• Tidak ada hasil yang ditemukan

Farmasi Klinik Dan Komunitas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Farmasi Klinik Dan Komunitas"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Aplikasi

FARMAKOEKONOMI

http://www.isfinational.or.id/pt-isfi-penerbitan/125/449-aplikasi-farmakoekonomi.html

APLIKASI FARMAKOEKONOMI

Dra. Yulia Trisna, Apt., Mpharm

(Bekerja pada Instalasi Farmasi RSUP Ciptomangunkusumo)

Biaya pelayanan kesehatan, khususnya biaya obat, telah meningkat tajam beberapa

dekade terakhir, dan kecenderungan ini tampaknya akan terus berlanjut. Hal ini

antara lain disebabkan populasi pasien usia lanjut yang semakin banyak dengan

konsekuensi meningkatnya penggunaan obat, adanya obat-obat baru yang lebih

mahal, dan perubahan pola pengobatan. Di sisi lain, sumber daya yang dapat

digunakan terbatas, sehingga harus dicari cara agar pelayanan kesehatan menjadi

lebih efisien dan ekonomis. Perkembangan farmakoepidemiologi saat ini tidak hanya

meneliti penggunaan dan efek obat dalam hal khasiat (efficacy) dan keamanan

(safety) saja, tetapi juga menganalisis dari segi ekonominya. Studi khusus yang

mempelajari hal ini dikenal dengan nama farmakoekonomi.

1

Farmakoekonomi adalah studi yang mengukur dan membandingkan antara biaya dan

hasil/konsekuensi dari suatu pengobatan. Tujuan farmakoekonomi adalah untuk

memberikan informasi yang dapat membantu para pembuat kebijakan dalam

menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan yang tersedia agar pelayanan

kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis. Jika kita dihadapkan pada

pertanyaan-pertanyaan seperti: Apa kelebihan suatu obat dilihat dari segi cost-effectiveness-nya

dibandingkan obat lain? Apakah diperoleh hasil terapi yang baik dengan biaya yang

wajar? Apakah suatu obat dapat dimasukkan ke dalam formularium atau ke dalam

daftar obat yang disubsidi? Maka farmakoekonomi dapat berperan untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan tersebut. Informasi farmakoekonomi saat ini dianggap sama

pentingnya dengan informasi khasiat dan keamanan obat dalam menentukan pilihan

obat yang akan digunakan. Farmakoekonomi dapat diaplikasikan baik dalam skala

mikro -misalnya dalam menentukan pilihan terapi untuk seorang pasien untuk suatu

penyakit, maupun dalam skala makro -misalnya dalam menentukan obat yang akan

disubsidi atau yang akan dimasukkan ke dalam formularium.

Seiring dengan berkembangnya pelayanan farmasi klinik yang dilakukan oleh

apoteker di berbagai belahan dunia, maka ruang lingkup farmakoekonomi juga

meliputi studi tentang manfaat pelayanan farmasi klinik secara ekonomi. Hasil studi

semacam ini bisa dimanfaatkan untuk menjustifikasi apakah suatu bentuk pelayanan

farmasi klinik dapat disetujui untuk dilaksanakan di suatu unit pelayanan, ataukah

suatu pelayanan farmasi klinik yang sudah berjalan dapat terus dilanjutkan.

Pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya menjadikan pelayanan kesehatan lebih

efisien dan ekonomis ditantang untuk mampu melakukan penilaian menyeluruh

terhadap suatu obat baik dari segi efektifitas obat maupun dari segi nilai ekonomisnya.

Untuk itu diperlukan bekal pengetahuan tentang prinsip-prinsip farmakoekonomi dan

keterampilan yang memadai dalam melakukan evaluasi hasil studi farmakoekonomi.

Metode-metode dalam farmakoekonomi

(2)

minimization analysis, effectiveness analysis, Utility analysis dan

Cost-benefit analysis.

2,3

Metode Cost-minimization analysis (CMA) membandingkan biaya total penggunaan 2

atau lebih obat yang khasiat dan efek samping obatnya sama (ekuivalen). Karena

obat-obat yang dibandingkan memberikan hasil yang sama, maka CMA memfokuskan pada

penentuan obat mana yang biaya per-harinya paling rendah.

Metode yang paling sering dilakukan adalah Cost-effectiveness analysis (CEA).

Metode ini cocok jika terapi yang dibandingkan memiliki hasil terapi (outcome) yang

berbeda. Metode ini digunakan untuk membandingkan obat-obat yang pengukuran

hasil terapinya dapat dibandingkan. Sebagai contoh, membandingkan dua obat yang

digunakan untuk indikasi yang sama tetapi biaya dan efektifitasnya berbeda. CEA

mengubah biaya dan efektifitas ke dalam bentuk ratio. Ratio ini meliputi cost per cure

(contoh: antibiotika) atau cost per year of life gained (contoh: obat yang digunakan

pada serangan jantung). Pada saat membandingkan dua macam obat, biasanya

digunakan pengukuran incremental cost-effectiveness yang menunjukkan biaya

tambahan (misalkan, per cure atau per life saved) akibat digunakannya suatu obat

ketimbang digunakannya obat lain. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti obat

tersebut baik untuk dipilih, sebaliknya jika biaya tambahannya sangat tinggi maka obat

tersebut tidak baik untuk dipilih.

Metode lain adalah Cost-Utility analysis (CUA). Metode ini dianggap sebagai

subkelompok CEA karena CUA juga menggunakan ratio cost-effectiveness, tetapi

menyesuaikannya dengan skor kualitas hidup. Biasanya diperlukan wawancara dan

meminta pasien untuk memberi skor tentang kualitas hidup mereka. Hal ini dilakukan

dengan menggunakan kuesioner yang sudah dibakukan, sebagai contoh digunakan

skala penilaian (0= kematian; 10= kesehatan sempurna). Quality-adjusted life years

(QALYs) merupakan pengukuran yang paling banyak digunakan.

Metode Cost-Benefit analysis (CBA) mengukur dan membandingkan biaya

penyelenggaraan 2 program kesehatan dimana outcome dari kedua program tersebut

berbeda (contoh: cost-benefit dari program penggunaan vaksin dibandingkan dengan

program penggunaan obat antihiperlipidemia). Pengukuran dapat dilakukan dengan

menghitung jumlah episode penyakit yang dapat dicegah, kemudian dibandingkan

dengan biaya kalau program kesehatan dilakukan. Makin tinggi ratio benefit:cost,

maka program makin menguntungkan. Metode ini juga digunakan untuk meneliti

pengobatan tunggal. Jika rationya lebih dari 1, maka pengobatan dianggap bermanfaat

karena ini berarti manfaatnya lebih besar dari biayanya. CBA merupakan analisis yang

paling komprehensif dan sulit untuk dilakukan. Berbeda dengan CEA yang

menggunakan efek terapeutik sebagai outcome atau CUA yang menggunakan kualitas

hidup, maka CBA menggunakan nilai uang dalam mengukur benefit, sehingga dapat

menimbulkan perdebatan, sebagai contoh: berapa nilai uang sebuah kualitas hidup

seseorang?

Aplikasi hasil studi farmakoekonomi

Lisa Sanchez -seorang pakar farmakoekonomi dari Amerika Serikat- mengemukakan

suatu istilah yang disebut applied pharmacoeconomics dan mendefinisikannya sebagai:

Putting pharmacoeconomic principles, methods and theories into practice, to quantify

(3)

the "value" of pharmacy products and pharmaceutical care services utilized in

"real-world" environments".4 Jika kita mengacu pada definisi di atas, maka

farmakoekonomi dapat dimanfaatkan untuk menilai biaya-manfaat baik dari produk

obat maupun pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care).

Farmakoekonomi tidak hanya penting bagi para pembuat kebijakan di bidang

kesehatan saja, tetapi juga bagi tenaga kesehatan (dokter, apoteker), industri farmasi,

perusahaan asuransi dan bahkan pasien, yang masing-masing mempunyai kebutuhan

dan cara pandang yang berbeda. Bagi pembuat kebijakan, farmakoekonomi dapat

dimanfaatkan untuk: memutuskan apakah suatu obat layak dimasukkan ke dalam

daftar obat yang disubsidi, memilih program pelayanan kesehatan dan membuat

kebijakan-kebijakan strategis lain yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Di tingkat

rumah sakit, data farmakoekonomi dapat dimanfaatkan untuk memutuskan apakah

suatu obat bisa dimasukkan ke dalam formularium rumah sakit, atau sebaliknya, suatu

obat harus dihapus dari formularium rumah sakit karena tidak cost-effective

dibandingkan obat lain. Selain itu juga dapat digunakan sebagai dasar dalam

menyusun pedoman terapi, obat mana yang akan digunakan sebagai obat lini pertama

dan lini berikutnya. Bagi tenaga kesehatan, farmakoekonomi berperan untuk

membantu pengambilan keputusan klinik dalam penggunaan obat yang rasional,

karena penggunaan obat yang rasional tidak hanya mempertimbangkan dimensi

aman-berkhasiat-bermutu saja, tetapi juga harus mempertimbangkan nilai ekonominya.

Sedangkan industri farmasi berkepentingan dengan hasil studi farmakoekonomi

untuk berbagai hal, antara lain: penelitian dan pengembangan obat, penetapan harga,

promosi dan strategi pemasaran. Di Australia dan Kanada, hasil studi

farmakoekonomi menjadi bahan pertimbangan utama dalam mengevaluasi suatu obat

baru yang akan dimasukkan ke dalam daftar obat yang disubsidi pemerintah.

Kebijakan ini juga sudah mulai diikuti oleh negara-negara di Eropa. Di Amerika

Serikat, beberapa perusahaan asuransi melakukan studi farmakoekonomi sendiri dan

tidak tergantung dari hasil studi yang dilakukan industri farmasi.

Apoteker dengan pengetahuannya yang mendalam tentang obat, selayaknya memiliki

pengetahuan pula tentang prinsip-prinsip farmakoekonomi, dan akan lebih baik lagi

jika mempunyai keterampilan yang memadai dalam mengevaluasi hasil studi

farmakoekonomi.

Strategi dalam mengaplikasikan hasil studi farmakoekonomi

Sebelum mengaplikasikan data farmakoekonomi ke "dunia nyata", terlebih dahulu

harus dimiliki keterampilan dalam mengevaluasi secara kritis hasil penelitian

farmakoekonomi yang sudah dipublikasikan. Pedoman dalam melakukan evaluasi

penelitian farmakoekonomi telah banyak dipublikasikan

3

. Beberapa aspek yang harus

dikritisi dari sudut pandang farmasi dalam mengevaluasi suatu penelitian

farmakoekonomi dapat dilihat pada tabel 1.

Untuk menerapkan data farmakoekonomi dari literatur ke "dunia nyata" sesuai situasi

dan kondisi setempat, ada 3 strategi yang dapat dilakukan, yaitu:

1. Menggunakan langsung data dari literatur;

2. Membuat data model ekonomi (economic modeling data);

3. Melakukan penelitian sendiri.

(4)

Masing-masing strategi mempunyai kelebihan dan kekurangan, seperti tercantum pada

tabel 2. Pemilihan strategi yang akan dilakukan sebaiknya mempertimbangkan juga

dampak yang akan dihasilkan baik terhadap biaya maupun mutu pelayanan. Jika

dampaknya minimal, maka strategi menggunakan data langsung dari literatur dapat

dijadikan pilihan. Jika dampaknya lumayan, maka membuat data model ekonomi dapat

dipilih. Sedangkan jika dampaknya besar, maka perlu melakukan penelitian sendiri

agar data yang didapat benar-benar sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.

Dengan keterbatasan sumber daya yang tersedia dalam memberikan pelayanan

kesehatan, maka sudah seyogianya farmakoekonomi dimanfaatkan dalam membantu

membuat keputusan dan menentukan pilihan atas alternatif-alternatif pengobatan agar

pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis.

Daftar Pustaka:

1. Eisenberg JM, Schulman KA, Glick H, Koffer H. Pharmacoeconomics:

Economic Evaluation of Pharmaceuticals. In: Strom BL,ed., Pharmacoepidemiology,

John Wiley & Sons Ltd., 1994, 469-93

2. Venturini F, Johnson KA. Introduction to Pharmacoeconomic Principles

and Application in Pharmacy Practice. California Journal of Health-System

Pharmacy, 2002; Jan/Feb: 6-14

3. Plumridge RJ. Pharmacoeconomic Methods and Evaluation, Materi

Lokakarya Farmakoekonomi, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2001.

4.Sanchez LA. Applied pharmacoeconomics: Evaluation and use of

pharmacoeconomic data from literature. Am J Health-Syst Pharm,1999; 56:1630-40

5.Plumridge RJ. Steps in evaluating Pharmacoeconomic Literature. Materi

Lokakarya Farmakoekonomi, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2001.

6. Sanchez LA, Lee JT. Applied pharmacoeconomics: Modeling data from internal and

external resources. Am J Health-Syst Pharm, 2000; 57:146-58

KEPENTINGAN FARMAKOEKONOMI TERHADAP PRIBADI DOKTER Posted on November 26, 2008. Filed under: Medicine, The Doctor World | Tags: Dokter,

Farmakoekonomi |

Cost-Utility Analysis

Analisis Cost-Utility adalah tipe analisis yang mengukur manfaat dalam utility-beban lama hidup; menghitung biaya per utility; mengukur ratio untuk membandingkan diantara beberapa program. Analisis cost-utility mengukur nilai spesifik kesehatan dalam bentuk pilihan setiap individu atau masyarakat. Seperti analisis cost-effectiveness, cost-utility analysis membandingkan biaya terhadap program kesehatan yang diterima dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang diakibatkan perawatan kesehatan. Dalam cost-utility analysis, peningkatan kesehatan diukur dalam bentuk penyesuaian kualitas hidup (quality adjusted life years, QALYs) dan hasilnya ditunjukan dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan kuantitas hidup dapat dikonversi kedalam nilai QALYs, sebagai contoh jika pasien dinyatakan benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1 (satu). Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas hidup. Kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan QALYs pada status tingkat kesehatan pasien

(5)

Cost utility adalah bentuk dari analisa ekonomi yang digunakan untuk membimbing keputusan sebelum tindakan penyembuhan. Cost utility ini diperkirakan antara rasio dari harga yang menyangkut intervensi kesehatan dan keuntungan yang dihasilkan dalam bagian itu yang dihitung dari jumlah orang yang hidup dengan kesehatan penuh sebagai hasil dari penyembuhannya. Hal ini menyebabkan cost utility dan cost effectiveness saling berhubungan dan timbal balik.

Manfaat dan Kekurangan Farmakoekonomi

Manfaat yang dapat diperoleh dengan penerapan farmakoekonomi antara lain: 1. Memberikan pelayanan maksimal dengan biaya yang terjangkau.

Seiring dengan perkembangan zaman, maka pengetahuan yang berkaitan dengan penyakit sudah semakin berkembang. Pengetahuan tentang pengobatan terhadap penyakit-penyakit tertentu pun tidak ketinggalan, dimana saat ini untuk suatu penyakit tertentu telah tersedia berbagai macam obat untuk menyembuhkan ataupun sekedar meredakan simptom penyakit tersebut.

Hal ini memberikan manfaat, yaitu terdapat banyak pilihan obat yang dapat diberikan untuk tindakan terapi bagi pasien. Namun, banyaknya pilihan terapi ini tidak akan bermanfaat apabila ternyata pasien tidak sanggup membeli karena harganya yang mahal. Oleh karena itu, pertimbangan farmakoekonomi dalam menentukan terapi yang akan diberikan kepada pasien sangat diperlukan, misalnya dengan penggunaan obat generik. Di Indonesia khususnya, telah terdapat 232 jenis obat generik yang diregulasi dan disubsidi oleh pemerintah dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan obat patennya.

2. Angka kesembuhan meningkat. Angka kesehatan meningkat dan angka kematian menurun. Terapi yang diberikan oleh dokter akan berhasil apabila pasien patuh terhadap pengobatan penyakitnya. Kepatuhan ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor ekonomi. Misalnya saja harga obat yang diresepkan oleh dokter terlalu mahal maka pasien tidak akan sanggup membeli dan tentu saja tidak dapat mengkonsumsi obatnya. Dan sebaliknya apabila harga obat terjangkau, maka pasien dapat mengkonsumsi obatnya dan mengalami kesembuhan. Selain itu ketepatan dokter dalam memilih terapi yang tepat untuk penyakit pasien atau berdasarkan Evidense Based Medicine juga berpengaruh. Misalnya saja dokter hanya memberikan obat yang sifatnya simptomatis kepada pasien, tentu saja penyakit pasien tidak sembuh dan harus kembali berobat dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai kesembuhan semakin besar.

3. Menghindari tuntutan dar pihak pasien dan asuransi terhadap dokter dan rumah sakit karena pengobatan yang mahal.

Saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam masyarakat, dimana jasa pelayanan kesehatan tidak berbeda dengan komoditas jasa lain. Perubahan paradigma ini mengubah hubungan antara pasien, dokter, dan lembaga pelayanan kesehatan seperti rumah sakit. Seorang pasien menjadi semakin kritis dan ingin tahu untuk apa saja ia membayar, termasuk dalam hal obat-obatan atau terapi serta pemeriksaan yang dilakukan. Apabila ada kesan kelalaian dokter dan pihak rumah sakit, pasien berhak mengajukan tuntutan ke pengadilan.

(6)

Apabila dokter telah memberikan obat-obat generik dengan harga yang murah dengan syarat memang tepat indikasi untuk penyakit pasien, dan rumah sakit selalu menyediakannya, maka dokter dan rumah sakit akan terhindar dari tuntutan pasien dan pihak asuransi atas biaya pengobatan yang mahal.

Sedangkan kekurangan atau kendala yang mungkin dihadapi dalam penerapan farmakoekonomi antara lain:

1. Untuk mendapatkan manfaat dari farmakoekonomi secara maksimal maka diperlukan edukasi yang baik bagi praktisi medik termasuk dokter maupun masyarakat. Dokter harus memperdalam ilmu farmakologi dan memberikan obat berdasarkan Evidence Based Medicine dari penyakit pasien. Pendidikan masyarakat tentang kesehatan harus ditingkatkan melalui pendidikan formal maupun informal, dan menghilangkan pandangan masyarakat bahwa obat yang mahal itu pasti bagus. Hal ini belum tentu karena obat yang rasional adalah obat yang murah tapi tepat untuk penyakitnya.

2. Diperlukan peran pemerintah membuat regulasi obat-obat generik yang bermutu untuk digunakan alam pelayanan kesehatan baik tingkat pusat sampai kecamatan dan desa. Karena dalam banyak kasus, obat-obat non generik yang harganya jauh lebih mahal terpaksa diberikan karena tidak ada pilihan obat lain bagi pasien. Terutama bagi pasien yang menderita penyakit berat, seperti kanker. Seperti contoh obat peningkatan protein jenis albumin dan antibiotik jenis botol ampul yang harganya bisa mencapai jutaan rupiah.

3. Tidak selamanya ke empat evaluasi farmakoeonomi yang meliputi Cost-Minimization Analysis (CMA), Cost-Effectiveness Analysis (CEA), Cost-Benefit Analysis (CBA), dan Cost-Utility Analysis (CUA) dapat berjalan bersamaan.

Kaitan Dokter dan Farmakoekonomi

Seorang dokter diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam mendiagnosis penyakit secara individual, kemudian berdasarkan pengetahuan mengenai patofisiologi, etiologi penyakit dan terapetika, mampu memberikan terapi secara tepat dan melakukan upaya-upaya agar pasien patuh terhadap terapi yang diberikan. Di samping itu dalam tingkat populasi pasien atau komunitas, seorang dokter diharapkan mengetahui faktor-faktor risiko dan penyebab penyakit, sehingga mampu untuk menganjurkan upaya-upaya pencegahan penyakit dalam populasi.

Dalam dunia kedokteran terdapat kesenjangan antara pendidikan farmakologi yang lebih banyak menekankan sifat maupun efek obat dan pendidikan klinik yang lebih menekankan mengenai diagnosis, patofisiologi dan penanganan penyakit. Pendidikan Farmakologi Klinik dan Terapetika diberikan untuk menjembatani kesenjangan ini, terutama membahas mengenai pemakaian obat dalam klinik dan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Dimana salah satu topik bahasannya adalah mengenai penerapan farmakoekonomi.

Dalam sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh WHO pada tahun 1978, para delegasi dari 134 negara dan 67 organisasi PBB menyatakan bahwa kesehatan tidak hanya sekedar bebas dari suatu penyakit, tetapi juga sebuah kesejahteraan yang utuh baik dari segi fisik, mental, maupun sosial. Kesehatan adalah hak asasi manusia yang fundamental.

Selama beberapa waktu lamanya, bahkan hingga kini, konsep medis tradisional masih kerap digunakan oleh masyarakat Timur., dengan silver bullet (peluru ajaib), yakni obat. Satu pil untuk memecahkan satu masalah. Dengan kata lain, untuk setiap gangguan kesehatan, kita

(7)

berharap pada bidang medis untuk memberikan pengobatan yang sederhana dan tepat. Yang menjadi pertanyaan adalah sejauh manakah bidang medis dapat memenuhi harapan tersebut.

Dari waktu ke waktu, karena perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang kedokteran dan pengobatan, jenis obat yang tersedia dalam praktek semakin banyak. Untuk masing-masing kondisi penyakit tersedia berbagai alternatif obat yang dapat diberikan. Banyaknya jenis obat yang tersedia cenderung mendorong pemakaian obat yang tidak tepat/ tidak rasional, sehingga diperlukan pemahaman prinsip-prinsip pemilihan dan pemakaian obat dalam klinik secara benar.

Salah satu benda yang menakjubkan di dunia ini adalah obat. Meski bentuknya kecil, namun ia berada di antara dua dunia yang besar yaitu ekonomi dan sosial. Hampir setiap orang mengeluhkan biaya pelayanan kesehatan termasuk harga obat yang terus melambung dan mempertanyakan risiko dan manfaat yang ada mengingat ada banyak jenis obat yang beredar untuk satu jenis penyakit. Hal ini membuat pasien semakin bingung. Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab, diantaranya bertambahnya populasi penduduk usia lanjut, obat-obat baru, serta perubahan pola pengobatan. Ini tidak diimbangi dengan sumberdaya keuangan yang tersedia dan tingginya kebutuhan.

Salah satu cara agar pelayanan kesehatan menjadi lebih efisien dan ekonomis adalah dengan farmakoekonomi, yakni analisa biaya suatu terapi dengan menggunakan obat terhadap sistem kesehatan di suatu populasi. Ada empat tipe analisa yang digunakan, yaitu: Analisa biaya keuntungan (Cost-benefit) yakni perbandingan nilai moneter dari penggunaan sumber daya alternatif, Analisa biaya efektifitas (Cost-effectiveness) dimana nilai moneter diperbandingkan dengan mengukur biaya dalam satuan kesehatan, Analisa biaya minimisasi (Cost-minimization) merupakan perhitungan banyaknya biaya yang dapat disimpan sebagai akibat dari suatu tindakan terapi, serta Analisa biaya utilitas (Cost-utility) yakni pengukuran dari hasil kesehatan di dalam satuan kualitas hidup. Atau biasa disebut QALY (Quality-adjusted life year).

Sabagai contoh, dokter harus memikirkan apakah obat yang diresepkan tersebut sudah Cost-efectiveness atau tidak, terutama ditujukan untuk pasien yang memiliki riwayat atau mengalami penyakit-penyakit yang degeneratif atau progresif.

Manfaat Farmakoekonomi dari Sudut Pribadi Dokter

Manfaat yang dapat diperoleh dokter dengan menerapkan farmakoekonomi dalam setiap pengobatan yang dilakukannya adalah sebagai berikut:

1. Pengobatan yang dilakukan memberikan hasil yang maksimal dengan biaya yang terjangkau oleh pasien. Pelayanan kesehatan yang diberikan dokter akan menjadi lebih efisien dan ekonomis dengan penerapan prinsip farmakoekonomi.

Seiring dengan perkembangan zaman, maka pengetahuan yang berkaitan dengan penyakit sudah semakin berkembang. Pengetahuan tentang pengobatan terhadap penyakit-penyakit tertentu pun tidak ketinggalan, dimana saat ini untuk suatu penyakit tertentu telah tersedia berbagai macam obat untuk menyembuhkan ataupun sekedar meredakan simptom penyakit tersebut.

Hal ini memberikan manfaat pada dokter, yaitu dokter mempunyai banyak pilihan obat yang dapat diberikan untuk tindakan terapi. Namun, banyaknya pilihan terapi ini tidak akan bermanfaat apabila ternyata pasien tidak sanggup membeli karena harganya yang mahal. Oleh karena itu, seorang dokter perlu untuk mempertimbangkan farmakoekonomi dalam menentukan terapi yang akan diberikan kepada pasien. Misalnya saja untuk

(8)

obat-obat yang telah generiknya dapat menjadi pilihan utama bagi dokter untuk diberikan. Di Indonesia khususnya, telah terdapat 232 jenis obat generik yang diregulasi dan disubsidi oleh pemerintah dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan obat patennya. Dokter juga tidak perlu membuat pasien mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk pemeriksaan yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan.

2. Dokter terhindar dari tuntutan pasien dan pihak asuransi karena pengobatan yang mahal. Saat ini telah terjadi perubahan paradigma dalam masyarakat, dimana jasa pelayanan kesehatan tidak berbeda dengan komoditas jasa lain. Perubahan paradigma ini mengubah hubungan antara pasien dan dokter. Seorang pasien ingin tahu untuk apa saja ia membayar, termasuk dalam hal obat-obatan yang diresepkan oleh dokter. Apabila ada kesan kelalaian dokter, pasien berhak mengajukan dokternya ke pengadilan. Begitu pula apabila seorang dokter meresepkan obat-obatan yang harganya mahal dan ternyata pasien atau pihak asuransi mengetahui bahwa obat tersebut bisa saja disubstitusikan dengan obat-obatan yang lebih murah harganya, maka dokter tersebut akan dituntut ke pengadilan. Hal ini bisa juga terjadi karena adanya kecurigaan tentang kolusi yang terjadi antara dokter dengan perusahaan farmasi tertentu.

Kesimpulan

Farmakoekonomi (pharmacoeconomics) adalah suatu metoda baru untuk mendapatkan pengobatan dengan biaya yang lebih efisien dan serendah mungkin tetapi efektif dalam merawat penderita untuk mendapatkan hasil klinik yang baik (cost effective with best clinical outcome).

Farmakoekonomi diperlukan karena adanya sumber daya terbatas misalnya pada RS pemerintah dengan dana terbatas dimana hal yang terpenting adalah bagaimana memberikan obat yang efektif dengan dana yang tersedia, pengalokasian sumber daya yang tersedia secara efisien, kebutuhan pasien, profesi pada pelayanan kesehatan (Dokter, Farmasis, Perawat) dan administrator tidak sama dimana dari sudut pandang pasien adalah biaya yang seminimal mungkin.

Manfaat utama yang dapat diperoleh dokter dengan menerapkan farmakoekonomi dalam setiap pengobatan yang dilakukannya adalah dokter terhindar dari tuntutan pasien dan pihak asuransi karena pengobatan yang mahal.

Saran

Para praktisi medik harus memperdalam ilmu farmakologi dan memberikan obat berdasarkan Evidense Based Medicine dari penyakit pasien serta selalu mempertimbangkan farmakoekonominya sehingga pengobatan yang dilakukan memberikan hasil yang maksimal dengan biaya yang terjangkau oleh pasien.

Pendidikan masyarakat tentang kesehatan juga harus ditingkatkan melalui pendidikan normal maupun informal, dan menghilangkan pandangan masyarakat bahwa obat yang mahal belum tentu bagus. Obat yang rasional adalah obat yang murah tetapi tepat untuk penyakitnya.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian Metode Agar Disk-Diffusion Dengan Ekstrak Aquades Daun Pepaya Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer, dengan data pertumbuhan

37) jasa adalah kegiatan ekonomi yang ditawarkan oleh salah satu pihak kepada pihak lain. Seringkali berdasarkan waktu, dan kinerja untuk memberikan hasil yang

Aset tetap yang diperoleh perusahaan seharusnya dicatat senilai harga perolehan ditambah dengan biaya-biaya lain terkait perolehan atas aset tetap tersebut dan dilakukan

Rencana Strategis Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Tahun 2018-2023 32 Misi ini mewujudkan tertib arsip di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui peningkatan tata

Sehingga tidak bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak berpengaruh antara masa kerja terhadap S.O.P pemasangan infus dan dari hasil analisis bivariat

baik Kepala Sekolah, guru maupun pegawai dan peserta didik sebagai penggerak

Selain itu agresivitas pajak yang berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, dikarenakan tindakan agresivitas pajak yang diproksikan melalui beban pajak di

Dimana tujuan dari penelitian ini adalah untuk membantu pihak sekolah dalam proses penerimaan siswa baru berbasis web agar proses PSB berjalan efektif