• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

KATA PENGANTAR

esuai dengan amanat Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, maka setiap instansi pemerintah diwajibkan untuk menyusun Rencana Strategis sesuai dengan kaidah-kaidah dalam peraturan perundang-undangan tersebut agar pembangunan bisa berjalan efektif, efisien, dan bersasaran. Dalam menindaklanjuti Undang-undang tersebut, Bappenas telah

menerbitkan Pedoman Penyusunan Rencana Strategis

Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) tahun 2015-2019, sesuai dengan Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis Kementrian/ Lembaga (Renstra-KL) 2015-2019. Dengan demikian Balai Besar POM di Jayapura dalam menyusun Renstra Tahun 2015-2019 Selain mengacu pada Rencana Strategis BPOM juga mengacu pada kedua peraturan perundang-undangan di atas.

Rencana Strategis (RENSTRA) merupakan rencana lima tahun ke depan yang disusun dengan mempertimbangkan faktor internal maupun faktor eksternal, antara lain: kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi. Oleh karena itu, tujuan utama dalam penyusunan Renstra adalah untuk menjadi acuan dalam penyusunan rencana kinerja, penyusunan rencana kerja dan anggaran, penetapan kinerja, pelaksanaan tugas, pelaporan dan pengendalian kegiatan di lingkungan Balai Besar POM Di Jayapura, serta penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Balai Besar POM di Jayapura.

Dengan mempertimbangkan dinamika lingkungan strategis internal seperti peningkatan kapasitas perencanaan unit kerja, dan dinamika lingkungan eksternal seperti lingkungan strategis global, perkembangan berbagai arah kebijakan pembangunan nasional bidang sosial

(5)

budaya, khususnya pembangunan kesehatan, serta inisiatif baru yang sejalan dengan

tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015- 2019 serta sebagai tindak lanjut atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 2015-2019, maka dilakukan penyusunan Renstra Balai Besar POM di Jayapura 2015-2019.

Rencana Strategis Balai Besar POM di Jayapura 2015-2019 Rencana Strategis yang telah disusun dapat dijadikan pedoman dalam rangka perencanaan kegiatan yang berkelanjutan. Untuk itu diperlukan komitmen, motivasi dan kegigihan serta dedikasi tinggi dari semua warga organisasi Balai Besar POM di Jayapura.

KEPALA BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI JAYAPURA

DRS. H.G. KAKERISSA, APT. NIP. 19620815 198803 1 001

(6)

1. Peran Balai Besap POM Di Jayapura berdasarkan

Peraturan Perundang-Undangan ... 2

2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Balai Besar POM di Jayapura ... 5

3. Hasil Capaian Kinerja Balai Besar POM di Jayapura Periode 2010-2014 ... 8

4. Isu-isu Strategis sesuai dengan Tupoksi dan Kewenangan Balai Besar POM di Jayapura... 13

POTENSI DAN PERMASALAHAN ... 15

1. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) ... 15

2. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)... 16

3. Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional ... 17

4. Perubahan Iklim ... 19

5. Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk ... 20

6. Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... 22

7. Perkembangan Teknologi... 23

8. Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) ... 28

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar Isi ... iii

Daftar Gambar ... v

Daftar Tabel ... vi

Surat Keputusan Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Di Jayapura ... BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. KONDISI UMUM ... 1

(7)

10. Implementasi Program Fortifikasi Pangan ... 30

11. Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi ... 31

BAB II VISI, MISI, dan TUJUAN BALAI BESAR POM DI JAYAPURA ... 38

A. VISI ... 39

B. MISI ... 40

1. Meningkatkan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Berbasis Risiko Untuk Melindungi Masyarakat... 40

2. Mendorong Kemandirian Pelaku Usaha Dalam Memberikan Jaminan Keamanan Obat dan Makanan Serta Memperkuat Kemitraan dengan Pemangku Kepentingan ... 41

3. Meningkatkan Kapasitas Kelembagaan Badan POM ... 42

C. BUDAYA ORGANISASI... 44

D. TUJUAN... 44

E. SASARAN STRATEGIS ... 45

1. Menguatnya Sistem Pengawasan Obat dan Makanan ... 45

2. Meningkatnya Kemandirian Pelaku Usaha, Kemitraan Dengan Pemangku Kepentingan, dan Partisipasi Masyarakat... 46

3. Meningkatnya Kualitas Kapasitas Kelembagaan BPOM 49

BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN ... 51

A. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BALAI BESAR POM DI JAYAPURA ... 51

B. KERANGKA REGULASI ... 60

C. KERANGKA KELEMBAGAAN ... 63

BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN ... 66

A. TARGET KINERJA ... 66 B. KERANGKA PENDANAAN ...

(8)

Tabel 1.1 Profil Pegawai Balai Besar POM di Jayapura berdasarkan

Tingkat Pendidikan Tahun 2014... 6

Tabel 1.2 Profil Analisis Kebutuhan Pegawai Balai Besar POM di

Jayapura Tahun 2015-2019 Berdasarkan Analisis Tahun 2013... 7

Tabel 1.3 Capaian Kinerja Balai Besar POM di Jayapura Periode

Tahun 2010-2014 ... 9

Tabel 1.4 Rangkuman Analisis SWOT ... 27

Tabel 1.5 Penguatan Peran Balai Besar POM di Jayapura Tahun

2015-2019... 28

Tabel 1.6 Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator

Kinerja Balai Besar POM di Jayapura Periode

2015-2019... 49

Tabel 1.7 Program/Kegiatan Strategis, Sasaran Program/Kegiatan

Dan Indikator Balai Besar POM di Jayapura ... 59

Tabel 1.8 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Target ... 67

Tabel 1.9 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja dan Pendanaan ... 69

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Struktur Organisasi Balai Besar POM di Jayapura ... 6

Gambar 1.2 Profil Pegawai Balai Besar POM di Jayapura Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2014 ... 7

Gambar 1.3 Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Jayapura Tahun 2015-2019 Berdasarkan Analisa Beban Kerja Tahun 2013 ... 8

Gambar 1.4a Profil Obat yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun 2010-2014... 11

Gambar 1.4b Profil Obat Tradisional yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun 2010-2014... 11

Gambar 1.4c Profil Kosmetik yang Memenuhi Syarat (MS) tahun 2010-2014... 11

Gambar 1.4d Profil Suplemen Makanan yang Memenuhi Syarat (MS) tahun 2010-2014 ... 11

Gambar 1.4e Profil Makanan yang Memenuhi Syarat (MS) tahun 2010-2014... 11

Gambar 1.5 Diagram permasalahan dan isu strategis, kondisi saat ini dan dampaknya ... 14

Gambar 1.6 Persentase Penduduk Indonesia yang Mengkonsumsi Obat Modern dan Tradisional... 20

Gambar 1.7 Jumlah Penduduk Papua Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2010 ... 21

Gambar 1.8 Pola Pikir Pelaksanaan RB ... 32

Gambar 1.9 Peta Strategis Badan POM Periode 2015-2019 ... 38

Gambar 1.10 Log Frame Balai Besar POM di Jayapura ... 59

Gambar 1.11 Kerangka Kelembagaan Pelaksanaan Mandat Badan POM... 64

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. KONDISI UMUM

Rencana Strategis (Renstra) disusun secara periodik untuk untuk jangka waktu lima tahun dan merupakan turunan dari Rencana Pembangunan Ja ngka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. Sebagai kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam, sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus meningkat.

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Jayapura, sesuai kewenangan, tugas pokok dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan untuk periode 2015-2019. Proses penyusunan Renstra Balai Besar POM di Jayapura tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berdasarkan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2010-2014. Selanjutnya Renstra Balai Besar POM

(11)

di Jayapura periode 2015-2019 diharapkan dapat meningkatkan kinerja Balai Besar POM di Jayapura dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Adapun kondisi umum Balai Besar POM di Jayapura pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut: 1.1.1. Peran Balai Besar POM di Jayapura berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan

Balai Besar POM di Jayapura adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis dari Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM RI) yang berada di Provinsi Papua. Badan POM merupakan sebuah Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK). Tugas, fungsi dan kewenangan Badan POM diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001. Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksnan Teknis Badan POM , Balai Besar POM di Jayapura mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta pengawasan atas keamanan pangan dan bahan berbahaya. Sesuai amanat ini, Balai Besar POM di Jayapura menyelenggarakan fungsi: (1) Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan (2) Pelaksanaan pemeriksaaan secara laboratorium, pengujian , dan

penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat aditif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya ;

(3) Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi ;

(12)

(4) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi ;

(5) Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum ;

(6) Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan ; (7) Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen ;

(8) Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan; (9) Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan;

(10) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya .

Dilihat dari fungsi Balai Besar POM di Jayapura secara garis besar, terdapat 2 (dua) inti kegiatan atau pilar lembaga, yakni:

(1) Pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-

market) melalui:

a) Pengambilan sampel dan pengujian;

b) Peningkatan cakupan pengawasan sarana produksi dan distribusi Obat dan Makanan di seluruh Kabupaten/Kota yang ada di wilayah Provinsi Papua;

c) Investigasi awal dan penyidikan kasus pelanggaran di bidang Obat dan Makanan.

(2) Pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi serta penguatan kerjasama kemitraan dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan melalui:

a) Public warning;

b) Pemberian Informasi dan Penyuluhan/Komunikasi, Informasi dan Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan, serta;

c) Peningkatan pengawasan terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) dan advokasi kepada masyarakat

(13)

Tugas dan fungsi tersebut melekat pada Balai Besar POM di Jayapura sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan POM yang merupakan garda terdepan dalam hal perlindungan terhadap konsumen di Provinsi Papua.

Pengawasan Obat dan Makanan di Indonesia khususnya di wilayah Provinsi Papua merupakan bagian integral dari pembangunan bidang kesehatan secara umum harus dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis yang senantiasa berubah secara dinamik utamanya dengan adanya kesepakatan kesepakatan gobal misalnya Harmonisasi ASEAN, AFTA, ACFTA dan yang akan dimulai adalah MEA (Masyarakat Ekonomi Asean). Perubahan perubahan tersebut, baik yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada system pengawasan obat dan makanan, harus dapat diantisipasi secara cepat dan tepat, dalam upaya meningkatkan perlindungan kesehatan masyarakat dari resiko produk obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat, palsu, substandard dan illegal.

Provinsi Papua dengan luas wilayah ± 420.540 km2 atau 22,6 persen

dari luas wilayah Indonesia merupakan provinsi dengan wilayah terluas di Indonesia. Catchment aera pengawasan Balai Besar POM di Jayapura mencakup Provinsi Papua dengan pembagian wilayah 1 Kota dan 28 Kabupaten. Kondisi geografis dan cuaca di Papua menyebabkan sulit untuk menjangkau daerah terpencil tersebut. Transportasi dari ibukota Provinsi ke kabupaten/kota menggunakan pesawat terbang memakan waktu 1 s/d 2 jam untuk penerbangan langsung dan 3 s/d 5 jam untuk penerbangan tidak langsung atau dengan kapal laut ditempuh selama 16 s/d 48 jam. Dalam pelaksanaan tugas pengawasan ke kabupaten terdapat beberapa kendala, antara lain beberapa kabupaten yang tidak mudah dijangkau karena kendala transportasi. Namun hal ini tidak menjadi hambatan, bahkan justru menjadi tantangan tersendiri bagi Balai Besar POM di Jayapura dalam melakukan revitalisasi dan penguatan terhadap mandat dan kinerjanya dalam hal mengawasi Obat dan Makanan yang beredar di masyarakat.

Di sisi lain, tuntutan modernisasi suatu bangsa juga berpengaruh pada pola hidup masyarakatnya. Dengan perkembangan modernisasi tersebut,

(14)

menjaga pola hidup sehat juga menjadi semakin sulit untuk dipenuhi oleh masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, terutama pemenuhan standar kesehatan, dimana peredaran makanan yang tidak begitu baik bagi kesehatan juga hampir-hampir tidak bisa dihindari.

1.1.2. Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Balai Besar POM di Jayapura

Stuktur Organisasi dan Tata Kerja Badan POM disusun berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004. Khusus Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar/Balai POM disusun berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014.

(15)

Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Jayapura

Sub Bagian TU

Bidang Pengujian Terapetik, Nark, OT,

Kosm dan Prod. Komplemen

Bidang Pengujian Pangan dan Bahan

Berbahaya Bidang Pengujian Mikrobiologi Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen Seksi Pemeriksaan Pemeriksaan Seksi Layanan Info. Konsumen

Kelompok Jabatan Fungsional

Penyidikan Sertifikasi

Pos POM Merauke

Gambar 1.1. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Jayapura

Pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan, Balai Besar POM di Jayapura didukung oleh Sumber daya Manusia (SDM) yang sampai dengan tahun 2014 berjumlah 76 pegawai, rincian SDM Balai Besar POM di Jayapura dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Profil pegawai Balai Besar POM di Jayapura berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014

No Unit Kerja S2 A p ot ek er S1 D3 SMF /S M A Juml ah

1 Kepala Balai Besar POM 1 1

2 Sub Bagian Tata Usaha 0 1 0 4 6 11

3 Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan 1 8 5 0 2 16

4 Bidang Sertifikasi dan LIK 0 3 5 1 2 11

5 Bidang Pengujian Teranakoko 0 11 1 4 1 17

6 Bidang Pengujian Pangan dan BB 0 4 4 2 0 10

7 Bidang Pengujian Mikrobiologi 1 2 3 2 2 10

TOTAL 2 30 18 13 13 76

(16)

30 30 25 20 18 15 13 13 10 5 2 0 S2 Apoteker S1 D3 SMF/SMA

Gambar 1.2 Profil pegawai Balai Besar POM di Jayapura berdasarkan tingkat pendidikan tahun 2014

Dari komposisi SDM Balai Besar POM di Jayapura sampai dengan tahun 2014 sesuai dengan tabel 1.1 dan gambar 1.2 di atas, dirasakan bahwa untuk menghadapi perubahan lingkungan strategis yang semakin dinamis, khususnya perubahan lingkungan strategis eksternal, maka perlu dilakukan peningkatan kuantitas maupun kualitas SDM Balai Bedar POM di Jayapura, agar dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis tersebut sehingga bisa mewujudkan tujuan organisasi dalam lima tahun kedepan.

Tabel 1.2 Profil Analisis Kebutuhan Pegawai Balai Besar POM di Jayapura Tahun 2015-2019 berdasarkan Analisis Tahun 2013

2014 2015 2016 2017 2018 2019

Standar Kebutuhan SDM berdasarkan ABK tahun 2013 115 115 115 115 115 115 SDM yang Tersedia 76 83 83 80 77 77 SDM Pindah, Pensiun, dll 0 0 3 3 0 2 Kekurangan SDM 39 32 35 38 38 40

(17)

39 40 140 120 100 80 60 40 115 115 115 115 115 115 76 83 83 80 80 77 32 35 38 38 Standar SDM SDM Tersedia SDM Pensiun, Pindah, dll Kekurangan SDM 20 0 0 3 3 0 2 0 2014 2015 2016 2017 2018 2019

*) Tahun 2016 s.d. 2019 asumsi tidak ada penambahan pegawai Gambar 1.3 Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Jayapura Tahun 2015-

2019 Berdasarkan Analisa Beban Kerja Tahun 2013

Dengan adanya kebijakan Pemerintah untuk melakukan moratorium pegawai selama 5 (lima) tahun mulai tahun 2015-2019 berarti tidak ada penambahan pegawai selama selama kurun waktu tersebut. Hal ini menyebabkan terjadinya kesenjangan pegawai BPOM, karena dalam lima tahun tersebut diperkirakan sejumlah 8 pegawai akan pensiun, pindah dan sebagainya, sementara beban kerja semakin meningkat. Adanya kekurangan pegawai yang signifikan tersebut menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal.

1.1.3. Hasil Capaian Kinerja Balai Besar POM di Jayapura periode 2010-2014

Dalam menjalankan tugas pengawasan obat dan makanan di wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat , maka terdapat beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam Renstra periode 2010-2014, yaitu: 1) Post-

marketing survailance termasuk sampling dan pengujian laboratorium ; 2)

(18)

Tahun 2014 Tahun 2013 R (%) Tahun 2012 R (%) Tahun 2011 R (%) Tahun 2010 R (%) T*) 2014 NO Indikator %C***) thd 2014 R**)(%) 1. Persentase

kenaikan Obat yang memenuhi standar 0,4% 0,26 % 0,59 0,76 0,2 Baseline 2. Persentase kenaikan Obat tradisional yang memenuhi standar 1,0% 5,17 % 517 % 16,81 15,31 11,93 Baseline 3. Persentase kenaikan kosmetik yang memenuhi standar 1,0% 1,62 Baseline 4. Persentase kenaikan suplemen makanan yang memenuhi standar 2,0% 2,04 % 102,00 % 1,43 2,04 2,04 Baseline 5. Persentase kenaikan makanan yang memenuhi standar 15,0% 19,32 % 128,8 % 19,87 21,15 9,88 Baseline

6. Proporsi obat yang memenuhi standard (aman, manfaat, dan mutu)

99,70% 98,98 % 99,28% 99,83 100 99,44 99,24

hukum ; 4) Penyediaan sarana dan prasarana; 4) Komunikasi, informasi dan edukasi publik termasuk peringatan publik.

Adapun pencapaian keberhasilan pelaksanaan tugas dan fungsi Balai Besar POM di Jayapura tersebut dapat dilihat sesuai dengan pencapaian indikator kinerja utama sesuai sasaran strategis pada tabel 1.2 di bawah ini.

Tabel 1.3 Capaian Kinerja Balai Besar POM di Jayapura periode 2010-2014

(19)

Tahun 2014 Tahun 2013 R (%) Tahun 2012 R (%) Tahun 2011 R (%) Tahun 2010 R (%) T*) 2014 NO Indikator %C***) thd 2014 R**)(%) 7. Proporsi obat tradisional yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)

1,0% 1,71% 100,29 % 1,61 1,64 1,73 2,21 8. Proporsi kosmetik yang mengandung bahan berbahaya 1,0% 0,56% 100,44% 0 0,1 0 0,58 9. Proporsi suplemen makanan yang tidak memenuhi syarat keamanan 1,0% 0 % 101,01% 0,61 0 0 2,04 10. Proporsi makanan yang memenuhi syarat 90,0% 94,22% 104,69% 94,77 96,05 84,78 74,9

Catatan: Sumber: Laporan Kinerja BBPOM DI Jayapura Tahun 2014 *) T : Target

**) R : Realisasi

***) %C : Persentase capaian (realisasi dibandingkan terhadap target)

Dari gambaran Tabel 1.2 terkait pencapaian kinerja pada Renstra tahun 2010-2014 tersebut di atas, kinerja Balai Besar POM di Jayapura dapat menunjukkan perbaikan yang signifikan, namun dapat dilihat bahwa ada beberapa indikator yang hasilnya justru jauh dari target. Tidak tercapainya target pada beberapa indikator disebabkan oleh berbagai faktor seperti berkurangnya jumlah sampel yang di sampling dan diuji sehingga mempengaruhi persentase hasil uji sampel dimana perbedaan 1 sampel akan

(20)

Gambar 1.4a. Profil Obat yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun 2010- 2014

Gambar 1.4b. Profil Obat Tradisional yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun 2010-2014

Gambar 1.4c. Profil Kosmetik yang Memenuhi Syarat (MS)

Tahun 2010-2014

Gambar 1.4d. Profil Suplemen Makanan yang Memenuhi Syarat ( MS

Tahun 2010-2014

Gambar 1.4e. Profil Makanan yang Memenuhi Syarat (MS) Tahun 2010-2014

Dari Gambar 1.4a sampai 1.4e dapat dilihat hasil pengawasan Obat dan Makanan selama tahun 2010-2014 dimana persentase/proporsi Obat

(21)

dan Makanan yang memenuhi syarat pada tahun 2014 cenderung mengalami penurunan dibandingkan tahun 2010. Saat ini masih dijumpai produk Obat dan Makanan illegal/palsu/substandar. Hal tersebut dapat mengindikasikan bahwa pengawasan Obat dan Makanan yang dilakukan oleh Balai Besar POM di Jayapura harus terus ditingkatkan. Perkuatan pengawasan post market merupakan prioritas dari tugas/fungsi pengawasan.

Pada produk kosmetik misalnya, sejak diberlakukan Harmonisasi ASEAN pada 1 Januari 2011, produk kosmetik yang memenuhi syarat cenderung menurun, sedangkan jumlah produk kosmetik yang masuk ke Indonesia meningkat secara signifikan.

Begitu pula pada produk obat tradisional, yang pada akhir periode Renstra 2010-2014, menunjukkan hasil yang belum menggembirakan. Produk obat tradisional yang memenuhi syarat masih jauh di bawah produk lainnya. Untuk itu, perlu dilakukan upaya terobosan untuk melindungi masyarakat dari obat tradisional yang berisiko terhadap kesehatan.

Berdasarkan capaian kinerja utama Balai Besar POM di Jayapura sesuai dengan tabel 1.3 dan gambar 1.4a sampai 1.4e di atas, terlihat bahwa kinerja Balai Besar POM di Jayapura telah menunjukkan hasil yang baik sesuai dengan tugas dan kewenangannya. Namun hal ini tidak boleh membuat Balai Besar POM di Jayapura berpuas diri tetapi justru harus semakin meningkatkan tugas dan peran Balai Besar POM di Jayapura selesai. Bahkan dengan adanya perubahan lingkungan strategis yang sangat dinamis diharapkan peran Balai Besar POM di Jayapura pada masa yang akan datang dapat lebih ditingkatkan. Balai Besar POM di Jayapura diharapkan terus menjaga kinerja yang telah dicapai saat ini sesuai harapan masyarakat, yaitu agar pengawasan Obat dan Makanan terus lebih dimaksimalkan untuk

(22)

1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN

Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi oleh Balai Besar POM di Jayapura terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan yang akan diulas disini adalah Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan terkait globalisasi, akan diulas tentang perdagangan bebas, komitmen internasional, perubahan iklim, MEA dan demografi. Isu-isu tersebut saling terkait satu dengan yang lain. Adapun lingkungan strategis yang mempengaruhi peran Balai Besar POM di Jayapura baik internal maupun eskternal adalah sebagai berikut:

1.2.1. Sistem Kesehatan Nasional (SKN)

Sistem Kesehatan Nasional (SKN) merupakan wujud dan sekaligus metode penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan.

Upaya pelayanan kesehatan masyarakat diselenggarakan oleh semua pihak (pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat) melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan dan pemulihan kesehatan. Bentuk pelayanan kesehatan tersebut berupa layanan Rumah Sakit, Puskesmas dan kegiatan peran serta masyarakat melalui Posyandu. Di sisi lain, menjamurnya sistem dan bentuk pelayanan kesehatan serta klinik-klinik kesehatan termasuk bentuk pengobatan alternatif juga semakin menambah beban dan daya jangkau Balai Besar POM di Jayapura untuk makin melebarkan sayap dan menajamkan matanya dalam melakukan pengawasan yang lebih komprehensif.

Semakin banyak pelayanan kesehatan yang disediakan, maka akan semakin mempengaruhi kebutuhan pelayanan pendukung kepada kesehatan masyarakat tersebut, yang antara lain tentunya adalah kebutuhan akan obat semakin meningkat. Penjaminan mutu obat

(23)

merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Hal ini merupakan tantangan ke depan yang akan dihadapi oleh Balai Besar POM di Jayapura dalam penyediaan obat-obatan yang aman dan bermutu.

Untuk itu, permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Balai Besar POM di Jayapura untuk dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat di provinsi Papua dalam mengkonsumsi obat yang beredar di pasaran. Dalam menciptakan rasa aman bagi masyarakat, Balai Besar POM di Jayapura selama ini melakukan kontrol dalam bentuk pengawasan secara ketat terhadap produk yang sudah beredar luas di masyarakat., dan juga memberikan informasi dan edukasi pada masyarakat mengenai produk obat yang aman, bermutu dan berkhasiat.

1.2.2. Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini merupakan program pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pendekatan sistem. Sistem ini diharapkan dapat menanggulangi resiko ekonomi karena sakit, PHK, Pensiun Usia Lanjut dan resiko lainnya dan merupakan cara (Means), sekaligus tujuan (ends) dalam mewujudkan kesejahteraan. Untuk itu, dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan juga dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Implementasi SJSN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena perusahaan/industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan

(24)

diregistrasi, jenis obat pun akan sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsungnya diasumsikan adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya. Dampak lain adalah banyak industri farmasi yang akan melakukan pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan perluasan sarana yang dimiliki. Adanya peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut, maka akan terjadi peningkatan permohonan sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Dengan meningkatnya variasi obat sebagai implikasi penerapan SJSN, Balai Besar POM di Jayapura juga dituntut harus lebih intensif dalam melaksanakan pengawasan post-market terhadap mutu obat beredar termasuk farmakovigilan utamanya Monitoring Efek Samping Obat (MESO).

1.2.3. Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup banyak bidang dan saling terkait: ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi dan lingkungan. Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi dan transportasi yang sangat cepat dan massif akhir-akhir ini dan berkonsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu antisipasi dengan kebijakan yang responsif. Dampak dari pengaruh lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional, khususnya di bidang ekonomi yang menghendaki adanya area perdagangan bebas (Free Trade Area). Ini dimulai dari perjanjian ASEAN-6 (Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand) Free Trade Area, ASEAN-China Free

Trade Area, ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreement (AKFTA), ASEAN- India Free Trade

(25)

Agreement (AIFTA) dan ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement (AANZFTA). Dalam hal ini, memungkinkan negara-negara

tersebut membentuk suatu kawasan bebas perdagangan yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional dan berpeluang besar menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional. Hal ini membuka peluang peningkatan nilai ekonomi sektor barang dan jasa serta memungkinkan sejumlah produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negara-negara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional tersebut.

Dengan masuknya produk perdagangan bebas tersebut yang antara lain adalah obat, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan, termasuk jamu dari negara lain, merupakan persoalan krusial yang perlu segera diantisipasi. Realitas menunjukkan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanan dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan tersebut.

Secara geografis Provinsi Papua berbatasan langsung dengan Negara Papua Nugini (PNG) yang secara tidak langsung akan mempengaruhi produk- produk yang beredar di Provinsi Papua, khususnya komoditi Pangan. Dengan adanya kesepakatan global salah satunya MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) maka tidak menutup kemungkinan semakin banyaknya peredaran obat dan makanan dari negara tetangga PNG yang masuk ke wilayah Provinsi Papua. Hal ini sudah harus di antisipasi oleh Balai Besar POM di Jayapura dengan lebih meningkatkan kemampuan pengawasan maupun pengujian produk. Hal itu juga menjadi tantangan bagi Balai Besar POM di Jayapura untuk dapat terus meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dalam hal kerjasama dengan Negara perbatasan untuk pengawasan produk obat dan makanan bisa dalam bentuk MoU mengenai perdagangan bebas di wilayah perbatasan.

(26)

1.2.4. Perubahan Iklim

Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh sektor pertanian khususnya produk bahan pangan di Indonesia. Perubahan iklim dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga yang kompetitif. Dari sisi ekonomi makro, industri makanan dan minuman di masa yang akan datang perannya akan semakin penting sebagai pemasok pangan dunia. Jadi peran dan fungsi dari Balai Besar POM di Jayapura akan semakin berat dan sangat dibutuhkan dalam upaya mencegah Obat dan Makanan mengandung bahan berbahaya bagi tubuh.

Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari Balai Besar POM di Jayapura dalam mengawasi peredaran varian produk obat yang baru dari jenis penyakit tersebut, baik yang diproduksi di dalam negeri, maupun yang berasal dari luar negeri. Selain dari obat, varian obat baru ini juga diikuti pula dengan jenis obat herbal tradisional Indonesia dan Cina yang paling banyak beredar di pasar. Kondisi ini menuntut kerja keras dari Balai Besar POM di Jayapura melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut.

Secara umum, berdasarkan data konsumsi obat yang dilakukan masyarakat Indonesia pada gambar 1.5 sebagian besar penduduk Indonesia masih banyak yang mengkonsumsi obat modern dibandingkan dengan obat tradisional. Konsumsi obat modern pada tahun 2012 mencapai 91,40%, sedangkan obat tradisional hanya sebanyak 24,33%. Beberapa penyakit degeneratif, yakni penyakit yang dimiliki para kaum lanjut usia justru banyak menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama.

(27)

90.00% 91.63% 90.76% 90.96% 91.40% 60.00% 30.00% 0.00% 22.24% 27.57% 23.63% 24.33% 2009 2010 2011 2012 Obat Modern Obat Tradisional Sumber: Susenas BPS 2009-2012 Gambar 1.6

Persentase Penduduk Indonesia yang Mengkonsumsi Obat Modern dan Tradisional

Untuk itu, dengan banyaknya konsumsi obat modern yang dilakukan masyarakat, maka perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan yang serius dari Balai Besar POM di Jayapura.

1.2.5. Demografi dan Perubahan Komposisi Penduduk

Rata-rata laju pertumbuhan penduduk Provinsi Papua menurut sensus penduduk tahun 2010, dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir sebesar 90 ribu jiwa (sebesar 5.39% pertahun). Dengan laju pertumbuhan sebesar itu, diperkirakan jumlah penduduk Prov. Papua pada tahun 2035 akan mencapai 10 juta jiwa. Dari Gambar 1.6 di bawah ini, dapat dilihat bahwa jumlah populasi terbesar berada pada kelompok usia produktif (20-54 tahun)

(28)

0 -4 5-9 10 -14 15 -19 20 -24 2 5 -29 30 -34 35 -39 40 -44 45 -49 50 -54 55 -59 60 -64 65 -69 70 -74 7 5 -79 80 -84 85 -89 90 -94 95+ 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0 Sumber: BPS Tahun 2010 Gambar 1.7

Jumlah Penduduk Papua Berdasarkan Kelompok Umur Tahun 2010

Secara umum, bahwa transisi demografi juga akan menimbulkan efek pada transisi kesehatan di masyarakat, sehingga terjadi peningkatan dalam penggunaan layanan kesehatan baik secara personal, korporat maupun masyarakat luas. Efek ini akan dapat mempengaruhi besarnya beban fasilitas kesehatan dan sistem jaminan kesehatan masyarakat Indonesia, dan sekaligus akan menambah beban kerja dari Balai Besar POM di Jayapura sebagai pengawas di bidang Obat dan Makanan.

Konsumsi obat baik farmasi maupun herbal serta bahan makanan akan cukup besar pada kelompok usia produktif, karena pola hidup dan orientasi konsumsi juga akan mengarah pada kesehatan pada jangka panjang dan juga penampilan, sehingga vitamin dan suplemen kesehatan menjadi komponen obat dan makanan yang cukup besar konsumsinya. Hal ini menjadi tambahan tugas bagi Balai Besar POM di Jayapura untuk melakukan penilaian dan pengawasan terhadap berbagai jenis obat dan suplemen yang semakin bervariasi dan meningkat jumlahnya.

Syarat agar Bonus Demografi dapat dimanfaatkan dengan baik adalah dengan mempersiapkannya dari mulai perencanaan sampai dengan

(29)

a) Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat termasuk jaminan mutu Obat;

b) Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan; c) Pengendalian jumlah penduduk;

d) Kebijakan ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, serta keterbukaan perdagangan dan tabungan nasional.

Di samping menyiapkan pemanfaatan Bonus Demografi, juga sudah harus mulai dipikirkan permasalahan-permasalahan yang timbul pasca berakhirnya masa Bonus Demografi, dimana jumlah lansia meningkat.

1.2.6. Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintah yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat dan daerah. Sesuai dengan UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, pada pasal 59 tentang kesehatan, pada pasal (1) disebutkan bahwa Pemerintah Provinsi berkewajiban menetapkan standar mutu dan memberikan pelayanan kesehatan bagi penduduk, dan pada pasal (2) disebutkan bahwa Setiap penduduk Papua berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Sebagai pelaksanaan dari UU No 21 Tahun 2001 tersebut maka Pemerintah Provinsi Papua mempunyai program kesehatan bagi masyarakat Papua antara lain Jaminan Kesehatan Papua (Jamkespa), Kartu Papua Sehat (KPS) dan Jaminan Persalinan (Jampersal). Melalui program-program bidang kesehatan tersebut Pemerintah Provinsi Papua menyediakan obat gratis bagi semua program tersebut. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi Balai Besar POM di Jayapura dalam hal pengawasan obat dari program-program pendukung Otonomi Khusus (Otsus) tersebut termasuk dalam hal pengujian kualitas obat-obat tersebut dimana dalam hal pengujian, Balai Besar POM di Jayapura telah didukung dengan SDM yang kompeten di bidangnya serta

(30)

tersedianya sarana dan prasarana pengujian seperti Peralatan laboratorium yang memadai

1.2.7. Perkembangan Teknologi

Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, namun penyediaan bahan baku obat yang diperoleh dari impor mencapai 96% dari kebutuhan. Padahal Indonesia memiliki 9.600 jenis tanaman berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku. Dengan kemajuan teknologi dan besarnya kebutuhan produk obat, Badan POM dapat mendorong industri farmasi untuk mengoptimalkan penggunaan bahan baku obat dalam negeri.

Selain teknologi produksi juga didukung dengan teknologi transportasi. Perkembangan industri transportasi baik darat, laut dan udara maupun jasa pengiriman barang mengalami perkembangan yang cukup pesat. Sehingga distribusi Obat dan Makanan secara masal dapat dilakukan lebih efisien. Untuk itu, dampak pengawasan atas peredaran Obat dan Makanan semakin tinggi, dikarenakan distribusi Obat dan Makanan ke tempat tujuan di seluruh wilayah Indonesia semakin cepat, sehingga antipasi pengawasan obat dan makanan juga harus sama cepatnya.

Selain itu, teknologi pangan juga semakin berkembang. Adanya perubahan iklim juga ikut mendorong berbagai inovasi perkembangan teknologi menciptakan rekayasa genetika dan varian makanan yang terkadang tingkat keamanannya belum teruji. Hal ini harus menjadi perhatian dan antisipasi Badan POM dalam menghadapi hal tersebut.

Perkembangan teknologi informasi juga dapat menjadi potensi bagi Badan POM untuk dapat melakukan pelayanan secara online, yang dapat memudahkan akses dan jangkauan masyarakat yang ada di Indonesia. Namun di sisi lain, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi Badan POM terkait tren pemasaran dan transaksi produk Makanan dan Obat

(31)

Untuk memperkuat peran dan kewenangan tersebut secara efektif, Balai Besar POM di Jayapura perlu terus melakukan perbaikan dan pengembangan. Di samping itu, kondisi lingkungan strategis dengan dinamika perubahan yang sangat cepat, menuntut Balai Besar POM di Jayapura untuk dapat melakukan evaluasi dan mampu beradaptasi dalam pelaksanaan tugas dan perannya secara tepat dan sesuai dengan kebutuhan zaman, sehingga mampu menjadi katalisator dalam proses pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional.

Tabel 1.5 Penguatan Peran Balai Besar POM di Jayapura Tahun 2015-2019

1.2.8. Agenda Sustainable Development Goals (SDGs)

Dengan akan berakhirnya agenda Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015, banyak negara mengakui keberhasilan dari MDGs sebagai pendorong tindakan-tindakan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan pembangunan masyarakat. Khususnya dalam bentuk dukungan politik. Kelanjutan program ini disebut Sustainable Development Goals (SDGs), yang meliputi 17 goals. Dalam bidang kesehatan, faktanya individu yang sehat akan memiliki kemampuan fisik dan daya pikir yang lebih kuat, sehingga dapat berkontribusi secara produktif dalam pembangunan masyarakatnya.

Terkait Goal 2. End hunger, achieve food security and improved

nutrition, and promote sustainable agriculture , selain ketahanan pangan, Penguatan

Sistem Pengawasan Obat dan Makanan

• Pengawasan Obat dan Makanan yang sesuai standar

• Pengawasan sarana produksi Obat dan Makanan yang sesuai standar

• Pengawasan sarana distribusi Obat dan Makanan sesuai standar

• Sampling dan pengujian laboratorium Obat dan Makanan

• Penyidikan dan penegakan hukum Kerjasama,

Komunikasi, Informasi dan Edukasi Publik

• Mendorong kemitraan dan kemandirian pelaku usaha melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik termasuk peringatan publik

• Penyebaran informasi bahaya obat dan makanan yang tidak memenuhi standar

(32)

kondisi yang harus diciptakan antara lain adalah masyarakat miskin, kelompok rentan termasuk bayi memiliki akses untuk mendapatkan makanan yang aman, bergizi dengan jumlah yang cukup sesuai kebutuhannya. Kontribusi terhadap kondisi ini adalah tersedianya pangan dengan nilai gizi yang cukup, misalnya pangan diet khusus mengandung Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang cukup untuk pasien diabetes, garam dan terigu difortifikasi dengan mikronutrisi, AKG tertentu dalam susu formula bayi dan lansia. Hal ini hanya dapat terjadi jika produsen pangan olahan yang telah diinspeksi dan dibina BPOM menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan menjamin mutu produknya termasuk nilai nutrisi sesuai dengan kebijakan teknis yang dibuat BPOM/Standar Nasional Indonesia/standar internasional. Tantangan bagi BPOM ke depan adalah penyusunan kebijakan teknis terkini tentang standar gizi pangan olahan, pengawalan mutu, manfaat, dan keamanan pangan olahan, serta KIE kepada masyarakat. Sedangkan tugas Balai Besar POM di Jayapura dalam hal ini adalah melakukan pendampingan dan pembinaan teknis kepada produsen Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) lokal yang ada di Provinsi Papua agar dapat memenuhi kaidah-kaidah keamanan dan mutu pangan serta memberikan KIE kepada masyarakat secara intensif.

Terkait Goal 3. Ensure healthy lives and promote well-being for all at all

ages, salah satu kondisi yang harus tercipta adalah pencapaian JKN, termasuk

dan bermutu. Asumsinya, jaminan kesehatan memastikan masyarakat mendapatkan dan menggunakan hanya obat atau vaksin yang aman, efektif, dan bermutu untuk upaya kesehatan preventif, promotif, maupun kuratif, sehingga kualitas hidup masyarakat meningkat. Kontribusi untuk mencapai kondisi ini adalah ketersediaan Obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di sarana pelayanan kesehatan. Hal ini bisa tercapai hanya jika Industri Farmasi yang telah diintervensi (diawasi dan dibina BPOM) mempraktekkan GMP dalam produksi Obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu dan PBF serta rantai distribusi obat menerapkan Good Distribution Practices untuk mengawal mutu Obat JKN. Tantangan bagi Balai Besar POM di Jayapura ke

(33)

depan adalah intensifikasi pengawasan post-market, serta pembinaan pelaku usaha agar secara mandiri menjamin mutu produknya, khususnya dalam menjaga mutu obat pada jalur distribusi.

1.2.9. Implementasi Program Fortifikasi Pangan

Salah satu upaya di dalam mendukung Arah Kebijakan Nasional Perbaikan Kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi Masyarakat dilakukan melalui peningkatan peran industri dan Pemerintah daerah dalam ketersediaan pangan beragam, aman, dan bergizi diantaranya dengan dukungan fortifikasi mikronutrien penting. Fortifikasi pangan merupakan salah satu cara dalam menangani permasalahan tingginya angka kekurangan gizi mikro. Sebagai langkah awal pemerintah menetapkan fortifikasi pada garam dan tepung terigu, mengingat masih tingginya masalah gangguan kesehatan karena kurang yodium (GAKI). Penerapan fortifikasi harus diiringi dengan pengawasan oleh BPOM. Hasil pengawasan garam beryodium dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2010–2013) menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS mengalami kenaikan, yaitu berkisar 29%-43%. Hasil pengawasan tepung terigu dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (2010-2013) menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS juga mengalami kenaikan, yaitu berkisar 4% - 23%. Untuk mengawal program ini, Balai Besar POM di Jayapura mendapatkan mandat strategis baik dalam Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) maupun Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) di Provinsi Papua, utamanya pada Pokja III Bidang Mutu dan Keamanan Pangan. Kegiatan Intensifikasi pengawasan produk fortifikasi Nasional (tepung terigu dan garam) merupakan upaya pengawasan produk pangan baik dalam rangka pemenuhan persyaratan (compliance) maupun surveilan keamanan pangan. Upaya tersebut dilakukan melalui verifikasi terhadap pemenuhan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB), baik penerapan CPPOB pada produsen pangan dan penerapan. Cara Ritel Pangan yang Baik di sarana peredaran. Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap produk pangan baik di sarana produksi IRTP yang ada di Provinsi

(34)

Papua maupun di sarana peredaran dan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran di bidang pangan, pengujian laboratorium terhadap parameter keamanan dan mutu pangan dan gizi pangan, pengawasan terhadap kesesuaian label serta pengawasan terhadap keamanan kemasan pangan yang yang beredar melalui sampling dan pengujian.

1.2.10. Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Perkuatan Institusi dilaksanakan melalui fokus prioritas implementasi Reformasi Birokrasi yang ditetapkan oleh BPOM. Balai POM di Palangka Raya sebagai bagian dari organisasi induk berselaras dan berkomitmen dengan pemerintah pusat dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik sesuai dengan PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010- 2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan BPOM merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB. Pola pikir pelaksanaan RB sebagaimana Gambar di bawah ini:

Gambar 1.8 Pola Pikir Pelaksanaan RB a. Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, BPOM memiliki instansi vertikal atau UPT BB/Balai POM di tingkat provinsi, salah satunya adalah Balai Besar POM di Jayapura. Selain itu, untuk mendukung pengawasan Obat dan Makanan di wilayah perbatasan dengan negara lain dan daerah-daerah yang

(35)

sulit dijangkau dari ibukota provinsi, BPOM memiliki Pos POM. Untuk menjawab tantangan perubahan lingkungan strategis, perlu dilakukan penataan dan penguatan baik dari segi struktur organisasi, kompetensi dan kuantitas SDM, sarana dan prasarana, maupun koordinasi dengan lintas sektor agar pelaksanaan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan dapat dilakukan secara lebih optimal. Tantangan BPOM ke depan adalah melakukan kajian, penataan, dan evaluasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM. Dengan dilakukannya penataan dan penguatan struktur organisasi bagi Balai Besar POM di Jayapura akan semakin memperkuat fungsi koordinasi dan penegakkan regulasi di bidang pengawasan Obat dan Makanan dengan Pemerintah Provinsi Papua.

b. Penataan Tatalaksana

Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, Balai Besar POM di Jayapura berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen Balai Besar POM di Jayapura tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan

Quality Management System ISO 9001:2008; Akreditasi Laboratorium IEC 17025:2005;

Upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan juga dilakukan melalui penerapan e-government atau penggunaan teknologi informasi di lingkungan BPOM, di antaranya pendaftaran produk (pangan, obat, obat tradisional) dan berbagai penyelenggaraan manajemen pemerintahan lainnya yang dilakukan secara elektronik serta keterbukaan informasi publik bagi masyarakat. Berbagai sistem mutu dan pengembangan

(36)

dapat diintegrasikan sesuai dengan ruang lingkupnya agar pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien.

c. Penataan Peraturan Perundang-undangan dan Penegakan Hukum Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi BPOM. Namun, Peraturan Perundang undangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran di bidang Obat dan Makanan belum memberikan efek jera sehingga sering terjadi kasus berulang. Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung pencapaian tujuan pengawasan Obat dan Makanan dibahas pada Kerangka Regulasi. Adanya RPJMN/RKP membuka peluang untuk menciptakan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego sektoral. BPOM perlu mengambil kesempatan ini dengan mengusulkan peraturan perundang- undangan yang akan masuk dalam prolegnas setiap tahunnya bersamaan dengan penyusunan rencana kerja. Selain itu sesuai kerangka regulasi, untuk memastikan bahwa setiap norma kebijakan yang akan diratifikasi memberikan manfaat bagi masyarakat, BPOM perlu membuat cost-benefit

analysis. Sedangkan terhadap regulasi teknis yang dikeluarkan BPOM, perlu

dilakukan regulatory impact assessment.

Kaitannya dengan pengawasan Obat dan Makanan di daerah, selain ketersediaan NSPK, perlu didorong terbitnya aspek legal berupa Peraturan/SK Gubernur dan ditindaklanjuti dengan Peraturan/SK Bupati/Walikota. Pada level operasional, BPOM telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan dalam pengawasan Obat dan Makanan, juga menerbitkan standar mutu lainnya, seperti standar produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Ketersediaan peraturan perundangan sampai dengan pedoman teknis yang dilegalkan dalam bentuk Peraturan Kepala BPOM tersebut sangat mendukung penegakan hukum.

(37)

penegakan hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan, maupun persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait, menggeser pengawasan ke area preventif, serta memperkuat kerjasama di Free Trade Zone Area. Upaya ini pun perlu diikuti dengan peningkatan kajian BPOM mengenai kerugian negara secara ekonomi maupun kesehatan akibat pelanggaran Obat dan Makanan. Secara internal, Balai Besar POM di Jayapura akan fokus pada pemantapan peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang tindak pidana Obat dan Makanan. Hal ini dilaksanakan melalui peningkatan kualitas dan kuantitas Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), peningkatan pelaksanaan penyidikan Obat dan

Justice System (CJS) untuk substainable law enforcement tindak Pidana Obat

dan Makanan

d. Penguatan Akuntabilitas Kinerja

Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Balai Besar POM di Jayapura telah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi Inspektorat tahun 2013 memperoleh nilai B. Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIP menjadi kekuatan penting dalam upaya penguatan akuntabilitas kinerja Balai Besar POM di Jayapura. Namun, Balai Besar POM di Jayapura masih perlu melakukan beberapa hal demi peningkatan kinerja pada masa yang akan datang, antara lain adalah :

1. Melakukan perencanaan kinerja dan anggaran dengan lebih cermat. 2. Memperbaiki metode pengumpulan data kinerja sehingga dapat

dihasilkan data yang akurat dan sistematis untuk mengukur capaian kinerja yang ditetapkan.

3. Meningkatkan pemahaman pegawai Balai Besar POM di Jayapura tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKIP)

(38)

4. Mengoptimalkan mekanisme manajemen internal Balai Besar POM di Jayapura dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan program maupun kegiatan, khususnya dalam memanfaatkan data pada sistem pelaporan elektronik yang telah diaplikasikan seperti SIPT, SIMAK BMN, SIRUP, MONEV Stakeholder terkait (DJA, LKPP, Bapenas), dll.

5. Meningkatkan dan mengembangkan kapasitas SDM baik secara teknis maupun manajerial.

e. Penguatan Pengawasan

Penguatan pengawasan bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme(KKN). Upaya pengawasan yang dilakukan Balai POM di Palangka Raya harus selaras dengan upaya pengawasan yang dilakukan BPOM. Pengawasan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan efektivitas pengelolaan keuangan negara di lingkungan BPOM serta menghindari tingkat penyalahgunaan wewenang.

Pengawasan yang dilakukan Balai Besar POM di Jayapura antara lain melalui kebijakan penanganan gratifikasi, penerapan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), pengelolaan pengaduan masyarakat, penanganan benturan kepentingan, pembangunan zona integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM).

Untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal, upaya pengawasan yang dilakukan Balai Besar POM di Jayapura tersebut masih perlu dievaluasi agar dapat ditingkatkan pelaksanaannya. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah penguatan peran APIP dan unit pengawas fungsional (Inspektorat) sebagai internal-consultant yang melaksanakan fungsi pembinaan, penataan, pengawasan, dan pentaatan dengan dukungan SDM yang memadai secara kualitas dan kuantitas serta berfokus pada pemeriksaan kinerja berbasis risiko untuk mencegah potensi kesalahan yang mengganggu efektivitas pencapaian sasaran organisasi dan dapat menimbulkan kerugian negara.

(39)

f. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur

Penataan sistem manajemen SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM aparatur BPOM yang didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan, serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Perencanaan kebutuhan pegawai BPOM dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan proses penerimaan pegawai dilakukan secara transparan, objektif, akuntabel, dan bebas KKN serta promosi jabatan dilakukan secara terbuka. Pengembangan pegawai yang dilakukan BPOM berbasis kompetensi yang selanjutnya capaian penilaian kinerja individu pegawai akan dijadikan dasar untuk pemberian tunjangan kinerja. Hal ini diimbangi dengan penegakan aturan disiplin dan kode etik serta pemberian sanksi. Seluruh aktivitas manajemen SDM tersebut didukung oleh sistem informasi kepegawaian. Saat ini, SDM Balai Besar POM di Jayapura telah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi kuantitas SDM Balai Besar POM di Jayapura belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi pengawasan Obat dan Makanan di Provinsi Papua.

Sistem manajemen pemerintah menuntut adanya ukuran keberhasilan, baik di tingkat organisasi sampai ke level individu. Untuk saat ini, sistem manajemen kinerja belum optimal diterapkan, sehingga perlu dilakukan penerapan sistem manajemen kinerja yang lebih efektif dan efisien terutama dalam hal pelaksanaan evaluasi terhadap peta dan kelas jabatan yang telah disusun. Pemanfaatan sistem informasi kepegawaian yang telah dibangun juga perlu dioptimalisasi sebagai pendukung pengambilan kebijakan manajemen SDM Balai Besar POM di Jayapura

g. Manajemen Perubahan

Manajemen perubahan bertujuan untuk mengubah secara sistematis dan konsisten dari sistem dan mekanisme kerja organisasi serta pola pikir dan budaya kerja individu atau unit kerja di dalamnya menjadi lebih

(40)

baik sesuai dengan tujuan dan sasaran RB. Untuk menggerakkan organisasi dalam melakukan perubahan, BPOM telah membentuk agent of change sebagai role model serta forum bagi pembelajaran atau inovasi dalam proses perubahan yang dilakukan. Komitmen dan keterlibatan pimpinan dan seluruh pegawai BPOM secara aktif dan berkelanjutan merupakan unsur pendukung paling utama dalam perubahan pola pikir dan budaya kerja dalam rangka pelaksanaan RB. Untuk mengurangi risiko kegagalan yang disebabkan kemungkinan timbulnya resistensi terhadap perubahan dibutuhkan media komunikasi secara reguler untuk mensosialisasikan RB atau perubahan yang sedang dan akan. dilakukan, termasuk pentingnya peran agent of change dan manfaat dari forum pembelajaran atau inovasi. Analisa terhadap Lingkungan Strategis (Strengths, Weaknesses,

Opportunities, Threats/SWOT)

Sebagaimana dinamika perubahan lingkungan strategis yang telah dijelaskan di atas baik secara internal maupun eksternal, maka Balai Besar POM di Jayapura harus melakukan upaya-upaya agar pengaruh lingkungan khususnya lingkungan eskternal dapat menjadi suatu peluang dan meminimalkan ancaman yang dapat mempengaruhi peran Balai Besar POM di Jayapura sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan terhadap Obat dan Makanan.

Atas dasar pengaruh lingkungan strategis tersebut, dilakukan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan melalui analisa SWOT, sehingga dari analisa tersebut dapat ditetapkan arah strategis dan kebijakan Balai Besar POM di Jayapura kedepan, agar dapat terwujud sesuai tujuan dan sasaran organisasi Balai Besar POM di Jayapura dalam Renstra Periode 2015-2019. Adapun hasil analisa SWOT tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. KEKUATAN (STRENGTHS)

Balai Besar POM di Jayapura saat ini memiliki kualitas SDM yang sangat memadai, khususnya tenaga-tenaga yang kompeten dalam melakukan

(41)

funggsi pengawasan produk Obat dan Makanan yang ada. Demikian pula dalam melakukan pengujian laboratorium, Balai Besar POM di Jayapura telah didukung oleh sarana dan prasarana lab yang terkini dan tercanggih.

Sebagai Unit Pelaksana Teknis di Provinsi Papua, Balai Besar POM di Jayapura sendiri juga telah menjalin kerjasama yang kuat dengan Stakeholder Pemda di Provinsi Papua. Kerjasama ini diperlukan dalam mendukung tugas- tugas pokok Balai Besar POM di Jayapura. Di sisi lain, Balai Besar POM di Jayapura telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan dalam pengawasan atas Obat dan Makanan, sehingga seluruh kegiatan pengawasan tersebut telah memiliki standar baku, baik untuk Obat dan Makanan, juga faktor-faktor mutu lainnya, seperti standar produksi dari industri farmasi, standar distribusi dan standar produk pangan lainnya.

Dalam mendorong pencapaian tujuan organisasi Balai Besar POM di Jayapura, komitmen pimpinan menjadi mutlak sebagai landasan untuk mewujudkan visi dan misi serta tujuan dari peran Balai Besar POM di Jayapura dalam memberikan kontribusi bagi pembangunan kesehatan masyarakat Provinsi Papua

b. KELEMAHAN (WEAKNESSES)

Saat ini SDM Balai Besar POM di Jayapura sudah memiliki kualitas yang memadai, namun dari sisi kuantitas SDM Balai Besar POM di Jayapura belum mencukupi kebutuhan untuk menjalankan tugas dan fungsi sebagai Unit Teknis di Provinsi Papua mengingat cakupan wilayah Pengawasan yang cukup besar (29 Kabupaten/Kota). Pengawasan Obat dan makanan di Provinsi Papua belum optimal disebabkan oleh hampir sebagian besar wilayah di Provinsi Papua sulit dijangkau karena kondisi geografis dan iklim. Hal ini juga menyebabkan jangkauan pengawasan obat dan makanan di beberapa kabupaten mengalami kendala akibat sulit dan mahalnya transportasi menuju wilayah tersebut.

Dalam pelaksanaan tugas pengawasan Obat dan Makanan, diperlukan sarana dan prasarana yang sangat memadai. Hal ini juga untuk mengimbangi

(42)

peredaran Obat dan Makanan yang semakin canggih. Untuk itu, penyiapan sarana dan prasarana yang memadai tersebut menjadi mutlak dilakukan dalam mendukung tugas pokok dan fungsi Balai Besar POM di Jayapura. Penyebarluasan informasi mengenai Obat dan Makanan perlu didukung dengan teknologi informasi yang memadai. Peran dan kewenangan Balai Besar POM di Jayapura juga harus didukung oleh struktur organisasi dan tata kerja yang tepat. Saat ini pembagian kewenangan atau beban kerja masih belum menunjukkan ukuran yang sesuai. Diharapkan penataan kelembagaan kedepannya bisa sesuai dan mengikuti prinsip Structure Follow Function

Follow strategy, sehingga struktur organisasi dan tata kerja (fungsi) dapat

mewujudkan tujuan organisasi. c. PELUANG (OPPORTUNITIES)

Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan. SKN dan JKN merupakan bagian dari sistem

kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam

mengembangkan perilaku dan lingkungan sehat serta berperan aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan. Untuk itu, SKN dan JKN merupakan tantangan atau peluang bagi Balai Besar POM di Jayapura dalam mendorong upaya kesehatan masyarakat yang lebih baik lagi dalam menghadapi pola prilaku dan lingkungan sehat khususnya obat dan makanan.

Semakin bertambahnya penduduk dan berkembangnya varian penyakit maka kebutuhan Obat dan Makanan akan semakin meningkat. Hal ini mendorong pertambahan dan pertumbuhan industri Obat dan Makanan secara pesat. Keadaan ini menyebabkan masyarakat dan Pemerintah Provinsi Papua semakin menyadari tentang pentingnya pemahaman tentang obat dan makanan yang aman untuk kesehatan massyarakat Papua. Hal ini menyebabkan tingginya ekspektasi masyarakat dan Pemerintah Provinsi Papua terhadap tugas dan fungsi Balai Besar POM di Jayapura dalam hal pengawasan Obat dan Makanan yang beredar di Provinsi Papua. Hal ini menjadi peluang dan tantangan Balai

(43)

Besar POM di Jayapura dalam mengawasi Obat dan Makanan yang semakin banyak variannya.

Kerjasama dengan Instansi terkait merupakan hal yang sangat mutlak agar upaya pembangunan kesehatan dapat tercapai. Peluang kerjasama dengan instansi terkait dapat mendorong efektivitas dan efesiensi pengawasan Obat dan makanan khususnya dengan instansi aparatur penegak hukum maupun instansi terkait lainnya.

d. TANTANGAN (THREATS)

Tingginya arus produk Obat dan Makanan yang beredar di Provinsi Papua, mengakibatkan adanya produk-produk yang tersedia dipasar tidak memenuhi kualifikasi standar yang dipersyaratkan. Hal ini menjadi masalah dalam peredaran Obat dan Makanan. Di sisi lain, lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran seperti ini mengakibatkan ancaman bagi masyarakat. Untuk itu, diharapkan penegakan hukum harus lebih aktif lagi agar dapat meminimalkan permasalahan tersebut. Dengan semakin tumbuhnya perekonomian Indonesia akan mempengaruhi perubahan pola perilaku hidup sosialnya, salah satunya dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan. Hal ini menjadi ancaman bagi masyarakat apabila pengunaan Obat dan Makanan tidak diantisipasi dengan pemberian informasi, komunikasi dan edukasi atas penggunaan Obat dan Makanan tersebut. Sisi lain, globalisasi yang mendorong lahirnya area perdagangan bebas (free trade area) menjadikan peredaran Obat dan Makanan juga semakin sulit untuk dikontrol. Dengan masuknya berbagai produk Obat dan Makanan dari negara lain merupakan persoalan krusial yang perlu diantisipasi segera. Realitas menunjukan bahwa saat ini Indonesia telah menjadi pasar bagi produk Obat dan Makanan dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan kualitasnya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi produk Obat dan Makanan tersebut.

(44)

Tabel 1.4: Rangkuman Analisis SWOT

HASIL PEMBAHASAN (SWOT) Kekuatan

(Strengths)

1. Kualitas SDM

2. Sarana dan Prasarana Laboratorium yang canggih 3. Pedoman Pengawasan yang jelas

4. Komitmen Pimpinan Kelemahan

(Weaknesses)

1. Masih terbatasnya jumlah SDM 2. Luasnya wilayah pengawasan

3. Terbatasnya sarana dan prasarana baik pendukung maupun utama

4. Masih kurangnya dukungan jaringan IT Peluang

(Opportunities)

1. Adanya Program Nasional (JKN dan SKN) 2. Perkembangan Teknologi yang sangat cepat

3. Terjalinnya kerjasama yang baik dengan instansi terkait Tantangan

(Threats)

1. Lemahnya penegakan hukum

2. Adanya Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Area) 3. Perkembangan jumlah penduduk yang sangat cepat

Berdasarkan hasil Analisa SWOT tersebut di atas, maka Balai Besar POM di Jayapura perlu melakukan penguatan Pengawasan Obat dan makanan melalui penguatan kerjasama dengan Stakeholder yang ada di Provinsi Papua yang dituangkan dalam bentuk MoU.

Selama periode 2010-2014, pelaksanaan peran dan fungsi Balai Besar POM di Jayapura tersebut di atas telah diupayakan secara optimal sesuai dengan target hasil pencapaian kinerjanya. Namun demikian, upaya tersebut masih menyisakan permasalahan yang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat, antara lain:

(1) Belum optimalnya pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post-market) dan

Gambar

Tabel 1.1  Profil Pegawai Balai Besar POM di Jayapura berdasarkan  Tingkat Pendidikan Tahun 2014................................................
Gambar 1.1. Struktur Organisasi Balai Besar POM di Jayapura
Gambar 1.2 Profil pegawai Balai Besar POM di Jayapura berdasarkan tingkat  pendidikan tahun 2014
Tabel 1.3 Capaian Kinerja Balai Besar POM di Jayapura periode  2010-2014
+7

Referensi

Dokumen terkait

1.3.3 Tujuan penelitian ini untuk memberikan rencana langkah perbaikan dalam pencapaian target OEE dengan mengurangi downtime stoppages dan usaha – usaha perbaikan

mendapatkan AMDAL dan izin dari Menteri Negara Lingkungan Hidup yang jelas-jelas mengizinkan penempatan tailing NMR ke Teluk Buyat sebagai metode pembuangan yang paling

Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan tersebut, Balai Besar POM di Bandung melaksanakan program yang ditetapkan Badan POM sesuai

Dalam persoalan industri farmasi/obat di Indonesia, pergeseran termaksud akan terjadi pada produk obat-obatan ala Barat, khususnya yang berasal dari obat dengan cap dagang asli dan

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana. © Hanif Nurcholish

Desa Susulaku A memiliki sumber air yang cukup memadai tetapi yang menjadi kendala adalah sumber mata air berada di bawah pemukiman warga sehingga diperlukan pompa untuk

Perizinan PBF (Pedagang Besar Farmasi) Pusat (Peraturan Kementerian Kesehatan No. 34 Tahun 2014) Pengajuan Permohonan Izin PBF - Audit pemenuhan persyaratan CDOB (Cara

Kelebihan yang dimiliki oleh SOP ini adalah adanya pertimbangan risk register dalam bentuk aktivitas pencegahan Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah