• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1).

Sementara itu lembaga pendidikan tidak hanya di tunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada anak yang memiliki keterbelakangan mental. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu di bantu dan di kasihani untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu di sediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pada dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak- anak pada umumnya. Disamping itu pendidikan luar biasa, tidak hanya bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga di tujukan kepada anak-anak normal yang lainnya.

Beberapa sekolah telah dibuka bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus ini. Sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa menjadi salah satu keunggulan yang ditawarkan sekolah – sekolah ini. Jadi anda tidak perlu khawatir dengan masa depan anak anda karena sekolah ini membekali anak untuk bisa hidup mandiri dalam hidupnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Pada tahun 2009, Badan Pusat Statistik (BPS) menyajikan data statistik disabilitas dalam SUSENAS 2009 dengan kategori kecacatan dengan jumlah total adalah 2.126.998 jiwa di Indonesia.

Tabel 1.1 Persentase penyandang cacat berdasarkan jenis kecacatan Jenis kecacatan Jumlah (%) Jumlah (jiwa) Tuna Netra 15,93 338.796,85 Tuna Rungu 10,52 223.737,78 Tuna Wicara 7,12 151.427,09 Tuna Rungu Wicara 3,46 73.586,76

(2)

Tuna Daksa 33,75 717.789,94 Tuna Grahita 13,68 290.944,19 Tuna Ganda 7,03 149.512,99

Jiwa 8,52 181.202,08

Jumlah total 100,0 2.126.998

Sumber : Data BPS, Susenas RI 2009

Data Badan Pusat Statistik tahun 2007 mencatat banyaknya rumah tangga yang memiliki anak cacat di Medan dengan jumlah 394 orang.

Tabel 1.2 Banyaknya anak cacat menurut kecamatan tahun 2007

Kecamatan Anak Cacat

(1) (2) Medan Johor 31 Medan Amplas 17 Medan Denai 44 Medan Polonia 26 Medan Baru 2 Medan Sunggal 30 Medan Barat 10 Medan Tembung 31 Medan Labuhan 65 Medan Marelan 65 Medan Belawan 73 Total 394 Sumber : BPS 2007

Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat tahun 2008, terdapat jumlah populasi penyandang cacat di Sumatera Utara dari total penduduk 51.836 jiwa.

Tabel 1.3 Data Populasi Orang Cacat di Sumatera Utara tahun 2008 Jenis Cacat Jumlah (orang)

(1) (2)

Tuna Netra 10.097 Tuna Daksa 15.250

(3)

Tuna Wicara 4.393 Tuna Rungu Wicara 11.303 Tuna Grahita 9.844

Tuna Ganda 5.342

Total 46.494

Sumber : PPLS 2008 (Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat)

Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2009 di Sumatera Utara terdapat anak yang menyandang cacat menurut jenis kecacatan dan jenis kelamin terlihat bahwa dari 49 ribu anak cacat, sepertiganya (31,71 persen) menyandang cacat tubuh, kemudian cacat mental (tuna grahita) sebesar 22,07 persen dan cacat wicara/bisu sebesar 8,25 persen. Dilihat menurut jenis kelamin, pola tersebut di atas terjadi baik pada anak laki-laki maupun perempuan.

Tabel 1.4 Persentase Anak Cacat menurut jenis kecacatan dan jenis kelamin tahun 2009

Jenis Cacat Laki-laki +

Perempuan (%) Anak Cacat (jiwa) (1) (4) (5) Tuna Netra 10,71 5.248 Tuna Rungu 5,15 2.524 Tuna Wicara 6,09 2984

Tuna Rungu Wicara 13,73 6.728 Tuna Daksa 31,71 15.538 Tuna Grahita 22,07 10.014

Tuna Ganda 8,25 4043

Gangguan Jiwa 2,29 1.122

Total 100,00 49.000

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul 2009, BPS

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah populasi orang dengan kecacatan di Sumatera Utara pada tahun 2011 :

Tabel 1.5 Data Populasi Orang Cacat di Sumatera Utara tahun 2011 Jenis Cacat Jumlah (orang)

(1) (2)

(4)

Tuna daksa 24.306 Tuna grahita 10.785

Tuna laras 2268

Tuna ganda 3552

Tuna rungu wicara 10.645

Total 58.558

Sumber : Profil Anak Indonesia

Dari data diatas dapat dilihat bahwa persentase yang terus meningkat dan dengan jumlah terbanyak adalah penderita cacat tuna daksa, tuna netra, tuna rungu wicara dan tuna grahita.

Populasi anak berkebutuhan khusus di Indonesia diperkirakan mencapai 350 ribu orang. Namun, jumlah anak yang sudah masuk di jenjang pendidikan baru sekitar 85 ribu orang. Mereka ditampung di sekitar 1.600 sekolah luar biasa se-Indonesia. Artinya, pemerintah baru mengkomodir sekitar 30 persen anak berkebutuhan khusus. Selain faktor biaya, banyak orang tua yang cenderung menyembunyikan anaknya karena merasa malu.1

Peningkatan anak cacat ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 2

a) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi pada pra kelahiran antara lain : Gangguan Genetika (Kelainan Kromosom, Transformasi); Infeksi Kehamilan; Usia Ibu Hamil (high risk group); Keracunan Saat Hamil; Pengguguran; dan Lahir Prematur.

b) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi selama proses kelahiran adalah Proses kelahiran lama (Anoxia), prematur, kekurangan oksigen; Kelahiran dengan alat bantu (Vacum); Kehamilan terlalu lama: > 40 minggu.

c) Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus yang terjadi setelah proses kelahiran yaitu Penyakit infeksi bakteri (TBC/ virus); Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi); kecelakaan; dan keracunan.

Berdasarkan faktor tersebut di atas, sebagian besar (70,21 persen) anak cacat disebabkan oleh bawaan lahir, kemudian karena penyakit (15,70 persen) dan kecelakaan/bencana alam sebesar 10,88 persen. Pola yang sama terjadi baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan.

1

http://www.swatt-online.com/

2

Irwanto, Kasim Eva Rahmi, dkk. 2010. Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia. Pusat Kajian Disabilitas. Fakultas Ilmu Sosial dan Politi. Jakarta.

(5)

Tabel 1.6 Persentase Anak Cacat 0-17 Tahun menurut penyebab kecacatan dan tipe darah tahun 2009

Penyebab Kecacatan Perkotaan Pedesaan Perkotaan + Pedesaan

(1) (2) (3) (4)

Bawaan sejak lahir 70,40 70,05 70,21 Kecelakaan/bencana alam 10,64 11,07 10,88

Kurang gizi 1,90 1,43 1,64

Tekanan hidup/stress 0,95 2,08 1,57

Penyakit 16,11 15,37 15,70

Jumlah 100,00 100,00 100,00

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul 2009, BPS

Selain secara populasi jumlahnya terus bertambah, ada persoalan mendesak yang perlu mendapat perhatian serius menyangkut keadaan tumbuh kembang dan kelanjutan pendidikan anak-anak spesial itu. Meski demikian, dengan segala keadaannya, bukan berarti mereka kehilangan kesempatan untuk memperoleh hidup seperti anak-anak lain pada umumnya. Anak-anak dengan label kekhususan ini tetap harus mendapat ruang hidup yang layak dan kesempatan yang sama untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki dan berhak mendapat kehidupan yang layak, berkesempatan mengembangkan potensinya, dan memiliki kesempatan menjadi orang dewasa yang bahagia seperti impian banyak orang pada umumnya.

Undang-undang No. 4 Tahun 1997 menegaskan bahwa penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh: (1) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4) aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Selain itu, terdapat dasar-dasar hukum yang mendasari pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus, yaitu :

(6)

UUD 1945 Pasal 31 ayat (1), “Tiap-tiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran”

UURI Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat 920, “Warga Negara yang memiliki kelainan fisik, mental/intelektual, sosial, dan emosional berhak memperoleh pendidikan.

Salinan Peraturan Menteri pendidikan Nasional Indonesia Nomor 70 Tahun

2009, “Bahwa peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa perlu mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan asasinya, dan peserta didik yang memiliki kelaianan sebagaimana dimaksud terdiri dari : tunanetra; tunarungu; tunawicara; tunagrahita; tunadaksa; tunalaras; berkesulitan belajar; lamban belajar; autis; memiliki gangguan motorik; menjadi korban penyalahgunann narkoba,obat terlarang dan zat adiktif lainnya; memiliki kelainan lainnya; tunaganda.”

 Seluruh warga negara tanpa terkecuali apakah dia mempunyai kelainan atau tidak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini dijamin oleh UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang mengumumkan “Bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.”

Pada tahun 2003 Pemerintah mengeluarkan Undang- Undang No 20 tentang sistem pendidikan nasional (UUSPN). Dalam undang – undang tersebut dikemukakan hal- hal yang erat hubungan dengan pendidikan bagi anak-anak dengan kebutuhan pendidikan khusus sebagai berikut ;

 Bab 1 (Pasal 1 ayat 18); Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus di ikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.

 Bab II (Pasal 4 ayat 1); Pendidikan diselenggarakan secara demokratis berdasarkan HAM, agama, kultural, dan kemajemukan bangsa.

 Bab IV (Pasal 5 ayat 1); Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

 Bab V bagian 11 Pendidikan khusus (Pasal 32 ayat 1; Pendidikan khusus bagi peserta yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran

(7)

karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan.

Menurut WHO, diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2003 jumlah penyandang cacat di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah penduduk sebesar 211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 jiwa. Dari jumlah tersebut 24,45% atau 361.860 diantaranya adalah anak-anak usia 0-18 tahun dan 21,42% atau 317.016 anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun). Sekitar 66.610 anak usia sekolah penyandang cacat (14,4% dari seluruh anak penyandang cacat) ini terdaftar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini berarti masih ada 295.250 anak penyandang cacat (85,6%) ada di masyarakat dibawah pembinaan dan pengawasan orang tua dan keluarga dan pada umumnya belum memperoleh akses pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. Pada tahun 2009 jumlah anak penyandang cacat yang ada di Sekolah meningkat menjadi 85.645 dengan rincian di SLB sebanyak 70.501 anak dan di sekolah inklusif sebanyak 15.144 anak.

Tabel 1.7 Persentase anak cacat 7-17 tahun menurut jenis kelamin dan partisipasi sekolah tahun 2009

Jenis Kelamin Tidak/belum pernah sekolah

Masih

Sekolah Sekolah Tidak Lagi Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) Laki-laki 42,69 37,94 19,37 100,00 Perempuan 45,37 33,25 21,38 100,00 Laki-laki + perempuan 43,87 35,87 20,26 100,00

Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Modul 2009, BPS

Tabel menunjukkan hampir separuh (43,87 persen) anak cacat usia sekolah (7-17 tahun) belum pernah mengecap pendidikan, sepertiganya (35,87 persen) sedang sekolah dan sekitar 20,26 persen berstatus tidak sekolah lagi. Kondisi ini menggambarkan perlunya perhatian khusus terutama penyandang cacat yang seharusnya bersekolah seyogyanya dapat bersekolah selayaknya anak seusianya.

Oleh karena itu, dalam mengarahkan setiap pihak untuk menyusun aksi dan program-program nyata dalam menangani berbagai konsekuensi dari kekhususan yang dimiliki anak dan atas dasar kepedulian dan tanggung jawab kepada masa

(8)

depan anak-anak spesial di Indonesia dibutuhkanlah suatu wadah yang dapat menampung seluruh kegiatan tersebut.

I.2 Maksud dan Tujuan

Bagi anak penderita anak berkebutuhan khusus :

1. Untuk memberikan perawatan intensif bagi anak berkebutuhan khusus dalam mendapatkan perawatan dalam hal terapi-terapi dalam bentuk pelatihan fisik, pelatihan saraf sensorik – motorik serta pembelajaran pengembangan kemampuan dan potensi diri dalam peningkatan kualitas hidupnya.

2. Untuk memfasilitasi anak berkebutuhan khusus supaya mereka dapat menjadi mandiri dan dianggap sebagai anggota masyarakat yang mempunyai kemampuan seperti masyarakat normal dengan dapat menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi komunitas bernegara.

3. Untuk meningkatkan kemauan untuk hidup bermasyarakat dan bersosialisasi tanpa harus meminta-minta empati dari orang normal sehingga mereka tidak malu dan tidak merasa abnormal di tengah-tengah masyarakat.

Bagi orang tua :

1. Membantu dalam memberikan tambahan pengetahuan dan petunjuk praktis dalam menangani anak dengan perhatian dan kasih sayang yang lebih daripada anak normal lainnya.

2. Dapat melihat dan merasakan perkembangan anak melalui terapi dan alat bantu yang diberikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak berkebutuhan khusus.

Bagi masyarakat :

1. Mengubah persepsi orang tua dan masyarakat bahwa mereka juga memiliki kemampuan dan kelebihan dibalik kekurangannya.

2. Meningkatkan rasa kepedulian terhadap keberadaan anak berkebutuhan khusus.

(9)

I.3 Masalah Perancangan

Masalah perancangan yang timbul dalam kasus proyek ini adalah :

 Bagaimana mewujudkan desain bangunan agar setiap ruang, bentuk, dan bahan yang digunakan dapat berfungsi secara maksimal sesuai dengan kebutuhan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

 Bagaimana menciptakan suatu sarana perawatan sekaligus pendidikan yang nyaman bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk melakukan kegiatan kesehatan dan belajar.

 Bagaimana mewadahi beberapa kegiatan, tidak hanya terapi dan belajar pengetahuan umum, tetapi juga tempat bermain untuk anak anak berkebutuhan khusus.

 Bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tema yang diambil untuk diterapkan dalam desain bangunan agar sesuai dengan fungsi bangunan dan prinsip-prinsip estetika dalam teori arsitektur.

I.4 Pendekatan

Pendekatan perancangan dilakukan dengan mempertimbangkan item-item perancangan antara lain:

Studi Literatur. Studi pustaka atau studi literatur yang berkaitan langsung dengan judul dan tema yang dipilih untuk mendapatkan informasi dan bahan berupa literatur yang sesuai dengan materi laporan, yang berguna untuk memperkuat fakta secara ilmiah.

Studi Banding. Studi banding terhadap proyek dan tema sejenis dengan melakukan pendekatan perancangan dengan melihat keadaan yang sudah ada, sumber dapat berupa buku, majalah, internet dan sebagainya.

Studi Lapangan. Studi lapangan mengenai kondisi sekitar site/lokasi perancangan dan lingkungan fisik yang berhubungan dengan kasus proyek untuk mendapatkan data-data yang akurat dari lokasi perancangan.

Wawancara. Wawancara dengan instansi terkait atau orang-orang yang dianggap ahli dan mengetahui tentang kasus dan tema yang diangkat untuk pengenalan masalah dan dapat menghasilkan kriteria umum bagi perancangan dan perencanaan kasus proyek.

(10)

I.5 Lingkup / Batasan

Adapun batasan perencanaan proyek ini adalah bangunan sebagai sarana perawatan kesehatan sekaligus pendidikan untuk anak-anak anak berkebutuhan khusus.

Lingkup perencanaannya adalah :

 Perancangan sarana terapi dan pendidikan anak berkebutuhan khusus ini dibuat untuk anak-anak berkebutuhan khusus di Medan, tapi tidak menutup kemungkinan bagi anak dari luar Medan baik masyarakat ekonomi menengah ke atas, sedang maupun menengah ke bawah..

 Bangunan sebagai wadah kegiatan bagi anak berkebutuhan khusus yaitu tuna netra, tuna grahita, tuna daksa, dan tuna rungu wicara dengan batas usia 5-20 tahun (kegiatan perawatan rehabilitasi dan pelatihan keterampilan) juga bagi anak normal dengan usia 5-15 tahun (kegiatan pelatihan keterampilan).

 Kajian terhadap tema, pengertian dan penerapannya pada kasus proyek lingkup batasan yang mempengaruhi proses perancangan meliputi : peraturan pemerintah, data-data dari instansi terkait, asumsi kelayakan dan program ruang.

 Pusat perawatan anak berkebutuhan khusus ini nantinya diharapkan dapat menjadi suatu tempat perawatan sekaligus pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang menyediakan fasilitas lebih lengkap daripada sekolah luar biasa maupun fasilitas perawatan lainnya, seperti: fasilitas utama yaitu lokasi fasilitas terapi (terapi okupasi, terapi sensori integrasi, terapi wicara, terapi ADL (Aktifitas Keseharian), terapi perilaku, fisioterapi, terapi musik, terapi lumba-lumba, terapi akupuntur, terapi audio visual), perpustakaan, sanggar pelatihan keterampilan (sanggar lukis, sanggar patung, sanggar tari dan drama, sanggar musik), ruang pamer, fasilitas penunjang seperti perpustakaan umum, kantin, toko souvenir, convention hall, klinik, juga fasilitas pengelola.

(11)

I.6 Kerangka Berpikir

Gambar 1.1 Skema Dasar Pemikiran Sumber : Olahan Pribadi

Maksud dan Tujuan

Sebagai wadah perawatan intensif bagi anak berkebutuhan khusus dalam

mendapatkan pelatihan fisik,

pelatihan saraf sensorik – motorik serta pembelajaran pengembangan kemampuan dan potensi diri dalam

peningkatan kualitas hidupnya.

Latar Belakang Kasus Proyek :

Anak-anak dengan label kekhususan ini tetap harus mendapat ruang hidup yang layak dan kesempatan yang sama untuk mengoptimalkan potensi yang mereka miliki dan berhak mendapat kehidupan yang layak, berkesempatan

mengembangkan potensinya, dan

memiliki kesempatan menjadi orang dewasa yang bahagia seperti impian banyak orang pada umumnya.

Konsep :

 Tapak

 Bangunan (Utilitas, Struktur,

Estetika)

Desain

Masalah Perancangan :

Bagaimana mewujudkan desain bangunan agar setiap ruang, bentuk, dan bahan yang

digunakan dapat berfungsi secara maksimal sesuai dengan kebutuhan bagi para penyandang cacat.

Bagaimana menciptakan suatu sarana perawatan sekaligus pendidikan yang nyaman

bagi anak anak berkebutuhan khusus untuk melakukan kegiatan kesehatan dan belajar.

Bagaimana mewadahi beberapa kegiatan, tidak hanya terapi dan belajar pengetahuan

umum, tetapi juga tempat bermain untuk anak anak berkebutuhan khusus.

Bagaimana menerapkan prinsip-prinsip tema yang diambil untuk diterapkan dalam

desain bangunan agar sesuai dengan fungsi bangunan dan prinsip-prinsip estetika dalam teori arsitektur.

Analisis Perancangan :

 Analisis Site

 Analisis Kegiatan

 Analisis Ruang

 Analisis Bentuk dan Langgam

Bangunan

Pengumpulan Data :

 Survey Lokasi (Kondisi Site)

 Studi Literatur

 Peraturan-peraturan

 Standar Ruang

(12)

I.7 Sistematika Laporan BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, masalah perancangan, pendekatan, lingkup kajian dan batasan, kerangka berpikir, dan sistematika laporan.

BAB II : DESKRIPSI PROYEK

Berisi tentang deskripsi umum, program kegiatan, kebutuhan ruang, dan studi banding terhadap proyek sejenis.

BAB III : ELABORASI TEMA

Menguraikan tentang pengertian, Interpretasi, dan keterkaitan tema dengan judul serta studi banding terhadap bangunan-bangunan yang menerapkan tema sejenis.

BAB IV : ANALISIS

Menguraikan tentang analisa fungsional, organisasi ruang, program ruang, persyaratan teknis, analisa kondisi lingkungan dan potensi lahan, karakter lingkungan, peraturan bangunan sekitar, prasarana, karakter lingkungan, pemandangan, orientasi, lalu lintas, sirkulasi, dan kesimpulan.

BAB V : KONSEP PERANCANGAN

Menguraikan tentang konsep dasar, rencana tapak (tata letak, gubahan massa, pencapaian, hirarki ruang, sirkulasi, parkir, utilitas, tata hijau), bangunan (bentuk, fungsi, sirkulasi, struktur dan konstruksi, bahan, desain interior, utilitas, pentahapan pembangunan, penyelesaian ruang luar/lansekap)

BAB VI : HASIL RANCANGAN

Menguraikan tentang gambar-gambar hasil rancangan dan foto-foto hasil perancangan akhir.

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

Gambar

Tabel 1.1 Persentase penyandang cacat berdasarkan jenis kecacatan  Jenis kecacatan  Jumlah (%)  Jumlah (jiwa)
Tabel 1.2 Banyaknya anak cacat menurut kecamatan tahun 2007  Kecamatan  Anak Cacat
Tabel 1.5 Data Populasi Orang Cacat di Sumatera Utara tahun 2011 Jenis Cacat  Jumlah (orang)
Tabel 1.6 Persentase Anak Cacat 0-17 Tahun menurut penyebab kecacatan dan tipe darah  tahun 2009
+3

Referensi

Dokumen terkait

Bobot larva terendah diperoleh dari pakan daun genotipe G100H, yang menunjukkan bahwa G100H kurang disukai sebagai pakan oleh larva ulat grayak, sebagaimana ditunjukkan oleh

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wirjono (2010), Faisal (2011), Septyanintyas (2010) dan Pratama dan Suardika (2013) yaitu bahwa meningkatnya keahlian

Selanjutnya melaporkan maksud dan tujuan sosialisasi ini adalah: untuk Mewujudkan kesamaan pola pikir dan persepsi dalam pelaksanaan tugas pengelolaan JDIHserta hubungan

Sesuai dengan latar belakang yang telah dirumuskan diatas, tulisan ini dibuat dengan tujuan agar mengetahui pengaturan mekanismen penebangan pohon perindang di Kota

Dalam rangka memberikan edukasi tentang bahaya diabetes pada anak-anak usia dini, maka dari itu penulis akan merancang kampanye sosial yang ditujukan kepada para orangtua

Persyaratan Kualitas Air Untuk Budidaya Ikan Kerapu Macan Kualitas wilayah perairan adalah suatu kelayakan lingkungan perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan

Maka dapat terlihat bahwa dengan nilai t hitung 1,913 > t tabel 1,661, dan nilai sig 0,059 > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha diterima artinya bahwa

mata tersebar di pasaran hingga saat ini, Anda tetap harus berhati-hati dalam memilihnya, karena bisa saja tidak cocok dan tidak cukup aman melindungi mata dan wajah Anda