• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Kasus Plasenta Previa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Kasus Plasenta Previa"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

Mortalitas dan morbilitas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang, sekitar 25 – 50% kematian di Negara tersebut disebabkan oleh hal yang berkaitan dengan kehamilan. Tahun 1999 WHO (World Health Organization) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil dan bersalin. Dimana 15% dari seluruh wanita hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya dan janin yang dilahirkannya. (Saifuddin dkk, 2002).

Angka kematian ibu dan perinatal merupakan ukuran penting dalam menilai keberhasilan pelayanan kesehatan dalam suatu negara. Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 390 per 100.000 persalinan hidup. Jika perkiraan persalinan di Indonesia sebesar 5.000.000 orang, maka akan terdapat sekitar 19.500 – 20.000 kematian ibu tiap tahunnya yang terjadi setiap 26 – 27 menit sekali. Dimana sekitar 3 – 10% disebabkan oleh kasus komplikasi obstetrik, seperti kasus berat pendarahan anterpartum (karena plasenta previa atau karena solusio plasenta), pendarahan postpartum, kepala janin dan ruang panggul yang tak seimbang, ruptura uteri serta malpresentasi letak janin (Manuaba, 1998). Plasenta previa sendiri merupakan komplikasi yang terjadi pada kira-kira 1 dari 200 kehamilan dan merupakan salah satu penyebab utama perdarahan pervaginam pada trimester ke 2 dan ke 3 (Getahun D, 2006).

Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta dan tidak terlampau sulit untuk menentukannya adalah plasenta previa. Plasenta previa ditemukan kira-kira dengan frekuensi 0,3 – 0,6% dari seluruh persalinan. Di Negara-negara berkembang berkisar antara 1 – 2,4%, sedangkan di RS. Cipto Mangunkusumo terjadi 37 kasus plasenta previa antara 4781 persalinan (Saifuddin dkk, 2002).

Banyaknya faktor yang menyebabkan meningkatnya kejadian plasenta previa disebabkan oleh faktor umur penderita, faktor paritas karena pada paritas yang tinggi endometrium belum sempat tumbuh, faktor endometrium di fundus belum siap menerima implantasi, endometrium, vaskularisasi yang kurang pada desidua, riwayat plasenta previa. Hal tersebut jika dibiarkan begitu saja akan mengakibatkan terjadinya komplikasi baik pada ibu maupun pada janinnya (Manuaba, 1998).

(2)

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi

Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga menutupi sebagian atau seluruh dari ostium uteri internum.

Klasifikasi :

1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum

2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum 3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium uteri

internum

4. Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2cm dianggap plasenta letak normal (Chalik, 2009).

(3)

3

Menurut de Snoo, berdasarkan keadaan pada saat pembukaan 4 -5 cm :

1. Plasenta previa sentralis (totalis), bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta menutupi seluruh ostea.

2. Plasenta previa lateralis : bila mana pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 2 :

2.1 Plasenta previa lateralis posterior : bila sebagian menutupi ostea bagian belakang. 2.2 Plasenta previa lateralis anterior : bila sebagian menutupi ostea bagian depan.

2.3 Plasenta previa marginalis : bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta (Hanafiah, 2004).

2.2 Epidemiologi

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi, dan pada usia diatas 30 tahun. Pada beberapa rumah sakit umum pemerintah dilaporkan insiden plasenta previa berkisar 1,7% sampai dengan 2,9%. Di Negara maju insidensinya lebih rendah yaitu kurang dari 1%, hal ini kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya wanita hamil paritas tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasnografi dalam obstetrik yang menungkinkan deteksi lebih dini insiden plasenta previa bisa lebih tinggi (Chalik, 2009).

2.3 Faktor Resiko

1. Operasi sesar sebelumnya. Pada wanita–wanita yang pernah menjalani operasi sesar sebelumnya, maka sekitar 1% wanita tersebut akan mengalami plasenta previa. Resiko akan makin meningkat setelah mengalami empat kali atau lebih operasi sesar dimana 10% wanita tersebut akan mengalami plasenta previa.

2. Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil konsepsi.

3. Riwayat tindakan medis yang dilakukan pada uterus, seperti dilatasi dan kuretase atau aborsi medisinalis.

4. Multiparitas dan jarak kehamilan. Plasenta previa terjadi pada 1 dari 1500 wanita yang baru pertama kali hamil. Bagaimanapun, pada wanita yang telah 5 kali hamil atau lebih, maka resiko terjadinya plasenta previa adalah 1 diantara 20 kehamilan. Secara teori plasenta yang baru berusaha mencari tempat selain bekas plasenta sebelumnya.

(4)

4

5. Usia ibu hamil. Diantara wanita-wanita yang berusia kurang dari 19 tahun, hanya 1 dari 1500 yang mengalami plasenta previa. Satu dari 100 wanita yang berusia lebih dari 35 tahun 3 kali lebih berisiko akan mengalami plasenta previa.

6. Kehamilan dengan janin lebih dari satu.

7. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol. Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat.

8. Defek vaskularisasi desidua yang kemungkinan terjadi akibat perubahan atrofik dan inflamatorotik.

9. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit permukaan bagi penempelan plasenta.

10. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya. Dilaporkan, tanpa jaringan parut berisiko 0,26%. Terdapatnya jaringan parut bekas operasi berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali lipat.

11. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar. 12. Malnutrisi ibu hamil (Fortner KB, 2007; Hanafiah 2004).

2.4 Etiologi

Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui secara pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen bawah rahim tanpa latar belakang lain yang mungkin. Teori lain mengemukakan sebagai salah satu penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, mungkin sebagai akibat dari proses radang atau atrofi. Paritas tinggi, usia lanjut, cacat rahim misalnya bekas bedah sesar, kerokan, miomektomi, dan sebagainya berperan dalam proses peradangan dan kejadian atrofi di endometrium yang semuanya dapat dipandang sebagai faktor resiko bagi terjadinya plasenta previa. Cacat bekas bedah sesar berperan menaikkan insiden dua sampai tiga kali. Pada perempuan perokok dijumpai insidensi plasenta previa lebih tinggi 2 kali lipat. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Plasenta yang mengalami hipertrofi akan mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Plasenta yang terlalu besar seperti pada kehamilan ganda dan eritroblastosis fetalis bisa menyebabkan pertumbuhan plasenta melebar ke segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum (Chalik, 2009).

(5)

5 2.5 Patofisiologi

Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada timester ketiga dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta yang akan mengakibatkan perdarahan yang berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang terjadinya perdarahan. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah terjadi ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa (Chalik, 2009).

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari tropoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada dindig uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus vesica urinaria dan rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang

(6)

6

sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian perdarahan pasca persalanan pada plasenta previa, misalnya dalam kala 3 karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik (Chalik, 2009).

2.6 Manifestasi Klinis 1. Gejala klinis

a) Gejala utama plasenta previa adalah pendarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri, dan biasanya berulang. Darah biasanya berwarna merah segar.

b) Bagian terdepan janin tinggi (floating). c) Sering dijumpai kelainan letak janin.

d) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent bleeding) biasanya lebih banyak.

e) Janin biasanya masih baik. 2. Pemeriksaan in spekulo

Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya perdarahan yang berasal dari plasenta harus dicurigai.

3. Penentuan letak plasenta tidak langsung

Dapat dilakukan dengan radiografi, radiosotop dan ultrasonografi. Akan tetapi pada pemerikasaan radiografi clan radiosotop, ibu dan janin dihadapkan pada bahaya radiasi sehingga cara ini ditinggalkan. Sedangkan USG tidak menimbulkan bahaya radiasi dan rasa nyeri dan cara ini dianggap sangat tepat untuk menentukan letak plasenta.

USG transbadominal dapat dilakukan untuk mengetahui letak implantasi plasenta namun USG transabdominal kurang sensisitf dalam melihat bagian plasenta posterior, karena kepala atau bagian terbawah janin dapat menutupi plasenta atau hasil USG terhalangi oleh vesica urinaria yang penuh. Oleh karena itu USG transvaginal lebih akurat dalam mendiagnosis plasenta previa. Selain itu, pada USG transvaginal juga sangat sensitif untuk mengetahui jarak pinggir plasenta dari OUI (sensitivitas 87,5% dan spesivitas 98,8%) (Oppenheimer, L et. al, 2007a; Oppenheimer L, 2007b).

(7)

7 4. Penentuan letak plasenta secara langsung

Pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak. Pemeriksaan harus dilakukan di meja operasi. Perabaan forniks. Mulai dari forniks posterior, apa ada teraba tahanan lunak (bantalan) antara bagian terdepan janin dan jari kita. Pemeriksaan melalui kanalis servikalis, jari di masukkan hati-hati kedalam OUI untuk meraba adanya jaringan plasenta (Hanafiah, 2004).

2.7 Penatalaksanaan

Semua penderita perdarahan antepartum tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam kecuali kemungkinan plasenta previa telah disingkirkan atau diagnosa solusio plasenta telah ditegakkan. Penatalaksanaan plasenta previa di RSUP NTB yang tercantum dalam Standar Pelayanan Medik (2008), dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Perawatan konservatif 2. Perawatan aktif Perawatan konservatif

Dilakukan pada bayi prematur dengan umur kehamilan < 37 minggu dengan syarat denyut jantung janin baik dan perdarahan sedikit atau berhenti.

Cara perawatan :

a. Observasi ketat di kamar bersalin selama 24 jam

b. Keadaan umum ibu diperbaiki, bila anemia berikan transfusi PRC (Packed Red Cell) sampai Hb 10-11 gr%

c. Berikan kortikosteroid untuk maturitas paru janin (kemungkinan perawatan konservatif gagal) dengan injeksi Betametason/Deksametason 12 mg tiap 12 jam bila usia kehamilan < 34 minggu

d. Bila perdarahan telah berhenti, penderita dipindahkan ke ruang perawatan dan tirah baring selama 2 hari, bila tidak ada perdarahan dapat mobilisasi.

e. Observasi perdarahan, denyut jantung janin dan tekanan darah setiap 6 jam. f. Bila perdarahan berulang dilakukan penanganan aktif

g. Bila perdarahan ulang tidak terjadi setelah dilakukan mobilisasi penderita dipulangkan dengan nasehat :

- Istirahat,

- Segera masuk Rumah Sakit bila terjadi perdarahan lagi - Dilarang koitus dan kontrol tiap minggu

(8)

8 Perawatan aktif

Segera dilakukan terminasi kehamilan. Jika perdarahan aktif (perdarahan > 500 cc dalam 30 menit) dan diagnosa sudah ditegakkan segera dilakukan seksio sesarea dengan memperhatikan keadaan umum ibu. Perawatan aktif dilakukan apabila :

- Perdarahan aktif

- Perkiraan berat bayi > 2000 gram - Gawat janin

- Anemia dengan Hb < 6 g%, janin hidup, perkiraan berat bayi > 2000 gram (Doddy, A. K., et al. 2008.)

Pada plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan mendekati ostium uteri internum ataupun yang menutupi ostium uteri internum pada umur kehamilan 18-24 minggu, evaluasi kembali diperlukan untuk mengetahui lokasi plasenta pada trimester ke 3. Plasenta yang menutupi OUI lebih dari 15 mm sangat besar kemungkinannya untuk megalami plasenta previa pada kehamilan aterm. Ketika pinggir plasenta berada diantara 20 mm dari OUI dan menutupi sampai 20 mm dari OUI pada umur kehamilan 26 minggu, USG sebaiknya diulangi dengan rutin bergantung pada umur kehamilan, jarak dari OUI, dan gejala klinis seperti perdarahan, karena perubahan posisi pada plasenta sangat memungkinkan. Overlap yang melebihi 20 mm atau lebih pada OUI kapanpun pada trimester ke 3 sangat besar kemugkinan untuk dilakukan seksio sesarea. Jarak antara OUI dan pinggir plasenta pada USG transvaginal setelah umur kehamilan 35 minggu sangat bermanfaat untuk menentukan persiapan rute kelahiran. Ketika pinggir plasenta berada lebih 20 mm dari OUI, maka dapat dilakukan persalinan pervaginam dengan kemungkinan keberhasilan yang tinggi. Jarak pinggir plasenta antara 0 sampai 20 mm dari OUI, rasio untuk dilakukan tindakan seksio sangat tinggi, meskipun persalinan pervaginam masih memungkinkan bergantung pada keadaan klinis. Dan pada derajat overlap pada 0 mm atau lebih pada usia kehamilan lebih dari 35 minggu merupakan indikasi untuk dilakukannya seksio sesarea (Oppenheimer L, 2007b)

2.8 Komplikasi

Komplikasi dari plasenta previa termasuk seksio sesarea, perdarahan post partum, malpresentasi janin, kematian ibu akibat perdarahan uterus dan disseminated intravascular coagulation (DIC) (Gibbs, RS., et. al, 2008).

(9)

9 2.9 Prognosis

Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasif dengan USG, disamping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio sesarea. Karenanya kelahiran prematur belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan konservatif diberlakukan. Pada satu penelitian yang melibatkan 93.000 persalinan oleh Crane dan kawan-kawan (1999) dilaporkan angka kelahiran prematur 47%. Hubungan hambatan pertumbuhan janin dan kelainan bawaan dengan plasenta previa belum terbukti (Chalik, 2009).

Butler dan kawan-kawan (2001) mendapatkan bahwa wanita dengan plasenta previa memeiliki kadar serum alpha-fetoprotein yang dapat meningkatkan resiko perdarahan pada trimeseter tiga dan kelahiran preterm (Cunningham FG et al. 2003).

(10)

10 BAB III LAPORAN KASUS 3.1 Identitas Nama : Ny. H Usia : 31 tahun Pekerjaan : IRT Agama : Islam Suku : Sasak

Alamat : Dusun Jenngo Timur, Kec. Gunung Sari

3.2 Anamnesis

07.00 WITA (09/10/2014)

Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien rujukan Puskesmas Penimbung dengan G3P2A0H2 T/H/IU 37 minggu Presentasi Kepala dengan Plasenta Previa Marginalis. Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 01.00 WITA (07/10/2014), berwarna merah segar, tidak bergumpal, lendir (-), tanpa disertai nyeri. Darah merembes terus menerus sampai menghabiskan ± 2 pembalut. Pasien mengaku masih merasakan gerakan janinnya. Pada pagi harinya, karena perdarahan sudah tidak terjadi, pasien tidak memeriksakan diri ke Pelayanan Kesehatan karena menunggu jadwal posyandu yang akan diadakan pada keesokan harinya.

Kronologis :

14.00 WITA (08/10/2014)

S : Pasien Hamil 9 bulan mengeluh keluar darah segar sejak kemarin O : - Keadaan umum : Baik

- Tekanan darah : 110/70 mmHg - Frekuensi nadi : 81 x/menit - TFU : 27 cm

- DJJ : 147x/menit

- Frekuensi napas : 18 x/menit - Suhu : 36,5oC

(11)

11

Teraba bokong di fundus, punggung kanan, kepala belum masuk PAP, DJJ (+) 140x/m

- VT : tidak dilakukan

- Pemeriksaan Penunjang : Hb : 9,0 g%

- Hasil USG (07/10/2014): Placenta previa marginalis

A : G3P2A002 UK 37 mgg T/H/IU Preskep K/U ibu dan janin baik dengan plasenta previa marginalis

P : - Infus RL 20 tpm

Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, ataupun asma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat keluarga memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, maupun penyakit berat lainnya disangkal.

Riwayat Alergi :

Alergi terhadap obat-obatan dan makanan disangkal.

Riwayat Sosial :

Suami pasien merupakan seorang perokok aktif, suami pasien dapat mengabiskan ± 6 batang perhari

Riwayat Obstetri :

Pasien memiliki riwayat kehamilan sebagai berikut : 1. Laki-laki/14 tahun/ Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan 2. Laki-laki/8 tahun/Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan 3. Ini

(12)

12 Riwayat Kontrasepsi :

Suntik 3 bulan

HPHT : Lupa (awal bulan Februari)

Taksiran Persalinan : -

Riwayat ANC : 7x kali di Posyandu ANC pertama kali : 23/04/2014

ANC terakhir : 08/10/2014

Riwayat USG : 2 kali (22/09/14 & 7/10/2014) Hasil USG (07/10/2014) :

- Janin intrauterine T/H letak kepala - BPD : 38W5D

- AC : 35W3D - FL : 34W0D - EFW : 2933 gr - AFI : Cukup, jernih

- G3P2002 37-38w T/H placenta previa marginalis - Saran : SC Elektif

3.3 STATUS GENERALIS Keadaan umum : Baik Kesadaran : E4V5M6 Tanda Vital

- Tekanan darah : 120/80 mmHg - Frekuensi nadi : 72 x/menit - Frekuensi napas : 18 x/menit - Suhu : 36,7oC Pemeriksaan Fisik Umum

- Mata : anemis -/-, ikterus -/-

- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-) - Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-)

(13)

13

- Abdomen : bekas luka operasi (-), striae gravidarum (+) - Ekstremitas : edema - - akral hangat + +

- - + + Berat badan pada saat pemeriksaan : 63 kg

Berat badan sebelum hamil : 54 kg

Tinggi badan : 158 cm

BMI : 21

3.4 STATUS OBSTETRI L1 : kepala

L2 : punggung di sebelah kanan L3 : bokong L4 : 5/5 TFU : 30 cm TBJ : 2790 gram HIS : (-) DJJ : 12-11-12 (140 x/menit) Inspekulo : Ø (-), Fluksus (+), flour (-)

Vagina: rugae (+), erosi (-) OUE : perdarahan aktif (-)

Porsio: ukuran normal, licin, warna kemerahan, permukaan erosi (-), massa (-), cavum douglas menonjol (-)

(14)

14 3.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium (15.13 08/10/2014) - Hb : 10.9 g/dl - RBC : 3.51 x 106/µL - HCT : 32.5 % - WBC : 11.05 x 103/µL - PLT : 198 x 103/µL - HbsAg : (-) - MCV : 92.6 fL - MCH : 31.1 pg - MCHC : 33.5 g/dL Pemeriksaan USG (09/10/2014)

- Janin tunggal/hidup/intrauterine, kepala melayang

- Plasenta : anterior – SBR (tepi Ostium Uteri Internum) sd III - Aterm

- TBJ : 2832

- Dx : Plasenta Previa Marginalis

3.6 DIAGNOSIS

G3P2A0H2 A/T/H/IU preskep dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa marginalis

3.7 TINDAKAN

- Observasi kesejahteraan ibu dan janin - Observasi Perdarahan Per Vaginam - Rencana SC Elektif 10/10/2014 - KIE keluarga pasien

(15)

15 Penemuan intraoperasi :

- Temuan intra operasi : Plasenta berimplantasi di SBR depan meluas sampai pinggir OUI

3.8 BAYI LAHIR

Jenis persalinan : Seksio Sesarea

Indikasi : Plasenta Previa Marginalis Lahir tanggal, jam : 10/10/2014, pukul 09.17 WITA Jenis kelamin : Laki-laki

APGAR Score : 7-9 Lahir : Hidup Berat : 2800 gram Panjang : 49 cm Kelainan kongenital : (-) Anus : (+) Kondisi Bayi (10/10/2014) - Keadaan umum : Baik

- Nadi : 120 x/menit

- Pernapasan : 38 x/menit - Suhu : 36,7 ºC

3.9 PLASENTA

Lahir : Manual pada pukul 09.15 (10/10/2014), lengkap, perdarahan ±200cc.

3.10 KONDISI IBU 2 JAM POST SC Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis Tekanan darah : 110/70 mmHg Frekuensi nadi : 88 x/menit Frekuensi napas : 20 x/menit

Suhu : 36,9ºC

Kontraksi uterus : baik

TFU : 2 jari di bawah umbilikus

Lochia rubra : (+)

(16)

16

3.11 KONDISI 1 HARI POST PARTUM (11/10/2014) Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Composmentis Tekanan darah : 120/80 mmHg Frekuensi nadi : 72 x/menit Frekuensi napas : 18 x/menit

Suhu : 36,7ºC

Kontraksi uterus : Baik

TFU : 2 jari di bawah umbilikus

Lochia rubra : (+)

(17)

17

TIME SUBJECTIVE OBJECTIVE ASSESSMENT PLANNING

09/10/2014 07.00

Pasien rujukan Puskesmas Penimbung dengan G3P2A0H2 T/H/IU 37 minggu Presentasi Kepala dengan Plasenta Previa Marginalis. Pasien mengeluh keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 01.00 WITA (07/10/2014), berwarna merah segar, tidak bergumpal, lendir (-), tanpa disertai nyeri. Darah merembes terus menerus sampai menghabiskan ± 2 pembalut. Pasien mengaku masih merasakan gerakan janinnya. Pada pagi harinya, karena perdarahan sudah tidak terjadi, pasien tidak memeriksakan diri ke Pelayanan Kesehatan terdekat karena menunggu jadwal posyandu yang akan diadakan pada keesokan harinya.

HPHT : - HTP : -

Riwayat ANC : >4x di Posyandu

Keadaan umum : Baik Kesadaran : E4V5M6 Tanda Vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg Frekuensi nadi : 72 x/menit Frekuensi napas : 18 x/menit Suhu : 36,7oC Pemeriksaan Fisik Umum

Mata : anemis -/-, ikterus -/-

Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (- ), gallop (-)

Paru : vesikuler +/+, ronki (-), wheezing (-) Abdomen : bekas luka operasi (-), striae

gravidarum (+)

Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat (+/+)

G3P2A0H2 A/T/H/IU preskep dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa marginalis - Observasi

kesejahteraan ibu dan janin

- Observasi Perdarahan Per Vaginam

- Rencana SC Elektif 10/10/2014

- KIE keluarga pasien - Mempersiapkan SC

(pada pagi hari akan dioperasi) : Pasang DC, Tes sensitifitas Ampisilin, Injeksi Ampisilin 2 gr IV

(18)

18 Riwayat USG : 3x di SpOG

Riwayat KB : Suntikan 3 bulan Rencana KB : IUD Riwayat Obstetri : 1. Laki-laki/14 tahun/ Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan 2. Laki-laki/8 tahun/Hidup/Aterm/Puskesmas/Bidan 3. Ini STATUS OBSTETRI L1 : kepala

L2 : punggung di sebelah kanan L3 : bokong L4 : 5/5 TFU : 30 cm TBJ : 2790 gram HIS : (-) DJJ : 12-11-12 (140) x/menit Inspekulo : Ø (-), Fluksus (+), flour (-)

Vagina: rugae (+), erosi (-) OUE: perdarahan aktif (-)

Porsio: ukuran normal, licin, warna

kemerahan, permukaan erosi (-), massa (-), cavum douglas menonjol (-)

VT : Tidak dilakukan

Pemeriksaan Laboratorium (15.13 08/10/2014) - Hb : 10,9 g/dl

- RBC : 3,51 x 106/µL - HCT : 32,5 %

(19)

19 - WBC : 11,05 x 103/µL - PLT : 198 x 103/µL - HbSAg : (-) - MCV : 92.6 fL - MCH : 31.1 pg - MCHC : 33.5 g/dL Pemeriksaan USG (09/10/2014) :

- Janin tunggal/hidup/intrauterine, kepala melayang - Plasenta : anterior – SBR (tepi Ostium Uteri

Internum) sd III - Aterm

- TBJ : 2832

- Dx : Plasenta Previa Marginalis 10/10/2014 09.10 SC dimulai 09.17 Temuan intra operasi : Plasenta berimplantasi di

- Bayi lahir, hidup 2.800 gram, Panjang 49 cm, AS 7-9, anus (+), congenital

(20)

20

SBR depan meluas sampai

pinggir OUI

anomali (-).

- Placenta lahir manual, lengkap.

09.40 SC selesai

11.40 Pasien mengeluh kedua kaki tidak dapat digerakkan KU : Baik TD : 110/70 mmHg Nadi : 88 x/menit RR : 20 x/menit Suhu : 36,9oC

TFU : 2 jari di bawah umbilikus Kontaksi uterus : Baik

Lochea rubra : (+) UO : 200cc/jam

2 jam post SC - Observasi keadaan ibu dan bayi. - Observasi perdarahan pervaginam - Infus RL 20 tpm - Injeksi ampisilin 1gr/6 jam - Asam mefenamat 3x500 mg 11/10/2014 07.00

Nyeri pada luka operasi KU : Baik

Kesadaran : E4V5M6 TD : 120/80 mmHg Nadi : 72 x/menit RR : 18 x/menit Suhu : 36,7oC

1 hari post SC - Observasi tanda vital ibu dan bayi.

- KIE ibu untuk mobilisasi, makan & minum, medikasi. - Menyusui secara

(21)

21

TFU : 2 jari di bawah umbilikus Kontraksi uterus : Baik

Lochea rubra : (+) UO : 200cc/jam Bayi Rawat Gabung Keadaan umum : Baik HR : 120x/menit RR : 38xmenit T : 36,6oC

teratur.

- Off Infus dan DC - Terapi lainnya lanjut

12/10/2014 07.00 KU : Baik Kesadaran : E4V5M6 TD : 110/70 mmHg Nadi : 76 x/menit RR : 18 x/menit Suhu : 36,6oC

TFU : 3 jari di bawah umbilikus Kontraksi uterus : baik

Lochea rubra : (+)

2 hari post SC - Observasi tanda vital ibu dan bayi.

- Observasi perdarahan pervaginam

- KIE ibu untuk mobilisasi, makan & minum, medikasi. - Menyusui secara

(22)

22 BAB IV PEMBAHASAN

Pada laporan kasus berikut, diajukan suatu kasus seorang wanita usia 31 tahun yang kemudian didiagnosa dengan G3P2A0H2 aterm, tunggal, hidup, intrauterine, dengan Antepartum Bleeding e.c Plasenta Previa Marginalis. Selanjutnya yang akan dibahas pada kasus ini yaitu :

1. Apakah diagnosa dan pemeriksaan pada kasus ini sudah tepat ?

G3P2A0H2 aterm, tunggal, hidup, intrauterine, dengan Antepartum Bleeding e.c. Plasenta Previa Marginalis. Pasien didiagnosa hamil karena memenuhi beberapa kriteria kehamilan, diantaranya tanda-tanda tidak pasti kehamilan yaitu : amenorrhea, perut membesar, pigmentasi kulit pada areola mammae, striae gravidarum pada kulit abdomen. Dan adanya tanda pasti kehamilan yaitu : adanya gerak janin, pemeriksaan leopold I-IV yang dapat meraba bagian besar dan kecil janin, balottement (+), tedapat denyut jantung janin dan terdapat janin pada pemeriksaan penunjang (USG). Sedangkan untuk usia kehamilan, tidak dapat ditentukan dengan pasti, karena pasien lupa kapan hari pertama haid terakhirnya.

Pada pasien ini, tidak dapat dipastikan berapa umur kehamilan sebenarnya, dikarenakan pasien lupa tanggal HPHT-nya. Pasien hanya mengingat bahwa HPHT-nya berkisar pada awal bulan februari 2014. Seharusnya pada trimester pertama dilakukan pemeriksaan USG. Pada saat ANC pertama kali tanggal 23/04/2014, pasien sudah dianjurkan oleh petugas ANC untuk segera melakukan pemeriksaan USG, namun karena jarak yang jauh, pasien tidk menghiraukan anjuran dari petugas kesehatan tersebut. Setelah ditanya lebih lanjut mengenai pemeriksaan ANC yang dilakukan, pasien mengaku hanya diberitahu oleh petugas kesehatan mengenai keharusan pasien untuk pemeriksaan USG kehamilan. Seharusnya dari petugas kesehatan juga diberitahukan mengenai masalah yang mungkin timbul di kemudian hari dikarenakan tidak dilakukannya USG pada trimester pertama sehingga bisa memberikan pemahaman pada pasien mengenai pentingnya pemeriksaan tersebut.

Diagnosa aterm yang dicantumkan disini diperoleh dari pemeriksaan USG teraakhir kali (09/10/2014) di RSUP NTB didapatkan bahwa plasenta sudah mencapai grade III, dimana plasenta grade III merupakan salah satu tanda telah cukupnya umur kehamilan.

Pemeriksaan tinggi fundus uteri 30 cm dengan taksiran berat janin 2790 gram dengan menggunakan Formula Johnson. Janin tunggal hidup dinilai dari pemeriksaan Leopold yang

(23)

23

memberi kesan adanya satu janin dengan letak membujur dimana teraba bokong di bagian fundus, punggung di sebelah kanan dan ekstremitas di sebelah kiri, serta kepala berada di bagian bawah ini dipertegas dengan hasil pemeriksaan Ultrasonografi (USG).

Diagnosa perdarahan antepartum (APB) ditegakkan karena pasien mengeluh perdarahan pada umur kehamilan > 22 minggu. Perdarahan ini biasanya bersumber dari kelainan plasenta yaitu plasenta previa atau solusio plasenta. Namun dari gejala klinis yang dialami pasien lebih mendekati gejala plasenta previa dibandingkan gejala solusio plasenta. Gejala klinis plasenta previa pada kasus ini antara lain, perdarahan dengan warna darah merah segar yang tidak disertai nyeri perut, perdarahan tanpa sebab, jumlah perdarahan sesuai dengan kondisi pasien, bagian terbawah janin belum masuk pintu atas panggul, dan kondisi janin dalam keadaan baik. Diagnosa ini dipertegas dengan hasil pemeriksaan USG ditemukan adanya implantasi plasenta pada Segmen Bawah Rahim bagian depan, meluas sampai pada pinggir ostium uteri internum. Perdarahan yang terjadi pada pasien ini dikatakan tidak aktif karena pada pemeriksaan inspekulo di rumah sakit, tidak didapatkan adanya darah yang keluar dari ostium uteri internum. Sehingga, pasien ini di diagnosa dengan perdarahan antepartum e.c plasenta previa marginalis.

2. Apakah penatalaksanaan kasus ini sudah tepat ?

Pada pasien ini dilakukan penanganan aktif dengan terminasi persalinan secara Seksio Sesarea. Karena usia kehamilan yang sudah aterm dan taksiran berat janin sudah > 2500 gram. Jadi penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat.

Setelah dilakukan operasi Seksio Sesarea, keadaan umum dan tanda vital pasien terus di pantau. Setelah 2 hari perawatan Post SC, keadaan umum pasien dan tanda vital pasien baik, tidak didapatkan adanya perdarahan, infeksi dan komplikasi lainnya. Keadaan bayi juga baik dan telah di rawat gabung dengan ibuya. Sebelum pulang pasien di edukasi untuk selalu memberikan ASI eksklusif pada bayinya, makan makanan yang bergizi, dan istirahat yang cukup.

Pada pasien ini yang menjadi masalah adalah ketidaktahuan pasien mengenai tanda bahaya yang timbul pada diri pasien yaitu pada saat keluar darah, walaupun pada pagi harinya sudah berhenti, seharusnya pasien segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan terdekat, tetapi pasien tidak memeriksakan diri dengan alasan perdarahan yang terjadi pada malam harinya sudah tidak ada lagi pada pagi harinya.

(24)

24 3. Apa penyebab plasenta previa pada kasus ini ?

Berdasarkan kepustakaan penyebab terjadinya plasenta previa belum diketahui secara pasti, namun kerusakan dari endometrium pada persalinan sebelumnya, gangguan implantasi blastokista dan gangguan vaskularisasi desidua dianggap sebagai mekanisme yang paling mungkin menjadi faktor penyebab terjadinya plasenta previa pada sebagian besar kasus. Pada kasus ini kemungkinan blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belum diketahui penyebabnya secara pasti.

Kemungkinan blastokista berimplantasi secara kebetulan pada SBR, atau dapat pula disebakan adanya faktor predisposisi dari pasien ini adalah yaitu kebiasaan suami pasien yang tidak sehat yaitu merokok sehingga pasien menjadi perokok pasif. Kebiasaan merokok maupun menghisap asap rokok secara tidak langsung juga dapat menyebabkan plasenta previa. Hipoksemia akibat karbon mono-oksida hasil pembakaran rokok menyebabkan plasenta menjadi hipertrofi sebagai upaya kompensasi. Selain itu usia saat hamil yakni 31 tahun dimana ketika seseorang berusia lebih dari 30 tahun sudah merupakan salah satu resiko terjadinya plasenta previa. Selain itu, faktor resiko lainnya yang ada pada pasien adalah multiparitas. Multiparitas menjadi faktor resiko karena secara teori, plasenta akan mencari tempat implantasi yang baru selain tempat implantasi yang sudah

(25)

25 BAB V KESIMPULAN

Kesimpulan kasus ini terdiri dari:

1. Diagnosis pada pasien ini sudah tepat sesuai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu USG yaitu G3P2A0H2 A/T/H/IU preskep dengan Antepartum Bleeding e.c plasenta previa marginalis

2. Perlu dilakukan peningkatan kualitas pada saat ANC agar setiap ibu hamil mengetahui umur kehamilan dan taksiran persalinannya sehingga dapat direncanakan metode persalinan yang aman bagi pasien dan bayinya.

3. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu terapi aktif plasenta previa.

4. Faktor predisposisi dari pasien ini adalah kebiasaan suami pasien yang tidak sehat yaitu merokok, serta multiparitas.

(26)

26

DAFTAR REFERENSI

Chalik, T.M.A. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam Saifudin, AB, Rachimhadhi, T dan Winkjosastro, GH. Ilmu Kebidanan. ed. 4. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009: p. 495-503

Cunningham FG et al. 2003. Williams Obstetrics 21st edition, United States of America: The McGraw-Hill Companies inc.

Doddy, A. K., et al. 2008. Standar Pelayanan Medik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSU Provinsi Nusa Tenggara Barat. RSU Mataram : Mataram

Fortner KB, Szymanski LM, Fox HE and Wallach EE. 2007. John Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics 3rd Edition. Baltimore, Maryland : Lippincott Williams & Wilkins.

Gibbs, RS et. al, 2008. Danforth's Obstetrics and Gynecology, Ed 10th , Lippincott Williams & Wilkins. New York

Hacker NF, Moore JG, Gambone JC, 2007. Essentials of Obstetrics & Gynecology 4E, Elsevier Saunders, United States.

Hanafiah, TM. 2004. Plasenta Previa. USU Digital Library. Available at : http://www.usu.ac.id/ (Accessed : December 012014).

Manuaba, Ida Bagus Gede. 1998. Sinopsis Obstetry Jilid I. EGC. Jakarta.

Oppenheimer, L et. al, 2007a. Diagnosis and Management of Placenta Previa. Society of Obstetricians and Gynaecologists. Canada.

Oppenheimer L, 2007b. Diagnosis and Management of Placenta Previa. SOGC Clinical Practice Guideline. J Obstet Gynaecol Can 2007;29(3):261-266.

Saifudin, Abdul Bahri. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. JHPIEGO. Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Plasenta Previa (Hacker, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun aktivitas pemompaan di sump Panel 3 telah dilayani dengan pompa yang memiliki kualitas kinerja lebih baik, akan tetapi hasil yang dicapai tidak bisa dikatakan

Tips &amp; Trick Melamar Kerja Psikotes (TPA, CPNS) (silakan klik di bawah ini) ¤  Tips Menghadapi Psychotest Latihan Psikotes/TPA : ¤  Analogi Verbal

Guru bersama siswa menyimpulkan apa yang telah mereka pelajari mengenai deskripsi ciri-ciri Spermatophyta dan peranannya bagi manusia.. Siswa menyimpulkan apa yang telah

Metode penghitungan kebutuhan radiografer di Instalasi Radiologi RSD Idaman Banjarbaru dengan menggunakan metode WISN diperoleh waktu kerja 1876 jam /tahun, standar

- Amlodipine ditoleransi dengan baik Pada penelitian klinik dengan kontrol plasebo yang mencakup penderita dengan hipertensi dan angina, efek samping yang umum terjadi

insculpta maupun calon regenerasinya (anakan) di alam. Kedua, menguji pola sebaran sarang apakah bersifat acak, homogen atau berkelompok. Kepadatan sarangnya

Kar.a !l!a% $($uler.. raian di atas menun$ukkan peran bahasa atau praktik berbahasa dalam penulisan karya ilmiah. arya ilmiah mustahil ditulis tanpa bahasa, yang mana