• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Dyadic Coping dan kepuasan relasi romantis pada dewasa awal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Hubungan antara Dyadic Coping dan kepuasan relasi romantis pada dewasa awal"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HUBUNGAN ANTARA DYADIC COPING DAN KEPUASAN RELASI ROMANTIS PADA DEWASA AWAL HALAMAN JUDUL. SKRIPSI. Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi. Oleh: Kristina Anggit Pawiyataningrum 159114092. PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2019.

(2) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(3) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(4) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN MOTTO With Your love, nobody can’t drag me down -One Direction-. Cuncta Fecit Bona in Tempore Suo (Ia akan memberikan segala sesuatu indah pada waktunya) -Pengkothbah 3:11-. I Love You Kristina Anggit Pawiyataningrum. iv.

(5) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HALAMAN PERSEMBAHAN. Dipersembahkan untuk : Bapak dan Ibu, Saudaraku, Para Sahabatku, Teman-teman seperjuanganku, Semua pasangan yang sedang menjalin relasi romantis, Dan semua yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.. v.

(6) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(7) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. HUBUNGAN ANTARA DYADIC COPING DAN KEPUASAN RELASI ROMANTIS PADA DEWASA AWAL. Kristina Anggit Pawiyataningrum. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dyadic coping dan kepuasan relasi romantis pada dewasa awal. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara dyadic coping dan kepuasan relasi romantis pada dewasa awal yang sedang berpacaran. Subjek dalam penelitian ini adalah 511 dewasa awal, baik pria maupun wanita berusia 18-29 tahun yang sedang berpacaran. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan teknik pengambilan sampel voluntary sampling. Metode pengumpulan skala dalam penelitian ini menggunakan dua skala model Likert, yaitu skala dyadic coping dan skala kepuasan relasi romantis. Uji coba skala menghasilkan koefisien reliabilitas pada skala dyadic coping sebesar 0,962 dan pada skala kepuasan relasi romantis sebesar 0,944. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Spearman’s Rho one tailed karena data tidak terdistribusi normal. Hasil uji korelasi menunjukkan skor koefisien korelasi sebesar 0,695 dan nilai signifikansi sebesar p = 0,00 (p < 0,01). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara dyadic coping dan kepuasan relasi romantis. Kata kunci: dewasa awal, kepuasan relasi romantis, dyadic coping.. vii.

(8) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. CORRELATION BETWEEN DYADIC COPING AND ROMANTIC RELATIONSHIP SATISFACTION IN EMERGING ADULTHOOD. Kristina Anggit Pawiyataningrum. ABSTRACT This study aims to determine the relationship between dyadic coping and romantis relation satisfaction in early adulthood. The hypothesis proposed in thins study is that there is a positive relationship between dyadic coping and romantis relations satisfaction in early adult who are dating. The subjects in this study were 511 early adults, both men and women aged 18-29 years who were dating. This research is a quantitative study with voluntary sampling. The scale collection method in this study uses two Likert model scales, namely the dyadic coping scale and the romantic relationship satisfaction scale. Scale trials produce reliability coefficients of 0,962 on the dyadic coping scale and 0,944 on the romantic relations satisfaction scale respectively. The research data was analyzed using the Spearman Rho one tailed correlation technique because the data were not normally distributed. Correlation test result showed a correlation coefficient score of 0,695 with the significance value of p = 0,00 (p<0,01). Hence, it can be concluded that there is significant positive relationship between dyadic coping and satisfaction of romantic relations. Keywords: emerging adulthood, dyadic coping, romantic relationship satisfaction.. viii.

(9) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(10) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. KATA PENGANTAR. Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat, berkat dan penyertaanNya selama ini sehingga saya dapat menyelesaikan studi hingga akhir melalui karya tulis ini dengan baik. Melalui penyertaan dan kuasaNya saya diberikan kekuatan untuk menghadapi berbagai proses hingga mampu menyelesaikan semuanya dengan baik. Terimakasih saya ucapkan kepada bapak, ibu, dan kakak-kakak saya yang selalu memberikan dukungan terbaik bagi anak dan saudaranya. Terimakasih kepada Athanasia Dianri Susetya Putri dan Ludovica Vania Wandita yang bersedia berdiskusi tentang keresahan selama penulisan skripsi ini. Terimakasih kepada Thomas Kristianto Ery Nugroho yang sudah memberikan dukungan, waktu, nasehat serta tempat berkeluh kesah selama proses studi. Selama proses studi dan penulisan skripsi ini, saya juga menghaturkan terimakasih yang sangat besar kepada : 1.. Ibu Dr. Titik Kristiyanti, M. Psi., Psi selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.. 2.. Ibu Monica E. Madyaningrum, M. App., Ph. D selaku Kepala Program Studi Psikologi Universitas Sanata Dharma.. 3.. Ibu Dr. Maria Laksmi Anantasari, M. Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas segala waktu, pengertian, dukungan, pengorbanan, bimbingan, dan kasih sayang yang senantiasa Ibu berikan secara tulus demi kelancaran dinamika proses penulisan skripsi selama ini. Berkat Ibu, dinamika penyusunan skripsi ini terasa menenangkan dan bermakna.. 4.. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M. Si selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas segala perhatian yang Bapak berikan pada saya.. 5.. Bapak Agung Santoso Ph.D atas waktu dan masukan yang Bapak berikan demi kelancaran penulisan skripsi ini.. 6.. Dosen-dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan serta mengenalkan ilmu pengetahuan mengenai psikologi.. x.

(11) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI.

(12) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ....................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii HALAMAN MOTTO ............................................................................................ iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................... vi ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ......................................................................................................... viii PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................... ix KATA PENGANTAR ............................................................................................ x DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xviii BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1 A. Latar Belakang .......................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................... 19 C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 19 D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 20 1.. Manfaat teoretis ............................................................................... 20. 2.. Manfaat praktis ................................................................................ 20 a.. Dewasa awal ............................................................................. 20. b.. Instansi ...................................................................................... 20. BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 21 A. Kepuasan Relasi Romantis ..................................................................... 21 1.. Definisi kepuasan relasi romantis .................................................... 21. 2.. Pengukuran kepuasan relasi romantis .............................................. 23 xii.

(13) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 3.. a.. Cinta (love) ............................................................................... 23. b.. Masalah ..................................................................................... 24. c.. Harapan ..................................................................................... 25. Prediktor kepuasan relasi romantis .................................................. 25 a.. Efikasi diri ................................................................................ 25. b.. Tipe kepribadian ....................................................................... 26. c.. Komponen cinta ........................................................................ 27. d.. Penyelesaian masalah bersama ................................................. 28. 4.. Dampak positif dari kepuasan relasi romantis ................................. 29. 5.. Dampak negatif dari ketidakpuasan relasi romantis ........................ 30. B. Dyadic Coping ........................................................................................ 32 1.. Definisi dyadic coping ..................................................................... 32. 2.. Dimensi dyadic coping .................................................................... 33. 3.. 4.. a.. Supportive dyadic coping ......................................................... 33. b.. Common dyadic coping ............................................................ 34. c.. Delegate dyadic coping ............................................................ 34. d.. Negative dyadic coping ............................................................ 35. Faktor yang memengaruhi dyadic coping........................................ 36 a.. Keterampilan individu atau individual skills ............................ 36. b.. Motivational factors ................................................................. 36. c.. Contextual factors..................................................................... 37. Dampak dyadic coping .................................................................... 37. C. Relasi Romantis Pada Dewasa Awal ...................................................... 39 1.. Dewasa awal .................................................................................... 39. 2.. Relasi romantis ................................................................................ 41. D. Dinamika Hubungan Dyadic Coping dan Kepuasan Relasi Romantis Pada Dewasa Awal yang Sedang Menjalin Relasi Romantis. ................ 42 E. Skema Penelitian..................................................................................... 47 F. Hipotesis ................................................................................................. 48. xiii.

(14) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................. 49 A. Jenis dan Desain Penelitian..................................................................... 49 B. Variabel Penelitian .................................................................................. 49 1.. Variabel bebas (independent) .......................................................... 49. 2.. Variabel tergantung (dependent) ..................................................... 49. C. Definisi Operasional ............................................................................... 50 1.. Dyadic coping .................................................................................. 50. 2.. Kepuasan relasi romantis ................................................................. 50. D. Subjek Penelitian .................................................................................... 51 1.. Populasi............................................................................................ 51. 2.. Subjek penelitian dan teknik pengambilan sampel .......................... 51. E. Prosedur Penelitian ................................................................................. 52 1.. Penyusunan item .............................................................................. 52. 2.. Uji validitas ...................................................................................... 52. 3.. Penyusunan kuesioner ..................................................................... 53. 4.. Pra uji coba ...................................................................................... 53. 5.. Uji coba ............................................................................................ 53. 6.. Penyebaran data penelitian .............................................................. 54. F. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 54 1.. Skala dyadic coping ......................................................................... 54. 2.. Skala kepuasan relasi romantis ........................................................ 56. G. Pengujian Alat Ukur Penelitian .............................................................. 57 1.. 2.. 3.. Validitas ........................................................................................... 57 a.. Validitas isi ............................................................................... 58. b.. Validitas tampang ..................................................................... 58. Seleksi item ...................................................................................... 58 a.. Skala dyadic coping .................................................................. 59. b.. Skala kepuasan relasi romantis ................................................. 61. Reliabilitas ....................................................................................... 62. xiv.

(15) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. H. Teknik Analisis Data .............................................................................. 64 1.. 2.. Uji asumsi ........................................................................................ 64 a.. Uji normalitas ........................................................................... 64. b.. Uji linearitas ............................................................................. 64. Uji hipotesis ..................................................................................... 64. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 66 A. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 66 B. Deskripsi Subjek Penelitian .................................................................... 66 C. Deskripsi Data Penelitian........................................................................ 69 D. Analisis Data ........................................................................................... 72 1.. Uji normalitas .................................................................................. 72. 3.. Uji linearitas..................................................................................... 73. 4.. Uji hipotesis ..................................................................................... 74. E. Analisis Tambahan ................................................................................. 75 F. Pembahasan ............................................................................................ 77 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 86 A. Kesimpulan ............................................................................................. 86 B. Keterbatasan............................................................................................ 87 C. Saran ....................................................................................................... 89 1.. Bagi individu dewasa awal yang sedang berpacaran ....................... 89. 2.. Bagi instansi..................................................................................... 89. 3.. Bagi peneliti selanjutnya.................................................................. 90. DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 91 DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... 99. xv.

(16) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR TABEL Tabel 1. Skor skala positive dyadic coping ........................................................ 55 Tabel 2. Skor skala negative dyadic coping ....................................................... 55 Tabel 3. Distribusi item skala dyadic coping sebelum uji coba ......................... 56 Tabel 4.. Skor skala kepuasan relasi romantis ................................................... 57. Tabel 5. Distribusi item skala kepuasan relasi romantis sebelum uji coba ........ 57 Tabel 6. Blueprint skala dyadic coping setelah dilakukan uji coba. .................. 60 Tabel 7. Blueprint skala kepuasan relasi romantis setelah uji coba ................... 62 Tabel 8. Koefisien reliabilitas skala dyadic coping ........................................... 63 Tabel 9. Data demografis subjek........................................................................ 67 Tabel 10. Hasil mean empirik dan mean teoretik ................................................ 69 Tabel 11. Kategori dyadic coping subjek............................................................. 70 Tabel 12. Kategori kepuasan relasi romantis ....................................................... 72 Tabel 13. Hasil uji normalitas .............................................................................. 72 Tabel 14. Hasil uji linearitas ................................................................................ 73 Tabel 15. Kriteria korelasi ................................................................................... 74 Tabel 16. Hasil uji korelasi spearman’s rho dyadic coping dan kepuasan relasi romantis ................................................................................................ 75 Tabel 17. Hasil uji korelasi spearman’s rho dimensi dyadic coping dan kepuasan relasi romantis ...................................................................................... 76. xvi.

(17) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR LAMPIRAN. Lampiran 1 Skala Uji Coba Penelitian .............................................................. 101 Lampiran 2 Reliabilitas Skala Dyadic Coping Dan Skala Kepuasan Relasi Romantis ........................................................................................ 112 Lampiran 3 Skala Penelitian ............................................................................. 118 Lampiran 4 Hasil Uji Mean Teoretik Dan Mean Empirik ................................ 126 Lampiran 5 Hasil Uji Normalitas ...................................................................... 128 Lampiran 6 Hasil Uji Linearitas ........................................................................ 130 Lampiran 7 Hasil Uji Hipotesis ......................................................................... 132 Lampiran 8 Hasil Uji Korelasi Masing-Masing Dyadic Coping Dan Kepuasan Relasi Romantis ............................................................................. 134. xvii.

(18) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. DAFTAR GAMBAR. Gambar 1. Kerangka Konseptual Hubungan Antara Dyadic Coping .................. 48. xviii.

(19) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya, manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain yang biasa disebut dengan kebutuhan afiliasi. DeGenova dan Rice (2005) menyatakan bahwa kebutuhan berafiliasi memunculkan ketertarikan dan keinginan untuk menjalin hubungan serius dengan orang lain, yaitu berpacaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), berpacaran berarti bercintaan, berkasih-kasihan dengan seseorang yang disebut dengan kekasih. Ikhsan (2003) menyebutkan bahwa berpacaran (dating) dikenal sebagai suatu bentuk hubungan intim atau dekat antara laki-laki dan perempuan yang didasari dengan cinta yang menggebugebu, rasa saling percaya, rasa saling menghormati, dan rasa saling mengandalkan satu sama lain. Adi (2000) mengatakan bahwa pacaran merupakan proses pematangan yang melibatkan kedua pasangan untuk kehidupan selanjutnya, yaitu pernikahan. Pacaran sebagai bentuk hubungan yang intim memiliki beberapa fungsi. Gambit (2000) menyatakan bahwa fungsi pacaran di antaranya adalah sarana belajar berkomunikasi secara heteroseksual, membangun kedekatan emosi, kedekatan fisik, dan sarana untuk mengalami proses pendewasaan kepribadian, serta sarana untuk mempersiapkan proses menuju jenjang pernikahan. Berdasarkan uraian mengenai berpacaran menunjukkan bahwa berpacaran memiliki perbedaan dengan pernikahan. Menurut Undang-undang Nomor 1. 1.

(20) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 2 tahun 1974 pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau membangun rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tujuan pernikahan diwujudkan dengan sikap saling membantu dan melangkapi antara suami dan istri supaya masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk mencapai kesejahteraan spiritual dan material. Berdasarkan uraian mengenai proses pacaran dan pernikahan, dapat ditarik kesimpulan bahwa di antara keduanya memiliki perbedaan. Proses pacaran merupakan sarana awal pasangan dalam mempersiapkan hubungan sebelum ke tahap pernikahan, sementara pernikahan merupakan tujuan setelah pasangan menjalani proses pacaran atau relasi romantis. Penelitian ini berfokus pada individu dewasa awal yang sedang menjalin relasi romantis. Pada proses relasi romantis, individu akan memberikan kesempatan dirinya untuk melebur bersama elemen-elemen emosional penting yang dapat mempengaruhi kepuasan hubungannya. Empat elemen penting tersebut adalah rasa kepercayaan satu sama lain, komunikasi, keintiman, dan komitmen yang disepakati bersama (Karsner, 2001). Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2001) mengemukakan bahwa keintiman adalah kemampuan untuk berhubungan dekat, menjalin kehangatan dan menjalin komunikasi dengan orang lain, seperti contohnya berinteraksi dengan teman, kekasih, dan orang lain yang baru ditemui. Erikson menjelaskan bahwa proses individu menjalin intimasi berlangsung pada tahap dewasa awal..

(21) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 3 Arnett (2015) mengklasifikasikan masa dewasa awal pada rentang usia 18 sampai 29 tahun. Terdapat lima hal yang menjadi ciri khas perkembangan di masa dewasa awal, yaitu (1) eksplorasi identitas yang terlihat dari sikap individu untuk mencoba berbagai kesempatan dan pilihan hidup, khususnya dalam hal relasi romantis dan pekerjaan; (2) ketidakstabilan terkait relasi romantis, pekerjaan, tempat tinggal dan pendidikan; (3) fokus diri merujuk pada individu berfokus pada dirinya; (4) feeling in between yang merujuk pada masa transisi; (5) usia dengan berbagai kemungkinan, ketika individu memiliki peluang untuk mengubah kehidupan mereka. Arnett (2004) memaparkan bahwa individu dikatakan menjadi dewasa apabila berani menerima tanggung jawab atau akibat dari tindakan sendiri dan menentukan nilai serta keyakinan sendiri untuk menjalin relasi romantis dan bekerja. Erikson (dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2001) mengungkapkan bahwa apabila individu tidak dapat memenuhi tugas perkembangan pada masa dewasa awal khususnya dalam menjalin komitmen dengan individu lainnya, maka akan terjadi krisis intimacy vs isolation. Individu yang tidak dapat menjalin hubungan yang baik dengan sesama akan terisolasi dari lingkungan sosialnya. Arnett dan Erikson (dalam Demir, 2007) mengemukakan bahwa relasi romantis merupakan tugas inti perkembangan pada tahap transisi menuju dewasa awal untuk membentuk dan mempertahankan relasi dengan pasangannya. Relasi romantis juga diperlukan oleh dewasa awal untuk membantu terbebas dari isolasi emosional yang dapat mengakibatkan seseorang takut memiliki hubungan dengan orang lain karena tidak ingin.

(22) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 4 terlibat dalam suatu hubungan intim (Erikson, dalam Hall & Lindzey, 1993). Argumen tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Berscheid, Synder, dan Omoto (dalam Demir, 2008) yang menjelaskan bahwa relasi romantis merupakan relasi dekat yang dimiliki oleh dewasa muda. Hal tersebut selaras dengan penelitian lain yang mengungkapkan bahwa terdapat 70% individu usia 18 tahun menjalin relasi romantis. Fakta lain mengungkapkan bahwa relasi romantis juga menjadi status bagi dewasa muda dalam lingkup pertemanan mereka (Collins, 2003). Uraian terkait teori perkembangan menekankan betapa pentingnya bagi dewasa awal untuk menjalin relasi romantis dengan orang lain. Argumen lain mengenai pentingnya relasi romantis bagi dewasa awal adalah relasi romantis yang dijalin dengan baik dapat meningkatkan kesejahteraan (Demir, 2008), konsep diri romantis, dan self-worth (Collins, 2003). Penelitian tersebut didukung oleh penelitian lain yang membuktikan bahwa relasi romantis yang dijalin dengan baik dapat berkontribusi terhadap kebahagiaan ((Demir, 2008; Kawamichi, Sugawara, Hamano, Makita, Matsunaga, Tanabe, Ogino, Salto, & Sadato, 2016) dan kepuasan relasi romantis (Collibe & Furman, 2015; Hassebrauck & Fehr, 2002; Sánchez, Muñoz-Fernández, & Ortega-Ruiz, 2017). Relasi romantis yang dijalin dengan baik dapat terlihat dari dukungan pasangan, afeksi dan pengasuhan yang terdapat di dalam relasi romantis, sehingga meminimalisir potensi salah seorang dari pasangan terlibat dalam kasus kriminalitas (Collibee & Furman, 2015)..

(23) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 5 Pada kenyataannya dalam proses membina relasi romantis pada dewasa awal ini sering kali ditemukan ketidakpuasan dalam hubungan romantis. Ketidakpuasan dalam hubungan romantis seringkali disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara input dan output tiap pasangan, perbedaan pendapat atau opini dan pola pikir yang menyebabkan konflik, kecemburuan terhadap pasangan, dan komunikasi yang tidak tersampaikan dengan lancar (Regan, 2003), dan tingginya persepsi dominasi dari pasangan (Yu, Branje, Keijsers, & Meeus, 2014). Contoh konkretnya ketika seseorang bertengkar dengan pasangannya karena salah satu persoalan, maka hal tersebut kemungkinan besar akan memengaruhi mood yang kemudian akan terbawa dalam pikiran. Sehingga hal tersebut dapat mengganggu kegiatan sehari-harinya. Persoalan dapat muncul akibat sering terjadinya ketidakcocokan dalam penyampaian sebuah pendapat ataupun komunikasi yang terjalin dalam relasi romantis kurang begitu baik yang beberapa di antaranya berakhir pada perselingkuhan dan berakhirnya sebuah hubungan (Haber & Runyon, 1984). Relasi romantis yang terjalin tidak lancar memiliki dampak pada kecemasan dan depresi yang memengaruhi individu dalam mempertahankan relasi romantis, serta dapat berdampak pada penggunaan obat-obatan terlarang yang dilakukan sebagai bentuk coping untuk mengatasi ketidakpuasan dalam relasi romantis yang dijalin (Collibe & Furman, 2015). Kepuasan relasi romantis diartikan sebagai evaluasi subjektif individu terhadap dimensi-dimensi relasi romantis bersama pasangan yang melibatkan penilaian terkait perasaan, pikiran, dan perilaku (Hendrick, 1988a; Rusbult,.

(24) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 6 1983). Dimensi-dimensi relasi romantis tersebut, yaitu cinta, masalah, dan harapan (Hendrick, 1988a). Namun, pada kenyataannya kepuasan relasi romantis dapat berubah menjadi sebuah ketidakpuasan yang dirasakan individu maupun pasangan dalam relasi romantisnya. Ketidakpuasan dalam relasi romantis memiliki berbagai dampak pada individu atau kedua pasangan. Dampak pertama, yaitu secara aspek emosional individu yang digambarkan dengan tingginya konflik yang bersifat destruktif, kereaktifan psikologis, kesedihan, dan hilangnya motivasi untuk melakukan hubungan seksual (Beach, Katz, Kim, Brody, 2003). Dampak kedua, yaitu individu yang merasa tidak puas dengan relasi romantis bersama pasangan memiliki potensi yang tinggi dalam mengalami gejala depresi yang muncul dalam waktu dekat maupun dikemudian hari (Beach et al., 2003; DiBello, Preddy, Øverup, Neighbors, 2017). Dampak lain dari ketidakpuasan yang dirasakan individu dalam relasi romantisnya adalah terkait kesehatan fisik individu. Hal ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan adanya penurunan sistem imun (Beach et al., 2003; Kiecolt-Glaser & Wilson, 2017). Penelitian lain menyebutkan bahwa rendahnya kepuasan relasi romantis berkaitan dengan tingginya individu untuk mengkonsumsi alkohol dan perilaku tidak menyehatkan lainnya dibandingkan dengan individu yang merasa puas dengan relasi romantis yang dijalin bersama pasangan (Khaddouma, Shorey, Brasfield, Febres, Zapor, Elmquist, & Stuart, 2016)..

(25) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 7 Uraian mengenai respons dan dampak dari ketidakpuasan relasi romantis diperkuat dengan hasil temuan lapangan yang dilakukan oleh peneliti dengan metode wawancara pada empat responden dewasa awal. Empat responden tersebut terdiri dari mahasiswa dari Universitas A yang mengatakan bahwa relasi romantis yang dijalin dengan pasangannya dulu mengalami krisis komunikasi. Ia menyatakan bahwa komunikasi yang dijalin dengan pasangannya tidak intens karena keduanya sibuk dengan kegiatan kampus, sehingga hal tersebut menyebabkan pasangannya berselingkuh dengan orang lain karena pasangannya merasa tidak bahagia dengan mahasiswa dari Universitas A ini. Selanjutnya, dua mahasiswa dari Universitas B yang memiliki pengalaman yang sama terkait relasi romantisnya. Mereka mengatakan bahwa merasa tidak puas dengan relasi romantisnya karena pasangan tidak hadir ketika mereka sedang memiliki masalah, sehingga merasa tidak ada dukungan dari pasangan. Hal tersebut yang menyebabkan mereka untuk mengakhiri relasi romantis yang dijalin bersama pasangan. Mahasiswa dari Universitas D menceritakan alasan merasa tidak puas dengan relasi romantisnya karena ia merasa kontribusi yang diberikan kepada pasangan tidak seimbang dengan apa yang ia dapatkan dari pasangan. Hal tersebut berdampak pada pengakhiran relasi romantis yang dijalin bersama pasangannya. Hasil wawancara menunjukkan bahwa persoalan yang menyebabkan munculnya ketidakpuasan antara lain (1) komunikasi yang kurang intens; (2) tidak hadirnya pasangan ketika individu mengalami masalah; (3) ketidakseimbangan antara kontribusi yang diberikan dengan timbal balik yang diterima. Dampak.

(26) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 8 dari ketidakpuasan menurut pengalaman relasi romantis dari narasumber antara lain perselingkuhan dan pengakhiran hubungan. Uraian mengenai wawancara narasumber di atas didukung oleh beberapa berita yang telah melakukan survei di Indonesia menyatakan bahwa sebanyak 40 % laki-laki dan perempuan di Indonesia pernah melakukan perselingkuhan. Hasil tersebut menempatkan Indonesia pada peringkat kedua sebagai negara dengan kasus perselingkuhan terbanyak. Salah satu kasus perselingkuhan yang terjadi di Indonesia baru-baru ini adalah kasus seorang wanita di Bogor yang diselingkuhi hingga mendapatkan kekerasan fisik yang dilakukan oleh suaminya. Kasus-kasus perselingkuhan yang terjadi mayoritas karena munculnya rasa bahagia dan ketidakpuasan dalam relasi yang dijalin bersama pasangannya. Secara konseptual, terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan relasi romantis pada individu dewasa awal. Faktor pertama yang dapat memengaruhi kepuasan relasi romantis adalah komponen cinta. De Andrade et al. (2015) menjelaskan hasil penelitiannya bahwa komponen cinta merupakan salah satu prediktor dalam kepuasan hubungan yang menunjukkan perbedaan terkait jenis kelamin. Bagi perempuan, komponen gairah, keintiman, dan komitmen menunjukkan hubungan yang signifikan. Namun, bagi laki-laki, komponen komitmen tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Meski demikian, penelitian ini dilakukan di negara bagian Barat tepatnya di Brazil yang secara konseptual memiliki perbedaan budaya dengan Indonesia terkait relasi romantis..

(27) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 9 Perbedaan budaya dapat mempengaruhi seseorang dalam menjalin relasi romantis dengan pasangannya (Kim & Hatfield, 2004). Hal tersebut berpengaruh terhadap perilaku dalam cara individu mengekspresikan cinta dan bagaimana individu memaknai cinta pada relasi romantis dengan pasangannya (Braudel, Fehr, Hatfield, & Rapson, Hong, dalam Kim & Hatfield, 2004; Hatfield, Rapson, & Martel, dalam Karandashev, 2015). Orang-orang dengan budaya barat cenderung mengekspresikan perasaan cinta kepada pasangannya secara eksplisit, yaitu dengan cara mengungkapkan secara langsung melalui kata-kata. sementara. orang-orang. dengan. budaya. timur. cenderung. mengungkapkan perasaan cinta kepada pasangannya secara implisit, yaitu melalui tindakan (Nadal, dalam Karandashev, 2015). Faktor kedua yang memengaruhi kepuasan relasi romantis adalah efikasi diri. Weiser dan Weigel (2016) menyebutkan bahwa individu yang memiliki kemampuan efikasi diri yang baik cenderung memperlihatkan perilaku yang dapat mempertahankan keutuhan relasi romantis yang berfungsi meningkatkan kepuasan relasi romantis. Meskipun demikian, penelitian ini memiliki keterbatasan,. yaitu. tidak. memperhitungkan. faktor-faktor. lain. yang. kemungkinan terkait dengan efikasi diri dan kepuasan relasi romantis, seperti konflik, self-esteem, dan kelekatan. Faktor ketiga yang dapat memengaruhi kepuasan relasi romantis adalah tipe kepribadian. Malouff, Thorsteinsson, Schutte, Bhullar, dan Rooke (2010) menyebutkan bahwa individu dengan tipe kepribadian agreeableness, conscientiouness, dan extraversion cenderung memiliki kepuasan yang tinggi.

(28) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 10 terhadap relasi romantisnya apabila dibandingkan dengan individu yang memiliki tipe kepribadian neuroticism. Terdapat keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu tipe kepribadian extraversion memengaruhi kepuasan relasi romantis secara signifikan hanya pada beberapa budaya saja. Faktor keempat adalah penyelesaian masalah. Kurdek (1994) seorang peneliti gaya konflik yang menunjukkan bahwa pemecahan masalah secara positif yang melibatkan perilaku aktif dan konstruktif merupakan prediktor yang baik untuk kualitas dan stabilitas relasi. Meski demikian, penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu tidak memberikan indikator perilaku secara jelas terkait menyelesaikan masalah dengan perilaku aktif dan konstrutif. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah hasil temuan hanya berhenti pada menyelesaikan permasalahan yang diungkap dengan gaya manajemen konflik dan dengan subjek yang sangat bervariasi, mulai dari gay, lesbi, dan couples non parent. Sementara, apabila permasalahan yang muncul di antara kedua pasangan atau suatu hubungan, hal tersebut dapat memunculkan situasi stres yang membuat individu atau kedua pasangan merasa tidak nyaman (Murdiyana & Haryo, 2012). Oleh sebab itu, ketika permasalahan muncul, individu akan melakukan upaya untuk mengelola situasi tidak nyaman atau stres tersebut dengan caranya masing-masing atau biasa dikenal dengan coping (Murdiyana & Haryo, 2012). Individu penting untuk melakukan coping terhadap persoalan dalam situasi stres yang sedang dihadapi supaya tidak mengganggu kesejahteraan individu dan dapat mempertahankan relasi yang sedang dijalin (Haber & Ruyon, 1984)..

(29) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 11 Murdiyana dan Haryo (2012) menyebutkan pada penelitiannya dengan subjek remaja putri yang memutuskan untuk menikah di usia muda dan kemudian mengalami situasi tidak nyaman serta stres. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa remaja putri yang tertekan cenderung tidak mengungkapkan perasaannya kepada suami supaya pernikahannya baik-baik saja. Alhasil, mayoritas remaja putri memilih coping dengan menangis dan berdoa kepada Tuhan supaya masalahnya cepat selesai tanpa mendiskusikan solusi terbaik dengan pasangan. Coping merupakan kemampuan yang dilakukan individu dalam mengatasi perbedaan yang ada antara tuntutan situasi dan sumber daya yang dimiliki dalam persoalan yang sedang terjadi (Sarafino, 2012) dan proses ini melibatkan upaya kognitif serta tingkah laku yang terus berubah untuk mengelola perbedaan tersebut (Lazarus & Folkman, 1984). Bodenmann mengklasifikasikan coping dalam suatu hubungan interpersonal (misalnya berpacaran) menjadi tiga, yaitu individual coping yang menggunakan sumber daya personal, meliputi kognitif, tingkah laku, dan emosi, dyadic coping yang menggunakan keterlibatan kedua pasangan dalam mengatasi stres atau konflik yang terjadi pada proses hubungan interpersonal, dan mencari dukungan sosial dari lingkungan sekitar, seperti teman, kerabat, anggota keluarga yang lain (Bodenmann, 2005; Bodenmann, Jenewein, Meier, & Morgeli, 2011). Menurut Bodenmann (2005), individual coping merupakan salah satu jenis coping yang menggunakan sumber daya individu untuk mengelola permasalahan yang sedang dialami. Lazarus dan Folkman (1984) membagi.

(30) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 12 coping menjadi dua menurut fungsinya, yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused coping adalah usaha coping yang dilakukan langsung mengarah pada sumber masalah dan menghilangkan masalah dengan cara melakukan tindakan aktif yang berkaitan dengan situasi masalah yang dihadapi. Sementara emotion-focused coping adalah usaha coping yang diarahkan pada emosi-emosi negatif yang berhubungan dengan sumber masalah. Bodenmann (2000) menjelaskan bahwa saat berhadapan dengan situasi stressful, pertama kali individu akan melakukan coping secara individual, baik langsung menyelesaikan masalahnya (problem-focused) atau melakukan coping terhadap emosi negatif yang muncul (emotion-focused). Bodenmann (2005) menyatakan bahwa apabila proses individual coping dianggap kurang berhasil dalam mengatasi masalah, maka kemudian dyadic coping akan berperan dengan adanya keterlibatan pasangan dalam menghadapi masalah yang dihadapi. Berdasarkan uraian mengenai coping dan individual coping tampak bahwa upaya coping yang lebih kongruen terjadi ketika kedua pasangan terlibat dalam mengatasi permasalahan dalam situasi stres dengan cara yang sama atau saling melengkapi (Bodenmann, 2005). Oleh sebab itu, muncul konsep coping lain yang disebut dengan dyadic coping yang didasarkan pada kualitas upaya bersama dalam menyelesaikan masalah sejauh yang dipersepsikan individu yang dapat meningkatkan kepuasan relasi romantis yang sedang dijalin (Bodenmann, 2005)..

(31) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 13 Dyadic coping diartikan sebagai kualitas upaya bersama dalam menyelesaikan masalah sejauh yang dipersepsikan individu. Upaya bersama yang dimaksud meliputi interaksi, timbak balik, dan keterlibatan kedua pasangan. Dyadic coping terdiri dari positif dyadic coping, yaitu supportive dyadic coping, common dyadic coping, delegate dyadic coping dan negative dyadic coping. Negative dyadic coping terdiri dari hostile dyadic coping, ambivalent dyadic coping dan superficial dyadic coping. Pertimbangan dyadic coping sangat penting karena mengingat bahwa perilaku pasangan yang terampil dapat dialami oleh pasangan yang stres sebagai hal yang mengganggu dan kontraproduktif, sementara pasangan yang tidak terampil dalam perilaku yang menenangkan saat sedang stres mungkin memperburuk daripada mengurangi frustasi dan kemarahan. Dyadic coping memiliki tujuan utama yaitu mengatasi permasalahan dalam situasi stres dan meningkatkan kepuasan suatu hubungan. Selain itu, dyadic coping juga bertujuan untuk menyeimbangkan well-being secara individu atau pasangan. Pasangan yang memiliki hubungan dyadic coping yang baik akan memperoleh keuntungan dalam suatu hubungan. Selain itu, dyadic coping dapat meningkatkan rasa percaya diri, rasa aman dan kedekatan antar pasangan (Bodenmann, 2005). Terkait dengan kepuasan relasi romantis, beberapa peneliti terdahulu sudah meneliti topik ini dengan subjek dewasa yang sedang menjalin relasi romantis. Partisipan yang diteliti merupakan mahasiswa dan mahasiswi perguruan tinggi yang belum menikah (DiBello et al., 2017; Khaddouma et al.,.

(32) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 14 2016; Sánchez, et al., 2017; Weiser & Weigel, 2016). Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa kepuasan relasi romantis didukung oleh efikasi diri (Weiser & Weigel, 2016), komponen cinta (De Andrade et. al., 2015), dan kelekatan (Renada, 2018). Hasil penelitian tersebut diperoleh melalui metode kuantitatif korelasional. Kepuasan relasi romantis juga pernah diteliti sebagai variabel bebas yang memengaruhi motivasi individu untuk mengubah kebiasaan buruk yang tidak menyehatkan, seperti mengurangi konsumsi minuman beralkohol (Khaddouma et al., 2016). Kepuasan relasi romantis juga memengaruhi kesehatan mental dan fisik (Beach et. al., 2003; Kiecolt-Glaser & Wilson, 2017). Berdasarkan dengan karakteristik hubungan, mayoritas penelitian terdahulu meneliti kepuasan relasi romantis memiliki implikasi pada konteks pernikahan (Aron & Henkemeyer, 1995; Beach & Katz, 2003; Gottman & Levenson, 1992; Sakinah & Kinanthi, 2018). Kepuasan relasi romantis juga diteliti dalam konteks berpacaran, namun hanya terbatas pada mahasiswa (Khaddouma et al., 2016; Öner, 2000; Weiser & Weigel, 2016). Terkait dengan lokasi penelitian, penelitian terdahulu mengenai kepuasan relasi romantis umumnya dilakukan di negara bagian Barat (Chonody, Gabb, & Killian, 2016; Dandurand, 2013; Demir, 2008; Hassebrauck & Fehr, 2002; Khaddouma, et al., 2016; Sánchez, et al., 2017; Weiser & Weigel, 2016; Yoo, 2013). Beberapa penelitian terkait kepuasan relasi romantis dilakukan di Indonesia. Penelitian tersebut mengkaji keterkaitan kepuasan relasi romantis dengan kelekatan pada mahasiswa (Renada, 2018). Penelitian lain yang.

(33) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 15 dilakukan di Indonesia mengkaji mengenai hubungan antara pengungkapan diri dan kepuasan relasi romantis pada individu yang menikah melalui proses ta’aruf (Sakinah & Kinanthi, 2018). Terkait dengan dyadic coping, mayoritas penelitian terdahulu juga dilakukan di negara bagian Barat (Bodenmann, 2005; Papp dan Witt, 2010; Badr, Cindy, Deborah, Massimo, & Tracey, 2010). Penelitian terdahulu terkait dyadic coping menunjukkan bahwa dyadic coping penting dilakukan dalam mengelola persoalan dan situasi stres dalam sebuah hubungan romantis mengingat dyadic coping dapat memengaruhi kesejahteraan kedua pasangan terhadap jalinan relasi romantis yang pada penelitian ini fokus pada pasangan yang sudah menikah (Bodenmann, 2005). Penelitian lain terkait dyadic coping menunjukkan bahwa dyadic coping dianggap sebagai prediktor utama untuk menghadapi salah satu pasangan dengan penyakit kronis menular dalam lingkup kesehatan, psikososial dan relation outcomes (Berg & Upchurch, 2007). Penelitian terdahulu mengenai dyadic coping menunjukkan bahwa common dyadic coping memiliki hubungan signifikan yang berbeda antara pasien penderita kanker payudara dan pasangannya. terkait. dengan. kepuasan. pernikahan.. Hasil. penelitian. menunjukkan bahwa upaya penggunaan common dyadic coping memberikan manfaat bagi pasien dan pasangan dalam hal penyesuaian dyadic coping yang lebih besar (Badr et. al., 2010). Terdapat penelitian terdahulu terkait dyadic coping yang dilakukan di Indonesia dengan partisipan pasien dengan penyakit kronis dan pasangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dyadic coping berkorelasi positif dengan pasien penyakit kronis dan pasangannya daripada.

(34) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 16 individual coping yang dilakukan sendiri oleh pasien (Setyorini, 2012). Uraian di atas menunjukkan adanya keterkaitan antara dyadic coping dan kepuasan relasi romantis. Terdapat penelitian mengenai hubungan antara dyadic coping dan kepuasan relasi romantis, namun dengan subjek individu separuh baya dengan rentang usia 40-44 tahun dan dilakukan di negara bagian Barat (Bodenmann, 2006). Peneliti lain meneliti tentang hubungan individual coping, dyadic coping dengan kepuasan relasi romantis, namun dengan subjek yang sudah menikah dan salah satu pasangan menderita penyakit kronis (Berg & Upchurch, 2007; Badr, Cindy, Deborah, Massimo, & Tracey, 2010; Setyorini, 2012). Uraian mengenai penelitian-penelitian terdahulu terkait dyadic coping dan kepuasan relasi romantis menunjukkan adanya beberapa defisiensi dalam penelitian yang telah dilakukan, yaitu (1) penelitian dilakukan di negara-negara Barat; (2) penelitian terkait dyadic coping yang di lakukan di Indonesia menggunakan partisipan pasien penderita penyakit kronis, seperti kanker dan jantung; (3) partisipan yang digunakan terlalu bervariasi, yaitu gay, lesbian, dan couples non parent; (4) konteks yang diteliti adalah individu menikah yang memiliki dinamika berbeda dengan individu yang berpacaran; (5) penelitian dengan konteks pacaran dibatasi oleh subjek yang memiliki status sebagai mahasiswa dan bukan terletak pada rentang usia subjek. Kebaruan dari penelitian ini adalah lokasi penelitian yang dilakukan di Indonesia. Bertolak pada uraian sebelumnya mengenai perbedaan budaya.

(35) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 17 terkait relasi romantis di negara bagian Barat dan Indonesia memiliki perbedaan,. yaitu. orang-orang. dengan. budaya. Barat. cenderung. mengekspresikan perasaan cinta kepada pasangannya secara langsung melalui kata-kata,. sementara. orang-orang. dengan. budaya. timur. cenderung. mengungkapkan perasaan cinta kepada pasangannya melalui tindakan (Nadal, dalam Karandashev, 2015). Kebaruan lain dari penelitian ini adalah subjek penelitian yang terdiri dari laki-laki dan wanita dewasa awal dengan rentang usia 18-29 tahun (Arnett, 2015). Kepuasan relasi romantis sangat penting bagi dewasa awal untuk dapat membina relasi romantis stabil dan langgeng demi memenuhi tuntutan masyarakat untuk menikah pada usia 30 tahun (Gottman & Levenson, 1992; Santrock, 2011; Wildsmith et al., 2013). Lebih lanjut, penelitian ini memiliki kebaruan pemilihan subjek yang sedang berpacaran. Bertolak pada uraian yang sudah dipaparkan terkait fungsi dari berpacaran menurut Gambit (2000), pacaran atau menjalin relasi romantis memiliki fungsi sebagai sarana belajar berkomunikasi secara heteroseksual meliputi komunikasi penyelesaian konflik, sebagai sarana untuk mengalami proses pendewasaan kepribadian, dan sebagai sarana untuk mempersiapkan proses menuju jenjang pernikahan. Penelitian terkait dyadic coping mayoritas menggunakan pasangan yang sudah menikah dengan berfokus pada permasalahan yang terjadi dalam pernikahan. Penelitian ini menggunakan subjek pasangan yang sedang berpacaran dengan tujuan, antara lain : (1) mengenalkan sejak dini kepada pasangan dewasa awal mengenai dyadic coping; (2) membantu pasangan dewasa awal dalam pemahaman upaya dyadic.

(36) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 18 coping; (3) membantu mempersiapkan pasangan dewasa awal sebelum ke jenjang pernikahan terkait pemahaman dyadic coping. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa topik penelitian ini penting untuk diteliti karena dapat membantu pasangan dewasa awal dalam mempersiapkan proses menuju jenjang pernikahan terkait dengan upaya bersama dalam menyelesaikan masalah. Berdasarkan kebaruan penelitian ini dan defisiensi penelitian terdahulu, peneliti berinisiatif meneliti hubungan dyadic coping dan kepuasan relasi romantis. Penelitian ini dilakukan dengan fokus partisipan pada laki-laki dan perempuan dewasa awal dengan rentang usia 18 sampai 29 tahun (Arnett, 2015) yang sedang menjalin relasi romantis dengan pasangan. Relasi romantis dibatas pada relasi berpacaran serta partisipan yang terlibat belum dan sedang tidak terikat pernikahan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan tujuan melihat hubungan dyadic coping dan kepuasaan relasi romantis yang sedang dijalani oleh individu dewasa awal. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Creswell (2009) menyatakan bahwa metode survey merupakan deskripsi numerik mengenai nilai, keyakinan, dan sikap populasi dengan cara meneliti sampel dari populasi tersebut. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena dapat memberikan pengertian dan pemahaman mengenai hubungan dyadic coping dan kepuasan relasi romantis. Individu dewasa awal penting untuk memahami upaya yang tepat untuk mengelola persoalan dan situasi stres dalam relasi romantis serta bagaimana hal tersebut berkaitan dengan kepuasan individu terhadap relasi.

(37) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 19 romantis yang dijalin dengan pasangan. Relasi romantis yang memuaskan penting untuk diwujudkan karena memiliki beberapa manfaat yang dirasakan oleh kedua pasangan, yaitu dapat mengurangi kemungkinan untuk memutuskan hubungan, meningkatkan stabilitas relasi, dan meningkatkan kesehatan mental (Malouff et al., 2010). Manfaat lain dari hasil penelitian ini juga dapat membantu dewasa awal dalam mengurangi stres untuk setiap pasangan, menumbuhkan perasaan kebersamaan antar pasangan, serta dapat menumbuhkan perasaan rasa saling percaya, keandalan, komitmen, dan persepsi bahwa hubungan adalah sumber daya yang mendukung dalam keadaan sulit (Bodenmann, 2005). Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian penelitian ilmiah terkait dyadic coping dan kepuasan relasi romantis serta menjadi referensi bagi para praktisi dalam memberikan informasi mengenai kualitas upaya bersama menyelesaikan masalah sejauh yang dipersepsikan individu pada konteks relasi romantis, khususnya pada dewasa awal. B. Rumusan Masalah Apakah ada hubungan yang positif antara dyadic coping dan kepuasan relasi romantis pada dewasa awal yang sedang berpacaran ? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan positif antara dyadic coping dan kepuasan relasi romantis yang dialami oleh dewasa awal yang sedang berpacaran..

(38) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 20 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoretis Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu memberikan sumbangan pengetahuan terkait hubungan dyadic coping dan kepuasan relasi romantis pada individu dewasa awal secara lebih lanjut khususnya dalam ilmu Psikologi bidang perkembangan. 2. Manfaat praktis a. Dewasa awal Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi bagi dewasa awal untuk meningkatkan kemampuan dewasa awal dalam mengelola dan menghadapi permasalahan bersama pasangan. b. Instansi Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi biro-biro psikologi untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya kemampuan dyadic coping dalam meningkatkan kepuasan relasi romantis, baik dalam konteks pernikahan maupun berpacaran..

(39) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Relasi Romantis 1. Definisi kepuasan relasi romantis Kepuasan relasi romantis terdiri dari kata kepuasan dan frasa relasi romantis. Berdasarkan hal tersebut, pada bagian ini akan dibahas terlebih dahulu arti kata kepuasan dan frasa relasi romantis sebelum memahami lebih lanjut makna dari kepuasan relasi romantis. Menurut. Kamus. Besar. Bahasa. Indonesia. (2008). kepuasan. didefinisikan sebagai perasaan puas, kesenangan, dan kelegaan. Kepuasan juga dapat didefinisikan sebagai perasaan yang dialami seseorang ketika keinginannya berhasil terpenuhi. Sementara itu, relasi romantis berkaitan dengan keterhubungan dan ikatan yang disertai hasrat dan keintiman untuk menjalin hubungan (Stenberg, dalam Florsheim, 2003). Hal ini sehubungan dengan pendapat tokoh lain mengenai relasi romantis yang diartikan sebagai hubungan romantis yang dialami seseorang dengan orang yang disukainya (Florsheim, 2003). Relasi romantis atau yang biasa disebut sebagai berpacaran juga dapat didefinisikan sebagai suatu hubungan yang melibatkan dua orang bertemu dan melakukan aktivitas bersama agar dapat saling mengenal satu sama lain (DeGenova & Rice, 2005). Tokoh lain menganggap relasi romantis sebagai kegiatan bersenang-senang antara pria dan wanita yang belum menikah, hal ini akan menjadi dasar utama yang. 21.

(40) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 22 dapat memberikan pengaruh timbal balik untuk hubungan selanjutnya (Bowman dalam DeGenova & Rice, 2005). Selain itu, pendapat dari tokoh lain menjelaskan bahwa relasi romantis adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan yang didominasi oleh afeksi serta disposisi umum individu mengenai cinta, perkawinan, dan keluarga (De Munck, 1998). Relasi romantis yang dijalin oleh individu dewasa awal juga dapat diartikan sebagai proses pertemuan antar individu dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan dalam menjalin hubungan pacaran, bertunangan atau menikah (Benokraitis, 2009 ; Mollen & Domingue, 2009). Uraian di atas mengenai pengertian kepuasan dan relasi romantis selaras dengan definisi kepuasan relasi romantis menurut beberapa ahli. Kepuasan relasi merupakan evaluasi interpersonal seseorang yang berhubungan dengan persepsi awal seseorang terhadap pasangan dengan persepsi pada kenyataannya, yaitu bagaimana pasangan merespon kebutuhan individu dengan merasakan hal positif serta ketertarikannya pada relasi yang sedang ia jalani (Hendrick, 1988 ; Rusbult, 1983). Kepuasan relasi romantis juga dapat dianggap sebagai salah satu penilaian utama dalam sebuah relasi untuk menilai perasaan, pikiran dan perilaku dalam relasi romantis, misalnya hubungan perkawinan (Hendrick, 1988). Secara harafiah, kepuasan relasi romantis berbeda dengan kualitas relasi romantis di mana kualitas relasi romantis diartikan sebagai baik atau buruknya.

(41) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 23 evaluasi individu mengenai relasi yang dijalin bersama pasangan (Rogge, Fincham, Crasta, & Maniaci, 2016). Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan relasi romantis merupakan evaluasi subjektif individu terhadap dimensi-dimensi relasi romantis bersama pasangan pasangan yang melibatkan penilaian terhadap perasaan, pikiran dan perilaku. 2. Pengukuran kepuasan relasi romantis Bagian sebelumnya telah diuraikan bahwa kepuasan relasi romantis diartikan sebagai kepuasan yang dirasakan individu terhadap hasil evaluasinya akan dimensi-dimensi dalam relasi romantis. Kepuasan dalam penelitian ini bersifat unidimensional dan unifaktorial (Hendrick et al., 1998) serta direpresentasikan dalam satu pernyataan tunggal, yaitu seberapa puas subjek terhadap dimensi-dimensi relasi romantis. Berikut akan dipaparkan dimensi-dimensi dalam relasi romantis menurut Hendrick (1988) beserta indikatornya : a. Cinta (love) Baron dan Byme (2005) mendefinisikan cinta sebagai suatu kombinasi emosi, kognisi, dan perilaku yang dapat terlibat dalam hubungan intim. Individu dapat mengekspresikan cinta melalui banyak hal, seperti melalui komunikasi verbal berupa pengungkapan perasaan sayang kepada pasangan, ataupun melalui komunikasi nonverbal berupa ekspresi afeksi, seperti genggaman, pelukan, ciuman, dan perasaan tenang ketika bersama dengan orang yang dicintai. Selain itu, cinta juga.

(42) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 24 dapat diekspresikan dalam bentuk materi, seperti memberi hadiah atau sesuatu yang dibutuhkan oleh pasangan, sementara itu dalam bentuk nonmateri dapat berupa membantu pasangan, memberikan dukungan, serta menghargai pendapat satu sama lain. Bird dan Melville (1994) mengemukakan bahwa merasakan cinta serta kedekatan dengan pasangan atau orang yang disayangi dapat memengaruhi kepuasan individu pada hubungan romantis yang sedang dijalani, sebaliknya saat individu tidak merasakan cinta dalam hubungannya maka akan berujung pada perpecahan dalam relasi tersebut. b. Masalah Masalah merupakan hal yang wajar untuk terjadi dan tidak dapat dihindari, terutama dalam suatu hubungan romantis di mana pasangan saling tergantung satu sama lain (William, Sawyer, & Wahlstrom, 2006). Masalah yang sering terjadi dalam suatu hubungan romantis merupakan usaha mengatasi konflik akibat adanya perbedaan pendapat atau perilaku masing-masing individu (Taylor, Peplau, & Sears, 2006) Masalah terjadi karena ketidaksesuaian antara ekspektasi individu terhadap realita yang dimunculkan oleh pasangan kepada individu. Masalah dapat bersifat menguatkan hubungan atau malah menghancurkan hubungan, tergantung bagaimana pasangan menyelesaikannya (William, Sawyer, & Wahlstrom, 2006). Salah satu faktor yang dapat memengaruhi kelangsungan sebuah hubungan romantis adalah bagaimana pasangan menghadapi konflik.

(43) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 25 dalam hubungan romantis mereka. Pasangan bebas untuk memiliki pendapat yang berbeda atau mengungkapkan ketidaksetujuan terhadap suatu isu tanpa merusak hubungan dengan pasangan, namun jika pasangan dapat belajar bagaimana menghadapinya serta mengungkapkan apa yang sebenarnya mereka rasakan dengan cara yang tepat, pasangan dapat melalui masalah mereka (William, Sawyer, & Wahlstrom, 2006). c. Harapan Harapan merupakan keinginan individu yang ingin dicapai dalam suatu hubungan. Seseorang akan merasa puas jika hubungan yang dijalaninya sesuai dengan harapan dan perkiraannya (Taylor, Peplau, & Sears, 2006). Hal yang dapat membuat seseorang merasa lebih baik dalam hubungan romantisnya adalah jika ia dapat menyakinkan dirinya bahwa hubungan yang ia jalani lebih baik dari hubungan orang lain (Taylor, Peplau, & Sears, 2006). Berdasarkan paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepuasan relasi. romantis. bersifat. unidimensional. dan. unifaktorial. yang. direpresentasikan dalam pernyataan seberapa puas subjek terhadap dimensidimensi relasi romantis yang meliputi cinta, masalah, dan harapan. 3. Prediktor kepuasan relasi romantis Kepuasan relasi romantis memiliki beberapa prediktor yaitu: a. Efikasi diri Individu dengan kemampuan efikasi diri yang baik cenderung berhasil melakukan negosiasi terkait konflik yang sedang dihadapi..

(44) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 26 Teratasinya konflik dalam relasi akan meningkatkan kepuasan relasi romantis. Individu dengan kemampuan efikasi diri yang baik memiliki keyakinan bahwa ia mampu melakukan suatu hal dengan baik. Hal ini akan mengarah pada hasil yang diinginkan. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa efikasi diri mendorong individu untuk menunjukkan sikap dan perilaku yang mengarah pada keutuhan relasi romantis. Hal tersebut akan meningkatkan kepuasan relasi romantis (Weiser & Weigel, 2016). Meskipun demikian, terdapat keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu tipe kepribadian extraversion memengaruhi kepuasan relasi romantis secara signifikan hanya pada beberapa budaya saja. b. Tipe kepribadian Malouff, Thorsteinsson, Schutte, Bhullar, dan Rooke (2010) menemukan dalam penelitiannya bahwa tipe kepribadian lima-faktor berhubungan dengan kepuasan individu terhadap relasi romantis yang dijalin bersama pasangan. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi negatif antara neuroticism dan kepuasan relasi romantis. Hal ini selaras dengan penjelasan Gottman (dalam Malouff et al., 2010) yang menyatakan bahwa individu dengan tingkat neuroticism yang tinggi cenderung mengekspresikan kritik, celaan, dan sikap pertahanan diri yang dapat mengganggu jalinan relasi romantis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Malouff et al (2010) juga membuktikan bahwa agreeableness, conscientiousness, dan extraversion berkorelasi secara positif dengan kepuasan relasi romantis yang tinggi.

(45) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 27 cenderung merasa lebih puas dengan relasi romantisnya. Meski demikian, korelasi signifikan antara tipe kepribadian extraversion dan kepuasan relasi romantis hanya terjadi di beberapa negara, sehingga tidak bebas budaya dan menjadi kelemahan dari hasil penelitian ini (Malouff et al., 2010). c. Komponen cinta De Andrade et al. (2015) menjelaskan hasil penelitiannya bahwa komponen cinta menjadi prediktor penting dalam menentukan kepuasan hubungan. Namun, komponen cinta menunjukan kepuasan hubungan secara berbeda antara perempuan dan laki-laki. Bagi perempuan, komponen keintiman, komitmen, dan gairah menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kepuasan hubungan. Sementara bagi laki-laki, komponen komitmen tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kepuasan hubungan. Meski demikian, penelitian ini dilakukan di negara bagian Barat tepatnya di Brazil yang secara konseptual memiliki perbedaan budaya dengan Indonesia terkait relasi romantis. Perbedaan budaya dapat mempengaruhi seseorang dalam menjalin relasi romantis dengan pasangannya (Kim & Hatfield, 2004). Hal tersebut berpengaruh terhadap perilaku dalam cara individu mengekspresikan cinta dan bagaimana individu memaknai cinta pada relasi romantis dengan pasangannya (Braudel, Fehr, Hatfield, & Rapson, Hong, dalam Kim & Hatfield, 2004; Hatfield, Rapson, & Martel, dalam Karandashev, 2015). Orang-orang dengan budaya barat cenderung mengekspresikan perasaan.

(46) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 28 cinta kepada pasangannya. secara eksplisit,. yaitu dengan cara. mengungkapkan secara langsung melalui kata-kata sementara orangorang dengan budaya timur cenderung mengungkapkan perasaan cinta kepada pasangannya secara implisit, yaitu melalui tindakan (Nadal, dalam Karandashev, 2015). d. Penyelesaian masalah bersama Kurdek (1994) seorang peneliti gaya manajemen konflik yang menjelaskan bahwa pemecahan masalah secara positif yang melibatkan perilaku aktif dan konstruktif merupakan prediktor yang dapat memengaruhi kualitas dan stabilitas relasi. Hal tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Rusbult, Verette, Whitney, Slovik dan Lipkus (1991) yang menjelaskan bahwa model akomodasi atau pemecahan masalah juga dapat menunjukkan relasi akan kuat ketika pasangan menggunakan perilaku aktif dan kooperatif untuk mengelola permasalahan. Meski demikian, penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu tidak memberikan indikator perilaku secara jelas terkait menyelesaikan. masalah. dengan. perilaku. aktif. dan. konstruktif.. Keterbatasan lain dari penelitian ini adalah hasil temuan hanya berhenti pada menyelesaikan permasalahan yang diungkap dengan gaya manajemen konflik dan dengan subjek yang sangat bervariasi, mulai dari gay, lesbian, dan couples non parent. Bodenmann (2005) menjelaskan bahwa kesejahteraan masingmasing individu dalam relasi romantis akan terpenuhi apabila kedua.

(47) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 29 pasangan terlibat bersama untuk menyelesaikan permasalahan dalam situasi stres yang sedang dialami. Bodenmann (1997) melakukan penelitian lebih lanjut bahwa dyadic coping memiliki korelasi yang signifikan dengan kepuasan hidup yang lebih besar dan kesejahteraan fisik serta psikologis yang baik. Penelitian tersebut didukung dengan penelitian lanjut dari Bodenmann (2005) yang menjelaskan bahwa dyadic coping memiliki hubungan yang positif dengan kepuasan fungsi relasi romantis dan pernikahan. Hal tersebut berarti bahwa apabila dyadic coping meningkat, maka kepuasan fungsi relasi romantis dan pernikahan akan meningkat juga. Berdasarkan uraian di atas mengenai prediktor-prediktor kepuasan relasi romantis dapat ditarik kesimpulan bahwa dyadic coping merupakan prediktor yang signifikan dalam memengaruhi kepuasan relasi romantis, baik dalam konteks pernikahan maupun berpacaran. 4. Dampak positif dari kepuasan relasi romantis Salah satu dampak positif dari kepuasan relasi romantis tampak dari kualitas yang baik dari relasi yang sedang dijalani. Dampak dari relasi romantis yang berkualitas baik terlihat dari adanya dukungan pasangan yang berkaitan dengan rendahnya kriminalitas dalam relasi tersebut (Meeus, Branje, & Overbeek, dalam Collibee & Furman, 2015). Selain itu, dampak relasi romantis yang berkualitas baik tampak dari adanya afeksi dan pengasuhan dalam relasi tersebut (Galiher, Welsh, Rostosky, & Kawaguchi, dalam Collins, 2003)..

(48) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 30 Lebih lanjut, kepuasan hubungan memberikan hubungan positif dengan kehidupan cinta sebagai penilaian global kualitas hubungan dan kepuasan hidup sebagai penilaian global kualitas hidup serta kesejahteraan afektif (Neto & Pinto, 2015). Individu-individu yang berpikir bahwa mereka memiliki hubungan yang memuaskan umumnya menghadirkan emosi dan pengaruh positif yang lebih banyak terhadap kehidupan. Dengan kata lain, individu-individu yang puas dengan hubungan romantis mereka akan merasakan konteks hidup secara positif. Hal tersebut dapat memunculkan beberapa manfaat, di antaranya peningkatan kesehatan mental dan fisik yang berupa kebahagiaan (Braithwaite, Delevi, & Fincham, 2010; Whisman, Uebelacker, & Settles, 2010). Berdasarkan paparan mengenai dampak positif kepuasan relasi romantis, dapat disimpulan bahwa dampak kepuasan relasi romantis yang baik terlihat dari adanya sikap kasih sayang berupa afeksi dan pengasuhan dalam relasinya yang dapat meningkatkan kepuasan akan relasi yang dijalin dan memunculkan kebahagiaan dari individu yang terlibat. 5. Dampak negatif dari ketidakpuasan relasi romantis Relasi romantis yang dijalin dengan kurang baik memiliki dampak pada ketidakpuasan individu terhadap jalinan relasi romantis. Rusbult (dalam Taylor, Peplau, & Sears, 2006) menyebutkan bahwa ketidakpuasan dalam relasi romantis dapat memunculkan beberapa respons, yaitu suara, loyalitas, pengabaian, dan pengakhiran hubungan. Respons pertama, yaitu suara merujuk pada upaya individu mencari solusi dari permasalahan yang.

(49) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 31 terjadi dalam relasi romantis dengan cara mendiskusikan masalah bersama pasangan; mencari bantuan seorang profesional; sampai pada tahap mengubah diri, pasangan, atau bahkan situasi. Respons kedua, yaitu loyalitas terkait dengan sikap pasif individu yang tetap optimis dalam mengharapkan adanya perubahan positif yang terjadi dalam relasi romantisnya, seperti menunggu, berharap, dan berdoa. Respons ketiga, yaitu pengabaian mengacu pada sikap individu yang membiarkan jalinan relasi romantis kian memburuk. Hal ini terlihat dari semakin berkurangnya waktu yang dihabiskan bersama pasangan, tidak peduli dengan pasangan, memperlakukan pasangan secara buruk, dan menolak untuk mendiskusikan permasalahan. Respons keempat, yaitu pengakhiran hubungan merujuk pada sikap individu yang mengakhiri relasi romantis yang dapat disertai dengan kekerasan fisik. Dampak ketidakpuasan individu terhadap relasi romantisnya tampak dari kualitas relasi romantisnya yang kurang baik. Dampak relasi romantis yang kurang baik terlihat dari adanya gangguan, konflik yang tinggi, antagonisme, dan otoriter (Galliher, Welsh, Rostosky, & Kawaguchi, dalam Collins, 2003). Hal ini akan membuat individu merasa depresi dan cemas (Collibe & Furman, 2015) yang kemudian akan mempersulit individu dalam mempertahankan kualitas relasi romantis yang sedang dijalin (Davilla, dalam Collibe & Furman, 2015). Individu yang mengalami ketidakpuasan dalam relasi romantisnya rentan terjerumus ke dalam hal yang negatif, yaitu penggunaan obat-obatan.

(50) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 32 terlarang. Hal tersebut dilakukannya sebagai bentuk coping terhadap ketidakpuasannya dalam relasi romantis yang dijalin (Collibe & Furman, 2015). Individu yang memiliki kualitas relasi romantis yang kurang baik cenderung mengartikan secara minim tentang dukungan yang diterima, interaksi yang buruk, dan tingginya persepsi dominansi dari pasangan (Yu, 2014). Berdasarkan. paparan. mengenai. dampak. ketidakpuasan. relasi. romantis, dapat ditarik kesimpulan bahwa individu yang tidak puas dengan relasi romantisnya rentan mengalami kecemasan dan depresi hingga merujuk pada penyalahgunaan obat-obat terlarang. Kepuasan relasi romantis bahkan mengancam kelangsungan relasi romantis.. B. Dyadic Coping 1. Definisi dyadic coping Bodenmann (1997) mengembangkan sebuah pendekatan berdasarkan teori stres transaksional dari Lazarus dan Folkman tahun 1984. Namun, Bodenmann memperluas pendekatannya ini ke dimensi sistemik dan berorientasi proses. Konsep dyadic coping pertama kali dikembangkan sehubungan dengan mengatasi kerepotan sehari-hari atau disebut sebagai stresor kecil. Setelah itu, diperluas ke peristiwa kehidupan yang kritis atau disebut sebagai stresor utama dan stres kronis dalam kehidupan sehari-hari. Bodenmann (2008) memaparkan bahwa dyadic coping merupakan kualitas upaya bersama dalam menyelesaikan masalah sejauh yang dipersepsikan individu. Bodenmann (2005) menambahkan bahwa upaya bersama yang.

(51) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 33 dimaksudkan meliputi interaksi, timbak balik, dan keterlibatan dalam menyelesaikan masalah. Lebih lanjut, Bodenmann (2008) memaparkan tujuan dari alat ukur yang dilakukan adalah untuk mengukur kualitas upaya bersama dalam menyelesaikan masalah sejauh yang dipersepsikan individu. Dyadic coping bukan merupakan perilaku altruistik, namun keterlibatan kedua mitra untuk memastikan kepuasan dan kesejahteraan pasangan, yang pada gilirannya menjamin kepuasan dan kesejahteraan relasi romantis individu, baik perkawinan maupun berpacaran. 2. Dimensi dyadic coping Bodenmann (2005) memaparkan empat dimensi yang digunakan untuk menggambarkan pemecahan masalah pada pasangan dalam suatu relasi romantis, meliputi : a. Supportive dyadic coping Bodenmann (2005) menjelaskan bahwa dimensi dari dyadic coping yang terjadi ketika salah satu pasangan membantu pasangannya dalam usaha mengatasi masalah. Indikator perilaku dari coping ini dapat berupa membantu tugas sehari-hari atau memberikan saran-saran praktis, memberikan empati kepada pasangan, mengkomunikasikan keyakinan akan kemampuan pasangan, dan mengekspresikan solidaritas dengan pasangan. Thoits (1986) menjelaskan ketika individu sedang dalam masalah, pasangan dapat membantu dengan memberikan saran, relaksasi.

(52) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 34 dan mampu memberikan perasaan positif seperti perasaan cinta, empati, dan kebersamaan. b. Common dyadic coping Dimensi dari dyadic coping yang merujuk pada partisipasi yang diberikan oleh kedua pasangan dalam proses coping sebagai pelengkap untuk mengatasi masalah yang ada atau emosi yang muncul dari masalah tersebut dengan menggunakan berbagai cara. Cara-cara tersebut, antara lain menyelesaikan masalah bersama, mencari informasi yang diperlukan untuk solusi bersama, saling berbagi perasaan, saling memunculkan komitmen timbal balik, dan melakukan relaksasi bersama-sama. Pada dimensi ini, pasangan saling mengaplikasikan strategi yang sudah direncanakan untuk menyelesaikan masalah atau membantu satu sama lain dalam mengurangi dampak emosional yang muncul. Contohnya seperti, menonton film bersama dan melakukan aktivitas yang disukai bersama (Bodenmann, 2005). c. Delegate dyadic coping Dimensi dari dyadic coping yang merujuk pada salah satu pasangan yang mengambil alih tanggung jawab secara seutuhnya untuk mengatasi masalah pasangannya. Coping ini biasa digunakan untuk menghadapi pemicu stres yang berorientasi pada masalah. Contoh konkretnya seperti, ketika terdapat pasangan berpacaran dalam satu organisasi kampus yang sama. Kemudian salah satu dari mereka jatuh sakit, maka pasangannya.

(53) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 35 akan bertanggung jawab untuk mengantikan peran keanggotan dalam organisasi tersebut sementara waktu (Bodenmann, 2005). d. Negative dyadic coping Dalam menghadapi masalah ini, tidak menutup kemungkinan bahwa individu menampilkan bentuk negatif dari dyadic coping. Negative dyadic coping terdiri dari hostile dyadic coping yang merujuk pada. perilaku. menjauh,. mengejek,. menghina,. menampilkan. ketidaktertarikan terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh pasangan. Jenis lain dari negative dyadic coping adalah ambivalent dyadic coping yang merujuk ketika terdapat salah satu pasangan merasa tidak perlu memberikan dukungan kepada pasangan ketika sedang menghadapi masalah atau dengan kata lain kontribusi yang diberikan seharusnya tidak perlu. Lebih lanjut, jenis lain dari dyadic coping adalah superfical dyadic coping yang merujuk pada perilaku tidak tulus dalam memberikan dukungan. Contohnya konkretnya seperti, menanyakan tentang perasaan pasangan namun tanpa adanya rasa empati. Dimensi ini tidak mendukung dyadic coping, dengan kata lain negative dyadic coping tidak. disarankan. untuk. dilakukan. karena. dapat. menurunkan. kesejahteraan relasi antar pasangan dan memiliki nilai yang berbanding terbalik dengan tiga dimensi dyadic coping lainnya (Bodenmann, 2005). Berdasarkan dimensi-dimensi yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dyadic coping dapat dilihat dari empat dimensi,.

(54) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 36 yaitu supportive dyadic coping, common dyadic coping, delegate dyadic coping, dan negative dyadic coping. 3. Faktor yang memengaruhi dyadic coping Dyadic coping memiliki beberapa faktor yang dapat memengaruhinya. Semua bentuk dyadic coping dipengaruhi oleh sejumlah faktor intrapersonal dan ekstrapersonal, antara lain sebagai berikut (Bodenmann, 2005) a. Keterampilan individu atau individual skills Individual skills merupakan upaya individu untuk menyampaikan apa yang dirasakannya dengan cara yang ditempuh untuk menyelesaikan masalah serta memutuskan langkah-langkah yang akan diambil. Individual skills mencakup keterampilan mengkomunikasikan stres, kemampuan menyelesaikan masalah, kompetensi sosial, dan kemampuan berorganisasi atau berelasi dengan orang lain. b. Motivational factors Motivational factors merupakan faktor yang memengaruhi dyadic coping terkait kepuasan hubungan atau ketertarikan dalam suatu hubungan yang lama. Bentuk dyadic coping berbeda karena adanya perbedaan kepuasan hubungan yang dirasakan oleh individu. Apabila individu merasa puas dengan hubungan yang dijalani dengan pasangan, misalkan komunikasi lancar, jarang terjadi konflik, ada pembagian peran dan tanggung jawab yang sesuai proporsi, kemungkinan individu tersebut akan menampilkan bentuk dyadic coping yang bertujuan untuk membantu pasangan mengatasi masalahnya. Dengan kata lain, individu.

(55) PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI. 37 termotivasi untuk membantu pasangannya karena adanya kepuasan dari relasi yang sedang dijalani bersama pasangan. c. Contextual factors Contextual factors merupakan faktor yang memengaruhi dyadic coping terkait dengan pengalaman tingkat stres saat ini yang dialami oleh kedua pasangan atau suasana hati mereka saat ini. Berdasarkan paparan di atas, dapat diketahui bahwa dyadic coping memiliki beberap faktor yang dapat memengaruhinya. Faktor-faktor tersebut berasal dari faktor intrapersonal dan ekstrapersonal, di antaranya adalah individual skills, motivational factors, dan contextual factors. 4. Dampak dyadic coping Menurut Bodenmann (2005) dyadic coping memiliki manfaat langsung bagi masing-masing individu yang mencoba untuk mengupayakan dyadic coping dalam relasinya. Bodenmann tidak menyebutkan dampak secara negatif apabila dyadic coping tidak dilakukan, namun Bodenmann menyebutkan manfaat langsung yang akan dirasakan oleh masing-masing individu apabila melakukan dyadic coping dalam relasinya. Beberapa manfaat yang akan dirasakan oleh kedua pasangan, antara lain yaitu dapat menumbuhkan perasaan rasa saling percaya, keandalan, komitmen, dan persepsi bahwa hubungan adalah sumber daya yang mendukung dalam keadalan sulit. Ketika kedua pasangan melakukan upaya supportive dyadic coping dalam relasinya, seperti memberikan dukungan antar pasangan, memberikan empati kepada pasangan ketika sedang.

Gambar

Gambar 1.  Kerangka Konseptual Hubungan Antara Dyadic Coping .................. 48
Gambar 1.   Kerangka Konseptual Hubungan Dyadic Coping dan Kepuasan Relasi   Romantis pada Dewasa Awal yang Berpacaran
Tabel 11 mengenai dyadic coping subjek, menunjukkan bahwa dari 511  subjek terdapat 360 subjek (70%) yang memiliki tingkat dyadic coping dengan  kategori tinggi

Referensi

Dokumen terkait