BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1PENGERTIAN JALAN
Menurut Undang–Undang RI No.22 Tahun 2009 yang dimaksud
dengan jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkapnya
yang diperuntukan bagi lalu lintas umum, yang berada dibawah permukaan
tanah, diatas pemukaaan tanah, dibawah permukaan air, serta diatas
pemukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Jalan mempunyai peranan
untuk mendorong pembangunan semua satuan wilayah pengembangan, dalam
usaha mencapai tingkat perkembangan antar daerah. Jalan merupakan satu
kesatuan sistem jaringan jalan yang mengikat dan menghubungkan
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah lainnya agar tercapai keseimbangan dan
pemerataan pembangunan antar daerah serta membentuk strukur ruang dalam
rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional.
Jaringan jalan mempunyai peranan yang strategis dan penting dalam
pembangunan, untuk itu harus dikelola dengan baik agar dapat berfungsi
sebagaimana yang diharapkan. Sesuai dengan karakteristiknya, jaringan jalan
selalu cenderung mengalami penurunan kondisi yang diindikasikan dengan
terjadinya kerusakan pada perkerasan jalan. Maka untuk memperlambat kecepatan
penurunan kondisi dan mempertahankan kondisi pada tingkat yang layak, jaringan
jalan tersebut perlu dikelola pemeliharaannya dengan baik agar jalan tersebut
adalah merupakan masalah umum yang selalu dihadapi Negara-negara di dunia,
baik oleh Negara-negara sedang berkembang bahkan juga oleh Negara-negara
sudah berkembang. Menurut hasil studi Bank Dunia, disebutkan bahwa setiap
pengurangan US$1 terhadap biaya pemeliharaan jalan akan mengakibatkan
kenaikan biaya operasional kendaraan sebesar US$2 sampai US$3 karena jalan
menjadi lebih rusak. Kondisi ini akhirnya akan membebani perekonomian secara
keseluruhan.
II.2KLASIFIKASI JALAN
Menurut UU No.38 Tahun 2004 tentang jalan, sesuai dengan
peruntukannya jalan dibedakan atas:
A.Jalan Khusus
Jalan ini dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok
masyarakat untuk kepentingan sendiri dan bukan diperuntukkan bagi lalu lintas
umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkannya. Termasuk
jalan khusus tersebut antara lain adalah: jalan dalam kawasan pelabuhan, jalan
kehutanan, jalan perkebunan, jasa inspeksi pengairan, jalan di kawasan
industri, dan jalan di kawasan permukiman yang belum diserahkan kepada
pemerintah.
B.Jalan umum
Jalan ini diperuntukkan bagi lalu intas umum, jalan umum ini dapat
dikelompokkan menurut sistem, fungsi, status, dan kelasnya.
Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang saling
menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang
berbeda dalam pengaruh pelayanannya dalam suatu hubungan hierarkis.
Penyusunan sistem jaringan jalan dilakukan dengan mangacu pada rencana tata
ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar dan/atau di dalam
kawasan perkotaan, dan kawasan pedesaan. Sistem jaringan jalan ini dibedakan
atas :
II.2.1.1 Sistem Jaringan Jalan Primer
Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk pembangunan semua wilayah di tingkat nasional, dengan
menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat
kegiatan. Penyusunan sistem jaringan jalan primer dilakukan mengikuti rencana
tata ruang dan memperhatikan keterhubungan antarkawasan perkotaan yang
merupakan pusat-pusat sebagai berikut:
• Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan
wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan, dan • Menghubungkan antar kegiatan nasional.
II.2.1.2 Sistem Jaringan Jalan Sekunder
Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi
barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Penyesuaian
sistem jaringan jalan sekunder ini dilakukan dengan mengikuti rencana tata ruang
yang mempunyai fungsi primer, fungus sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua,
fungi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil.
II.2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsinya
Berdasarkan sifat dan pergerakan lalu lintas serta angkutan, jalan dibedakan
atas :
• Jalan Arteri
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan
ciri perjalanan jarak jauh kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan
masuk dibatasi dengan berdaya guna.
• Jalan Kolektor
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul
atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
• Jalan Lokal
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi. • Jalan Lingkungan
Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan
Fungsi jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan yang terdapat
pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder dibedakan
lagi atas :
1. Jalan Arteri Primer
2. Jalan Kolektor Primer
3. Jalan Lokal Primer
4. Jalan Lingkungan Primer
5. Jalan Arteri Sekunder
6. Jalan Kolektor Sekunder
7. Jalan Lokal Sekunder
8. Jalan Lingkungan Sekunder
II.2.3Klasifikasi Jalan Menurut Status
Menurut statusnya, jalan umum dikelompokkan menjadi jalan nasional,
jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa.
• Jalan Nasional
Merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan antaribukota provinsi dan jalan strategis nasional ,
serta jalan tol. Wewenang penyelenggaraan jalan nasional dilakukan oleh
pemerintah pusat melalui menteri pekerjaan umum. • Jalan Provinsi
Merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. Wewenang
penyelnggaraan jalan ini dilakukan oleh pemerintah provinsi. • Jalan Kabupaten
Merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang tidak
termasuk pada jalan nasional dan jalan provinsi, yang menghubungkan
ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan,
ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam
sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis
kabupaten. Kewenangan penyelenggaraan jalan ini dilakukan oleh
pemerintah kabupaten. • Jalan Kota
Merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil. Serta
menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
Kewenangan penyelenggaraan jalan ini dilakukan oleh pemerintah kota. • Jalan Desa
Merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. Kewenangan
penyelenggaraan jalan ini dilakukan oleh pemerintah kabupaten.
II.2.4 Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kelas
Guna keperluan pengaturan penggunaan dan kelancaran lalu lintas, jalan
II.2.4.1 Berdasrkan Penggunaan
Pada penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan,
seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1993 tentang prasarana
dan lalu lintas jalan, yaitu:
• Jalan Kelas I
Yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran
panjang tidak melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm dan
muatan sumbu terberat sebesar 10 ton. • Jalan Kelas II
Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal ysng dspst dilalui kendaraan bermotor
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak
melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan sumbu
terberat sebesar 8 ton. • Jalan Kelas III A
Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm dan muatan
sumbu terberat sebesar 8 ton. • Jalan Kelas III B
Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor
melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm dan muatan
sumbu terberat sebesar 8 ton. • Jalan Kelas III C
Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak
melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm dan muatan sumbu
terberat sebesar 8 ton. • Jalan Khusus
Yaitu jalan arteri, kolektor, lokal yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 mm, ukuran panjang
melebihi 18.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm dan muatan sumbu
terberat lebih dari 10 ton.
II.2.4.2 Berdasarkan Spesifikasi
Menurut undang-undang jalan yang ada, pengelompokan kelas jalan
berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan ini adalah sebagai berikut:
• Jalan Bebas Hambatan (Freeway)
Yaitu jalan umum untuk lalu lintas menerus yang memberikan pelayanan
menerus/tidak terputus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, dan
tanpa adanya persimpangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar ruang
milik jala, paling sedikit 2 lajur setiap arah, lebar lajur sekurang-kurangnya
Yaitu jalan umum bagi lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan
masuk terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 lajur setiap
arah, lebar lajur sekurang-kurangnya 3,5 meter. • Jalan Sedang (Road)
Yaitu jalan umum dengan lalu lintas sedang dengan pengendalian jalan
masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar paling
sedikit 7 meter. • Jalan Kecil (Street)
Yaitu jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 lajur
2 arah dengan lebar paling sedikit 5,5 meter.
II.3 Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah suatu konstruksi yang terdiri dari lapisan yang
diletakkan di atas lapisan tanah dasar yang berfungsi untuk memikul beban lalu
lintas. Struktur perkerasan harus mampu mereduksi tegangan yang terjadi pada
tanah dasar dengan cara menyebarkan pada lapisan perkerasan tanpa
menimbulkan lendutan pada lapis perkerasan yang dapat merusak struktur
perkerasan itu sendiri. Berdasarkan jenis bahan pengikatnya, struktur perkerasan
jalan dapat dibedakan atas tiga jenis meliputi, (Silvia Sukirman, 1999).
a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya
bersifat memikul dan menyebarkan baban lalu lintas ke tanah dasar.
b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang
dengan atau tanpa tulangan diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa
lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat
beton.
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku
yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan
lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
Table 2.1 Perbedaan antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur.
No Perkerasan Kaku Perkerasan Lentur
1
Komponen perkerasan terdiri dari pelat beton yang terletak di tanah atau lapisan material granural pondasi bawah (subbase).
Kebanyakan digunakan untuk jalan kelas tinggi.
Pencampuran adukan beton mudah dikontrol.
Umur rencana dapat mencapai 40 tahun.
Lebih tahan terhadap drainase yang buruk.
Biaya awal pembangunan lebih tinngi.
Biaya pemeliharaan kecil.
Kekuatan perkerasaan lebih ditentukan oleh kekuatan pelat beton.
Tebal struktur perkerasan adalah tebal pelat betonnya.
Komponen perkerasan terdiri dari lapis aus, lapis pondasi (base) dan pondasi bawah (subbase).
Digunakan untuk semua kelas jalan dan tingkat volume lalu lintas.
Pengontrolan kualitas campuran lebih rumit.
Umur rencana lebih pendek, yaitu sekitar 20 tahun, jadi kurang dari perkerasan kaku.
Kurang tahan terhadap drainase buruk.
Biaya awal pembangunan lebih rendah.
Biaya pemeliharaan lebih besar.
Kekuatan perkerasan ditentukan oleh kerjasama setiap komponen lapisan perkerasan.
Tebal perkerasan adalah seluruh lapisan pembentuk perkerasan di atas tanah dasar.
Salah satu jenis perkerasanyang paling umum digunakan adalah
perkerasan lentur. Hampir 80% dari total pajang jalan di Indonesia merupakan
perkerasan lentur. Sebagaimana struktur perkerasan pada umumnya, perkerasan
lentur juga akan mengalami defisiensi atau penurunan kinerja akibat pengaruh
beban lalu lintas dan lingkungan seiring dengan berjalannya umur rencana
perkerasan. Sehingga struktur perkerasan akan membutuhkan upaya-upaya
pemeliharaan untuk menjaga kinerjanya.
Untuk mempertahankan kinerja perkerasan, diperlukan beberapa tindakan
perbaikan kerusakan, baik berupa pemeliharaan rutin yang dilakukan setiap tahun
maupun pemeliharaan berkala yang biasanya dilakukan setiap dua atau tiga tahun
sekali. Keseluruhan pemeliharaan tersebut bertujuan untuk menjaga kinerja
perkerasan agar dapat memberikan pelayanan sampai akhir umuur rencananya.
II.3.1 Konstruksi Perkerasan Lentur Jalan
Konstruksi perkerasan lentur terdiri atas lapisan-lapisan yang diletakkan
diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk
menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan yang ada di
bawahnya, sehingga beban yang diterima oleh tanah dasar lebih kecil dari beban
yang dieruma oleh lapisan permukaan dan lebih kecil dari daya dukung tanah
dasar.
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari:
Lapis permukaan struktur perkerasan lentur terdiri atas campuran mineral
agregat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya terletak diatas
lapis pondasi.
Fungsi lapis permukaan antara lain:
a. Lapis perkerasan penahan beban roda, dimana lapisan mempunyai stabilitas
tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanannya.
b. Sebagai lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak
meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisa-lapisan tersebut.
c. Sebagai lapis aus (wearing course), dimana lapisan ini yang langsung
menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.
d. Sebagai lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat
dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung yang lebih jelek.
Untuk dapat memenuhi fungsi tersebut, pada umunya lapisan permukaan
dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan
yang kedap air dengan stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama.
2. Lapisan pondasi atas (Base Course)
Lapisan pondasi atas adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang
terletak langsung di bawah lapis permukaan dan diatas pondasi bawah dan jika
tidak menggunakan lapis pondasi bawah maka langsung diltempatkan diatas tanah
dasar.
a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c. Bantalan terhadap lapisan permukaan.
3. Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course)
Lapisan pondasi bawah adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang
terletak antara tanah dasar dan lapis pondasi atas. Biasanya terdiri dari atas lapisan
dari material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun
tidak.
Fungsi lapis pondasi bawah antara lain :
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah
dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan Plastisitas
Indeks (PI) ≤ 10%.
b. Effisiensi dalam penggunaan material yang relative lebih murah agar
lapisan-lapisan diatasnya dapat dikurangi tingkat ketebalannya sehingga sekaligus
menghemat biaya konstruksi.
c. Sebagai lapis peresapan agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pekerjaan dapat berjalan lancer. Hal ini
sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup
tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar
4. Lapisanan tanah dasar
Perkerasan jalan diletakkan diatas tanah dasar, dengan demikian secara
keseluruhan mutu dan daya tahan konstruksi perkerasan tak lepas dari sifat tanah
dasar. Tanah dasar yang baik untuk konstruksi perkerasan jalan adalah tanah dasar
yang berasal dari lokasi itu sendiri atau didekatnya, yang telah dipadatkan sampai
tingkat kepadatan tertentu sehingga mempunyai daya dukung yang baik serta
berkemampuan mempertahankan perubahan volume selama masa pelayanan
walaupun terdapat perbedaan kondisi lingkungan dan jenis tanah setempat.
II.3.2 Kerusakan Perkerasan Lentur
A. Kerusakan Struktural
Kerusakan structural adalah kerusakan pada struktur jalan, sebagian atau
keseluruhannya, yang menyebabkan perkerasan jalan tidak lagi mampu
mendukung beban lalu lintas. Untuk itu perlu adanya perkuatan struktur dari
perkerasan dengan cara pemberian lapisan ulang (overlay) atau perbaikan
kembali terhadap lapisan perkerasan yang ada.
B. Kerusakan Fungsional
Kerusakan fungsional adalah kerusakan pada permukaan jalan yang dapat
menyebabkan terganggunya fungsi jalan tersebut. Kerusakan ini dapat
berhubungan atau tidak dengan kerusakan structural. Pada kerusakan
fungsional, perkerasan jalan masih mampu menahan beban yang bekerja
diinginkan. Untukk itu lapisan permukaan perkerasan harus dirawat agar
permukaan kembali baik.
Menurut Situmorang, dkk (2009) Pada prinsipnya jenis kerusakan fungsional akan
menurunkan tingkat kenyamanan dan keamanan pengguna jalan seperti :
- Meningkatkan kebisingan akibat gesekan roda dan permukaan jalan
- Meningkatkan resiko cipratan air (water splashing) pada saat permukaan basah
- Menigkatkan resiko tergelincir saat menikung di saat permukaan basah
- Meningkatkan resiko tergelincir saat mengerem di saat permukaan basah
maupun kering
Jenis-jenis kerusakan perkerasan lentur (aspal), umumnya diklasifikasikan
atas 5 bagian (Hary Christady Hardiyatmo, 2009), yaitu:
1. Deformasi
2. Retak
3. Kerusakan tekstur permukaan
4. Kerusakan di pinggir perkerasan
5. Kerusakan lubang, tambalan dan persilangan jalan rel
II.3.2.1 Deformasi
Deformasi adalah perubahan permukaan jalan dari profil aslinya (sesudah
pembangunan). Deformasi merupakan kerusakan penting dari kondisi perkerasan,
karena mempengaruhi kualitas kenyamanan lalu-lintas (kekasaran, genangan air
struktur perkerasan. Mengcu pada AUSTROADS (1987) dan Shanin (1994),
beberapa tipe deformasi perkerasan lentur adalah:
Bergelombang (Corrugation)
Bergelombang atau keriting adalah kerusakan oleh akibat terjadinya deformasi
plastis yang menghasilkan gelombang-gelombang melintang atau tegak lurus
arah perekerasan aspal. Penyebab kerusakan dimungkinkan oleh terjadinya aksi
lalu lintas yang disertai dengan permukaan perkerasan atau lapis pondasi yang
tidak stabil serta kadar air dalam lapis pondasi granural (granural base) terlalu
tinggi, sehingga tidak stabil. Permukaan perkerasan yang tidak stabil ini,
disebabkan karena campuran lapisan aspal yang buruk, mislanya akibat terlalu
tingginya kadar aspal, terlalu banyaknya agregat halus, agregat berbentuk bulat
dan cincin, atau terlalu lunaknya semen aspal. Tingkat kerusakan keriting dapat
diukur berdasarkan kedalaman keriting yang terjadi. Untuk tingkat kerusakan
ringan (low) kedalaman < ½ inchi, untuk sedang (medium) kedalaman ½-1
inchi, dan untuk tingkat kerusakan parah (high) kedalaman > 1 inchi.
Gambar 2.1 Corrugation (keriting)
Alur adalah deformasi permukaan perkerasan aspal dalam bentuk turunnya
perkerasan kearah memanjang pada lintasan roda kendaraan. Distorsi
permukaan jalan yang membentuk alur-alur terjadi oleh akibat beban lalu lintas
yang berulang-ulang pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Penyebab
kerusakan kerusakan dimungkinkan oleh
1) Pemadatan lapis permukaan dan pondasi (base) kurang, sehingga
akaibat beban lalu lintas lapis pondasi memadat lagi.
2) Kualitas campuran aspal rendah, ditandai dengan gerakan arah lateral
dan ke bawah dari campuran aspal di bawah beban roda berat.
3) Gerakan lateral dari satu atau lebih dari komponen pembentuk lapis
perkerasan yang kurang padat. Contoh terjadinya alur pada lintas roda
yang disebabkan oleh deformasi dalam lapis pondasi atau tanah dasar
ditunjukkan dalam gambar 2.2b
4) Tanah dasar lemah atau agregat pondasi (base) kurang tebal, pemadatan
kurang, atau terjadi pelemahan akibat infiltrasi air tanah.
Sungkur (Shoving)
Sungkur (Shoving) adalah perpindahan permanen secara lokal dan memanjang
dari permukaan perkerasan yang disebabkan oleh beban lalu lintas. Ketika lalu
lintas mendorong perkerasan, maka mendadak timbul gelombang pendek di
permukaannya. Penggembungan lokal permukaan perkerasan nampak dalam
arah sejajar dengan arah lalu lintas dan/atau perpindahan horizontal dari
material permukaan, terutama pada arah lalu lintas dimana aksi pengereman
atau percepatan sering terjadi. Sungkur melintang juga dapat timbul oleh
gerakan lalu lintas membelok. Sungkur biasanya juga terjadi pada perkerasan
aspal yang berbatasan dengan perkerasan beton semen Portland (PCC).
Perkerasan beton bertambah panjang (oleh karena suhu) dan menekan
perkerasan aspal, sehingga terjadi sungkur.
Gambar 2.3 Sungkur (Shoving) Mengembang (Swell)
Mengembang adalah gerakan ke atas lokal dari perkerasan akibat
pengembangan (atau pembekuan air) dari tanah dasar atau dari bagian struktur
perkerasan. Perkerasan yang naik akibat tanah dasar yang mengembang ini
dikarakteristikkan dengan gerakan perkerasan aspal, dengan panjang
gelombang > 3 m. Penyebab kerusakan dimungkinkan oleh mengembangnya
material lapisan di bawah perkerasan atau tanah dasar dan tanah dasar
perkerasan mengembang, bila kadar air naik. Umunya, hal ini terjadi bila tanah
pondasi berupa lempung yang mudah mengembang (lempung montmorillonite)
oleh kenaikan air.
Benjol dan Turun (Bump and Sags)
Benjol adalah gerakan atau perpindahan ke atas, bersifat lokal dan kecil, dari
permukaan perkerasan aspal sedangkan penurunan (sags) yang juga berukuran
kecil, merupakan gerakan ke bawah dari permukaan perkerasan. Bila distorsi
dan perpindahan yang terjadi dalam area yang luas dan menyebabkan naiknya
area perkerasan secara luas, maka disebut mengembang (swelling).
Kerusakan benjol tidak sama dengan sungkur, di mana kerusakan sungkur
diakibatkan oleh perkerasan yang tidak stabil. Jika benjolan nampak
mempunyai pola tegak lurus arah lalu lintas dan berjarak satu sama lainkurang
dari 10 ft ( 3m ), maka kerusakannya disebut keriting (corrugation).
II.3.2.2 Retak (Crack)
Retak dapat terjadi dalam berbagai bentuk yang disebabkan oleh beberapa
faktor dan melibatkan mekanisme yang kompleks. Secara teoritis, ratak dapat
terjadi bila tegangan tarik yang terjadi pada lapisan aspal melampaui tegangan
tarik maksimum yang dapat ditahan oleh perkerasan tersebut. Retak tunggal
mungkin dapat ditangani dengan baik dan apabila terdapat banyak retakan dalam
area yang luas, perawatan permukaan dapat menjadi pilihan yang tepat untuk
perbaikan. Dalam kondisi yang lain, pembongkaran total pada area retakan dan
pemasangan drainase mungkin dibutuhkan sebelum perbaikan yang lebih efektif
dapat dilakukan. Mengacu pada AUSTROADS (1987), retak pada perkerasan
lentur dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu: Retak Memanjang (Longitudinal Cracks)
Retak berbentuk memanjang pada perkersan jalan, dapat terjadi dalam bentuk
memanjang dapat terjadi oleh labilnya lapisan pendukung dari struktur
perkerasan. Retak memanjang dapat timbul oleh akibaat beban maupun bukan.
Retak yang bukan akibat beban, misalnya oleh akibat adanya sambungan
pelaksanaan kea rah memanjang. Kurangnya ikatan antara bagian-bagian
perkerasan selama pelaksanaan mengakibatkan timbulnya retakan.
Retak Melintang (Transverse Cracks)
Retak melintang merupakan retakan tunggal (tidak bersambungan satu sama
lain) yang melintang perkerasan. Perkerasan, retak ketika temperatur atau lau
lintas menimbulkan tegangan dan regangan yang melampaui kuat tarik atau
kelelahan dari campuran aspal padat. Retak melintang akan terjadi biasanya
berjarak lebar yaitu sekitar 15-20 m. Dengan berjalannya waktu, retak
melintang berkembang pada interval jarak yang lebih pendek. Retak awalnya
nampak sebagai retak rambut, dan akan semakin lebar dengan berjalannya
waktu.
Gambar2.6 Retak Melintang
Retak Kulit Buaya (Alligator Cracks)
Retak kulit buaya adalah retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang
bersegi banyak (poligon) kecil-kecil menyerupai kulit buaya, dengan lebar
celah lebih besar atau sama dengan 3 mm. Retak ini disebabkan oleh kelelahan
akibat beban lalu lintas berulang-ulang yang awalnya berupa suatu rangkaian
retak-retak memanjang, sesudah dibebani berulang-ulang retak saling
berhubungan satu sama lain. Retak kulit buaya terjadi hanya pada daerah yang
dipengaruhi beban kendaraan secara berulang-ulang, seperti lintasan roda.
pola lalu lintasnya juga menyebar. Pada lokasi retak, mungkin diikuti atau
tidak diikuti oleh penurunan dan dapat terjadi di mana saja dalam area
permukaan perkerasan. Retak kulit buaya merupakan retak yang umum terjadi
pada perkerasan aspal dan biasanya diikuti dengan munculnya tipe kerusakan
alur.
Gambar 2.7Alligator cracking
Retak Blok (Block Cracks)
Retak blok berbentuk blok-blok besar yang saling bersambungan dengan
ukuran sisi blok 0.20 sampai 3 meter, dan dapat membentuk sudut atau
pojok yang tajam sperti terlihat pada gambar berikut.
Retak blok biasanya terjadi pada area yang luas pada perkerasan aspal, tapi
terkadang hanya terjadi pada area yang jarang dilalui lali-lintas. Tipe
kerusakan ini berbeda dengan retak kulit buaya yang bentuknya lebih kecil
dan lebih banyak pecahan-pecahan dengan sudut tajam.
II.3.2.3 Kerusakan Tekstur Permukaan
Kerusakan tekstur permukaan merupakan kehilangan material perkerasan
secara berangsur-angsur dari lapisan permukaan ke arah bawah. Perkerasan
nampak seakan pecah menjadi bagian-bagian kecil, seperti pengelupasan akibat
terbakar sinar matahari atau mempunyai garis-garis goresan yang sejajar.
Kerusakan aspal akibat disintegrasi ini tidak menunjukkan penurunan kualitas
struktur perkerasan, hanya mempunyai pegaruh terhadap gangguan kenyamanan
berkendaraan namun beberapa kerusakan yang tidak diperbaiki dapat
mengakibatkan berkurangnya kualitas struktur perkerasan. Kerusakan tekstur
permukaan aspal dapat dibedakan menjadi:
Pelapukan dan Butiran Lepas (Weathering and Raveling)
Pelapukan dan butiran lepas (raveling) adalah disintegrasi permukaan
perkerasan aspal melalui pelepasan partikel agregat yang berkelanjutan,
berawal dari permukaan perkerasan menuju ke bawah atau dari pinggir ke
dalam. Butiran agregat berangsur-angsur lepas dari permukaan perkerasan,
akibat lemahnya pengikat antara partikel agregat. Biasanya partikel halus dari
Lepasnya butiran, biasanya terjadi akibat beban lalu intas di musim hujan,
yaitu ketika kekakuan bahan pengikat aspal tinggi. Faktor pendukung yang
menjadi penyebab kerusakan tipe ini adalah pemadatan yang kurang baik
karena dilakukan pada musim hujan, campuran material aspal lapis permukaan
kurang baik, melemahnya bahan pengikat dan/atau batuan serta jenis agregat
yang hydrophilic (aregat yang mudah menyerap air).
Gambar 2.9 Raveling
Kegemukan (Bleeding/Flushing)
Kegemukan adalah hasil dari aspal pengikat yang berlebihan yang bermigrasi
ke atas permukaan perkerasan. Kelebihan kadar aspal atau terlalu rendahnya
kadar udara dalam campuran, dapat mengakibatkan kegemukan. Kerusaka ini
menyebabkan permukaan jalan menjadi licin dan pada temperatur tinggi aspal
menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda. Faktor yang menjadi penyebab
kerusakan tipe ini adalah pemakaian kadar aspal yang tinggi pada campuran
aspal, kadar udara dalam campuran aspal terlalu rendah, serta pemakaian
Gambar 2.10Bleeding
Pengelupasan (Delemination)
Kerusakan permukaaan ini terjadi oleh akibat terkelupasnya lapisan aus dari
permukaan perkerasan, rembesan air lewat aspal (khususnya lewat retakan)
sehingga memisahkan ikatan antara permukaan dan lapisan di bawahnya, serta
lekatan dari lapisan pengikat di permukaan perkerasan dengan ban kendaraan.
Gambar 2.11 Jalan Terkelupas
II.3.2.4 Kerusakan di Pinggir Perkerasan
Kerusakan di pinggir perkerasan adalah retak yang terjadi di
lebih-lebih bila bahu jalan tidak ditutup (unsealed). Kerusakan ini terjadi secara lokal
atau bahkan bias memanjang di sepanjang jalan, dan sering terjadi di salah satu
bagian jalan. Akibat dari kerusakan pinggir adalah:
1) Lebar perkerasan menjadi berkurang
2) Kehilangan kenyamanan kendaraan, dan dapat mengakibatkan
kecelakaan
3) Air masuk ke dalam lapis pondasi (base)
4) Terjadinya alur di pinggir dapat mengakibatkan erosi pada bahu jalan.
Mengacu pada AUSTROADS (1987), kerusakan di pinggir
perkerasan aspal dapat dibedakan menjadi : Retak Pinggir (Edge Cracking)
Reak pinggir biasanya terjadi sejajar dengan pinggir perkerasan dan berjarak
sekitar 0,3-0,6 m dari pinggir. Akibat pecah di pingir bagian ini menjadi tidak
beraturan. Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan kurangnya dukungan
dari arah lateral (dari bahu jalan), drainase yang kurang baik, kembang susut
tanah disekitarnya, konsentrasi lalu lintas berat di dekat pinggir perkerasan
serta adanya pohon-pohonan besar di dekat pinggir perkerasan.
Jalur/Bahu Turun (Lane/Shoulder Drop-Off)
Jalur/bahu jalan turun adalah beda elevasi antara pinggir perkerasan dan bahu
jalan. Bahu jalan turun relative terhadap pinggir perkerasan, hal ini tidak
dipertimbangkan penting bila selisih tinggi bahu dan perkerasan jalan kurang
dari 10 -15 mm. Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan penambahan lapis
permukaan tanpa diikuti penambahan permukaan bahu jalan dan bahu jalan
dibangun dengan material yang kurang tahan terhadap erosi dan abrasi.
Gambar 2.13 Lane/Shoulder Drop Off
II.3.2.5 Kerusakan Lubang (Potholes)
Lubang adalah lekukan permukaan perkerasan akibat hilangnya lapisan
aus dan material lapis pondasi (base). Kerusakan berbentuk lubang kecil biasanya
berdiameter kurang dari 0,9 m dan berbentuk mangkuk yang dapat berhubungan
atau tidak berhububgan dengan kerusakan permukaan lainnya. Lubang bisa terjadi
akibat galian utilitas atau tambalan di area perkerasan yang telah ada ataupun
ketika beban lalu lintas menggerus bagian-bagian kecil dari permukaan
perkerasan, sehingga air bias masuk. Air yang masuk ked lam lubang dan lapis
pondasi ini nantinya akan mempercepat kerusakan jalan. Jika lubang pada
kerusakan ini harus diidentifikasikan sebagai kerusakan lubang (pothole), dan
bukan kerusakan tipe pelapukan (weathering). Faktor penyebab kerusakan ini
diakibatkan campuran material lapis permukaan yang kurang baik, air yang masuk
ke dalam lapisan pondasi lewat retakan di permukaan perkerasan yang tidak
langsung segera ditutup, beban lalu lintas yang mengakibatkan disintegrasi lapsi
pondasi, serta tercabutnya aspal pada lapisan aus akibat melekaat pada ban
kendaraan.
Gambar 2.14 Lubang (Pothole)
II.3.2.6 Tamabalan dan Tamabalan Galian Utilitas (Patching and Utility Cut Patching)
Tambalan (patch) adalah penutupan bagian perkerasan yang mengalami
perbaikan. Kerusakan tambalan dapat diikuti/tidak diikuti oleh hilangnya
kenyamanan kendaraan (kegagalan fugsional) atau rusaknya struktur perkerasan.
Rusaknya tambalan akan menimbulkan distorsi, disintegrasi, retak atau terkelupas
antara tambalan dan permukaan perkerasan asli. Faktor penyebab kerusakan ini
diakibatkan amblesnya tambalan yang pada umumnya disebabkan oleh kurangnya
pemadatan material urugan lapis pondasi (base) atau tambalan material aspal, cara
pemasangan material bawah yang buruk, serta kegagalan dari perkerasan di bawah
Gambar 2.15 Patch Utility Cut
II.3.2.7 Persilangan Jalan Rel (Railroad Crossing)
Kerusakan pada persilangan jalan rel dapat berupa ambles atau benjolan di sekitar
dan/atau antara lintasan rel. Faktor penyebab kerusakan ini diakibatkan amblesnya
perkerasan sehigga timbul beda elevasi antara permukaan perkerasan dengan
permukaan rel, dan pelaksanaan pekerjaan perkerasan atau pemasangan jalan rel
yang buruk.
Gambar 2.16 Railroad Crossing
Secara garis besar, kerusakan pada perkerasan beraspal dapat
dikelompokkan atas empat modus kejadian, yaitu (Austroads, 1987): retak, cacat
tersebut dapat dibagi lagi kedalam beberapa jenis kerusakan seperti yang
ditunjukkan pada table berikut.
Tabel 2.2 : Jenis Kerusakan Perkerasan Beraspal
MODUS JENIS CIRI
• Retak Retak memanjang
Retak melintang
Retak tidak beraturan
Retak selip
Retak blok
Retak buaya
Memanjang searah sumbu jalan
Melintang tegak lurus sumbu jalan
Tidak berhubungan dengan pola
tidak jelas
Membentuk parabola atau bulan
sabit
Membentuk poligon, spasi jarak >
300 mm
Membentuk poligon, spasi jarak <
300 mm
• Deformasi Alur
Keriting
Amblas
sungkur
penurunan sepanjang jejak roda
peurunan reguler melintang,
berdekatan
cekungan pada lapis permukaan
peninggian lokal pada lapis
permukaan
Tergerusnya lapisan aus di
permukaan perkerasan yang
berbentuk sperti mangkok
Terkelupasnya lapisan tambah
pada perkerasan yang lama
Lepasnya butir-butir agregat dari
permukaaan
Ausnya batuan sehingga menjadi
licin
Pelelehan aspal pada permukaan
perkerasan
Perbaikan lubang pada permukaan
perkerasan
• Cacat Tepi
Permukaan
Gerusan tepi
Penurunan tepi
Lepasnya bagian tepi perkerasan
Penurunan bahu jalan dari tepi
perkerasan
II.4 Kondisi Jalan
Kondisi jalan adalah suatu hal yang sangat perlu diperhatikan dalam
menentukan program pemeliharaan jalan. Menurut Departemen Pekerjaan Umum
Dirjen Bina Marga (1992), kondisi jalan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Jalan dengan kondisi baik adalah jalan dengan permukaan perkerasan yang
benar-benar rata, tidak ada gelombang dan tidak ada kerusakan
permukaan.
2. Jalan dengan kondisi sedang adalah jalan dengan kerataan permukaan
perkerasan sedang, mulai ada gelombang tetapi tidak ada kerusakan
permukaan.
3. Jalan dengan koondisi rusak ringan adalah jalan dengan permukaan
perkerasan sudah mulai bergelombang, mulai ada kerusakan permukaan
dan penambalan (kurang dari 20% dari luas jalan yang ditinjau).
4. Jalan dengan kondisi rusak berat adalah jalan dengan permukaan
perkerasan sudah banyak kerusakan seperti bergelombang, retak-retak
buaya, dan terkelupas yang cukup besar (20-60 % dari ruas jalan yang
ditinjau) disertai dengan kerusakan lapis pondasi seperti amblas, sungkur,
dan sebagainya.
II. 5 Definisi Kemantapan Jalan
Adapun definisi dari masing-masing istilah kemantapan jalan sdalah
sebagi berikut :
1. Jalan Mantap Konstruksi adalah jalan dengan kondisi konstruksi di dalam
kegiatan pemeliharaan. Jalan mantap konstruksi ditetapkan menurut
Standar Pelayanan Minimal adalah jalan dalam kondisi baik dan sedang,
dimana dalam studi ini digunakan batasan dengan besar IRI < 8 m/km.
2. Jalan tak Mantap adalah jalan dengan kondisi di luar koridor mantap yang
mana untuk penanganannya minimumnya adalah pemeliharaan berkala
dan maksimum peningkatan jalan dengan tujuan untuk menambah nilai
struktur konstruksi.
Konsep tingkat kemantapan jalan yang digunakan oleh Ditjen Bina Marga
berdasarkan ketersedian data dari sistem pendataan yang dimiliki maka parameter
yang digunakan adalah:
a. Parameter kerataan jalan atau International Roughness Index (IRI).
b. Parameter lebar jalan dan Ratio Volume/Kapasitas (VCR)
c. Parameter lebar jalan dan Volume Lalu lintas Harian (LHR)
II.6 International Roughness Index (IRI)
International Roughness Index adalah parameter yang digunakan untuk
menentukan tingkat ketidakrataan permukaan jalan. Parameter Roughness
dipresentasikan dalam suatu skala yang menggambarkan ketidakrataan permukaan
perkerasan jalan yang dirasakan pengendara. Ketidakrataan permukaan perkerasan
jalan tersebut merupakan fungsi dari potongan memanjang dan melintang
permukaan jalan. Disamping faktor-faktor tersebut, Roughness juga dipengaruhi
oleh parameter-parameter operasional kendaraan, yang meliputi suspension roda,
International Roughness Index (IRI) digunakan untuk mengukur
kekasaran permukaan jalan, kekasaran yang diukur pada setiap lokasi diasumsikan
mewakili semua fisik di lokasi tersebut. Kekasaran permukaan jalan adalah nama
yang diberikan untuk ketidakrataan memanjang pada permukaan jalan. Ini diukur
dengan suatu skala terhadap pengaruh permukaan pada kendaraan yang bergerak
di atasnya. Skala yang banyak digunakan di Negara berkembang seperti Indonesia
adalah International Roughness Index.
Tingkat kerataan jalan (IRI) ini merupakan salah satu faktor/fungsi
pelayanan (functional performance) dari suatu perkerasan jalan yang sangat
berpengaruh pada kenyamanan (riding quality). Salah satu indikator teknis untuk
menilai performansi permukaan jalan adalah nilai IRI (International Roughness
Index), yaitu besaran ukuran yang menggambarkan nilai kettidakrataan
permukaan yang diindikasikan sebagai panjang kumulatif turun naiknya
permukaan per satuan panjang. Kerataan permukaan jalan dianggap sebagai
resultante kondisi perkerasan jalan secara menyeluruh. Jika cukup rata maka jalan
dianggap baik mulai dari lapis bawah sampai dengan lapis atas perkerasan jalan
dan demikian sebaliknya (Hikmat Iskandar 2005). Nilai IRI dinyatakan dalam
meter turun naik per kilometer panjang jalan (m/km). jika nilai IRI = 10 m/km,
artinya jumlah amplitude (naik dan turun) permukaan jalan sebesar 10 m dalam
tiap km panjang jalan. Semakin besar nilai IRI-nya, maka semakin buruk keadaan
permukaan perkerasan. IRI adalah sebuah standar pengukuran kekasaran yang
Metode pengukuran kerataan permukaan jalan yang dikenal pada umunya
antara lain adalah metode NAASRA (SNI 03-3426-1994). Metode lain yang dapat
digunakan untuk pengukuran dan analisis kerataan perkerasan adalah Rolling
Straight Edge, Slope Profilometer/AASHTO Road Test, CHLOE Profilometer, dan
Roughmeter ( Youder and Witczak, 1975 dalam Suwardo dan Sugiharto, 2004).
Menurut Saleh,dkk (2008) pada dasarnya penetapan kondisi jalan minimal adalah
sedang, dalam gambar 2.17terlihat berada pada level IRI antara4,0m/km sampai
dengan 8m/km tergantung dari fungsi jalannya. Jika IRI menunjukkan di bawah
4,0 artinya jalan masih dalam tahap pemeliharaan rutin, sementara jika IRI antara
4,0 sampai 8 yang dikategorikan pada kondisi sedang, maka jalan sudah perlu
dilakukan pemeliharaan berkala (periodic maintenance) yakni dengan pelapisan
ulang (overlay). Sedang jika IRI berkisar antara 8 sampai 12, artinya jalan
sudahperlu dipertimbangkan untuk peningkatan. Sementara jika IRI > 12 berarti
jalan sudah tidak dapat dipertahankan, sehingga langkah yang harus dilakukan
Gambar 2.17 : Hubgungan antara kondisi, umur, dan jenis penanganan jalan (Saleh dkk,2008)
Direktorat Jenderal Bina Marga menggunakan parameter International
Roughness Index (IRI) dalam menentukan kondisi konstruksi jalan, yang dibagi
atas empat kelompok. Berikut ditampilkan Tabel 2.4 penentuan kondisi ruas jalan
dan kebutuhan penanganannya:
Table 2.4 Penentuan Kondisi Ruas Jalan dan Kebutuhan Penanganan
Kondisi Jalan
IRI (m/km) Kebutuhan
Penanganan
IRI rata-rata > 12
Peningkatan jalan
Peningkatan Jalan
II.7 Mekanisme Kerusakan
Pada perkerasan beraspal, kerusakan pada perkerasan dapat terjadi melalui
berbagai mekanisme sebagaimana yang diilustrasikan pada gambar di bawah.
Akibat beban kendaraan, pada setiap lapis perkerasan terjadi tegangan dan
regangan. Pengulangan beban akan mengakibatkan terjadinya retak lelah pada
lapis beraspal serta deformasi pada semua lapisan. Faktor cuaca juga
mengakibatkan lapis beraspal menjadi rapuh (getas) sehingga makin rentan
terhadap terjadinya retak dan disintegrasi (pelepasan). Bila retak sudah mulai
terjadi, luas dan keparahan retak akan berkembang cepat hingga akhirnya terjadi
lubang.
Disamping itu, retak memungkinkan air masuk ke dalam perkerasan
sehingga mempercepat deformasi dan memungkinkan terjadinya penurunan
kekuatan geser dan perubahan volume. Deformasi kumulatif pada jejak roda dapat
terjadi dalam bentuk alur pada permukaan, sedangkan perbedaan deformasi akan
mengakibatkan ketidakteraturan bentuk atau distorsi profil yang dikenal senagai
“ketidakrataan” (roughness). Ketidakrataan permukan perkerasan merupakan hasil
dari rangkaian mekanisme kerusakan serta gabungan pengaruh berbagai modus
kerusakan. Besarnya ketidakrataan ini dapat menunjukkan gambaran kondisi
perkerasan, dan juga biasanya digunakan untuk menghitung biaya operasi
Gambar 2.18 : Mekanisme dan Interaksi Kerusakan Beraspal
II.8 Evaluasi Jalan
Perkerasan jalan harus memberikan kenyamanan, keamanan, pelayanan
yang efisien kepada penguna jalan, dan memiliki kapasitas struktural yang mampu
mendukung berbagai beban lalu lintas dan tahan terhadap dampak dari kondisi
lingkungan. Evaluasi ini akan menentukan kemampuan sebuah perkerasan jalan
dalam memenuhi tiga fungsi dasar perkerasan jala (kenyamanan, keamanan, dan
efisiensi pelayanan). (Doan Sinurat, 2013)
Berdasarkan pada karakteristik yang disurvei, evaluasi perkerasan dapat
diklasifikasikan menjadi evalusi fungsional dan evaluasi struktural :
1. Evaluasi fungsional, yaitu evaluasi berupa informasi tentang karakteristik
kenyamanan pengguna jalan serta pelayanan jalan. Karakteristik utama yang
disurvei pada evaluasi fungsional ini adalah, dalam hal keamanan berupa
kekesatan permukaan jalan (skid resistance) dan tekstur permukaan jalan (surface
texture), serta ketidakrataan jalan (road roughness) dalam hal pelayanan
(serviceability).
2. Evaluasi Struktural, yaitu evaluasi berupa informasi tentang kinerja struktur
perkerasan terhadap beban lalu lintas dan kondisi lingkungan. Dalam hal ini,
survei katakteristik juga akan membantu dalam memperoleh informasi tentang
kinerja struktur perkerasan, kerusakan perkerasan dan sifat mekanikal/ strukrural
jalan. Kerusakan perkerasan secara tidak langsung akan mempengaruhi masalah
fungsional jalan seperti kegemukan pada jalan (pavement bleeding) akan
mempengaruhi kekesatan permukaan jalan (skid resistance), dan retak pada
sambungan jalan yang akan mempengaruhi ketidakrataan jalan (road roughness).
II.9Alat- Alat Pengukur Ketidakrataan Jalan
Pengukuran tingkat ketidakrataan permukaan jalan belum banyak
dilakukan di Indonesia mengingat kendala terbatasnya peralatan sehingga
persyaratan kerataan dalam pengawasan dan evaluasi terhadap konstruksi jalan
yang ada tidak dapat dilakukan secara baik menurut standar nasional bidang jalan.
Untuk mengetahui tingkat ketidakrataan permukaan jalan dapat dilakukan
pengukuran dengan menggunakan berbagai alat , seperti:
•Roughometer NAASRA (National Association of Australian State Road
Alat ukur roughometer NAASRA atau disebut juga NAASRA meter
adalah alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan yang dibuat oleh NAASRA
(SNI 03-3426-1994). Alat ini dipasangkan pada kendaraan jenis station wagon,
apabila tidak tersedia jenis kendaraan tersebut maka dapat diganti dengan
kendaraan Jeep 4 wheel drive, atau pick up dengan penutup pada baknya. Dalam
survai ketidakrataan permukaan jalan dengan alat ukur roughometer NASSRA
diperlukan beberapa alat bantu lainnya, yaitu: Dipstick Floor Profiler yang
digunakan sebagai alat pengukur perbedaan elevasi, Odometer sebagai alat
pengukur jarak tempuh, dua buah beban masing-masing seberat 50 kg dan alat
pengukur tekanan ban.
Gambar 2.19 : Alat ukur Roughometer NAASRA
Sebelum melakukan survei ketidakrataan permukaan jalan, maka harus
NAASRA terhadap nilai IRI. Persamaan korelasi ini didapatkan dengan membuat.
Seksi Percobaan (SP), paling sedikitdilakukan 8 SP yang dipilih dari jalan yang
permukaannya sangat rata sampai yang sangat tidak rata, panjang SP adalah 300
meter ditambah masing-masing 50 meter pada kedua ujungnya, kemudian
dilakukan pengukuran profil memanjang dengan alat Dipstick Floor Profiler,
selanjutnya menjalankan kendaraan survai dengan kecepatan 30 km/jam untuk
mencatat ketidakrataan permukaan jalan. Output data dari roughometer NASSRA
tersebut adalah nilai IRI (m/km) dengan interval 100 m dari satu ruas jalan.
• Dipstick
Dipstick merupakan perangkat yang dikembangkan, dipatenkan, dan dijual
oleh The Edward W.Face Company Inc.USA. Panjang utama alat ini adalah
30.48 cm. Pada mulanya alat ini digunakan untuk memeriksa kerataan lantai.
Dipstick adalah perangkat sederhana untuk mengukur profil dari jalan. Alat ini
terdiri dari sebuah inklinometer yang dipasang di bingkai, sebuah pegangan
dan komputer mikro yang dipasang pada Dipstick tersebut. Cara kerjanya
adalah berjalan di sepanjang garis yang diprofilkan. Jarak antara dua kaki
pendukung 305 mm terpisah. Untuk mendapatkan profil menyusur tanah,
surveyor bersandar pada perangkat sehingga semua beratnya adalah pada kaki
terkemuka, kemudian mengangkat kaki belakang sedikit di atas tanah.
Kemudian angkat poros kaki 180 derajat, tempatkan kaki lainnya (sebelumnya
belakang) di depan, di sepanjang garis yang diprofilkan secara otomatis
mencatat perubahan elevasi, menandakan bahwa langkah berikutnya dapat
Ketinggian relatif terhadap referensi disimpulkan oleh sudut relatif perangkat
gravitasi, bersama-sama dengan jarak antara penunjangnya. Analisis data untuk
IRI perhitungan terkomputerisasi dan plot profil permukaan skala selanjutnya
dapat dicetak.
Gambar 2.20 : Dipstick
• Rolling-straight edges
Cara kerja alat ini adalah dengan menarik alat ini pada lokasi pengukuran
sehingga roda pengukur berputar memberikan perubahan nilai pada skala (curved
scale). Ketelitian alat ini dibatasi oleh perputaran roda dan posisi roda pengukur.
Selama penggunaan roda dan kerangka akan naik bergerak naik turun disertai
pergerakan jarum penunjuk pada skala (curved scale).Untuk pencatatan secara
otomatis dapat dipasang pencatat otomatis (chart recorder) pada kerangka bagian
tengah. Tujuan pengukuran dan analisis kerataan jalan menggunakan Rolling
Straight Edge adalah : (1) untuk menganalisis tingkat kerataan permukaan (profil
memanjang) jalan dari hasil pengukuran dengan alat Rolling Straight Edge, (2)
Gambar 2.21: Rolling-straight edges
• MERLIN
MERLIN (Machine for Evaluating Roughness using Low-cost
Instrumentation) merupakan instrument yang dioperasikan secara manual yang
sering digunakan untuk mengkalibrasi Response-Type Road Roughness
Measuring Systems (RTRRMS) . MERLIN diperkenalkan pertama kali pada tahun
1986. Terdiri dari roda tunggal pada frame yang dapat bergerak bergerak
sepanjang jalan, dan probe melekat pada lengan digunakan untuk merekam
variabilitas dari ketidakrataan sepanjang jalan.
Prinsip kerja MERLIN, alat ini diletakkan di atas jalan dengan roda dalam
posisi normal dimana kaki belakang (rear foot), alat penyelidik (probe), dan
penyeimbang (stabilizer) alat bersentuhan dengan permukaan jalan. Pegangan dari
MERLIN terangkat sehingga kaki belakang, alat penyelidik dan penyeimbangnya
terangkat dari permukaan jalan, setelah itu alat berpindah pada titik selanjutnya
yang akan diukur. Keuntungan dari MERLIN adalah biaya rendah dan
memungkinkan untuk digunakan pada negara berkembang, kekurangannya adalah
Gambar 2.22: MERLIN
• Profilographs
Profilometers perkerasan jalan at
1.958-1.960 Profilographs telah berkembang selama
bertahun-tahun dan terdapat berbagai bentuk, konfigurasi, dan merek. Karena
desain alat ini, merekatidak praktis untuk survei kondisi jaringan.
Perbedaan utama antara berbagai profilographs melibatkan konfigurasi roda, cara
pengoperasian, danprosedur pengukuran.
Profilographs memiliki roda penginderaan, dipasang untuk menyediakan secara
grafis gerakan vertikal.Profilographs yang digunakan untuk menghitung Indeks
Kekasaran Internasional (IRI) yang dinyatakan dalam satuan inci/mil atau mm/m.
Kelemahan profilographsadalah selama pengukuran, dapat diasumsikan
bahwa kendaraan tidak boleh membuat variasi kecepatan besar dan kecepatan
Gambar 2.23: Profilograph
Tabel 2.5 Perbandingan alat alat ketidakrataan
Alat
Profilograph 1958 Mahal Tidak
perlu Sulit
• PARVID
PARVID (Positioning Accurated Roughness with Video) adalah
peralatan-peralatan yang digunakan untuk mensurvei data ketidakrataan jalan (roughness)
beserta video. Memiliki hak cipta dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual merk PARVID no.
IDM000258052. Pencipta dan pengembang alat penunjang survei kondisi jalan ini
adalah Pontjo Mulyadi, BE, S.Sos. yang telah dikenal luas di seluruh Indonesia
karena telah sukses dengan alat penunjang survey NAASRA (Kekasaran Jalan)
yang dikenal dengan nama PAR (Positioning Accurated Roughness) dan PARVID
(Positioning Accurated Roughness with Video) yang telah dijual ke banyak
propinsi, diantaranya adalah Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Bali, Bengkulu,
Jambi, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Jawa tengah. Pengguna jasa yang pernah
menyewa alat ini untuk melakukan survey tahunan IIRMS adalah Propinsi
Banten, Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat,
dll. Bahkan ADB (Asian Development Bank) pernah menggunakan jasa
monitoring control pekerjaan proyek jalan di Sulawesi dengan menggunakan alat
PARVID ini.
PARVID merupakan gabungan dari peralatan- peralatan yang dipasang
serta dirangkai pada mobil survei, antara lain :
1. LOGER
Loger ini digunakan untuk menyimpan berbagai data tanpa menggunakan
laptop secara terus menerus, kapasitas loger ini mencapai 1 GigaByte (GB),
serial dan tersimpan dalam bentuk Microsoft Excel (.xls). Output yang disimpan
Loger adalah :NAASRA (National Association of Australian State Road
Authorities) meter yang menghasilkan nilai IRI (International Roughness Index)
2. GPS (GLOBAL POSITIONING SYSTEM) TRACKING
Adalah sistem navigasi satelit, GPS ini menggunakan satelit yang
mengirimkan sinyal gelombang mikro ke bumi, sinyal ini diterima oleh alat
penerima di permukaan, dan digunakan untuk menentukan kecepatan, posisi, arah
dan waktu. Huruf N pada Latitude menyatakan North (Utara), yaitu Lintang utara,
garis lintang utara adalah garis khayal yang melingkari bumi dari equator (garis
khatulistiwa) hingga ke bagian kutub utara bumi. Huruf E pada Longitude
menyatakan East (Timur), yaitu bujur timur, garis bujur timur adalah garis khayal
yang berada di sebelah timur kota Greenwich.
3. NAASRA METER DAN KABEL PEGAS
Batang Naasra pemantau getaran kerusakan, setiap getaran sekecil apapun
akan ditangkap, dengan alat ini menggunakan Rotary pulsa 1000 satu putarannya
yang akan dikalikan dengan skala Naasra yang diinginkan, semakin besar skala
Naasra yang digunakan, maka semakin besar sensitifitas alat Naasra ini dalam
mendeteksi getaran.
4. ROTARY HALDA DAN ROTARY NAASRA
Alat penangkap sensor yang mana plat sensor tersebut sudah dirancang
untuk 1000 pulsa (untuk Naasra) dan 50 pulsa (untuk Haldameter), sebagai alat
5. COUNTER
Alat monitor pencatat Naasra meter yang bersifat display dengan 6 digit
angka. Kendali monitor pergerakan Naasra dan Halda meter. Nilai Skala kalibrasi
Naasra meter dan Haalda meter ini harus disesuaikan dengan skala kalibrasi loger
pada saat kalibrasi mobil dijalankan.
6. POWER INVERTER
Alat elektronik untuk mengubah Listrik DC (accu mobil) menjadi AC
dengan kapasitas volume 300 watt, alat ini juga berguna untuk pemakaian listrik
lainnya seperti HandyCam, charger HP atau Lap Top dll.
7. LAPTOP
Laptop digunakan untuk memproses data (Processing Data) yang
disambungkan ke loger melalui kabel USB to Serial menggunakan software
(Perangkat lunak).
8. HANDY CAM DAN MONITOR
Handycam digunakan untuk menghasilkan 2 output video, Video situasi
jalan yang ditempatkan di depan , untuk merekam video 70% situasi jalan, dan
30% langit-langit.
9. MONITOR
Monitor pada sandaran kursi ini digunakan untuk melihat display
handycam kondisi aspal yang berada di belakang atap mobil, dan untuk
10. SENSOR
Loger PARVID telah dilengkapi dengan kabel sensor (gambar) yang akan
dihubungkan dengan kabel 2 remote handycam, yaitu remote handycam situasi
(depan), dan remote kondisi aspal.Loger PARVID dengan kabel sensor tekan
yang akan dihubungkan dengan remote handycam.Pada pelaksanaan survey, jika
kabel loger telah dihubungkan ke kabel remote, maka ketika dilakukan start
survey di awal ruas (menekan angka 1 pada loger), remote akan otomatis
mengirimkan sinyal ON kepada handycam, sehingga semua alat dapat bekerja
secara bersamaan.
Keuntungan menggunakan alat ini :
1. Kondisi Jalan bisa dilihat dari monitor video yang berada di dalam mobil,
semakin tinggi resolusi display gambar dan luas display gambar dalam video,
maka keakuratan data akan semakin tinggi.
2. Mobil dilengkapi dengan alat Halda meter yang terhubung dengan odometer
mobil dan Rotary Halda dengan pulse 50/putaran dengan keakuratan skala 4
desimal dibelakang koma, sehingga keakuratan pengukuran panjang jalan
tidak diragukan lagi (metode halda meter alat kami ini telah dipakai oleh
banyak propinsi dalam pengambilan data jalan , diantaranya adalah propinsi
Bengkulu, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Sulawesi Utara, Jambi, Jawa
timur, Jawa tengah, Bali, dll).
3. Mobil PARVID juga dilengkapi dengan alat GPS yang akan menangkap posisi
Kerugian menggunakan alat ini :
1. Menggunakan inverter dalam mobil sebagai sumber listrik, jadi tidak boleh
terlalu banyak bergerak karena akan mengakibatkan korslet.
2.Tidak praktis karena peralatan- peralatan yang banyak dan beragam yang
dipasang dalam mobil survei.
II.10 Pemeliharaan Jalan
Dengan selesainya pembangunan suatu jaringan jalan, maka kegiatan
penyelenggaraan jalan sekarang telah berubah penekanannya, yaitu dari pekerjaan
pembangunan jalan baru menuju ke pekerjaan pemeliharaan jalan. Jalan yang
selesai dibangun dan dioperasikan akan mengalami penururnan kondisi sesuai
dengan bertambahnya umur sehingga pada suatu saat jalan tersebut tidak
berfungsi lagi sehingga mengganggu kelancaran perjalanan. Beberapa perbedaan
diantara pembangunan dan pemeliharaan jalan dapat ditunjukkan pada table 2.6
Dibandingkan dengan pembangunan, permasalahan dalam pemeliharaan jalan
lebih rumit dan kompleks seperti yang dialami oleh berbagai Negara (Worl Bank,
1998).
Table 2.6 : Perbedaan Kegiatan dan Pemeliharaan Jalan
Pembangunan Pemeliharaan
Pendekatan pelaksanaan
Proyek Proses
Waktu Relatif singkat / Jangka
pendek
Berjalan terus / Jangka panjang
Lokasi Terbatas Tersebar
Biaya per Kilometer Relati tinggi Relatif mudah
Kebutuhan keterampilan
Secara umum terdapat tiga tujuan utama dari pemeliharaan jalan, yaitu
1. Mempertahankan kondisi agar jalan tetap berfungsi
Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan adalah untuk menjaga jalan dapat
digunakan sepanjang tahunnya guna melayani kebutuhan social ekonomi
masyarakat setempat. Jika jalan tersebut putus/tertutup sehingga tidak dapat
digunakan, maka akan mengakibatkan terisolasinya masyarakat setempat dan
akan berdampak pada masalah social ekonomi dan bahkan
keamanan/integritas suatu daerah. Dengan terbukanya jalan sepanjang waktu
maka kemungkinan terjadinya penundaan pada angkutan dapat dihindari,
sehingga perekonomian tetap berjalan lancar. Terbukanya jalan secara
menerus sepanjang waktu adalah merupakan kepentingan masyarakat luas
antara lain yang melakukan perjalanan, industry, pertanian, dan kepentingan
ekonomi.
2. Mengurangi tingkat kerusakan jalan
Jalan yang digunakan untuk melayani lalu lintas akan mengalami penurunan
kondisi dan pada akhirnya jalan akan semakin jelek dan penurunan tersebut
berlanjut sampai kondisi jalan tersebut rusak/rusak berat sehingga tidak dapat
dipergunakan kembali. Untuk itu, jalan kemudian akan direhabilitasi/
dikembalikan kondisinya seperti kondisi semula. Dengan pemeliharaan, maka
laju kerusakan jalan tersebut dapat dikurangi sehingga jalan dapat melayani
lalu lintas sesuai dengan umur rencananya. Penyelenggara jalan sangat
berkepentingan agar umur pelayanan sesuai denga umur rencananya.
Besarnya biaya operasi kendaraan ditentukan oleh: jenis kendaraan, geometri
dari jalan, dan kondisi dari jalan. Sehingga dengan pemeliharaan jalan yang
baik maka tingkat kerataan dapat dipertahankan dan biaya operasi kendaraan
tidak meningkat. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil penelitian yang
menyebutkan bahwa peningkatan ketidakrataan dari 2,5 m/km ke 4,0 m/km
akan menaikkan biaya operasi kendaraan sebesar 15% dan bila kenaikan
besarnya ketidakrataan sampai dengan 10 m/km biaya operasi kendaraan akan
meningkat menjadi 50%. Jalan yang semakin rusak akan menyebabkan
ketidakrataan tinggi dan memberikan konsikuensi keausan kendaraan dan