• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Yuridis Konsistensi Putusan Mahkamah Agung Dalam Kasus Merek Yang Mengandung Unsur Persamaan Pada Pokoknya (Putusan Pengadilan 2011-2012)"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KETENTUAN TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK YANG MENGANDUNG UNSUR PERSAMAAN PADA POKOKNYA SEHINGGA DAPAT MENIMBULKAN SUATU KEPASTIAN HUKUM

A. Pengertian Umum Tentang Persamaan Pada Pokoknya Dalam Merek

Istilah “Persamaan Pada Pokoknya” muncul ketika dua buah Merek yang

“kelihatannya” sama disandingkan. Dalam praktek, hal ini sering menjadi persoalan

ketika merek yang satu dianggap melanggar merek lain. Undang-undang Nomor 15

tahun 2001 tentang Merek pun tidak mengatur terminologi “Persamaan Pada

Pokoknya” dengan rinci dan terang, sehingga dalam kasus-kasus pelanggaran Merek

persoalan ini sering tidak selesai di meja debat.

Dalam bagian Penjelasan, khusunya penjelasan pasal 6 ayat (1) huruf a,

undang-undang Merek hanya mendefinisikan “Persamaan Pada Pokoknya” sebagai:

“Kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara Merek

yang satu dan Merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan

baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara

unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek

tersebut”.34

Menurut penjelasan tersebut, Persamaan Pada Pokoknya merupakan suatu

“kemiripan”. Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka menerjemahkan

“kemiripan” yang berasal dari kata dasar “mirip” ini sebagai “hampir sama atau

(2)

serupa”. Dengan demikian, maka dalam Persamaan Pada Pokoknya merek-merek

tersebut hanya “hampir sama” atau “serupa” bentuknya, jadi bukan “sama persis”

atau “sama secara utuh”.

Kemiripan antara merek satu dengan yang lain ini disebabkan oleh adanya

unsur-unsur yang menonjol dari masing-masing merek yang diperbandingkan.

Unsur-unsur yang menonjol itu, kalau disimpulkan dari bunyi pasal 1 angka 1

undang-undang merek tentang pengertian merek, dapat terdiri dari: 1) Nama 2) Kata 3)

Huruf-huruf 4) Angka-angka 5) Susunan warna 6) Atau kombinasi dari unsur-unsur

tersebut. Kemiripan antara Merek yang satu dengan Merek lain muncul karena

masing-masing unsur “nama”, atau “kata”, atau “huruf-huruf”, atau “angka-angka”,

atau “susunan warna”, atau kombinasi dari semua unsur itu ada yang menonjol.

Sampai sejauh mana unsur-unsur tersebut dikatakan menonjol, penjelasan pasal 6

ayat (1) huruf a hanya menyebutkan sampai unsur-unsur itu menimbulkan “kesan”

adanya persamaan pada: 1) Bentuk 2) Cara penempatan 3) Cara penulisan 4) atau

kombinasi antara unsur-unsur tersebut 5) Serta bunyi ucapan.35

Dengan demikian, maka dalam Persamaan Pada Pokoknya kemiripan itu

bersifat substansial, yaitu meskipun Merek-merek tersebut tidak sama persis, namun

perbedaannya masih dapat dilacak, sehingga persamaan yang muncul dari

Merek-merek itu hanya berupa “kesan”. Dalam hal ini tidak ada persamaan secara utuh

antara masing-masing Merek, hanya saja Merek-merek tersebut menurut pandangan

(3)

umum “terkesan mirip”. Untuk mengukur secara persis sampai sejauh mana

merek-merek tersebut memiliki “kesan” yang sama, perlu diteliti lagi unsur-unsurnya. Hal

ini mengingat undang-undang merek tidak merinci lebih lanjut sampai sejauh mana

“kesan” itu dapat diukur.

Menurut Kasubdit Pemeriksaan Direktorat Merek Ditjen HKI, Didik Taryadi,

jika merangkum Pasal 6 ayat (1) huruf a undang-undang merek di atas, untuk menilai

Persamaan Pada Pokoknya bisa dilakukan secara visual, konseptual dan fonetik.

Persamaan Visual dapat diukur dari sisi “tampilan” merek itu sendiri, yang karena

persamaan bentuknya, penempatan unsur-unsur, susunan warna atau kombinasi dari

unsur-unsur tersebut menimbulkan kesan adanya persamaan yang dapat membuat

orang keliru. Hal yang paling substansial disini adalah adanya “kesan visual”,

sehingga dengan kesan itu orang bisa keliru. Misalnya merek rokok “Djenam“, yang

secara visual menyerupai rokok merek “Djarum“.36

Dalam persamaan Konseptual, kesan adanya persamaan lebih menekankan

pada kesamaan “filosofi dan makna” yang terkandung dalam Merek tersebut.

Misalnya suatu produk bermerek gambar ”Harimau“. Merek lain dengan kata-kata

atau tulisan “Harimau“ mungkin saja memiliki persamaan filosofi dan makna yang

dapat mengaburkan pemahaman masyarakat terhadap barang tersebut. Persamaan

Fonetik didasarkan pada adanya persamaan secara “pengucapan atau bunyi” Merek

sehingga menimbulkan kesan adanya persamaan. Suatu merek “House“ memiliki

(4)

pengucapan yang sama dengan “Haus“, sehingga keduanya dapat menimbulkan

kemiripan.37

Menurut Beverly W. Pattishall, et. al. dalam “Trademarks and Unfair

Competition Fifth Edition”, faktor yang dapat digunakan sebagai alat ukur untuk

menentukan adanya Persamaan Pada Pokoknya yaitu: 1) Persamaan Bentuk

(Similarity of Appearance),2) Istilah Asing (Foreign Terms), 3) Persamaan Konotasi

(Similarity of Connotation), 4) Persamaan Kata dan Tanda Gambar (Word and

Picture Marks),5) Persamaan Bunyi (Similarity of Sound).

Dalam Persamaan Bentuk (Similarity of Appearance), pertimbangan utama

Persamaan Pada Pokoknya terletak pada “kesan visual” (Visual imprresion) secara

keseluruhan dari masing-masing bentuk Merek. Persamaan Bentuk ini tidak

mempersoalkan persamaan atau perbedaan masing-masing unsurnya. Cukup dapat

dikatakan terdapat Persamaan Pada Pokoknya bila konsumen mendapat kesan bahwa

suatu merek yang palsu secara visual terkesan seperti aslinya. Kesan visual ini

muncul dengan cara menggeneralisir keseluruhan unsur tanpa membedakan variasi

unsurnya. Contoh Persamaan Bentuk misalnya dalam memperbandingkan merek

QUIRST dengan merek SQUIRT untuk produk soft drink. Kedua merek itu

menampilkan kesan visual yang secara keseluruhan hampir sama sebagai produk soft

drink, meskipun unsur-unsur mereknya yang berupa nama, kata atau huruf-hurufnya

berbeda. Begitupun dalam perbandingan merek CARTIER dengan merek CATTIER

37 M. Yahya Harahap, Tinjauan Merek Secara Umum dan Hukum Merek di Indonesia

(5)

untuk produk kosmetik, atau merek TORNADO dengan merek VORNADO untuk

produk mesin-mesin elektrik.38

Persamaan Pada Pokoknya bisa juga disimpulkan dari adanya persamaan

bunyi pada merek-merek yang diperbandingkan, terutama pada merek-merek yang

mengandalkan kekuatan bunyi kata. Dalam persamaan bunyi ini pelafalan atau cara

pengucapan (pronunciation) merek yang “benar” bukanlah faktor yang menentukan.

Pelafalan atau pengucapan yang tidak benar bisa juga menyebabkan adanya

persamaan bunyi merek. Merek HUGGIES dan merek DOUGIES untuk produk

popok bayi kalau dilafalkan akan memiliki persamaan bunyi, meskipun pelafalannya

sedikit berbeda. Begitupun merek CROWNSCRIBER dan SOUNDSCRIBER untuk

merek produk tape recorder, serta LE CONTE dan CONTI untuk merek produk

perawatan rambut.

Persamaan Pada Pokoknya bisa juga muncul karena antara beberapa Merek

yang diperbandingkan memiliki kesamaan konotasi yang mengasosiasikan Merek

tersebut pada suatu hal tertentu. Misalnya antara Merek APPLE dengan Merek

PINEAPPLE. Kedua Merek tersebut merupakan produk komputer, dan secara

semantik kedua istilah Merek itu memiliki keterkaitan sebagai nama buah yang

berasosiasi sebagai Merek barang komputer. Contoh lain misalnya majalah merek

PLAYBOY dan PLAYMEN. Kedua Merek majalah itu secara semantik memiliki

keterkaitan dan berasosiasi sebagai majalah untuk kaum pria.

(6)

Persamaan Pada Pokoknya juga muncul dengan memperbandingkan Merek

yang berupa kata (Word) dengan Merek yang berupa gambar yang merepresentasikan

kata tersebut. Dua merek yang diperbandingkan itu masing-masing berupa “kata” dan

“gambar yang merepresentasikan kata”. Persamaan kata dan tanda gambar ini dapat

kita jumpai misalnya dengan memperbandingkan merek TIGER HEAD dengan

Merek yang bergambar “kepala harimau” untuk produk barang atau jasa yang sama.

Gambar kepala harimau dalam perbandingan tersebut merepresentasikan kata yang

terdapat dalam merek TIGER HEAD (Kepala harimau). Begitu juga misalnya dalam

memperbandingkan merek PEGASUS dengan merek yang bergambar “kuda terbang

(Flying horse)”.

Persamaan Pada pokoknya muncul apabila merek yang menggunakan istilah

bahasa asing memiliki konotasi yang sama dengan merek yang menggunakan istilah

dalam negeri. Dalam hal ini, meskipun terdapat perbedaan bentuk, kata maupun

bunyi, namun kedua merek yang diperbandingkan itu memiliki kesamaan arti karena

salah satunya berasal dari istilah bahasa asing. Misalnya produk sabun mandi merek

GOOD MORNING diperbandingkan dengan merek sabun mandi BUENOS DIAS

atau SELAMAT PAGI, yang kesemua istilah dalam merek itu mempunyai arti sama.

Letak Pokok persamaan merek-merek itu adalah pada konotasi atau arti yang sama

dari istilah-istilah yang digunakan dalam masing-masing merek.Dari uraian di atas

dapat disimpulkan bahwa Persamaan Pada Pokoknya muncul karena adanya

persamaan dalam bentuk, makna, serta bunyi dari merek-merek yang

(7)

kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Pengertian makna dalam hal ini adalah

mempunyai persamaan pada pokoknya adalah hal pengucapan dan makna secara

keseluruhan, makna kata dengan representasi gambar serta penggunaan istilah asing

dengan pengertian yang sama.39

B. Tinjauan Umum Terhadap Sistem Kepemilikan Merek di Indonesia

Definisi yuridis tentang merek memperoleh legitimasinya di dalam Pasal 1

angka 1 Undang-Undang No. 15 tahun 2001 yang menyebutkan bahwa, “Merek

adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan

warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda, dan

digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”. Definisi tentang merek

juga ditentukan dalam persetujuan TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights). Dari ketentuan definisi yang telah dikemukakan di atas baik dari

peraturan perundang-undangan maupun dari TRIPs dapat diketahui bahwa merek

adalah :

1. Merek mengandung arti sebagai cap, tanda atau lambang.

Cap, tanda atau lambang dalam merek itu sendiri banyak sekali ragam atau

jenisnya. Dapat dibedakan menjadi 5 jenis yaitu :

a. Merek lukisan; (cap susu untuk bayi)

b. Merek kata; (cap bumbu masakan "Sasa")

c. Merek bentuk; (botol coca cola)

(8)

d. Merek bunyi-bunyian; (cap film M.G.M dengan seekor singa)

e. Merk judul (titetmerk);

2. Mempunyai fungsi sebagai daya pembeda

Merek yang akan digunakan untuk barang atau jasa oleh seseorang atau suatu

badan hukum harus memiliki daya pembeda dengan merek pada barang atau jasa

sejenis milik orang atau badan hukum lainnya yang tetah mendaftarkan mereknya

terlebih dahulu. Karena suatu kemiripan yang timbul dalam sebuah merek dagang

berarti merek dagang tersebut menyebabkan kerancuan sebab jika digunakan untuk

barang yang sejenis, akan menyebabkan kerancuan terhadap asal barang-barang

tersebut (Putusan Mahkamah Agung tanggal 27 Februari 1968, Kumpulan Putusan

Terdahulu Kasus Perdata Mahkamah Agung 22-20-399)

3. Mempunyai suatu tujuan yaitu digunakan dalam kagiatan perdagangan barang

atau jasa

Penggunaan tanda pada suatu barang atau jasa yang tidak digunakan dalam

suatu aktifitas atau kegiatan perdagangan barang atau jasa tidak dapat disebut sebagai

merek.40

Suatu cap, tanda atau lambang agar dapat disebut sebagai merek harus

memillki syarat utamanya berupa daya pembeda pada unsur-unsurnya yaitu pada

tandanya. Tanda tersebut dapat dicantumkan pada barang atau jasa bersangkutan, atau

pada bungkusan dari barang atau amplop dari surat-surat si pemilik jasa bersangkutan

(9)

yang tetah didaftarkan mereknya untuk kemudian dipergunakan dalam kegiatan

perdagangan bark barang maupun jasa.

Daya pembeda ini sangat penting artinya karena terkait erat dengan

perlindungan merek di mana suatu merek hanya dapat dilindungi oleh suatu tanda

yang tepat untuk membuat perbedaan antara barang atau jasa milik seseorang atau

badan hukum yang satu dengan lainnya yang sejenis. Dalam hal ini perlindungan atas

merek dagang seperti yang diberikan dalam hukum merek hanya dapat efektif jika

merek dagang itu terdaftar sesuai dengan hukum.

Yang dimaksud dengan daya pembeda adalah memiliki Kemampuan untuk

digunakan sebagai tanda yang dapat membedakan hasil perusahaan yang satu dengan

perusahaan yang lain. Sehingga agar dapat dikatakan memiliki daya pembeda, maka

disamping keberadaan tanda itu sendiri yang tidak boleh terlalu sederhana ataupun

terlalu rumit juga suatu merek tidak boleh memiliki persamaan pada pokoknya

ataupun pada keseiuruhannya dengan merek barang atau jasa sejenis milik seseorang

atau badan hukum lainnya.41

Dari uraian di atas mengenai syarat hak kepemilikan suatu merek, maka dapat

dikatakan bahwa agar sesuatu dapat dikategorikan dan diakui sebagai suatu merek

harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Mempunyai fungsi pembeda

2. Merupakan tanda pada barang dagang atau jasa

(10)

3. Tidak memenuhi unsur-unsur yang bertentangan dengan kesusilaan

4. Bukan menjadi milik umum

5. Tidak merupakan keterangan, atau berkaitan dengan barang, atau jasa yang

dimintakan pendaftarannya.

Dalam sistem kepemilikan merek di Indonesia, setiap merek yang akan

dijadikan hak milik baik oleh perorangan maupun oleh badan hukum harus

didaftarkan agar menimbulkan suatu kepastian hukum dalam hal kepemilikannya.

Apabila merek yang telah beredar dipasaran terhadap suatu barang dagangan tertentu

tidak didaftarkan kepada instansi yang berwenang dalam hal ini adalah Direktorat

Merek maka merek tersebut dapat saja digunakan oleh orang lain dan merek tersebut

tidak dapat diklaim atau tidak dapat dinyatakan sebagai milik seseorang atau badan

hukum tertentu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk menjadikan suatu

merek dagang menjadi hak milik dari seseorang atau badan hukum tertentu maka

berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang termuat di dalam

Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek maka merek tersebut harus

didaftarkan secara resmi di instansi Direktorat Merek yang berwenang dalam hal

pendaftaran merek tersebut.

Di dalam sistem pendaftaran merek dikenal ada dua sistem pendaftaran yaitu

sistem deklaratif (atributif) dan sistem konstitutif. Dalam sistem deklaratif adalah

sistem yang mendasarkan kepada perlindungan hukum bagi mereka yang

(11)

juga menimbulkan persoalan dan hambatan dalam dunia usaha.42 Dengan demikian

dapat dikatakan sistem pendaftaran deklaratif adalah sistem yang mendaftarkan

merek yang digunakan terlebih dahulu oleh pengguna merek walaupun merek

tersebut belum didaftarkan secara resmi secara konstitutif tetapi karena telah

dideklarasikan dan telah digunakan terhadap publik maka merek tersebut dipandang

telah didaftarkan secara deklaratif atau telah dideklarasikan kepada publik dengan

menggunakan merek tersebut terhadap jenis barang tertentu.43

Sistem pendaftaran merek secara konstitutif bertujuan menjamin kepastian

hukum disertai pula dengan ketentuan-ketentuan yang menjamin segi-segi keadilan.

Jaminan terhadap aspek keadilan tampak antara lain pada pembentukan

cabang-cabang Kantor Merek di daerah, pembentukan Komisi Banding Merek, dan

memberikan kemungkinan untuk mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri

lainnya serta tetap dimungkinkannya pengumuman permintaan pendaftaran merek

oleh pemilik merek tidak terdaftar yang telah menggunakan merek tersebut yang

pertama untuk mengajukan keberatan.

Sistem pendaftaran secara konstitutif adalah suatu sistem pendaftaran merek

yang didasarkan kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

dimana merek tersebut telah didaftarkan secara resmi di Kantor Pendaftaran Merek di

Direktorat Merek dan tercatat di Kantor Pendaftaran Merek sebagai merek yang telah

42Adrian Sutedi,

Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 33 43Effendi Hasibuan¸Perlindungan Merek Studi Mengenai Putusan Pengadilan Indonesia dan

(12)

terdaftar serta di umumkan dalam Daftar Umum Merek bahwa merek tersebut telah

didaftarkan secara resmi untuk pertama kalinya oleh pengguna merek tersebut.

Di dalam sistem pendaftaran merek secara deklaratif (pasif), mengandung

pengertian bahwa pendaftaran itu bukanlah menerbitkan hak, melainkan hanya

memberikan dugaan, atau sangkaan hukum (rechverboeden), atau preemptio iuris

yaitu bahwa pihak yang mereknya terdaftar itu adalah pihak yang berhak atas merek

tersebut dan sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan, atau dengan kata

lain menurut sistem deklaratif ini bukan suatu pendaftaran yang menciptakan atau

memberikan suatu hak atas merek, tetapi yang memberikan hak atas merek adalah

pemakai pertama, dan pendaftaran disini hanyalah memberikan suatu dugaan hukum,

bahwa orang atau atas nama siapa merek itu didaftarkan dianggap hukum seolah-olah

pemegang diakui sebagai pemakai pertama. Akan tetapi jika seorang yang lain dapat

membuktikan hak yang lebih kuat, maka hak dari si pendaftar ini menjadi kalah dan

hak dari pihak ketiga inilah yang diakui oleh hukum sebagai yang berhak atas

merek.44

Pada sistem deklaratif (pasif) ini, pendaftaran bukan suatu keharusan, tidak

merupakan syarat mutlak bagi pemilik untuk mendaftarkan mereknya, karena fungsi

pendaftaran menurut sistem ini hanya memudahkan pembuktian bahwa dia adalah

yang diduga sebagai pemilik yang sah sebagai pemakai pertama. Akibat dari sistem

deklaratif ini bagi si pendaftar merek kurang mendapatkan kepastian hukum, karena

(13)

masih dimungkinkan adanya gugatan dari pihak lain, dan bilamana pihak lain dapat

membuktikannya lebih kuat bahwa dirinya adalah pemakai pertama atas suatu merek

maka pihak lain inilah pemilik sah atas suatu merek atau yang memiliki hak atas

merek. Sistem deklaratif ini pernah dipakai di Indonesia berdasarkan Undang-Undang

Merek 1961, yaitu yang tercantum dalam Pasal 2, “Hak khusus untuk memakai suatu

merek guna memperbedakan barang-barang hasil perusahaan atau barang perniagaan

seseorang atau suatu badan dari barang orang lain diberikan kepada siapa yang untuk

pertama kali memakai merek itu untuk keperluan tersebut di Indonesia.”45

Menurut sistem pendaftaran merek secara konstitutif, bahwa yang berhak atas

suatu merek adalah pihak yang telah mendaftarkan mereknya. Jadi dengan adanya

pendaftaran inilah menciptakan hak atas merek tersebut dan pihak yang mendaftarkan

adalah satu-satunya yang berhak atas suatu merek dan bagi pihak lain harus

menghormati hak si pendaftar. Pendaftaran merek dengan sistem konstitutif lebih

menjamin kepastian hukum daripada sistem deklaratif. Hal mana ditegaskan dalam

Undang-Undang Merek 1992 pada penjelasan mengapa terjadi perubahan sistem dari

deklaratif ke sistem konstitutif.

Tidak seperti halnya dalam sistem deklaratif yang lebih banyak menimbulkan

kesulitan dalam penegakan hukumnya, maka pada sistem konstitutif dengan prinsip

first to file atau dengan doktrin prior in tempore, melior in jure, sangat potensial

untuk mengkondisikan:

(14)

1. Kepastian hukum untuk mengkondisikan siapa sebenarnya pemilik merek

yang paling utama untuk

2. Kepastian hukum untuk mengkondisikan siapa sebenarnya pemilik merek

yang paling utama untuk dilindungi,

3. Kepastian hukum pembuktian, karena hanya didasarkan pada fakta

pendaftaran. Pendaftaran satu-satunya alat bukti utama,

4. Mewujudkan dugaan hukum siapa pemilik merek yang paling berhak dengan

pasti, tidak menimbulkan kontroversi antara pendaftar pertama dan pemakai

pertama.46

Sistem konstitutif ini mulai diberlakukan di Indonesia berdasarkan

Undang-Undang Merek 1992 (lihat Pasal 2). Pada sistem konstitutif Undang-Undang-Undang-Undang Merek

1992 teknis pendaftarannya telah diatur seteliti mungkin, dengan melakukan

pemeriksaan secara formal persyaratan pendaftaran dan pemeriksaan substantif

tentang merek. Sebelum dilakukan pemeriksaan substantif, dilakukan lebih dahulu

pengumuman tentang permintaan pendaftaran merek. Bagi mereka yang merasa

dirugikan akan adanya pengumuman itu dapat mengajukan keberatan. Pihak yang

mengajukan pendaftaran merek diberi hak untuk menyanggah terhadap keberatan

tersebut.

Jika prosedur pemeriksaan substantif selesai dan pendaftaran merek

dilangsungkan dengan menempatkan ke Daftar Umum Merek, maka pemilik merek

(15)

diberikan Sertifikat Merek. Sertifikat ini merupakan tanda bukti Hak Atas Merek

yang merupakan bukti bahwa pemilik merek diberi hak khusus oleh negara untuk

menggunakan merek yang telah didaftarkan.

Bukti yang demikian tidak dijumpai pada sistem deklaratif, karena pemilik

merek yang mendaftarkan mereknya hanya diberi surat tanda pendaftaran, bukan

sertifikat. Disinilah dapat dilihat jaminan kepastian hukumnya pemakai merek pada

sistem konstitutif pendaftaran merek. Merek-merek yang tidak didaftarkan,sudah

dapat dipastikan pemilik merek yang bersangkutan tidak mempunyai Hak Atas

Merek.

Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik

merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu

menggunakan merek itu sendiri, atau memberi ijin kepada seseorang atau beberapa

orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunkannya (Pasal 3

Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001). Hak atas kekayaan intelektual

termasuk hak atas merek termasuk dalam kategori hak kebendaan yang memberi

kekuasaan langsung atas suatu benda (merupakan benda tak berwujud) kepada

pemiliknya, yaitu kekuasaan untuk menggunakan dan menikmati. Hak atas merek

merupakan hak kebendaan bersifat mutlak bukan relatif, artinya setiap orang harus

menghormati hak tersebut dan pemilik hak ini dapat mempertahankan terhadap

siapapun yang tidak berhak. Hak atas kekayaan intelektual termasuk hak atas merek

merupakan hak khusus yang diberikan oleh negara kepada yang berhak (exclusive

(16)

diperoleh karena adanya pembentukan barang, yaitu berupa penciptaan atau

penemuan.47

Hak atas merek dapat diperoleh melalui pendaftaran pada kantor merek dan

pendaftaran harus mempunyai itikad baik. Adapun prosedur pendaftarannya adalah

sebagai berikut:

1. Permohonan (application)

2. Persyaratan formal (examination on complettness)

3. Pengumuman dan publikasi 4. Sanggahan dan keberatan 5. Pemeriksaan substansi 6. Penerimaan dan penolakan 7. Banding atas penolakan48

Selanjutnya hak atas merek tersebut dapat dialihkan dengan beberapa cara,

yaitu: pewarisan, wasiat, hibah, perjanjian, sebab lain.

C. Ketentuan Tentang Bentuk-Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Merek Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek di Indonesia

Merek merupakan hak khusus yang diberikan oleh negara kepada yang berhak

untuk secara ekslusif mempergunakan simbol tersebut. Kepemilikan merek ini sebuah

pengakuan hukum atas imbalan yang diterima dari usaha atau hasil yang kreatif. Hak

kepemilikan atas merek ini tidak begitu saja diberikan karena untuk mendapatkannya

harus melalui berbagai macam syarat dan prosedur seperti yang telah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

47 Untung Suropati,

Hukum Kakayaan Intelektual dan Alih Teknologi, Fakultas Hukum Universitas Satya Wacana, Salatiga, 2003, hal. 2.

(17)

Di Indonesia untuk mendapatkan hak kepemilikan atas merek, maka sesuai

dengan Pasai 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 merek yang bersangkutan

harus / wajib didaftarkan di dalam daftar umum kantor merek terlebih dahulu. Dalam

mendaftarkan merek tersebut sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 harus dilandasi dengan itikad baik. Sebagai bukti jika ia telah

mendaftarkan mereknya lebih dulu, maka akan diperoleh sertifikat atas merek

tersebut.

Pendaftaran merek ini harus dilakukan karena Indonesia dalam perlindungan

mereknya menganut sistem konstitutif. Dalam mendapatkan hak kepemilikan atas

merek melalui pendaftaran, maka terhadap pengajuan permohonan pendaftaran merek

int diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia yang di tandatangani oleh

pemohon atau kuasanya dengan tercantumkan persyaratan sebagai berikut (Pasal 7

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001):

1. Tanggal, bulan dan tahun

2. Nama lengkap, kewarganegaraan dan alamat pemohon

3. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa

4. Warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan

unsur warna

5. Nama negara dan tanggal permintaan pendaftaran merek yang pertama kali

dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.49

(18)

Sedangkan untuk proses penyelesaian permintaan pendaftaran merek itu

sendiri paling lama 14 bulan 10 hari dengan perincian sebagai berikut :

1. Pemeriksaan kelengkapan persyaratan paling lama 30 hari

2. Pengumuman dalam Berita Resmi Merek (BRM) selama 3 bulan untuk

memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengajukan keberatan

3. Pemeriksaan ada tidaknya persamaan dengan merek orang lain yang sudah

terdaftar lebih dulu paling lama 9 bulan

4. Penyelesaian sertifikat dan penyampalan pada pemohon paling lama 1 bulan50

Keberadaan hak khusus untuk memakai merek yang diberikan kepada

pendaftar pertama ini berfungsi seperti monopoli yang berlaku terhadap barang atau

jasa yang sejenis saja, kecuali temadap merek yang terkenal, maka monopoli tersebut

dapat pula berlaku bagi produk barang atau jasa yang tidak sejenis. Akibatnya

temadap pendaftar merek selanjutnya atau pemakai merek lainnya jika setelah

pemberian hak itu ternyata sama atau mirip dengan merek yang sudah terdaftar

terlebih dahulu tidak akan mendapat pertindungan hukum.

Dengan keberadaan pendaftaran atas merek tersebut bukan berarti sama sekali

menutup kemungkinan orang lain untuk menggunakan merek tersebut. Jika seseorang

atau badan hukum ingin dapat menggunakan merek yang orang lain telah

mendaftarkannya, maka ia harus mendapat izin terlebih dahulu dari si pemegang hak

atas merek untuk memakai merek tersebut melalui perjanjian lisensi (Pasal 43 sampai

(19)

Pasal 49 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Menurut Gunawan Widjaja,

lisensi diartikan sebagai suatu bentuk pemberian izin untuk memanfaatkan suatu Hak

Atas Kekayaan Intelektual, yang dapat diberikan oleh pemberi lisensi kepada

penerima lisensi agar penerima lisensi dapat melakukan suatu bentuk kegiatan usaha,

baik dalam bentuk tekhnologi atau pengetahuan(knowhotf) yang dapat dipergunakan

untuk memproduksi, menghasilkan, menjual, atau memasarkan barang (berwujud)

tertentu, maupun yang akan dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan jasa tertentu,

dengan mempergunakan Hak Atas Kekayaan Intetektual yang dilisensikan tersebut.51

Pengalihan hak atas merek selain dapat dilakukan dengan cara melalui lisensi,

menurut Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dapat pula

dilakukan dengan cara : (1) Pewarisan ; (2) Wasiat; (3) Hibah; (4) Perjanjian; (5)

Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Terhadap ke

lima pengalihan hak atas merek ini akan berakibat pengalihan kepemilikan hak atas

merek sedangkan terhadap lisensi tidak terjadi pengalihan kepemilikan hak atas

merek.

Tidak semua merek dapat didaftarkan untuk dimintakan hak atas

kepemilikannya. Disamping tidak adanya itikad baik dari pemohon pendaftaran

merek (Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001), beberapa unsur yang

menjadikan suatu tanda tidak dapat didaftarkan sebagai merek menurut Pasal 5

(20)

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Tanda-tanda yang tidak dapat didaftarkan

sebagai merek ini adalah:

1. Tanda yang tidak memiliki daya pembeda, terlalu sederhana atau rumit. Contoh

terlalu sederhana seperti sepotong garis, sebuah titik dan lain sebagainya. Contoh

terlalu rumit seperti lukisan benang kusut, puisi, dan lain sebagainya;

2. Tanda yang bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban

umum; contoh : lukisan atau perkataan yang melanggar kesopanan, ketentraman,

menyinggung rasa keagamaan atau melanggar ketertiban yang hidup di

masyarakat seperti lukisan porno, dan lain sebagainya;

3. Tanda yang rnerupakan keterangan atau berkaitan dengan barang yang dibubuhi

merek tersebut; contoh : lukisan jeruk untuk sirup yang mengandung rasa jeruk;

4. Tanda yang telah menjadi milik umum; contoh : lukisan jempol yang dikenal

umum sebagai pujian maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari

pihak yang berwenang. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau

stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas

persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.52

Kriteria persamaan merek tersebut jika mengandung persamaan penampilan

(sight), bunyi (sound) and arti (meaning) seperti merek bonamine dengan merek

dharmamine, merek king dengan osama di Jepang yang dianggap sama karena osama

dalam bahasa Jepang diartikan king, merek ajinomoto dengan merek miwon di mana

gambar juanto dalam merek miwon dianggap mempunyai persamaan pada pokoknya

(21)

dengan gambar mangkok merah datam merek ajinomoto oleh Mahkamah Agung dl

Indonesia melalui putusannya No. 352 / K / Sip /1975 tanggat 2 Januari 1982. Ketiga

unsur tersebut bersifat alternatif, bukan komulatif. Maksud dari hal tersebut adalah

apabila ada suatu merek mempunyai persamaan dengan salah satu unsur tersebut

sudah dapat dimasukkan sebagai adanya persamaan merek. Sedangkan terhadap

merek yang telah didaftarkan dan kemudian akan diperpanjang dapat saja ditolak oleh

kantor merek jika tidak memenuhi syarat seperti yang tercantum dalam Pasal 37 ayat

(1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

Antara penghapusan dan pembatalan pada merek terdaftar pada

hakekatnya adalah sama yaitu untuk mencoret suatu merek terdaftar yang terdaftar di

dalam Daftar Umum Merek. Dalam hal ini perbedaannya hanya terletak pada alasan

yang harus dikemukakan agar merek tersebut dicoret dari dalam Daftar Umum Merek

yang dapat diuraikan sebagai berikut:

Dalam Penghapusan merek, maka pihak-pihak yang dapat mengajukan

penghapusan pendaftaran merek adalah :

1. Prakarsa dari Dirjen HKI itu sendiri (Pasal 61 Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2001) Alasan dari Dirjen HKI melakukan penghapusan pendaftaran merek

adalah:

a. Merek tidak digunakan berturut-turut selama tiga tahun atau lebih dalam

perdagangan barang dan atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian

terakhir, kecuali atas alasan:

(22)

2) Larangan yang berkaitan dengan izin bagi peredaran barang yang

menggunakan merek yang bersangkutan atau keputusan dari pihak yang

berwenang yang bersifat sementara

3) Larangan serupa lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah

b. Merek digunakan untuk jenis/barang atau jasa yang tidak sesuai 'dengan jenis

barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian merek

yang tidak sesuai dengan merek terdaftar

2. Permohonan dari pemilik merek dan / atau kuasanya (Pasal 62 Undang-Undang

Nomor 15 Tahun 2001). Permohonan penghapusan merek dari pemilik merek dan

/ atau kuasanya baik untuk sebagian atau seluruh jenis barang dan / atau jasa.

dapat dimintakan penghapusan melalui Ditjen HKI Apabila merek yang

dimintakan penghapusannya tersebut masih terikat perjanjian lisensi, maka

penghapusan hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan tertulis dari

penerima lisensi, kecuali ada kesepakatan tertulis dari penerima lisensi untuk

mengesampingkan adanya persetujuan itu yang tercantum dalam perjanjian

Iisensi.53

3. Permohonan dari pihak ke tiga yang berkepentingan terhadap merek terdaftar

tersebut melalui putusan pengadilan (Pasal 63 Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2001)

(23)

Gugatan dari pihak ke tiga ini hanya dapat diajukan lewat Pengadilan Niaga.

Alasan dari pihak ke tiga mengajukan gugatan permohonan penghapusan ini sama

dengan alasan yang digunakan oleh Ditjen HKI atas prakarsanya sendiri yang

tercantum dalam Pasal 61 ayat (2) huruf a dan huruf b untuk menghapus merek yang

telah terdaftar. Terhadap putusan Pengadilan Niaga ini dapat diajukan upaya kasasi,

Ditjen wajib melaksanakan putusan badan peradilan ini setelah diterima dan

mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dalam pembatalan merek, maka pihak-pihak yang dapat mengajukan

pembatatan pendaftaran merek adalah :

1. Pihak yang berkepentingan atas merek tersebut, yang menurut penjelasan Pasal 68

ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yaitu jaksa, yayasan / lembaga

bidang konsumen, dan majelis / lembaga keagamaan

2. Pemilik merek yang tidak terdaftar, setelah mengajukan permohonan kepada

pihak Direktorat Jenderal54

Terhadap alasan diajukannya pembatalan merek ini berdasarkan alasan seperti

yang dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2001, Permohonan gugatan pembatalan merek ini hanya dapat diajukan lewat

Pengadilan Niaga. Sedangkan tenggang waktu yang diberikan dalam mengajukan

gugatan pembatalan merk terdaftar Ini seperti yang diatur dalam Pasal 69

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yaitu:

1. Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun

(24)

Gugatan pembatalan merek ini harus diajukan dalam jangka waktu 5 tahun

terhitung sejak tanggal pendaftaran merek tersebut

2. Tanpa batas waktu

Gugatan pembatalan merek dapat diajukan tanpa balas waktu jika merek

tersebut bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum

Adanya penghapusan / pendaftaran merek ini akan dicatat di dalam Daftar

Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek dengan menyebutkan alas

an dan tanggal penghapusan / pembatalan merek terdaftar tersebut.

Akibat dari adanya penghapusan / pembatalan ini adalah berakhirnya

perlindungan hukum terhadap merek yang bersangkutan. Kepada pemilik

merek itu sendiri akan mendapatkan pemberitahuan mengenai penghapusan

/ pembatalan rnerek tersebut secara tertulis. Untuk adanya keberatan atas

dilakukannya penghapusan pendaftaran merek oleh Dirjen HKI menurut Pasal 61

ayat (5) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 dapat diajukan melalui Pengadilan

Niaga

Keberadaan perlindungan hukum tanpa adanya sanksi bagi pelanggarnya akan

percuma saja. Sehingga bagaimanapun sanksi hukum dalam hal ini tetap diperiukan

keberadaannya. Dalam kasus pelanggaran merek yang diselesaikan secara perdata,

maka wewenang untuk mengadili berada di bawah kekuasaan Pengadilan Niaga.

Khusus terhadap penyelesaian perkara merek ini, terhadap putusan Pengadilan Niaga

(25)

Berdasarkan pada Pasal 76 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, maka

gugatan yang dapat diajukan pemilik merek terhadap pelanggaran merek ini dapat

berupa:

1. Gugatan ganti rugi; dan / atau

Dua hal yang dipertimbangkan dalam menilai jumlah ganti rugi di sini adalah:

a. Kerugian akan keuntungan yang dialami olen penuntut sebagai akibat dari

pelanggaran terdakwa

b. Biaya lisensi yang mana penuntut berhak menuntut kepada terdakwa

2. Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek

tersebut

Dapat dilakukan lewat suatu penetapan-sementara yang diterbitkan oleh

Pengadilan Niaga yang bersifat segera dan efektif. Penetapan sementara ini

dapat diajukan oleh pemohon secara tertulis kepada Pengadilan Niaga dengan

syarat-syarat sebagai berikut:

1. Melampirkan bukti kepemilikan merek

2. Melampirkan bukti adanya petunjuk awal yang kuat atas terjadinya

pelanggaran merek

3. Membayar jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank

4. Keterangan yang jelas mengenai barang dan / atau dokumen yang diminta,

(26)

5. Adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan peianggaran

merek akan dapat dengan mudah menghilangkan barang bukti.55

Diterbitkannya penetapan sementara ini adalah untuk mencegah berlanjutnya

perbuatan pelanggaran merek (menghentikan baik produksi maupun peredarannya)

yang hanya akan mengakibatkan kerugian lebih besar pada pemohon (pihak yang

haknya dilanggar) dan mencegah penghilangan barang bukti.

Jika diperhatikan bunyi dari Pasal 1 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP), yaitu: "Tiada perbuatan yang boleh dihukum melainkan atas

kekuatan aturan pidana dalam Undang-Undang yang terdahulu dari perbuatan itu"

yang berdasarkan atas rumusan dari Pasal 1 ayat 1 KUHP tersebut, maka seseorang

dapat dihukum bila memenuhi hal-hal sebagai berikut:

1. Ada suatu norma pidana tertentu

2. Norma pidana tersebut berdasarkan Undang-Undang

3. Norma pidana itu harus telah berlaku sebelum perbuatan itu terjadi

Fokus pemidanaan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ini lebih

ditekankan pada pidana denda karena pemerintah berpendapat bahwa ancaman pidana

hadan yang terialu lama tidak punya dampak apa-apa bagi rehabilitasi kerugian

korban. Seperti yang dikemukakan oleh Barda Nawawi Arief bahwa banyak kritik

lajam ditujukan terhadap jenis pidana perampasan kemerdekaan ini, baik dilihat dari

sudut efektifitasannya maupun dilihat dari akibat-akibat lainnya menyertai atau

berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan seseorang. Dalam hal ini mengingat

(27)

bahwa HKI menopang dunia usaha, maka ancaman hukuman yang terlalu lama bagi

pihak yang bersangkutan menjadi alasan untuk tidak dapat melakukan usahanya

sehingga terhadang pula kewajiban membayar denda, sehingga sebagai gantinya akan

lebih baik jika pelakunya dikenakan denda yang jauh lebih berat.56

Terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemberian sanksi pidana oleh

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek ini diatur di dalam:

1. Pasal 90 - 93 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Maksimum ancaman

pidana penjara berkisar antara 4 -5 tahun dengan denda maksimal berkisar antara

800 juta sampai 1 milyar rupiah, sedangkan cara perumusan sanksi pidananya

dengan menggunakan pola kumulatif (dan) dan alternatif (atau)

2. Pasal 94 Undang-Undang Nomor 15Tanun 2001

Maksimum ancaman pidana kurungan 1 tahun dengan denda maksimal 200 juta

rupiah, sedangkan cara perumusan sanksi pidananya dengan menggunakan pola

alternatif (atau)

Berdasarkan Pasal 95 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, maka terhadap

Pasal 90 - 94 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ini merupakan delik aduan.

Delik aduan (klachdelict) adalah delik yang hanya dapat dituntut, jika oleh pihak

yang menderita diajukan klacht atau pengaduan. Delik aduan ini merupakan bagian

dari syarat untuk dapat dituntut, sama halnya seperti keberadaan delik biasa yang juga

merupakan bagian dari syarat untuk dapat dituntut yang penuntutannya tidak

diperlukan adanya suatu pengaduan terlebih dahulu. Keberadaan delik, ini sangat

(28)

penting sebab tidak dapat dipidana suatu perbuatan jika tidak terrnasuk dalam

rumusan delik. Delik adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan

dengan sengaja ataupun tidak sengaja oteh seseorang yang dapat

dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh Undang-Undang telah dinyatakan

sebagai suatu perbuatan / tindakan yang dapat dihukum"

Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek terjadi

pembedaan kualitas delik antara kejahatan (diatur dalam Pasal 90 - 93) dan

pelanggaran (diatur datam Pasal 94) yang dalam hal ini menurut Zainuddin Jahisa,

delik pengaduan (klachtdelicten) hanya terdiri atas kejahatan, sedangkan pengaduan

terhadap pelanggaran(klacht-overtreingen)tidak dikenal. Walaupun demikian, bukan

berarti terhadap Pasal 94 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 yang berupa

pelanggaran tersebut telah terjadi penyimpangan karena mengingat sifat dari HKI ttu

sendiri yang merupakan hak privat disamping keberadaan asasLex Speciatis Derogat

Lex Generateyaitu produk perundang-undangan yang pengaturannya bersifat khusus

akan mengesampingkan produk perundang-undangan yang bersifat umum yang

dalam hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

Datam hal ini alasan digunakannya delik aduan dalam Undang-Undang Nomor 15

Tahun 2001 tentang Merek karena

1. Delik aduan sesuai dengan sifat HKI adalah hak privat (walaupun kita

maklum hak privat itu pada gilirannya memegang peranan penting dalam

(29)

2. Hanya pemegang hak lah yang tahu ada tidaknya pelanggaran atau tindak

pidana terhadap karya intelektualnya sendiri (yang notabene telah

mendapatkan perlindungan); dalam beberapa kasus para pihak yang

bersengketa dalam kaitan dengan HKI, kemudian berdamal; namun

sementara itu kasusnya telah dilaporkan ke polisi atas dugaan tindak pidana

oleh satu pihak; pelaporan tersebut tidak dapat dicabut kembali.57

Delik biasa dapat menjadi bumerang, kerena setiap pihak termasuk pihak luar sangat

mengharapkan dilakukannya tindakan "pembersihan" terus-menerus terhadap tindak

pidana termaksud tanpa perlunya diadukan; Ini merupakan bumerang bagi kita

sendiri. Hal ini terkait dengan adanya kemungkinan ancaman terhadap penarikan atas

fasilitas tertentu yang dapat terjadi karena Amerika mempunyai Pasal Super 301 di

bawah US Tradeand Tariff Act of 1988sehinggaUS Special Trade Representativedi

bawah ketentuan ini dapat mengambil tindakan sepihak (unilateral) untuk

menghukum negara-negara yang tidak meninggalkan praktek-praktek pelanggaran

HKI sebagai tindakan balasan. Menurut M. Hatta Rajasa apabila ada negara anggota

WTO melakukan pelanggaran atas perjanjian tersebut, maka pembalasan silang

(cross retaliation) oleh negara yang dilanggar. haknya terhadap negara yang

melanggar secara hukum internasional dibenarkan.

Tidak selamanya penegakan terhadap perlindungan hukum merek akan selalu

berjalan dengan mulus, ada beberapa hambatan yang menjadikan kendala dalam

(30)

perlindungan hukum terhadap merek, seperti misalnya masih rendahnya penghargaan

yang diberikan kepada sesama pengusaha akan perlindungan merek sehingga

beberapa dari mereka sering mengambil jalan pintas dengan melakukan pelanggaran

merek, rendahnya tekhnologi dan kurang cakapnya sumber daya manusia di kantor

merek, belum dikeluarkannya beberapa peraturan pelaksanaan sebagai penyokong

keberadaan Undang-Undang itu sendiri, kurangnya pemahaman dari beberapa aparat

Referensi

Dokumen terkait

In the present study the fuzzy membership approach to crop-land suitability analysis is applied to assess: (1) the suitability class ratings (from highest 1 to lowest 5) for

setiap rapat Komite Audit dituangkan dalam risalah rapat yang ditandatangani oleh. seluruh anggota Komite Audit

Pengumpulan tugas yang terlambat akan diberi sangsi, setiap harinya -5.. Proses dan

GURU MEMBERI ARAHAN/PETUNJUK YANG JELAS, GURU MEMBERI ARAHAN/PETUNJUK YANG JELAS, AGAR SISWA DAPAT MENILAI KINERJA SENDIRIb. AGAR SISWA DAPAT MENILAI

Sehubungan dengan hal tersebut, Program Studi Magister Manajemen Teknologi (MMT) ITS menyelenggarakan Seminar Nasional MMT XXV dengan tema: Berbagi Pengetahuan Global

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran aktif Ca rd Sort dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi pada siswa kelas V SD Negeri di Laweyan Surakarta Tahun

Permasalahan yang terjadi di perusahaan adalah penumpukan bahan baku yang diakibatkan dari kesalahan perhitungan jumlah kartu kanban supplier , alokasi safety stock

Menurut Astuti et al ., (1993), sumbangan NH3 pada ternak ruminansia sangat penting mengingat bahwa prekusor protein mikroba adalah amonia dan senyawa sumber karbon, makin