad (Mohd Zain 1996:45; Müller 2015:315).
MIB telah menjadi semakin terlembagakan. Panitia Perancang Konsep MIB memulai kerjanya pada tahun 1986 dan kemudian diubah menjadi Dewan Tertinggi MBI. Pada tahun 1990, pemerintah mendirikan Akademi Kajian Brunei (Academy of Brunei Studies,
APB), yang berada di Universitas Brunei Darussalam, yang menjadi tempat
sekretariat Dewan Tertinggi MIB. APB adalah kekuatan kunci dalam produksi pengetahuan akan MIB. APB menyebarluaskan MIB di tiga tingkat: sekolah, pendidikan tinggi, dan
masyarakat umum. Kelas-kelas MIB di sekolah, pendidikan tinggi dan universitas adalah wajib; tidak ada warga negara yang bisa tamat sekolah tanpa lulus modul MIB.
Review—The
Khmer Lands
of Vietnam:
Environment,
Cosmology,
and
Sovereignty
Title: The Khmer Lands of Vietnam:
Environment, Cosmology, and Sovereignty Author: Philip Taylor Publisher: Asian Studies [...]
The Malaysian
Ethnic Politics
and the Ghost
of Communism
Past
Title: Absent Without Leave, Director: Lau Kek Huat
Hummingbird
Productions, 2016 In February 2017, a documentary film [...]
Review— Maen
Pukulan:
Pencak Silat
Khas Betawi
Gusmanuddin Natawijaya, Maen
Media berita selalu mengacu pada MIB, dan acara-acara masyarakat umum khususnya dibingkai sebagai pengabdian MIB. Kompetisi seni atau puisi, misalnya, mengikuti istilah-istilah khas MIB yang patriotik, dan siswa di luar negeri diperintahkan untuk “menjunjung tinggi nilai-nilai MIB”. 3 Pentingnya MIB untuk menjadi warga negara yang baik dan norma-norma akan ungkapan di kalangan publik secara mendalam dihayati di masyarakat dan apapun pendapat yang dimiliki perorangan mengenai MIB tetap tertutup dalam “salinan yang tersembunyi” (Scott 1990). Bahkan para petugas MIB juga sebenarnya sependapat dengan berbagai lelucon sehari-hari yang membuat-buat arti akronim itu. Perdebatan serius mengenai konsep ini terjadi di dunia maya (Müller 2010:157), sekalipun sangat jarang.
Sarana Hukum dan
Kelembagaan dari Tata
Pemerintahan Islam menurut
MIB
Sejarah kebijakan Islamisasi Brunei adalah sejarah penguatan monopoli negara untuk menjelaskan isi dan garis merah ajaran dan pengamalan ajaran Islam. “Mobilisasi Islam” yang teroganisir –tema khusus dalam Jurnal ini– jarang ada, setidaknya tidak dalam
konteks oposisi atau non-negara, meskipun ada sejumlah orang yang bersimpati pada para milisi asing (contohnya, Jamaah
Islamiyah) dan para anggota kelompok
Muslim nir-kekerasan nan ilegal (contohnya,
Al-Arqam Malaysia) telah ditangkap di masa lalu. Jika “Islamisme” mengacu pada ideologi politik dan proyek sosial yang bercita-cita untuk memanfaatkan negara dan perangkat
Pukulan: Pencak Silat Khas Betawi (Fist-play: the pencak silat of Betawi) Jakarta: Yayasan [...]
REVIEW— The
End of UMNO?:
Essays on
Malaysia’s
Dominant
Party
Title: The End of UMNO?: Essays on Malaysia’s Dominant Party Author: Bridget Welsh (ed.) Petaling Jaya, Malaysia:
Strategic [...]
REVIEW— Elite:
An Anthology
Title: Elite: An
Anthology Edited by: Caroline S. Hau, Katrina Tuvera, Isabelita O. Reyes Mandaluyong City: [...]
l s: Rules and st Asia, Surprisi ngly
Rethink ing Approa ches to the
hukumnya untuk Islamisasi dari atas ke bawah dalam masyarakat, berdampingan juga dengan upaya pendidikan, negara
Brunei sendiri telah dengan penuh semangat ikut serta dalam gerakan “Islamisme” sejak tahun 1980an.
Menurut sejarah, sebuah kitab hukum yang diilhami Islam ada di Brunei di masa sebelum penjajahan, berdampingan dengan
kebiasaan / adat. Selama masa pendudukan Inggris (1906–1959, di bawah protektorat sejak 1888) pejabat kolonial menganjurkan para sultan tentang “memutakhirkan” urusan keagamaan, yang bertujuan untuk suatu proses pelembagaan dan kodifikasi yang diatur dengan baik yang mengikuti
pemahaman Inggris tentang pembangunan-negara dan kerangka pemikiran hukum. Hal ini menghasilkan serangkaian aturan hukum, dimulai dengan Pengesahan Undan-undang Hukum Islam tahun 1912, dan pendirian sejumlah lembaga baru. Terlepas dari persoalan ini, hukum Islam terbatas pada bidang hukum keluarga dan pribadi, meski beberapa tindak pidana yang diatur oleh
agama termasuk juga. Kekuasaan para sultan menjadi terbatas pada persoalan agama dan adat, namun mereka menggunakan bidang ini untuk memperkuat kedudukan dan kekuasaan simbolik mereka. Pada tahun 1959, Brunei menjadi mandiri dalam urusan dalam negeri. Undang Undang Dasar tahun 1959 menekankan karakter bangsa sebagai “Islam” dan “Melayu”. UUD tersebut tidak membahas hak perorangan, kecuali untuk “praktik … dalam kedamaian dan
kkerukunan” beragama (Pasal 3).
Sultan Hassanal Bolkiah on a poster in the capital
Policy Behavio urs
Celebra ting Muham mad’s Birthda y in Yogyak arta
Legitim acy and Military Rule in Today’s Thailan d
Reel Justice: Filipino Action Movies in a Time of Killing
The Colour-Coded Movem ents as a Space to
Enhanc e
Women’ s
Political Power
Bandar Seri Begawan
Dasar-dasar dalam pemerintahan
keagamaan yang diletakkan pada masa
penjajahan, meski agak bertentangan, justru menyediakan “bahasa kelembagaan” bagi berbagai kebijakan emansipatoris yang sesuai dengan Islamisasi pada masa pasca-penjajahan. Hal-hal ini memuat hukum Islam yang baru dan perkembangan lebih jauh dari pengaruh sistem pemerintahan keagamaan dan perbedaan jabatan. Pada tahun 1990, sebuah kelompok kerja memulai meneliti undang-undang yang ada untuk
menyeleraskannya menjadi “sejalan dengan Islam” (Müller 2015:321). Hal ini ditujukan atas undang-undang yang diadopsi dari Inggris yang berlaku sejajar dengan Hukum Syariah dalam sistem ganda. Pada tahun 1991 dan 1992, penjualan minuman keras dan daging babi dilarang. Birokrasi negara menjadi semakin menaruh perhatian untuk mencabut aturan hukum yang dinilainya (terutama oleh Mufti Negara) sebagai “penyimpangan” dari “Islam yang hakiki”, dimulai dengan pelarangan ajaran Bahai (Müller 2015:328), diikuti oleh daftar “ajaran yang menyimpang”. Sejalan untuk menjamin bahwa ruang diskusi non-negara Islam tidak akan bisa ada, birokrasi bermaksud untuk “menyucikan” budaya Muslim-Melayu dari unsur-unsur “takhayul” (Müller 2015: 327ff). Mendefinisikan dan menentang segala
“penyimpangan” itu adalah kerja utama birokrasi, di samping kerja sosial dan amal, penyiaran, pembangunan dan pemeliharaan masjid, penulisan kotbah salat Jumat, dan urusan naik haji. Lembaga yang berpengaruh meliputi Departemen Mufti Negara Bagian, Kementrian Agama, Pusat Dakwah Islam, dan Bagian Pengawasan Akidah (Ajaran agama).
mass-mobilizi ng
politics in
Indones ia
Misund erstand ing the Interne t,
Misund erstand ing the Users: Cases from Thailan d
The Product ion of Shared Space: Notes on
Indones ian
Migrant Worker s in Hong Kong and Japan
Dewan Agama (MUIB) memiliki “kewenangan utama” dalam masalah-masalah Islam di bawah Sultan, yang memberikan saran padanya. Komite Hukum dipimpin oleh Mufti. “Rulings” (sebuah istilah yang
digunakan sebagai persamaan kata dalam aturan hukum bahasa-Inggris Brunei sama dengan fatwa) yang dikeluarkan Dewan adalah “mengikat semua Muslim (Syafi’i) … yang bertempat tinggal di Brunei” seketika Sultan atau MUIB memerintahkan
pengumumannya dalam Berita Negara. Negara-Islam menganut ajaran Sunni Syafi’i, dan semua Muslim Brunei diharapkan untuk mengikutinya.
Birokrasi bertujuan untuk menerapkan kaidah Islam untuk “mewajibkan apa yang benar dan melarang apa yang salah”. Bagian Pengawasan Akidah, contohnya,
membenarkan semua pekerjaannya dengan mengutip kaidah ini. Organisasi
pendahulunya didirikan pada tahun 1986 setelah perkara “kesurupan”, yang diduga disebabkan oleh sihir atau kemasukan arwah (Müller 2015:328). Kekuatannya berangsur-angsur bertambah. Bagian ini memiliki sub-unit yang mempunyai sasaran khususnya sub-bidang yang digolongkan dalam
“penyimpangan”, di samping tata usaha, pelaksanaan dan pengawasan. Lembaga ini mendorong keterlibatan masyarakat,
memiliki saluran telepon cepat 24-jam, dan memelihara jaringan informan, dua di
antaranya sudah penulis wawancarai pada tahun 2017. Sarana lain untuk memperkuat kekuatan negara dalam bidang Islam adalah fatwa-fatwa, yang hanya dapat dikeluarkan oleh Mufti Negara. Mengeluarkan “fatwa yang tidak sah” dapat dihukum
selama-The good child’s duties: childho od in militari zed Thailan d
Revitali sing Cooper atives of
Agricult ural Commu nities: OTOP Organis ations in Thai Villages
The Constit utional Court in the 2016 constitu tional draft: A substitu te King for Thailan d in the post-Bhumib ol era?
lamanya dua tahun hukuman penjara.
“Mencemooh” atau “menghina” fatwa Mufti dapat dihukum hingga tiga tahun. Kasus
pelanggaran seperti itu jarang pernah terjadi, dan sementara itu, kasus-kasus
“penyimpangan” biasanya diselesaikan di luar pengadilan melalui “teguran” atau “penyuluhan”.
Langkah terakhir dalam menyusun negara-Islam Brunei secara kelembagaan adalah KUHP Syariah 2013 (SPCO). Persiapan dimulai pada tahun 1996, tetapi
pelaksanaannya pertama kali diumumkan oleh Sultan pada tahun 2011 dan secara resmi dideklarasikan pada 22 Oktober 2013. SPCO diwujudkan dalam tiga tahapan: Tahap pertama dimulai pada bulan Mei 2014 dan meliputi 55 “pelanggaran umum” (ta’zir). Bagian-bagian yang meliputi hukuman yang lebih berat (hudud, qisas) menyusul dalam tahapan kedua dan ketiga. Tahap kedua akan dilaksanakan 12 bulan setelah Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Syariah (CPC) diundangkan. Sampai pada tahun 2017, tahap kedua ini disebut telah melalui
“perbaikan akhir” oleh Kementrian Agama dan Majelis Kejaksaan Agung. Setelah tahap kedua dimulai (12 bulan setelah CPC), tahap ketiga akan dimulai 24 bulan setelahnya. Pelaksanaan bertahap ini bertujuan untuk “memberi waktu kepada masyarakat dan aparat penegak hukum agar terbiasa dengan undang-undang yang baru” (Brunei Times 2014).
Di tahun 2016, Sultan Brunei memberikan kritik tajam kepada Kementrian Agama (sehingga mentrinya diganti segera
setelahnya) karena tidak menyelesaikan CPC, yang dapat membuat SPCO menjadi “terlihat
Urban Middle Class: Rapidly Growin g,
Slowly Awaken ing
“Family ”
making in Sino-Thai Relatio ns
Myanm ar Oil and Gas: Manage d by the People for the People
Energy Security in
Southea st Asia? Let’s start with the Future
“Arrest ed
tidak berguna” (dikutip di Müller 2017:213). SPCO secara terus menerus disebut di media pemerintah. Sejumlah tantangan dalam
perubahan struktur peradilan dan penegakan hukum yang mendasar ini mungkin telah diremehkan. KUHP sebelumnya akan terus berlaku, dan
peradilan tampaknya dapat memutuskan secara praktis kasus-demi-kasus apakah akan menerapkan SPCO atau KUHP. Untuk itu, rincian sesuai prosedur tetap harus ditentukan dalam CPC. SPCO mungkin utamanya memiliki kegunaan simbolis. Hukum-hukum yang sudah diundangkan di “tahap pertama” telah diterapkan hanya pada beberapa kasus (Müller 2016:167; Müller 2017:204).
Kritik publik Sultan Brunei terhadap keterlambatan penyelesaian CPC
menunjukkan bagaimana dalam ketiadaan pihak oposisi atau masyarakat sipil yang
berdaulat, Sultan memainkan peran tersebut saat ini juga. Sultan juga mempersoalkan birokrasi Islam yang ada karena kurang berhasil dalam penyiaran Islam (dakwah), dan mengecam kegiatan humas yang
dilakukan (mantan) Mentri dan Wakil Menteri Agama (Müller 2017:203). Dalam bidang lain juga, terutama seruannya terkait
penganekaragaman ekonomi, Sultan adalah pengkritik paling tajam terhadap
pemerintahannya.
Sultan Hassanal Bolkiah with the former President of the People’s Republic of China, Hu Jintao. Photo: Wikimedia
Visi 2035: Sebuah “Bangsa yang
Selalu Mengingat Allah”
discipli nes labor
The Real Crisis of Philippi ne
Sultan telah mendeklarasikan tujuan ekonomi yang ambisius di bawah slogan
Wawasan 2035 (Visi 2035). Slogan tersebut sejalan dengan tema baru lainnya, Negara Zikir, sebuah “bangsa yang selalu mengingat Allah”. Ketergantungan pada minyak dan gas tetap menjadi tantangan tersendiri. Salah satu bidang yang diharapkan adalah
“ekonomi Islam”. Namun, pada tahun 2014, 40% dari lulusan Universitas Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA, didirikan pada tahun 2007), adalah pengangguran (Müller
2017:204). Sultan menegaskan bahwa SPCO dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru. UNISSA telah membentuk program gelar-ganda dalam bidang Hukum dan Hukum Syariah yang menghasilkan lulusan
pertamanya pada tahun 2016. Sehubungan dengan itu, Sultan mendeklarasikan bahwa para lulusan UNISSA harus menjadi
“kekuatan penggerak” dalam pelaksanaan SPCO dan “mendukung administrasi
pemerintahan” (dikutip dalam Müller 2017:204). Beberapa modul-kuliah yang diajarkan di UNISSA membahas mengenai hukum pidana Islam. Seperti apa orientasi ideologi para lulusan kajian Islam generasi ini masih belum jelas. Dahulu, para aktor
birokrasi-Islam telah melancarkan lobi untuk kebijakan berbasis agama, seperti SPCO, dan memutuskan isinya.
Dikenal baik oleh masyarakatnya, meski
terpadu Sultan dikukuhkan dengan
membagi-bagi modal simbolik dan modal materialnya dengan sangat canggih di dalam negara, masyarakat, dan keluarga kerajaan. Kekuasaan birokrasi agamis yang
terlembagakan akan memastikan
pengaruhnya yang kuat di tahun-tahun
mendatang. Hal itu akan tetap menjadi pusat legitimasi kekuasaan politik. Masih harus tetap dilihat bagaimana birokrasi agamis itu akan berkembang, siapa yang akan menjadi pemimpinnya di masa depan, dan
bagaimana isi wacana MIB mampu berkembang.
Dominik M. Müller
Ketua Kelompok Penelitian Emmy Noether “Birokratisasi Islam dan Dimensi Sosio-legal di Asia Tenggara“
Institut Max Planck untuk Antropologi Sosial (Halle, Jerman)
Departemen Hukum dan Antropologi
Bibliografi
Academy of Brunei Studies (2016): “Students Studying Abroad Urged to Uphold Malay Islamic Monarchy Values”, 28 August, URL http://apb.ubd.edu.bn/students-studying- abroad-urged-to-uphold-malay-islamic-monarchy-values/, accessed 18 September 2017.
Brunei Times 2014: Implementation of Shariah Law. Brunei Times, 15 December. Brunei Times (2016) “Uphold MIB Values through Creative Art”, 24 June.
Muhammad Hadi bin Muhammad Melayong (2015) “Crown of the People”, Borneo Bulletin, 24 June 2017, URL:
https://borneobulletin.com.bn/crown-of-the-people/, accessed 18 September 2017.
Mohd Zain Serudin (1996): Melayu Islam Beraja: Suatu Pendekatan. Bandar Seri Begawan: Dewan Bahasa dan Pustaka Müller, Dominik M. (2010) “Melayu Islam Beraja: Islam, Staat und Politische
Kommunikation in Brunei Darussalam”. In H. Warnk and F. Schulze (eds.). State and Islam in Southeast Asia. Wiesbaden: Harrassowitz. 147–170.
Müller, Dominik M. (2015) “Sharia Law and the Politics of ‘Faith Control’ in Brunei
Darussalam: Dynamics of Socio-Legal Change in a Southeast Asian Sultanate”.
Internationales Asienforum: International Quarterly for Asian Studies. 46(3-4): 313–345. Müller, Dominik M. (2016) “Brunei in 2015: Oil Revenues Down, Sharia on the Rise“. Asian Survey. 56(1): 162–167.
Müller, Dominik M. (2017) “Brunei Darussalam in 2016: The Sultan is Not Amused”. Asian Survey. 57(1): 199–205. Sultan Hassanal Bolkiah (1991): Titah. 14 January 1991. URL:
http://www.information.gov.bn/Malay%20Pu blication%20PDF/EDIT%20TITAH%201990-1991.pdf, accessed 18 September 2017.
Notes:
1. slamisasi cukup dapat diartikan sebagai “bagian penting dari simbol-simbol
∠ PREVIOUS
ำนาจิสลามับัฐใน ประเทศบูไนดาุสซาลาม
NEXT ∠
Islamic Authority and the State in Brunei Darussalam
antara lain alasannya karena berisiko menunjukkan pernyataan yang
menurut kaidah yang berlaku yang tidak disengaja dengan menganggap sebuah proses terhadap “lebih banyak Islam”, sedangkan Muslim lainnya mungkin melihat perkembangan dengan diberi nama kebalikannya,
yaitu “Islam yang kurang (sebenarnya)”.
2. Muhammad Hadi 2017
3. See e.g. Academy of Brunei Studies 2016; Brunei Times 2016, and author’s observations at poetry competition, Bandar Seri Begawan 17 July 2017.
Leave a Reply
Your email address will not be published. Comment
Name *
Email *
!
(
"
+
&
Website
POST COMMENT
Notify me of follow-up comments by email. Notify me of new posts by email.
Koalisi i Islamis di di Asia Tenggara
Undang-UA-21469080-8
dan
Mempolit isisasi Agama di Malaysia Dewasa Ini
Wewena ng Islam dan Negara di Brunei Darussal am
ネ ・ダ サ ーム における ム 教の権威 と国家
ญและ การเือง ในประเทศ มาเลเีย ัจุัน
ำนาจ ิสลามับ ัฐใน ประเทศ บูไนดาุส ซาลาม
giáo ở
Malaysia Hiện nay
Quyền uy Hồi giáo và Nhà nước ở
Brunei Darussal am
HOME ISSUE 22 ISSUE 21 REVIEWS ARCHIVE Y.A.V. VIDEOS ABOUT US
EDITORIAL COMMITTEE CONTACT