• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut jajak pendapat, 55,55% dari populasi masyarakat Amerika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "1. PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Menurut jajak pendapat, 55,55% dari populasi masyarakat Amerika"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang Masalah

Menurut jajak pendapat, 55,55% dari populasi masyarakat Amerika menyisihkan rata-rata 3,5 jam perminggu untuk melakukan berbagai kegiatan kesukarelawanan (Mowen, 2005). Tercatat lebih dari 2000 relawan asing segera berdatangan ke Aceh segera setelah gempa 8,6 skala richter pada 2005. Begitu juga para relawan dalam negeri yang tentunya berjumlah lebih banyak lagi, misalnya anak-anak muda yang tergabung dalam komunitas AirPutih. Mereka membangun jaringan internet tanpa kabel dengan usaha sendiri. Mereka bekerja tanpa mendapatkan bayaran, bahkan mengusahakan sendiri sarana dan prasarana yang mereka butuhkan untuk membangun jaringan tersebut (Tempo, 2005).

Altruisme menjadi penting keberadaannya bagi relawan. Motif selain altruisme adalah motif yang berkaitan dengan kepentingan diri sendiri, bukan kepentingan orang yang membutuhkan bantuan. Padahal menurut Baston (Mikulincer, 2005) orang yang lebih memikirkan diri sendiri kurang dapat memberikan pertolongan dengan efektif. Efektifitas ini menyebabkan lebih cepatnya pertolongan sampai pada orang yang membutuhkan sehingga dalam kondisi bencana, korban dapat menerima pertolongan dengan lebih cepat. Para korban dapat segera menerima pertolongan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam ruang lingkup yang lebih besar, altruisme ternyata berpengaruh pada pengambilan keputusan para politikus. Politikus Amerika yang mempunyai sifat altruis akan lebih mementingkan kepentingan rakyat banyak daripada kepentingannya sendiri saat

(2)

harus mengambil keputusan yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial (Street dan Cossman, 2006).

Seorang relawan mau menolong orang lain karena adanya perilaku altruisme yang berkembang pada dirinya. Relawan merasa bahwa menolong orang lain adalah hal yang sangat penting bagi dirinya, apalagi untuk orang lain. Altruisme adalah perilaku menolong orang lain tanpa mementingkan diri sendiri. Pelaku altruisme mempunyai kewajiban moral untuk menolong orang lain, dan juga demi kemanusiaan pada umumnya (Comte pada http://en.wikipedia.org/altruisme).

Sifat altruisme diperoleh dari pengalaman individu dengan dunia sosialnya. Sifat ini membutuhkan pembelajaran, maka altruisme pada setiap individu menjadi berbeda-beda. Altruisme tidak timbul begitu saja sebagai akibat warisan genetis yang ada dalam sifat dasar manusia (Shaffer, 1994). Seseorang tidak begitu saja dilahirkan dengan sifat altruisme yang tinggi. Tingkat altruisme seseorang akan sangat dipengaruhi oleh kemampuan kognitif dan tingkat perkembangan intelektualnya. Banyak sekali relawan yang terjun untuk menolong di daerah bencana. Tapi sebagian besar dari mereka tak suka dipublikasikan. Mereka hanya mau menceritakan pengalaman kesukarelawannya asalkan identitas meraka tak ditampilkan oleh pers yang mewawancarainya. Mereka ikhlas menolong tanpa pamrih, sehingga menolak publikasi (Tempo, 2005).

Tapi pada kenyataannya, tak banyak orang yang mementingkan kepentingan orang lain, apalagi tanpa mementingkan kepentingannya sendiri. Lebih sedikit lagi orang yang mau menolong orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan keuntungan bagi diri mereka sendiri. Lihat saja disekitar kita, lebih banyak gambaran

(3)

mengenai perilaku kekerasan dan anti sosial daripada gambaran mengenai kesukarelawanan. Hal itu nampak antara lain pada tayangan televisi yang secara nyata kurang memberi tempat bagi tayangan yang bersifat prososial. Menjadi relawan adalah sebuah pilihan yang minoritas ditengah laju dunia yang semakin mementingkan diri sendiri.

Orang yang memiliki sifat altruisme dalam dirinya mempunyai berbagai ciri, antara lain adanya empati. Orang dewasa akan mencari perlindungan untuk dirinya sendiri sebelum mereka berpikir untuk menolong orang lain dalam kondisi terancam. Hanya jika orang tersebut merasa aman, barulah ia akan berpikir untuk memperhatikan orang lain. Berdasarkan dari perhatian itu barulah seseorang dapat memutuskan untuk merasa empati dan menolong orang lain yang membutuhkan bantuan. Empati juga merupakan sifat yang dimiliki oleh orang dengan kelekatan yang aman (Baron & Byrne, 2005), maka penulis ingin meneliti adanya hubungan antara altruisme dan pengasuhan yang membentuk kelekatan yang aman.

Menurut Bowlby (Myers 2005), kelekatan intim pada orang lain adalah pusat dalam kehidupan seorang individu, tak hanya pada masa bayi atau masa kecil tapi juga sepanjang rentang usia seseorang. Kelekatan dengan orang lain inilah yang akan menyebabkan individu membentuk persepsi tentang bagaimana menjalani hidupnya. Pada dasarnya, perilaku dan reaksi emosional dari pengasuh memberi informasi pada bayi bahwa ia dihargai, atau tidak dihargai. Perilaku pengasuhan inilah yang akan membentuk sikap dasar mengenai self yang akan digeneralisasikan sepanjang hidup (Bowlby dalam Baron & Byrne 2005). Inilah yang disebut dengan sistem kelekatan. Selanjutnya, kelekatan yang terbentuk disesuaikan dengan

(4)

pengalaman sosial individu.

Akibatnya, interaksi manusia dengan orang lain dipengaruhi oleh apa yang dipelajarinya pada awal masa bayi (Hazan dan Shaver dalam Baron & Byrne 2005). Pada masa bayi, manusia sangat bergantung pada pengasuhnya. Hubungan antara pengasuh dan bayinya memberikan dasar bagi terbentuknya kelekatan yang akan mempengaruhi sepanjang hidup seseorang. Ada empat macam gaya kelekatan (Bartholomew dalam Baron & Byrne 2005) yaitu gaya kelekatan aman, sebagai gaya yang paling dianggap ideal dan diinginkan, gaya kelekatan takut-menghindar, gaya kelekatan terpreokupasi dan gaya kelekatan menolak.

Dari keempat macam kelekatan tersebut, penelitian ini akan difokuskan untuk mengetahui hubungan antara altruisme dan pengasuhan yang membentuk kelekatan aman. Peneliti ingin mengetahui apakah perilaku altruisme yang terjadi pada relawan ditentukan oleh adanya pola pengasuhan yang membentuk kelekatan yang aman. Berbagai penelitian telah dilakukan di luar negeri, tapi belum diketahui apakah hal yang sama juga berlaku di Indonesia. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif korelasional.

B. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengasuhan yang membentuk kelekatan aman dan altruisme pada relawan.

BAB II

(5)

A. Altruisme 1. Pengertian Altruisme

Konsep altruisme pertama kali diperkenalkan oleh Auguste Comte pada abad ke-19. Menurutnya, altruisme adalah perilaku menolong tanpa mementingkan diri sendiri. Pelaku altruisme mempunyai beban moral untuk menolong orang lain, dan juga demi kepentingan kemanusiaan pada umumnya (http://en.wikipedia.org/wiki/auguste_comte). Konsep ini secara umum dikenal sebagai antitesis dari egoisme, yaitu perilaku yang lebih mementingkan diri sendiri.

2. Aspek-aspek Altruisme

Baron dan Byrne (2005) menyatakan bahwa aspek penyusun altruisme adalah:

a. Empati

b. Mempercayai dunia yang adil. c. Tanggung jawab sosial d. Locus of control internal e. Egosentrisme rendah

Shaffer (1994) membedakan faktor-faktor penyebab altruisme menjadi tiga, yaitu:

a. Pengaruh budaya

Menurut penelitian Beatrice (Shaffer, 1994) ada perbedaan tingkat altruisme pada setiap budaya. Masyarakat di negara-negara industri mempunyai tingkat altruisme yang lebih lebih rendah daripada di negara-negara yang kebudayaannya

(6)

masih menganut sistem kekeluargaan yang erat. Pada kebudayaan dimana seseorang masih tinggal dengan keluarga besarnya, setiap orang akan berkontribusi demi kesejahteraan keluarga.

b. Pengaruh pola asuh

Norma-norma dan prinsip-prinsip perlahan-lahan ditanamkan dalam diri anak saat superegonya berkembang. Setiap tahap perkembangan anak mempunyai target yang harus dipenuhi untuk membentuk kepribadian anak. Ini karena perkembangan mental seseorang sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa kecilnya.

c. Penguatan

Menurut teori belajar sosial, individu akan mengulangi perbuatan yang dilakukannya apabila mendapat penguatan dan akan mengulangi suatu tindakan yang terbukti menghasilkan hukuman. Penguatan (reinforcement) adalah proses di mana akibat atau perubahan yang terjadi dalam lingkungan memperkuat perilaku tertentu di masa yang akan datang.

B. Pengasuhan yang Membentuk Kelekatan Aman pada Relawan 1. Pengertian Kelekatan

Konsep kelekatan berasal dari penelitian mengenai interaksi antara bayi dan pengasuhnya. Menurut teori Bowlby (Mikulincer dan Shaffer, 2005; Baron dan Bryne, 2005; Myers, 2005; Shaffer, 1985), manusia terlahir dengan sistem kelekatan bawaan yang mendorong manusia untuk mencari kedekatan pada orang yang akan memberikan perlindungan pada saat dibutuhkan. Orang ini disebut dengan figur lekat, atau ibu pada umumnya. Menurut Bowlby pula, kelekatan tersebut akan

(7)

membentuk perbedaaan karakteristik pada tiap-tiap individu sesuai dengan pembentukan kelekatan pada masa bayi tersebut. Menurutnya, kelekatan tak hanya mempengaruhi masa kecil seorang manusia melainkan sepanjang kehidupannya.

Menurut Bowlby (Colin 1996) dan Ainsworth (Rice dan Dolgin, 2002) ada tiga macam jenis kelekatan, yaitu kelekatan aman (secure attachment), kelekatan cemas (anxious attachment) dan kelekatan menghindar (avoidant attachment). Ketiga macam kelekatan ini akan mempengaruhi model mental diri individu dalam menjalani kehidupannya. Aspek dari perilaku interpersonal dipengaruhi oleh sejauh mana evaluasi dalam diri individu adalah positif atau negatif. Pengaruh orang lain juga penting untuk diperhatikan, yaitu bagaimana orang lain diposisikan menjadi dapat dipercaya atau tidak sesuai dengan pola kelekatan yang dianut.

Pada perkembangannya, Bartholomew (Baron dan Byrne, 2005; Salkind, 2002) mengembangkan gaya kelekatan Bowlby. Menurut pendekatan Batholomew, gaya kelekatan seharusnya terdiri dari gabungan antara sikap diri positif-negatif dan sikap orang lain yang positif-negatif.

Perpaduan ini menghasilkan empat gaya kelekatan, yaitu: 1. Kelekatan Aman (secure attachment style)

2. Gaya kelekatan takut menghindar (fearful-avoidant attachment style) 3. Gaya kelekatan terpreokupasi (preoccupied attachment style)

4. Gaya kelekatan menolak (dismissing attachment style)

Bowlby dan muridnya, Ainsworth (Salkind, 2002) merumuskan tiga preposisi utama dalam inti teori kelekatan, yaitu:

(8)

Contohnya, kedekatan anak dengan orang dewasa dapat dilihat sebagai suatu strategi adaptif bagi anak karena hal itu akan melindunginya dari bahaya yang timbul dari lingkungannya. Tapi hal ini mengundang banyak perdebatan dari para ahli, karena tak dapat dibuktikan.

b. Kelekatan didasarkan pada apa yang disebut dengan sistem kontrol motivasi yang akan mengatur perilaku anak. Sistem kontrol perilaku ini menyeimbangkan keinginan anak untuk mengeksplorasi lingkungan dan untuk mencari kelekatan terhadap pengasuh terutama saat berada dalam kondisi bahaya. Pada sistem ini, tujuan utama anak adalah untuk merasa aman dan terlindungi. Rasa aman ini sangat tergantung pada respon pengasuh. Jika pengasuh sensitif dan responsif, anak akan merasa bahwa kebutuhannya akan dipenuhi. Hal ini juga akan menumbuhkan rasa percaya dalam diri anak bahwa ia dapat mengandalkan pengasuhnya. Sebaliknya, anak akan mengembangkan rasa tak percaya pada pengasuh jika pengasuh bersikap tak sensitif dan tak responsif. Akibatnya, anak tidak akan mempercayai pengasuh saat berada dalam keadaaan bahaya.

c. Anak akan menyimpan ingatan mengenai hubungan yang terjadi pada awal masa kehidupan mereka dan menggunakannya sebagai model. Model tersebut digunakan sebagai panduan untuk menyikapi hubungan pada masa yang akan datang, sampai mereka dewasa. Pengalaman pada masa anak-anak memberikan dasar pada perilaku anak, dimana hal ini akan mendasari perilaku anak sepanjang rentang kehidupan.

Pengetahuan yang didapatkan dari pengasuh, terutama orang tua sangat penting dan menjadi dasar bagi kepribadian anak. Anak yang mempunyai orang tua

(9)

penyayang akan mendapatkan model hubungan yang baik berdasarkan rasa percaya. Secara terus menerus anak akan mengembangkan model yang paralel terhadap dirinya. Model ini akan digeneralisasikan dari orang tua kepada orang-orang lain pada kehidupan anak tersebut.

2. Pengertian Kelekatan Aman

Gaya kelekatan dimana seseorang memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan positif dengan orang lain, sehingga ia mencari kedekatan interpersonal dan merasa nyaman dalam hubungan. Gaya ini sering digambarkan sebagai gaya kelekatan yang paling berhasil dan paling diinginkan. Individu yang aman mengalami empati yang lebih besar, maka ia bisa mempersepsikan hubungan dari sudut pandang orang lain, sehingga orang yang berkelekatan aman dapat berhubungan dengan orang lain dengan lebih memuaskan. Orang dengan kelekatan aman biasanya mempunyai orang tua yang sensitif terhadap kebutuhannya.

3. Pengasuhan yang Mempengaruhi Kelekatan yang Aman

Konsep pengasuhan berasal dari penelitian mengenai interaksi antara bayi dan pengasuhnya. Menurut Santrock (2002), pengasuhan adalah bentuk atau cara orang tua untuk berinteraksi dengan anak. Pola asuh tersebut membentuk perbedaaan karakteristik pada tiap-tiap individu sesuai dengan pengasuhan sejak awal kehidupan. Pola asuh (Magill, 1996) adalah bentuk dan cara perawatan anak oleh orang tuanya. Pengasuhan inilah yang akan membentuk kepribadian dan karakter perilaku anak.

(10)

Anak yang diasuh dengan kasih sayang akan mempelajari bagaimana rasanya disayangi, dan juga akan belajar cara untuk memberikan kasih sayang pada orang lain (Sroufe, 1996). Seseorang dengan sejarah pengasuhan masa kecil seperti ini akan merasa bertanggung jawab untuk ikut memberikan kasih sayang dan perhatian pada orang lain, terutama pada orang yang membutuhkan pertolongan. Menurut perspektif belajar sosial, kecenderungan anak untuk merasa empati berkaitan erat dengan pengasuh yang memberikan contoh positif untuk menolong orang lain.

Menurut Parker (1983), pengasuhan yang ideal disebut dengan pengasuhan optimal (optimal parenting) dengan tingkat care dan control yang tinggi. Orang tua yang mengasuh anaknya dengan optimal mendorong anak-anak untuk mandiri tapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian tindakan-tindakan mereka. Orang tua memperlihatkan kasih sayang dan kehangatan, juga memberikan kesempatan untuk melakukan musyawarah yang diskusi dua arah. Pengasuhan yang optimal diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak. Anak-anak mempunyai sifat dapat berkompetensi secara sosial, percaya diri, dan bertanggung jawab secara sosal (Santrock, 2002). Ini juga adalah karakteristik anak yang mempunyai kelekatan aman menurut Baron dan Byrne (2005).

Pengasuhan anak dipengaruhi oleh kemampuan orang tua untuk mengatasi masalah mentalnya sehingga bayi dapat merasa aman dan nyaman (Slade, 2005). Orang tua diharapkan untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi perkembangan fisik dan psikologis bagi anaknya. Studi longitudinal yang dilakukan oleh Galambos (2003) menunjukkan bahwa pola pengasuhan memberikan pengaruh

(11)

yang besar pada masa dewasa, dan membantu menjadi penghalang bagi pengaruh negatif teman sebaya. Hal ini dapat dijelaskan melalui penelitian Knafo (2003) yang menemukan bahwa anak akan menjadi lebih mudah mengadopsi nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua yang memberikan kasih sayang yang hangat dan responsif.

Tujuan sistem pengasuhan anak adalah memberikan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan kondisi untuk memenuhi kebutuhan akan kenyamanan, kesejahteraan dan keamanan dalam diri anak (Santrock, 2002). Menurut perspektif belajar sosial, kecenderungan anak kecil untuk merasa empati berkaitan erat dengan pengasuh yang memberikan contoh positif untuk menolong orang lain. Anak akan lebih mudah menirukan pengasuh yang memberikan kasih sayang dan responsive (Grusec pada Eisenberg, 1989).

4. Aspek Pengasuhan yang Mempengaruhi Kelekatan yang Aman

Menurut Parker dkk (1983), pola pengasuhan figur lekat yang dapat mempengaruhi kelekatan aman dapat dilihat dari dua aspek penyusun, yaitu:

a. Care

Perhatian dan kasih sayang adalah kehangatan emosi antara orang tua dan anak. Orang tua yang care selalu dapat diandalkan untuk memberikan perhatian dan bantuan saat diperlukan.

b. Control

Dalam penelitian ini, peneliti memaknai control sebagai pengendalian yang dilakukan orang tua terhadap anak. Control harus disesuaikan dengan kebutuhan

(12)

anak, control yang baik diasosiasikan dengan pemberian kepercayaan dari orang tua pada anak untuk dapat menentukan tindakannya sendiri.

D. Altruisme Ditinjau dari Pengasuhan yang Membentuk Kelekatan Aman pada Relawan

Seperti telah dikemukakan pada bab-bab terdahulu, ada hubungan antara kelekatan dan altruisme pada relawan. Kelekatan yang aman dapat menjadi penyebab dari altruisme pada relawan. Salkind (2002) menyebutkan bahwa hal yang paling penting adalah pengasuhan yang diberikan oleh figur lekat kepada anak pada masa awal kehidupannya. Pengasuhan ini mempengaruhi terbentuknya kelekatan pada diri seseorang. Pada umumnya, figur lekat ini adalah orang tua. Hasil penelitian Mikulincer dan Shaffer (2005) menunjukkan bahwa perilaku altruistik berkorelasi dengan kelekatan yang aman dalam diri individu. Kelekatan yang aman sangat tergantung oleh bagaimana orang tua memberikan perhatian dan juga kebebasan bertindak pada anak. Tujuan sistem pengasuhan anak adalah memberikan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan kondisi untuk memenuhi kebutuhan akan kenyamanan, kesejahteraan dan keamanan.

Kelekatan yang aman sangat tergantung oleh pola asuh orang tua. Keluarga merupakan pemberi dasar penting dalam terbentuknya kelekatan yang aman (Byng-Hall dalam Wernel-Wilson, 1999). Keluarga yang membangun suasana yang mendukung timbulnya kelekatan aman dapat memfasilitasi tiap-tiap anggota keluarganya untuk merasa aman dalam mengeksplorasi potensi dalam dirinya.

(13)

pada masa awal kehidupan mungkin berubah karena dipengaruhi oleh berbagai hal baru seiring dengan kedewasaan seseorang. Tapi dasar kelekatan yang sudah ada sejak masa kecil tak mudah diabaikan dan akan terus ada dan mempengaruhi kehidupan (Bowlby, 2003).

Individu yang mempunyai pola kelekatan yang aman diasumsikan akan mempunyai sifat altruisme yang lebih tinggi untuk menolong orang yang sedang membutuhkan bantuannya jika dibandingkan dengan individu dengan kelekatan yang takut-menghindar, terpreokupasi, dan menolak. Kesulitan yang dialami oleh orang lain akan memicu rasa empati dalam diri orang yang mempunyai kelekatan aman sehingga mereka akan lebih memahami dan merasakan penderitaan orang lain. Perasaan empati dan iba ini akan memicu keinginan untuk melakukan sesuatu demi meringankan beban orang yang sedang berada dalam kesulitan.

Individu dengan kelekatan menghindar mempunyai lebih sedikit sifat altruistik dan menolong orang lain dengan motif untuk mengekplorasi diri. Sedangkan orang dengan kelekatan cemas lebih mengutamakan motif pengembangan diri saat menolong orang lain. Dengan demikian penulis beranggapan bahwa hanya pada orang dengan kelekatan amanlah seseorang akan menolong orang secara altruistik.

Tidak semua orang akan melakukan tindakan menolong secara altruis, hanya orang-orang dengan kelekatan aman yang berkemungkinan besar lebih mudah menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan. Padahal saat melakukan suatu tindakan altruistik, seseorang mungkin akan mendapatkan akibat yang buruk dan mungkin juga akan mengorbankan milik mereka yang berharga demi menolong

(14)

orang lain yang membutuhkan (Shaffer, 1994). Hanya jika orang tersebut merasa aman, barulah ia akan berpikir untuk memperhatikan orang lain. Dari perhatian itu barulah seseorang dapat memutuskan untuk memberikan perhatian dan menolong orang lain yang membutuhkan bantuan. Menurut Mikuliner dan Shaver (2003), orang yang memiliki pola kelekatan aman dapat menolong orang lain dengan lebih efektif, karena pola kelekatan terkait dengan perasaan optimis dan efikasi diri saat menghadapi kesulitannya sendiri.

Menurut hipotesis kelekatan aman yang dikemukakan Ainsworth (Shaffer, 1985), kualitas kelekatan pada anak akan mempengaruhi reaksinya pada orang lain. Individu dengan kelekatan aman belajar untuk mepercayai figur lekat dan berasumsi bahwa orang lain akan menyambut perhatian yang mereka berikan.

D. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara pengasuhan yang mempengaruhi kelekatan aman dan altruisme pada relawan. Semakin tinggi tingkat pengasuhan yang mempengaruhi kelekatan yang aman, semakin tinggi pula tingkat altruisme pada relawan, demiikian pula sebaliknya.

3. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

1. Persiapan Penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini satu bagiannya merupakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti, yaitu alat ukur altruisme. Pengasuhan yang

(15)

membentuk kelekatan diukur dengan alat ukur yang diadaptasi dari alat ukur yang telah digunakan oleh peneliti lain. Bagian pertama adalah angket untuk mengukur variabel bebas atau pengasuhan yang membentuk kelekatan pada relawan. Pertanyaan dalam angket ini adalah hasil adaptasi dari alat ukur Parental Bonding Instrument oleh Parker dkk (1983). Angket bagian kedua merupakan alat akur yang dibuat sendiri oleh peneliti dan bertujuan mengukur altruisme pada relawan.

Sebelum digunakan dalam penelitian, alat ukur ini harus diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya. Pengujian validitas dan reliabilitas ini dilakukan pada 40 relawan. Pengujian angket dilakukan pada tanggal 10-18 Mei 2007 di Yogyakarta.

Relawan yang mengisi angket uji coba (tryout) ini adalah relawan dari Persatuan Keluarga Berencana Indonesia Yogyakarta (15 orang), relawan ICW Yogyakarta (6 orang), relawan posko gempa gelanggang UGM (10 orang), dan relawan yang saat pengambilan data sudah tak tergabung dalam lembaga sebanyak 9 orang.

C. Analisis Data dan Hasil Penelitian

Setelah melakukan uji normalitas dan linieritas, maka selanjutnya peneliti melakukan analisis korelasi untuk menguji hipotesis. Uji korelasi dilakukan dengan program SPSS 13.0 menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson karena data pada penelitian ini terdistribusi normal dan linier.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara variabel altruisme dan pengasuhan yang membentuk kelekatan aman pada relawan adalah sebesar 0,389 dan p = 0,005 (p < 0,01) dengan taraf signifikansi 1 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara

(16)

pengasuhan yang membentuk kelekatan yang aman dengan altruisme pada relawan. Maka hipotesis yang berbunyi ada hubungan antara pengasuhan yang membentuk kelekatan yang aman terhadap altruisme pada relawan diterima.

Nilai R Square = 0,151 menunjukkan sumbangan efektif kelekatan yang aman terhadap altruisme. 15,1 % altruisme dipengaruhi oleh pengasuhan yang membentuk kelekatan aman, sisanya dipengaruhi variabel yang lain.

D. Pembahasan

Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antarayang aman dengan altruisme pada relawan. Artinya, semakin tinggi tingkat pengasuhan yang membentuk kelekatan yang aman pada relawan maka semakin tinggi pula tingkat altruismenya. Kelekatan yang aman pada relawan menyebabkan munculnya sifat menolong secara altruis. Berdasarkan deskripsi penelitian dari mean hipotetik dan mean empirik, dapat disimpulkan bahwa tingkat pengasuhan yang membentuk kelekatan pada subjek akan mempengaruhi bagaimana subjek berinteraksi dengan orang lain, dalam hal ini menunjukkan sifat altruisme subjek.

Penulis juga mengakui bahwa skripsi ini mempunyai kelemahan pada dasar teori yang digunakan. Teori tersebut dirasakan kurang sesuai dengan subjek yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu orang dewasa.

PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

(17)

membentuk kelekatan yang aman dengan altruisme pada relawan. Semakin tinggi tingkat pengasuhan yang membentuk kelekatan yang aman, semakin tinggi tingkat altruisme pada relawan, demikian pula sebaliknya.

Dari kesimpulan ini dapat diartikan bahwa relawan yang memiliki tingkat altruime tinggi akan cenderung mempunyai tingkat pengasuhan yang membentuk pengasuhan yang membentuk kelekatan aman yang tinggi. Demikian pula sebaliknya, relawan yang mempunyai tingkat altruisme rendah akan memiliki tingkat pengasuhan yang membentuk kelekatan aman yang rendah.

B. Saran 1. Pada Relawan

Para relawan diharapkan dapat mengerti bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi munculnya sifat altruisme dalam diri mereka adalah karena adanya pengasuhan yang membentuk kelekatan yang aman.

2. Kepada peneliti yang lain

Peneliti menyarankan pada peneliti yang lain untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara kelekatan tak aman dengan altruisme. Peneliti lain juga dapat melanjutkan penelitian ini dengan meneliti mengenai penyebab lain munculnya altruisme pada relawan, maupun perilaku menolong pada subjek yang bukan merupakan pekerja kemanusiaan. Secara keseluruhan, penulis mengakui bahwa penelitian ini masih mempunyai banyak kelemahan dalam segi teori. Peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan teori yang lebih sesuai jika meneliti mengenai subjek yang telah dewasa

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Baron, RA & Byrne D. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Bretherton, Inge. 1992. The Origins of Attachment Theory: John Bowlby and Mary Ainsworth. The Journal of Developmental Psychology Vol 28. 759-775

Brigham, JC. 1991. Social Psychology. New York: Harper Collins Publishers.

Budi, Triton Prawira. 2006. SPSS 13.0 Terapan Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Hamid, Ahmad Humam. 2005. Skenario Manusia, Skenario Tuhan. Tempo Edisi Khusus 1 Tahun Tsunami Edisi 26 Desember – 1 Januari 2006. 58-59

Monteoliva, A dkk. 2005. Adult Attachment Style and Its Effect on the Quality of Romantics Relationships in Spanish Students. The Journal of Social Psychology vol 145. 745-747.

Mowen C & Sujan H. 2005. Volunteer Behavior: A Hierarchical Model Approach for Investigating Its Trait and Functional Motive Antecendents. Journal of Consumer Psychology Vol 15. 170-182

Myers, DG. 2005. Social Psychology. New York: Mc Graw Hill.

Parker, G dkk. 1983. Parental Bonding Instrument. Journal of Medical Psychology vol 52, 1-10

Penrod, S. 1986. Social Psychology. New Jersey: Prentice Hall.

Redcross. http://www.redcross.org/services/volunteer/0,1082,0_421_,00.html Rehberg, W. 2005. Altruistic Individuals: Motivation fot International Volunteering

Among Young Adults in Switzerland. International Journal of Voluntary and Nonprofit Organization Vol 16, 109-121.

Rice, Phillip & Dolgin, KG. 2002. The Adolescent Development, Relationships, and Culture. Boston: Allyn and Bacon

Saferstein, JA dkk. 2005. Attachment as a Predictor of Friendship Qualities in College Youth. Journal of Social Behavior and Personality Vol 33. 767-776.

(19)

Shaffer, DR. 1994. Social & Personality Development. California: Brooks/Cole Publishing Company

Shaffer, DR. 1985. Developmental Psychology. California: Brooks/Cole Publishing Company

________. Depkes. Glosarium Data Informasi Kesehatan Pusat Data Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

http://bankdata.depkes.go.id/data%20intranet/Dokumen/Glosarium.pdf http://en.wikipedia.org/auguste_comte

(20)

IDENTITAS PENULIS Nama : Famega Syavira Putri

No HP : 0817277177

Referensi

Dokumen terkait

Setelah semua syarat materiil dipenuhi maka PPAT akan membuatkan akta jual belinya, sesuai dengan ketentuan Pasal 37 PP 24/1997 harus dibuat oleh PPAT. Akta peralihan

Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi pemasalahan mitra adalah sebagai berikut: (1) belum adanya kegiatan ekstrakurikuler untuk melatih kemampuan mahasiswa debat

untuk dapat mengikuti dan menghadiri seluruh agenda kegiatan organisasi yang diselenggarakan oleh IHGMA baik di DPC, DPD dan DPP Anggota Asosiasi Silver berhak

Bagian Genetika dan

Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan kuantitaif yang menyangkut peningkatan ukuran berkaitan dengan perubahan kuantitaif yang menyangkut peningkatan ukuran dan

Halaman ini terdapat tiga form untuk diisi dan fitur ingat saya serta fitur lupa password. Fungsi form ini untuk login user pelanggan ke kesistem dengan

selama 4-5 tahun, masa tahun anggaran satu tahun tujuan ekonomi, ekologi dan sosial. tidak akan cukup untuk menumbuhkan kelembagaan Berdasarkan kenyataan tersebut di atas,

Perusahaan melakukan penjualan pulp, kertas budaya dan kertas industri di dalam negeri ke pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebesar AS$ 289.169.824 atau sebesar