• Tidak ada hasil yang ditemukan

Basa-basi dalam berbahasa antara abdi dalem dan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Basa-basi dalam berbahasa antara abdi dalem dan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakarta"

Copied!
240
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BASA-BASI DALAM BERBAHASA ANTARA ABDI DALEM DAN KELUARGA BANGSAWAN KESULTANAN YOGYAKARTA. SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. Oleh: Selvi Novianti 111224045. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2016 i.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ii.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. iii.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN. Karya sederhana ini saya persembahkan untuk: Allah S.W.T yang selalu memberikan Rahmat dan FitrahNya. Orangtua tercinta Ibu Sumirah S.Pd yang selalu memberikan dukungan dan cinta kasih yang tulus dan Bapak Edi Pramono S.Pd yang mengajarkan penulis tentang sikap mandiri dan pantang menyerah. Yerico Priasto yang selalu menemani saat suka maupun duka. Keluarga tersayang terutama Bapak Suwarta, S.S. Bapak Wagino dan Ibu Giyar yang menjadi supporter terbesar dalam hidup penulis. Sahabat terkasih Sinta Murtiandani dan Maria Budi Asih yang sudah bersedia melangkah bersama dikala sedih maupun senang. Rekan satu payung Surahmatwiyata, Dani Hertanto dan Fajar Nur Rahman yang sudah memberikan dorongan untuk menyelesaikan tulisan ini. Antonia Ismu Ratih teman perjuangan satu atap di rumah Mandiri. Almamater Universitas Sanata Dharma. iv.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. MOTO. “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan” (QS Al-Insyirah:06). v.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA. Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.. Yogyakarta, 15 Februari 2016 Penulis,. Selvi Novianti. vi.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS. Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama. : Selvi Novianti. Nomor Mahasiswa. : 111224045. Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: BASA-BASI DALAM BERBAHASA ANTARA ABDI DALEM DAN KELUARGA BANGSAWAN KESULTANAN YOGYAKARTA Dengan demikian saya menyerahkan kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolah dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya secara terbatas dan memublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta, pada tanggal : 15 Februari 2016 Yang menyatakan,. Selvi Novianti. vii.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRAK Novianti, Selvi. 2016. Basa-basi dalam Berbahasa Antara Abdi Dalem dan Keluarga Bangsawan Kesultanan Yogyakarta. Skripsi Strata Satu (1). Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penelitian yang berjudul “Basa-basi Dalam Berbahasa Antara Abdi Dalem dan Keluarga Bangsawan Kesultanan Yogyakarta” ini membahas tentang wujud basa-basi berbahasa, penanda linguistik dan nonlinguistik basa-basi berbahasa serta maksud basa-basi berbahasa di ranah bangsawan. Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan wujud basa-basi berbahasa, penanda linguistik dan nonlinguistik basa-basi berbahasa serta maksud basa-basi berbahasa Kesultanan Yogyakarta. Subjek dalam penelitian ini adalah abdi dalem dan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakarta. Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran tentang basa-basi berbahasa antara abdi dalem dan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakarta. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa teknik catat dan rekam. Selain itu, penelitian ini menggunakan metode simak dan cakap yang di sejajarkan dengan metode wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) peneliti menemukan duabelas wujud basa-basi berbahasa antara abdi dalem dan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakarta. Keduabelas wujud basa-basi tersebut ialah basa-basi meminta maaf, basa-basi belasungkawa, basa-basi ucapan selamat, basa-basi sapaan, basa-basi berterimakasih, basa-basi mengundang, basa-basi menerima, basa-basi menolak, basa-basi pemberitahuan, basa-basi izin, basa-basi bertanya, dan basa-basi menawarkan. (2) Penanda linguistik dan nonlinguistik sebagai pelengkap informasi dalam tuturan. (3) Maksud basa-basi berbahasa antara abdi dalem dan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakarta adalah untuk memulai, mempertahankan, mengukuhkan, menyampaikan maksud, dan menjalin relasi antara penutur dan mitra tutur. Selain itu, basa-basi digunakan untuk mengekspresikan perasaan penutur terhadap suatu tuturan yang disampaikan oleh mitra tutur.. viii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. ABSTRACT Novianti, Selvi. 2016. Preamble Language Between Abdi Dalem and Families of Noble Sultanate of Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language Letter Education Study Program, Sanata Dharma University, Yogyakarta. This research about “Preamble Language Between Abdi Dalem and Families of Noble Sultanate of Yogyakarta” discussed about a form of preamble language, linguistics and non-linguistics marker preamble language and the purpose of it in the Sultanate of Yogyakarta. The subjects in this research were abdi dalem and famillies of noble sultanate of Yogyakarta. This research about preamble language between abdi dalem and families of noble sultanate of Yogyakarta is classified as descriptive qualitative research, because it provides a reflection of preamble language between abdi dalem and families of noble sultanate of Yogyakarta. Data collecting methods in this research is note and record techniques. Additionally, this research is using listen and talk method which was aligned with the interview method. The results of this research shows that: (1) Researchers found 12 forms of preamble language between abdi dalem and families of noble sultanate of Yogyakarta. It consists preamble to apologizing, condolences, felicitating, greetings, grateful, inviting, receiving, refusing, announcing, permission, asking, and offering. (2) Linguistics and non-linguistics marker as a supplementary in pronunciation. (3) The purpose of preamble language between abdi dalem and families of noble sultanate of Yogyakarta is to initiate, maintain, strengthen, convey intentions, and to establish relationship between speakers and listeners. In addition, the preamble is used to express how speakers feel to a speech delivered by the listeners.. ix.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah S.W.T. atas limpahan rahmat dan hidayahnya sehingga skripsi yang berjudul Basa-Basi dalam Berbahasa Antara Abdi Dalem dan Keluarga Bangsawan Kesultanan Yogyakarta dapat peneiti selesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia yang selalu memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 3. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang selama ini bersedia meluangkan waktu dan tenaganya untuk membimbing, mendorong, sabar dan memberikan masukan yang sangat bermanfaat untuk penyusunan skripsi ini hingga terselesaikan dengan baik. 4. Kepada pihak Keraton Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada penelitian untuk melakukan penelitian. 5. Para Dosen PBSI yang telah mendidik dan memberikan pengetahuan yang berguna bagi penulis. 6. Sekretariat PBSI yang telah membantu kelancaran perkuliahan penulis. 7. Orang tua tercinta Bapak Edi Pramono dan terutama Ibu Sumirah bidadari dalam kehidupanku. Bapak Suwarta dan Ibu Giyar yang telah menjadi. x.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. supporter terbesarku. Serta seluruh kerabat dekat yang tak pernah berhenti mendukung dan mendoakan. 8. Sahabat-sahabatku Sinta Murtiandani, Maria Budi Asih, Dani Hertanto, Surahmatwiyata, Fajar Nur Rahman, Antonia Ismu Ratih. Terima kasih untuk dukungannya serta suka duka dalam mengerjakan skripsi. 9. Sahabat-sahabatku PBSI angkatan 2011 Prodi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia atas kerjasama, kebersamaan, semangat, suka-duka, dan semua dinamika yang kita lalui bersama. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan untuk menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, saran dan kritik sangat diharapkan bagi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi kajian yang bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Penulis. Selvi Novianti. xi.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………………… ii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………………………… iii HALAMAN PERSEMBAHAN …....…………………………………………………………. iv HALAMAN MOTO ………………………………………………………….……………………... v. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………………………. vi LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ……………………………..……. vii. ABSTRAK ……………………………………………………………………………………………….. vii. ABSTRACT ……………………………………………………………………………………………….. viii. KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………. x. DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………. xii BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………. 1. 1.1 Latar Belakang Masalah ………………………………………………... 1. 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 8 1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………….. 8. 1.4 Manfaat Penelitian …………………………………………………….... 9. 1.5 Batasan Istilah ………………………………………………………….. 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………... 12 2.1 Penelitian yang Relevan ………………………………………………... 12 2.2 Landasan Teori …………………………………………………………. 18. 2.2.1 Pragmatik ……………………………………………………….... 18. 2.2.2 Konteks ………………………………………………………….... 19. x ii.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2.2.3 Maksud dalam Pragmatik ……………………………………….... 22. 2.2.4 Aspek-aspek Kebahasaan Penanda Basa-basi ……………………. 24. 2.2.5 Fenomena Pragmatik ………………………………………..……. 30. 2.2.6 Kesantunan Berbahasa …………………………………………..... 36. 2.2.7 Basa-basi ………………………………………………………….. 38. 2.2.8 Kerangka Berfikir ………………......……………………............ 40. BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………...……... 43. 3.1 Jenis Penelitian …………………………………………………………. 43. 3.2 Data dan Sumber Data …………………………………………………. 43. 3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ………………………………... 46 3.4 Metode Analisis Data …………………………………………………... 48 3.5 Triangulasi Data ………………………………………………………... 49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………….... 50. 4.1 Deskripsi Data ………………………………………………………….. 50 4.1.1 Basa-basi Katergori Sapaan ……………………………………... 51 4.1.2 Basa-basi Katergori Terima Kasih ………………………………. 52 4.1.3 Basa-basi Katergori Menolak ……………………………………. 53. 4.1.4 Basa-basi Katergori Menerima …………………………………... 54. 4.1.5 Basa-basi Katergori Belasungkawa …………………………….... 56. 4.1.6 Basa-basi Katergori Meminta Maaf ……………………………... 57 4.1.7 Basa-basi Katergori Ucapan Selamat ……………………………. 58. 4.1.8 Basa-basi Katergori Mengundang ……………………………….. 59. 4.1.9 Basa-basi Katergori Menawarkan ……………………………….. 60. 4.1.10 Basa-basi Katergori Izin ………………………………………... 61. 4.1.11 Basa-basi Katergori Pemberitahuan ……………………………. 62. 4.1.12 Basa-basi Katergori Bertanya …………………………………... 63. xiii.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4.2 Analisis Data …………………………………………………………… 64 4.2.1 Analisis Data Wujud Basa-basi ………………………………….. 65. 4.2.1.1 Wujud Basa-basi Sapaan ………………………………... 65 4.2.1.2 Wujud Bas-basi Terima Kasih …………………………... 66. 4.2.1.3 Wujud Basa-basi Menolak ………………………………. 68. 4.2.1.4 Wujud Basa-basi Menerima …………………………….. 69. 4.2.1.5 Wujud Basa-basi Belasungkawa ……………………….... 70. 4.2.1.6 Wujud Basa-basi Meminta Maaf ………………………... 71 4.2.1.7 Wujud Basa-basi Ucapan Selamat ………………………. 72. 4.2.1.8 Wujud Basa-basi Mengundang ………………………….. 73. 4.2.1.9 Wujud Basa-basi Menawarkan ………………………….. 74 4.2.1.10 Wujud Basa-basi Izin ………………………………....... 75. 4.2.1.11 Wujud Basa-basi Pemberitahuan ………………………. 76. 4.2.1.12 Wujud Basa-basi Bertanya ……………………………... 77. 4.2.2 Analisis Data Penanda Linguistik dan Nonlinguistik Basa-basi .... 78. 4.2.2.1 Basa-basi Sapaan ………………………………............... 78 4.2.2.2 Basa-basi Terima Kasih ………………………………..... 80. 4.2.2.3 Basa-basi Menolak ………………………………............. 81. 4.2.2.4 Basa-basi Menerima ……………………………….......... 82 4.2.2.5 Basa-basi Belasungkawa ……………………………….... 84. 4.2.2.6 Basa-basi Meminta Maaf ………………………………... 85. 4.2.2.7 Basa-basi Ucapan Selamat ………………………………. 87. 4.2.2.8 Basa-basi Mengundang ………………………………...... 88. 4.2.2.9 Basa-basi Menawarkan ………………………………...... 89. 4.2.2.10 Basa-basi Izin ………………………………................... 90. 4.2.2.11 Basa-basi Pemberitahuan ………………………………. 92. 4.2.2.12 Basa-basi Bertanya ……………………………….......... 93. 4.2.3 Analisis Data Maksud Basa-basi ……………………………….... 94. x iv.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4.2.3.1 Basa-basi Sapaan ………………………………............... 95 4.2.3.2 Basa-basi Terima Kasih ………………………………..... 96. 4.2.3.3 Basa-basi Menolak ………………………………............. 98. 4.2.3.4 Basa-basi Menerima ……………………………….......... 99 4.2.3.5 Basa-basi Belasungkawa ……………………………….... 100. 4.2.3.6 Basa-basi Meminta Maaf ………………………………... 101. 4.2.3.7 Basa-basi Ucapan Selamat ………………………………. 103. 4.2.3.8 Basa-basi Mengundang ………………………………...... 104. 4.2.3.9 Basa-basi Menawarkan ………………………………...... 105. 4.2.3.10 Basa-basi Izin ………………………………................... 106. 4.2.3.11 Basa-basi Pemberitahuan ………………………………. 107. 4.2.3.12 Basa-basi Bertanya ………………………………........... 108. 4.3 Pembahasan ……………………………………………………………. 110. 4.3.1 Wujud Basa-basi Berbahasa ……………………………………... 110. 4.3.1.1 Basa-basi Sapaan ………………………………………... 111 4.3.1.2 Basa-basi Terima Kasih …………………………………. 113. 4.3.1.3 Basa-basi Menolak ……………………………………… 116 4.3.1.4 Basa-basi Menerima …………………………………….. 118. 4.3.1.5 Basa-basi Belasungkawa ………………………............... 120. 4.3.1.6 Basa-basi Meminta Maaf ………………………............... 122. 4.3.1.7 Basa-basi Ucapan Selamat ………………………………. 123. 4.3.1.8 Basa-basi Mengundang ………………………………….. 125. 4.3.1.9 Basa-basi Menawarkan ………………………………….. 127. 4.3.1.10 Basa-basi Izin ………………………………………….. 130. 4.3.1.11 Basa-basi Pemberitahuan ………………………………. 132. 4.3.1.12 Basa-basi Bertanya …………………………….............. 134. 4.3.2 Penanda Linguistik dan Non-linguistik Basa-basi Berbahasa …... 136. 4.3.2.1 Basa-basi Sapaan ............................................................... 137 xv.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4.3.2.2 Basa-basi Terima Kasih …………………..……………... 139. 4.3.2.3 Basa-basi Menolak ………………………………………. 140. 4.3.2.4 Basa-basi Menerima ……………………………………. 141 4.3.2.5 Basa-basi Belasungkawa ……………………………….... 142. 4.3.2.6 Basa-basi Meminta Maaf …………………………….... 144. 4.3.2.7 Basa-basi Ucapan Selamat ………………………………. 145. 4.3.2.8 Basa-basi Mengundang ………………………………….. 145 4.3.2.9 Basa-basi Menawarkan ………………………………....... 146. 4.3.2.10 Basa-basi Izin ……………………………….................. 147. 4.3.2.11 Basa-basi Pemberitahuan ……………..…….………….. 148. 4.3.2.12 Basa-basi Bertanya ……………………………………... 150. 4.3.3 Maksud Basa-basi Berbahasa ………………………………......... 151. 4.3.3.1 Basa-basi Sapaan ………………………………............... 152 4.3.3.2 Basa-basi Terima Kasih ………………………………..... 153. 4.3.3.3 Basa-basi Menolak ………………………………............. 155. 4.3.3.4 Basa-basi Menerima ……………………………….......... 157 4.3.3.5 Basa-basi Belasungkawa ……………………………….... 159. 4.3.3.6 Basa-basi Maaf ……………………………….................. 160 4.3.3.7 Basa-basi Ucapan Selamat ………………………………. 162. 4.3.3.8 Basa-basi Mengundang ………………………………...... 163. 4.3.3.9 Basa-basi Menawarkan ………………………………...... 165. 4.3.3.10 Basa-basi Izin ………………………………................... 167. 4.3.3.11 Basa-basi Pemberitahuan ………………………………. 169. 4.3.3.12 Basa-basi Bertanya ………………………………........... 170. BAB V PENUTUP ……………………………….........…………………... 173. 5.1 Simpulan ……………………………….........………………………….. 173. 5.1.1 Wujud Tuturan Basa-basi Berbahasa ……………………….…… 173 xvi.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 5.1.2 Penanda Linguistik dan Nonlinguistik Basa-basi Berbahasa ..…... 174. 5.1.3 Maksud Tuturan Basa-basi Berbahasa ……………………..…… 175 5.2 Saran ……………………………….........…………………………….... 180. DAFTAR PUSTAKA ……………………………….........……………….. 181 LAMPIRAN TRIANGGULASI ……………….........…...….……………. xvii. 184.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan hal yang lumrah terjadi di lingkungan sekitar. Komunikasi ini terjalin sebagai bentuk bagian dari interaksi di masyarakat. Saat berinteraksi, komunikasi dapat diamati bahwa sebagian besar penutur dan mitra tutur menggunakan bahasa yang telah disepakati. Sejatinya, bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi mampu membuktikan bahwa keberadaannya sangat penting di masyarakat. Adanya bahasa, antara penutur dan mitra tutur dapat saling berinteraksi baik dalam hal bekerjasama, tukar pendapat, memutuskan suatu masalah, ataupun hanya sekedar sapaan untuk menjalin keakraban antara penutur dan mitra tutur. Selain itu, penggunaan bahasa dalam berkomunikasi dapat menggambarkan seberapa santunnya orang tersebut dalam arti semakin baik pemilihan bahasa yang digunakan maka akan dianggap akan lebih santun. Saat berinteraksi dalam komunikasi, pemilihan bahasa yang santun memang hendaknya digunakan agar hubungan antara mitra tutur dan penutur dapat terjaga dengan baik. Tetapi, pemilihan bahasa yang santun saja nampaknya tidak cukup. Interaksi yang terjalin saat berkomunikasi sering sekali menimbulkan keadaan sangat ringan, dingin, bahkan bisa mencapai keadaan hening atau sebaliknya dapat membuat susana menjadi berat, tegang, kaku, bahkan bisa mencapai suasana ricuh walaupun sudah menggunakan bahasa yang santun. Keadaan seperti itu dapat dihindari dan 1.

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2. diantisipasi sebelumnya yaitu dengan menggunakan selingan bahasa. Sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mualafina (2013:1) “Untuk menghindari hal tersebut, seseorang sering sekali menggunakan bahasa selingan sebagai pengisi dan pencair suasana atau justru peredam suasana tegang yang mungkin muncul”. Masyarakat jawa pada umumnya masih menggunakan bahasa selingan saat berkomunikasi disamping nilai sopan santun tetap dijaga. KBBI edisi keempat (2008: 143), basa-basi adalah (1) adat sopan santun; tata karma pergaulan, (2) ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi, misalnya kalimat “Apa kabar?” yang diucapkan apabila kita bertemu dengan kawan (3) perihal menggunakan ungkapan semacam itu. Hymes (1974:60) dalam Mualafina, (2013:2) secara implisit mengungkapkan bahwa bentuk komunikasi itu berkaitan dengan aturan yang ada dalam suatu masyarakat bahasa berupa norma yang berlaku. Pendapat Hymes mengartikan bahwa dalam interaksi komunikasi penggunaan basa-basi itu sangat diperlukan kehadirannya baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk memberikan kesan segar pada percakapan yang terjadi. Contoh; 1. Konteks: Pak sambas merupakan rekan kerja dari Pak Edi dan berniat untuk meminta tolong melalui via telepon. Pak sambas : “Halo pak Edi!” Waduh gimana nih kabar Ente?” Pak Edi. : “Halo juga pak Sambas!.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3. Alhamdulillah kabarnya baik. Gimana kabar ente? Makin sukses aja.” Pak Sambas : “Bisa aja!. Gimana sibuk ga nih?” Pak Edi. : ”Oh.. Engga-engga! Ada apa nih tumben telepon”. Pas Sambas : “Gini nih. Surat yang kemarin di telegramin tanggal pelaksanaanya salah teknis. Itu bukan tanggal 20 tapi tanggal 28. karena. tanggal. 20. Kapolri. lagi. ada. sosialisasi. kemasyarakat buat program kerja lingkungan masyarakat. kemarin kaget juga saya, pas Pak Junaidi tanya ke saya ya itu ternyata anggota salah teknis penulisan.“ Pak Edi. : ”Oh.. Siap.. Siap.. Nanti lebih lanjut saya akan konfirmasi keseluruh anggota.”. Pak Sambas. : ”Baik. Terimakasih banyak kalau begitu saya jadi lega.”. Pak Edi. : “Oh Siap. Tidak apa-apa.”. Pak Sambas : ”Kalau begitu Terimakasih. Maaf dah ganggu nih! Hehe Assalamualaikum.” Pak Edi. : “Wah Endak! Nggih. Waalaikumusalam.”. Pada contoh dialog (1) konteksnya ketika Pak Sambas sedang menelepon Pak Edi. Percakapan diatas sengaja digaris bawah sebagai penanda bentuk basa-basi sebagai pencair suasana setidaknya terdapat basa-basi sebagai pembuka-penutup. Tuturan pak Sambas atau si penutur tersebut termasuk basa-basi karena digunakan.

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4. pada awalan atau pembukaan perbincangan ketika Pak Sambas menelepon dengan Pak Edi sebagai mitra tuturnya. Ungkapan “halo” dipakai secara otomatis sesuai dengan sapaan dalam telepon. Kemudian pada tuturan “Waduh gimana nih kabar Ente?” menunjukkan tuturan yang hanya sebatas menjaga hubungan sosial sebelum si penutur menyampaikan maksud dari pembicaraannya karena si penutur dan mitra tutur yang merupakan rekan dalam kerja yang berbeda kantor dan jarang berjumpa. Tuturan “Alhamdulillah kabarnya baik. Gimana kabar Ente? Makin sukses aja ya?” menunjukkan tuturan yang tidak sebenarnya, karena tuturan Pak Edi berniat agar Pak Sambas merasa tersanjung atas pujian yang dilontarkan yang semata-mata untuk menjaga relasi yang baik. Komunikasi di atas merupakan basa-basi karena ditujukan untuk menjaga hubungan sosial antara si penutur dan mitra tutur sebelum si penutur menyampaikan maksud atas pembicaraannya. Tanpa adanya basa-basi dalam percakapan maka akan terasa janggal apabila komunikasi tersebut dilakukan. sebagai contoh: 2. (Percakapan contoh 1 tanpa menggunakan basa-basi) Pak Sambas. :“Gini nih. Surat yang kemarin di telegramin tanggal. pelaksanaanya salah teknis. Itu bukan tanggal 20 tapi tanggal 28 karna tanggal 20 kapolri lagi ada sosialisasi kemasyarakat buat program kerja lingkungan masyarakat. Kemarin kaget juga saya pas Pak Junaidi tanya ke saya yaa itu ternyata anggota salah teknis penulisan. Pak Edi :”Oh.. Siap.. Siap.. Nanti lebih lanjut saya akan konfirmasi keseluruh anggota.”.

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5. Dari kedua contoh diatas, bisa kita bandingkan mana percakapan yang mengandung unsur keakraban, menyegarkan dan memelihara nilai kesopanan. Hal ini sejalan dengan pemikiran dari Sudaryanto dalam penelitian Susilo (2014) menyatakan bahwa “Basa-basi itu sejalan dengan fungsi fatis yaitu untuk pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara penutur dengan lawan tutur, sehingga fungsi fatis ini sejajar dengan faktor kontak awal dalam komunikasi.” Selain itu, Robinson (1992:210) dalam penelitian Mualafina mengatakan bahwa basa-basi dalam percakapan berperan sebagai sarana untuk menghindari masalah yang mungkin terjadi salah satunya adalah pelanggaran terhadap nilai kesopanan. Berkaitan dengan ini, bentuk basa-basi kaitannya dalam interaksi komunikasi dapat dijumpai dalam lingkungan Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Setidaknya peneliti menemukan bahwa baik antara abdi dalem dengan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakarta menggunakan bahasa selingan saat interaksi berkomunikasi meskipun notabene lingkungan Keraton Yogyakarta Hadiningrat adalah lingkungan bangsawan. Penggunaaan bahasa selingan dalam bentuk basa-basi ini dapat hadir pada saat awal pembicaraan (pembukaan), diantara pembicaraan yang berlangsung (tengah-tengah), ataupun dipenghujung pembicaraan (penutup). Misal basa-basi hadir dalam sapaan antara abdi dalem dengan salah satu keluarga bangsawan. Contoh 3. Konteks: abdi dalem sedang melintas di dekat KRT Yudhaningrat (salah satu kerabat/keluarga dari Sri Sultan Hamengkubuono V) abdi dalem : “Suggeng injing Kanjeng” (posisi badan agak sedikit membungkuk dan senyum).

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6. KanjengYudha : “Njiih, monggo” (menghentikan aktivitas sebentar posisi badan berdiri tegak dan senyum mengarah abdi dalem) Perkembangan kota Yogyakarta sejak didirikan pada tahun 1756 memang telah memberikan lingkungan tempat berbagai golongan masyarakat untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, karena sejak semula pendirian kota bertalian dengan kedudukan raja dan para keturunannya, sehingga membentuk suatu stratifikasi sosial yang mempunyai peran penting dalam dinamika masyarakat kota Yogyakarta. Stratifikasi sosial yang terbentuk di lingkungan Keraton tentunya akan mempengaruhi pola kebahsaan yang ada. Dari pola kebahasaan yang ada di masyarakat nantinya akan mencerminkan norma yang berlaku. Norma berlaku di masyarakat ini biasanya bisa terlihat atas penilaian kesopanan. Pandangan ini sejalan dengan Apri yang ditulis melalui skripsinya 2014 “Salah satu aspek norma yang muncul apabila kita berbahasa adalah nilai-nilai kesopanan. Dalam hal ini masyarakat mempunyai aturan-aturan tertentu tentang nilai-nilai kesopanan yang tidak tertulis dan hanya disepakati sejak turun-temurun. Apabila masyarakat pengguna bahasa dalam berkomunikasi berlaku tidak sopan, maka dia akan dikenai sangsi, seperti dianggap tidak sopan, bahkan mendapat teguran dan cemoohan.” Seperti halnya yang kita ketahui bahwa stratifikasi sosial atau pelapisan masyarakat di Yogyakarta sangat bertalian dengan kedudukan Keraton di dalam struktur sosial Jawa. Jika digambarkan dalam bentuk kerucut, yang di atas sekali dari sistem pelapisan masyarakat ialah sultan. Lapisan kedua terdiri dari kerabat Keraton.

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 7. atau sentana dalem, kemudian menyusul lapis ke tiga yang terdiri dari mereka yang bekerja pada administrasi kesultanan maupun pemerintahan yang disebut abdi dalem atau kaum priyayi. Lapisan ke empat ialah golongan wong cilik yang sering disebut juga sebagai rakyat jelata, baik penduduk kota maupun yang di pedesaan. Peneliti mengambil topik basa-basi dalam berbahasa antara abdi dalem dan keluarga kerajaan Yogyakarta karena penelitian yang berkaitan dengan basa-basi masih belum banyak diteliti dalam kajian pragmatik. Selain itu, bahasa di Keraton Yogyakarta menarik untuk dikaji, karena dalam perkembangannya, bahasa di lingkungan Keraton belum banyak mendapat perhatian dari kaum akademisi, hal ini terlihat dari masih sedikitnya literatur mengenai kebahsaaaan di Keraton padahal dengan adanya penelitan terhadap kebahasan yang ada di Keraton kita bisa ikut andil dalam hal memelihara kebudayaan kali ini konteksnya pada bidang kebahasaan. Dari segi norma, kita ketahui bahwa Keraton Yogyakarta merupakan salah satu kerajaan yang ada di pulau Jawa dan sebagaimana kita ketahui pula bahwa sebuah kerajaan sangat identik dengan berlakunya norma yang terwujudkan dari nilai sopan santun yang mencerminkan identitas dari kaum bangsawan. Sopan santun itu sendiri dapat dinilai dari bahasa yang digunakan abdi dalem dengan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakarta. Di sisi pendidikan, basa-basi jelas memiliki hubungan dengan karakter sopan santun oleh sebab itu penelitian basa-basi berbahasa di lingkup Keraton Yogyakarta ini sangat menarik untuk diteliti..

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut: a.. Apa sajakah wujud basa-basi dalam berbahasa antara abdi dalem dan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakata?. b.. Apa sajakah penanda linguistik dan nonlinguistik basa-basi dalam berbahasa antara abdi dalem dan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakarta?. c.. Apa sajakah maksud basa-basi dalam berbahasa antara abdi dalemdan keluarga bangsawan Kasultanan Yogyakarta?. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: a.. Mendeskripsikan wujud basa-basi dalam berbahasa antara abdi dalem dengan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakata. b. Mendeskripsikan penanda linguistik dan nonlinguistik basa-basi dalam berbahasa. antara abdi dalem dengan keluarga bangsawan Kesultanan. Yogyakarta c. Mendeskripsikan maksud basa-basi dalam berbahasa antara abdi dalem dengan keluarga bangsawan Kesultanan Yogyakarta.

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian basa-basi dalam berbahasa antara abdi dalemdengan keluarga bangsawan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang memerlukan. Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini, yaitu: a. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan lebih mendalam tentang pengembangan pragmatik khususnya yang berkaitan dengan basa-basi. Penelitian ini memiliki kegunaan teoretis karena dengan memahami teori-teori yang dikemukakan oleh beberapa para ahli yang berkaitan dengan bidang penelitian. b. Manfaat Praktis Penelitian basa-basi berbahasa ini diharapkan dapat memberikan masukan terutama pada pihak Kesultanan Yogyakarta yakni abdi dalem dan keluarga kerajaan. Selain itu juga memberikan masukan bagi masyarakat luas pada umumnya untuk membuka serta mempererat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi.. 1.5 Batasan Istilah Batasan istilah yang digunakan di penelitian ini tidak lepas dari teori basa-basi berbahasa dalam ilmu pragmatik, maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut:.

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10. 1.. Pragmatik adalah ilmu bahasa yang mengkaji makna secara permukaan dalam sebuah kontek (konteks situasi tuturan). 2.. Phatic Communion adalah kelas kata yang digunakan dalam suasana ramah tamah dan dalam ikatan personal antar peserta komunikasi.. 3.. Basa-basi adalah bentuk percakapan yang tidak mengandung informasi melainkan hanya sebatas bahasa selingan saat percakapan berlangsung demi menjaga nilai kesopanan atau hanya sekedar menjalin sebuah keakraban antara penutur dan mitra tutur. 4.. Wujud Basa-basi ialah sesuatu yang menunjukkan adanya tuturan yang dipergunakan untuk memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara dalam suatu tuturan.. 5.. Maksud. Basa-basi. ialah. sesuatu. yang. sungguh-sungguh. ingin. disampaikan oleh penutur dan hanya bersumber dari penutur. 6.. Penanda basa-basi merupakan tanda yang bersifat non-kebahasaan yang digunakan dalam berkomunikasi khususnya dalam basa-basi berbahasa.. 7.. Konteks adalah kondisi atau situasi lingkungan yang digunakan penutur untuk memperjelas penyampaian informasi. Konteks itu bias terlihat dari kondisi tempat dan waktu sehingga dapat mendukung penyampaian penutur kepada mitra tutur.. 8.. Abdi dalemmerupakan orang yang berdedikasi tinggi, mengabdikan dirinya untuk menjaga kebudayaan Keraton/Kesultanan Yogyakarta setelah.

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11. diangkat/dilantik secara resmi melalui proses seleksi dan wisuda oleh pihak Keraton/Kesultanan Yogyakarata. 9.. Keluarga Bangsawan merupakan orang yang resmi menyandang gelar silsilah(kesultanan) dari raja baik yang berstatus bilateral (memiliki garis keturunan) ataupun patrilineal (hubungan kekerabatan terjadi karena pernikahan)..

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dipaparkan mengenai penelitian yang relevan, landasan teori dan kerangka berpikir. Penelitian yang relevan pada bab ini berisi tentang tinjauan terhadap penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang peneliti gunakan sebagai landasan analisis dari penelitian serta dapat memberikan kelengkapan dan pembuktian dari penelitian yang peneliti lakukan. Kerangka berpikir berisi tentang acuan teori yang berdasarkan pada penelitian yang relevan dan landasan teori untuk menjawab rumusan masalah.. 2.1 Penelitian yang Relevan Pragmatik sebagai salah satu cabang ilmu bahasa mangalami perkembangan yang pesat belakangan ini. Meskipun dalam dunia kebahasaaan, pragmatik bukan ilmu yang baru akan tetapi terdapat basa-basi berbahasa dalam kajian ilmu pragmatik yang merupakan fenomena baru. Sejauh ini menurut pengetahuan penelti, penelitian mengenai kegiatan basa-basi berbahasa dalam ranah bangsawan belum pernah dilakukan. Namun terdapat penelitian yang relevan dengan penelitian yang berkaitan dengan basa-basi berbahasa dalam ranah bangsawan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Fitri Apri Susilo (2014), Sailal Arimi (1998), Maria Ulfa T.R. (2012), dan Rawinda Fitrotul Mualafina (2013). 12.

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13. Penelitian yang pertama dilakukan oleh Fitri Apri Susilo pada tahun 2014 membahas tentang wujud basa-basi berbahasa dan maksud basa-basi berbahasa di ranah pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan wujud basa-basi berbahasa dan mendeskripsikan maksud basa-basi berbahasa antarguru di SMP N 12 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Subjek dalam penelitian ini adalah guru-guru di SMP N 12 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Penelitian basa-basi berbahasa antarguru di SMP N12 Yogyakarta termasuk dalam penelitian deskriptif kualitatif, karena penelitiannya berisi gambaran basa-basi guru dan guru yang diperoleh langsung di SMP N 12 Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara (konfirmasi kepada informan) dengan bekal teori basa-basi berbahasa. Metode pengumpulan data yakni, pertama, metode simak dengan teknik catat dan rekam, dan kedua, metode cakap yang disejajarkan dengan metode wawancara yang dilaksanakan dengan teknik pancing. Dalam analisis data, penelitian ini menggunakan metode kontekstual, yakni memerantikan dimensi-dimensi konteks dalam mengintepretasi data yang telah berhasil diidentifikasi, diklasifikasi dan ditipifikasi. Dalam penelitian ini, peneliti mencoba memahami fenomena basa-basi yang digunakan oleh penutur maupun mitra tutur untuk menyampaikan maksud tuturannya. Oleh sebab itulah, tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai suatu pemahaman terhadap penggunaan basa-basi terutama penggunaan bahasa dalam tindakan komunikasi..

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Sailal Arimi pada tahun 1998 dalam penelitiannya berjudul Basa-basi dalam Masyarakat Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan: (1) mendapatkan gambaran tentang etnografi berbasa-basi bagi penutur bahasa Indonesia, dan memperoleh pengetahuan yang memadai tentang aturan, atau kaidah penyampaian basa-basi dalam bahasa Indonesia, (2) mendapatkan kejelasan kembali atas fungsi basa-basi, (3) menemukan jenis-jenis basa-basi, distribusinya dalam wacana interaktif, beserta hubungannya dengan strategi berbasa-basi yang tepat, dan (4) menemukan kekhasannya dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan dari tujuan penelitian yang dilakukan oleh Sailal Arimi menghasilkan kesimpulan, yakni basa-basi sebagai tuturan rutin yang tidak mementingkan informasi merupakan simbol tindakan sosial secara verbal untuk bertegur sapa, bersopan-santun, dan beramah tamah guna menciptakan hubungan solidaritas dan harmonisasi antar penutur. Masyarakat penutur membutuhkan basabasi dikaitkan dengan hakikat fungsi interaksional baik untuk membina atau mempertahankan hubungan sosial antarpenutur. Dari sudut relasi sosial antarpenutur yang dihasilkan (outcome), bagi penutur basa-basi merupakan upaya untuk memperoleh rasa solidaritas dan harmonisasi dengan mitra tutur. Dari sudut fungsi hakiki bahasa, basa-basi merupakan sejemput fenomena bahasa yang berfungsi sebagai pemelihara kerjasama dan sangat reflektif. Basa-basi dalam masyarakat bahasa Indonesia berdasarkan daya tuturannya digolongkan atas dua jenis, yaitu basabasi murni dan basa-basi polar. Basa-basi murni adalah ungkapan-ungkapan yang.

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15. dipakai secara otomatis sesuai dengan peristiwa tutur yang muncul, maksudnya apa yang diucapkan oleh penutur selaras dengan kenyataan. Basa-basi murni digolongkan menjadi tiga subjenis, yaitu basa-basi murni keniscayaan, basa-basi keteralamian, dan basa-basi keakraban. Basa-basi polar adalah tuturan yang berlawanan dengan realitasnya, dimana orang harus memilih tuturan yang tidak sebenarnya untuk menunjukkan hal yang lebih sopan. Basa-basi polar dibagi menjadi dua, yaitu basabasi polar sosial dan basa-basi polar personal. Basa-basi bersifat universal sehingga menghasilkan kekhasan-kekhasan yang bersumber dari kebiasaan berbahasa dan sistem bahasa. Pengalihan pragmatis berdasarkan kekhasan-kekhasan tersebut dari satu bahasa ke bahasa lain (dalam hal ini bahasa Indonesia ke bahasa inggris atau sebaliknya) dapat menimbulkan kegagalan atau konflik komunikasi. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Maria Ulfa T.R. pada tahun 2012 dengan penelitiannya yang berjudul Tipe Basa-basi dalam Dialog Sinetron Si Doel Anak Sekolahan. Penelitian tersebut terdapat beberapa masalah yang dianalisis oleh peneliti, yaitu (1) dialog mana saja yang tergolong basa-basi, (2) apa saja topik basabasi yang dipergunakan pada dialog sinetron “SDAS”, (3) bagaimanakah tipe penggunaan basa-basi dalam sinetron “SDAS” berdasarkan suasana, dan (4) bagaimana efek basa-basi terhadap interaksi sosial dalam sinteron “SDAS”. Dari beberapa rumusan masalah tersebut, maka peneliti ingin mengetahui dialog mana saja yang tergolong basa-basi, mendapatkan kejelasan tentang topik basa-basi yang dipergunakan pada sinetron “SDAS”, menemukan tipe penggunaan basa-basi dalam.

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16. sinetron “SDAS” berdasarkan suasana, dan menemukan efek basa-basi terhadap interaksi sosial dalam sinetron “SDAS”. Dari penelitian yang dilakukan oleh Maria Ulfa T.R. menemukan bahwa tuturan basa-basi pada sinetron “SDAS” memiliki topik yang khas, seperti topik keadaan, topik aktifitas, topik julukan, topik keselamatan, topik tujuan, topik kehadiran, topik jasa, topik perilaku, topik perpisahan, topik kesepakatan, topik waktu, dan topik identitas. Selain memiliki topik yang khas, basabasi dalam sinetron “SDAS” juga memiliki tipe yang juga memiliki karakteristik yang khas. Tipe basa-basi yang berhasil dianalisis yaitu (1) basa-basi apologi, (2) basa-basi salam untuk suasana santai, (3) basa-basi perhatian untuk suasana sibuk, (4) basa-basi persilahan untuk suasana sepi, dan (5) basa-basi pujian untuk suasana gembira. Selain itu, peneliti juga menemukan empat efek basa-basi terhadap interaksi sosial dalam sinetron “SDAS”, yaitu (1) efek eksistensi, (2) efek akrab, (3) efek nyaman, dan (4) efek dihargai. Penelitian yang keempat dilakukan oleh Rawinda Fitrotul Mualafina pada tahun 2013 dengan penelitiannyayang berjudul Basa-Basi dalam Interaksi Jual Beli Di Pasar Tradisional Kertek Wonosobo. Penelitian tersebut terdapat tiga rumusan masalah yang ingin dikaji oleh peneliti, yaitu bagaimana (1) bentuk, jenis, dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam percakapan jual beli di pasar tradisional Kertek; (2) apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi penggunaan bentuk, jenis, dan distribusi dalam percakapan jual beli di pasar tradisional Kertek; (3) bagaimana fungsi dari penggunaan basa-basi dalam percakapan jual beli di pasar tradisional.

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17. Kertek. Berdasarkan tiap pemaparan hasil analisis terhadap ketiga permasalahan dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa: (1)basa-basi yang digunakan dalam komunikasi di Pasar Kertek Wonosobo ini berbeda dengan basa-basi yang digunakan di tempat lain,(2) melalui pembahasan mengenai bentuk dan jenis, diperoleh fakta bahwa suatu kalimat mampu menyampaikan maksud yang berbeda dengan bentuk fisik kalimat tersebut,(3)ujaran basa-basi yang digunakan di Pasar Kertek ini hadir pada tiga posisi dalam struktur percakapan jual beli terjadi, yaitu rangkaian pembukaan atau opening sequences, rangkaian sisipan atau insertion sequences, dan rangkaian penutup atau closing sequences, (4)sebagai salah satu bentuk bahasa dalam masyarakat, penggunaan basa-basi tidak dapat terlepas dari sejumlah faktor sosial tertentu yang berpengaruh terhadap bentuk, jenis, dan distribusi basa-basi yang digunakan dalam sebuah percakapan jual-beli, (5) melalui enam fungsi yang ditemui dalam penggunaan basa-basi diketahui bahwa meskipun kehadirannya manasuka dan tidak mengandung informasi yang baru, kedudukan penggunaan basa-basi dalam percakapan tetaplah penting dalam kaitannya dengan fungsi secara sosial. Perbedaan antara penelitian yang pernah dilakukan dengan penelitian yang dilakukan peneliti saat ini adalah subjek penelitian. Penelitian yang berudul BasaBasi Dalam Berbahasa Antara Abdi Dalem dan Keluarga Bangsawan Kesultanan Yogyakarta menggunakan subjek abdi dalem dan keluarga bangsawan kesultanan Yogyakarta dalam penelitiannya. Hal inilah yang membedakan dengan dengan.

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18. peneliti-peneliti sebelumnya, dimana penelitian yang terdahulu belum ada yang menggunakan subjek yang sama dengan peneliti. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik Pragmatik merupakan ilmu bahasa yang sudah dikenal dalam dunia kebahasaan sejak lama. Akhir-akhir ini, kemajuan dunia pengetahuan telah membawa pragmatik dalam perkembangan yang pesat. Penelitian – penelitian dalam ranah pragmatik mulai mendapat banyak perhatian baik dari kalangan mahasiswa ataupun linguis karena selain belum banyak yang menggali lebih mendalam bidang pragmatik, cakupannya bidang cukup luas. Selain itu, hasil kajian pragmatik dapat memberi kontribusi secara nyata.Rahardi (2003:10) mengatakan bahwa pragmatik merupakan cabang dari linguistik yang mempelajari dan mendalami apa saja yang termasuk di dalam struktur bahasa sebagai alat komunikasi dan interaksi antara si penutur dengan sang mitra tutur, serta sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa yang sifatnya ekstralinguistik atau luar bahasa.Yule (2006:3) mengatakan bahwa pragmatik adalah studi tentang makna yang disampikan oleh penutur/penulis dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibatnya studi ini lebih banyak berhubungan dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Singkatnya pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Setelah menilik pengertian pragmatik dari beberapa ahli bahasa,.

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19. terdapat benang merah yang dapat ditarik yakni sebagai salah satu cabang ilmu pragmatik dalam bahasa menyangkut dengan maksud. Sering sekali sabagai pembelajar bahasa pemula akan dikacaukan oleh kehadiran pembahasan makna dalam dunia pragmatik. Karena sebetulnya terdapat cabang ilmu lain untuk membahas makna ujaran. Hal ini sejalan dengan pemikiran dari seorang tokoh bahasa yaitu Jucker yang ditulis dalam buku Dardjowidjojo (2012:26) tentang pragmatik. Jucker mengatakan bahwa pragmatik menyangkut makna maka seringkali ilmu ini dikacaukan dengan ilmu makna, semantik. Perkembangan kedua ilmu ini bahkan telah menimbulkan semacam perebutan teritorial karena satu dianggap telah memasuki teritorial yang lain. Akan tetapi bila kita amati secara lebih cermat maka akan kita lihat bahwa semantik mempelajari makna dalam bahasa alami tanpa memperhatikan konteksnya. Sementara itu, Yule menambahkan dalam bukunya bahwa pragmatik merujuk ke kajian makna dalam interaksi antara seorang penutur dengan penutur yang lain dengan memperhatikan makna kontekstual.. 2.2.2 Konteks Istilah “konteks” Cumming (2005:5) mengatakan bahwa kita tidak dapat mendapatkan definisi pragmatik yang lengkap bila konteksnya tidak disebutkan. Gagasan tentang konteks berada di luar pengejawantahannya yang jelas seperti latar fisik tempat dihasilkannya suatu ujaran yang mencakup faktor-faktor linguistik, sosial.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 20. dan epistemis. Meskipun peran konteks dalam bahasa sudah lama diketahui, akan tetapi baru sekaranglah kontribusi faktor-faktor konteks terhadap proses argumentasi diselidiki secara serius oleh para ahli pragmatik. Dalam Pragmatik, konteks merupakan jantung dari salah satu cabang ilmu linguistik termuda ini. Konteks sangat mempengaruhi bentuk kebahasaan yang digunakan oleh penutur. Konteks adalah bagian terpenting dalam pragmatik di mana maksud penutur dalam tuturan dapat diketahui dengan mengetahui konteks situasi yang mengelilingi terjadinya sebuah tuturan. Istilah “konteks” didefinisikan oleh Mey (1993:38) dalam Nadar (2009:6-7) konteks sebagai the surrounding, in the widest sense, that enable the participants in the communication process to interact, and that make the linguistic expression of their. interaction. intelliegible. (“situasi. lingkungan. dalam. arti. luas. yang. memungkinkan peserta pertuturan untuk dapat berinteraksi, dan yang membuat ujaran mereka dapat dipahami”). Mey (1993:43) dalam nadar menekankan konteks dan mengatakan bahwa pragmatik adalah“the study of conditions of human language uses as these are determined by the contex of society” (kajian tentang kondisi penggunaan bahasa manusia sebagaimana ditentukan oleh konteks masyarakatnya). Nadar dalam bukunya juga menjelaskan konteks dengan menambah menurut beberapa ahli, yaitu menurut Wijana (1996:2) yang menyebutkan bahwa pragmatik mengkaji makna yang terkait konteks, dan oleh Searle, Kiefer dan Bierwich (1980:ix) yang menegaskan bahwa “Pragmatic is concered with the way in which the.

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21. interpretation of syntactically defind expression depends on the particular conditions of their use in context” (Pragmatik berkaitan dengan interpretasi dan cara menginterpretasi ungkapan tersebut tergantung pada kondisi-kondisi khusus penggunaan ungkapan tersebut dalam konteks) definisi lain diajukan oleh Levinson (1983:9), yang mendefinisikan pragmatik sebagai berikut “pragmatics is the study of those relations between language and context that are grammaticalized, or encoded in the structure of language” (pragmatik merupakan kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang tergramatikalisasi atau terkodifikasi dalam struktur bahasa). Konteks didefinsikan oleh Leech melalui Nadar (2009:6) sebagai “Background knowledge assumed to be shared by s and h and which contributies to h’s interpretation of what s means by a given utterance” (Latar belakang pemahaman yang dimiliki oleh penutur maupun lawan tutur sehingga lawan tutur dapat membuat interpretasi mengenai apa yang dimaksud oleh penutur pada waktu membuat tuturan tertentu) (s berarti speaker “penutur”; h berarti hearer “lawan tutur”). Dengan demikian, konteks adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan makna tuturan. Yule dalam buku pragmatiknya (1996:3-4) dijelaskan bahwa tipe studi ini perlu melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksud orang di dalam suatu konteks khusus dan bagaimana konteks itu berpengaruh terhadap apa yang diperlukan. Pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual..

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22. 2.2.3 Maksud dalam Pragmatik Setiap penutur yang bertutur tentulah terdapat maksud. yang ingin. disampaikannya. Maksud tersebut adalah milik si penutur, bukan mitra tutur. Tuturan adalah media bagi penutur untuk menyampaikan maksud tersebut. Berkaitan dengan maksud tersebut, sangat perlu dipahami bagaimana maksud dan makna dapat dibedakan, karena kedua hal tersebut adalah berbeda jika telah bersinggungan dengan konteks situasi. Rahardi (2003:16−17) dalam bukunya telah berbicara perihal maksud dan makna. Rahardi memaparkan bahwa makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks (context dependent), sedangkan makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas konteks (context independent). Makna yang dikaji di dalam semantik bersifat diadik (diadic meaning), sedangkan dalam pragmatik makna itu bersifat triadik (triadic meaning). Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami maksud penutur, semantik mempelajarinya untuk memahami makna sebuah satuan linguan an sich, yang notabene tidak perlu disangkutpautkan dengan konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahya. Selanjutnya, Wijana dan Muhammad (2008:10–11) menguatkan pemaparan Rahardi di atas. Dalam bukunya, kedua ahli tersebut membedakan ketiga hal, yaitu makna, maksud, dan informasi dengan mengatakan dengan tegas bahwa makna.

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23. berbeda dengan maksud dan informasi karena maksud dan informasi bersifat di luar bahasa. Maksud ialah elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara, sedangkan informasi adalah elemen luar bahasa yang bersumber dari isi tuturan. Maksud bersifat subjektif, sedangkan informasi bersifat objektif. Lebih jelasnya dapat dilihat pada kalimat (14), (15), (16), dan (17) berikut. (14) Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya 9. (15) Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya saja 4,5. (16) Ayah membeli buku. (17) Buku ini dibeli ayah. Kata “pandai” dalam kalimat (14) bermakna “pintar” karena secara internal memang kata “pandai” bermakna demikian. Kata “pandai” dalam kalimat (15) yang bermakna internal “pintar” dimaksudkan secara subjektif oleh penuturnya untuk mengungkapkan bahwa dia bodoh. Pengungkapannya yang bersifat subjektif inilah yang disebut “maksud”. “Pandai” yang menyatakan “pintar” pada kalimat (14) disebut makna linguistik (linguistic meaning), sedangkan “pandai” yang menyatakan “bodoh” pada kalimat (15) disebut makna penutur (speaker meaning). Makna linguistik (makna) menjadi bahan kajian semantik, sedangkan makna penutur (maksud) menjadi bahan kajian pragmatik. Kalimat (16) jelas memiliki perbedaan makna (gramatikal) dengan kalimat (17). Kalimat (16) adalah kalimat aktif, sedangkan kalimat (17) adalah kalimat pasif. Akan tetapi, berdasarkan isi tuturan secara objektif kedua kalimat di atas menyatakan informasi yang sama, yakni “ayah.

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24. yang membeli buku” dan “buku yang dibeli ayah”(Wijana & Muhammad, 2008:10– 11).. 2.2.4 Aspek-aspek Kebahasaan Penanda Basa-basi 2.2.4.1 Unsur Segmental Surahmatwiyata (2015:22) menegaskan bahwa unsur segmental berkenaan dengan wujud tuturan, unsur ini mencakup penggunaan diksi dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan. Berikut pemaparan dari setiap unsur tersebut.. 2.2.4.1.1 Diksi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,diksi merupakan pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang diharapkan). Keraf (1987:87111) mengatakan bahwa pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok, yaitu: (1) ketepatan pemilihan kata untukmengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang akan diamanatkan; (2) kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tadi. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang tepat pada imajenasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis dan pembicara..

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa diksi merupakan pilihan kata yang dapat digunakan untuk mengungkapkan ide/gagasan sesuai dengan kecocokan dalam penggunaan. Secara tidak langsung, status sosial yang mencakup suatu lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi pilihan kata (diksi) seseorang. Keraf (1987:104) menjelaskan bahasa standar dan bahasa nonstandar. Bahasa standar adalah semacam dialek kelas dan dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Secara kasar kelas ini dianggap sebagai kelas terpelajar. Kelas ini meliputi pejabat-pejabat pemerintah, ahli-ahli bahasa, ahli-ahli hukum, dokter, guru, penulis, penerbit, seniman, insinyur, serta semua ahli lainnya. Bahasa nonstandar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh kedudukan atau pendidikan yang tinggi. Pada dasarnya bahasa nonstandar digunakan untuk pergaulan biasa, tidak dipakai dalam tulisan-tulisan. Dalam suasana formal, harus dipergunakan unsur-unsur bahasa standar, harus dijaga agar unsur-unsur nonstandar tidak boleh menyelinap masuk dalam tuturan seseorang.. 2.2.4.1.2 Kategori Fatis Kategori fatis merupakan bagian dari ragam lisan yang berkembang dalam masyarakat. Hal ini sejalan dengan teori Kridalaksana, dalam Surahmatwiyata (2015:22-24) memaparkan bahwa kategori fatis adalah kategori yang bertugas.

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26. memulai, mempertahankan, atau mengukuhkan pembicaraan antara pembicara dan lawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam lisan karena ragam lisan. Karena ragam lisan pada umumnya merupakan ragam nonstandar, maka kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Berikut adalah bentuk-bentuk dari kata fatis. 1) Ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh 2) Ayo menekankan ajakan 3) Dehmenekankan. pemaksaan. dengan. membujuk,. pemberian. persetujuan, pemberian garansi, sekedar penekanan. 4) Dongdigunakan untuk menghaluskan perintah, menekankan kesalahan kawan bicara. 5) Ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara. 6) Halo digunakan untuk memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telpon, serta menyalami kawan bicara yang dianggap akrab. 7) Kanapabila terletakpada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan merupakan kependekatan dari kata bukan atau bukanlah, dan tugasnya ialah menekankan pembuktian. Apabila kan terletak di tengah kalimat makan kan juga bersifat menekankan pembuktian atau bantahan..

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27. 8) Kek mempunyai tugas menekankan pemerincian, menekankan pemerintah, dan menggantikan kata saja. 9) Kok menekankan alasan dan pengingkaran. Kok dapat juga bertugas sebagai pengganti kata Tanya mengapa atau kenapa bila diletakan di awal kalimat. 10) –lah menekankan kalimat imperative dan penguat sebutan dalam kalimat. 11) Lho bila terletak di awal kalimat bersifat seperti interjeksi yang menyatakan kekagetan. Bila terletak di tengah atau di akhir kaimat, maka lho bertugas menekankan kepastian. 12) Mari menekankan ajakan. 13) Nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk meminta supaya kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain. 14) Pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas menonjolkan bagian tersebut. 15) Selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau mengalami sesuatu yang baik. 16) Sih memiliki tugas menggantikan tugas –tah dan –kah, sebagai makna ‘memang’ atau ‘sebenarnya’ dan menekankan alasan. 17) Toh bertugas menguatkan maksud; adakalanya memiliki arti yang sama dengan tetapi..

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28. 18) Ya bertugas mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan kawan bicara, bila dipakai pada awal ujaran dan meminta persetujuan atau pendapat kawan bicara bila dipakai pada akhir ujaran. 19) Yah digunakan pada awal atau tengah-tengah ujaran, tetapi tidak pernah pada akhir ujaran, untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam kalimat sebelumnya, bila dipakai pada awal ujaran; atau keragu-raguan atau ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila di tengah ujaran.. 2.2.4.2 Unsur Suprasegmental Marsono(1999: 114) dalam bukunya yang berjudul “Fonetik” menjelaskan bahwa bunyi suprasegmental ialah bunyi yang menyertai bunyi segmental, bunyi suprasegmental dapat diklasifikasikan menurut ciri-cirinya waktu diucapkan. Marsono menambahkan bahwa ciri-ciri bunyi suprasegmental waktu diucapkan itu disebut ciri-ciri prosodi dan dapat diklasifikasikan menjadi empat 1). Panjang atau kuantitas; 2). Nada (pitch); 3). Tekanan (stress); 4). Jeda atau persendian (juncture). Penanda basa-basi ini sebetulnya digunakan peneliti untuk meneliti sejauh manakah faktor non-kebahasaan (penanda) ikut berperan dalam komunikasi. Di dalam pembahasan, peneliti menilai.

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29. bahwa segmental dan suprasegmental merupakan salah satu nonkebahasaan terlebih dalam nada berbicara. Verhaar, (1977:49); dan Samsuri, (1978:123) dalam buku Marsono (1999: 116) menjelaskan Nada (Pitch) ”Nada menyangkut tinggi rendahnya suatu bunyi. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, pastilah dibarengi dengan bunyi suprasegmental dengan ciri prosodi nada tinggi”. Demikian pula sebaliknya,. semakin. rendah. frekuensi. getarannya. nada. yang. menyertainya juga semakin rendah. Tinggi rendahnya nada lazimnya ditentukan oleh tingkat ketegangan dari pita suara dan posisi pita suara ketika arus udara sedang mengalir keluar dari paru-paru. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan frekuensi getaran tinggi, pastilah dibarengi dengan bunyi suprasegmental denan ciri prosodi nada tinggi. Demikian pula sebaliknya,. semakin. rendah. frekuensi. getaranya. nada. yang. menyertainya juga semakin rendah. Nada dapat dibedakan menjadi lima, yaitu: 1). Nada naik, yaitu nada yang meninggi; 2). Nada datar; 3). Nada turun, yaitu nada yang merendah; 4). Nada turun naik, yaitu nada yang merendah kemudian meninggi; 5). Nada naik turun, yaitu nada yang meninggi kemudian merendah..

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) intonasi adalah lagu kalimat atau ketepatan penyajian tinggi rendah nada. Peneliti melibatkan intonasi sebagai penanda basa-basi sejauh manakah faktor non-kebahasaan (penanda) ikut berperan dalam komunikasi. Muslich (2009:115-117) berpendapat bahwa intonasi dalam bahasa. Indonesia. sangat. berperan. dalam. perbedaan. maksud. kalimat.Bahkan dengan dasar kajian pola-pola intonasi ini, kalimat bahasa Indonesia dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat Tanya (introgatif), dan kalimat perintah (imperative). Kalimat berita (deklaratif) ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Kalimat tanya (introgratif) ditandai dengan pola intonasi datar-turun. Kalimat perintah (imperative) ditandai dengan pola intonasi datar-tinggi.. 2.2.5 Fenomena Pragmatik Dalam ilmu pragmatik terdapat empat fenomena pragmatik yang telah disepakati, yaitu (1) deiksis, (2) praanggapan (presupposition), (3) implikatur percakapan (conversational implicature), dan (4) tindak ujaran (speech acts), (Purwo, 1990:17).. 2.2.5.1 Deiksis.

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31. Secara. tidak. langsung,. dieksis. melibatkan. persona. dalam. pembahasannya. Selain persona, waktu dan lokasi dimana tuturan berlangsung ikut menjadi pembahasan. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat devinisi dari KBBI. Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa dieksis merupakan hal atau fungsi menunjuk sesuatu diluar bahasa (kata yang mengacu pada persona, waktu, dan tempat suatu tuturan). Sejalan dengan devinisi dari KBBI, Yule dalam bukunya menegaskan bahwa persona memiliki kaitan dengan deiksis. Yule (2006:13) menegaskan bahwa deiksis berasal dari bahasa Yunani yang menjelaskan tentang istilah teknis untuk salah satu hal yang mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukan’ melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan ‘penunjukan’ disebut ungkapan deiksis. Yule (2006:15) membagi deiksis menjadi tiga, yaitu deiksis persona (kata ganti orang pertama “saya”, orang kedua “kamu”, dan orang ketiga “dia laki-laki, dia perempuan, atau dia barang/sesuatu”), deiksis tempat (misalnaya, ‘di sana’ dan ‘di sini’), dan deiksis waktu (misalnya ‘kemarin’, ‘besok’, ‘hari ini’, ‘nanti malam’, ‘pekan depan’, ‘pekan yang lalu’, ‘pekan ini’). Purwo (1990:17) menjelaskan bahwa kata seperti saya, sini, sekarang adalah kata-kata yang deiksis. Kata-kata tersebut tidak memiliki referen yang tetap. Berbeda halnya dengan kata rumah, kertas, kursi, di tempat manapun,.

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32. pada waktu kapan pun, referen yang diacu tetaplah sama. Akan tetapi, referen dari kata saya, sini, sekarang barukah dapat diketahui pula siapa, di tempat mana, dan pada waktu kapan kata-kata itu diucapkan.Menilik pendapat kedua ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa: (1) dieksis merupakan hal yang mendasar dalam sebuah tuturan; (2) dieksis memiliki kaitan erat dengan persona, tempat, dan waktu tuturan terjadi.. 2.2.5.2 Praanggapan / Presuposisi Pada mulanya preposisi merupakan kajian dalam lingkup semantik, namun dalam perkembangannya para linguis cenderung berpendapat bahwa kajian preposisi dalam lingkup semantik saja tidak dapat memuaskan mereka, sehingga kajian presuposisi bergeser ke wilayah pragmatik (Nadar, 2009:63). Levinson dalam Nadar (2006:64-65) menyatakan bahwa preposisi pragmatik merupakan inferensi pragmatik yang sangat sensitif terhadap faktor-faktor konteks, dan membedakan terminologi preposisi menjadi dua macam. Pertama, kata “presuposisi” sebagai terminologi umum dalam penggunaan bahasa inggris sehari-hari, serta kata “presuposisi” sebagai terminologi teknis dalam kajian pragmatik. Di bandingkan dengan luasnya makna preposisi secara umum dalam penggunaan sehari-hari, makna preposisi dalam pragmatik relatif lebih sempit. Preposisi dapat dijelaskan sebagai berbagai inferensi atau asumsi pragmatik yang nampaknya dibangun menjadi ungkapan linguistik..

Referensi

Dokumen terkait

Pmelniln ini dilalutd mluk mencLji hipolesis banwa F€mbcnd enzim znrsibain d,n bronrehr bcsctu inreruhsinF ncdllensatuhitH_ 5unrt mas.k do nilai oreeoleptik dasine

Tumbuhan pada habitus li- chen yang jumlahnya paling banyak ditemukan yaitu Parmalia saxalitas , tumbuhan yang jumlah- nya paling banyak ditemukan pada habitus herba

Dari hasil penelitian yang dilakukan, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara peningkatan pembelajaran bermakna

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan luas gudang yang mencukupi untuk menampung jumlah produk yang disimpan, sehingga tidak perlu menyewa gudang lagi dan merancang tata

Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa tindak tutur masyarakat di Desa Lawangan Daya Kecamatan Pademawu Kabupaten Pamekasan yang dilakukan pada bulan

Metode pelaksanaan Kegiatan Program Kemitraan Masyarakat di Dusun Mangelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto ini lebih ditujukan kepada pemecahan

Rendemen gula cair yang dihasilkan dari hasil hidrolisis pati jagung manis secara enzimatis, lebih besar bila dibandingkan dengan gula cair hasil hidrolisis pati

Dalam rangka Tri Dharma Perguruan Tinggi dan mendasari Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,