i
PENGARUH PEMBERIAN JANGKA PENDEK EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH Persea americana Mill. TERHADAP AKTIVITAS ENZIM ALKALI
FOSFATASE PADA TIKUS TERINDUKSI KARBON TETRAKLORIDA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Margareta Trinova Ponirahayu Tea Mangu NIM : 118114164
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ku ini, Untuk Tuhan Yesus Kristus yang selalu mengangkatku ketika aku jatuh dan
menguatkan ku kembali, Untuk Ayahku yang sekarang pasti sedang tersenyum melihatku dari jauh sana,
Untuk Ibu ku, wanita terhebat dalam hidupku, Untuk kakak-kakak dan adik-adik ku yang selalu menjadi sahabat terbaik ku
dan untuk teman-teman ku Almamaterku.
vii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan kasih-Nya skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Jangka Pendek Ekstrak Etanol Kulit Buah Persea americana Mill. terhadap Aktivitas Enzim Alkali Fosfatase pada Tikus Terinduksi Karbon Tetraklorida” dapat penulis selesaikan pada waktunya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi ini dapat disusun tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph. D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengesahkan skripsi ini.
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph. D., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan, petunjuk, koreksi dan masukan serta motivasi kepada penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
3. Ibu Yunita Linawati, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan koreksi serta saran untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini. 4. Ibu Dr. Erna Tri Wulandari, M. Si., Apt. selaku dosen penguji skripsi yang
telah memberikan koreksi serta saran untuk kesempurnaan penulisan skripsi ini.
viii
5. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, Apt. selaku Kepala Laboratorium selama peneliti melakukan penelitian di laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini.
6. Ibu Agustina Setiawati, M. Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengesahkan surat determinasi tanaman.
7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M. Si., atas bantuan dalam determinasi tanaman Persea americana Mill.
8. Bapak Heru, Bapak Suparjiman, dan Bapak Kayatno selaku laboran bagian Farmakologi dan Toksikologi, Bapak Wagiran selaku laboran Farmakognosi Fitokimia, Bapak Suparlan selaku laboran Kimia Organik, serta Bapak Kunto selaku laboran Kimia Analisis atas segala bantuan selama pelaksanaan skripsi ini.
9. Keluarga yang selalu mendoakan saya, memberi semangat dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini (Ayah penulis Gaspar Mbasa, Ibu Penulis Theresia Sukemi, Kakak Penulis Jimmy Ronaligius dan Vicky Aprilia, adik penulis Antofan Ferdianus dan Novita Elisabeth serta kakak Ipar penulis Retno).
10. Teman-teman seperjuangan “Tim Alpukat” Mita, Puput, Gita, Vivo, Gemah, Risa, Siska, Ester, Angel, Jolin, Wina, Uci, dan Sita untuk kerja sama, suka duka, bantuan, dan perjuangan dalam menyelesaikan skripsi sampai akhir.
ix
11. Depot Es Teller atas partisipasi menyediakan alpukat.
12. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu yang turut membantu selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga masukan berupa saran sangat diharapkan agar skripsi ini menjadi lebih sempurna, dan akhir kata semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak yang berkepentingan.
Yogyakarta, 9 Desember 2014
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPETINGAN AKADEMIS ... vi
PRAKATA ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
INTISARI ... xix ABSTRACT ... xx BAB I. PENGANTAR ... 1 A. Latar Belakang ... 1 1. Perumusan masalah ... 4 2. Keaslian penelitian ... 4 3. Manfaat penelitian ... 5 B. Tujuan Penelitian ... 6
xi
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Hati ... 7
1. Anatomi dan Fisiologi Hati ... 7
2. Fungsi Hati ... 8 3. Kerusakan Hati ... 9 a. Perlemakan (Steatosis) ... 9 b. Nekrosis hati ... 9 c. Kolestasis ... 9 d. Sirosis ... 10 B. Karbon Tetraklorida ... 11 C. Metode Pengujian... 12
1. Tes enzim serum ... 13
2. Tes ekskretori hepatik ... 13
3. Analisis histologik kerusakan hati ... 13
4. Perubahan kandungan kimia hati ... 14
D. Alpukat ... 14
1. Sinonim ... 14
2. Nama daerah... 14
3. Taksonomi ... 14
4. Kandungan ... 15
5. Khasiat dan kegunaan ... 16
xii
F. Ekstraksi Maserasi ... 18
G. Landasan Teori ... 18
H. Hipotesis ... 20
BAB III. METODE PENELITIAN... 21
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 21
B. Variabel dan Definisi Operasional ... 21
1. Variabel utama ... 21 2. Variabel pengacau ... 22 3. Definisi operasional ... 22 C. Bahan Penelitian... 23 1. Bahan utama ... 23 2. Bahan kimia ... 23 D. Alat Penelitian ... 25 1. Alat ekstraksi ... 25
2. Alat uji hepatoprotektif ... 25
E. Tata Cara Penelitian ... 25
1. Determinasi buah Persea americana Mill. ... 26
2. Pengumpulan bahan uji ... 26
3. Pembuatan serbuk kering kulit buah Persea americana Mill. ... 26
4. Penetapan kadar air serbuk kulit buah Persea americana Mill. ... 26
5. Pembuatan ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. ... 27
xiii
7. Penetapan dosis ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. .... 28
8. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1 % ... 29
9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida ... 29
10. Uji pendahuluan ... 29
11. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 30
12. Pembuatan serum ... 31
13. Penetapan aktivitas serum ALP ... 31
F. Tata Cara Analisis Hasil... 32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33
A. Penyiapan Bahan ... 33
1. Hasil determinasi tanaman ... 33
2. Penetapan kadar air serbuk kulit buah Persea americana Mill. ... 33
3. Hasil penimbangan bobot ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. 34 B. Uji Pendahuluan ... 35
1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida ... 35
2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji ... 35
3. Penentuan dosis ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. ... 38
C. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Jangka Pendek Ekstrak Etanol Kulit Persea americana Mill. Terhadap Aktivitas ALP ... 38
1. Kontrol negatif olive oil dosis 2 ml/kg BB ... 41
2. Kontrol hepatoksin karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB... 42 3. Kontrol ektrak etanol kulit Persea americana Mill. Dosis 1,4 g/kg BB 43
xiv
4. Kelompok perlakuan jangka pendek ekstrak etanol kulit Persea americana Mill. Dosis 0,35; 0,70; 1,40 g/kg BB pada tikus
jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida... 44
D. Rangkuman Pembahasan ... 46
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48
A. Kesimpulan ... 48
B. Saran ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 49
LAMPIRAN ... 54
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Purata aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian karbon
tetraklorida doisis 2 ml/kg BB pada selang waktu 0, 24, dan 48 ... 36 Tabel II. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian karbon
tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam ... 37 Tabel III. Purata aktivitas ALP tikus dengan pemberian ekstrak etanol kulit
Buah Persea americana Mill.yang terinduksi karbon tetraklorida
dosis 2 ml/kgBB ... 39 Tabel IV. Hasil uji scheffe aktivitas ALP tikus setelah pemberian karbon
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida ... 12 Gambar 2. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah
pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB pada selang
waktu 0, 24 dan 48 jam ... 36 Gambar 3. Diagram batang rata-rata aktivitas ALP tikus setelah
pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada kelompok
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto penampang luar buah Persea americana Mill. ... 55
Lampiran 2. Foto penampang dalam buah Persea americana Mill. ... 55
Lampiran 3 Foto buah Persea americana Mill.. ... 56
Lampiran 4. Foto serbuk kulit buah Persea americana Mill. ... 56
Lampiran 5. Foto Ekstrak kental kulit buah Persea americana Mill. ... 57
Lampiran 6. Foto Larutan ekstrak etanol kulit bauh Persea americana Mill .. 57
Lampiran 7. Surat Pengesahan Medical and Health Research Ethics Commite (MHREC) ... 58
Lampiran 8. Surat Uji Kadar Air... 59
Lampiran 9. Surat Determinasi Persea americana Mill ... 60
Lampiran 10. Analisis statistik aktivtas serum ALP pada uji pendahuluan penentuan waktu pencuplikan darah ... 61
Lampiran 11. Analisis statistik aktivitas serum ALP perlakuan ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. setelah induksi karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB ... 65
Lampiran 12. Perhitungan konversi dosis untuk manusia ... 72
Lampiran 13. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. kelompok perlakuan ... 72
Lampiran 14. Hasil rendemen ekstrak etanol kulit bauh Persea americana Mill. 74 Lampiran 15. Bobot pengeringan ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. hingga terbentuk ekstrak kental ... 74
xviii
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol jangka pendek kulit buah Persea americana Mill. terhadap aktivitas Alkali Fosfatase (ALP) tikus terinduksi karbon tetraklorida dan untuk mengetahui tingkat kekerabatan dosis dengan penurunan aktivitas ALP.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini dilakukan dengan mengelompokkan tiga puluh ekor tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan dengan berat ± 150-250 gram ke dalam enam kelompok, masing- masing sama banyak. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida dosis 2ml/kgBB secara intra peritoneal (i.p). Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil sebanyak 2 ml/kgBB secara i.p. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dosis 1,40 g/kgBB secara per oral. Kelompok IV diberi ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dosis 0,35 g/kgBB secara per oral. Kelompok V diberi ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dosis 0,70 g/kgBB secara per oral. Kelompok VI diberi ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dosis 1,40 g/kgBB secara per oral. Kelompok IV-VI dipejani karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB secara i.p setelah 6 jam. Darah tikus kemudian diambil setelah 24 jam melalui sinus orbitalis mata, kemudian diukur aktivitas ALP-nya. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan ANOVA satu arah.
Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. memberikan efek menurunkan aktivitas ALP pada tikus jantan galur Wistar terinduksi karbon tetraklorida. Pemberian ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dengan tingkat dosis yang berbeda-beda yaitu 0,35; 0,70; dan 1,40 g/kgBB tidak memiliki hubungan kekerabatan antar dosis dengan penurunan aktivitas ALP.
Kata kunci : kulit buah Persea americana Mill., ekstrak etanol, jangka pendek, alkali fosfatase, karbon tetraklorida.
xix
ABSTRACT
The aim of study research were to prove the short-term effect of ethanol extract Persea americana Mill. peel about Alkalin Fosfatase’s activity in rats induced with carbon tetrachloride and to decide the relationship level of dose with decrease Alkalin Fosfatase’s activity.
This research is purely experimental research with randomized complete direct sampling design. This research used 30 male Wistar rats, 2-3 month old with weighing ± 150-250 grams into six group of five eachs. The first group (hepatotoxin control) was given carbon tetrachloride 2 ml/kgBW intraperitoneally. The second group (negative control) was given olive oil 2 ml/kgBW intraperitoneally. Third group (extract control) was given ethanol extract Persea americana Mill. peel with dose 1.40 g/kgBW orally. The fourth group (low dose) was given ethanol extract Persea americana Mill. peel with dose 0.35 g/kgBW orally. The fifth group (medium dose) was given ethanol extract Persea americana Mill. peel with dose 0.7 g/kgBW orally. The sixth group (high dose) was given ethanol extract Persea americana Mill. peel with dose 1.40 g/kgBW orally. The fourth until sixth group was given carbon tetrachloride with dose 2 ml/kgBW intraperitoneally after six hours. Twenty-four hours later, blood was collected from orbital sinus eye to be measured ALP’s activity. Data of ALP’s activity which were obtained were analyzed using one-way ANOVA.
Based on the research, ethanol extract Persea americana Mill. peel gave effect for decrease the ALP’s activity in male Wistar rats that induced by carbon tetrachloride. Ethanol extract Persea americana Mill. peel was given with different level dose were 0.35; 0.70 and 1.40 g/kgBW don’t have relationship level of dose with decrease ALP’s activity.
Keywords : Persea americana Mill. peel, ethanol extract, short-term, ALP, carbon tetrachloride.
1
BAB I
PENGANTAR A. LATAR BELAKANG
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh, menyumbang sekitar dua persen berat tubuh total, atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa (Price dan Wilson, 2005). Proses penyakit pada hati dikenal sebagai sirosis hati. Penyakit ini lebih umum disebabkan oleh alkoholisme, tetapi penyakit ini juga dapat terjadi karena masuknya racun seperti karbon tetraklorida, penyakit virus seperti hepatitis infeksiosa, obstruksi usus biliaris dan proses infeksi di dalam duktus biliaris (Guyton dan Hall, 2007).
Pada tahun 2009, World Health Organization (WHO) telah melaporkan bahwa di tahun 2004 kanker hati adalah penyebab kematian dari 610.000 orang. Kanker sendiri dapat terjadi karena senyawa karsinogenik kimia ataupun karsinogenik biologis seperti infeksi virus, bakteri dan parasit.
Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model dalam kerusakan hati adalah karbon tetraklorida. Karbon tetraklorida di dalam tubuh akan mengalami proses biotransformasi oleh enzim CYP2E1 membentuk radikal bebas yaitu radikal triklorometil (●CCl3). Radikal ini kemudian akan bereaksi dengan
oksigen dan membentuk radikal triklorometil peroksi (●OOCCl3) yang lebih reaktif
(Hippeli dan Elstner, 1999).
Radikal triklorometil dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sitokrom P-450. Radikal triklorometil akan berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal
dan protein, dan akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol. Reaksi ini juga menghasilkan kloroform, yang merupakan salah satu metabolit dari karbon tetraklorida. Selain itu pula radikal triklorometil dapat menginisiasi terjadinya radikal lipid yang menyebabkan terbentuknya lipid hidroperoksidase (LOOH) dan radikal lipid alkoksil (LO●). Melalui proses fragmentasi, radikal lipid alkoksi tersebut akan diubah menjadi malondialdehid (Greguz and Klaaseen, 2001). Senyawa aldehid inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma dan meningkatkan permeabilitas membran (Bruckner dan Warren, 2001). Kelainan pada hati dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas transaminase serum yaitu alanin transaminase (ALT), aspartat amino transferase (AST), bilirubin, γ-Glutamyl transpeptidase (GGT), alkali fosfatase dan albumin (Ganong dan McPhee, 2011; North-Lewis, 2008).
Alkali fosfatase (ALP) merupakan enzim yang berperan dalam mempercepat hidrolisis fosfat organik dengan melepaskan fosfat anorganik. Peningkatan ALP terjadi akibat adanya kolestasis yaitu keadaan yang terjadi karena berkurangnya aktivitas ekskresi empedu pada membran kanalikulus (Lu, 1995). Kolestasis ditandai dengan peningkatan asam empedu dalam plasma, khususnya garam empedu dan bilirubin (Robbins & Cotran, 2005), dan pada obstruksi intra (terjadi kelainan di dalam parenkim hati dan kanalikuli ) maupun ekstrabiliar (terjadi kelainan dilaur parenkim hati) enzim ini akan meningkat 3-10 kali dari nilai normal sebelum timbul ikterus (penyakit kuning akibat akumulasi pigmen empedu) (Ruqiah, Ekowati, Chairul, Masriani, Zulfa, Wasmen, 2007). Kerusakan yang terjadi pada lobus hati
menyebabkan enzim plasma seperti ALP meningkat dalam plasma (Murray, Granner, and Rodwel, 2009). Peningkatan kadar enzim ini dapat digunakan sebagai cerminan adanya kerusakan hati (Baron, 1995).
Tanaman telah memiliki peranan penting dalam menjaga kesehatan manusia dan meningkatkan kualitas hidup. Menurut WHO, sekitar tiga perempat dari populasi dunia bergantung pada obat tradisional dan sebagian besar dari perawatan ini melibatkan penggunaan ekstrak tanaman atau komponen aktifnya (Elvin dan Lewis, 2001). Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan untuk mencegah maupun mengobati penyakit (Donatus, 2001). Salah satunya adalah alpukat (Persea americana Mill.), dimana pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak metanol biji Persea americana Mill. memiliki kandungan fitokimia berupa flavonoid, tanin terkondensasi, anthosianin, alkaloid, dan triterpen (Leite, et. al., 2009). Pada tahun 2012, Malangngi, Meiske, dan Jessey, menyatakan bahwa ekstrak etanol biji Persea americana Mill. memiliki kandungan antioksidan yang mampu berfungsi menangkap radikal bebas DPPH. Menurut Nopitasari (2013), dilaporkan bahwa pemberian ekstrak etanol biji Persea americana Mill. memiliki efek hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida, yang ditunjukkan dengan penurunan aktivitas ALT dan AST serum. Berdasarkan penelitian Vinha, Joana dan Sérgio pada tahun 2013 menunjukkan bahwa ekstrak air dari bagian alpukat memiliki aktivitas antioksidan, pada biji aktivitas antioksidan sebesar 43%, pada kulit buah sebesar 35% dan pada buahnya sendiri sebesar 23%.
Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian terkait pemberian ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida akan memberikan pengaruh penurunan aktivitas ALP. Pemberian ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dilakukan pengamatan dalam jangka pendek untuk mengetahui aktivitas pemberian ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. yang paling efektif dalam memberikan pengaruh penurunan ALP.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pemberian ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dalam penggunaan jangka pendek dapat menurunkan aktivitas ALP pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida?
2. Apakah ada hubungan kekerabatan antara dosis ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dengan penurunan aktivitas ALP?
C. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian yang pernah dilakukan dengan menggunakan biji Persea americana Mill. yaitu oleh Leite et al. (2009) menyatakan bahwa ekstrak metanol biji Persea americana Mill. memiliki kandungan fitokimia berupa flavonoid, tanin terkondensasi, anthosianin, alkaloid, dan triterpan. Pada tahun 2003, Yuko dan Jun melaporkan bahwa aktivitas antioksidan yang potensial ditemukan pada ekstrak metanol biji Persea americana Mill. Malangngi, dkk., (2012) menyatakan bahwa ekstrak etanol biji Persea americana Mill. memiliki kandungan antioksidan yang
berguna untuk menangkap radikal bebas DPPH. Pada penelitian Gunawan (2013), pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dengan dosis 350 mg/kgBB memiliki khasiat nefroprotektif terhadap tikus putih jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida, yang ditunjukkan dengan penurunan serum kreatinin. Pada tahun yang sama, Nopitasari (2013), melaporkan bahwa pemberian ekstrak etanol biji Persea americana Mill. memiliki efek hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida, yang ditunjukkan dengan penurunan aktivitas ALT dan AST serum. Berdasarkan penelitian Ana, dkk., (2013) menunjukkan bahwa bagian buah, kulit dan biji alpukat Algarvian memiliki kandungan karotenoid, phenolik dan flavonoid serta memiliki aktivitas antioksidan. Bedasarkan penelitian Kosińska, Karamác, Estrella, Bartolomé, dan Dykes (2012), ekstrak hidroetanolik pada kulit alpukat dan biji alpukat menunjukkan banyaknya jumlah flavonoid, proantosianidin, dan asam hidrosinamik.
Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan peneliti, untuk penelitian pengaruh pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. terhadap penurunan aktivitas ALP serum pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida belum pernah dilakukan.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang kefarmasian mengenai pengaruh
penurunan aktivitas ALP setelah pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat penggunaan jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. untuk menurukan aktivitas ALP serum yang berfungsi sebagai penunjuk adanya kerusakan hati.
E. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui pengaruh penurunan aktivitas ALP setelah pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida.
2. Mengetahui kekerabatan dosis ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dengan penurunan aktivitas ALP.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. HATI
1. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati merupakan organ terbesar pada tubuh, menyumbang sekitar dua persen berat tubuh total, atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa (Guyton dan Hall, 2007). Dimana hati terletak dalam rongga abdomen (Kumar, Abbas, Fausto, dan Mitchell, 2007). Bentuk hati menyesuaikan dengan struktur disekitarnya. Pada bagian atas hati memilki bentuk cembung dan terletak di bagian kanan bawah diafragma dan sebagian terletak di sebelah kiri bawah. Bagian bawah hati memiliki bentuk berupa cekung dan melindungi organ lain seperti ginjal kanan, lambung, usus, dan pankreas. Hati mempunyai kapasitas cadangan yang besar untuk regenerasi sel yang rusak dan hanya memerlukan 10-20% fungsi jaringan untuk mempertahankan hidup. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati, dimana saluran empedu berfungsi mentransport dan kandung empedu berfungsi menyimpan dan mengeluarkan empedu ke usus halus sesuai yang dibutuhkan. Hati mengsekresi sekitar 1 liter empedu kuning setiap hari (Price dan Wilson, 2005). Hati memiliki berat sekitar 1400 g pada orang dewasa dan dibungkus oleh suatu fibrosa. Hati menerima hampir sekitar 1500 ml darah per menit melalui vena porta dan arteri hepatica (McPhee dan Ganong, 2007).
Hati terbagi dalam belahan utama yaitu kanan dan kiri. Hati terletak di bawah diafragma dengan permukaan atas berbentuk cembung, sedangkan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan, fasiura transverses (Pearce, 2009).
Hati tersusun dari dua lobus yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Belahan kanan dan kiri dipermukaan bawah dipisahkan oleh fasiura longitudinal, sedangkan dipermukaan atas dipisahkan oleh ligamen falsiformis. Dari setiap lobus terdiri dari lobules. Lobulus merupakan struktur-struktur pada setiap lobus di hati, lobules terdiri dari lempeng-lempeng sel hati yang berbentuk seperti kubus dan tersusun mengelilingi vena sentralis (Pearce, 2009). Lempeng-lempeng sel hati dibatasi oleh ruang vascular yaitu sinusoid. Sinusoid merupakan cabang vena portae dan arteri hepatica sehingga darah akan bercampur menuju ke vena-vena sentral (Ganong dan McPhee, 2011).
2. Fungsi Hati
Fungsi utama hati sebagai pusat metabolisme tubuh, yakni hati berperan penting dalam metabolisme lemak; penimbun vitamin, besi, dan tembaga; detoksifikasi sejumlah zat endogen (indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada asam amino dalam usus besar) dan zat eksogen (morfin, fenobarbital); serta makronutrien yang dihantarkan oleh vena portae hepatis pasca absorpsi dari usus. Sel-sel hati mendapat suplai darah dari vena portae hepatis yang kaya makanan, tidak mengandung oksigen, dan kadang-kadang toksik. Sel hati mendapat darah yang relatif kurang oksigen, karena memiliki sistem peredaran darah
yang tidak biasa. Hal inilah yang menyebabkan sel hati lebih rentan terhadap kerusakan dan penyakit (Wibowo dan Paryana, 2009).
3. Kerusakan pada Hati
a. Perlemakan (Steatosis)
Perlemakan hati ditandai dengan adanya lipid pada hati dengan berat lebih dari 5%. Lesi yang terbentuk dapat bersifat jangka pendek, seperti yang ditimbulkan oleh etionin, fosfor, atau tertrasiklin. Tetrasiklin menyebabkan banyaknya butiran lemak kecil di dalam suatu sel, sementara etanol menyebabkan terbentuknya butiran lemak kecil yang menggantikan inti, sedangkan karbon tetraklorida menyebabkan perlemakan hati melalui penghambatan sintesis satuan protein dari lipoprotein dan penekanan konjugasi trigliserid dengan lipoprotein (Lu, 1995).
b. Nekrosis hati
Nekrosis hati merupakan kematian dari hepatosit yang termasuk dalam kerusakan jangka pendek. Kematian sel ini ditandai dengan edema sitoplasma, dilatasi retikulum endoplasma, dan disagregasi polisom (Lu, 1995). Peradangan parah, nekrosis hepatosit dapat mengenai seluruh lobulus atau sebagian besar hati dan biasanya menyebabkan gagal hati (Robbins & Cotran, 2005).
c. Kolestasis
Kolestasis merupakan salah satu jenis kerusakan hati yang bersifat akut, dan lebih jarang ditemukan dibandingkan perlemakan hati dan nekrosis. Keadaan kolestasis terjadi karena berkurangnya aktivitas ekskresi empedu pada membran kanalikulus (Lu, 1995). Kolestasis ditandai dengan peningkatan asam empedu dalam
plasma, khususnya garam empedu dan bilirubin (Robbins & Cotran, 2005). Terganggunya ekskresi empedu dari pigmen bilirubin, pigmen akan terakumulasi di mata dan jaringan perifer terutama di kulit, menghasilkan penyakit kuning, dan tumpahan ke dalam urin, yang menjadi kuning coklat atau gelap terang (Gregus dan Klaaseen, 2001).
Toksin yang menginduksi kolestasis dapat bersifat sementara atau kronis, namun ketika dalam jumlah yang besar, hal ini dapat memicu pembengkakan sel, kematian sel, dan peradangan. Banyak jenis bahan kimia termasuk logam, hormon dan obat-obatan menjadi penyebab kolestasis (Gregus dan Klaaseen, 2001). Histologis kolestasis kemungkinan sangat halus sehingga sulit untuk dideteksi tanpa penelitian ultrastruktur. Perubahan struktural mencakup pelebaran dari kanalikulus empedu serta adanya colokan empedu dalam saluran empedu dan kanalikuli (Lu, 1995).
d. Sirosis
Sirosis merupakan bentuk tahap kerusakan hati kronis dan bersifat fatal (Gregus dan Klaaseen, 2001). Sirosis ditandai dengan penghancuran hepatosit dan terbentuknya jaringan parut fibrosa padat, khususnya serabut-serabut kolagen yang menggantikan sel normal atau sel hepatik yang telah hancur. Hal itu sebagai respon terhadap kerusakan atau peradangan berulang sehingga hati kehilangan fungsi dan distorsi strukturnya (Mary, Mary dan Yakobus, 2005). Sirosis bersifat irreversibel, memiliki harapan hidup kecil, biasanya merupakan hasil paparan berulang zat kimia beracun contohnya alkohol (Treinen dan Moslen, 2001).
B. KARBON TETRAKLORIDA
Karbon tetraklorida merupakan suatu cairan jernih yang mudah menguap, tidak berwarna, dan dengan bau khas, BM 153,82 dan sangat sukar larut dalam air (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Karbon tetraklorida adalah senyawa yang mudah larut dalam lemak dan merupakan model hepatotoksik yang dapat menimbulkan nekrosis sentrilobular hepatik dan perlemakan hati (Wahyuni, 2005). Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa kimia yang bersifat
lebih ekstensif dalam merusak hepar jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya.
Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang bersifat toksik. Karbon tetraklorida di dalam tubuh akan mengalami proses biotransformasi oleh enzim CYP2E1 membentuk radikal bebas yaitu radikal triklormetil (●CCl3). Radikal ini
kemudian akan bereaksi dengan oksigen dan membentuk radikal triklorometil peroksi (●OOCCl3) yang lebih reaktif (Gambar 1.) (Hippeli and Elstner, 1999).
Radikal triklorometil dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sitokrom P-450. Radikal triklorometil akan berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol. Reaksi ini juga menghasilkan kloroform, yang merupakan salah satu metabolit dari karbon tetraklorida (Gambar 1.). Selain itu pula radikal triklorometil dapat menginisiasi terjadinya radikal lipid yang menyebabkan terbentuknya lipid hidroperoksidase (LOOH) dan radikal lipid alkoksil (LO●). Melalui proses fragmentasi, radikal lipid alkoksi tersebut akan diubah menjadi malondialdehid
(Greguz and Klaaseen, 2001). Senyawa aldehid inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma dan meningkatkan permeabilitas membran (Bruckner dan Warren, 2001).
Gambar 1. Mekanisme biotransformasi dan oksidasi karbon tetraklorida (Timbrell, 2008)
C. METODE PENGUJIAN
Evaluasi terjadinya kerusakan hepatik dapat dilakukan dengan beberapa uji penting di laboratorium. Evaluasi tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Tes enzim serum
Mengevaluasi kerusakan hati dengan enzim serum didasarkan atas spesifikasi dan sensitivitas berbagai tipe kerusakan hati. Berbagai parameter dapat diukur dalam plasma. Penentuan AST dan ALT enzim adalah cara pengukuran parameter umum dalam plasma untuk mendeteksi kerusakan hati, enzim yang dihasilkan beberapa kali lipat dalam 24 jam pertama setelah kerusakan (Timbrell, 2008). Ada beberapa enzim lain yang dapat digunakan sebagai penanda, yaitu Alkalin fosfatase dan gamma-glutamiltranspeptidase (-GT). Kenaikan aktivitas kedua enzim serum tersebut menunjukkan kerusakan kolestatik (Plaa dan Charbonneau, 2001).
2. Tes ekskretori hepatik
Zat kimia yang terdapat di dalam sirkulasi sistemik dapat diekskresikan oleh hati dalam bentuk tidak berubah atau dirubah di dalam hepatosit. Bilirubin dan xenobiotika merupakan contoh senyawa yang digunakan untuk mendeteksi kerusakan hepatik (Plaa dan Charbonneau, 2001). Pada kerusakan hati, plasma bilirubin yang mengalami peningkatan dan albumin plasma yang mengalami penurunan juga dapat diukur (Timbrell, 2008).
3. Analisis histologik kerusakan hati
Analisis potensi hepatotoksik zat kimia tidak lengkap apabila tidak dengan adanya deskripsi histologi kerusakan yang dihasilkan. Ciri-ciri kerusakan hati ditentukan dengan melakukan pengamatan mikroskopik cahaya (Plaa dan Charbonneau, 2001).
4. Perubahan kandungan kimia hati
Tingkat kerusakan hati yang terjadi dapat dideteksi dan ditetapkan melalui perubahan struktural dan fungsional hepatik yang disebabkan oleh zat hepatotoksik. Perubahan efek farmakologis obat dapat digunakan untuk menentukan dan mendeteksi disfungsi hati (Plaa dan Charbonneau, 2001).
D. ALPUKAT
1. Sinonim
Persea gratissima Gaertn., Persea drymifolia, Persea mubigena, Persea guatemalensis (Sunarjono, 2008).
2. Nama Daerah
Apokat, alpokat (Melayu), arpuket (Sunda), alpokat (Jawa), alpuket (Betawi) (Suhono et al., 2010).
3. Taksonomi
Kerajaan : Plantae
Sub-kerajaan : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Filum : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Sub-Filum : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub-kelas : Magnoliidae
Ordo : Laurales Suku : Lauraceae
Marga : Persea
Jenis : Persea americana Mill. (Suhono et al, 2010). 4. Kandungan
Hasil skrining fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun, Nikodemus, Muhtadi (2004) terhadap simplisia dan ekstrak etanol biji Persea americana Mill. menunjukkan bahwa biji alpukat mengandung polifenol, flavonoid, triterpenoid, kuinon, saponin, tanin dan monoterpenoid dan seskuiterpenoid. Berdasarkan penelitian Vinha, dkk., (2013) menunjukkan komposisi aktif dari beberapa bagian alpukat. Bagian buah alpukat Algarvian yang berjenis Hass menunjukkan kandungan karotenoid sebesar 0,8 ± 0,2 mg/100g, komposisi fenolik 410,2 ± 69,0 mg/100g dan flavonoid 21,9 ± 1,0 mg/100g. Bagian kulit buah memiliki kandungan 2,5 ± 0,1 mg/100g karotenoid, 679,0 ± 117,0 mg/100g fenolik dan 44,3 ± 3,1 mg/100g flavonoid. Bagian biji buah menunjukkan kandungan fenolik sebesar 704,0 ± 130,0 mg/100g dan flavonoid 47,9 ± 2,6 mg/100g. Konsentrasi kandungan vitamin C dan E yang tertinggi terletak pada buah (5,3 ± 1,7 mg/100g kandungan vitamin E) dan kulit (4,1 ± 2,7 mg/100g kandungan vitamin C). Alpukat memiliki aktivitas antioksidan, pada biji aktivitas antioksidan sebesar 43%, pada kulit buah sebesar 35% dan pada buahnya sendiri sebesar 23%. Bedasarkan penelitian Kosińska et al. pada tahun 2012, ekstrak hidroetanolik pada kulit alpukat dan biji alpukat menunjukkan banyaknya jumlah flavonoid, proantosianidin, dan asam hidrosinamik.
5. Khasiat dan Kegunaan
Penelitian Imafidon and Amaechina (2010) dan Anaka, Ozolua, Okpo (2009) melaporkan ekstrak air biji Persea americana Mill. mempunyai khasiat sebagai antihipertensi. Ekstrak etanol biji Persea americana Mill. memiliki kandungan antioksidan (Malangngi, dkk., 2012). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa ekstrak metanol biji Persea americana Mill. memiliki kandungan fitokimia berupa flavonoid, tanin terkondensasi, anthosianin, alkaloid, dan triterpan (Leite et al., 2009). Tahun 2003, Yuko dan Jun melaporkan bahwa aktivitas antioksidan yang potensial ditemukan pada ekstrak metanol biji Persea americana Mill. Penelitian Nopitasari (2013), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol biji Persea americana Mill. memiliki efek hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida, yang ditunjukkan dengan penurunan aktivitas ALT dan AST serum. Menurut Gunawan (2013), pemberian ekstrak metanol-air biji Persea americana Mill. dengan dosis 350 mg/kgBB memiliki khasiat nefroprotektif terhadap tikus putih jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida, yang ditunjukkan dengan penurunan serum kreatinin. Menurut Rosari (2013), pemberian dekok biji Persea americana Mill. secara jangka pendek dengan dosis 360,71 mg/kgBB memiliki pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida.
E. ALKALI FOSFATASE
Alkali fosfatase merupakan enzim yang berperan dalam mempercepat hidrolisis fosfat organik dengan melepaskan fosfat anorganik. Enzim ini terdapat dalam banyak jaringan, terutama di hati, tulang, mukosa usus, dan plasenta. Peningkatan ALP terjadi akibat adanya kolestasis, dan pada obstruksi intra maupun ekstrabiliar enzim ini akan meningkat 3-10 kali dari nilai normal sebelum timbul ikterus. Berdasarkan penelitian, pemberian 10 ml CCl4/kgBB menunjukkan bahwa
kemampuan hati dalam mensintesis enzim ALP sudah sangat terganggu akibat terjadinya kerusakan sel hati yang luas dan berat (Ruqiah, dkk., 2007). Berdasarkan penelitian Janakat dan Merie (2002) dan penelitian Garri (2013) dosis yang digunakan pada penelitian ini yaitu 2 ml/kg BB, yang mana pada dosis ini sudah mampu menimbulkan efek hepatotoksik. Adapun pada dosis rendah karbon tetraklorida hanya menyebabkan kerusakan ringan berupa perlemakan hati (Timbrell, 2008).
Kerusakan yang terjadi pada lobus hati menyebabkan enzim plasma seperti ALP meningkat dalam plasma (Murray,dkk., 2009). Peningkatan ALP serum terjadi karena kerusakan dinding kanalikulus biliaris yang tersusun dari hepatosit yang rusak (tempat ALP berada) akibat dari ikatan kovalen antara lipid dengan radikal bebas. Sehingga terjadi kebocoran dan menyebabkan serum ALP banyak terdapat di plasma darah. Pada tikus ditunjukkan nilai normal dari serum ALP adalah 164 ± 7,5 U/L (Kiran, Vijaya, Ganga, 2012). Peningkatan kadar enzim ini dapat digunakan untuk cerminan adanya kerusakan hati (Baron, 1995).
Kelainan pada hati dapat dilihat dari meningkatnya aktivitas transaminase serum yaitu alanin transaminase (ALT), aspartate aminotransferase (AST), bilirubin, GGT (γ-Glutamyl transpeptidase), alkalin phosfatase dan protein (Ganong dan McPhee, 2011; North-Lewis, 2008).
F. EKSTRAKSI MASERASI
Ekstrak merupakan sediaan kental yang diperoleh dengan cara mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005).
Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari tidak mengandung benzoin, stiraks dan lilin (Sudarmaji, Haryono, dan Suhardi, 1989).
G. LANDASAN TEORI
Hati merupakan organ terbesar pada tubuh yang menyumbang sekitar dua persen berat tubuh total, atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa (Guyton dan Hall, 2007). Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati, dimana saluran empedu berfungsi mentransport dan kandung empedu berfungsi
menyimpan dan mengeluarkan empedu ke usus halus sesuai yang dibutuhkan. Hati mengsekresi sekitar 1 liter empedu kuning setiap hari (Price and Wilson, 2005).
Alkali fosfatase merupakan enzim yang berperan dalam mempercepat hidrolisis fosfat organik dengan melepaskan fosfat anorganik. Peningkatan ALP terjadi akibat adanya kolestasis, dan pada obstruksi intra maupun ekstrabiliar enzim ini akan meningkat 3-10 kali dari nilai normal sebelum timbul ikterus (Ruqiah, dkk., 2007). Kerusakan yang terjadi pada lobus hati menyebabkan enzim plasma seperti ALP meningkat dalam plasma (Murray,dkk., 2009). Peningkatan kadar enzim ini dapat digunakan untuk cerminan adanya kerusakan hati (Baron, 1995).
Karbon tetraklorida (CCl4) merupakan senyawa kimia yang bersifat lebih
ekstensif dalam merusak hepar jika dibandingkan dengan senyawa kimia lainnya. Karbon tetraklorida merupakan senyawa yang bersifat toksik. Karbon tetraklorida di dalam tubuh akan mengalami proses biotransformasi oleh enzim CYP2E1 membentuk radikal bebas yaitu radikal triklormetil (●CCl3). Radikal ini kemudian
akan bereaksi dengan oksigen dan membentuk radikal triklorometil peroksi (●OOCCl3) yang lebih reaktif (Hippeli and Elstner, 1999).
Radikal triklorometil dapat menyebabkan terjadinya kerusakan sitokrom P-450. Radikal triklorometil akan berikatan secara kovalen dengan lemak mikrosomal dan protein, dan akan bereaksi secara langsung dengan membran fosfolipid dan kolesterol. Reaksi ini juga menghasilkan kloroform, yang merupakan salah satu metabolit dari karbon tetraklorida. Selain itu pula radikal triklorometil dapat menginisiasi terjadinya radikal lipid yang menyebabkan terbentuknya lipid
hidroperoksidase (LOOH) dan radikal lipid alkoksil (LO●). Melalui proses fragmentasi, radikal lipid alkoksi tersebut akan diubah menjadi malondialdehid (Greguz and Klaaseen, 2001). Senyawa aldehid inilah yang akan menyebabkan kerusakan pada membran plasma dan meningkatkan permeabilitas membran (Bruckner dan Warren, 2001).
Biji Persea americana Mill. diketahui mempunyai aktivitas antioksidan yang potensial pada ekstrak metanol biji Persea americana Mill. (Yuko dan Jun, 2003). Menurut Rosari (2013), pemberian dekok biji Persea americana Mill. secara jangka pendek dengan dosis 360,71 mg/kgBB memiliki pengaruh terhadap penurunan aktivitas ALT dan AST pada tikus jantan yang terinduksi karbon tetraklorida. Menurut Nopitasari (2013), pemberian ekstrak etanol biji Persea americana Mill. memiliki efek hepatoprotektif pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida, yang ditunjukkan dengan penurunan aktivitas ALT dan AST serum. Berdasarkan penelitian Ana, Joana dan Sérgio pada tahun 2013 menunjukkan ekstrak dari bagian alpukat memiliki aktivitas antioksidan, pada biji aktivitas antioksidan sebesar 43%, pada kulit buah sebesar 35% dan pada buahnya sendiri sebesar 23%. Hal ini memungkinkan pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. mampu berperan sebagai penurun aktivitas ALP.
H. HIPOTESIS
Pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. memiliki efek penurunan aktivitas ALP pada tikus terinduksi karbon tetraklorida.
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian mengenai pengaruh pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. terhadap aktivitas enzim Alkali Fosfatase pada tikus terinduksi karbon tetraklorida merupakan penelitian eksperimental murni dengan memberikan perlakuan terhadap sejumlah variabel penelitian. Rancangan penelitian ini termasuk rancangan acak lengkap pola searah yang artinya bahwa setiap hewan uji mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan perlakuan, dimana hewan uji mendapatkan perlakuan yang sama. Dan variabel pada penelitian ini menggunakan satu variabel bebas.
B. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL
1. Variabel Utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah variasi dosis penggunaan jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. yang diberikan pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida. b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah pengaruh penurunan aktivitas ALP pada tikus jantan galur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida setelah pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill.
2. Variable Pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi hewan uji yang digunakan, yaitu tikus galur Wistar dengan jenis kelamin jantan dengan berat badan 150-250 g dan berumur 2-3 bulan, digunakan tikus dewasa dengan berat yang mencukupi karena tikus dengan usia dewasa sudah memiliki organ yang lengkap; frekuensi waktu pemberian ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dan cara pemberian ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. secara peroral serta bahan kulit buah Persea americana Mill.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam percobaan ini adalah kondisi patofisiologis hewan uji.
3. Definisi Operasional
a. Ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill.
Ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. adalah ekstrak kental yang diperoleh dari serbuk kering kulit buah Persea americana Mill. yang dilarutkan dalam pelarut etanol 70% dan dimaserasi selama 5 hari dengan sesekali penggojokan. Kemudian disaring, serbuknya di remaserasi kembali selama 2 hari dengan sesekali penggojokan. Setelah itu disaring, hasil penyaringan pertama dan kedua disatukan dan dievaporasi dengan cara diuapkan di atas waterbath pada suhu 800C hingga bobot tetap.
b. Penurunan ALP
Penurunan ALP merupakan kemampuan ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. untuk menurunkan aktivitas ALP pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida.
c. Jangka pendek
Jangka pendek yang dimaksud dalam penelitian adalah pemberian ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. kepada hewan uji pada waktu 6 jam sebelum pemberian karbon tetraklorida.
d. Kulit buah
Kulit buah yang dimaksud dalam penelitian adalah kulit buah Persea americana Mill. yang didapatkan dari buah Persea americana Mill. yang sudah matang dengan warna kulit hijau.
C. BAHAN PENELITIAN
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan adalah tikus jantan galur Wistar, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan uji yang digunakan adalah kulit buah Persea americana Mill. yang diperoleh dari depot es yang terletak di Ambarukmo Plaza dan Malioboro, Yogyakarta. Waktu pengambilan kulit Persea americana Mill. adalah selama periode bulan Juni 2014.
2. Bahan kimia
a. Bahan hepatotoksin yang digunakan adalah karbon tetraklorida yang diperoleh dari Laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Etanol 70% sebagai pelarut yang digunakan untuk pembuatan sediaan uji diperoleh dari laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Sanata Dharma. c. Blanko pengujian ALP menggunakan aqua bidestilata yang diperoleh dari
laboratorium Kimia Analisis Fakultas Farmasi Sanata Dharma.
d. Kontrol negatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah olive oil (Bertolli®) yang diperoleh dari laboratorium Biofarmasetika Fakultas Farmasi Sanata Dharma.
e. Reagen serum ALP
Reagen serum yang digunakan adalah reagen yang terdapat di laboratorium Parahita, karena pengamatan nilai ALP dilakukan laboratorium Parahita di Yogyakarta. Reagen yang digunakan di laboratorium Parahita yaitu terdiri dari dua reagen :
1. Reagen 1 terdiri dari : 2-Amino-2-methylpropanol (C = > 1.2 mol/L) Magnesium (C = > 7.2 mmol/L) Zinc sulfate (C = > 3.6 mmol/L) HEDTA (C = > 7.2 mmol/L) 2. Reagen 2 terdiri dari : 4-Nitrophenyl-phosphate (C = 171.6 mmol/L)
D. ALAT PENELITIAN
1. Alat ekstraksi
Alat gelas yaitu Bekker glass, Erlenmeyer, gelas ukur, labu ukur, cawan porselen, corong Buchner, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®). Mesin penyerbuk Retsch®, ayakan No. 40 Elektric Sieve Shaker Indotest Multi Lab®, timbangan analitik Metteler Toledo®, moisture balance, orbital shaker Optima®, rotary vaccum evaporator IKVAC®, oven Memmert®.
2. Alat uji hepatoprotektif
Seperangkat alat gelas berupa Beker glass, gelas ukur, tabung reaksi, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk (Pyrex Iwaki Glass®). Timbangan electric Mettler Toledo®, sentrifuge Centurion Scientific®, vortex Genie Wilten®, spuit per oral dan syringe 3 cc Terumo®, pipa kapiler, tabung Eppendorf, Microlab 200 Merck®, stopwatch.
E. TATA CARA PENELITIAN
1. Determinasi buah Persea americana Mill.
Determinasi buah Persea americana Mill. dilakukan dengan mencocokan buah Persea americana Mill. yang berasal dari depot es yang terletak di Ambarukmo Plaza dan Malioboro, Yogyakarta dengan literatur Agrilink (2001).
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji penelitian ini adalah kulit buah Persea americana Mill. yang masih segar dan tidak busuk, bahan uji dikumpulkan selama periode bulan Juni 2014. Buah yang diambil adalah buah yang matang dengan warna kulit hijau.
3. Pembuatan serbuk kering kulit buah Persea americana Mill.
Kulit buah Persea americana Mill. yang telah dipisahkan dari dagingnya, diambil kulitnya dan di cuci dibawah air yang mengalir. Setelah bersih diangin-anginkan kemudian dipotong hingga menjadi potongan-potongan kecil bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan. Selanjutnya setelah dalam bentuk potongan kecil dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari. Pengeringan dilanjutkan dengan oven pada suhu 500C selama 24 jam, kemudian diserbuk dan diayak dengan ayakan No. 40 agar luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut semakin besar sehingga kandungan fitokimia yang terkandung dalam kulit buah Persea americana Mill. lebih mudah terekstrak.
4. Penetapan kadar air serbuk kering kulit buah Persea americana Mill.
Penetapan kadar air secara sederhana menggunakan alat moisture balance. Sebanyak 5 g serbuk kulit buah Persea americana Mill. dimasukkan ke dalam alat moisture balance dan diratakan. Serbuk ditimbang sebagai bobot sebelum pemanasan (bobot a). Kemudian serbuk dipanaskan pada suhu diatas 1050C dan serbuk ditimbang kembali sebagai bobot setelah pemanasan (bobot b). Selisih bobot sebelum dan sesudah pemanasan merupakan kadar air dari sampel yang diteliti.
5. Pembuatan ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill.
Pembuatan ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. menggunakan metode maserasi. Metode maserasi dipilih karena digunakan untuk menyari simplisia dimana zat aktif yang terkandung di dalamnya mudah larut dalam cairan penyari. Selain itu dalam proses pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana. Dalam metode maserasi tidak dilakukan pemanasan sehingga bahan alam tidak akan terurai. Cairan penyari yang digunakan adalah etanol karena senyawa hipotesis yang diketahui adalah senyawa golongan glikosida fenolik yang dapat larut dalam pelarut polar. Hal ini berdasarkan penelitian Javier, David, Maria, Petri dan Mario (2011), menyatakan bahwa senyawa fenolik biji Persea americana Mill. merupakan hasil isolasi dengan pelarut organik yang bersifat polar. Berdasarkan penelitian Shirly, Hesty dan Wahyu (2013) menyatakan bahwa ekstrak etanol 70% daun Persea americana Mill. mengandung senyawa flavonoid, saponin, dan kumarin.
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi yaitu perendaman dengan melarutkan 40 g serbuk kulit buah Persea americana Mill. dalam 200 ml pelarut etanol 70 % dan dimaserasi selama 5 x 24 jam pada suhu kamar dengan sesekali dilakukan penggojokan. Tujuan dilarutkannya dalam pelarut etanol supaya senyawa kimia yang terkandung dalam kulit buah Persea americana Mill. dapat larut di dalam pelarut. Selanjutnya hasil maserasi disaring untuk memisahkan filtrat dari serbuk (residu) dengan menggunakan corong Buchner yang dilapisi kertas saring. Kemudian serbuk hasil penyaringan tersebut di remaserasi atau maserasi kembali dengan pelarut yang baru yaitu 100 ml pelarut etanol 70 % selama 2 x 24 jam pada suhu kamar dan
selanjutnya disaring. Kedua hasil ekstrak dicampurkan dan dievaporasi menggunakan labu alas bulat. Ekstrak kental yang diperoleh ditempatkan dalam cawan petri dan dilakukan penimbangan untuk mempermudah dalam perhitungan rendemen ekstrak yang akan diperoleh. Kemudian hasil maserasi diuapkan kembali di atas waterbath dengan suhu 800C hingga diperoleh bobot tetap kemudian disimpan di dalam desikator.
Dilakukan perhitungan rata-rata rendemen enam replikasi ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. kental yang telah dibuat.
Rendemen ekstrak = berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong Berat serbuk kering
Rata-rata rendemen = rep.1 + rep.2 + rep.3 + rep.4 + rep.5 + rep.6
6
6. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak
Berdasarkan penelitian Nopitasari (2013), digunakan konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana pada konsentrasi tersebut ekstrak yang dibuat dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari spuit oral. Cara pembuatannya dengan melarutkan ekstrak sebanyak 3,5 g dalam labu ukur 50 ml dengan pelarut yang sesuai yaitu CMC Na 1%. Sehingga konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan sebesar 7% b/v atau 0,07 g/ml atau 70 mg/ml.
7. Penetapan dosis ekstrak etanol kulit Buah Persea americana Mill.
Berdasarkan penelitian Nopitasari (2013), penetapan peringkat dosis didasarkan dengan bobot tertinggi tikus, konsentrasi ekstrak Persea americana Mill.
yang dapat dimasukkan dan dikeluarkan melalui spuit oral dan pemberian volume cairan peroral yaitu 5 ml. Penetapan dosis tertinggi ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dengan konsentrasi 7% diperoleh sebagai berikut :
D x BB = C x V D x 0,250 kgBB = 70 mg/ml x 5 ml D = 1400 mg/kgBB
Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 2 dan 4 kalinya sehingga didapatkan dosis 700 dan 350 mg/kgBB. Dosis yang digunakan dalam penelitian adalah 350; 700; dan 1400 mg/kgBB atau 0,35; 0,70; dan 1,40 g/kgBB.
8. Pembuatan suspending agent CMC-Na 1%
Ditimbang sebanyak 5 g CMC Na, kemudian dilarutkan menggunakan aquadest 200 ml, lalu didiamkan selama 24 jam hingga CMC mengembang, kemudian di add dengan aquadest pada labu ukur hingga 500 ml.
9. Pembuatan larutan karbon tetraklorida
Karbon tetraklorida dibuat dalam konsentrasi 50% dengan cara melarutkan 50 ml karbon tetraklorida ke dalam olive oil sebanyak 50 ml (Janakat dan Merrie, 2002).
10.Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis karbon tetraklorida bertujuan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida mampu menimbulkan kerusakan hati pada tikus yang ditunjukan dengan adanya peningatan aktivitas serum ALT yang tinggi. Berdasarkan Janakat dan Merie (2002), dosis karbon tetraklorida yang digunakan
adalah 2 ml/kg BB yang terbukti mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST yang diberikan secara intraperitonial (i.p). Pada penelitian yang dilakukan Garri (2013) juga membuktikan bahwa 2 ml/kg BB mampu meningkatkan aktivitas serum ALT dan AST yang pemberiannya melalui intraperitonial (i.p). b. Penetapan waktu pencuplikan darah. Untuk mendapatkan waktu pencuplikan
darah dilakukan orientasi dengan satu kelompok. Dalam satu kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Pengambilan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata. Pada jam ke 0, 24, dan 48 jam setelah pemejanan karbon tetraklorida. Kemudian lakukan pengukuran aktivitas ALT.
11.Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Tiga puluh ekor tikus dibagi menjadi enam kelompok perlakuan secara acak, masing-masing sejumlah lima ekor tikus.
a. Kelompok I (kontrol hepatotoksin) diberi larutan karbon tetraklorida : olive oil (1:1) dosis 2 ml/kgBB secara intra peritonial, setelah dua puluh empat jam ambil darahnya.
b. Kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil sebanyak 2 mL secara intra peritonial, setelah dua puluh empat jam diambil darahnya.
c. Kelompok III (kontrol ekstrak) diberi ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dosis 1,4 g/kgBB secara per oral, enam jam kemudian diambil darahnya. d. Kelompok IV (dosis rendah) diberi ekstrak etanol kulit buah Persea americana
e. Kelompok V (dosis tengah) diberi ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dosis 0,7 g/kgBB secara per oral.
f. Kelompok VI (dosis tinggi) diberi ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. dosis 1,4 g/kgBB secara per oral.
Enam jam kemudian kelompok IV-VI dipejani karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB secara intraperitonial. Ambil darahnya setelah 24 jam melalui sinus orbitalis mata, kemudian diukur aktivitas ALP-nya.
12.Pembuatan serum
Darah diambil melalui sinus orbitalis mata tikus dan ditampung dalam tabung Eppendorf. Darah didiamkan selama ± 15 menit, kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm dan bagian supernatannya diambil.
13.Penetapan aktivitas serum ALP
Pengukuran aktivitas ALP dilakukan di Laboratorium PARAHITA, Yogyakarta. Pengukuran dilakukan dengan cara memasukkan serum yang didapatkan ke dalam alat Architect yang didalamnya terdapat reagen untuk pengukuran ALP serum. Prinsip dari pengukuran aktivitas ALP serum yaitu alkali fosfatase dalam sampel mempercepat hidrolisis p-nitrofenil fosftat (p-NPP) menjadi p-nitrofenol dan fosfat anorganik. Pada pH basa, p-nitrofenol dalam bentuk phenoxide berwarna kuning akan memberikan kenaikan absorbansi pada panjang gelombang 404 nm yang berbanding lurus dengan aktivitas alkali fosfatase dalam sampel.
F. TATA CARA ANALISIS HASIL
Data aktivitas ALP dianalisis dengan Kolmogorov-Smirnov karena sampel yang digunakan pada penelitian kurang dari 50. Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk mengetahui normalitas data pada masing-masing kelompok perlakuan. Nilai normal suatu data ditunjukkan dengan nilai p>0,05. Apabila hasil analisis statistik Kolmogorov-Smirnov kadar serum ALP menunjukkan distribusi data normal (p>0,05), dilanjutkan dengan analisis One Way Anova dengan taraf kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan masing-masing kelompok. Apabila hasil tersebut menunjukkan nilai signifikansi (p>0,05), berarti data tersebut homogen. Kemudian dilanjutkan dengan uji Scheffe untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok. Jika diperoleh distribusi data yang tidak normal maka dilakukan analisis data menggunakan Kruskal-Wallis untuk melihat homogenitasnya, dan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat kebermaknaan perbedaan antar kelompok.
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. pada tikus jantan jalur Wistar yang terinduksi karbon tetraklorida dengan melihat aktivitas enzim alkali fosfatase (ALP) serta melihat tingkat kekerabatan antar dosis dengan peningkatan ataupun penurunan nilai ALP.
A. Penyiapan Bahan
1. Hasil determinasi tanaman
Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah Persea americana Mill. Bagian tanaman yang digunakan untuk determinasi adalah buah Persea americana Mill. Determinasi tanaman dilakukan dengan mencocokkan kesamaan ciri buah Persea americana Mill. dengan literatur Agrilink tahun 2001. Hasil determinasi membuktikan bahwa bahan yang digunakan dalam penelitian benar merupakan tanaman Persea americana Mill.
2. Penetapan kadar air serbuk kulit buah Persea americana Mill.
Penetapan kadar air bertujuan untuk mengetahui kadar air dalam serbuk kulit buah Persea americana Mill. dan melalui uji ini dapat diketahui apakah serbuk kulit buah Persea americana Mill. telah memenuhi persyaratan serbuk yang baik, yaitu memiliki kadar air kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995). Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Gravimetri yang
dilakukan di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Serbuk kulit buah Persea americana Mill. yang akan digunakan, dipanaskan pada suhu diatas 1050C karena diasumsikan pada suhu diatas 1050C kandungan air didalam serbuk kulit buah Persea americana Mill. dapat menguap. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa serbuk kulit buah Persea americana Mill. memiliki kadar air 7,1%. Hal ini menyatakan bahwa serbuk kulit buah Persea americana Mill. memenuhi syarat serbuk yang baik. Kelemahan pada penelitian ini yaitu tidak dilakukan uji kadar air ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hal tersebut.
3. Hasil penimbangan bobot ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill.
Metode yang digunakan dalam pembuatan ekstrak etanol dalam penelitian ini adalah metode maserasi. Metode maserasi dipilih karena digunakan untuk menyari simplisia dimana zat aktif yang terkandung di dalamnya mudah larut dalam cairan penyari. Selain itu dalam proses pengerjaan dan peralatan yang digunakan begitu sederhana. Cairan penyari yang digunakan adalah etanol karena senyawa hipotesis yang diketahui adalah senyawa golongan glikosida fenolik yang dapat larut dalam pelarut polar. Berdasarkan penelitian Malangngi, dkk., pada tahun 2012, ekstrak etanol biji Persea americana Mill. memiliki kandungan antioksidan.
Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 400 gram serbuk kering Persea americana Mill. menghasilkan berat tetap 4,48 gram ekstrak kental, dengan hasil rendemen 11,20 %.
B. Uji Pendahuluan
1. Penentuan dosis hepatotoksin karbon tetraklorida
Senyawa hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini adalah karbon tetraklorida. Pada penelitian ini penentuan dosis karbon tetraklorida bertujuan untuk mengetahui pada dosis berapa karbon tetraklorida dapat menyebabkan kerusakan hati pada tikus yang ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas enzim ALP. Pada penelitian Janakat dan Merie (2002) dan penelitian Garri (2013) menyatakan bahwa dosis karbon tetraklorida yang mampu menimbulkan efek hepatotoksik adalah 2 ml/kg BB. Berdasarkan penelitian Nirmala, Girija, Lakshman dan Divya (2012), menunjukkan bahwa dengan peningkatan nilai ALT lebih dari 1,5 kali lipat menunjukkan peningkatan pada aktivitas ALP serum. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Ruqiah, dkk. (2007), yang menyatakan bahwa dengan peningkatan aktivitas ALT juga meningkatkan aktivitas ALP.
2. Penentuan waktu pencuplikan darah hewan uji
Penentuan waktu pencuplikan darah pada hewan uji bertujuan untuk mengetahui efek hepatotoksik karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB mencapai maksimal, yang ditunjukkan dengan peningkatan ALT tertinggi pada waktu tertentu. Pencuplikan darah dilakukan melalui sinus orbitalis mata dengan selang waktu tertentu yaitu jam ke 0, 24 dan 48 setelah pemberian larutan karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB. Hasil uji berupa aktivitas ALT setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kg BB yang tersaji pada Tabel I dan gambar 2.
Tabel I. Purata aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam (n = 3)
Selang waktu (jam) Purata kadar ALT± SE (U/L)
0 72,3 ± 10,0
24 217,3 ± 4,7
48 90,3 ± 6,5
Gambar 2. Diagram batang rata-rata aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
Berdasarkan data serum ALT yang telah dianalisis dengan menggunakan analisis variansi satu arah menunjukkan nilai signifikansi 0,000 (<0,05). Hal itu menyatakan bahwa antara ketiga kelompok terdapat perbedaan. Lakukan analisis
menggunakan uji Scheffe untuk mengetahui kebermaknaan perbedaan antar kelompok. Hasil analisis yang diperoleh dari uji Scheffe dapat dilihat pada tabel II.
Tabel II. Hasil uji Scheffe aktivitas serum ALT tikus setelah pemberian karbon tetraklorida dosis 2 ml/kgBB pada selang waktu 0, 24, dan 48 jam
Selang waktu Jam ke 0 Jam ke 24 Jam ke 48
Jam ke 0 BB BTB
Jam ke 24 BB BB
Jam ke 48 BTB BB
Keterangan : BB = Berbeda bermakna (p ≤ 0,05) BTB = Berbeda tidak bermakna (p > 0,05)
Berdasarkan data tabel I, terlihat aktivitas ALT yang paling tinggi yaitu pada jam ke 24, yaitu 217,3 ± 4,7 U/L. Aktivitas ALT pada jam ke 24 memberikan peningkatan yang signifikan dan berbeda bermakna dibandingkan jam ke 0 dan 48 (Tabel II). Aktivitas serum ALT mengalami penurunan pada jam ke 48 yakni 90,3 ± 6,5, yang berbeda tidak bermakna dengan aktivitas ALT pada jam ke 0. Hal ini menunjukan pada jam ke 24 setelah pemberian karbon tetraklorida terjadi peningkatan aktivitas ALT, sedangkan pada jam 48 aktivitas ALT sudah kembali normal, seperti pada jam ke 0. Dari hasil ini dapat dinyatakan bahwa pada jam ke-24, karbon tetraklorida akan menyebabkan kerusakan hati paling parah. Akan tetapi pada jam ke-48, metabolit karbon tetraklorida sudah mulai diekskresikan sehingga kerusakan yang disebabkan oleh senyawa tersebut sudah mulai tersenti. Maka pada penelitian ini menggunakan waktu pencuplikan darah pada jam ke 24 setelah pemberian karbon tetraklorida.
Menurut penelitian Sivakrishnani dan Kottaimuthu (2013) menunjukkan bahwa dengan peningkatan ALT yang lebih dari 1,5 kali lipat maka nilai aktivitas enzim ALP pun akan meningkat. Selain itu, didukung pula oleh penelitian Arhoghro1, Ekpo dan Ibeh (2009) yang menyatakan hal yang sama mengenai peningkatan ALP ketika ALT meningkat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa dengan peningkatan ALT dapat menjamin nilai aktivitas ALP juga akan meningkat.
3. Penetapan dosis ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill.
Penetapan dosis ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. bertujuan untuk menentukan tingkatan dosis dari ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. yang akan digunakan dalam penelitian ini. Penentuan dosis ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. didasarkan pada penelitian Nopitasari (2013) dimana dosis maksimal ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. pada tikus yang merupakan konsentrasi tertinggi ekstrak kulit buah Persea americana Mill. Konsentrasi tertinggi ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. yang diperoleh berdasarkan hasil penelitian sebelumnya adalah 70 mg/ml sehingga diperoleh dosis maksimal 1,40 g/kg BB. Kemudian ditentukan tingkatan dosis ekstrak etanol kulit bauh Persea americana Mill., yaitu 0,35; 0,70; dan 1,40 g/kgBB.
C. Hasil Uji Pengaruh Pemberian Jangka Pendek Ekstrak Etanol Kulit Buah Persea americana Mill. Terhadap Aktivitas ALP
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh pemberian jangka pendek ekstrak etanol kulit buah Persea americana Mill. pada tikus jantan