• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Resources Based Theory/Resources Based View (RBV) perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Resources Based Theory/Resources Based View (RBV) perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Resources Based Theory/Resources Based View (RBV)

Resources Based View berfokus pada konsep atribut perusahaan yang difficult-to-imitatesebagai sumber daya kinerja yang unggul dan keunggulan kompetitif. Sumber daya perusahaan bersifat heterogen, bukan homogen, jasa produktif yang tersedia berasal dari sumber daya perusahaan yang memberikan karakter unik bagi tiap-tiap perusahaan

Teori RBV memandang perusahaan sebagai sekumpulan sumber daya dan kemampuan yang dimiliki perusahaan. Asumsi RBV yaitu bagaimana perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam mengelola sumber daya yang dimilikinya sesuai dengan kemampuan perusahaan.

Empat kriteria sumber daya sebuah perusahaan agar dapat mencapai keunggulan kompetitif dan kinerja yang berkelanjutan:

a. Valuable (V): Sumber daya harus menambah nilai positif bagi perusahaan.

b. Rare (R): Sumber daya harus bersifat unik atau langka diantara calon pesaing yang ada.

c. Imperfect Imitability (I): Sumber daya harus sukar ditiru oleh para pesaing.

(2)

d. Non-Substitution (N):Sumber daya tidak dapat digantikandengan sumber daya alternatif lainnya oleh perusahaan pesaing.

Menurut RBV, sumber daya dapat secara umum didefinisikan memasukkan aset, proses organisasi, atribut perusahaan, informasi, atau pengetahuan yang dikendalikan oleh perusahaan yang dapat digunakan menyusun dan menerapkan strategi mereka. RBV mengkategorikan tiga jenis sumber daya :

a. Modal sumber daya manusia (pelatihan, pengalaman, wawasan), dan b. Modal sumber daya organisasi (struktur formal)

c. Modal sumber daya fisik (teknologi, pabrik, dan peralatan)

Dari penjelasan tersebut, menurut RBT, intellectual capital

memenuhi kriteria-kriteria sebagai sumber daya unik yang mampu menciptakan keunggulan kompetitif perusahaan sehingga dapat menciptakan value bagi perusahaan. Valueyang dimaksud yaitu kinerja yang semakin baik di dalam perusahaan.

2.1.2 Knowledge Based Theory/ Knowledge Based View (KBV)

Pandangan berbasis pengetahuan perusahaan/Knowledge Based View

(KBV) merupakan pengembangan lebih lanjut dari pandangan berbasis sumber daya perusahaan/Resource-Based View (RBV) dari perusahaan dan memberikan teoritis yang kuat dalam mendukung modal intelektual. KBV berasal dari RBV dan menunjukkan bahwa pengetahuan dalam berbagai bentuknya adalah kepentingan sumber daya bagi perusahaan. Teori

(3)

berbasis pengetahuan perusahaan menguraikan karakteristik khas sebagai berikut :

a. Pengetahuan memegang peranan yang paling strategis di perusahaan. b. Kegiatan dan proses produksi di perusahaan melibatkan penerapan

pengetahuan.

c. Individu-individu dalam organisasi tersebut yang bertanggung jawab untuk membuat, memegang, dan berbagi pengetahuan.

Dalam pandangan berbasis pengetahuan, perusahaan mengembangkan pengetahuan baru yang penting untuk keuntungan kompetitif dari kombinasi unik yang ada pada pengetahuan. Dalam era persaingan yang ada pada saat ini, perusahaan sering bersaing dengan mengembangkan pengetahuan baru yang lebih cepat dari pesaing-pesaing mereka

Knowledge-Based Theory mengidentifikasi dalam pengetahuan, yang ditandai oleh kelangkaan dan sulit untuk mentrasfer dan mereplikasi, merupakan sebuah sumber daya penting untuk mencapai keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan. Kapasitas dan keefektifan perusahaan dalam menghasilkan, berbagi, dan menyampaikan pengetahuan dan informasi menentukan nilai yang dihasilkan perusahaan sebagai dasar keunggulan kompetitif perusahaan berkelanjutan dalam jangka panjang (Edvinsson dan Malone, 1997; Bontis, 2000; dalam Ulum, 2008).

2.1.3 Intangible Asset

Sejauh ini, terdapat ketidakjelasan perbedaan antara aktiva tidak berwujud dan IC. Intangibles telah dirujuk sebagai goodwill,

(4)

dan IC adalah bagian dari goodwill. Pada saatini, sejumlah skema klasifikasi kontemporer telah berusaha mengidentifikasi perbedaan tersebut dengan secara spesifik memisahkan IC ke dalam kategori external (customer-related) capital, internal (structural) capital, dan human capital

(lihat misalnya: Brennan dan Connell, 2000 dalam Ramadhan, 2009). Paragaf 08 PSAK 19 (revisi 2009) mendefinisikan aktiva tidak berwujud sebagai aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif. Definisi tersebut merupakan adopsi dari pengertian yang disajikan oleh IAS 38 tentang intangible assets yang relatif sama dengan definisi yang diajukan dalam IFRS 10 tentang goodwill and intangible assets yaitu:

“An intangible assets is an identifiable asset, non monetary and without physical”.

Sementara APB Opinion 17 tentang intangible assets tidak menyajikan definisi yang jelas tentang aktiva tidak berwujud.

2.1.4 Modal intelektual

Modal intelektual telah diidentifikasi sebagai seperangkat tak berwujud (sumber daya, kemampuan dan kompetensi) yang menggerakkan kinerja organisasi dan penciptaan nilai.

Definisi modal intelektual Menurut Stewart (1998):

“intellectual capital is intellectual material-knowledge, Information, Intellectual property, experience-that can be use to create wealth”

(5)

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa modal intelektual mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi, dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah dan menyebabkan keunggulan kompetitif berkelanjutan. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwaModal intelektual merupakan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan yang nantinya akan memberikan keuntungan dimasa mendatang bagi perusahaan yang dapat dilihat dari kinerja perusahaan tersebut.

Sveiby (2003) menyatakan bahwa:

“The invisible intangible part of the balance sheetcan beclassified as a family of three, individual competence, internal structural, and external” Sehingga secara umum komponen-komponen pembentuk modal intelektual itu terdiri dari:

a. Human Capital (modal manusia)

Human Capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human Capital juga merupakan tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. b. Structural Capital (modal organisasi)

Structural Capital adalah infrastruktur yang dimiliki oleh suatu perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk dalam structural capital

yaitu struktur organisasi, sistem teknologi, sistem operasional perusahaan, paten, merk dagang, dan kursus pelatihan. Structural Capitalmerupakan

(6)

infrastruktur pendukung dari Human Capital sebagai sarana dan prasarana pendukung kinerja karyawan.

c. Relational Capital

Elemen ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara nyata.Belkaoui (2003) dalam penelitian Ramadhan (2009) mendefinisikan:

“...include relational capital and structural capital, and seeks to validate the external model, such as customer, supplier or partner for research and development”

Relational capital sebagai semua sumberdaya yang berkaitan dengan hubungan dengan pihak-pihak eksternal perusahaan, misalnya pelanggan, supplier atau partner dalam penelitian dan pengembangan. Relational capital sendiri terdiri dari bagian dari human dan structural capital yang terlibat dalamhubungan perusahaan dengan para stakeholder perusahaan : kreditor, supplier, konsumen dan investor, ditambah

dengan persepsi mereka mengenai perusahaan. Edvinsson menyarankan pengukuran beberapa hal berikut ini yang terdapat dalam modal pelanggan, yaitu : a. Customer Role b. Customer Succes c. Customer Profile d. Customer Success e. Customer Duration

(7)

2.1.5 Pengklasifikasian dan Pengukuran Intellectual Capital

Petty dan Guthrie (2000b) dalam Guthrie (2000) membagi IC menjadi tiga kategori:human capital, internal, external (customer-related) capital, internal (structural) capital, dan human capital :

“...However the intellectual capital can be classified as a family of three. Human competence, internal structural and customer relation or external structural”

Petrash (1999) mengembangkan model klasifikasi yang dikenal dengan value platform model (Ulum, 2008). Model ini mengklasifikasikan

intellectual capital sebagai akumulasi dari human capital, organisational capital, dan customer capital. Edvinsson dan Malone (1997) mengembangkan the Skandia value Scheme, yang mengklasifikasikan

intellectual capital dan human capital sedangkan Haanes dan Lowendhal (1997) dalam penelitian Ulum (2009) mengelompokkan intellectual capital suatu perusahaan ke dalam competence dan relational resources. Model yang dikembangkan Lowendhal (1997) memperbaiki model diatas dan membagi kategori kompetensi dan rasional menjadi dua sub-kelompok (Tan et al., 2007):

1) individual; dan 2) collective.

Stewart (1998) mengklasifikasikan intellectual capital ke dalam tiga format dasar, yaitu:

1) human capital; 2) structural capital; dan

(8)

3) customer capital.

Konfederasi Serikat Dagang Denmark (The Danish Confederation of Trade Unions) (1999) mengelompokkan intellectual capital sebagai manusia, sistem, dan pasar.

Metode pengukuran intellectual capital dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Tan et al., 2009) yaitu:

1) model yang tidak menggunakan pengukuran moneter; dan 2) model yang menggunakan ukuran moneter.

Metode yang kedua tidak hanya termasuk metode yang mencoba mengestimasi nilai uang dari intellectual capital, tetapi juga ukuran-ukuran turunan dari nilai uang dengan menggunakan rasio keuangan. Berikut adalah daftar ukuran intellectual capital yang berbasis non moneter (Tan et al., 2009):

a. The Balance Scorecard, dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (1992);

b. Intangible Asset Monitor approach oleh Sveiby (1997); c. The Heuristic Frame dikembangkan oleh Joia (2000);

d. Vital Sign Scorecard dikembangkan oleh Vanderkaay (2000); dan e. The Ernst & Young Model (Barsky dan Marchant, 2000)

Sedangkan model penilaian intellectual capital yang berbasis moneter adalah (Tan et al., 2009):

a. The EVA and MVA model (Bontis, 1999);

(9)

c. Tobin’s q method (Luthy, 1998); d. Pulic’s VAIC model (1998, 2000); dan

e. Calculated Intangible Value (Dzinkowski, 2000). 2.1.6 Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM

Meningkatkan produktivitas pekerja manual adalah hal terpenting yang dilakukan manajemen di abad ke 20. Kontribusi penting manajemen yang baru harus dibuat di abad ke-21 dengan cara yang sama meningkatkan produktivitas pekerjaan pengetahuan (knowledge work) dan pekerja berpengetahuan (knowledge workers).

)

Metode Value Added Intellectual Coefficient (VAICTM) yang dikembangkan oleh Pulic (2001), dirancang untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Pulic (2001) dalam Nik Maheran et al. (2009), menyatakan VAICTM membuat perusahaan dapat mengukur value creation efficiency. VAICTM

Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value Added adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998 dalam Nik menggunakan laporan keuangan perusahaan untuk menghitung koefisien efisiensi dalam tiga jenis modal, yaitu human capital, structure capital,

(10)

Maheran et al, 2009). VA dihitung sebagai selisih antara output dan input (Pulic, 2001).

Metode VAIC mengukur efisiensi tiga jenis input perusahaan yaitu modal manusia, modal structural, serta modal fisik dan financial yang terdiri dari:

1) Human Capital Efficiency (HCE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal manusia. HCE merupakan rasio dari Value Added (VA) terhadap Human Capital (HC). Hubungan ini mengindikasikan kemampuan modal manusia membuat nilai pada sebuah perusahaan. HCE dapat juga diartikan sebagai kemampuan perusahaan menghasilkan nilai tambah setiap rupiah yang dikeluarkan pada modal manusia. HCE menunjukkan berapa banyak Value Added (VA) dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja (Ulum, 2008).

2) Structural Capital Efficiency (SCE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal struktural. SCE merupakan rasio dari SC terhadap VA. Rasio ini mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Tan et al., 2009)

3) Capital Employed Efficiency (CEE) adalah indikator efisiensi nilai tambah modal yang digunakan. CEE merupakan rasio dari VA terhadap CE. CEE menggambarkan berapa banyak nilai tambah perusahaan yang dihasilkan dari modal yang digunakan. CEE yaitu

(11)

kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan (Imaningati, 2007 dalam Ulum, 2009).

2.1.7 Definisi dan Jenis Bank

Pasal 1 (butir 2) Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dikatakan bahwa “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Usaha pokok bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya.

Bank dapat diklasifikasi berdasarkan kepemilikan dan berdasarkan fungsi atau status operasi. Klasifikasi bank berdasarkan kepemilikan yaitu bank asing. Bank asing yaitu bank yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh pihak asing, yang membuka cabang bank di Indonesia sedangkan kantor pusatnya tetap berada di luar negeri (Nainggolan, 2009). Sedangkan klasifikasi bank berdasarkan fungsi atau status operasi yaitu bank umum atau bank komersial. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatan ekonominya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

(12)

Bank asing lebih fokus menjadi bank yang melakukan aktivitas yang menghasilkan fee (fee based income) walaupun demikian bank asing juga melakukan ekspansi kredit konsumsi dengan jangka waktu yang pendek. Kegiatan utama bank-bank umum adalah menghimpun dana dari masyarakat antara lain dalam bentuk giro, deposito berjangka dan tabungan, serta menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit.

Fungsi-fungsi bank umum antara lain yaitu : (1) penciptaan uang, (2) mendukung kelancaran mekanisme pembayaran, (3) penghimpun dana masyarakat, (4) mendukung kelancaran transaksi internasional, (5) penyimpanan barang-barang dan surat-surat berharga, (6) pemberian jasa-jasa lainnya.

Bank asing didalam operasionalnya berbasis cash based dan bank umum berdasarkan accrual based. Dasar tunai (cash basis) adalah pendapatan diakui pada saat pendapatan tersebut diterima (Bastian, Indra dan Suhardjono, 2006). Dasar tunai ini dapat diterima apabila periode pelunasan cukup lama dan masih akan terjadi biaya yang cukup besar setelah penyerahan barang. Sedangkan prinsip dasar waktu (accrual basis) adalah revenue harus dilaporkan selama kegiatan produksi (dimana laba dapat dihitung secara proporsional dengan penyelesaian pekerjaan), pada akhir produksi, pada saat penjualan barang atau pada saat penagihan piutang (Harahap, 2006).

Artinya bahwa dalam menyusun laporan keuangan, pengakuan transaksi didasarkan pada kejadian atau peristiwa bukan didasarkan pada

(13)

transaksi kas. Dasar akuntansi akrual mensyaratkan bahwa pendapatan dicatat ketika dihasilkan (earned) dan beban dicatat ketika terjadi (incurred) (Kieso, 2001).

2.1.8 Kinerja Keuangan Perusahaan

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam upaya untuk mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Prawirosentono, 1997). Kinerja sebagai tindakan-tindakan atau kegiatan yang dapat diukur.

Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI, 1996) kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan dimasa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran dividen, upah, pergerakan harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya.

Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar

(14)

perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan. Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran.

Untuk mengukur kinerja perusahaan digunakan rasio-rasio keuangan. Berbagai macam rasio dapat digunakan, tetapi dalam penelitian ini digunakan satu macam rasio keuangan yang mencerminkan efisiensi perusahaan terhadap total aktiva yaitu yang didefinisikan sebagai berikut : 1) Return on total asset (ROA)

Rasio profitabilitas yang mengacu kepada total pendapatan, termasuk pendapatan bunga bersih dan non pendapatan bunga, dibagi dari total aset. Indikator ROA yang dipilih sebagai proxy untuk pengukuran profitabilitas. ROA merefleksikan keuntungan bisnis dan efisiensi perusahaan dalam pemanfaatan total aset.

2.1.9 Efisiensi

Efisiensi dapat diartikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input), atau jumlah keluaran yang dihasilkan dari satu input yang digunakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisiensi apabila:

1) Mempergunakan jumlah unit input yang lebih sedikit dibandingkan jumlah unit input yang dipergunakan oleh perusahaan lain dengan menghasilkan jumlah output yang sama,

2) Menggunakan jumlah menurut unit input yang sama, tetapi dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar.

(15)

Efisiensi dalam perbankan salah satunya adalah efisiensi biaya. Efisiensi biaya mencerminkan seberapa besar diperlukan pengeluaran biaya untuk melaksanakan kegiatan yang ditentukan. Bank yang sehat adalah bank yang dapat diukur secara rentabilitas yang terus meningkat (Kasmir, 2007). 2.2 Penelitian Terdahulu TABEL 2.2 Penelitian Terdahulu No Penelitian (Tahun) Variabel Independen Variabel Dependen Alat Analisis Hasil Penelitian 1 Chen et al. (2005) VAIC, VACA, VAHU, STVA, RD, AD M/B, kinerja keuangan (ROE, ROA, GR, EP) Analisis Regresi • VAIC, VACA, & VAHU berhubungan positif terhadap M/B, ROE, ROA, GR, & EP. • STVA tidak berhubungan signifikan positif terhadap ROE. • RD berhubungan signifikan positif terhadap ROA & GR • AD berhubungan signifikan negatif terhadap ROE & ROA. 2 Ulum (2008) VAIC, VACA, ROA, ATO, GR PLS • IC berpengaruh

(16)

STVA, ROGIC positif terhadap kinerja perusahaan. • IC berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja perusahaan dimasa depan. ROGIC tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan masa depan. 3 Sarayuth Saengchan (2008) HCE, CEE, SCE, VAIC, dan GROUP

ROA, CTA Model Regresi • SCE, CEE, VAICTM • HCE secara negatif berkaitan dengan ROA. secara positif berkaitan dengan ROA. • HCE dan VAIC secara negatif dan signifikan terkait dengan CTA.

• CEE dan SCE secara positif berkaitan dengan CTA. • Hubungan ROA-Group negatif. 4 Dominique dan Talita (2008) HCE, CEE, SCE, dan VAIC ROA, Perputaran Aset/Asset Turn (ATO), Pertumbuhan Pendapatan/ Revenue Growth (RG), dan rasio Model Regresi • VAIC adalah berkorelasi positif dan signifikan terhadap ROA, ATO, RG, dan OCF. • CEE adalah berkorelasi

(17)

Cash Flow (OCF)

ROA, ATO, OCF,dan RG.

• CEE dan SCE adalah signifikan dengan ATO. HCE adalah yang paling sangat berkorelasi untuk OCF. 5 Ramadhan (2009) VAIC, VACA, VAHU, STVA, RD, AD Kinerja keuangan (MtBV, ROE, ROA, EP) Analisis Regresi • Terdapat pengaruh VAIC terhadap kinerja keuangan. • VACA berpengaruh signifikan positif terhadap ROA ROE, EP. • VAHU hanya berpengaruh terhadap MtBV. • STVA tidak berpengaruh terhadap keempat kinerja keuangan. • RD & AD berpengaruh signifikan positif terhadap MtBV. 6 Yossi Meta Pramelasari (2010) VAIC, RD, AD Nilai Pasar (MtBV), ROE, Employee Productivity (EP) Analisis Regresi Berganda • VAIC tidak berpengaruh terhadap MtBV, ROE, EP • VACA, VAHU berpengaruh terhadap MtBV, ROE.

(18)

berpengaruh terhadap MtBV 7 Rofi Farih (2010) VAIC CAR, NPL, NPM, LDR Analisis Regresi Berganda • IC berpengaruh signifikan terhadap CAR. • IC berpengaruh signifikan terhadap NPL. • IC berpengaruh signifikan terhadap NPM. IC berpengaruh signifikan terhadap LDR.

(19)

2.3 Kerangka Pemikiran

Mengacu kepada teori Resources Based View (RBV) yang menyatakan bahwa perbedaan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan pesaing akan memberikan keunggulan kompetitif. Dengan keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan, maka akan meningkatkan kinerja perusahaan itu sendiri. Sehingga intellectual capital dapat dikatakan sebagai aset tak berwujud yang mempunyai dampak signifikan pada kinerja dan semua keberhasilan dalam bisnis.

Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya dan untuk pengembangan hipotesis, maka untuk menggambarkan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dalam penelitian kali ini dikemukakan suatu kerangka pemikiran teoritis yaitu mengenai pengaruh modal intelektual terhadap kinerja keuangan perusahaan pada industri perbankan di Indonesia. Kerangka pemikiran teoritis yang menggambarkan rumusan hipotesis penelitian ditunjukkan dalam gambar sebagai berikut:

H1 H2 H3 H4 HCE SCE ROA CEE

(20)

Human capital efficiency adalah indikator dari human capital yang merupakan aktiva tidak berwujud. Penilaian human capital di dasarkan pada kemampuan intelektual, kreativitas, dan inovasi karyawan. HCE di peroleh jika gaji dan tunjangan yang lebih rendah dapat menghasilkan penjualan yang meningkat atau dengan gaji dan tunjangan yang tinggi dapat menghasilkan penjualan yang lebih baik lagi. Dengan penjualan yang semakin baik akan meningkatkan laba atas sejumlah asset perusahaan dan juga meningkatkan jumlah total aktiva yang diukur dengan Return On Asset (ROA). Semakin tinggi nilai HCE maka akan semakin tinggi pula nilai ROA.

Structural Capital Efficiency (SCE) merupakan indikator Srtructural Capital. Structural Capital merupakan kemampuan organisasi tau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin baik dalam mengelola asset. Pengelolaan asset yang baik dapat meningkatkan laba atas sejumlah asset yang dimiliki perusahaan yang diukur dengan Return On Asset (ROA). Semakin tinggi nilai SCE maka akan semakin tinggi pula ROA perusahaan tersebut.

Capital Efficiency Capital (CEE) merupakan indikator dari Capital Employed. Capital Employed adalah total modal yang dimanfaatkan dalam aset tetap dan lancar suatu perusahaan yang berkontribusi pada kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

(21)

pendapatan. apabila modal yang digunakan relatif besar maka mengakibatkan total asset perusahaan tersebut juga relatif besar dan pendapatan yang di hasilkan semakin meningkat. Hal ini akan meningkatkan laba atas sejumlah asset peryusahaan yang diukur dengan

Return On Asset (ROA). Kedua indikator ini berkorelasi positif, Semakin tinggi nilai CEE akan semakin tinggi pula nilai ROA

2.4 Hipotesis Penelitian

2.4.1 Pengaruh Human capital Efficiency (HCE) terhadap Return on Asset (ROA)

Human Capital merupakan aktiva tak berwujud yang dimiliki oleh perusahaan yang memiliki bentuk seperti kemampuan intelektual, kreatifitas, dan inovasi-inovasi yang dimiliki oleh karyawannya. Untuk mengukur Human Capital dapat digunakan sebuah indikator yaitu Human Capital Efficiency (HCE). HCE dapat menunjukkan berapa banyak Value Added (VA) yang dapat dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja (Ulum, 2008). Value Added (VA) adalah hasil penjualan (total pendapatan) dikurangi dengan total beban. Tenaga kerja diukur dengan gaji dan tunjangan karyawan.

HCE diperoleh jika gaji dan tunjangan yang lebih rendah dapat menghasilkan penjualan yang meningkat atau dengan gaji dan tunjangan yang lebih besar diiringi pula dengan penjualan yang semakin meningkat lagi. Gaji dan tunjangan yang diberikan kepada karyawan yang lebih besar

(22)

lagi diharapkan dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan produktivitasnya dalam proses produksi sehingga dapat menghasilkan penjualan yang semakin meningkat. Hal ini dapat meningkatkanlaba atas sejumlah aset yang dimiliki oleh perusahaan dan akan meningkatkan total aktiva yang diukur dengan Return on Asset (ROA). Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktifitas aset dalam memperoleh keuntungan bersih.

Semakin tinggi HCE, maka semakin tinggi pula ROA perusahaan tersebut. Oleh karena itu, Human Capital Efficiency (HCE) berpengaruh positif terhadap Return on Asset (ROA). Hasil penelitian Chang (2008) dalam semua kategori IT (Information and Technology) secara statistik HCE, SCE, dan CEE signifikan positif terhadap ROA.

Berdasarkan uraian tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

H1: Human Capital Efficiency (HCE) berpengaruh positif terhadap Return on Asset (ROA)

2.4.2 Pengaruh Structural Capital Efficiency (SCE) terhadap Return on Asset (ROA)

Structural Capital Efficiency (SCE) adalah indikator untuk mengukur Structural Capital. Structural Capitalmerupakan kemampuan organisasi atau perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkaan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan.

(23)

Pengelolaan aset yang baik dapat menekan biaya operasional seminimal mungkin sehingga meningkatkan laba perusahaan yang di ukur dengan

Return on Asset (ROA). SCE dapat mengukur jumlah Structural Capital

yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari Value Added (VA) dan merupakan indikasi bagaimana Structural Capital dalam penciptaan nilai (Tan et al, 2007). Structural Capital dapat diukur dari Value Added (VA) dikurangi dengan Human Capital (HC). Value Added (VA) adalah hasil penjualan (total pendapatan) dikurangi dengan total beban. SCE menunjukkan berapa banyak jumlah Structural Capital yang dibutuhkan untuk menghasilkan Value Added (VA) secara efisien.

Semakin tinggi SCE maka akan semakin tinggi pula ROA perusahaan tersebut. Oleh karena itu, Structural Capital Efficiency (SCE) berpengaruh positif terhadap ROA. Hasil penelitian Sarayuth Saengchan (2008) menunjukkan bahwa Structural Capital Efficiency (SCE) secara positif berkaitan dengan ROA.

Berdasarkan uraian tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H2: Structural Capital Efficiency (SCE) berpengaruh positif terhadap

Return on Asset (ROA)

2.4.3 Pengaruh Capital Employed Efficiency (CEE) terhadap Return on Asset (ROA)

CEE menunjukkan Value Added (VA) yang dapat dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan modal yang digunakan (Capital Employed).

(24)

Value Added (VA) adalah hasil penjualan (total pendapatan) dikurangi dengan total beban.

CEE diperoleh jika modal yang digunakan lebih sedikit maka dapat menghasilkan penjualan yang meningkat atau modal yang digunakan lebih besar diiringi pula dengan penjualan yang semakin meningkat lagi. Modal yang digunakan merupakan nilai aset yang berkontribusi pada kemampuan perusahaan untuk menghasilkan pendapatan. Apabila modal yang di gunakan suatu perusahaan dalam jumlah yang relatif besar akan mengakibatkan total aset perusahaan tersebut juga relatif besar sehingga hal ini dapat meningkatkan aset perusahaan yang di ukur dengan Return on Asset (ROA)

Semakin tinggi CEE akan semakin tinggi pula ROA perusahaan tersebut. Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh positif terhadap ROA.Hasil penelitian Sarayuth Saengchan (2008) menunjukkan bahwa

Capital Employed Efficiency (CEE) secara positif berkaitan dengan ROA. Berdasarkan uraian tersebut, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:

H3: Capital Employed Efficiency (CEE) berpengaruh positif terhadap

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan yang dilakukan dalam Program PKM ini diawali dengan Koordinasi terlebih dahulu dengan Mitra Ibu-ibu yang berminat berwirausaha di bidang batik yang terdiri dari

Adapun daya listrik yang dihasilkan oleh alat konversi energi tersebut dari hasil analisis matematis pada penelitian ini mencapai nilai tertinggi pada 72,469 mWatt sedangkan

WD¶DOD VHFDUD KDNLNDW LD DNDQ GDSDW PHPSHUROHKL PDNULIDW GDQ LQL KDUXV PHODOXL MDODQ VKDULµDK WDUHNDW GDQ KDNLNDW 0HQXUXW DO - Banjari, peringkat inilah maqam yang harus dilewati

Berdasarkan literatur, steroid yang terdapat dalam daun singkong tersebut antara lain beta-sitosterol, lupeol, dan enam jenis lainnya yangbelum dapat ditentukanoleh

SPUIT MEMPUNYAI SKALA YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGUKUR JUMLAH DARAH YANG AKAN DIAMBIL, VOLUME SPUIT BERVARIASI DARI 1ML, 3ML, 5ML BAHKAN ADA YANG SAMPAI 50ML YANG BIASANYA

Selain partisipasi aktif dan tanggung jawab siswa, aspek yang juga berkaitan dengan belum maksimalnya hasil belajar siswa ialah guru belum maksimal memberikan

a) level sekolah atas, b) level sekolah sedang, c) level sekolah rendah, d) secara keseluruhan. Perbedaan pemahaman matematika siswa antara kelompok siswa yang menggunakan

diatas, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo tentang Penyertaan Modal Dalam Rangka Pendirian Perseroan Terbatas Jasa Keuangan Mikro Binangun