• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINDAK PIDANA PERIKANAN DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINDAK PIDANA PERIKANAN DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINDAK PIDANA PERIKANAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

A. Landasan Hukum Terhadap Penegakan Hukum di Perairan Indonesia

Status negara kepulauan yang diperoleh Indonesia sejak adanya Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957 yang diberi landasan bentuk hukum dengan Undang-Undang Nomor. 4 Prp Tahun 1960 Tentang Perairan Indonesia, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor. 6 Tahun 1996. Demikian juga dengan diratifikasinya UNCLOS 1982, semakin membuktikan bahwa status NKRI telah diterima dan diakui dunia Internasional dengan segala konsekuensinya.49

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia mengatur tentang kedaulatan, yurisdiksi, hak dan kewajiban serta kegiatan di perairan Indonesia dalam rangka pembangunan nasional berdasarkan wawasan nusantara, maka penegakan kedaulatan dan penegakan hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia dilaksanakan menurut ketentuan Konvensi dan ketentuan hukum internasional lainnya serta peraturan hukum nasional atau undang-undang yang berlaku.50

1. Landasan Hukum Penegakan Hukum di Laut

49http://www.acedemia.edu/13120162/Penegakan_Hukum_Laut_Terhadap_Illegal_Fishin

g&ei=ZwurXDuI&lc=id/-ID&s=1&m=154&host=www.google.co.id&ts=1465564149&sig=APY 536xQK1M82vfv3riZv-tED0joEvinKQ. Diakses tanggal 25 Mei 2016 pukul 22.10 WIB.

50

Pasal 24 ayat (2) UU No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia menyebutkan Yurisdiksi dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan konvensi hukum internasional dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2)

Di Indonesia landasan hukum dalam penegakan hukum dilaut, yaitu hukum nasional dan hukum internasional. Hukum nasional terdiri atas produk hukum peninggalan jaman Pemerintahan Hindia Belanda dan hukum laut produk hukum nasional. Berdasarkan Pasal I aturan peralihan UUD Tahun 1945, bahwa peraturan–peraturan produk Hindia Belanda masih berlaku sepanjang belum dibuat penggantinya yang baru.51

1. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1962 Tentang Lalu Lintas Kapal Asing dalam Perairan Indonesia;

Satu-satunya produk hukum Pemerintahan Hindia Belanda yang masih berlaku hingga saat ini adalah Ordonansi 1939.Pasal 13 ordonansi tersebut menyatakan penyelenggaraan penegakan hukum di laut pada dasarnya dilakukan dibawah satu instansi yaitu Angkatan Laut dimana KSAL adalah sebagai penanggung jawabnya. Dalam hal ini KSAL membawahi Perwira AL, Pandu-pandu laut, Syahbandar, dan pegawai-pegawai semacam itu serta orang-orang yang ditunjuk untuk kepentingan tersebut.

Sedangkan landasan hukum yang merupakan produk hukum nasional yang berkaitan dengan bidang pelayaran yaitu:

2. Pengumuman Pemerintah RI 17 Februari 1969 Tentang Landasan Kontinen Indonesia.

3. Surat Keputusan Men/ Pangal 23 September 1961 Tentang Penunjukan Pejabat-Pejabat yang Diberi Wewenang untuk Mengadakan Penyidikan terhadap Kejahatan di Laut;

51Pasal I Aturan Peralihan UUD Negara RI Tahun 1945 menyebutkan: segala peraturan

perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

(3)

4. Surat Keputusan Jaksa Agung No. Kep. 056 /D.A/7/1969 Tentang Penyelesaian Perkara-Perkara Tindak Pidana yang Menyangkut Perairan Indonesia;

5. Surat Keputusan Pangal No. 5810.3 Tahun 1969 Tentang Penunjukan Pejabat-Pejabatdi Lingkungan ALRI untuk melaksanakan wewenang Pangal dalam menyelesaikan perkara-perkara Tindak Pidana yang menyangkut perairan Indonesia;

6. Kep. Menhankam/ Pangab. No. Inst.B/92/1969/Tentang Pengamanan Pelabuhan di Wilayah RI;

7. Keppres RI Nomor 6 Tahun 1971 Tentang Wewenang Pemberian Izin Berlayar bagi segala kegiatan kerderaan asing dalam wilayah Perairan Indonesia;

8. Kep. Menhankam/ Pangab. No.Kep/17/IV/75 Tentang Penetapan Alur Pelayaran Kusus bagi Kapal-kapal Penanggkap ikan asing;

9. Surat Keputusan Jaksa Agung RI No. Kep/009/DA/12/71 Tentang Pendelegasian wewenang penyelesaian perkara–perkara tindak pidana yang menyangkut perairan Indonesia;

10. Instruksi Jakasa Agung RI No. Inst.006/DA/12/72 Tentang Jumlah dan Cara-cara Penetapan Serta Penyetoran Densa Damai;

11. Surat Keputusan Bersama Antara Menhankam Pangab, Menhub, Menkeh, Jaksa Agung No. Kep/B/45/XII/75, SK/901/B/1972, Kep/779/12/1972, JS.B/72/1 dan Kep/085/JA/12/1972 Tentang Pembentukan Bakormala.

(4)

Mengingat sumber daya ikan yang dimiliki Indonesia cukup banyak diwilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), pemerintah mengeluarkan berbagai peraturan-peraturan pokok yang mengatur perikanan Indonesia:

1. Undang-Undang No.5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara 1983 No. 44)

2. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1984 Tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (Lembaran Negara 1984 No.23)

3. Undang-Unadng No. 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan Yang Diganti Dengan Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 Dan Disempurnakan Lagi Dengan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009.

4. Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 1990 Tentang Usaha Perikanan (Lembaran Negara 1990 No. 19)

5. Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing Sepanjang Yang Berkaitan Dengan Join Ventura Bidang Perikanan.

6. Beberapa surat Keputusan Menteri, diantaranya adalah:52

a. SK Menteri Pertanian No. 475/Kpts/IK.120/7/1985 Tentang Perizinan Bagi Orang Asing Untuk Menangkap Ikan di ZEEI Tanggal 1 Juli 1985.SK Menteri Pertanian No. 476/Kpts/IK.120/7/1985 Tentang Penetapan Tempat Melapor Bagi Kapal Perikanan Asing Yang Mendapat Izin Penangkapan Ikan di ZEEI Tanggal 1 Juli 1985

52 Chairul Anwar, ZEE Di Dalam Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1995, hlm

(5)

b. SK Menteri Pertanian No. 477/Kpts/IK.120/7/1985 Tentang Pungutan Perikanan Yang Dikenakan Kepada Orang atau Badan Hukum Asing Yang Melakukan Penangkapan Ikan di ZEEI Tanggal 1 Juli 1985 c. SK Menteri Pertanian No. 277/Kpts/IK.120/5/1987 Tentang Perizinan

Usaha Di Bidang Penangkapan Ikan di Perairan Indonesia dan ZEEI Tanggal 6 Mei 1987.

d. SK Menteri Pertanian No. 417/Kpts/IK.250/6/1988 Tentang Pengendalian Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di ZEEI Tanggal 23 Juni 1989

e. SK Menteri Pertanian No. 477/Kpts/IK.120/7/1988 Tentang Perubahan Besarnya Pungutan Penangkapan Ikan Bagi Orang Atau Bdan Hukum Asing Yang Melakukan Penangkapan Ikan di ZEEI Tanggal 16 Juli 1988

f. SK Menteri Pertanian No. 900/Kpts/IK.250/12/1985 Tentang Kewajiban Mengekspor atau Menjual di dalam Negeri Ikan Hasil Tangkapan Kapal Perikanan Asing Tanggal 16 Desember 1988

g. SK Menteri Pertanian No. 816/Kpts/IK.120/11/1990 Tentang Tentang Penggunaan Kapal Perikanan Bebendera Asing Dengan Cara Sewa Untuk Menangkap Ikan di ZEEI Tanggal 1 November 1990

h. SK Menteri Pertanian No. 47A/Kpts/IK.250/6/1985 Tentang Jumlah Tanggkapan Ikan Yang Dipebolehkan di ZEEI

(6)

i. SK Menteri Pertanian No. 815/Kpts/IK.120/11/1990 Tentang Tentang Perizinan Usaha Perikanan.53

j. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. PER.03/MEN/2009 Tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengangkutan Ikan di Laut Lepas.

B. Tindak Pidana Perikanan Sebagai Salah Satu Bentuk Tindak Pidana Kelautan.

Tindak pidana perikanan merupakan salah satu bentuk tindak pidana yang marak terjadi di perairan Indonesia. Lebih jelasnya berbagai tindak pidana dibidang perairan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pelanggaran Wilayah54

Kejahatan di sektor kelautan dan perikanan adalah sebuah kejahatan yang saling berkaitan dengan kejahatan lain, kejahatan perikanan transnasional yang merupakan kejahatan terorganisir, kejahatan di sektor kelautan dan perikanan kerap disebut juga kejahatan transnasional karena beberapa alasan, yaitu sering melibatkan lebih dari satu negara, mempengaruhi jumlah stok ikan di global karena tidak bertanggung jawab dan menggunakan metode penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan dan juga biasanya beroperasi di bawah instruksi, kontrol, ilmu atau untuk sebuah perusahaan yang berada di negara lain.55

53 Djoko Tribawono, Hukum Perikanan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002,

hlm. 28.

54Pelanggaran wilayah adalah: penyalahgunaan atau mengeksploitasi di suatu lingkup

wilayah dimana suatu negara tidak memiliki hak atau berada diluar batas negaranya sehingga melanggar batas wilayah negara lain. (lihat:http:// brainly.co.id/tugas/212887)

55

http://kkp.go.id/index.php/berita/menteri-susi-sebut-illegal-fishing-kejahatan transnasio nal-ini-dia- alasannya/print=pdf, diakses tanggal 25 Mei 2016, Pukul 20.30 wib.

(7)

Instansi pertama yang berwenang dan bertanggung jawab melakukan pengamanan wilayah laut, yang semula berdasar UU No. 2 Drt 1949 Berada di tangan KASAL, Kemudian berdasarkan Keppres No. 7 Tahun 1974 beralih ketangan Menhankam /Pangab. Berdasarkan Skep/B/371/V/1972 Menhankam Pangab telah menunjuk pejabat-pejabat untuk melaksanakan wewenang Menhankam/Pangab, Menhub, Menkeu, Jaksa Agung No. Kep/B.45/XII/1972; SK/901/B/1972, Kep/779/12/1972, JS.B/72/1 dan Kep/085/JA/12/1972 tanggal 19 Desember 1972 dibentuk Badan Kordinasi Keamanan Laut (Bakormala) dan komando.Pelaksanaan bersama keamanan di laut, sebagai usaha peneingkatan keamanan di laut.

2. Pencurian Ikan56

Berdasarkan UU No.4/Prp/1960 Tentang Perairan, Indonesia berdaulat penuh atas kekayaan alamnya di perairan Indonesia.Ketentuan tersebut dipertegas lagi dalam Pasal 5 PP No. 8 Tahun 1962 mengharuskan kendaraan air penangkap ikan selama ada atau melintas laut wilayah dan perairan pedalaman Indonesia, dan kapal-kapal penangkap ikan asing diharuskan berlayar melalui alur-alur yang telah ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan Kep.Menhankam/Pangab Nomor Kep/17/IV/1975. Selanjutnya dengan ditetapkannya UU No. 5 Tahun 1983 , Indonesia memiliki hak berdaulat atas kekayaan alamnya dalam hal ikan di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yaitu diluar laut teritorial

56Menurut Divera Wicaksono, pencurian ikan adalah “tindak pidana penangkapan ikan

secara ilegal atau yang dikenal dengan illegal fishing adalah memakai Surat Penangkapan Ikan (SPI) palsu, tidak dilengkapi dengan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), isi dokumen tidak sesuai dengan kapal dan jenis alat tangkapnya, menangkap jenis dan ukurn ikan yang dilarang. (Lihat: Divera Wicaksono, Menutup Celah Pencurian Ikan, Yayasan Penerbit Nusantara, Jakarta, 2011, hlm. 18).

(8)

yaitu 200 mil yang diukur dari garis pangkal laut teritorial. Di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEEI), negara lain tidak boleh melakukan penangkapan ikan yang dijamin dengan Hukum Laut Internasional atau berdasarkan Pasal 5 UU No. Tahun 1983 terhadap sisa penangkapan yang diperbolehkan.Terhadap pelanggar ketentuan ini dapat dituntut pidana terhadap orang-orangnya serta penyitaan kapal oleh pihak Kejaksaan Pengadilan Negeri Setempat.

3. Pemberantasan Pembajakan57

Ketentuan yang mengatur pemberantasan pembajakan yang terjadi di lautdalam ordonansi 1939 pasl 14 menyebutkan beberapa pasal KUHP yang mengatur mengenai kejahatan pembajakan yang terjadi di laut, yaitu pasal 483 sampai dengan pasal 451. Dalam pasal-pasal ini membedakan empat macam jenis pembajakan menurut tempat diman kejahtan terjadi, yaitu pembajakn di laut, pembajakan di tepi laut, pembajakn di tepi pantai dan pembajakan di sungai.Ordonansi ini masih dalam pengertian hukum laut tradisional, oleh karena itu pengaturan dalam pasal-pasal tersebut belum dapat menampung permasalahan hukum di bidang pemberantasan penyeludupan di perairan Indonesia dengan konsepsi negara menurut UU No. 4/Prp/1960. Selain itu juga ditemukan dalam UU No.19 Tahun 1961 Tentang Persetujuan tiga Konvensi Jenewa Tahun 1958, yaitu Pasal 14 sampai dengan Pasal 22, yang mengatur tentang pemberantasan

57Pembajakan sering dikenal dengan istilah perompakan yaitu setiap perbuatan dengan

kekerasan secara tidak sah atau penahanan atau setiap perbuatan yang merusak yang dilakukan dengan maksud untuk maksud untuk memiliki barang berharga milik orang secara tidak sah yang dilakukan oleh kru atau penumpang dari suatu kapal dan dilakukan dilaut bebas terhadap kapal lainnya atau terhadap seseorang atau barang berharga yang ada diatas kapal terhadap suatu kapal, seseorang atau barang berharga di luar juris diksi dari suatu negara tertentu. (Pasal 101 UNCLOS 1982).

(9)

pembajakan di laut lepas atau di tempat lain di luar kekeuasaan hukum suatu negara.

4. Pemberantasan Imigran Gelap58

Pengaturan mengenai keimigrasiaan terdapat dalam Ordonansi 1949, Stb. 19498-331, untu wajib lapor kepada oknum yang datang dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia untuk memberitahukan kedatangannya di pelabuhan-pelabuhan pendaratan yang ditunjuk, dan kepada bea cukai apabila kedatngannya yang bukan pelabuhan pendaratan. Kemudian dalam UU No.8 Drt dan Pasal 270 KUHP, menyatakan orang-orang yang menyeludup di/ke Indonesia tanpa mempunyai dokumen imigrasi yang sah, dikualifikasi sebagi tindak pidana kejahatan oleh karena itu dapat dituntut atau dihukum pidana.

5. Pemberantasan Penjualan Budak Belian dan Wanita

Ketentuan yang mengatur tentang pemberantasan penjualan budak belian diatur dalam Pasal 321, 325, 326, serta 327 KUHP. Selain itu dijumpai dalam UU No. 19 Tahun 1961, khususnya tentang konvensi laut lepas Pasal 13 dan 22 ayat (1) yang menetapkan tiap negara akan menyetujui peraturan yang efektif untuk mencegah serta menghukum pengangkutan budak-budak.

6. Pemberantasan Penyeludupan59

58Imigran gelap merupakan sekelompok orang yang masuk atau tinggal di sebuah negara

secara ilegal. Ilegal yang dimaksud adalah tidak mengikuti undang-undang imigrasi. Contohnya memasuki negara tujuan tanpa izin dan bukan dengan melalui pintu masuk utama. (Lihat: https://id.m.wikipedia.org/wiki/imigran_ilegal&ei=KLKo9cwS&lc=id-ID&s=1&m=154&host= www.google.co.id&ts=1465732178&sig=APY536x3UwYU4DtfdjuCU0VUVBNMbwsgK6g. Diakses tanggal 9 Juni pukul 15.20 WIB.

59

Penyeludupan adalah perbuatan membawa barang atau orang secara ilegal dan tersenbunyi, seperti keluar dari sebuah bangunan, kedalam penjara, atau melalui perbatasan antar negara, bertentangan dengan undang-undang atau peraturan lain. (https://id.m.wikipedia.org/wiki /Penyeludupan&ei=4z4fnGUw&lc=id-ID&s=1&M=154&hos=ww.google.co.id&ts=1465733124

(10)

Ketentuan yang mengatur bidang pemberantasan penyeludupan dalam Ordonansi 1939 dan Rechten Ordonantie (RO) memberikan wewenang polisionil angkatan laut dan bea cukai untuk tugas-tugas pemberantasan, penyeludupan, penangkapan dan pemeriksaan di kapal. Kejahatan demikian dapat dihukum atau dianjurkan untuk berdamai apabila perbuatan itu hanya merupakan pelanggaran saja. Berdasarkan surat keputusan Jaksa Agung RI No. Kep 009/DA/12/1971, Jaksa Agung mendelegasikan wewenang kepada Menhankam/Pangab untuk menyelesaikan perkara-perkara tindak pidana diperairan Indonesia di luar sidang pengadilan dengan syarat membayar sejumlah uang (denda damai) kepada negara.

Dengan adanya Intruksi Menhankam/Pangab Nomor T/59/1975 semua pelanggaran di perairan diserahkan kepada Kejaksaan untuk selanjutnya diajukan di muka sidang pengadilan.

C. Pengaturan Tentang Tindak Pidana Perikanan di Indonesia Menurut UU

No. 31 Tahun 2004 jo. UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan

Tindak pidana perikanan di Indonesia saat ini diatur dalam UU No. 31 Tahun 2004 jo. UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas UU No.31 Tahun 2004 Tentang Perikanan. Terdiri atas sanksi pidana untuk jenis kejahatan dan pelanggaran dapat digambarkan sebagai berikut:60

1. Kejahatan

a. Penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan atau bangunan yang dapat

&sig=APY536yi4qt8puYHeODyJ6zshOETDtdoNQ. Diakses tanggal 10 Juni 2016 pukul 19.00 WIB.

60 Sumber UU No. 31 Tahun 2004 jo. UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas

(11)

merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungan (Pasal 84 dan Pasal 110)

Hukuman:

(1).perseorangan atau korporasi: penjara 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1.200.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan kepada pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

(2).nahkoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli perikanan dan ABK: penjara 10 tahun dan denda paling banyak Rp 1.200.000.000.

(3).pemilik kapal perikanan, pemeeilik perusahaan perikanan, penanggung jawab perusahaan perikanan dan/atau operator kapal perikanan: penjara 10 tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000.

(4).pemilik perusahaan pembudidayaan ikan, kuasa pemilik perusahaan pembudidayaan ikan dan/atau penanggungjawab perusahaan pembudidayaan: penjara 10 tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000.

2. Memiliki, menguasai, membawa dan/atau menggunkan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkap ikan yang berada di kapal penengkapan ikan yang tidak seseuai dengan ukuran yang ditetapkan, alat penangkapan yang tidak sesuai dengan peryaratan, atau standar yang ditetapkan untuk tipe alat tertentu dan/atau alat penanggkap ikan yang dilarang (Pasal 85 dan pasal 101) Hukuman:

(12)

Perorangan atau korporasi: penjara 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

3. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumberdaya ikan dan/atau lingkungan. (Pasal 86 ayat (1)dan Pasal 101).

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 10 tahun atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

4. Membudidayakan ikan yang dapat membahayakan sumber daya ikan dan/atau kesehatan manusia (Pasal 86 ayat (2) dan Psal 101).

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

5. Membudidayakan ikan hasil rekayasa genetik yang dapat membahayakan sumberdaya ikan dan/atau kesehatan manusia (Pasal 86 ayat (3) dan Pasal 101). Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan

(13)

terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

6. Menggunakan obat-obatan dalam pembudidayaan ikan yang dapat membahayakan sumberdaya ikan dan/atau lingkungan sumberdaya ikan dan/atau kesehatan manusia (Psal 86 ayat (4) dan Pasal 101)

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

7. Memasukkan, mengeluarkan, mengadakan, mengedarkan dan/atau memelihara ikan yang merugikan masyarakat, pembudidayaan ikan, dan/atau lingkungan sumberdaya ikan di dalam dan/atau ke luar wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (Pasal 88 dan Pasal 101).

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

8. Menggunakan bahan baku, bahan tambahan makanan, bahan penolong dan/atau alat yang membahayakan kesehatan manusia dan/atau lingkungan dalam melaksanakan penanganan dan pengolahan ikan (Pasal 91 Dan Pasal 101).

(14)

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

9. Melakukan usaha perikanan dibidang penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran ikan yang tidak memiliki SIUP (Pasal 92 dan Pasal 101).

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 8 tahun atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

10. Memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan RI dan/atau laut lepas, yang tidak memiliki SIPI (Pasal 93 ayat (1) dan Pasal 101)

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 6 tahun atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

(15)

11. Memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan RI dan/atau laut lepas, yang tidak memiliki SIPI (Pasal 93 ayat (2) dan Pasal 101)

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 6 tahun atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

12. Memiliki dan/atau mengoperasikan kapal pengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan RI yang melakukan pengangkutan ikan atau kegiatan yang terkait yang tidak memiliki SIKPI (Pasal 94 dan Psal 101).

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 5 tahun atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

a. Pelanggaran

1. Merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan sumberdaya ikan (Pasal 87 ayat (1) dan Pasal 101).

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan

(16)

terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

2. Kelalaian sehingga mengakibatkan rusaknya plasma nutfah yang berkaitan dengan sumberdaya ikan (Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 101).

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 6 tahun atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

3. Melakukan penanganan dan pengolahan ikan yang tidak memenuhi dan tidak menerapkan persyaratan kelayakan pengolahan ikan, system jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan (Pasal 89 dan Pasal 101).

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 1 tahun atau denda paling banyak Rp 800.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

4. Melakukan pemasukan atau pengeluaran ikan dan/atau hasil perikanan ke wilayah RI yang tidak dilengkapi sertifikat kesehatan untuk konsumsi manusia (Pasal 90 dan Pasal 101).

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 1 tahun atau denda paling banyak Rp 800.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan

(17)

terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

5. Membangun, mengimpor atau memodifikasai kapal perikanan yang tidak mendapat persetujuan menteri terlebih dahulu (Pasal 95 dan Pasal 110)

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 1 tahun atau denda paling banyak Rp 800.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

6. Mengoperasikan kapal perikanan di wilayah pengelolaan perikanan RI yang tidak mendaftarkan kapal perikananya sebagai kapal perikanan Indonesia (Pasal 96 dan Pasal 101).

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara 1 tahun atau denda paling banyak Rp 800.000.000. khusus korporasi: tuntutan dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3 dari pidana yang dijatuhkan.

7. Menoperasikan kapal penengkap ikan berbendera asing yang tidak memiliki izin menangkap ikan, yang selama berada di wilayah pengelolaan perikanan RI tidak menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka (Pasal 97 ayat (1) ). Hukuman:

(18)

8. Mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang telah memiliki izin penangkapan ikan dengan satu jenis alat penengkapan ikan tertentu pada bagian tertentu di ZEEI yang membawa alat penengkap ikan lainnya (Pasal 97 ayat (2) ).

Hukuman:

Nahkoda: denda paling banyak Rp 1.000.000.000.

9. Mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang telah memiliki izin penangkapan ikan, yang tidak menyimpan alat penengkapan ikan di dalam palka selama berada di luar daerah penangkapan ikan yang di izinkan di wilayah pengelolaan perikanan RI (Pasal 97 ayat (3) ).

Hukuman:

Nahkoda: denda paling banyak Rp 500.000.000.

10. Berlayar tanpa memiliki izin berlayar kapal perikanan yang dikeluarkan oleh Syahbandar (Psasal 98).

Hukuman:

Nahkoda: penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000.

11. Melakukan penelitian di wilayah pengelolaan perikanan RI yang tidak memiliki izin dari pemerintah (untuk peneliti asing) (Pasal 99).

Hukuman:

Perorangan atau korporasi: penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000.

(19)

a. Jenis, jumlah dan ukuran alat penangkap ikan

b. Jenis, jumlah dan ukuran dan penempatan alat bantu penangkap ikan c. Daerah, jalur dan waktu atau musim penangkapan ikan.

d. Persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan e. System pemantauan kapal perikanan

f. Jenis ikan baru yang akan dibudidayakan

g. Jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan berbasis budidaya.

h. Pembudidayaan ikan dan dan perlindungannya

i. Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumberdaya serta lingkungannya. j. Ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap

k. Suaka perikanan

l. Wabah dan wilayah wabah penyakit ikan

m. Jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan dan dikeluarkan ke dan dari wilayah RI

n. Jenis ikan yang dilindungi Hukuman:

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, komitmen politik akan mengalami konkretisasi di dalam praktik demokratisasi politik, di mana sosok perempuan tidak lagi hanya sebagai “objek” pemenuhan suara

Isi buku siswa terdiri dari: tujuan pembelajaran, pengetahuan dasar yang memuat contoh-contoh hal sederhana dalam kehidupan sehai-hari yang ada kaitannya dengan

Naviri Syafril mata kuliah Pembelajaran Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan tugas Makalah ini kepada kami sehingga dapat memicu motifasi kami untuk senantiasa belajar

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurhidayati dan Bahar (2018) tentang dukungan keluarga meningkatkan kesiapsiagaan lansia dalam menghadapi bencana

Compared to the genre of modern Arab historiography discussed earlier, it appears that the Tārīkh al-Tashrī‘ genre in the early colonial period also carried out the same

Selanjutnya dilakukan interpretasi data untuk menentukan pendugaan sebaranfosfat.Interpretasi ini didasarkan pada karakteristik atau kecenderungan harga resistivitas yang

Dalam penelitian ini akan dianalisa kestabilan dari model matematika pada permasalahan pengendalian hama terpadu yang secara kimia dilakukan dengan penyemprotan

Secara keseluruhan, prestasi belajar mahasiswa prodi PAI angkatan 2010 dan 2011 IAIN Palangka Raya berupa angka pada semua mata kuliah yang ditempuh awal semester sampai