• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Industri Rotan Jawa Barat dengan Model Constant Elasticity of Substitution (CES) dan Model Cobb-Douglas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Industri Rotan Jawa Barat dengan Model Constant Elasticity of Substitution (CES) dan Model Cobb-Douglas"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Industri Rotan Jawa Barat dengan

Model Constant Elasticity of Substitution (CES)

dan Model Cobb-Douglas

ABSTRACT

Rattan industry in West Java is one of a growing industry, an indication can be seen from the resulting increase in real output tends to increase from year to year (1996, 2008). Nevertheless, the increase in aggregate output is not necessarily in line with the level of efficiency, increased scale of business, and improving intensity of production factors. This means that output is not necessarily match what is expected by the stake holders, as well as fringe benefits provided for the use of production factors, not necessarily in accordance with the wishes and desires of capital permilik labor. By using CES production function. The results of this study indicate several things: (1) the elasticity of substitution the use of capital and labor inputs in the rattan industry in West Java is inelastic (2) referring to the criteria of returns to scale, the scale parameter when the results showed a decreasing returns to scale or diminishing returns to scale, (3) coefficient technical efficiency of the rattan industry in West Java is formed into a first differentiation CES production function, and (4) the intensity factor of production in the rattan industry in West Java tends to be capital intensive.

Keywords: constant elasticity of substitution, Cobb-Douglass production function.

PENDAHULUAN

M

asalah perekonomian yang dihadapi oleh masing-masing daerah memungkinkan untuk ber-beda. Masalah perekonomian tersebut bisa bersifat masalah-masalah makro maupun masalah-masalah mikro ekonomi. Dari sisi mikro misalnya, salah satu problemnya adalah bagaimana mengoptimalkan sektor-sektor ekonomi atau lapangan usaha dalam perekonomian.

Intensitas perbedaan masalah pengembangan sektor-sektor ekonomi antar daerah, sebagian besar dibedakan oleh adanya keterbatasan (constrains) sumber daya atau faktor produksi yang dimiliki masing-masing daerah (termasuk bagaimana mengoptimalkan penggunaannya).

Beberapa permasalahan ekonomi yang berkaitan dengan sektor produksi antara lain: (1) tidak maksimalnya penyerapan tenaga kerja oleh sektor-sektor ekonomi (sedangkan kondisi perekonomian

dibayangi surplus of labour atau kelebihan tenaga kerja); (2) tidak maksimalnya produktivitas pe-manfaatan lahan, tenaga kerja, modal serta faktor produksi lainnya; (3) masih rendahnya efisiensi penggunaan input; dan (4) masih belum optimalnya perbaikan kesejahteraan tenaga kerja, dilihat dari tingkat upah, dan kemungkinan adanya faktor-faktor lain yang bersifat mikro sektoral.

Salah satu daerah yang masih berupaya menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengembangan sektor produksinya adalah Provinsi Jawa Barat. Provinsi Jawa Barat hingga saat ini berusaha untuk mengoptimalkan peran sektor-sektor ekonominya, baik dalam upaya mendukung peningkatan kesejahteraan penduduk maupun pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, perkembangan sektor-sektor ekonomi merupakan prasyarat bagi kemajuan ekonomi Jawa Barat.

Mempelajari dan memahami permasalahan perkembangan sektor industri secara parsial dan

Trikonomika

Volume 9, No. 2, Desember 2010, Hal. 113–123 ISSN 1411-514X

Yuris Danilwan

Fakultas Ekonomi Universitas Dharmawangsa Medan

Jln. K.L Yos Sudarso No.224 Medan

(2)

perkembangan sektor-sektor ekonomi secara kom-prehensif (antar wilayah maupun nasional) dapat dimulai dari memahami kondisi yang terjadi pada sektor produksi yang ada pada masing-masing sektor ekonomi. Lebih spesifiknya, analisis terhadap kondisi produksi dan penggunaan input pada sektor-sektor ekonomi dapat memberikan gambaran yang realistis mengenai kendala-kendala yang dihadapi oleh masing-masing lapangan usaha di Jawa Barat, oleh karena masalah yang dialami oleh satu lapangan usaha belum tentu sama dengan masalah yang dihadapi lapangan usaha yang lain. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan pada kondisi empiris yang terjadi pada salah satu lapangan usaha dalam perekonomian Jawa Barat, yaitu industri rotan.

Industri rotan merupakan salah satu industri yang termasuk industri sedang dan besar, dengan KLUI No.20103/Industri Pengawetan Rotan, Bambu Dan Sejenisnya, dan KLUI No.20104/Industri Pengolahan Rotan (berdasarkan kode KLUI setelah tahun 1998), atau KLUI No.33152/Industri Pengawetan Rotan, dan KLUI No.33190/Industri Barang Dari Rotan (Berdasarkan kode KLUI sebelum tahun 1998). Industri ini merupakan jenis industri yang memiliki keterkaitan sektoral, antara industri rotan sebagai industri dengan rotan sebagai output sumber daya hutan. Oleh karena itu, kemajuan industri rotan tidak saja berdampak pada kemajuan sektor industri, tetapi juga bagi kemajuan sektor pertanian dan sektor-sektor lainnya (memperhatikan bahan baku rotan tidak sepenuhnya dihasilkan oleh sumber daya hutan di Jawa Barat).

Penurunan aktivitas produksi industri rotan secara otomatis berdampak pada perkembangan sektor industri pada khususnya dan maupun perekonomian Jawa Barat secara umum, terlepas dari besar kecilnya dampak yang diakibatkan oleh menurunnya aktivitas industri rotan. Melihat fenomena tersebut, maka kemungkinan intensitas masalah yang dihadapi oleh industri rotan sangat komplek. Kompleksnya masalah yang dihadapi antara lain: (1) bagaimana meningkatkan tingkat efisiensi dan produktivitas input, sehingga kenaikkan input dapat diimbangi dengan kenaikkan value added yang lebih besar; (2) bagaimana menjaga kestabilan pasokan input, mulai dari bahan baku dan komponen input lainnya, agar stabilitas operasional industri dapat berjalan dengan optimal; dan (3) kemungkinan-kemungkinan lain yang dapat ditempuh oleh pelaku ekonomi industri rotan, terutama untuk menjaga kestabilan permintaan.

METODE

Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode estimasi regresi yang meng-operasionalkan model fungsi produksi Cobb-Douglas dan Constant Elasticity of Substitution. Kedua model analisis tersebut dirumuskan sebagai berikut.

Model Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas

LnQ = Ln γ + v δ Ln K + v (1 – δ) Ln L + U…….(1), dan selanjutnya persamaan (1) disederhanakan menjadi persamaan (2), sehingga menjadi:

Ln Q = b1 + b2Ln K + b3Ln L + U………...(2), Dimana: Ln b1 = γ ; b2 + b3 = v; dan b2/(b2 + b3) = δ. Keterangan dari masing-masing variabel dalam persamaan (1) dan persamaan (2) adalah:

Q = Produksi Industri Rotan Di Jawa Barat (Rp) K = Nilai Penggunaan Modal Industri Rotan

Di Jawa Barat (%)

L = Pengeluaran Untuk Tenaga Kerja Industri Rotan Di Jawa Barat (Orang)

γ = Parameter Efisiensi Teknis (Rasio) δ = Parameter Distribusi (Rasio)

v = Parameter Skala Hasil Usaha (Rasio) U = Error Term

Ln = Logaritma Natural

b1,..,b3 = Koefisien Variabel Regresi atau Identitas Parameter

Model Analisis Fungsi Produksi Constant Elasticity of Substitution

Dari persamaan (1) selanjutnya dapat diturun-kan menjadi fungsi produksi Constant Elasticity Of Substitution (CES), diperoleh persamaan (3):

Ln Q = b1 + b2Ln K + b3Ln L + b4 [Ln (K/L]2 + ..(3), Dimana: Ln b1 = γ b2 + b3 = v b2 / (b2 + b3) = δ [–2 b4 (b2 + b3)] / (b2 . b3) = s

Kedua model tersebut dipergunakan untuk menganalisis produksi pada industri rotan Jawa Barat dengan periode analisis tahun 1996 sampai dengan 2008. Data yang dipergunakan bersifat data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).

(3)

HASIL

Analisis elastisitas substitusi dilakukan untuk mengetahui fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini. Artinya beberapa alternatif penggunaan fungsi produksi dapat dilakukan dengan melihat nilai elastisitas substitusi. Merujuk pada kriteria penggunaan fungsi produksi dengan memperhatikan elastisitas substitusi, maka digunakan beberapa kriteria, yaitu (1) jika nilai koefisien elastisitas substitusi lebih besar dari nol (σ > 0): maka yang digunakan adalah fungsi produksi Constant Elasticity of Substitution (CES), (2) jika nilai koefisien elastisitas substitusi sama dengan nol (σ = 0): maka yang digunakan adalah fungsi produksi Leontif, dan (3) jika nilai koefisien elastisitas substitusi sama dengan satu (σ = 1): maka yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas.

Hasil Estimasi Koefisien Elastisitas Substitusi Model estimasi yang digunakan untuk mengetahui koefisien elastisitas substitusi adalah sebagai berikut: Ln ( / )K L = σ Ln d d 1 -æ è ççç öø÷÷÷ + σ Ln

(

W R/

)

...(4) Dari estimasi model regresi tersebut (Persamaan 4) diperoleh hasil estimasi regresi seperti berikut: Ln ( / )K L = 6,2078863 + 0,7119090 Ln

(

W R/

)

...(5) t-Statistik (12,65) (8,09)

R2 = 0,8562

F-Statistik = 65,50 Durbin-Watson Statistik = 1,75

Merujuk dari hasil estimasi regresi Persamaan 4, maka diketahui nilai elastisitas substitusi sebesar 0,71 (dilihat dari nilai koefisien variabel bebas Ln

W R/

(

)

. Nilai koefisien elastisitas substitusi tersebut terpaut dengan kriteria nomor satu dari penggunaan fungsi produksi. Hal itu ditunjukkan oleh nilai elastisitas subsitusi yang lebih besar dari nol, tetapi tidak sama dengan satu serta tidak sama dengan nol. Memperhatikan prinsip dan kriteria tersebut, maka analisis fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis fungsi produksi Constant Elasticity Of Substitution (CES).

Menghitung Parameter Substitusi

Memperhatikan nilai σ = 0,71, maka besarnya parameter substitusi (ρ) dapat dihitung dengan meng-gunakan persamaan sebagai berikut:

s r = + 1 1 ( ) ...(6)

Persamaan 6 dapat diturunkan menjadi Persamaan 7, seperti sebagai berikut:

r s

s

=(1- ) ...(7) Dengan menggunakan operasionalisasi Persamaan 7, maka besarnya parameter substitusi adalah sebagai berikut: ρ = ( , ) , 1 0 71 0 71 - ...(8)

Dari operasionalisasi perhitungan Persamaan 8 didapatkan hasil sebagai berikut:

ρ = ( , ) , 1 0 71 0 71 -= 0,40...(9) Dari hasil perhitungan Persamaan 9 didapatkan nilai parameter substitusi sebesar (ρ) = 0,40.

Menghitung Parameter Distribusi

Untuk menghitung parameter distribusi (δ), maka digunakan persamaan sebagai berikut:

d s s = + ( ( / )) ( ( / ) ) Anti Ln c Anti Ln c 1 ...(10) Dimana: C = Intersep σ = Parameter Substitusi δ = Parameter Distribusi

Dengan menggunakan Persamaan 10, maka dapat diketahui parameter distribusi, seperti sebagai berikut:

δ = [Anti Ln (6,20 / 0,71)] / [Anti Ln (6,20 / 0,71) + 1] δ = [Anti Ln (8,73)] / [Anti Ln (8,73) + 1]

δ = 6185,72 / 6186,72 δ = 0,9998

Uji statistik dan ekonometrik bertujuan untuk melihat signifikan tidaknya hubungan variabel bebas dengan variabel terikat berdasarkan kriteria tertentu (kriteria statistik dan ekonometrik). Uji yang dimaksud adalah: (1) uji t-statistik; (2) analisis koefisien determinasi; (3) uji Durbin Watson atau uji serial korelasi; dan (4) uji heteroskedastis. Tidak digunakannya uji F-statistik dan uji multikolinier, karena variabel bebas yang diteliti hanya 1 (w/r), sehingga tidak memungkinkan adanya pengaruh secara bersama sama, sebagaimana yang ditunjukkan oleh uji F yang signifikan.

(4)

Dari hasil estimasi regresi diketahui bahwa t-statistik atau t-hitung sebesar 8,09. Dengan derajat keyakinan 95% atau α = 5% dan derajat kebebasan N – k – 1 = 13 – 2 – 1 = 10, didapatkan t-tabel sebesar 2,22. Dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel diketahui bahwa t-hitung lebih besar dari t-tabel (8,09 > 2,22). Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel rasio upah terhadap tingkat bunga (w/r) atau subsitusi tenaga kerja terhadap modal signifikan mempengaruhi rasio modal terhadap, tenaga kerja (K/L) secara parsial, dengan asumsi variabel lain tetap.

Dari hasil estimasi regresi diketahui bahwa nilai R squared (R2) atau koefisien determinasi sebesar 0,8562. Koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa 85,62 variasi perubahan variabel terikat (K/L) dipengaruhi oleh variasi perubahan variabel bebas (w/r), sedangkan selebihnya 14,38% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.

Dari hasil estimasi regresi diketahui bahwa nilai Durbin Watson statistik sebesar 1,75. Nilai koefisien Durbin Watson tersebut menunjukkan parameter ada tidaknya serial korelasi di dalam model analisis yang digunakan. Operasionalisasi perhitungan uji serial korelasi dapat menggunakan bantuan Gambar 1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa model persamaan yang digunakan mempunyai DW hitung sebesar 1,75 dengan dI 1,01 dan du = 1,34, dimana nilai lebih besar dari du, yang berarti berada pada daerah tidak

ada serial korelasi. Oleh karena itu hasil pengujian Durbin-Watson menyimpulkan hasil tidak ada serial korelasi maka tidak perlu dilakukan Test Geary atau Run Test.

Untuk menguji apakah hasil estimasi model penelitian yang digunakan dalam analisis penelitian ini terdapat heteroskedastis, maka digunakan uji Park. Hasil uji Park dapat dilihat dari Tabel 1.

Identifikasi

Variabel VariabelDefinisi t-StatistikNilai Nilai t-Tabel

Hail Pengujian t-Statistik W/R Rasio Tingkat Upah Terhadap Tingkat Bunga 1,96 2,22 signifikanTidak

Tabel 1. Uji Park Model Elastisitas Substitusi

Keterangan:

• Nilai t Tabel didapatkan dari nilai Tabel-t dengan kriteria N–k–1=13–2–1=10

• Tingkat kepercayaan yang digunakan 95 %

Dari hasil uji Park menunjukkan bahwa t-hitung lebih kecil dari t-tabel, sehingga tidak signifikan. Tidak signifikannya variabel rasio tingkat upah terhadap tingkat bunga (w/r) pada uji Park, menunjukkan bahwa dalam model estimasi yang digunakan tidak ditemukan adanya heteroskedastis.

Gambar 1. Batas Kritis Serial Korelasi Model Elastisitas Substitusi f(d) 0 1,01 (dl) 1,34 (du) 1,75 2,66 (4-du) 2,99 (4-dl) 4 2 Autokorelasi

positif Autokorelasi negatif

Tidak ada autokorelasi Daerah keragu -raguan Daerah keragu -raguan d

(5)

Hasil Estimasi Model Fungsi Produksi Constant Elasticity Of Substitution

Setelah melakukan estimasi model elastisitas substitusi pada industri rotan di Jawa Barat selama periode 1996–2008, selanjutnya dilakukan analisis estimasi model fungsi produksi CES. Analisis estimasi fungsi produksi CES bertujuan untuk mendapatkan koefisien skala usaha (return to scale) dan koefisien efisiensi usaha. Dalam bentuk notasi matematis, koefisien skala usaha ditunjukkan oleh notasi μ dan koefisien efisiensi ditunjukkan oleh notasi γ. Fungsi CES yang diestimasi menggunakan persamaan estimasi regresi sebagai berikut:

LnQ = Ln γ + μ Ln V ...(11) Dimana nilai V sebelum diestimasi dihitung dengan menggunakan rumus:

V = [δKρ + (l – δ)Lρ]–1/ρ ...(12) Dengan menggunakan Persamaan 12, maka nilai V dapat dihitung (sebelum diestimasi), seperti terlihat pada Tabel 2 dan 3. Dari operasionalisasi persamaan regresi (12), maka didapatkan hasil estimasi regresi fungsi produksi CES pada industri rotan di Jawa Barat periode 1996–2008 adalah sebagai berikut:

LnQ = 12,898616 + 0,9352634 LnV ...(13) t-Statistik (101,76) (5,52)

R2 = 0,7352 F-Statistik = 30,54 Durbin Watson Statistik = 1,36

Tahun δKρ + (1 – δ)L–ρ V = (δK–ρ + (1 – δ)Lρ)–1/ρ (–1/ρ = –2,5) (7) (8) 1996 0,00069 79960826,26 1997 0,00065 92836040,03 1998 0,00060 113402302,90 1999 0,00056 134750359,50 2000 0,00053 154635899,90 2001 0,00050 178885438,20 2002 0,00045 232792355,90 2003 0,00042 276615666,90 2004 0,00041 293792265,50 2005 0,00041 293792265,50 2006 0,00042 276615666,90 2007 0,00041 293792265,50 2008 0,00041 293792265,50

Tabel 3. Operasional Perhitungan Nilai V

Dari hasil estimasi regresi Persamaan 13, dapat ditulis dalam bentuk fungsi CES seperti sebagai berikut: Q = 399758,5425 [(0,99) K–0,40 + (1 – 0,99)L–0,40]–1/0,40...(14) Tahun K L K–ρ (ρ = 0,40) L ρ (ρ = 0,40) δK ρ (δ = 0,99) (1 – δ)L ρ (1 – δ = 0,01) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1996 134.108.433 36.701 0,00056 0,01493 0,00055 0,00014 1997 157.161.629 39.282 0,00052 0,01453 0,00051 0,00014 1998 193.906.551 50.173 0,00048 0,01317 0,00047 0,00013 1999 246.051.382 46.676 0,00044 0,01356 0,00043 0,00013 2000 277.189.502 49.994 0,00041 0,01319 0,00040 0,00013 2001 339.382.006 49.822 0,00038 0,01321 0,00037 0,00013 2002 505.777.608 42.637 0,00032 0,01406 0,00031 0,00014 2003 673.232.913 39.134 0,00029 0,01455 0,00028 0,00014 2004 709.530.602 37.462 0,00028 0,01481 0,00027 0,00014 2005 730.443.772 36.955 0,00028 0,01489 0,00027 0,00014 2006 759.775.407 36.203 0,00028 0,01501 0,00027 0,00015 2007 774.023.760 35.276 0,00027 0,01517 0,00026 0,00015 2008 793.867.142 34.905 0,00027 0,01523 0,00026 0,00015

(6)

Dari hasil estimasi fungsi produksi CES (Persamaan 14), maka dapat diketahui beberapa indikator seperti ditampilkan pada Tabel 4 berikut.

No. Parameter Nilai

1 Parameter distribusi (δ) 0,99 2 Parameter Elastisitas substitusi (ρ) 0,40 3 Parameter efisiensi (γ) 399758,5425 4 Parameter skala hasil (µ) 0,93

Tabel 4. Parameter-Parameter Fungsi Produksi CES

Uji statistik dan ekonometrik bertujuan untuk me-lihat signifikan tidaknya hubungan variabel bebas dengan variabel terikat berdasarkan kriteria tertentu (kriteria statistik dan ekonometrik). Uji yang dimaksud adalah: (1) Uji t-statistik, (2) analisis koefisien determinasi; (3) uji Durbin Watson atau Uji serial korelasi; dan (4) Uji heteroskedastis. Tidak digunakannya uji F-statistik dan uji multikolinier, karena variabel bebas yang diteliti hanya 1 (V), sehingga tidak memungkinkan adanya pengaruh secara bersama sama, sebagaimana yang ditunjukkan oleh signifikan Uji F.

Dari hasil estimasi regresi diketahui bahwa t-statistik atau t-hitung sebesar 5,52. Dengan derajat keyakinan 95% atau α = 5% dan derajat kebebasan N – k – 1 = 13 – 2 – 1 = 10, didapatkan t-tabel sebesar 2,22. Dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel diketahui bahwa t-hitung lebih besar dari t-tabel (5,52 > 2,22). Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel tambahan (V) signifikan mempengaruhi output (Q) industri rotan di Jawa Barat secara parsial, dengan asumsi variabel lain tetap.

Dari hasil estimasi regresi diketahui bahwa nilai R squared (R2) atau koefisien determinasi sebesar 0,7352. Koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa 73,52% variasi perubahan variabel terikat (Q) dipengaruhi oleh variasi perubahan variabel bebas tambahan (V), sedangkan selebihnya 26,48% dipengaruhi oleh variabel lain di luar model.

Dari hasil estimasi regresi diketahui bahwa nilai Durbin Watson statistik sebesar 1,36. Nilai koefisien Durbin Watson tersebut menunjukkan parameter ada tidaknya serial korelasi di dalam model analisis yang digunakan. Operasionalisasi perhitungan uji serial korelasi dapat menggunakan bantuan Gambar 2 berikut. Jika d < dI maka H0 ditolak dan menyimpulkan ada serial korelasi. Sebaliknya jika d > du maka H0 diterima, dan menyimpulkan tidak ada serial korelasi. Jika dl < d < du maka dapat disimpulkan ragu ragu.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa model persamaan yang digunakan mempunyai DW hitung sebesar 1,36 dengan dl = 1,01 dan du = 1,34, dimana nilai lebih besar dari du, yang berarti berada pada daerah tidak ada serial korelasi. Oleh karena itu hasil pengujian Durbin-Watson menyimpulkan hasil tidak ada serial korelasi maka tidak perlu dilakukan Test Geary atau Run Test.

Untuk menguji apakah hasil estimasi model penelitian yang digunakan dalam analisis penelitian ini terdapat heteroskedastis, maka digunakan uji Park. Hasil uji Park dapat dilihat dari Tabel 5.

f(d) d 0 1,01 (dl) 1,34 (du) 1,36 2,66 (4-du) 2,99 (4-dl) 4 2 Autokorelasi

positif Autokorelasi negatif

Tidak ada autokorelasi Daerah keragu -raguan Daerah keragu -raguan

(7)

Identifikasi

Variabel VariabelDefinisi t-StatistikNilai t-TabelNilai

Hasil Pengujian t-Statistik V Variabel Tambahan Untuk Fungsi CES –0,24 2,22 signifikanTidak

Tabel 5. Uji Park Model CES dengan Derajat

Keterangan:

• Nilai t Tabel didapatkan dari nilai Tabel-t dengan kriteria N – k – 1 = 13 – 2 – 1 = 10

• Tingkat kepercayaan yang digunakan 95 %

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil estimasi regresi fungsi CES pada industri rotan di Jawa Barat dapat dianalisa beberapa hal, seperti: (1) analisis elastisitas substitusi; (2) analisis intensitas faktor produksi; (3) analisis skala hasil; dan (4) analisis tingkat efisiensi teknis. Elastisitas Substitusi

Dari hasil penelitian fungsi produksi CES, diketahui bahwa nilai elastisitas substitusi penggunaan input modal dan tenaga kerja pada industri rotan di Jawa Barat sebesar 0,40. Dengan nilai elastisitas substitusi sebesar 0,40 menunjukkan kondisi elastisitas substitusi input pada industri rotan di Jawa Barat bersifat inelastis atau tidak elastis (nilai elastisitas substitusi yang lebih kecil dari satu). Dengan nilai elastisitas substitusi yang lebih kecil dari satu, penggunaan input pada industri rotan bersifat padat tenaga kerja (labour intensive).

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perubahan dalam rasio tingkat upah terhadap perubahan tingkat bunga (sebagai ukuran balas jasa penggunaan tenaga kerja dan modal) menyebabkan perubahan yang relatif kecil terhadap substitusi tenaga kerja terhadap modal (dalam hal ini digunakan stok modal yang digunakan dalam input diluar biaya tenaga kerja), oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pola penggunaan input pada industri rotan bersifat padat tenaga kerja (karena dampaknya kecil terhadap output apabila melakukan substitusi tenaga kerja dengan stok modal diluar biaya tenaga kerja).

Oleh karena itu, apabila terjadi kenaikan harga atau ongkos produksi yang disebabkan oleh kenaikan pengeluaran dan jumlah tenaga kerja, akan relatif sulit untuk digantikan dengan peningkatan penggunaan mesin mesin atau barang modal (sebagai bentuk

peningkatan pengeluaran modal, karena input modal diasumsikan merupakan substitusi dari input tenaga kerja). Dalam kondisi elastisitas substitusi yang lebih kecil dari satu, perusahaan pada industri rotan di Jawa Barat cenderung akan mengurangi substitusi input antara tenaga kerja dan modal (karena dampaknya relatif kecil), karena meningkatnya penggunaan salah satu input (proses substitusi) tidak akan banyak berdampak pada peningkatan output indutri rotan.

Dalam kondisi elastisitas yang lebih kecil dari satu, perusahaan cenderung akan mempertahankan salah satu penggunaan input dan di sisi lain mengurangi input yang lain dengan perubahan yang relatif kecil. Stimulus perubahan tersebut dapat disebabkan oleh masalah internal perusahaan maupun disebabkan oleh tidak kondusifnya perekonomian (misalnya saat krisis ekonomi).

Skala Hasil (Return To Scale)

Dari hasil estimasi model regresi CES diketahui bahwa parameter skala hasil sebesar 0,93. Mengacu pada kriteria skala hasil, maka apabila parameter skala hasil menunjukkan angka yang lebih kecil dari satu (dalam hal ini sebesar 0,93), maka kondisi usaha yang berlangsung dalam keadaan decreasing return to scale atau skala hasil yang semakin menurun.

Dalam kondisi decreasing return to scale, penambahan input secara proporsional sebesar 1%, maka output hanya akan meningkat sebesar 0,93 %. Dari informasi tersebut dapat diambil beberapa konklusi sebagai penyebabnya, yaitu penggunaan input tenaga kerja dan modal yang selama ini berlangsung sudah mencapai tingkat efisiensi yang optimal, sehingga substitusi input yang selama ini berlangsung sudah berjalan dengan tepat. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh nilai parameter skala hasil yang menunjukkan pada posisi yang rasional (lebih kecil dari satu dan lebih besar dari 0).

Di samping itu, perubahan juga dapat dilakukan dengan mengubah komposisi input yang selama ini digunakan. Kondisi decreasing return to scale dapat disebabkan oleh terbatasnya kemampuan industri rotan dalam meningkatkan penggunaan input, sehingga proses substitusi input yang berlangsung tidak dapat maksimal (karena keterbatasan modal, teknologi, dan jumlah tenaga kerja yang dimiliki), sehingga efektivitas operasionalnya tidak optimal. Artinya perusahaan atau industri rotan harus merubah komposisi input dengan selalu harus menambah

(8)

kuantitas atau jumlah (biaya produksi) dari yang selama ini dikeluarkan, sehingga proses substitusi dapat berlangsung optimal dan skala usaha dapat ditingkatkan. Kemungkinan yang terjadi selama ini adalah penggunaan biaya produksi terserap pada salah satu input, sehingga mengurangi share biaya produksi untuk penambahan input yang lain. Permasalahan bukan pada tidak optimalnya proses substitusi dan kemampuan untuk meningkatkan skala usaha, akan tetapi lebih disebabkan oleh terbatasnya modal kerja dan modal investasi yang dimiliki oleh perusahaan atau industri rotan.

Tingkat Efisiensi Teknis

Dari hasil estimasi fungsi produksi CES (hasil estimsi regresi tahap II dengan memasukkan variabel tambahan V) diketahui bahwa koefisien efisiensi teknis pada industri rotan di Jawa Barat sebesar 12,89. Apabila di anti Ln, atau dibentuk ke dalam fungsi produksi CES differensiasi pertama, maka nilai parameter efisiensi teknis industri rotan di Jawa Barat sebesar 399758,5425. Dengan mengadopsi satuan dalam output (dalam Ribuan Rupiah), maka nilai parameter efisiensi teknis dapat ditulis menjadi Rp. 399.758,542. (dalam Ribuan Rupiah). Dari hasil tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa proses produksi pada industri rotan di Jawa Barat selama ini sudah berlangsung efisien, dilihat dari parameter efisiensi yang bernilai positif.

Asumsi efisiensi teknis dari fungsi produksi CES menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai efisiensi teknis, maka semakin efisien proses produksi yang sedang dan sudah berlangsung selama ini. Memperhatikan kriteria dan nilai efisiensi teknis, maka terlihat bahwa selama ini (periode 1996–2008) proses produksi yang berlangsung pada industri rotan sudah mengalami peningkatan efisiensi dari tahun ke tahun. Efisiensi teknis tersebut terbukti mampu menekan biaya produksi hingga mencapai Rp. 399,758 Juta rata rata per tahunnya.

Distribusi Penggunaan Faktor Produksi

Dilihat dari koefisien distribusi atau parameter distribusi penggunaan input terlihat sudah berlangsung dengan baik. Hal itu ditunjukkan oleh nilai koefisien atau parameter distribusi sebesar 0,99. Parameter tersebut menunjukkan bahwa semakin besar koefisien distribusi maka semakin baik distribusi penggunaan

faktor produksi. Baiknya proses distribusi penggunaan input ditunjukkan oleh nilai parameter distribusi yang mendekati 1 dan bernilai positif.

Proses distribusi menunjukkan pola penggunaan input dalam proses produksi. Semakin baik distribusi input maka semakin baik proses produksi yang sedang berjalan, sehingga tidak ada dislokasi penggunaan input, atau penggunaan salah satu input dipandang terlalu tinggi, sedangkan penggunaan input yang lain relatif lebih rendah (atau dibawah kebutuhan yang sesungguhnya).

Intensitas Penggunaan Faktor Produksi

Setelah melakukan estimasi model elastisitas substitusi pada industri rotan di Jawa Barat selama periode 1996–2008, selanjutnya dilakukan analisis intensitas penggunaan faktor produksi. Analisis intensitas penggunaan faktor produksi bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemakaian faktor produksi dalam suatu industri, apakah cenderung padat modal (capital intensive) atau cenderung padat karya (labor intensive). Untuk mengetahui intensitas penggunaan faktor produksi dapat dilakukan dengan perhitungan nilai MPL, MPK, dan MRTSLK. Rumusan perhitungan MPL, MPK, dan MRTSLK adalah sebagai berikut: MPL = μ QL(( / )) / ( ) 1 1 1 + + × -æ è çç çç ö ø ÷÷÷ ÷ r m r r m d g ...(15) MPK = μ Q K ( / ) ( ) / 1 1 + + × æ è çç çç ö ø ÷÷÷ ÷ r m r r m d g ...(16) MRTSLK = MP MPKL ...(17) Dimana: 1. Parameter distribusi (δ) = 0,99

2. Parameter elastisitas substitusi (ρ) = 0,40 3. Parameter efisiensi (γ) = 399758,5425 4. Parameter skala hasil (μ) = 0,93 5. (1 + ρ/μ) = (1 + 0,40/0,93) = 1,43 6. (1 + ρ) = (1 + 0,40) = 1,40 7. (1 – δ) = (1 – 0,99) = 0,01 8. γρ/μ = 399758,5425(0,43) = 256,31

9. (1 – δ) / γρ/μ = 0,01 / 256,31 = 0,000039015 Dengan menggunakan Persamaan 12, 13, dan 14, maka nilai MPL, MPK, dan MRTSLK dapat dihitung, seperti terlihat pada Tabel 6 dan 7.

(9)

Tahun K L Q Q 1,43 L1,40 Q1,43 / L1,40 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1996 134.108.433 36.701 425.390.258 2.183.565.289.000 2.457.814.244 884.417 1997 157.161.629 39.282 447.165.056 2.345.141.418.000 2.703.155.490 867.556 1998 193.906.551 50.173 487.266.214 2.651.586.554.000 3.807.659.437 696.382 1999 246.051.382 46.676 514.273.423 2.864.227.670.000 3.441.367.743 832.293 2000 277.189.502 49.994 532.043.758 3.006.801.193.000 3.788.654.831 793.632 2001 339.382.006 49.822 611.160.522 3.666.081.111.000 3.770.419.044 972.327 2002 505.777.608 42.637 757.542.915 4.983.705.310.000 3.031.805.213 1643.807 2003 673.232.913 39.134 1.034.602.574 7.782.626.402.000 2.688.907.961 2894.344 2004 709.530.602 37.462 1.060.800.761 8.065.965,616.000 2.529.457.242 3188.812 2005 730.443.772 36.955 1.082.279.743 8.300.524.345.000 2.481.661.192 3344.745 2006 759.775.407 36.203 1.106.204.529 8.564.157.942.000 2.411.250.798 3551.749 2007 774.023.760 35.276 1.132.067.703 8.851.921.068.000 2.325.257.573 3806.856 2008 793.867.142 34.905 1.161.156.251 9.178.963.655.000 2.291.092.899 4006.369

Tabel 6. Operasional Perhitungan Nilai MPL, MPK, dan MRTSLK

Tahun MPL = 0,93 . (Q1,43/L1,40). 0,000039 K –1,40 Q1,43/K–1,40 MPK = 0,93 . (Q1,43/K–1,40). 0,000039 (7) (8) (9) (10) 1996 0,032077804 2.390.223.562 913.540 0,033134095 1997 0,031466256 2.984.593.098 785.749 0,028499116 1998 0,025257775 4.005.248.573 662.027 0,024011719 1999 0,030187267 5.590.313.097 512.355 0,018583115 2000 0,028785032 6.605.223.076 455.215 0,016510648 2001 0,035266301 8.769.288.079 418.059 0,015162999 2002 0,059620879 15.330.045.270 325.093 0,011791123 2003 0,104977856 22.878.706.950 340.168 0,012337893 2004 0,115658211 24.624.055.640 327.564 0,011880746 2005 0,121313901 25.646.110.350 323.656 0,011739003 2006 0,128821936 27.099.378.110 316.027 0,011462299 2007 0,138074667 27.813.523.450 318.259 0,011543253 2008 0,145311003 28.816.879.980 318.527 0,011552974

(10)

Dari Gambar 3. terlihat bahwa MRTSLK industri rotan di Jawa Barat selama periode 1996 2008 menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 1996 MRTSLK baru sekitar 0,96. Artinya pada tahun 1996, 1 satuan input tenaga kerja mampu disubstitusikan dengan penggunaan modal sebesar 0,96 satuan input modal. Kondisi itu menunjukkan bahwa (1) peran tenaga kerja masih sangat besar, karena nilai MRTSLK yang kecil; dan (2) industri rotan memerlukan penambahan modal, apabila ingin menggantikan peran tenaga kerja.

Sejalan dengan kemajuan industri rotan, maka dari tahun ke tahun industri rotan semakin maju, hal itu ditunjukkan oleh peningkatan MRTSLK. Tahun 2008 MRTSLK industri rotan di Jawa Barat sudah mencapai 12,57. Peningkatan MRTSLK industri rotan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (1) penambahan modal yang sejalan dengan kenaikkan penggunaan teknologi mendorong kenaikan subsitusi modal terhadap tenaga kerja. Peran teknologi dalam hal ini meningkatkan efisiensi teknis dari penggunaan modal, karena modal dalam arti penggunaan barang modal tidak bisa optimal tanpa ada stimulus teknologi, (2) sejalan dengan kecepatan produksi dan kualitas barang yang dihasilkan, dari tahun ke tahun industri rotan cenderung meningkatkan penggunaan barang modal dibandingkan meningkatkan tenaga kerja.

KESIMPULAN

Intensitas faktor produksi pada industri rotan di Jawa Barat cenderung bersifat padat tenaga kerja (labor intensive). Meskipun demikian dari tahun ke tahun (1996–2008) terlihat adanya pola peningkatan substitusi tenaga kerja dengan modal, hal itu terlihat dari peningkatan nilai MRTSLK setiap tahunnya. Oleh karena dapat disimpulkan bahwa bahwa proses produksi pada industri rotan Jawa Barat masih tetap bersifat padat tenaga kerja, meskipun sejalan dengan perkembangan industri, efisiensi, kebutuhan modal, dan tingkat persaingan antar industri menyebabkan industri rotan mulai sedikit demi sedikit menggeser atau mengubah poladan komposisi input melalui subtitusi faktor produksi tenaga kerja dengan modal serta teknologi.

Jumlah tenaga kerja dan modal mempengaruhi peningkatan output industri rotan di Jawa Barat periode 1996–2008. Dengan signifikannya pengaruh modal dan tenaga kerja terhadap output industri rotan, maka hal itu menunjukkan dibutuhkan enggunan input yang lebih besar atau selalu meningkat (karena hubungan koefisiennya positif) apabila ingin meningkatkan output ke level yang lebih tinggi.

Kondisi skala hasil pada industri rotan di Jawa Barat menunjukkan bahwa usaha produksi yang Gambar 3. Nilai MRTSLK pada Industri Rotan di Jawa Barat

25000,00 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002 2001 2000 1999 1998 1997 1996 25000,00 25000,00 25000,00 25000,00 25000,00 MR TSLK MRTSLK

(11)

dilakukan bersifat skala hasil yang semakin menurun dan masuk dalam fase (tahap) yang rasional (karena parameter skala hasil berada pada posisi lebih besar dari 0 dan lebih kecil dari satu). Hal itu menunjukkan bahwa skala usaha industri rotan sudah mengalami peningkatan dan tetap mampu beroperasi dengan komposisi input yang ada sekarang, oleh karena itu untuk meningkatkan skala usahanya perlu dilakukan atau dibutuhkan substitusi input (melalui peningkatan penggunaan input tenaga kerja dan modal) secara proporsional sesuai dengan kenaikkan output yang diharapkan.

Tingkat efisiensi pada industri rotan di Jawa Barat mencapai 399 Juta rupiah, dengan tingkat efisiensi rata-rata per tahun 30,69 Juta rupiah. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat efisiensi pada industri rotan sudah berlangsung efisien, hal itu ditunjukkan oleh (1) nilai parameter efisiensi yang bertanda positif dan nilai rata-rata yang relatif representatif dengan total biaya input yang digunakan oleh industri rotan dan (2) tingkat efisiensi tersebut dipandang sudah relatif lebih baik, karena parameter efisiensi signifikan mempengaruhi kenaikkan output industri rotan.

DAFTAR PUSTAKA

Antras, P. 2004. Is The U.S. Aggregate Production Function Cobb-Douglas? New Estimates of The Elasticity of Substitution. B.E. Journal of Macroeconomics, 4(1).

Boediono. 1982. Ekonomi Mikro, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1 (Edisi ke-2). Yogyakarta: BPFE.

Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.

Henderson, James M. and Quandt, Richard E. 1980. Microeconomic Theory A Mathematical Approach, (3rd edition). Singapore: McGraw-Hill International Book Company.

Karseno, Arief Ramelan dan Murti Lestari. 1997. Analisis Permintaan Riset dan Pengembangan Industri Jamu di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia.

___________. 1990-2002. Industri Besar dan Sedang Jawa Barat. Bandung: Badan Pusat Statistik (BPS).

Klump, Rainer and Preissler, Harald. 2000. CES Production Functions and Economic Growth. The Scandinavian Journal of Economics.

Maryatmo, R.. 2001. Pengaruh Perbedaaan Teknologi dan Elastisitas Produksi Pada Industri Makanan Olahan dan Industri Angkutan. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia.

Moroney, J. R. 1967. Cobb-Douglas Production Functions and Returns to Scale in US Manufacturing Industry. Western Economic Journal, 6(1): 39-51. Murniati, Neni. 2000. Pengaruh Kemajuan Teknologi

Terhadap Efisiensi dan Keuntungan Pada Industri Tekstil di Indoneia: Estimasi Model Fungsi CES-Input Multivariat. Jurnal Trikonomika, 1(1). Nopirin, Ph. D. 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi,

Makro dan Mikro (edisi ke-1). Yogyakarta: BPFE. Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi, Dengan

Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Thrusby, J. 1980. Alternative CES Estimation Techniques. Review of Economics and Statistics, 62: 292-295.

Toh, Mun Heng. 1985. Technical Change, Elasticity of Factor Substitution and Return to Scale in Singapore Manufacture Industries. Industrial Economic Journal.

Pattyranie, Pauline, H. 2003. Analisis Intensitas Faktor Tenaga Kerja Dan Modal Pada Industri Tepung Kelapa Di Sulawesi Utara. Jurnal Wacana Ekonomika, 1 (1): 86 96.

Yhi, Min Ho. 1980. The Production Structure of Manufacturing Sector and It’s Distribution Implication: The Case of Taiwan. Economic Development and Culture Change, 28(2).

Gambar

Gambar 1. Batas Kritis Serial Korelasi Model Elastisitas Substitusif(d)01,01 (dl)1,34 (du)1,752,66 (4-du) 2,99 (4-dl) 42Autokorelasi  positifAutokorelasi  negatif
Tabel 3. Operasional Perhitungan Nilai V
Gambar 2. Batas Kritis Serial Korelasi Model CES
Tabel 5. Uji Park Model CES dengan Derajat
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian di KUA Umbulharjo Yogyakarta dapat disimpulkan sebagai berikut : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan calon pengantin tentang

Segala puji dan syukur penulis kepada Allah SWT karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang

In terms with coherence and cohesion, the students encountered problems with using suitable subject-verb agreement, using right tenses, using correct articles,

70 Tahun 2012 beserta petunjuk teknisnya, para peserta pengadaan diberi kesempatan menyampaikan sanggahan (bila ada) terhadap hasil kualifikasi ini paling lambat 5

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ HUBUNGAN

PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN GET REAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG PADA SISWA KELAS V SD NEGERI PENGKOK IV.. KEDAWUNG TAHUN

Since the teacher did not get any training in term of the implementation of 2013 Curriculum, she clarified that it was the reason why she got difficulties in implementing

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang : peningkatan hasil belajar siswa selama proses belajar matematika melalui strategi get