• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KUALITAS DAN KEAMANAN TELUR AYAM KONSUMSI PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR DENGAN KEPEMILIKAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MUTIA FANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KUALITAS DAN KEAMANAN TELUR AYAM KONSUMSI PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR DENGAN KEPEMILIKAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN BOGOR SKRIPSI MUTIA FANI"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KUALITAS DAN KEAMANAN TELUR AYAM

KONSUMSI PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR

DENGAN KEPEMILIKAN YANG BERBEDA

DI KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI MUTIA FANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

RINGKASAN

MUTIA FANI. D14051402. 2010. Kajian Kualitas dan Keamanan Telur Ayam Konsumsi pada Peternakan Ayam Petelur dengan Kepemilikan yang Berbeda di Kabupaten Bogor

.

Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Zakiah Wulandari, STP., MSi

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA

Telur ayam merupakan bahan makanan yang mengandung gizi yang baik untuk tubuh manusia. Telur ayam dalam pemasarannya menghadapi berbagai masalah diantaranya adalah cemaran mikroba. Peran mikroorganisme dalam telur cukup penting karena akan menyebabkan perubahan yang tidak menguntungkan misalnya kerusakan fisik telur, bernoda dan adanya bau yang kurang sedap serta dapat menjadi penyebab penyakit. Penerapan biosekuriti, higien dan sanitasi di peternakan ayam petelur sangat menentukan keamanan dan kesehatan telur yang dihasilkan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kualitas dan keamanan telur ayam konsumsi berdasarkan pada kualitas fisik dan karakteristik mikrobiologi, yaitu Total Plate Count (TPC), Salmonella sp., Coliform dan Escherichia coli pada peternakan ayam petelur dengan kepemilikan yang berbeda di Kabupaten Bogor.

Materi yang digunakan pada penelitian adalah telur ayam segar konsumsi yang diperoleh dari sepuluh peternakan ayam petelur di Kabupaten Bogor yang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok I adalah telur-telur yang berasal dari lima peternakan dengan kepemilikan 10.000-50.000 ekor ayam petelur dan kelompok II dengan kepemilikan lebih dari 50.000 ekor ayam petelur. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan jumlah kepemilikan ayam di peternakan dengan dua taraf dan lima ulangan. Peubah yang diamati adalah kualitas fisik telur (bobot telur, HU, ketebalan kerabang dan pH) dan kualitas mikrobiologi (TPC, Salmonella sp., Coliform dan Escherichia coli). Analisa data tentang kualitas fisik telur menggunakan uji ragam dengan sidik ragam pada α= 0,05. Data sifat mikrobiologi dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan ayam petelur tidak mempengaruhi kualitas fisik telur ayam (bobot telur, nilai pH, HU dan ketebalan kerabang). Kualitas mikrobiologi telur di Kabupaten Bogor belum memenuhi keamanan pangan sesuai yang disyaratkan SNI 01-6366-2000. Biosekuriti, higien dan sanitasi belum dilakukan oleh kelompok kepemilikan 10.000-50.000 ekor dengan baik, sedangkan kelompok kepemilikan lebih dari 50.000 sudah melaksanakan biosekuriti, higien dan sanitasi dengan baik. Peternakan dengan populasi ayam yang lebih besar (>50.000 ekor) cenderung melaksanakan aturan biosekuriti, higien dan sanitasi dengan lebih ketat dibandingkan peternakan yang lebih kecil (10.000-50.000 ekor).

Kata-kata kunci: kualitas fisik telur ayam, keamanan telur ayam, biosekuriti peternakan ayam

(3)

ABSTRACT

Egg Quality and Safety Analysis in Layer Industry with Various Ownership in Bogor

Fani, M., Z. Wulandari and R. R. A. Maheswari

Egg is a food containing good nutrition for human body. Egg has various problems, one of them is microbial contamination on marketing. Microorganism played an important role because it has ability to cause negative changing such as egg damage, got nodes and bad smell, in the worst case, it may cause diseases. Biosecurity implementation, hygiene and sanitation in layer industry determines health and safety for producing eggs. This research objective was to know microbiological number (Total Plate Count, Salmonella sp., Coliform and Escherichia coli) and egg quality in layer industries in Bogor. Fresh eggs as raw material were taken from 10 layer industry in Bogor. Egg sample classified into two groups based on chicken population number in layer industry, they were 10.000-50.000 group and more than 50.000 group. Completely randomized design was used in this research with different chicken population number with various owner as treatments using five times sampling of each treatments. Egg physical quality (egg weight, HU value, pH and thickness of shield) were analyzed by ANOVA. Microbiological quality of egg were determined descriptively. The whole egg liquid samples examined for microbial content such as Total Plate Count, Salmonella sp., Coliform and Escherichia coli. The result showed that physical quality had no influence by various ownership in layer industry. Egg microbiological quality not thoroughly as according rules of microbe stated in SNI 01-6366-2000 yet. Execution of biosecurity, hygiene and sanitation had not been being implemented by 10.000-50.000 population group yet, otherwise more than 50.000 population group had already been implementing biosecurity well.

(4)

KAJIAN KUALITAS DAN KEAMANAN TELUR AYAM

KONSUMSI PADA PETERNAKAN AYAM PETELUR

DENGAN KEPEMILIKAN YANG BERBEDA

DI KABUPATEN BOGOR

MUTIA FANI D14051402

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(5)

Judul Skripsi : Kajian Kualitas dan Keamanan Telur Konsumsi pada Peternakan Ayam Petelur dengan Kepemilikan yang Berbeda di Kabupaten Bogor

Nama : Mutia Fani

NIM : D14051402

Menyetujui:

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan IPB

Prof.Dr.Ir.Cece Sumantri, M.Agr.Sc. NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal ujian: 15 Januari 2010 Tanggal lulus: Pembimbing Utama

Zakiah Wulandari, S.TP., M. Si. NIP. 19750207 19980 2 2001

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA NIP. 19620504 19870 3 2002

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1987 di Bogor. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak R. Teddy Muchtar (Alm.) dan Ibu Ida Widiarsih.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SDN Cibodas, Sukabumi. Pendidikan lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTP Negeri 1 Cibadak, Sukabumi dan pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di SMA Negeri 1 Cibadak, Sukabumi.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB USMI pada tahun 2005. Penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor Teknologi Peternakan di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di Ikatan Alumni Mahasiswa Sukabumi Ikamasi, Himpunan Mahasiswa Produksi Ternak Himaproter dan Famm Al-An’am Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Teknologi Pengolahan Telur dan Daging Unggas. Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa SPP plus-plus pada tahun 2007 dan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) pada tahun 2009.

(7)
(8)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, rizki dan nikmat iman dan Islam yang telah diberikan sehingga penulis memperoleh kemudahan dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Kajian Kualitas dan Keamanan Telur Ayam Konsumsi pada Peternakan Ayam Petelur dengan Kepemilikan yang Berbeda di Kabupaten Bogor”. Shalawat dan salam semoga selalu kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulisan skripsi ini juga bertujuan untuk memberikan satu sumbangan untuk kemajuan di dunia peternakan, khususnya mikrobiologi keamanan telur konsumsi.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium bagian Teknologi Hasil Ternak dan bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni-Oktober 2009. Sampel telur diambil dari sepuluh peternakan ayam petelur di Kabupaten Bogor. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui kandungan mikrobiologi dan kualitas telur konsumsi di peternakan ayam petelur dengan kepemilikan yang berbeda di Kabupaten Bogor sesuai Dewan Standar Nasional (DSN).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2010

(9)

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ... ABSTRACT ... RIWAYAT HIDUP ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan ... TINJAUAN PUSTAKA ... Telur ... Putih Telur ... Kuning Telur ... Kualitas Telur ... Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur ... Kerusakan Biologis Telur ... Before Laying (sebelum Bertelur) ... After Laying (setelah Bertelur) ... Mikrobiologi Telur... Good Farming Practices (GFP) ... Biosekuriti pada Peternakan Ayam Petelur ... METODE ...

Lokasi dan Waktu ... Materi ... Sampel Telur ... Bahan Penelitian ... Alat Penelitian ... Peubah yang Diamati ... Pengamatan Kualitas Fisik Telur ... Kualitas Eksterior ... Kualitas Interior ... Pengujian Kualitas Mikrobiologi Telur ... Pengujian Total Plate Count ... Pengujian Escherichia coli ... Pengujian Coliform ... Pengujian Salmonella sp. ... i ii iii iv v vii viii ix 1 1 2 3 3 4 4 5 7 7 8 8 10 12 13 14 14 14 14 14 14 14 14 15 15 15 16 16 17 17

(10)

Prosedur Pelaksanaan Biosekuriti ... Rancangan Penelitian ... HASIL DAN PEMBAHASAN ...

Kualitas Fisik Telur Ayam Konsumsi ... Kualitas Mikrobiologi Telur ... Pelaksanaan Biosekuriti, Higiendan Sanitasi Peternakan.... KESIMPULAN DAN SARAN ...

Kesimpulan ... Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... UCAPAN TERIMA KASIH... LAMPIRAN ... 18 23 24 24 28 30 41 41 41 42 45 46

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Bagian-bagian Telur. ... 3 2. Kondisi Kuning Telur ... 25

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Telur Segar... 4

2. Persyaratan Tingkatan Mutu Telur ... 6

3. Kelompok Bakteri Patogen ... 9

4. Batas Cemaran Maksimum Mikroba pada Telur... 11

5. Peternakan Ayam Petelur Kelompok I ... 18

6. Peternakan Ayam Petelur Kelompok II ... 19

7. Checklish Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan Petelur ... 19

8. Penentuan Peringkat Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan Petelur ... 22

9. Rataan dan Simpangan Baku Bobot Telur Ayam ... 24

10. Rataan dan Simpangan Baku Ketebalan Kerabang ... 26

11. Rataan dan Simpangan Baku Nilai HU ... 27

12. Rataan dan Simpangan Baku Nilai pH ... 28

13. Kualitas Mikrobiologi Telur ... 29

14. Pelaksanaan Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan Kelompok I ... 31

15. Pelaksanaan Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan Kelompok II ... 32

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Ragam Bobot Telur ... 47

2. Analisis Ragam Nilai HU ... 47

3. Analisis Ragam Ketebalan Kerabang ... 47

4. Analisis Ragam Nilai pH ... 47

5. Checklist Audit Biosekuriti, Higiendan Sanitasi Peternakan TH ... 48

6. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan NR ... 51

7. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan AT ... 55

8. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan SK ... 59

9. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan NW ... 62

10. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan KM ... 66

11. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan TT ... 69

12. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan SG ... 73

13. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi Peternakan KG ... 76

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Produk peternakan berperan penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani. Telur merupakan protein hewani dengan kandungan gizi yang baik dan konsumsi yang tinggi karena harganya terjangkau oleh konsumen. Telur sebagai sumber protein hewani harus dijamin keamanan pangannya bagi konsumen sebab telur merupakan media tumbuh yang baik bagi mikroba yang dapat menyebabkan terjadinya keracunan makanan(foodborne diseases) pada konsumen (Fardiaz, 1996). Kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh produk-produk unggas di Indonesia belum banyak dilaporkan dan dicatat dengan baik karena gejala yang timbul pada umumnya bukan merupakan penyakit menular tetapi suatu gejala keracunan. Penerapan Good Farming Practices (GFP) di peternakan merupakan salah satu sistem pengendalian keamanan pangan yang efektif untuk mencegah terjadinya foodborne diseases.

Penerapan GFP pada peternakan akan menentukan kualitas dan keamanan telur konsumsi. GFP adalah cara beternak yang baik dengan memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi serta kesejahteraan ternak. GFP pada peternakan ayam petelur dalam proses produksinya sangat penting untuk menjamin dihasilkannya telur-telur yang berkualitas, nutrisi tinggi, aman, utuh, halal dan menyehatkan konsumen (ASUH). Produsen pangan primer seperti peternak pada umumnya belum sepenuhnya menerapkan GFP dengan baik dan belum menerapkan teknologi produsen berwawasan lingkungan untuk menjamin keamanan pangan.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah penghasil telur konsumsi untuk daerah Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi). Penerapan GFP dan biosekuriti perlu dikaji pada peternakan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kualitas fisik dan mikrobiologi telur konsumsi yang beredar di pasaran, sehingga dapat diketahui keamanan produk. Skala peternakan ayam petelur dikelompokkan berdasarkan jumlah kepemilikannya yaitu kurang dari 10.000 ekor ayam petelur sebagai peternakan tradisional dan lebih dari 10.000 ekor ayam petelur sebagai peternakan industri. Peternakan ayam petelur yang telah memiliki izin dinas peternakan Kabupaen Bogor menurut data yang diperoleh mempunyai jumlah kepemilikan antara 10.000 sampai 100.000 ekor ayam petelur, sehingga pada

(15)

penelitian ini peternakan dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu pada skala kepemilikan 10.000-50.000 dan lebih dari 50.000 ekor ayam petelur.

Keamanan dan kualitas telur yang dihasilkan dari peternakan ayam petelur di Kabupaten Bogor tersebut perlu dipelajari kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditentukan didalam SNI 01-6366-2000. Pengujian kualitas fisik dan karakteristik mikrobiologi pada telur di peternakan ayam petelur di wilayah Kabupaten Bogor penting dilakukan untuk mengetahui tingkat keamanan telur. Kualitas fisik yang diteliti adalah bobot telur, keadaan putih dan kuning telur, nilai Haugh Unit (HU), pH dan ketebalan kerabang. Karakteristik mikrobiologi yang diteliti adalah Total Plate Count (TPC), Salmonella sp., Coliform dan Escherichia coli pada telur segar.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas dan keamanan telur ayam konsumsi dengan mengkaji kualitas fisik (bobot telur, nilai pH, HU dan ketebalan kerabang) dan karakteristik mikrobiologi yaitu TPC, Salmonella sp., Coliform dan Escherichia coli pada peternakan ayam petelur dengan kepemilikan yang berbeda di Kabupaten Bogor.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA Telur

Telur ayam segar konsumsi menurut Dewan Standardisasi Nasional

(1995)

dalam

SNI 01-3926-1995 adalah telur ayam yang tidak mengalami proses pendinginan dan tidak mengalami penanganan pengawetan serta tidak menunjukkan tanda-tanda pertumbuhan embrio yang jelas, kuning telur belum tercampur dengan putih telur, utuh dan bersih

.

Telur tersusun atas tiga bagian utama yaitu kerabang dengan membran kerabang, putih telur dan kuning telur. Struktur bagian-bagian telur dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Bagian-Bagian Telur Sumber: Mine, 2008

Kuning telur dikelilingi oleh putih telur dan dibungkus oleh kerabang (United States Department of Agriculture, 2000). Komposisi telur mempengaruhi jenis mikroorganisme yang tumbuh. Telur terdiri atas beberapa bagian yang mempunyai komposisi berbeda sehingga jumlah dan jenis mikroorganisme yang tumbuh pada masing-masing bagian tersebut juga berbeda-beda (Fardiaz, 1992). Komposisi dan keadaan telur dapat dilihat pada Tabel 1.

Kuning Telur

Bintik punat (germinal) Leher latebra

Lapisan kuning telur cerah Lapisan kuning telur gelap Membran vitelin

Membran Sel

Kantung udara Membran luar telur Membran dalam telur

Sel Kutikula Lapisan bunga karang (CaCO3) Lapisan mammilari

Putih Telur

Lapisan encer luar Lapisan kental Lapisan encer dalam Lapisan khalaza Khalaza

(17)

Tabel 1. Komposisi Telur Segar

Komponen Telur

Komposisi

Kadar Air Protein Lemak Karbohidrat Mineral --- % --- Telur Utuh (100%) 66,1 12,8-13,4 10,5- 11,8 0,3-1,0 0,8-1,0 Kerabang (9- 11%) 1,6 6,2-6,4 0,03 - 91- 92 Putih Telur (60-63%) 87,6 9,7-10,6 0,03 0,4-0,9 0,5-0,6 Kuning Telur (28-29%) 48,7 15,7-16,6 31,8- 35,5 0,2-1,0 1,1 Sumber: Mine (2008) Putih Telur

Putih telur terdiri atas 12% protein dan 88% air. Komposisi asam amino pada putih dan kuning telur merupakan sumber berharga dari asam amino essensial. Asam amino essensial merupakan asam amino yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh (Well dan Belyavin, 1987). Putih telur tersusun atas empat lapisan yang berbeda yaitu lapisan encer luar (hampir dekat dengan membran luar kerabang) sebesar 23%, lapisan kental luar sebesar 57%, lapisan encer dalam sebesar 19% dan lapisan kental sebesar 11% dengan chalaziferus. Perbedaan kekentalan ini disebabkan oleh perbedaan kandungan air pada masing-masing lapisan tersebut. Bagian putih telur yang mengikat putih telur dengan kuning telur adalah khalaza. Khalaza adalah serabut-serabut protein telur yang membentuk spiral. Susunan putih telur mungkin berubah, tergantung pada induk, kondisi lingkungan, ukuran telur dan tingkat produksi (Mine, 2008).

Warna jernih atau kekuningan pada putih telur disebabkan oleh pigmen ovoflavin. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian inilah yang paling mudah rusak. Kerusakan ini terjadi terutama disebabkan oleh keluarnya air dari serabut ovomucin yang berfungsi sebagai pembentuk struktur putih telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Kuning Telur

Kuning telur terletak di pusat telur dan berwarna kuning dan terdiri 30% dari telur utuh. Kuning telur terdiri dari dua tipe emulsi lipoprotein yaitu kuning agak tua

(18)

dan kuning cerah. Kuning telur berwarna mulai dari kuning pucat sekali sampai orange tua kemerahan. Hal ini disebabkan oleh pigmen dalam pakan ternak ayam, seperti betakaroten (Brown, 2000). Kuning telur mengandung zat warna (pigmen) yang umumnya termasuk dalam golongan karotenoid yaitu santofil, lutein dan zeasantin serta sedikit betakaroten dan kriptosantin. Warna atau pigmen yang terdapat dalam kuning telur sangat dipengaruhi oleh jenis pigmen yang terdapat dalam ransum yang dikonsumsi (Winarno, 2002).

Kualitas Telur

Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa definisi kualitas adalah ciri-ciri atau sifat yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaan yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen. Mutu telur utuh dinilai secara candling yaitu dengan meletakkan telur dalam jalur sorotan sinar yang kuat sehingga memungkinkan pemeriksaan bagian dalam dengan candling. Ini memungkinkan penemuan keretakan pada kulit telur, ukuran serta gerakan kuning telur, ukuran kantung udara, bintik-bintik darah, bintik-bintik daging, kerusakan oleh mikroorganisme dan pertumbuhan benih.

Nilai HU untuk telur yang baru ditelurkan adalah 100, sedangkan untuk telur dengan mutu terbaik nilainya 75. Telur yang busuk biasanya memiliki nilai HU dibawah 50 (Buckle, 1987). Penurunan nilai HU pada telur akan mempengaruhi kualitas telur. Tingkatan kualitas telur berdasarkan nilai HU yaitu jika <72 termasuk kualitas AA, nilai HU antara 60-71 termasuk kualitas A dan nilai HU antara 31-59 termasuk kualitas B (Brown, 2000).

Telur dikelilingi oleh kulit setebal 0,2 sampai 0,4 mm yang berkapur dan berpori. Kantung udara mempunyai diameter sekitar 5 mm pada telur segar dan bertambah besar ukurannya selama penyimpanan. Kantung udara dapat digunakan untuk menentukan umur telur (Winarno, 2002). Tebal kerabang telur dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan pada masing-masing bangsa ayam adalah berbeda-beda. Selain itu juga dipengaruhi oleh perubahan musim, temperatur, makanan, umur dan kesehatan ayam. Bila makanan kekurangan mineral Ca, P dan vitamin maka kerabang yang dihasilkan akan kurang baik. Warna kerabang telur tergantung dari produksi pigmen pada bangsa ayam tertentu. Warna tersebut tidak ada hubungannya dengan nilai gizi telur dan tidak dipengaruhi oleh ransum yang dimakan induk ayam

(19)

(Romanoff dan Romanoff, 1963). Persyaratan tingkatan mutu telur dapat dilihat pada Tabel 2.

Nilai pH putih telur yang masih segar umumnya sekitar 7,6 dan setelah disimpan di udara terbuka pH-nya naik sebanding dengan lamanya penyimpanan. Kenaikan pH tersebut dapat mencapai 9,0 sampai 9,7. Kenaikan pH ini karena telur memproduksi CO2 dari proses respirasinya. Hilangnya CO2 ini menyebabkan putih

telur menjadi bersifat basa (Winarno, 2002). Nilai pH campuran antara putih dan kuning telur adalah sekitar pH 7,0-7,6 dan merupakan pH yang baik sekali untuk pertumbuhan mikroorganisme (Fardiaz, 1992).

Tabel 2. Persyaratan Tingkatan Mutu Telur

No. Faktor Mutu Faktor Mutu

Mutu I Mutu II Mutu III

1

Kerabang

a. Keutuhan Utuh utuh utuh

b. Bentuk Normal normal abnormal

c. Kelicinan licin (halus) boleh ada bagian yang kasar

boleh kasar d. Kebersihan bersih bebas dari

kotoran yang menempel atau pun noda

bersih bebas dari kotoran yang menempel, boleh ada sedikit noda

bersih bebas dari kotoran yang menempel, boleh ada noda

2

Kantung udara (dilihat dengan peneropongan)

a. Kedalaman kurang dari 0,5 cm 0,5 - 0,9 cm 1 cm atau lebih b. Kebebasan

bergerak

diam ditempat bebas bergerak bebas bergerak dan mungkin seperti busa 3 Keadaan putih

telur

bebas dari noda, darah, daging, dan benda asing lainnya

bebas dari noda, darah, daging, dan benda asing lainnya

boleh ada sedikit noda tapi tidak boleh ada benda asing lainnya

Kekentalan Kental sedikit encer encer, tetapi putih telur belum bercampur dengan kuning telur 4

Keadaan kuning telur

a. Bentuk Cembung agak gepeng gepeng b. Posisi Ditengah ditengah agak jelas agak kepinggir c. Bayangan

batas-batas

tidak jelas agak jelas jelas

d. Kebersihan bersih bersih boleh ada sedikit noda

(20)

Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Telur

Kualitas telur dipengaruhi oleh umur induk ayam. Bertambahnya umur induk ayam akan menurunkan kualitas telur. Umur induk ayam menyebabkan menurunnya kemampuan fungsi fisiologis alat reproduksi. Besar telur dipengaruhi oleh umur unggas. Semakin tua umur unggas maka semakin besar telur yang dihasilkan sampai umur tertentu, kemudian menurun dengan bertambahnya umur (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Ransum yang kurang sempurna kandungan nutrisinya, seperti kekurangan Ca menyebabkan kerabang tipis. Pakan yang diberikan kepada induk petelur merupakan faktor yang dapat menentukan kualitas telur(Romanoff dan Romanoff, 1963). Suhu di dalam badan ayam lebih tinggi dibandingkan dengan suhu ruangan. Saat telur keluar dari rongga badan ayam, telur tersebut mengalami perubahan suhu lingkungan yang besar yaitu dari 41 oC ke 25 oC. Akibatnya terjadi pendinginan dan penyusutan isi telur dan terjadilah kantung udara diantara dua lapisan diantara selaput kulit, biasanya di ujung tumpul dari lapisan kulit telur. Telur jika disimpan pada suhu 20

o

C atau lebih akan menyebabkan terjadinya penguapan air dan CO2 dari dalam telur.

Hal ini menyebabkan kantung udara semakin membesar. Suhu yang tinggi menyebabkan terjadinya penipisan kerabang telur Hardjosworo et al. (1989)

Manajemen peternakan salah satunya yang berhubungan dengan penanganan telur pada saat pengepakan. Pengemasan akan berpengaruh terhadap kerusakan telur karena telur pecah akan mempercepat kerusakan komponen dan sifat fisikokimia lainnya (Romanoff dan Romanoff, 1963). Beberapa sifat kemasan telur yang berguna dalam pemasaran antara lain dapat menghindari kerusakan fisik, mengurangi evaporasi air, mengurangi kontaminasi kotoran dan penyerapan bau yang tidak diinginkan (Winarno, 1992).

Kerusakan Biologis Telur

Messen et al. (2005) menyatakan bahwa kerusakan pada telur dapat disebabkan oleh mikroba yang diawali dengan masuknya mikroba kedalam telur melalui pori-pori dan selaput telur. Penetrasi mikroba ke dalam telur dipengaruhi oleh beragam faktor baik intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik misalnya kandungan kutikula pada kulit telur, komponen membran kulit telur dan karakteristik kulit telur (kualitas kerabang, porositas dan kecacatan). Faktor ekstrinsik antara lain

(21)

jumlah dan jenis bakteri, suhu, kelembaban, imersi dan kondisi penyimpanan. Gaman (1992) menyatakan bahwa bakteri yang masuk ke dalam telur melalui kulit telur yang berpori, jika semakin lama telur tersebut maka semakin banyak bakteri yang akan masuk melalui pori-pori yang ada pada kerabang tersebut.

Sejak dikeluarkan dari kloaka, telur mengalami berbagai perubahan karena pengaruh waktu dan kondisi lingkungan yang akhirnya dapat menyebabkan kerusakan pada telur. Kerusakan tersebut dapat terjadi di luar dan di dalam isi telur. Kerusakan yang disebabkan mikroba pada mulanya berasal dari luar telur, merambat dari kulit telur ke putih telur dan akhirnya ke kuning telur. Saat telur baru dikeluarkan oleh ayam, telur masih cukup steril. Mikroba akan mengkontaminasi kulit telur dan seterusnya akan memasuki pori-pori telur dan membran telur. Organisme kontaminan tersebut dapat tumbuh pada membran kulit telur, pada putih telur bahkan dapat memasuki kuning telur. Kerusakan ini ditandai oleh adanya penyimpangan warna dan timbulnya bau busuk dari isi telur (Winarno, 2002).

Before Laying (sebelum Bertelur)

Tiga rute infeksi pada telur yaitu transovarian kuning telur tertular ketika menempel pada indung telur, oviducal membran vitelin dan putih telur terkontaminasi sepanjang melalui oviduc, serta trans shell beberapa penyebab bakteri terjadi pada pertukaran lokasi antara permukaan luar dan dalam pada kulit. Sumber kontaminasi terpenting adalah debu, tanah dan feses. Kontaminasi akan nyata meningkat pada kondisi telur yang kotor, misalnya oleh feses. Association Human Salmonellosis International melaporkan bahwa kasus penularan pada rute oviducal sangat penting terjadinya infeksi telur oleh Salmonella. Sangat sedikit telur yang mengandung mikroorganisme Saprophytic pada saat bertelur. Ketika ovari terkontaminasi oleh bakteri Saprophyitic, jumlahnya sangat rendah. Status mikrobial telur pada oviposisi sebagai insiden penyebab kebusukan berasal dari faktor penyimpanan telur pada periode yang lama (Stadelman dan Cotteriil, 1995).

After Laying (setelah Bertelur)

Kerabang pertama kali terkontaminasi oleh mikroorganisme ketika melewati kloaka. Mulai melewati kloaka sampai telur digunakan, kesempatan mikroorganisme untuk mengkontaminasi kerabang pada setiap permukaan yang berhubungan dengan

(22)

kerabang cukup tinggi. Survei umum menunjukkan bahwa pada kerabang telur; kisaran populasi mulai <1,0×101 sampai 1,0×106 jumlah bakteri per kerabang dengan rata-rata 1,0×105, kecuali pada kerabang telur yang kotor memiliki korelasi yang rendah pada level kontaminasi dan penampilan kerabang (Stadelman dan Cotteriil, 1995). Kontaminasi akan nyata meningkat pada kondisi telur yang kotor. Kontaminasi tercapai melalui kontak kerabang dengan peralatan simpan dan saat penanganan. Salah satu survei menemukan bahwa sumber kontaminasi terpenting adalah debu, tanah dan feses. Informasi yang ada menunjukkan bahwa bakteri gram positif toleran terhadap kondisi kering dan berpengaruh besar untuk mengkontaminasi kerabang telur. Sebaliknya bakteri gram negatif mengkontaminasi telur busuk (Stadelman dan Cotteriil, 1995). Kelompok bakteri patogen dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kelompok Bakteri Patogen

Tingkat Bahaya dan Penyebaran Spesies bakteri Bahaya sedang dan penyebaran

terbatas Staphylococcus aureus Bacillus cereus Champylobacter jejuni Vibrio parahaemolyticus Clostridium perfringens Yesrinia enterocolitica Vibrio cholerae Bahaya sedang dan penyebaran

cepat

Salmonella (non typhi) Escherichia coli Listeria monocytogenes Streptococcus pyogenes Shigella sp. Sangat berbahaya Clostridium botulinum Vibrio cholerae

Shalmonella typhidanparatyphi Brucella obortus

Shigella dysenteriae Sumber: Fardiaz (1996)

Daya tahan produk-produk unggas dapat diketahui dari kandungan mikroorganisme pembusuk di dalam produk tersebut. Jenis pembusukan yang umum terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses termal yang diterapkan terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan pengepakan, cara pengepakan dan suhu serta waktu penyimpanan (Fardiaz, 1992). Kerusakan pada

(23)

telur dengan timbulnya bau menyimpang dapat disebabkan oleh spesies bakteri Alcaligenes, E. coli, Flavobacterium dan Aerobacter (Winarno, 2002).

Salmonella sp. merupakan mikroba yang paling banyak terdapat dalam telur, sehingga digunakan sebagai uji mikroba kontaminan pada telur (Winarno, 2002). Sumber utama Salmonella yaitu pada telur segar yang belum mengalami pengolahan. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa kontaminasi Salmonella pada telur terjadi saat bakteri menginfeksi jaringan reproduksi ayam betina dan kerabang telur. Komponen telur yang kaya nutrisi dapat juga menjadi penyebab kontaminasi pada telur (Michalski et al., 1999).

Ada dua kemungkinan cara masuknya Salmonella ke dalam telur yaitu secara langsung (vertikal) melalui kuning telur dan albumen (putih telur) dari ovari induk ayam yang terinfeksi Salmonella, sebelum telur tertutup oleh kerabang telur. Cara kedua yaitu secara horizontal Salmonella masuk melalui pori-pori kerabang setelah telur tertutup kulit. Beberapa laporan menyatakan bahwa kontaminasi Salmonella enteridis biasanya terjadi secara vertikal, sedangkan Salmonella lain secara horizontal. Keberadaan Salmonella dalam telur menyebabkan kasus Salmonellosis bisa berasal dari telur-telur grade A, yang dari luar terlihat sehat dan bersih tetapi dikonsumsi mentah atau dimasak kurang sempurna (Winarno, 2002).

Mikrobiologi Telur

Kontaminasi pada telur umumnya berasal dari sekam saat bertelur, tanah dan kotoran unggas. Mikroorganisme yang sering mengkontaminasi telur terutama adalah bakteri kokus gram positif, selain itu bakteri gram negatif batang juga terdapat dalam jumlah kecil. Mutu isi telur dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya kondisi dan mutu telur, cara pencucian dan sanitasi telur, sanitasi wadah, cara pemecahan telur, dan suhu serta waktu penyimpanan isi telur. Tidak dilakukannya pemasakan atau pemanasan terhadap telur maka resiko untuk menimbulkan penyakit atau keracunan juga sangat tinggi. Proses pasteurisasi dapat mengurangi jumlah Salmonella sebanyak 6-8 logaritmik (Fardiaz, 1992).

Kandungan gizi yang tinggi pada telur merupakan media yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan kuman, baik kuman yang menyebabkan kerusakan pada telur maupun kuman yang menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia yang mengonsumsi telur tersebut. Kuman dapat terbawa sejak ternak masih hidup

(24)

atau masuk di sepanjang rantai pangan hingga ke tangan konsumen. Berbagai cemaran tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen (Gorris, 2005).

Salah satu hal penting dalam persyaratan kualitas produk asal hewan adalah bebas patogen mikrobiologi termasuk Salmonella sp. Salmonelosis adalah penyakit yang disebabkan bakteri Salmonella sp. Penyakit ini dapat menyerang unggas, hewan mammalia dan manusia sehingga memiliki arti penting bagi manusia karena penyakit ini dapat terjadi akibat mengonsumsi makanan/air yang tercemar Salmonella sp. (Doyle dan Cliver, 1990). Salmonella sering ditemukan pada produk-produk dan unggas yang masih mentah atau telah diolah setengah matang. Kasus keracunan makanan yang disebabkan oleh produk-produk daging dan unggas belum banyak dilaporkan dan dicatat dengan baik karena gejala yang timbul pada umunya bukan merupakan penyakit menular tetapi suatu gejala keracunan. Pengolahan yang cepat pada suhu relatif rendah mengurangi kesempatan bakteri enterik, termasuk E. coli untuk berkembang biak (Fardiaz, 1992). Batas maksimum cemaran mikroba di dalam telur dan produk telur dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Batas Maksimum Cemaran Mikroba pada Telur

Indikator Telur Segar Tepung Telur Telur Beku

---(cfu/g)---

TPC 1,0×105 <2,5×103 <2,5×103

Coliform <1,0×102 <1,0×101 <1,0×101

E. coli 1,0×101 1,0×101 1,0×101

S. aureus <1,0×102 0 1,0×101

Salmonella sp. Negatif Negatif Negatif

Sumber: SNI 01-6366-2000 (DSN, 2000)

Jenis dan jumlah mikroorganisme di dalam saluran unggas dipengaruhi oleh umur ternak, dimana pertambahan jenis dan jumlah mikroorganisme berlangsung secara bertahap serta semakin tua ternak semakin banyak dan beragam mikroorganisme yang terdapat di dalam saluran pencernaan. Saluran pencernaan merupakan suatu saluran panjang yang terdiri dari beberapa bagian seperti crop, oesofagus, proventikulus, gizard, usus halus dan usus besar termasuk sekum dan kolon. Jadi tahap-tahap perkembangan mikroorganisme di dalam saluran pencernaan

(25)

selain dilihat dari segi umur ternak juga harus dilihat dari bagian saluran pencernaan dan spesies serta jumlah mikroorganisme (Fardiaz, 1992).

Infeksi Salmonella pada unggas selain merugikan industri peternakan unggas dapat juga merupakan sumber penyebaran penyakit Salmonellosis pada manusia. Penyebab infeksi Samonella pada unggas dapat berasal dari bibit yang terinfeksi, makanan ternak yang terkontaminasi dan lingkungan yang terkontaminasi. Salmonella yang terdapat didalam mesin serta serangga, burung dan tikus yang terinfeksi dapat mengkontaminasi anak-anak unggas. Sumber infeksi dari lingkungan mungkin lebih kecil dibandingkan dengan sumber-sumber lainnya seperti bibit unggas dan makanannya (Fardiaz, 1992).

Good Farming Practices (GFP)

Good Farming Practices (GFP) menurut Department of Agriculture, Food and Rural Development (2001) merupakan cara beternak yang baik dan benar dengan memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi serta kesejahteraan ternak. GFP juga termasuk didalamnya aturan yang berlaku di lingkungan, higien atau sanitasi, kesejahteraan ternak, identifikasi dan registrasi ternak serta kesehatan ternak. Aspek-aspek dalam GFP adalah manajemen nutrisi, manajemen lahan rumput, perlindungan sungai dan sumber air, pemeliharaan habitat liar, pemeliharaan batas peternakan, penggunaan pestisida dan bahan kimia yang berhati-hati. Aspek lain dalam GFP adalah pemeliharaan lingkungan, pemeliharaan catatan peternakan, kesejahteraan ternak, higien atau sanitasi, tidak menggunakan bahan yang dilarang dan penggunaan obat hewan yang bertanggung jawab serta pengetahuan peternak tentang GFP.

GFP ternak ayam petelur menurut Keputusan Menteri Pertanian (2001) merupakan pedoman dalam pelaksanaan budidaya ternak ayam petelur yang baik sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan. Tujuan yang ingin dicapai dari penerapan pedoman budidaya ternak ayam petelur ini adalah meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas ternak, meningkatkan mutu hasil ternak (telur), menciptakan lapangan pekerjaan, pendapatan dan kesejahteraan peternak serta mendorong ekspor komoditas ternak khusus telur ayam. Aspek-aspek utama dalam pedoman budidaya ternak ayam petelur yang baik adalah persyaratan lokasi, penyediaan air dan alat penerangan, bangunan yang sesuai dengan fungsi,

(26)

ketersediaan alat dan mesin peternakan, kesehatan bibit, manajemen pakan, penggunaan obat hewan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan persyaratan tenaga kerja dalam peternakan.

Produsen pangan primer seperti peternak pada umumnya belum menerapkan GFP dengan baik dan belum menerapkan teknologi produsen berwawasan lingkungan untuk menjamin keamanan pangan. Produsen pangan terutama yang berskala kecil pada umumnya belum mempunyai pengetahuan atau kesadaran untuk menerapkan GFP yang merupakan sistem pengendalian keamanan pangan yang sangat efektif. Keberadaan zoonosis pada ayam dapat menjadi resiko terhadap kesehatan hewan dan keamanan masyarakat bila tidak diterapkan sistem kesehatan hewan dan keamanan pangan (Fardiaz, 1996). Pencemaran dapat dicegah dengan penerapan cara beternak yang baik (GFP) dan penanganan panen yang baik pula (Cullor 1997).

Biosekuriti pada Peternakan Ayam Petelur

Biosekuriti merupakan sistem yang merupakan bagian integral dari suksesnya sistem produksi suatu peternakan unggas, khususnya ayam petelur dalam mengurangi resiko dan konsekuensi dari masuknya penyakit infeksius terhadap unggas maupun manusia. Biosekuriti merupakan semua praktek-praktek manajemen yang diberlakukan untuk mencegah organisme penyebab penyakit ayam serta zoonosis yang masuk dan keluar peternakan (Payne, 2000).

Menjaga kebersihan perkandangan terutama di sekitar area kandang dan gudang penyimpanan telur sangat penting dilakukan dalam pelaksanaan biosekuriti. Kotoran ayam sebaiknya tidak ditampung di dalam area peternakan terlalu lama. Hal ini penting dan baik untuk meminimalisir adanya hewan mengerat dan serangga (lalat) dan memaksimalkan sinar matahari sebagai desinfektan masuk ke dalam lingkungan perkandangan. Pengunjung diharapkan tidak memasuki area perkandangan karena merupakan salah satu agen berbahaya untuk keamanan dan kesehatan ternak di dalam kandang (Arzey, 2007).

(27)

METODE Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di laboratorium bagian Teknologi Hasil Ternak dan laboratorium bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Juli 2009 sampai Oktober 2009.

Materi Sampel Telur

Sampel yang digunakan pada penelitian adalah telur ayam segar konsumsi dengan kepemilikan yang berbeda dari sepuluh peternakan ayam petelur di Kabupaten Bogor yang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu kelompok I adalah telur-telur yang berasal dari lima peternakan dengan kepemilikan 10.000-50.000 ekor ayam petelur dan kelompok II dengan kepemilikan lebih dari 50.000 ekor ayam petelur.

Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan pada saat pengujian mikroba adalah tipol, alkohol 70%, sabun, spiritus, aquades, plastik wrept, aluminium foil, plastik tahan panas, kapas, label, tisu, karet, Buffer Pepton Water (BPW), Plate Count Agar (PCA), Eosyn Methylen Blue Agar (EMBA), Violet Red Bile Agar (VRBA), Salmonella and Shigella Agar (SSA).

Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan adalah water bath, botol schoot duran, timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g, cawan petri, blender, autoclave, tabung reaksi, erlenmayer, rak tabung reaksi, pipet man, tip, inkubator, vortex, oven, pH meter, yolk colour fan, mikrometer, jangka sorong, candler, meja kaca, spatula, official egg air cell gauge dan kamera digital.

Peubah yang Diamati Pengamatan Kualitas Fisik Telur

Pengamatan kualitas fisik telur dapat dilihat secara eksterior dan interior. Kualitas eksterior telur dapat dilihat melalui bobot telur, kedalaman kantung udara,

(28)

posisi kuning telur dan keadaan kerabang telur. Kualitas interior telur dapat dilihat melalui keadaan kuning telur, keadaan putih telur, nilai HU dan pH.

Kualitas Eksterior

Pengamatan kualitas eksterior telur yang diamati adalah bobot telur dan keadaan kantung udara.

Bobot Telur. Telur dibersihkan menggunakan air hangat pada suhu antara 40-60 0C. Telur ditimbang dengan menggunakan timbangan digital dalam satuan gram (g). Keadaan Kantung Udara. Telur diteropong menggunakan candler untuk melihat kantung udara dengan posisi bagian tumpul diatas. Kantung udara dilingkari dengan menggunakan pensil. Kedalaman kantung udara diukur dengan menggunakan official egg air cell gauge. Semakin besar kantung udara maka semakin rendah kualitas telur tersebut. Telur masih tetap diteropong. Telur diputar ke kiri dan ke kanan untuk melihat pergerakan isi telur. Apabila bayangan kuning telur tidak jelas dan posisinya masih di tengah serta gerakannya tidak terlihat berarti putih telurnya masih kental dan kuning telurnya masih kuat diikat khalaza dan kualitas telurnya masih baik.

Kualitas Interior

Pengamatan kualitas interior telur yang diamati adalah pengukuran HU, pH, keadaan kuning dan putih telur serta ketebalan kerabang telur.

Pengukuran Nilai HU. Bobot telur ditimbang menggunakan timbangan digital. Telur dipecahkan dengan menggunakan pisau ke atas meja kaca. Tinggi albumen tebal (H) diukur dengan menggunakan jangka sorong kurang lebih 1 cm dari kuning telur dalam satuan milimeter (mm). Nilai HU (Haugh Unit) menurut Mountney (1976) dihitung sebagai satuan kualitas telur dengan rumus sebagai berikut:

HU=100 log ((H+7,57)-(1,7.W0.37)) Keterangan : H= tinggi putih telur kental (mm)

W= bobot telur (g)

Keadaan Kuning Telur dan Putih Telur. Warna kuning telur diamati dan dibandingkan dengan yolk colour fan. Keadaan kuning dan putih telur diamati baik bentuk, kebersihan dari noda dan kekentalan mengacu pada standar USDA.

(29)

Ketebalan Kerabang. Telur dipecah secara melintang. Kerabang telur bagian tengah, ujung atas dan ujung bawah dibersihkan dari selaput yang melapisinya. Ketebalan kerabang tersebut diukur dengan menggunakan mikrometer.

Pengujian Kualitas Mikrobiologi Telur

Pengujian mikrobiologi dilakukan sebanyak dua kali berdasarkan dua kelompok kepemilikan ayam dari 10 peternakan di Kabupaten Bogor, dilakukan sebanyak tiga ulangan. Sampel telur utuh (kuning telur dan putih telur) dipersiapkan terlebih dahulu sebelum dilakukan uji mikrobiologi dengan cara, telur dari lima peternakan kelompok pertama diambil dua butir per peternakan kemudian dilap dengan menggunakan air hangat lalu dikeringkan. Seluruh telur tersebut dikomposit menjadi satu dan dihomogenkan didalam blender yang sudah bersih. Sebanyak 10 g sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer berisi larutan BPW steril sebanyak 90 ml kemudian dihomogenkan menggunakan vortex hingga diperoleh campuran yang homogen dengan konsentrasi 0,1 g/ml. Sampel ini kemudian diencerkan dengan larutan pengencer sesuai dengan kebutuhan dan siap untuk plating. Jumlah bakteri ditentukan dengan metode hitungan cawan dan untuk melaporkan hasil analisis digunakan Standard Plate Count (SPC).

Pengujian Total Plate Count (DSN, 1992)

Sampel telur yang telah dihomogenkan menggunakan blender sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer berisi 90 ml larutan BPW steril. Campuran dihomogenkan dan didapatkan pengenceran satu per sepuluh (P-1). Selanjutnya dari P-1 dipipet sebanyak 1 ml dan dilarutkan ke dalam 9 ml larutan pengencer BPW untuk memperoleh P-2, demikian seterusnya dengan cara yang sama dilakukan sampai diperoleh P-4. Pemupukan dilakukan terhadap semua pngenceran yang telah dilakukan (P-1 sampai P-4) dengan cara sebanyak 1 ml pengenceran dipipet ke dalam cawan petri secara triplo dan ditambahkan medium agar PCA sebanyak 12-15 ml. campuran dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan diatas bidang datar dan dibiarkan hingga agar-agar mengeras. Cawan petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C dengan posisi terbalik. Penghitungan koloni yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 24 jam. Cara perhitungan jumlah koloni adalah:

(30)

Pengujian Escherichia coli (DSN, 1992)

Sampel telur yang telah dihomogenkan menggunakan blender sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer berisi 90 ml larutan BPW steril. Campuran dihomogenkan dan didapatkan pengenceran satu per sepuluh (P-1). Selanjutnya dari P-1 dipipet sebanyak 1 ml dan dilarutkan ke dalam 9 ml larutan pengencer BPW untuk memperoleh P-2, demikian seterusnya dengan cara yang sama dilakukan sampai diperoleh P-3. Pemupukan dilakukan terhadap semua pngenceran yang telah dilakukan (P0 sampai P-3) dengan cara sebanyak 1 ml pengenceran dipipet ke dalam cawan petri secara triplo dan ditambahkan medium agar EMBA sebanyak 12-15 ml. campuran dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan diatas bidang datar dan dibiarkan hingga agar-agar mengeras. Cawan petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C dengan posisi terbalik. Penghitungan koloni yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 24 sampai 48 jam. Cara perhitungan jumlah koloni adalah sebagai berikut:

Jumlah bakteri = rata-rata jumlah koloni × faktor pengencer

Pengujian Coliform (DSN, 1992)

Sampel telur yang telah dihomogenkan menggunakan blender sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer berisi 90 ml larutan BPW steril. Campuran dihomogenkan dan didapatkan pengenceran seper sepuluh (P-1). Selanjutnya dari P-1 dipipet sebanyak 1 ml dan dilarutkan ke dalam 9 ml larutan pengencer BPW untuk memperoleh P-2, demikian seterusnya dengan cara yang sama dilakukan sampai diperoleh P-3. Pemupukan dilakukan terhadap semua pngenceran yang telah dilakukan (P-1 sampai P-3) dengan cara sebanyak 1 ml pengenceran dipipet ke dalam cawan petri secara triplo dan ditambahkan medium agar VRBA lapisan pertama sebanyak 10 ml ditunggu hingga mengeras. Lapisan kedua medium agar VRBA dituang kembali diatas medium sebelumnya sebanyak 3-5 ml. Campuran dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan diatas bidang datar dan dibiarkan hingga agar-agar mengeras. Cawan petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C dengan posisi terbalik. Penghitungan koloni yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 24 jam. Cara perhitungan jumlah koloni adalah:

(31)

Pengujian Salmonella sp. (DSN, 1992)

Sampel telur yang telah dihomogenkan menggunakan blender sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer berisi 90 ml larutan BPW steril. Campuran dihomogenkan dan didapatkan pengenceran seper sepuluh (P-1). Selanjutnya dari p-1 dipipet sebanyak 1 ml dan dilarutkan ke dalam 9 ml larutan pengencer BPW untuk memperoleh P-2, demikian seterusnya dengan cara yang sama dilakukan sampai diperoleh P-3. Pemupukan dilakukan terhadap semua pngenceran yang telah dilakukan (P0 sampai P-3) dengan cara sebanyak 1 ml pengenceran dipipet ke dalam cawan petri secara triplo dan ditambahkan medium agar SSA sebanyak 12-15 ml. campuran dihomogenkan dengan cara digerakkan membentuk angka delapan diatas bidang datar dan dibiarkan hingga agar-agar mengeras. Cawan petri selanjutnya diinkubasi pada suhu 370C dengan posisi terbalik. Penghitungan koloni yang tumbuh dilakukan setelah inkubasi 24 sampai 48 jam.

Prosedur Pelaksanaan Biosekuriti

Pengamatan lapang dilakukan dengan cara observasi langsung dan wawancara ke peternakan ayam petelur di Kabupaten Bogor. Penentuan peternakan berdasarkan jumlah kepemilikan ayam petelur di peternakan dengan melihat pelaksanaan biosekuriti, higien dan sanitasi peternakan. Jumlah populasi ayam pada masing-masing peternakan cukup beragam, mulai dari 10.000 sampai 250.000 ekor ayam petelur, sehingga dibagi dua kelompok berdasarkan kepemilikan ayam di peternakan yaitu kelompok pertama 10.000-50.000 ekor ayam petelur dan kelompok kedua lebih dari 50.000 ekor ayam petelur. Peternakan ayam petelur kelompok I dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Peternakan Ayam Petelur Kelompok I

No. Peternakan Kepemilikan

---- ekor---- 1 NR 35.000 2 AT 16.000 3 SK 30.000 4 KG 27.000 5 WH 45.000

(32)

Kelompok kedua adalah kelompok kepemilikan dengan jumlah lebih dari 50.000 ekor ayam petelur. Peternakan ayam petelur kelompok II dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Peternakan Ayam Petelur Kelompok II

No. Peternakan Kepemilikan

---- ekor---- 1 TH 250.000 2 NW 90.000 3 KM 90.000 4 TT 100.000 5 SG 100.000

Observasi dan wawancara berpedoman pada kuisioner yang telah disiapkan. Kuisioner yang telah disiapkan mengacu pada Trioso (2008) yaitu mengenai pelaksanaan biosekuriti, higien dan sanitasi pada peternakan ayam petelur. Kuisioner yang telah disiapkan dapat dilihat pada Tabel 7. Masing-masing aspek diberikan pembobotan yang didasari atas pentingnya aspek tersebut dalam biosekuriti, higien dan sanitasi. Peringkat kondisi biosekuriti, higien dan sanitasi ditentukan berdasarkan rataan dari bobot biosekuriti dan bobot higien sanitasi. Nilai akhir dapat menentukan peringkatnya.

Tabel 7. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi untuk Peternakan Petelur

No. Data Penilaian Penerapan Biosekuriti Bobot Nilai (%)

Ya(1) /

Tidak(0) Nilai Keterangan I Biosekuriti Sumber Ayam

1 Pengiriman DOC atau ayam baru masuk tersebut disertai dengan Surat

Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) 10,0 2 Dilakukan isolasi sebelum ayam baru

masuk ke area peternakan 10,0

Total I 20,0

II Penanganan Burung/Unggas Liar, Tikus dan Insekta

1 Dilakukan penanganan burung/unggas

liar 5,0

(33)

Tabel 7. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi untuk Peternakan Petelur (Lanjutan)

No. Data Penilaian Penerapan Biosekuriti Bobot Nilai (%)

Ya(1) /

Tidak(0) Nilai Keterangan 3 Dilakukan penanganan insekta dengan

insektisida 5,0

Total II 15,0

III Pengawasan Peti Telur

1 Tidak ada peti dari luar yang boleh

masuk peternakan 10,0

Total III 10,0

IV Biosekuriti Peternakan Ayam 1 Memiliki kolam dipping dan tempat

spraying pada pintu masuk untuk

kendaraan, peralatan dan orang 10,0 2 Adanya isolasi sebelum peralatan masuk

ke area peternakan 5,0

3 Dilakukan vaksinasi secara lengkap dan

terpantau sesuai kebutuhan 10,0

Total IV 25,0

V Penanganan Ayam Sakit/Mati 1 Ayam yang sakit diisolasi pada kandang

terpisah dan cukup jauh dari kandang unggas sehat

15,0 2 Adanya dokter hewan peternakan 15,0

Total V 30,0

Total Nilai Penerapan Biosekuriti 100,0

I Higien Sanitasi Pekerja Peternakan 1 Adanya pemeriksaan status kesehatan pekerja secara rutin (minimum 1 tahun

sekali) 7,5

2 Pekerja memakai pakaian kerja yang

bersih dan sepatu bot 5,0 3 Pekerja tidak memakai perhiasan di

dalam area kandang (gelang, cincin, jam

tangan) 2,5

4 Pekerja berperilaku bersih/higienis 5,0 5 Terdapat pelatihan rutin terhadap setiap

pekerja terkait dengan biosekuriti, higien

dan sanitasi 5,0

(34)

Tabel 7. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi untuk Peternakan Petelur (Lanjutan)

No. Data Penilaian Penerapan Higien Bobot Nilai (%)

Ya(1) /

Tidak(0) Nilai Keterangan II Higien Sanitasi Pengunjung/Tamu

1 Adanya pengawasan terhadap

pengunjung/tamu 5,0

2 Pengunjung/tamu mengikuti aturan

terkait biosekuriti, higen dan sanitasi 2,5

Total II 7,5

III Sanitasi Kandang

1 Mengosongkan kandang dari ayam

periode sebelumnya (all in all out) 2,5 2 Membersihkan kandang dari segala jenis

kotoran yang berasal dari periode sebelumnya (misalnya: feses, bulu-bulu ayam, debu) dan memberikan insektisida untuk membasmi kutu-kutu kandang, mendesinfeksi menggunakan sprayer

kemudian mengapur alas kandang 5,0 3 Alas kandang brooder ditaburi sekam

yang telah didesinfeksi 2,5 4 Mendesinfeksi alat-alat kandang (tempat

pakan, tempat minum) 5,0 5 Menjaga kebersihan lingkungan sekitar

kandang dengan melakukan

penyemprotan desinfektan secara berkala 2,5

Total III 17,5

IV Gudang Penyimpanan Telur 1 Memiliki struktur bangunan yang

menunjang higien dan sanitasi telur 2,5 2 Terdapat fasilitas cuci tangan yang

dilengkapi dengan air bersih, sabun cair, tisu/hand dryer, tempat sampah tertutup

2,5 3 Kelembapan gudang penyimpanan telur

tidak boleh lebih dari 80% 2,5 4 Suhu gudang penyimpanan telur antara

12-15 oC 2,5

Total IV 10,0

V Gudang Pakan

1 Memiliki struktur bangunan dan fasilitas

(35)

Tabel 7. Checklist Audit Biosekuriti, Higien dan Sanitasi untuk Peternakan Petelur (Lanjutan)

No. Data Penilaian Penerapan Higien Bobot Nilai (%)

Ya(1) /

Tidak(0) Nilai Keterangan 2 Kelembaban gudang pakan tidak boleh

lebih dari 40% 2,5

3 Suhu gudang pakan antara 12-15 oC 2,5

Total V 7,5

VI Higien Penanganan Telur 1 Adanya pemisahan antara telur

kotor/retak dengan telur baik 5,0 2 Penanganan telur kotor tidak dicuci,

hanya di lap 2,5

3 Telur disimpan dengan egg tray/peti baru 2,5 4 Egg tray/peti disimpan di atas palet

plastik yang bersih dan terawatt 2,5 5 Distribusi telur dengan mobil boks

tertutup 2,5

Total VI 15,0

VII Sanitasi Peternakan

1 Air yang digunakan memenuhi

persyaratan air bersih 7,5 2 Air diperiksa di laboratorium secara

teratur (minimal 1 tahun sekali) 5,0 3 Pengambilan sampah dan feses ayam

dilakukan secara teratur 5,0

Total VII 17,5

Total Nilai Penerapan Higien Sanitasi 100,0

Tabel 8. Penentuan Peringkat Biosekuriti, Higien dan Sanitasi untuk Peternakan Petelur

No. Aspek yang Dinilai Bobot (%) Total Nilai Nilai Akhir (Bobot% x Total Nilai) 1 Penilaian biosekuriti 50,0

2 Penilaian higien sanitasi 50,0

Hasil Akhir 100,0

Sumber : Trioso (2008)

Keterangan : Nilai akhir <60 : tidak baik Nilai akhir 60-70 : cukup baik Nilai akhir >70-80 : baik Nilai akhir >80 : sangat baik

(36)

Penentuan Jumlah Sampel

Levy dan Lameshow (1999) menyatakan bahwa untuk menghitung jumlah sampel yang diperlukan dalam penarikan sampel secara acak sederhana untuk data yang bersifat proporsi dihitung dengan menggunakan rumus:

n ≥ z 2 N Py (1-Py) (N-1) ε2 Py 2 + z2 Py (1-Py) Keterangan :

N = jumlah populasi yaitu 122 peternakan ayam petelur n = jumlah sampel yang diperlukan

ε = nilai error sebesar 30% atau 0,3 z = 1,96 dengan α = 0,05 (SK = 95%)

Py = peluang jawaban 50% (0,5) karena ada dua pilihan jawaban yaitu ya (1) atau tidak (0)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan jumlah kepemilikan ayam di peternakan dengan dua taraf dan lima ulangan. Peubah yang diamati adalah kualitas fisik telur (bobot telur, HU, ketebalan kerabang dan pH) dan kualitas mikrobiologi (Total Plate Count (TPC), Escherichia coli, Salmonella sp. dan Coliform). Model matematika rancangan tersebut menurut Steel dan Torrie (1997) adalah:

Yij = µ + Pi + €ij

Keterangan:

µ : nilai tengah umum

Pi : pengaruh perlakuan jumlah kepemilikan ke-i

€ijk : pengaruh galat percobaan pada perlakuan jumlah kepemilikan ayam di

peternakan ke-j

Analisis Data

Data tentang kualitas fisik telur dianalisis menggunakan uji ragam dengan sidik ragam pada α = 0,05. Data tentang sifat mikrobiologi dianalisis secara deskriptif. Data tersebut sebelum dilakukan analisis ragam diuji asumsi (kenormalan, kebebasan, kehomogenan galat dan keaditifan) terlebih dahulu.

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Fisik Telur Ayam Konsumsi

Kualitas fisik telur ayam akan berpengaruh pada penerimaan konsumen dalam menentukan pilihan. Kualitas fisik telur dapat dilihat melalui bobot telur, keadaan putih telur, keadaan kuning telur, keadaan kerabang telur, kedalaman kantung udara, nilai HU dan pH.

Bobot Telur

Bobot telur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi sifat fisik telur ayam konsumsi. Berdasarkan hasil penelitian, rataan dan simpangan baku bobot telur ayam pada peternakan dengan kepemilikan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan dan Simpangan Baku Bobot Telur Ayam

Kepemilikan Bobot Telur

--- ekor --- --- g/butir ---

10.000-50.000 61,08±0,84

>50.000 58,75±4,84

Rataan±SD 59,92±4,13

Jumlah kepemilikan ayam di peternakan tidak mempengaruhi bobot telur tidak. Peternakan dengan jumlah kepemilikan 10.000-50.000 ekor ayam petelur dan peternakan dengan jumlah kepemilikan lebih dari 50.000 ekor ayam petelur di Kabupaten Bogor memiliki kualitas bobot telur yang sama. Hal ini disebabkan umur telur yang digunakan sama dan diperoleh dari induk ayam petelur umur 35 sampai 40 minggu. North dan Bell (1990) menyatakan bahwa komposisi fisik dan kualitas telur ayam dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya umur, musim, penyakit, lingkungan (suhu dan kelembaban), pakan dan sistem pengolahan ayam tersebut. Besar telur dipengaruhi oleh umur unggas, semakin tua umur unggas maka semakin besar telur yang dihasilkan sampai umur tertentu kemudian besar telur stabil dengan bertambahnya umur (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Keadaan Kuning Telur

Kondisi kuning telur dari kedua kelompok adalah sama yaitu berbentuk cembung dan kokoh. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2. Posisi kuning telur

(38)

umumnya berada di pinggir permukaan telur dan sebagian berada di tengah permukaan telur. Keadaan kuning telur secara umum sudah cukup baik hanya ada beberapa sampel yang terdapat noda daging, noda darah dan noda putih pada permukaan kuning telur yang dipengaruhi oleh genetik ayam. Hal ini disebabkan strain ayam yang dipelihara pada masing-masing peternakan tidak semua sama. Hardjosworo et al. (1989) menyatakan bahwa sifat genetik berpengaruh terhadap kualitas telur ayam yaitu tekstur dan ketebalan kerabang telur dan adanya noda darah.

Gambar 2. Kondisi Kuning Telur

Warna kuning telur pada kedua kelompok memiliki warna yang berbeda yaitu antara kisaran 7 sampai 10, pada penilaian dengan menggunakan yolk colour fan. Warna kuning telur tersebut dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi ayam. Pakan yang digunakan pada peternakan di kedua kelompok tersebut hampir sama. Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa pakan yang diberikan kepada induk petelur merupakan faktor yang dapat menentukan kualitas telur terutama warna kuning telur. Pakan tersebut berpengaruh pada pigmentasi kuning telur terutama pada pakan yang bersumber dari biji-bijian. Keadaan warna kuning telur yang semakin pekat diduga karena kandungan betakaroten yang terdapat pada kuning telur tersebut (Ferrier et al., 1994).

Keadaan Putih Telur

Kondisi putih telur pada kedua kelompok sudah cukup bersih hanya ada beberapa sampel yang terdapat noda daging dan noda darah pada permukaan putih telur. Seluruh sampel putih telur yang diamati memiliki kekentalan yang masih baik. Hal ini dikarenakan telur yang digunakan berumur dua hari sehingga keadaan putih telur masih kental. Keadaan putih telur dipengaruhi oleh lama penyimpanan atau

(39)

umur telur. Selama penyimpanan terjadi proses difusi berupa penguapan air dan CO2

melalui pori-pori kerabang yang menyebar pada permukaan telur, sehingga putih telur bisa kehilangan kekentalan dan menyebabkan putih telur berair. Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa hilangnya CO2 melalui pori-pori kerabang telur

menyebabkan turunnya konsentrasi ion bikarbonat dalam putih telur dan menyebabkan rusaknya sistem buffer, sehingga kekentalan putih telur menurun. Keadaan Kantung Udara

Keadaan isi telur yang baik dapat diketahui dengan cara meneropong telur dengan bantuan sinar (candling). Hal ini untuk melihat keretakan pada kulit telur, ukuran serta gerakan kuning telur dan ukuran kantung udara. Telur dari dua kelompok tersebut memiliki kualitas dan kondisi kantung udara yang sama yaitu dengan kedalaman kantung udara 1/8 inch dan termasuk dalam kualitas AA. Kebebasan bergerak kuning telur kedua kelompok tersebut berada dalam kedaan diam, tidak ada pergerakan. Kualitas telur yang baik menurut Dewan Standardisasi Nasional (1995) dalam SNI 01-3926-1995 yaitu kedalaman kantung udara dengan nilai kurang dari 0,5 cm dan kuning telur diam ditempat ketika dilihat pada saat peneropongan menggunakan candler. Hal ini menunjukkan bahwa telur yang diteliti memiliki kualitas yang bagus sesuai dengan standar.

Ketebalan Kerabang Telur

Ketebalan kerabang telur menentukan kualitas telur konsumsi yang dipasarkan karena mempengaruhi daya tahan telur. Telur yang berkerabang tebal lebih sulit retak/pecah dibandingkan telur yang berkerabang tipis. Rataan ketebalan telur pada peternakan dengan kepemilikan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan dan Simpangan Baku Ketebalan Kerabang (mm)

Kepemilikan Ketebalan Kerabang

--- ekor --- ---- mm ----

10.000-50.000 0,38±0,04

>50.000 0,36±0,02

Rataan±SD 0,37±0,04

Telur yang baik memiliki kerabang telur setebal 0,2 sampai 0,4 mm yang berkapur dan berpori-pori (Winarno, 2002).Ketebalan kerabang telur pada Tabel 10

(40)

baik pada kepemilikan 10.000 sampai 50.000 (0,38±0,05) dan pada kepemilikan lebih dari 50.000 (0,36±0,03) berada pada kisaran yang ditetapkan oleh Winarno. Jumlah kepemilikan ayam yang berbeda pada kedua kelompok tidak berpengaruh secara nyata terhadap ketebalan kerabang telur. Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa ketebalan kerabang telur dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan pada masing-masing bangsa ayam adalah berbeda. Hal lain yang mempengaruhi adalah perubahan musim, temperatur, makanan, umur dan kesehatan ayam. Bila pakan kekurangan mineral Ca, P dan vitamin maka kerabang yang dihasilkan kurang baik. Ransum yang kurang sempurna kandungan nutrisinya seperti kekurangan Ca menyebabkan kerabang tipis.

Nilai Haugh Unit (HU)

Haugh Unit merupakan satuan yang digunakan untuk mengetahui kesegaran isi telur terutama bagian putih telur dan juga merupakan suatu unit untuk melihat kesegaran telur didasarkan pada ketebalan albumen. Rataan nilai HU pada peternakan dengan kepemilikan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan dan Simpangan Baku Nilai HU

Kepemilikan Nilai HU

--- ekor ---

10.000-50.000 77,72±9,29

>50.000 79,48± 3,65

Rataan±SD 78,60± 9,45

Jumlah kepemilikan jumlah ayam yang berbeda tidak berpengaruh secara nyata pada nilai HU. Perbandingan tinggi dan berat yang terukur saat penghitungan HU diberi penilaian mulai dari 20-100 atau lebih. Semakin tinggi nilai HU menunjukkan bahwa kualitas telur itu semakin baik. Kualitas HU pada telur penelitian berdasarkan ketentuan USDA menunjukkan telur termasuk dalam kualitas AA sebab pada kedua kelompok telur memiliki nilai HU diatas 72. Brown (2000) menyatakan bahwa telur dengan nilai HU diatas 72 termasuk dalam kualitas AA. Derajat kesegaran telur menurut USDA (United State Departement of Agriculture) dibedakan atas tiga tingkatan yaitu tingkatan AA memiliki nilai HU sebesar 72,

(41)

tingkatan A memiliki nilai HU sebesar 62-72 dan tingkatan B memiliki nilai HU sebesar 60.

Nilai pH Telur

Penilaian kualitas telur dapat dilihat juga dengan menentukan nilai pH telur. Rataan nilai pH telur pada peternakan dengan kepemilikan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan dan Simpangan Baku Nilai pH

Kepemilikan Nilai pH

--- ekor ---

10.000-50.000 7,47±0,12

>50.000 7,41±0,12

Rataan±SD 7,44±0,25

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jumlah kepemilikan ayam di peternakan tidak berpengaruh secara nyata terhadap nilai pH pada telur. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa nilai pH campuran antara putih dan kuning telur adalah sekitar 7,0-7,6 dan merupakan pH yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa ketika telur baru keluar dari induknya telur memiliki nilai pH sekitar 7,6 dan semakin meningkat selama penyimpanan. Nilai pH pada telur yang diteliti dari kedua kelompok kepemilikan ayam yang berbeda menunjukkan bahwa telur berada pada kisaran pH telur segar sesuai literatur. Umur dan waktu penyimpanan sangat mempengaruhi nilai pH pada telur. Winarno (2002) menyatakan bahwa kenaikan pH dapat mencapai 9,0-9,7 yang disebabkan produksi CO2 telur dari proses respirasinya. Hilangnya CO2 ini

menyebabkan putih telur menjadi bersifat basa.

Kualitas Mikrobiologi Telur

Telur sebagai sumber protein hewani harus dijamin keamanan pangannya bagi konsumen sebab merupakan media tumbuh yang baik bagi mikroba. Salah satu persyaratan kualitas produk unggas adalah bebas mikroba patogen seperti Salmonella

sp., Staphylococcusaureus, Coliform,Escherichia coli dan Campylobacter sp. Hasil pengujian kualitas mikrobiologi telur dapat dilihat pada Tabel 13.

Gambar

Gambar 1. Struktur Bagian-Bagian Telur  Sumber: Mine, 2008
Tabel 2. Persyaratan Tingkatan Mutu Telur
Tabel 3. Kelompok Bakteri Patogen
Tabel  7.  Checklist  Audit  Biosekuriti,  Higien  dan  Sanitasi  untuk  Peternakan  Petelur (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji coba Tabel 4.2 nomor 1 jika berhasil akan menampilkan form menu utama yang digunakan oleh pengguna hak akses sebagai admin ditampilkan pada Gambar 4.14 yang

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Bagaimana empat surat

Menteri Pertanian Suswono berkata, ”Saya harap ada diversifikasi dalam pembiayaan untuk tanaman pangan, karena kebun kelapa sawit yang ada sekarang lebih dari 9 juta

Gambar 4.28 Add Data Pelaku Kejahatan Pada gambar 4.28.di atas, setelah tombol Tambah diklik, maka status beberapa tombol Add, Edit, Delete, Refresh, Save menjadi

Program Konstruksi Kapal Kayu Dalam kegiatan pengabdian ini untuk memberikan pengetahuan mengenai desain konstruksi kapal kayu maka akan digunakan aplikasi yang telah

Kayan Hilir Kabupaten Sintang Propinsi Kalimantan Barat. Pembangunan Poskesdes di

Agar produk yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam kegiatan pembelajaran, maka ada beberapa saran yang terkait dengan multimedia interaktif , bagi guru mata

The research result was recorded Nepenthes or pitcher plants found growing in Region Hulu Air Lempur Kecamatan Gunung Raya Kerinci that is Nepenthes ampullaria