• Tidak ada hasil yang ditemukan

Advokasi Gizi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Advokasi Gizi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Bahan Ajar D-IV Gizi ...

ADVOKASI PELAYANAN GIZI

Oleh John Amos

Di era desentralisasi, pemerintah daerah mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat disegala bidang kehidupan, melalui pelayanan publik yang baik. Hal ini juga dijelaskan dalam Keputusan Men PAN Nomor 63/ Kep / M.PAN/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik yang mengarah pada terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance).

Menurut UNDP karakter dari good governance adalah sistem pemerintahan yang melibatkan swasta, menggerakkan dan memberdayakan partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik, transparan, akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, efektif, efisien, merata, ada kepastian hukum, menjamin prioritas kebijakan publik yang didasarkan pada konsensus masyarakat, menjamin alokasi sumberdaya pembangunan yang merujuk pada aspirasi kelompok masyarakat miskin dan rentan.

Good governance mengandung prinsip bahwa sumberdaya yang ada dikelola secara efektif dan efisien sebagai respon terhadap upaya mengatasi masalah serta kebutuhan masyarakat. Wacana good governance terkait dengan keharusan pemerintah daerah untuk menerapkan prinsip-prinsip rule of law yang meliputi supremasi hukum, kepastian hukum, penegakan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif.

Didalam UU No. 32 tahun 2004, tentang desentralisasi/ otonomi daerah, pada pasal 22 dinyatakan bahwa tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah adalah melakukan pelayanan kesehatan yang adil dan merata. Mengacu pada ketentuan tersebut maka seharusnya pembangunan kesehatan merupakan salah satu agenda utama dalam pembangunan daerah. Namun kenyataannya tidak demikian, tugas dan tanggung jawab pemerintah daerah untuk menerapkan sistem pemerintahan yang baik serta didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan yang tidak bias gender masih harus diperjuangkan. Alokasi dana untuk pembangunan kesehatan di daerah sangat kecil, terlebih alokasi dana untuk kegiatan promosi kesehatan.

Dari keadaan tersebut maka penerapan strategi advokasi untuk membangun kebijakan publik yang berwawasan kesehatan harus dilaksanakan secara optimal. Membangun kebijakan publik berwawasan kesehatan reproduksi, artinya para penentu kebijakan dari berbagai sektor di setiap tingkatan administrasi menetapkan kebijakan yang terkait dengan perbaikan status kesehatan masyarakat, sesuai tugas dan fungsinya dalam pembangunan nasional.

Menurut definisi dari WHO, advocacy is a combination on individual and social support

design to gain political commitment, policy support, social acceptance, system support for

particular health goal and programme. Sedangkan menurut ahli retorika Foss (1981) mengatakan

bahwa advokasi merupakan suatu upaya persuasif yang mencakup kegiatan penyadaran,

rasionalisasi, argumentasi, dan rekomendasi tindak lanjut mengenai sesuatu. Dari definisi

tersebut bisa dipahami bahwa advokasi merupakan suatu action yang berupaya menarik

dukungan politis dan sosial mengenai sesuatu yang dianggap sangat penting untuk mendapatkan

dukungan. Ada dua item penting menyangkut kegiatan advokasi yakni, data dan informasi. Data

yang dimiliki haruslah valid dan accountable, selain itu penyajian informasi dengan menarik

dapat menopang keberhasilan kegiatan advokasi tersebut.

Untuk seorang akademisi bidang gizi dan ahli gizi, advokasi harus dilakukan mengingat

dukungan penentu kebijakan pelaksananya tidaklah signifikan menyangkut masalah-masalah gizi

yang kian banyak di negara kita. Advokasi sendiri ditujukan kepada penentu kebijakan dengan

upaya persuasif untuk memperoleh dukungan dan kepedulian dari para pemegang kebijakan

terkait gizi. Kemudian muncul pertanyaan, mengapa perlu advokasi bidang gizi? Design

advokasi ini mencakup stakeholders dan para pemegang kebijakan, melalui komunikasi aktif,

pendekatan politik, dan media, kegiatan advokasi ini dapat dilakukan. Cara pandang dan

pemahaman mengenai permasalahan gizi, komitment terhadap kesehatan masyarakat adalah

informasi kunci untuk menarik dukungan dari legislatif dan eksekutif.

Gizi merupakan aspek terpenting dari Indeks Pembangunan Manusia, para practitioner

menempat gizi sebagai pondasi dari beberapa bidang seperti pendidikan, kesehatan, politik,

sosial, ekonomi, gender, dan hak-hak asasi. Dengan peranan gizi yang multi dimensi dan lintas

sector, maka seharusnya dukungan untuk bidang gizi ini besar. Berdasarkan data IPM, Indonesia

(2)

menempati urutan 111 untuk tingkat gizi dan kualitas SDM nya. Di Indonesia, banyak pihak

yang belum mengetahui pentingnya gizi bagi kehidupan, gizi seringkali masih kalah prioritas jika

dibandingkan dengan bidang ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Oleh karena itu, jika ingin

meningkatkan tingkat IPM Indonesia di mata dunia, diperlukan kesadaran dari semua pihak dan

semua sector serta upaya khusus untuk menopang penanganan masalah gizi.

Bercermin dari fakta diatas, maka salah satu upaya khusus untuk mencapai itu semua

adalah dengan melakukan upaya pendekatan-pendekatan yang persuasif, komunikatif, dan

inovatif, serta memperhatikan setiap segmen sasaran perbaikan. Sehubungan dengan itu semua,

advokasi gizi kepada semua pihak terkait sangatlah dibutuhkan terutama kepada penentu

kebijakan, berbagai sector, dan lembaga perwakilan rakyat. Salah satu bahan yang dapat

dijadikan rujukan atau informasi agar penentu kebijakan tertarik dan peduli adalah meyakinkan

bahwa gizi merupakan hak asasi manusia, dan investasi bagi negara karena dengan

meningkatkan status gizi, IPM bisa meningkat sehingga kualitas SDM negara juga tinggi.

Dengan adanya dukungan dari penentu kebijakan dan masyarakat, tentunya gizi tidak lagi di

anak tirikan, sehingga tahap demi tahap banyak orang dapat sadar akan pentingnya aspek gizi ini.

Perlu diketahui bersama bahwa tujuan umum kegiatan advokasi gizi ini tidak lain adalah

untuk memperoleh dukungan dan komitmen dalam upaya perbaikan gizi masyarakat yang

merupakan hak setiap warga negara Indonesia yang wajib dipenuhi baik berupa kebijakan yang

pro rakyat, dana, bantuan sarana dan prasarana, kemudahan, tindakan riil, dan segala bentuk

dukungan sesuai kondisi yang ada. Adapun target yang ingin dicapai yakni kesadaran masyarakat

akan pentingnya gizi, penyediaan anggaran untuk program gizi, perubahan perilaku masyarakat

menuju gizi seimbang, perbaikan status gizi masyarakat, dan komitmen para pengambil

keputusan untuk bersama-sama memecahkan masalah gizi di Indonesia. Advokasi kepada pihak

yang menentang juga diperlukan untuk meminimalisir adanya konflik kepentingan dan politik

diantara pihak-pihak yang potensial untuk itu.

Untuk melihat keberhasilan advokasi ini, ada beberapa indicator yakni output berupa

keterlibatan, dukungan dan kesinambungan yang diberikan oleh sasaran advokasi yang

diimplementasikan kedalam action, dukungan dana, sarana, dan kemudahan. Salah satu contoh

keberhasilan advokasi gizi ini adalah dukungan anggaran APBD untuk pembangunan Rumah

Pemulihan Gizi, dan pembangunan BPP GAKY.

1. Pengertian

a. Pengertian advokasi

 Advokasi adalah program komunikasi untuk mendekatkan problem publik kepada pembuatan kebijakan (Proceeding IFPPD, 2002)

 Advokasi adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif (JHU, 1999)

Advokasi adalah upaya atau proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders).

 Advokasi merupakan serangkaian kegiatan komunikasi untuk mempengaruhi penentu kebijakan dengan cara: membujuk, meyakinkan, menjual ide agar memberikan dukungan terhadap upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.

2. Tujuan Advokasi Gizi a. Tujuan umum

Advokasi diarahkan untuk menghasilkan dukungan yang berupa kebijakan (misalnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana, dan lain-lain ) dalam mencapai tujuan kegiatan program gizi.

(3)

(1) Penentu kebijakan mengetahui atau menyadari adanya masalah gizi, (2) Penentu kebijakan tertarik untuk ikut mengatasi masalah gizi, (3) Penentu kebijakan peduli terhadap pemecahan masalah gizi, (4) Penentu kebijakan sepakat untuk memecahkan masalah gizi,

(5) Penentu kebijakan ikut aktif berperan dalam upaya mewujudkan kegiatan gizi di wilayahnya melalui kegiatan yang berkelanjutan

3. Sasaran Advokasi Gizi

Sasaran advokasi adalah :

a. tokoh masyarakat formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintahan dan penyandang dana pemerintah.

b. tokoh-tokoh masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh adat, dan lain-lain yang umumnya dapat berperan sebagai penentu “kebijakan” (tidak tertulis) di bidangnya.

c. tokoh-tokoh dunia usaha, yang diharapkan dapat berperan sebagai penyandang dana non-pemerintah.

Advokasi program gizi sangat perlu dilakukan di semua jenjang administrasi pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan. Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu (1) mengetahui atau menyadari ada-nya masalah, (2) tertarik untuk ikut mengatasi masalah, (3) peduli terhadap pemecahan masalah dengan memper-timbangkan berbagai alternatif pemecahan masalah, (4) sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu alternatif pemecahan masalah, dan (5) memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat, dan tepat.

4. Manfaat Advokasi Gizi

Manfaat melakukan advokasi adalah adanya :

a. Komitmen politis (political commitment)

Adalah komitmen para pembuat keputusan atau penentu kebijakan berbagai pihak terkait terhadap upaya pemecahan masalah kesehatan

b. Dukungan kebijakan (policy support)

Adalah dukungan nyata yang diberikan oleh para pimpinan institusi terkait dalam bentuk kebijakan publik untuk mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi yang ada di wilayahnya. Dukungan kebijakan ini dapat berupa undang-undang, peraturan, peraturan daerah, surat keputusan, instruksi / surat edaran, dll

c. Penerimaan social (social acceptance)

Adalah diterimanya suatu program kesehatan reproduksi oleh masyarakat terutama tokoh masyarakat.

d. Dukungan system (system support)

Adanya sistem atau organisasi kerja yang memasukkan program kesehatan reproduksi dalam program kerjanya (partnership)

Dengan melakukan advokasi maka program gizi merupakan program kesehatan memperoleh prioritas yang tinggi dalam agenda pembangunan daerah. Implikasinya adalah adanya dukungan kebijakan yang kuat dalam mengatasi masalah kesehatan tersebut. Adanya alokasi sumberdaya yang diperlukan untuk meningkatkan cakupan Kadarzi. Upaya mewujudkan Kadarzi menjadi tugas dan tanggung jawab semua pihak, jadi bukan merupakan masalah keluarga atau sektor kesehatan saja.

(4)

a. Advokasi reaktif terjadi apabila sasaran advokasi sudah merasakan adanya masalah penting yang harus diatasi, namun belum memberikan dukungan sesuai yang diharapkan.

b. Advokasi pro-aktif apabila masalah telah terjadi, namun sasaran advokasi belum memahami bahwa hal itu merupakan suatu masalahnya dan belum ada kepedulian.

Kegunaan mengetahui jenis advokasi ini adalah untuk menentukan pesan atau bahan advokasi yang sesuai agar tujuan advokasi sesuai harapan dapat tercapai.

6. Teknik advokasi Gizi

Pada dasarnya ada banyak teknik / bentuk tindakan dalam melakukan advokasi. Namun, dari pengalaman menunjukkan bahwa upaya advokasi lebih berhasil apabila pelaksanannya mampu melakukan berbagai teknik advokasi secara bersamaan. Teknik advokasi tergantung pada sasaran dan tujuan yang ingin dicapai.

Beberapa teknik advokasi yang bisa digunakan diantaranya adalah : a. Lobi / lobi politik

b. Negosiasi c. Presentasi d. Seminar e. Studi banding f. Dialog

g. Pengembangan kelompok peduli h. Penggunaan media massa

a. Lobi

 Merupakan suatu teknik advokasi yang bertujuan untuk menyampaikan isu pentingnya mewujudkan Kadarzi melalui pertemuan, surat, maupun intervensi media, dll

Seorang pelobi harus pandai mencari entripoint yang tepat dan mengena tetapi harus focus pada inti permasalahan (core message).

 Kemampuan melobi lebih banyak tergantung pada seni dan kreatif seseorang, misalnya : melakukan lobi pada saat rekreasi.

Lobi/lobi politik pada dasarnya adalah variant dari komunikasi interpersonal/ wawan muka. Oleh karena itu dalam lobi politik ini pengenalan sasaran yang mendalam (nilai kepentingannya, kebiasaannya, hobinya sampai kelemahannya dan lain-lain) akan sangat mempengaruhi keberhasilan lobi. Lobi politik ini pada awalnya digunakan sebagai bentuk aksi untuk mempengaruhi pejabat publik kelas atas, terutama para legislator yang memiliki peran untuk menggolkan produk hukum yang sangat strategis. Lobi ini sangat penting dan banyak digunakan untuk mengadvokasi pembuat kebijakan/pejabat publik dalam bentuk bincang-bincang (pendekatan tokoh). Pengalaman menunjukan bahwa untuk melakukan suatu lobi, mencari waktu untuk bisa bertemu dengan pejabat publik merupakan suatu tantangan/seni tersendiri bagi para pelobi. Aspek lain yang perlu dipersiapkan adalah data dan argumen yang kuat untuk meyakinkan si pejabat : betapa seriusnya permasalahan gizi di tatanan rumah tangga serta betapa

pentingnya peranan si pejabat dalam mewujudkan Kadarzi. Prinsip melakukan lobi adalah “low profile, high pressure”.

b. Negosiasi

 Negosiasi merupakan teknik advokasi yang bertujuan untuk menghasilkan kesepakatan. Dalam hal ini pihak yang bernegosiasi menyadari bahwa masing-masing pihak mempunyai kepentingan yang sama tentang upaya mengatasi permasalahan gizi, sekaligus menyatukan kepentingan yang berbeda tentang program gizi sesuai tupoksinya / valuenya masing-masing.  Negosiasi merupakan cara yang efektif untuk mendapatkan kesepakatan tentang pentingnya

memberikan dukungan kebijakan maupun sumberdaya dalam mewujudkan Kadarzi. Adapun cara melakukan negosiasi adalah dengan jalan kompromi, akomodasi dan kolaborasi.

(5)

Dalam negosiasi diperlukan kemampuan untuk melakukan tawar menawar dengan alternatif yang cukup terbuka. Oleh sebab itu sebelum melakukan negosiasi pelaku harus telah mempelajari kepentingan sasaran advokasi, minat serta kegemarannya. Pelaku advokasi harus fokus terhadap inti permasalahan. Seorang negosiator harus dalam keadaan ”SHAPE” yaitu Sincere/Sensitive (tulus/peka), Honest/Humoris (jujur/humoris), Attentive/Articuler (menarik, pandai berbicara), Proficient (pandai/cakap), Enthusiastic/Emphaty (antusian/empati)

Selain itu Harry A. Mills memperkenalkan teknik melakukan negosiasi dengan 7 langkah

(RESPECT) yang dapat dipelajari ( NEGOSIASI : Seni untuk menang ) yaitu:

o Alternatif

Adalah cara kerja jalan keluar yang dimiliki oleh setiap pihak dalam mengatasi permasalahan kesehatan

o Kepentingan

Kepentingan bukanlah posisi (permintaan satu pihak). Namun kepentingan disini adalah alasan untuk memenuhi kebutuhan, kepedulian, harapan serta mengatasi ketakutan. Kesepakatan yang baik adalah kesepakatan yang dapat memuaskan kepentingan semua pihak. o Opsi

Adalah kisaran kemungkinan dimana semua pihak dapat mencapai kesepakatan. Opsi yang baik apabila dapat menguntungkan semua pihak

o Legitimasi

Semua pihak dalam negosiasi ingin diperlakukan secara adil. Mengukur keadilan dengan menggunakan beberapa kriteria atau standar, misalnya: peraturan, instruksi , dll

o Komunikasi

Komunikasi yang baik membantu satu pihak untuk memahami persepsi maupun value / kepedulian pihak lain

o Hubungan

Hubungan kerja atau hubungan antar manusia yang erat akan memperlancar pelaksanaan musyawarah dengan semua pihak.

o Komitmen

Komitmen adalah pernyataan lisan atau tulisan mengenai apa yang akan atau tidak boleh dilakukan oleh satu pihak.

c. Presentasi

Presentasi adalah penyampaian informasi atau isu strategi kepada sasaran advokasi agar sasaran advokasi memahami permasalahan, tertarik untuk menanggulang masalah tersebut serta memberikan dukungan kebijakan maupun sumberdaya.

Presentasi merupakan salah satu cara melakukan advokasi yang efektif dan efisien apabila dilakukan melalui teknik yang benar yaitu :

 Menggunakan bahasa yang menyentuh, terfokus terhadap permasalahan serta tujuan advokasi, mudah dimengerti, proses penyampaian tidak terlalu lama serta penyampaiannya menarik (menggunakan ilustrasi grafik, gambar/ foto, media, dll)

 Pesan yang disampaikan didukung oleh data yang sahih

d. Seminar

Seminar adalah pembahasan ilmiah yang biasanya diikuti oleh 5-30 orang yang dipimpin oleh seorang yang ahli dalam bidang yang dibahas. Tujuan diselenggarakannya seminar adalah untuk mencari pedoman terhadap pemecahan masalah tertentu yang disepakati oleh semua peserta. Seminar merupakan salah satu teknik advokasi yang dapat membangun kesamaan persepsi, menumbuhkan kebersamaan serta diperoleh komitmen dari berbagai pihak.

(6)

Teknik melakukan seminar adalah memilih narasumber yang benar-benar ahli, menguasai permasalahan, memiliki data yang sahih, mampu memprentasikan idenya dengan baik dan menarik.

e. Studi banding

Studi banding juga merupakan salah satu teknik advokasi yang baik, yakni dengan mengajak sasaran advokasi mengunjungi suatu daerah yang baik maupun yang kurang baik kondisinya, agar mereka dapat mempelajari secara langsung permasalahan yang ada.

Teknik ini diarahkan untuk dapat memberikan gambaran maupun menyampaikan informasi se-konkrit mungkin kepada sasaran advokasi. Dengan demikian, diharapkan sasaran advokasi dapat melakukan analisa serta menetapkan langkah-langkah untuk mengatasi permasalahan yang ada serta mempunyai gambaran dukungan yang harus diberikannya.

f. Dialog

Dialog merupakan teknik advokasi yang penerapannya lebih tepat untuk membangun opini public dengan jalan menyampaikan informasi melalui media massa, khususnya TV dan Radio bisa menjangkau kelompok yang sangat luas. Tehnik dialog memberi peluang yang cukup baik untuk mengungkapkan aspirasi/pandangan sasaran (khalayak).

g. Pengembangan kelompok peduli

Pengembangan kelompok peduli adalah teknik advokasi dengan cara menghimpun kekuatan baik orang maupun organisasi dalam suatu jaringan kerja sama untuk menyuarakan/memperjuangkan isu yang diadvokasikan. Kelompok ini bisa bernama “Koalisi” seperti Koalisi Indonesia Sehat atau Aliansi Pita Putih atau Forum atau apapun yang memiliki jaringan yang kuat dalam ide/gagasan meskipun secara organisasi tidak terlalu ketat keterikatannya. Dalam pengembangan kelompok peduli ini, pemilihan tokoh pelopor dan penyamaan persepsi terhadap program kesehatan menjadi dua langkah penting yang harus mendapat perhatian.

h. Penggunaan media massa

Peranan media massa sangat besar dan menentukan dalam keberhasilan advokasi PHBS, baik dalam membentuk opini, menyamakan persepsi maupun dalam membangun opini publik. Media massa yang dimanfaatkan untuk melakukan advokasi adalah media yang mampu memberi informasi kepada banyak orang di banyak tempat yang berbeda dalam waktu yang hampir bersamaan, misalnya; media elektonik ( TV, radio, internet ) dan cetak (koran, majalah, tabloid dan lain-lain). Beberapa jenis tehnik yang dapat dimanfaatkan dalam melakukan advokasi melalui media massa di antaranya adalah: siaran pers, press kit, lembar fakta (fact sheet), konferensi pers, wisata pers (press tour), editorial, surat untuk editor, dll

Siaran pers adalah bentuk buletin yang menjelaskan suatu peristiwa dengan menonjolkan

suatu kejadian tertentu

Press Kit adalah bentuk informasi yang lengkap yang diberikan pada media massa dan berisi

latar belakang, gagasan dan rencana-rencana kerja yang berkaitan dengan issue tertentu. Press kit ini merupakan gabungan dari data dan fakta.

Lembar fakta adalah lembar informasi yang berisi data / kejadian yang biasanya berasal dari

laporan , hasil penekitian, temuan tim fakta, tentang kejadian penting tertentu yang dikemas dalam bahasa umum.

Konferensi pers adalah pertemuan singkat dengan sejumlah wartawan media massa yang

membahas issue penting yang harus segera diketahui oleh masyarakat.

Wisata pers adalah bentuk kunjungan beberapa wartawan langsung ke lapangan untuk

menggali informasi mengenai program yang dinilai perlu disebar luaskan kepada masyarakat.

Editorial adalah tulisan yang disajikan untuk membuka wawasan pembacanya /

pendengarnya

Surat untuk editor adalah tulisan yang berasal dari pembaca untuk memberikan reaksi,

antisipasi, respon atau pendapat terhadap berita atau informasi yang disiarkan melalui media massa

(7)

Memperhatikan besarnya peranan media massa dalam suatu upaya advokasi kesehatan, maka bagaimana menjalin kerja sama yang baik dengan pihak media massa merupakan suatu tantangan sekaligus seni tersendiri yang perlu dipelajari oleh perancang dan pelaksana advokasi. Sebaiknya para pelaksana memiliki daftar media yang ada di wilayahnya secara rinci dan menggalang hubungan pribadi yang akrab dengan jurnalis dan redakturnya

7. Pengembangan pesan advokasi Gizi a. Pengertian pesan advokasi

Merupakan pernyataan singkat, padat dan bersifat membujuk. Pernyataan merupakan intisari dari ide atau gagasan pesan

 Berhubungan dengan tujuan advokasi

 Ada bukti akurat yang mendukung pernyataan

 Ada contoh manusiawi yang dapat membangkitkan, menyentuh perasaan . Contoh manusiawi tersebut dapat berupa pengalaman pribadi, anekdot, data / fakta yang dapat menghidupkan isi pesan

 Mengarahkan sasaran advokasi untuk mau melakukan aksi.

b.

Merencanakan isi pesan advokasi

Dalam merencanakan / menyusun isi pesan advokasi ada formula singkatan yang mudah diingat yaitu BISSWTS, kepanjangannya adalah:

B = Bahasa

I = Ide / isi pesan harus sederhana, singkat dan jelas S = Subyek sasaran

S = Sumber pesan yang dapat dipercaya oleh sasaran advokasi W = waktu yang tepat untuk menyampaikan pesan advokasi T = tempat melakukan advokasi, mis: di ruang kerja bupati, forum S = saluran komunikasi pesan ( tatap muka, pernyataan pers, poster, debat publik , dll)

Atau :

SEEA:

S : Tulis sebuah STATEMENT / pernyataan sederhana

E : Sediakan EVIDENCE / bukti beserta dengan fakta-faktanya E : Berikan EXAMPLE / contoh dengan cerita / analogi A : Tawarkan ACTION / tindakan aksi

c. Gaya pesan advokasi :

 Ada sentuhan Emosional vs Rasional  Seruan positif vs negatif

 Seruan massa vs individu

 Mengandung kesimpulan terhadap masalah tertentu – bersifat terbuka  Seruan berulang vs seruan sekali

d. Pengemasan pesan :

 Presentasi merupakan kunci untuk menyampaikan pesan  Presentasi yang berhasil harus menggugah / menarik

 Pengemasan pesan mencakup materi cetakan dan materi audio-visual

 Dukung kemasan dengan ilustrasi sederhana/ mudah dipahami, grafik, foto, dll

e. Efektifitas pesan advokasi ( Seven C’s for Effective Communication)

Suatu pesan advokasi dapat dikatakan efektif dan kreatif jika memenuhi tujuh kriteria sebagai berikut:

(8)

 Command Attention

Kembangkan satu issue / ide yang singkat, jelas, terfokus dan dapat menarik perhatian sasaran  Clarify the massage

Pesan yang efektif harus dapat memberikan informasi yang relevan dan baru bagi penentu kebijakan

 Creative trust

Pesan advokasi harus dapat dipercaya kebenarannya, oleh sebab itu harus didukung oleh data yang akurat.

 Communicate a benefit

Tindakan yang diharapkan dilakukan oleh sasaran advokasi harus menyentuh nilai keuntungan baginya

 Consistency

Pesan advokasi harus konsisten artinya sampaikan satu pesan utama di media apa saja secara terus menerus

 Cater to the main, market and hart share

Pesan advokasi harus dapat menambah pengetahuan, membentuk opini sasaran advokasi secara luas, serta dapat menyentuh hati / rasa sehingga pesan tersebut dapat memberikan sentuhan emosional serta membangkitkan kebutuhan yang nyata.

 Call to action

Pesan advokasi harus dapat mendorong sasaran untuk bertindak (pesan aksi)

f.

Langkah-langkah pengembangan pesan advokasi :

 Menyiapkan bahan-bahan advokasi dengan matang, yaitu: o Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi

o Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah o Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalah

o

Berdasarkan kepada fakta atau evidence-based o Dikemas secara menarik dan jelas

o Sesuai dengan waktu yang tersedia

 Memilih media atau saluran informasi serta mengemas pesan yang sesuai dengan metode dan teknik penyampaian pesan.

 Menyediakan dana, sarana dan tenaga untuk mengembangkan desain kreatif bentuk pesan yang akan disampaikan kepada sasaran advokasi, sesuai pesan yang sudah diformulasikan

8. Langkah-langkah melakukan advokasi Gizi

Agar proses advokasi bisa berlangsung dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan, perlu dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis. John Hopkins University – Center for Communication Program (JHU – CCP) mengembangkan langkah-langkah advokasi yang dikenal sebagai bagan “A” (A frame) yang terdiri dari langkah-langkah, sebagai berikut :

a. Melakukan analisis

 Identifikasi masalah

 Identifikasi kebijakan yang ada

 Program program komunikasi yang telah dilaksanakan dalam mendukung kebijakan sehat  Perubahan kebijakan yang diinginkan oleh tingkat tertentu

 Stake holder (mitra kerja) yang terkait dengan perubahan kebijakan  Jejaring untuk penentu kebijakan

 Sumber daya yang memungkinkan untuk melaksanakan kebijakan sehat

b. Menyusun strategi

(9)

 Identifikasi sasaran primer dan skunder

 Mengembangkan tujuan ”SMART” (Spesific, Measurable/dapat diukur, Appripriate/tepat, Realistic/ nyata, Time Bound/ sesuai jadwal)

 Menentukan indikator  Menyiapkan dukungan dana

 Menempatkan ”issue”yang penting mendapat dukungan dari penentu kebijakan  Merencanakan perbaikan sarana komunikasi

c. Mobilisasi dengan jalan menggalang kemitraan

 Menyusun POA bersama

 Saling tukar menukar pengalaman dan informasi  Mendelegasikan tanggungjawab

 Adanya kesinambungan kerjasama

 Dalam menggalang kemitraan perlu memahami prinsip : Kesetaraan (equity), Saling menguntungkan, Keterbukaan (transparan)

Mobilisasi merupakan salah satu langkah penting dalam proses advokasi. Mobilisasi perlu dilakukan untuk membangun kebersamaan dan sekaligus tekanan kepada pihak-pihak yang tidak/belum mendukung. Mobilisasi ini sangat penting khususnya untuk membuat “nilai kepentingan” dari berbagai kelompok yang terkait menjadi kompatibel. Mobilisasi selain merupakan suatu tehnik, juga merupakan suatu “seni” dengan berbagai “trick” yang bisa dikembangkan melalui pengalaman.

Beberapa jenis kegiatan mobilisasi yang bisa dilakukan

o Memberikan pelatihan/orientasi kepada kelompok pelopor (kelompok yang paling mudah menerima isu yang sedang diadvokasikan).

o Mengkonsolidasikan mereka yang telah mengikuti pelatihan/orientasi menjadi kelompok-kelompok pendukung/kader.

o Mengembangkan koalisi diantara kelompok-kelompok maupun pribadi-pribadi pendukung. o Mengembangkan jaringan informasi diantara anggota koalisi agar selalu mengetahui dan merasa

terlibat (concern) dengan isu yang diadvokasikan.

o Melaksanakan kegiatan yang bersifat massal dengan melibatkan sebanyak mungkin anggota koalisi.

o Mendayagunakan media massa untuk mengekspose kegiatan koalisi dan sebagai jaringan informasi.

o Mendayagunakan berbagai media massa untuk membangun kebersamaan dalam masalah/isu ( menjadikan issu/masalah sebagai masalah bersama). Hal ini cukup efektif bila dilakukan dengan menggunakan TV filler/spot, radio spot atau billboard dan spanduk.

d. Tindakan / pelaksanaan

Setelah 3 langkah terdahulu dilakukan dengan seksama dan cermat. Tindakan / pelaksanaan mengacu pada rencana yang telah disusun berdasarkan hasil analisis, persiapan strategi yang telah dituangkan dalam plan of action yang dipersiapkan bersama mitra, sudah terlibat mulai saat analisis.

Beberapa tindakan dalam pelaksanaan Advokasi ;  Melaksanakan rencana advokasi (Plan of action)  Mengumpulkan pesan mitra?

 Menyajikan pesan yang tepat  Menepati jadwal

 Mengembangkan jaringan komunikasi dengan mitra

Adapun kegiatan yang bernuansa advokasi seperti seminar sehari, orientasi, lobby, kampanye, sarasehan dan kegiatan lain yang sesuai dengan kondisi setempat. Sedangkan waktu untuk melakukan advokasi dapat dipilih sesuai pesan yang akan disampaikan misalnya hari kesehatan sedunia 7 April. Hari kesehatan Nesional 12 November, Hari Sadar pangan Gizi dan hari hari lain yang tepat, atau disesuaikan dengan kebutuhan mitra dan masyarakat setempat.

e. Evaluasi

Langkah evaluasi merupakan bagian penting dari advokasi. Evaluasi perlu dilakukan baik terhadap proses, out put maupun dampak dari advokasi yang telah dilakukan. Dengan

(10)

menggunakan Rencana Strategis yang telah disusun, beberapa aspek dalam proses yang perlu dievaluasi secara berkala, diantaranya :

 Penilaian terhadap penetapan sasaran.

o Apakah sasaran sudah di klasifikasi sesuai dengan kelompoknya ? o Apakah masing-masing kelompok sudah terinci secara jelas?.

o Apakah aksi/tindakan yang dilakukan sudah menjangkau semua sasaran.  Penilaian terhadap perumusan tujuan.

o Apakah tujuan advokasi telah terumuskan dengan jelas.

o Apakah tujuan juga telah dirumuskan secara spesifik untuk tiap kelompok? o Bagaimana respons tiap kelompok terhadap rumusan tujuan tersebut ?  Penilaian terhadap perumusan isi pesan.

o Apakah isi pesan telah dirumuskan konsisten dengan tujuan ? o Apakah rumusan isi pesan menggugah/dapat diterima sasaran.

o Apakah rumusan isi pesan telah menggambarkan perkembangan/ peningkatan ?

Penilaian terhadap pemilihan media dan saluran.

o Media dan saluran apa saja yang potensial untuk digunakan ?

o Media dan saluran apa yang paling kuat menjangkau kelompok sasaran tertentu. o Bagaimana penempatan/placement dari tiap media ?

o Bagaimana penggunaan multi media ager sinerji ?

 Penilaian terhadap pembentukan dan penggalangan kelompok pendukung/koalisi. o Siapa saja yang potensial untuk dijadikan pelopor dalam pembentukan koalisi ? o Bagaimana pelatihan/seminar/lokakarya untuk membentuk koalisi ?

o Apakah jumlah anggota koalisi berkembang ?

o Apakah anggota koalisi telah memberikan sumbangan/memainkan peran sebagaimana yang diharapkan ?

 Intensitas, sekuen dan jadual kegiatan. o Apakah intensitas kegiatan telah memadai ?

o Apakah kegiatan telah tersusun dalam jadual yang sekuen (runtut) o Apakah kegiatan telah sinerji satu sama lain ?

o Apakah jadual kegiatan telah dilaksanakan secara konsisten ?

Selain menggunakan rencana strategis yang telah disusun sebagai tolok ukur, dalam proses evaluasi kita perlu pula memperhatikan perkembangan global, perubahan kebijakan-kebijakan lain yang mungkin berkaitan/berpengaruh serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan kata lain langkah evaluasi yang baik harus mampu membantu kita untuk mewujudkan YANG AKAN DATANG MENJADI LEBIH BAIK DARI YANG SUDAH.

f. Kesinambungan proses

Advokasi adalah suatu bentuk program komunikasi strategis yang dirancang untuk menghasilkan perubahan nilai dan perilaku. Oleh karena itu proses advokasi seringkali memerlukan waktu yang cukup panjang. Dengan kata lain, advokasi bukanlah bentuk “komunikasi tunggal”. Tujuan dari waktu ke waktu perlu dirinci dan diperjelas. Demikian pula isi pesan dari waktu ke waktu.

9. Peran petugas advokasi GIZI

a. Mengumpulkan informasi atau data yang akurat.

b. Melakukan analisis data, masalah, penyebab masalah, upaya pemecahan masalah, sumberdaya yang dibutuhkan, keterlibatan berbagai pihak baik yang dapat memberi dukungan, dll

c. Mengidentifikasi dan menentukan sasaran dan tujuan advokasi

d. Mengidentifikasi nilai dan kepentingan sasaran advokasi secara spesifik, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai

e. Membangun kerjasama / jaringan kemitraan

f.

Menyusun pesan / bahan informasi untuk melakukan advokasi yang sesuai dengan karakteristik sasaran dan tujuan advokasi. Melontarkan ide-ide khusus atau permasalahan penting yang sedang terjadi di masyarakat

g. Memilih teknik dan media advokasi yang sesuai

(11)

i. Mencari peluang sumberdaya yang dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan advokasi. j. Mencari peluang situasi yang tepat untuk melakukan advokasi sesuai dengan karakteristik

sasaran.

k. Melakukan rencana aksi advokasi l. Mengevaluasi kegiatan advokasi m. Mengkomunikasikan hasil advokasi.

Lampiran Contoh Langkah-langkah Advokasi : 1. Analisis.

a. Analisis Isu

Analisis isu akan sangat berpengaruh dalam merumuskan tujuan dan isi pesan. Analisis isu dapat dilakukan apabila tersedia data dan informasi, termasuk teori, yang dapat diperoleh dari bahan bacaan (literatur). Analisis isu ini dapat kita lakukan dengan mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1) Apa yang menjadi masalah pokok kesehatan ? 2) Bagaimana situasi nyata yang ada?

3) Apa penyebabnya dan bagaimana situasi yang diharapkan ?

4) Bagaimana peluang untuk mengubah situasi yang ada menjadi situasi yang diinginkan ? 5) Kebijakan apa yang menyebabkan atau berhubungan dengan masalah kesehatan ? 6) Instrumen kebijakan publik apa yang berkaitan dengan issu/masalah kesehatan ?

7) Bagaimana perubahan kebijakan publik yang ada akan membantu memecahkan masalah ? 8) Apa implikasi keuangan dari perubahan kebijakan yang diusulkan ?

9)

Instrumen kebijakan publik apa perlu dirubah / dibuat ? (Peraturan Daerah/PERDA, Surat Keputusan, Surat Edaran).

b. Analisis Publik

Analisis publik selain penting untuk merumuskan isi pesan juga akan sangat diperlukan dalam pemilihan bentuk aksi dan tindakan serta media dan saluran informasi. Analisis publik dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai hasil penelitian, need assessment maupun dari hasil penjajakan/pendekatan pribadi, khususnya untuk sasaran individu. Analisis publik ini sebaiknya dilakukan secara rinci untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini :

1) Unsur/Instansi Pemerintah mana yang terkait/bisa turut membuat kebijakan publik dalam kaitan masalah ini ?

2) Unsur/Instansi mana yang berwenang membuat kebijakan kunci ?

3) Unsur/Instansi Pemerintah mana yang mendukung, mana yang menjadi lawan ?

4) Instrumen kebijakan apa yang bisa dibuat/dilaksanakan oleh masing-masing unsur/instansi Pemerintah ?

5) Bagaimana nilai kepentingan (Value) yang berkembang pada masing-masing unsur/instansi pemerintah tersebut terhadap masalah ini ?

6) Bagaimana praktek perilaku yang terjadi dalam masing-masing unsur/instansi Pemerintah tersebut dalam masalah ini ?

7) Daya (Resources) apa yang dimiliki masing-masing unsur/instansi Pemerintah tersebut dalam kaitan masalah ini dan seberapa besarkah?

8) Media/saluran informasi apa yang efektif menjangkau unsur/instansi Pemerintah tersebut ? 9) Siapa saja/kelompok masyarakat mana yang akan mendapat manfaat apabila masalah ini

ditanggulangi/proses advokasi berhasil ?

10) Bagaimana persepsi masing-masing kelompok masyarakat tersebut terhadap masalah ini ? 11) Bagaimana pengetahuan masing-masing kelompok masyarakat tersebut terhadap

kemungkinan pemecahan masalah ini ?

12) Bagaimana nilai (Value) yang berkembang pada masing-masing kelompok masyarakat tersebut terhadap masalah ini ?

13) Bagaimana praktek perilaku yang terjadi dalam masing-masing kelompok masyarakat tersebut dalam masalah ini ?

14) Daya (Resources) apa yang dimiliki masing-masing kelompok masyarakat tersebut dalam kaitan masalah ini dan seberapa besar ?

15) Media/saluran informasi apa yang efektif menjangkau kelompok masyarakat tersebut ? 16) Siapa saja / pihak-pihak mana yang mempunyai kaitan cukup erat dengan masalah ini ?

17)

Bagaimana bentuk keterkaitan masing-masing pihak tersebut dengan masalah ini ? Bagaimana persepsi masing-masing pihak tersebut ?

(12)

18) Bagaimana pengetahuan masing-masing pihak tersebut terhadap kemungkinan pemecahan masalah ini ?

19) Bagaimana nilai kepentingan (Value) yang berkembang pada masing-masing pihak tersebut terhadap masalah ini ?

20) Bagaimana praktek perilaku yang terjadi dalam masing-masing pihak tersebut dalam masalah ini ?

21) Daya (Resources) apa yang dimiliki oleh pihak-pihak tersebut dalam kaitan masalah ini dan seberapa besar ?

22) Media/saluran informasi apa yang efektif menjangkau pihak-pihak tersebut ?

c. Analisis Kebijakan

Analisis kebijakan akan sangat berpengaruh dalam pelaksanaan mobilisasi dan tindakan & aksi. Analisis kebijakan dapat dilakukan dengan melakukan pengkajian terhadap arahan/kebijakan Penentu Kebijakan (DPRD,Pemda, Bappeda dll) dengan potensi/kondisi lapangan atau dengan melakukan kajian/studi banding dengan pengalaman ditempat lain.

Analisis kebijakan dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini : 1) Bagaimana kemungkinan kekuatan dan peluang ?

2) Bagaimana kemungkinan hambatan dan tantangan ?. 3) Bagaimana arahan / kebijakan yang ada ?

4) Bagaimana kondisi masyarakat dan kondisi lapangan lainnya ? 5) Seberapa feasibel program kesehatan reproduksi dapat dilaksanakan. 6) Apa yang perlu ada modifikasi ?

7) Seberapa besar daya yang dimiliki (tenaga, sarana dan biaya) ?

8) Bagaimana implikasi keuangan yang akan terjadi bagi masing-masing kelompok sasaran ?

2. Strategi.

Advokasi sebagai sebuah proses komunikasi strategis memerlukan strategis yang jelas dan kuat, baik menyangkut pendayagunaan tenaga, sarana dan dana maupun dalam pemilihan methoda yang tepat.

Salah satu unsur penting dalam strategi advokasi, adalah menentukan tahapan program advokasi yang akan dilaksanakan. Tahapan ini dapat dibagi atas jangka pendek, menengah dan panjang. Dengan memperhatikan tujuan yang telah dirumuskan serta hasil analisis khalayak, maka dalam langkah strategi kita lakukan :

1) Penetapan tujuan/sasaran/target. 2) Pemilihan bentuk aksi/tindakan. 3) Perumusan isi pesan.

4) Identifikasi dan pemilihan media/saluran informasi.

5) Pengaturan pendayagunaan tenaga (termasuk penyiapan/ pelatihannya), sarana dan dana. Dengan demikian, bila langkah strategi ini dikerjakan dengan baik, maka akan dihasilkan suatu RENCANA STRATEGIS advokasi untuk isu, wilayah dan waktu tertentu.

3. Mobilisasi.

Mobilisasi merupakan salah satu langkah penting dalam proses advokasi. Mobilisasi perlu dilakukan untuk membangun kebersamaan dan sekaligus tekanan kepada pihak-pihak yang tidak/belum mendukung. Mobilisasi ini sangat penting khususnya untuk membuat “nilai kepentingan” dari berbagai kelompok yang terkait menjadi kompatibel. Mobilisasi selain merupakan suatu tehnik, juga merupakan suatu “seni” dengan berbagai “trick” yang bisa dikembangkan melalui pengalaman.

4. Tindakan Aksi.

Tindakan atau aksi dalam proses advokasi pada dasarnya adalah serangkaian kegiatan komunikasi baik yang bersifat individual, kelompok atau massa maupun berupa pawai/demo/unjuk rasa/show of force. Melalui langkah tindakan/aksi dalam proses advokasi perlu terus dibangun dijaga citra (image) bahwa :

(13)

Proses ini merupakan “tindakan bersama”. Makin banyak orang yang dicitrakan terlibat dalam kegiatan ini makin baik.

Proses ini dilakukan secara terus menerus dan konsisten.

Dengan memanfaatkan berbagai media/saluran komunikasi yang ada, melalui langkah tindakan/aksi ini kita upayakan agar :

a. Para Penentu Kebijakan.

 Tahu dan yakin, bahwa masalah kesehatan reproduksi benar-benar perlu dilaksanakan dan akan menguntungkan bagi semua unsur.

 Tahu faktor-faktor penyebab masalah kesehatan reproduksi.  Tahu bahwa masalah kesehatan reproduksi bisa diatasi/dipecahkan.

 Tahu bahwa pemerintah mempunyai pilihan instrumen kebijakan publik untuk memecahkan masalah kesehatan reproduksi, baik berupa Perda maupun Surat Keputusan.

 Menyadari bahwa Pemerintah mempunyai kewajiban untuk membuat kebijakan untuk memecahkan masalah kesehatan reproduksi.

 Membuat instrumen kebijakan publik tentang kesehatan reproduksi.

 Melaksanakan kebijakan publik tentang kesehatan reproduksi yang dibuatnya secara konsisten dan bertanggung jawab.

 Tahu bahwa Penentu Kebijakan publik mempunyai daya (resources) untuk memecahkan masalah kesehatan reproduksi .

 Mampu memilih cara yang cocok untuk menyelesaikan masalah kesehatan reproduksi .  Mampu menggalang potensi untuk kesinambungan kesehatan reproduksi .

b. Kelompok Pendukung/pro.

 Tahu dan yakin bahwa ada kelompok masyarakat (marjinal) yang mengalami masalah dalam pelayanan Kesehatan.

 Tahu bahwa masalah pelayanan kesehatan bisa diatasi melalui program kesehatan reproduksi .  Tahu dan yakin bahwa masalah kesehatan benar-benar tidak menguntungkan bagi kelompok

masyarakat yang mengalami.

 Tahu bahwa masalah kesehatan reproduksi bisa dipecahkan.

 Tahu bahwa dia memiliki potensi untuk ikut mengatasi masalah kesehatan reproduksi .

 Tahu bahwa dia akan mendapat manfaat dan atau memiliki kewajiban moral untuk ikut membantu menyeselsaikan kesehatan reproduksi .

 Mampu dan mau ikut mendukung pemecahan masalah ini sesuai dengan potensi yang dia miliki.

Untuk mencapai kondisi tersebut, maka isi pesan perlu disusun secara bertahap dan dirancang secara cermat sesuai dengan kondisi nyata dari kelompok khalayaknya.

Demikian pula pemilihan dan desain media harus benar-benar dipilih yang cocok dengan sasaran. Untuk sasaran penerima langsun, kegaiatan penyuluhan kelompok di samping media massa dan media lain akan cukup efektif. Sedangkan untuk sasaran penentu kebijakan dan pendukung akan lebih cocok dijangkau melalui media massa (TV, Radio dan Koran/Majalah). Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa, kemampuan advokator dalam mendayagunakan media massa (memblow-up informasi) menjadi salah satu faktor penting dalam langkah mobilisasi.

5. Evaluasi

Langkah evaluasi juga merupakan bagian penting dari advokasi. Evaluasi perlu dilakukan baik terhadap proses, out put maupun dampak dari advokasi yang telah dilakukan. Dengan menggunakan Rencana Strategis yang telah disusun, beberapa aspek dalam proses yang perlu dievaluasi secara berkala, diantaranya :

a. Penetapan sasaran.

 Apakah sasaran sudah di klasifikasi sesuai dengan kelompoknya ?  Apakah masing-masing kelompok sudah terinci secara jelas?.

 Apakah aksi/tindakan yang dilakukan sudah menjangkau semua sasaran.

b. Perumusan tujuan.

 Apakah tujuan advokasi telah terumuskan dengan jelas.

 Apakah tujuan juga telah dirumuskan secara spesifik untuk tiap kelompok?  Bagaimana respons tiap kelompok terhadap rumusan tujuan tersebut ?

(14)

 Apakah isi pesan telah dirumuskan konsisten dengan tujuan ?  Apakah rumusan isi pesan menggugah/dapat diterima sasaran.

 Apakah rumusan isi pesan telah menggambarkan perkembangan/ peningkatan ?

c. Pemilihan media dan saluran.

 Media dan saluran apa saja yang potensial untuk digunakan ?

 Media dan saluran apa yang paling kuat menjangkau kelompok sasaran tertentu.  Bagaimana penempatan/placement dari tiap media ?

 Bagaimana penggunaan multi media ager sinerji ?

d. Pembentukan dan penggalangan kelompok pendukung/koalisi.

 Siapa saja yang potensial untuk dijadikan pelopor dalam pembentukan koalisi ?  Bagaimana pelatihan/seminar/lokakarya untuk membentuk koalisi ?

 Apakah jumlah anggota koalisi berkembang ?

 Apakah anggota koalisi telah memberikan sumbangan/memainkan peran sebagaimana yang diharapkan ?

e. Intensitas, sekuen dan jadual kegiatan.

 Apakah intensitas kegiatan telah memadai ?

 Apakah kegiatan telah tersusun dalam jadual yang sekuen (runtut) ?  Apakah kegiatan telah sinerji satu sama lain ?

 Apakah jadual kegiatan telah dilaksanakan secara konsisten ?

Referensi

Dokumen terkait

Untuk  memperoleh  informasi  pencapaian  kinerja  pembinaan  glzl  masyarakat  secara  cepat,  akurat,  teratur  dan  berkelanjutanl,  perlu  dilaksanakan 

Juknis SPM Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat Inl dimaksudkan untuk memberikan acuan kepada petugas gizi kabupaten I kota dalam merencanakan program

pada batita dan khususnya pengetahuan gizi sehingga dapat dilakukan. upaya perbaikan gizi di posyandu terutama bagi Bidan yang

1 1) mampu menjelaskan menerapkan intervensi gizi maupun kegiatan upaya perbaikan gizi melalui institusi yang merupakan program berkelanjutan maupun program baru

Pemulihan gizi berbasis masyarakat merupakan upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi masalah gizi yang dihadapi dengan dibantu oleh tenaga gizi puskesmas dan

Intervensi adalah segala upaya yang dilakukan sesuai dengan Kerangka Acuan Kerja Survey pasar, advokasi komitmen pemda dan lintas sektor, bimtek petugas pasar, penyuluhan

1 Advokasi Keluarga Rentan (Cindenia, dkk.) | 5 pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan sebagai upaya generasi bangsa yang unggul agar dapat mengurangi

Pendahuluan Dalam undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, khususnya pada Bab VIII tentang Gizi, pada pasal 141 ayat 1 menyatakan bahwa upaya perbaikan gizi masyarakat