• Tidak ada hasil yang ditemukan

kasbes septin bisitopeni

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "kasbes septin bisitopeni"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG LAKI LAKI 46 TAHUN

DENGAN BISITOPENIA, LEUKOSITOSIS, ORGANOMEGALI

DAN ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROMIK

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Kepaniteraan Senior Ilmu Penyakit Dalam

disusun oleh:

Septin Kamilia Patinggi 22010113210112

Dosen Pembimbing:

dr. Eko Adhi Pangarsa, SpPD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Septin Kamilia Patinggi

NIM : 22010113210112

Bagian : Ilmu Penyakit Dalam RSDK / FK UNDIP

Judul kasus besar : Seorang Laki – Laki 46 tahun dengan Bisitopenia, Leukositosis, dan Organomegali.

Pembimbing : dr. Eko Adhi Pangarsa, Sp.PD

Semarang, April 2014 Pembimbing

(3)

BAB I

LAPORAN KASUS BESAR

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. TM

Umur : 46 tahun

Jenis kelamin : Laki – Laki Pekerjaan : PNS Dinas Pasar

Alamat : Muria III RT 04 RW 05, Ungaran Barat Masuk RSDK : 07 April 2014

Ruang / Kelas : Rajawali lantai 3B

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 11/04/2014

Keluhan Utama : lemas

1 bulan SMRS, pasien merasa lemas, lemas dirasakan di seluruh tubuh, lemas dirasakan hilang timbul, lemas disertai keluhan mudah lelah apabila pasien bekerja terutama bila pasien bekerja sampai larut malam. Lemas berkurang bila pasien beristirahat. Lemas dirasakan memberat seminggu terakhir sehingga pasien memeriksakan diri ke RSUP dr. Kariadi.

Lemas disertai pusing berkunang-kunang (+), gusi berdarah (-), mimisan (-) BAB hitam(-), bercak-bercak berwarna merah kebiruan (-), berdebar-debar (-), nyeri dada (-), sesak di malam hari (-), kaki bengkak (-),demam (-), keringat malam (-), nafsu makan menurun (-), BAK tidak ada keluhan.

(4)

Riwayat Penyakit Dahulu

- Tahun 2012 pasien pernah dirawat dengan keluhan yang sama, dilakukan pemeriksaan sumsum tulang dan dikatakan sakit CML. Pasien kontrol rutin ke dokter spesialis penyakit dalam, diberi obat Hydrea tablet diminum 2x sehari.

- Riwayat sakit jantung (-) - Riwayat sakit darah tinggi (-) - Riwayat diabetes mellitus (-)

Riwayat penyakit keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit kelainan darah

Riwayat sosial ekonomi

Pasien bekerja sebagai PNS di dinas pasar. Pasien memiliki seorang istri yang bekerja sebagai karyawan supermarket Ramai. Pasien memiliki 2 orang anak yang belum mandiri. Biaya pengobatan ditanggung dengan BPJS. Kesan sosial ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Fisik dilakukan pada tanggal 11 Februari 2014

Keadaan umum : tampak lemas, pucat (+), dispneu (-), terpasang infus RL

Kesadaran : komposmentis, GCS E4M6V5 = 15

Tensi : 130/80 mmHg

(5)

Laju pernafasan : 20 x /mnt, reguler Temperatur : 36,7 º C (aksiler) Kepala : turgor kulit cukup

Mata : conjungtiva palpebra pucat (+/+) sklera ikterik (-/-) Hidung : deviasi septum (-), sekret(-/-), nafas cuping hidung

(-)

Telinga : sekret (-/-)

Mulut : mukosa pucat (+), hipertrofi ginggiva (-),atrofi papil lidah (-), perdarahan gusi (-)

Leher : JVP R + 0 cm, deviasi trachea (-), kelenjar getah bening leher tidak membesar, kelenjar tiroid tidak membesar

Dada : bentuk normal, retraksi interkosta (-), dan supraklavikula (-), spider naevi (-), atrofi m.pectoralis (-)

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial linea midklavikula sinistra, kuat angkat (-), pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-), thrill (-)

Perkusi : Batas atas jantung SIC II LPS sinistra Batas kanan jantung LPS dextra

(6)

Batas kiri jantung di SIC V 2 cm med LMCS

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, HR 80 x/menit, regular, gallop (-), bising (-)

Paru depan

Inspeksi : simetris statis dinamis Palpasi : stem fremitus kanan = kiri Perkusi : sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan :

-/-Paru belakang

Inspeksi : simetris statis dinamis Palpasi : stem fremitus kanan = kiri Perkusi : sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan :

-/-Abdomen

Inspeksi : datar, venektasi (-) Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : pekak sisi (+) normal, pekak alih (-), area troube pekak

Palpasi : supel, hepar tidak teraba, lien teraba scuffer 4, permukaan rata, konsistensi kenyal, tidak berbenjol – benjol, nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA (-)

(7)

Ekstremitas : Superior Inferior

- Edema -/-

-/-- Sianosis -/-

-/-- Pucat +/+ +/+

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG A. Laboratorium DARAH RUTIN 07 / 04 / 2014 (09.35) Nilai Normal/satuan Hemoglobin 6,5 13,0-16,0 g% Hematokrit 19 40,0 - 54,0 % Eritrosit 2,2 4,4-5,9 jt/mmk MCH 29,8 27,0-32,0 pg MCV 87,2 76,0-96,0 fl MCHC 34,2 29,0-36,0 g/dl Lekosit 38,0 3,8-10,6 rb/mmk Trombosit 127,0 150-400 ribu /mmk RDW 20,0 11,6-14,8 % MPV 10,2 4-11 fL

HEMATOLOGI DAN HITUNG JENIS

Pemeriksaan tanggal 08/ 04 / 2014 pukul 09.00

Nilai Normal (%) Retikulosit 1,2 0,5 – 1,5 HITUNG JENIS Eosinofil 0 1 – 3 Basofil 0 0 – 2 Batang 0 2 – 5 Segmen 7 47 – 80 Limfosit 24 20 – 40 Monosit 3 2 – 10

(8)

Blast : 25%

Eritrosit berinti : 2/100 leukosit

Gambaran Darah Tepi

Eritrosit : anisositosis sedang (normositik mikrositik, beberapa makrositik), poikilositis ringan (ovalosit, eliptosit, tear drop cell, pear shape cell), eritrosit muda (+)

Trombosit : jumlah tampak menurun, bentuk besar (+)

Leukosit : jumlah tampak meningkat, ditemukan sel blast 25%, atypical mononuclear cell 41% dengan rasio inti sitoplasma besar, kromatin agak longgar, anak inti tidak jelas, sitoplasma agak kebiruan.

Kesan : keganasan hematologi akut Saran : BMP dan pengecatan sitokimia

09 / 04 / 2014 (16.00) Nilai Normal/satuan Hemoglobin 7,7 13,0-16,0 g% Hematokrit 21,9 40,0-54,0 % Eritrosit 2,6 4,4-5,9 jt/mmk MCH 29,5 27,0-32,0 pg MCV 83,9 76,0-96,0 fl MCHC 35,1 29,0-36,0 g/dl Leukosit 31,4 3,8-10,6 rb/mmk Trombosit 84,9 150-400 ribu /mmk RDW 15,9 11,60-14,80 % MPV 9,5 4-11 fL

VII. DAFTAR ABNORMALITAS

1. Lemas

2. Pusing berkunang – kunang

(9)

4. Conjungtiva palpebra pucat 5. Mukosa pucat

6. lien teraba scuffer 4, permukaan rata, konsistensi kenyal, tidak berbenjol – benjol

7. ekstremitas pucat

8. anemia normositik normokromik (Hb 6,5; MCH 29,8; MCV 87,2; MCHC 34,2)

9. bisitopenia (eritrosit 2,2.106; trombosit 12,7.103)

10. leukositosis (38.103)

11. gambaran darah tepi kesan keganasan hematologi akut

PROBLEM MASALAH AKTIF

1. Bisitopenia + Leukositosis + Spleenomegali Ass: Keganasan Hematologi Akut  AML

ALL Keganasan Hematologi Kronik  CML CLL 2. Anemia Normokromik Normositik

Ass: Anemia Aplastik Penyakit kronis

VIII. RENCANA PEMECAHAN MASALAH : 1. Bisitopenia + Leukositosis + Spleenomegali

Assessment:

Keganasan Hematologi Kronik  CML CLL Keganasan Hematologi Akut  AML

ALL Ip. Dx : hasil BMP tahun 2012 Ip. Tx : 1.Diet biasa 1700 kkal,

(10)

3.Transfusi PRC s/d Hb > 10 gr/dL. Premed Dipenhidramin 1 ampul intravena

4. Hydroxyurea 3 x 500mg per oral 5. Mercaptopurin 3 x 500 mg peroral

Ip. Mx : TTV, Tanda-tanda perdarahan, DR post transfusi

Ip. Ex : Menjelaskan tentang penyakitnya, dan perlunya untuk dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyakitnya.

2. Problem II. Anemia normokromik normositik

Assesment : Anemia Aplastik Penyakit kronis IPDx : Retikulosit

IPRx : Vitamin B kompleks 2 x 1 tab IPMx : Hb, MCV, MCH, MCHC IPEx : Habiskan makanan dari RS

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bisitopenia

Bisitopenia merupakan keadaan menurunnya 2 dari tiga komponen darah (eritrosit, trombosit, leukosit). Eritrosit merupakan sel darah tidak berinti. Bentuknya bulat bila dilihat dari atas dan bikonkaf bila dilihat dari samping. Di sentralnya terdapat cekungan yang disebut central pallor. Pada keadaan anemia defisiensi besi central pallor dapat menjadi besar. Kadar normal eritrosit dalam darah 4,5 – 6,5 juta/mm3 untuk laki – laki dan 3,8 – 5,8 juta/mm3 untuk wanita.

Turunnya eritrosit sering berkaitan dengan anemia . Leukosit (sel darah putih) secara umum dibagi ke dalam seri granulosit dan seri agranulosit. Eosinofil, neutrofil dan basofil termasuk ke dalam seri granulosit, sedangkan limfosit dan monosit termasuk ke dalam seri agranuler. Harga normal untuk leukosit berkisar

(11)

antara 4.000 – 11.000 /mm3. Penurunan kadar leukosit (leucopenia) dapat

disebabkan oleh obat-obatan terutama sitostatika, depresi sumsum tulang, radiasi, infeksi baik bakteri, virus, riketsia, maupun protozoa. Meningkatnya kadar leukosit seringkali berhubungan dengan terjadinya infeksi, trauma, penyakit keganasan, maupun penyakit – penyakit kolagen. Trombosit berfungsi sebagai faktor pembekuan darah. Jumlah normal trombosit dalam darah 150.000 – 400.000/mm3.1

Trombositopenia dapat terjadi akibat sumsum tulang menghasilkan sedikit trombosit. Kelainan seperti ini biasa terjadi pada penderita leukemia, anemia aplastik, hemoglubinuria nokturnal paroksisimal, pemakaian alkohol yang berlebihan, anemia megaloblastik dan kelainan sumsum tulang. Trombositopenia juga dapat terjadi akibat trombosit terperangkap di dalam limpa yang membesar, sering terjadi pada penderita sirosis disertai splenomegali kongestif, mielofibrosis dan penyakit Gaucher. Trombosit juga dapat terlarut pada keadaan penggantian darah yang masif atau transfusi ganti (karena platelet tidak dapat bertahan di dalam darah yang ditransfusikan) dan pembedahan bypass kardiopulmoner. Penyebab lain yakni meningkatnya penggunaan atau penghancuran trombosit, seperti pada pasien dengan Purpura Trombositopenik Idiopatik (ITP), infeksi HIV, purpura setelah transfusi darah, akibat obat-obatan (heparin, kuinidin, kuinin, antibiotik yang mengandung sulfa, beberapa obat diabetes per-oral, garam emas, rifampin), leukemia kronik pada bayi baru lahir, limfoma, lupus eritematosus sistemik, keadaan-keadaan yang melibatkan pembekuan dalam pembuluh darah (komplikasi kebidanan, kanker, keracunan darah (septikemia) akibat bakteri gram

(12)

negatif, kerusakan otak traumatik), purpura trombositopenik trombotik, sindroma hemolitik-uremik, sindroma gawat pernafasan dewasa dan infeksi berat disertai septikemia.2

B. Leukemia Definisi

Leukemia adalah keganasan (kanker) yang berawal dari jaringan pembentukan darah, seperti sumsum tulang, dan menyebabkan abnormalitas sel-sel darah dalam jumlah besar, dalam hal produksi dan jumlahnya dalam aliran darah.3 Leukemia merupakan golongan penyakit yang ditandai dengan

pertumbuhan abnormal sel darah putih, baik dalam darah perifer maupun organ. Tanda dan gejala yang sering ditemui pada leukemia adalah kegagalan sumsum tulang yang dapat bermanifestasi sebagai anemia, trombositopenia, bisitopenia, maupun pansitopenia, tanda lain yakni peningkatan jumlah leukosit, dan kegagalan fungsi jaringan. Diagnosis awal dicurigai apabila ditemukan sel blast pada darah perifer yang dikonfirmasi dengan aspirasi sumsum tulang baik dengan atau tanpa biopsi sumsum tulang.3

Klasifikasi

Leukemia, secara garis besar dibagi menjadi 2 yakni leukemia akut dan leukemia kronik. Leukemia akut terdiri dari Acute Myeloid Leukemia (AML) dan Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL), sedangkan leukemia kronik terdiri dari Chronic Myeloid Leukemia (CML) dan Chronic Lymphoblastic Leukemia (CLL).3

(13)

Definisi

Acute Limfoblastik Leukemia (ALL) adalah sejenis kanker darah

yang mempengaruhi sel – sel darah putih yang masih muda. Sel – sel tersebut berkembang dalam kondisi yang terkendali. Perkembangan tersebut menghambat produksi sel – sel darah normal. Anak – anak yang mengidap ALL rentan terhadap anemia, infeksi kambuhan, mudah memar dan berdarah karena sumsum tulang mereka tidak memproduksi cukup sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. ALL merupakan kanker yang paling umum diderita oleh anak – anak. 4

Patogenesis

Patofisiologi terjadinya ALL dikarenakan adanya mutasi genetik sel progenitor limfoid (Limfosit B atau T) menyebabkan terganggunya proses diferensiasi dan proliferasi sel. Mutasi genetik dapat berupa perubahan jumlah kromosom (ploidi) atau struktur kromosom (inversi, delesi, mutasi, amplifikasi). Mutasi genetik menginduksi terjadinya leukemia melalui :4

- Aktivasi proto onkogen

- Pembentukan gen baru yang bersifat onkogenik - Inaktivasi gen supresor tumor.

Sel leukemi membelah lebih lambat dan membutuhkan waktu lebih lama untuk mensintesis DNA dari pada sel hematopoiesis normal, tetapi cenderung terus menerus. Sel leukemia berkompetitif dengan sel hematopoiesis normal sehingga menimbulkan anemia, neutropenia dan trombositopenia. Sel leukemia juga menggantikan sel hematopoiesis

(14)

normal di sumsum tulang dan menyebar ke jaringan ekstrameduler.4

Klasifikasi

1. Berdasarkan asal sel limfoid - Early pre – B – cell ALL - Pre – B – cell ALL - B – cell ALL - T – cell ALL

2. Berdasarkan morfologi (klasifikasi French – American – British / FAB)4

Gambaran Morfologi

L1 L2 L3

Ukuran sel Kecil Besar Besar

Kromatin inti Halus / bergumpal

Halus Halus

Bentuk inti Reguler, dapat bercelah / identasi Ireguler, dapat bercelah / identasi Reguler , bulat / oval Nukleoli Tidak jelas ≥ 1, besar, jelas ≥ 1, besar, jelas Sitoplasma Sedikit, agak

basofilia Agak banyak, agak basofilia Agak banyak, sangat basofilia Vakuola Sitoplasmik

Bervariasi Bervariasi Jelas

Etiologi

Tidak diketahui pasti penyebab ALL walaupun studi telah dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab dari setiap kemungkinan. Ada beberapa faktor risiko yang diperkirakan menjadi penyebab cacat genetik yang mengarah pada terjadinya ALL :4

(15)

1. Infeksi : Tingkat penyembuhan yang lambat terhadap infeksi pada anak atau respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh anak terhadap infeksi diperkirakan juga dapat menjadi penyebab cacat genetik yang mengarah pada terjadinya ALL.

2. Radiasi ionisasi : Anak yang terpapar radiasi ionisasi dosis tinggi sbelum lahir atau pada usia dini mempunyai risiko lebih besar untuk terkena ALL

3. Faktor genetik : ALL bukan merupakan penyakit turunan, tetapi bagi anak – anak dengan cinfenital disorder tertentu seperti Down Syndrome mempunyai risiko lebih tinggi untuk terkena ALL.

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis terjadi karena hal – hal berikut :4

1. Kegagalan sumsum tulang :

- Anemia (pucat, letargi, dispenea)

- Neutropenia (demam malaise, gambaran infeksi mulut, tenggorokkan, kulit, saluran napas, perianus, atau bagian lain). - Trombositopenia (memar spontan, purpura, gusi berdarah dan

menorargia) 2. Infiltasi organ :

Nyeri tulang, limfadenopati, splenomegali, hepatomegali, dan sindrom meningen (nyeri kepala, mual dan muntah, penglihatan kabur, dan diplopia). Pemeriksaan fundus mungkin menunjukkan papil edema dan kadang perdarahan. Banyak pasien mengalami demam yang biasanya mereda setelah pemberian kemoterapi.

(16)

- Pemeriksaan hematologis memperlihatkan anemia normokromik normositik dengan trombositopenia pada sebagian besar kasus. Hitung sel darah putih total mungkin menurun, normal, atau meningkat menjadi 200 x 109/L atau lebih. Apusan darah baisanya

memperlihatkan sel – sel blas dalam jumlah bervariasi. Sumsum tulang hiperseluler dengan blas leukemik >20%. Sel – sel blas ditandai dari morfologi, sitokimia, tes imunologis dan analisis sitogenik.

- Pungsi lumbal untuk memeriksa cairan serebrospinal (CSS) tidak secara umum dilakukan karena dapat mendorong penyebaran sel tumor ke SSP.

- Tes biokimia mungkin memperlihatkan peningkatan asam urat serum, laktat dehidrogenase serum, atau yang lebih jarang hiperkalsemia. - Tes fungsi hati dan ginjal dilakukan untuk mengetahui data dasar

sebelum pengobatan dimulai.

- Radiografi mungkin memperlihatkan lesi litik di tulang dan massa di mediastinum akibat pembesaran timus dan / kelenjar limfe mediastinum yang khas untuk T-ALL.

2. AML (Acute Myeloid Leukemia) Definisi

AML adalah penyakit yang ditandai dengan adanya transformasi neoplastik dan gangguan diferensiasi sel-sel progenitor dari sel myeloid. AML dapat menyebabkan kematian yang cepat dalam waktu beberapa

(17)

minggu sampai beberapa bulan apabila tidak mendapatkan penangan. Sebelum tahun 1960an pengobatan AML hanya bersifat paliatif, namun sekarang ini pengobatan AML mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya terapi kemoterapi dosis tinggi yang didukung dengan cangkok sumsum tulang, serta kemajuan terapi suportif dengan antibiotik generasi baru dan transfusi komponen darah yang dapat dilakukan untuk mengatasi efek samping samping pengobatan.5 Faktor resiko AML antara

lain mielodisplasia, kelainan mieloproliperatif, anemia aplastik, dan paparan benzene. Resiko tinggi AML didapat pada seseorang dengan kelainan kromosom seperti sindroma Down dan sindroma Klinefelter.

Patogenesis

Patogenesis utama terjadinya AML adalah adanya blokade maturitas yang menyebabkan proses diferensiasi sel sel seri myeloid terhenti pada sel – sel muda (blast) di sumsum tulang. Akumulasi sel blast di dalam sumsum tulang akan menyebabkan gangguan perjalanan hematopoesis normal sampai akhirnya akan menyebabkan sindrom kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan adanya sitopenia (anemia, leukopenia, trombositopenia). Selain itu, sel blast yang terbentuk juga memiliki kemampuan untuk bermigrasi keluar sumsum tulang dan berinfiltrasi ke organ-organ lain seperti kulit, tulang, jaringan lunak, dan system saraf pusat, yang dapat merusak organ – organ di sekitarnya.5

(18)

Tabel 1. Klasifikasi AML menurut WHO5

I. AML dengan translokasi sitogenetik rekuren AML dengan t(8;21)(q22;q22), AML 1(CBFa)/ETO

AML dengan t(15;17)(q22;q11-12) dan varian variannya PML/RARa

AML dengan eosinofil sumsum tulang abnormal dengan inv (16)(p13q22) atau t(16;16)(p13;q11), CBFb/MHY11 AML dengan abnormalitas 11q23 (MLL)

II. AML dengan multilineage dysplasia dengan sindrom myelodisplasia tanpa sindrom myelodisplasi

III. AML dan sindrom myelodisplastik yang berkaitan dengan terapi akibat obat alkilasi akibat epipodofilotoksin (beberapa merupakan kelainan limfoid) tipe lain

IV. AML tidak terspesifikasi AML diferensiasi minimal AML tanpa maturasi AML dengan maturasi

AML dengan diferensiasi monositik Leukemia monositik akut

Leukemia eritroid akut Leukemiamegakariositik akut Leukemiabasofilik akut

Panmielosis akut dengan mielofibrosis

Tabel 2. Klasifikasi AML menurut FAB3

Subtipe Nama Pengecatan

Per SB NSE

M0 Mieloblastik Minimal Differensiasi - -

-M1 Mieloblastik Tanpa MAturasi + +

-M2 Mieloblastik dengan Maturasi + +

-M3 Promielositik (APML) + +

-M4 Mielomonositik + + +

M4 – e Mielomonositik dengan abnormal eosinofil + + + M5 Monositik / Monobastik - - + M6 Eritroleukemia + + -M7 Megakarioblastik - - + Catatan : - Per = peroksidase - SB = sudan black

(19)

Etiologi

Etiologi AML pada sebagian besar kasus belumlah diketahui, namun ada beberapa faktor yang menjadi faktor predisposisi untuk AML. Benzena merupakan salah satu zat yang dianggap sebagai zat leukomogenik, tingginya tingkat paparan benzene meningkatkan resiko AML. Faktor lain adalah trisom kromosom 21 yang dijumpai pada pasien sindrom Down, dimana pasien ini memiliki resiko 10 sampai 18 kali menderita leukemia terutama AML. Selain itu pasien dengan sindrom genetik seperti anemia fanconi dan sindrom Bloom juga diketahui memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan populasi normal. Diketahui pula bahwa pengobatan dengan kemoterapi pada pasien dengan tumor padat juga dapat memicu terjadinya AML.5

Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala utama pasien dengan AML adalah lemas, perdarahan, maupun infeksi. Perdarahan dapat berupa purpura atau petekie pada ekstremitas, selain itu dapat berupa epistaksis dan perdarahan gusi atau retina. Perdarahan massive jarang terjadi kecuali pada pasien yang disertai dengan DIC. Pada pasien dengan leukosit yang tinggi (lebih dari 100.000) dapat terjadi pembekuan leukosit yang dapat menyumbat pembuluh darah, hal ini disebut dengan leukostasis. Manifestasi leukostasis ini bermacam-macam tergantung dari lokasi sumbatannya. Leukosit yang tinggi juga dapat menyebabkan hiperuremia dan hipoglikemia.5

(20)

Sel leukemia yang menginfiltrasi organ dapat menyebabkan hepatomegali, spleenomegali, limfadenopati, dan beberapa dapat menyerang kulit menjadi leukemia kulit yang berupa benjolan yang tidak berpigmen dan tidak nyeri. Infiltrasi sel blast ke dalam gusi sering menyebabkan hipertrofi ginggiva .3,5

Diagnosis

Diagnosis AML dapat ditegakkan dengan :3

- Pemeriksaan lengkap sel darah untuk melihat kemungkinan pansitopeni.

- Pemeriksaan koagulasi sangat penting dilakukan, terutama untuk menyingkirkan kecurigaan terhadap M3 dan M5, karena pasien beresiko tinggi untuk jatuh ke dalam kondisi DIC.

- Pemeriksaan kimia klinik dapar melihat ada tidaknya gangguan elektrolit yang dapat terjadi seperti hiperkalemia, hipokalsemia, hispofosfatemia. Kecurigaan yang mengarah ke syndrome tumor lysis dapat dilihat dari pemeriksaan kadar asam urat (hiperurisemia). - Pemeriksaan gambaran darah tepi dengan pengecatan giemsa akan

menunjukkan sel blast dengan sitoplasma lebar dan nucleoli positif. - Pemeriksaan sumsum tulang akan menunjukkan adanya sel blast seri

myeloid >20%. Pemeriksaan flowcytometri dapat lebih memastikan apakah leukemia berasal dari seri limfoid atau myeloid

- Pemeriksaan morfologik, sitogenik, dan pengecatan sitokimia dapat menunjang , serta dapat mengklasifikasikannya (menurut FAB).

(21)

- Pemeriksaan cairan otak dapat dilakukan bila ada kecurigaan adanya penumpukkan sel blast ke otak.

3. CML (Chronic Myeloid Leukemia) Definisi

Merupakan keadaan produksi berlebihan dari sel myeloid matang.

Pada tahun 1960 ditemukan adanya kelainan kromosom yang selalu sama pada pasien pasien dengan CML, yaitu 22q- atau hilangnya sebagian lengan panjang dari kromosom 22 yang saat ini kita kenal sebagai kromosom Philadelphia (Ph).5

Patogenesis

Gen BCR-ABL pada kromosom Ph menyebabkan proliferasi berlebihan dari sel induk pluripoten pada system hematopoesis, selain itu klon ini membuat sel darah memiliki hidup yang lebih panjang daripada sel yang normal, karena gen BCR-ABL merupakan gen yang bersifat anti apoptosis.5

Manifestasi Klinik

CML terbagi ke dalam 3 fase, yakni fase kronik, fase akselarasi, dan fase krisis blast. Pada fase kronik seringkali ditemukan spleenomegali, sehingga keluhan yang muncul dapat berupa perut membesar, perut terasa penuh, atau kadang dapat timbul nyeri perut kanan atas. Keluhan lain seringkali tidak spesifik, seperti cepat lelah, lemas, ataupun demam yang tidak terlalu tinggi. Fase akselarasi muncul setelah 2 atau 3 tahun, fase ini memiliki cirri khas yakni leukositosis

(22)

yang sulit dikontrol oleh obat-obat mielosupresif. Pada fase krisis blast akan ditemukan sel blast >20% di dalam darah tepi ataupun di sumsum tulang.3,5

Diagnosis

Fase kronik :

Pada gambaran darah tepi dapat ditemukan jumlah leukosit >50.000. Sel blast masih <5%, ditemukan pula basofilia dan eosinofilia. Pada pemeriksaan gen dapat ditemukan translokasi pada kromosom 9 dan 22.

Fase akselerasi :

Pada gambaran darah tepi terdapat sel blast >5% sampai 20%. Pada pemeriksaan sumsum tulang didapatkan hiperseluler dengan peningkatan rasio myeloid : eritroid, didapatkan pula sel blast <5%. Pemeriksaan sitogenik didapatkan sitogenik kromosom Philadelphia (+).

Fase krisis blast :

Didapatkan sel blast >20% baik dalam preparat darah tepi maupun pemeriksaan sumsum tulang. Dari gambaran darah tepi juga bisa didapatkan sel sel mieloblastik sekitar 70-80%.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding CML antara lain :6

Pada fase kronik : trombositosis esensial, leukemia neutrofilik kronik

(23)

Fase krisis blast : AML, sindroma mielodisplasia

4. CLL (Chronic Lymphoblastic Leukemia) Definisi

CLL merupakan suatu keganasn hematologic yang ditandai dengan proliferasi klonal dan penumpukan limfosit B neoplastik dalam darah, sumsum tulang, limfonodi, lien, dan organ – organ lain. CLL merupakan keganasan yang termasuk ke dalam kelainan limfoproliperatif. Kebanyakan CLL merupakan neoplasma sel B, sisanya neoplasma sel T.

Stadium

Tabel 3. Stadium CLL menurut RAI5

Stadium Gejala Klinis dan Laboratorium Median Survival

(bulan)

0 Limfositosis darah tepid an sumsum tulang

>150 I Limfositosis + Pembesaran Limfonodi 101

II Limfositosis +

Spleenomegali/Hepatomegali

>71 III Limfositosis + anemia (Hb<11gr/dl) 19 IV Limfositosis + trombositopenia

(<100.000/uL)

19

Tabel 4. Stadium CLL menurut Binet

Stadium Gejala Klinis dan Laboratorium Median Survival

(bulan)

A Limfositosis darah tepid an sumsum tulang

>7 B <3 daerah limfoid yang membesar,

limfositosis darah tepi dan sumsum tulang

<5

(24)

Stadium B + anemia atau trombositopenia

Etiologi dan Patogenesis

Penyebab utama terjadinya CLL belum diketahui secara jelas, beberapa penelitian yang telah dilakukan mengemukakan adanya keterlibatan abnormalitas kromosom, onkogen dan retrovirus (RNA tumor virus) pada kejadian CLL. Penelitian yagn telah dilakukan menunjukkan adanya peran dari gen bcl -1 dan bcl-2 pada sekitar 5-15% penderita CLL. Dikatakan pula bahwa pasien dengan CLL didapatkan adanya ekspresi protoonkogen lcr dan c-fgr yang mengkode kinase tirosin terhadap sel limfosit B, dimana hal tersebut tidak didapatkan pada sel limfosit B yang normal.

Dari penelitian yang dilakukan, kemungkinan CLL merupakan akibat dari suatu proses bertahap, yang dimulai dari ekspansi poliklonal yang ditimbulkan antigen terhadap limfosit B CD5+ yang berada di bawah pengaruh agen mutasi yang pada akhirnya ditransformasi menjadi proliferasi monoclonal. Limfosit B CD5+ neoplastik akan menumpuk akibat adanya hambatan apoptosis yang terjadi. Meskipun gen bcl 2 jarang mengalami translokasi, tetapi gen ini diekspresikan terus menerus secara berlebihan, sehingga sel – sel CLL memiliki masa hidup yang lebih panjang pula. Pada CLL, TNF alfa dan IL10 berperan sebagai

growth factor. Dalam perjalanannya, ekspresi berlebihan dari CD38,

onkogen c-myc, delesi gen RB-1, dan mutasi gen supresor tumor p53 juga akan terjadi.5

(25)

Manifestasi Klinik

Kebanyakan pasien pada stadium awal tidak memiliki gejala (asimptomatik). Gejala yang paling sering muncul pada pasien adalah ditemukannya limfadenopati simetris superficial, dan agak nyeri. Gejala lain yang dapat muncul misalnya, penurunan berat badan dan nafsu makan, anemia, dan reaksi berlebihan terhadap gigitan serangga. Pada pemeriksaan fisik seringkali ditemukan pembesaran limfonodi yang dapat disertai spleenomegali ataupun hepatomegali. Infiltrasi sel CLL ke kulit, klopak mata, jantung, paru, dan saluran cerna umumnya jarang terjadi.3,5

Diagnosis

Pada pemeriksaaan darah rutin didapatkan leukositosis (30.000 – 300.000/uL), pada pemeriksaan darah tepi didapatkan limfosit matang berbentuk kecil, smudge cells. Pemeriksaan laboratorium lain dapat menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal dan hepar. Infiltrasi limfosit ke sumsum tulang bervariasi, terdapat 4 jenis yaitu intersisial, nodular, difus, serta campuran intersisial dan nodular. Diagnosis CLL dapat ditegakkan dengan pasti apabila ditemukan peningkatan absolit limfosit (>5000/uL) dalam darah dan morfologi serta imunofenotipnya menunjukkan gambaran yang khas.3,5

FAB membagi morfologi CLL berdasarkan perbandingan limfosit di dalam darah sebagai berikut :3

(26)

- CLL tipe prolimfositik (ditemukan sel prolimfositik 11-54%) - CLL atipikal yang ditandai dengan morfologi sel limfosit yang

heterogen namun proporsi prolimfosit <10%

Diagnosis Banding

- leukemia prolimfositik - hairy cell leukemia - limfoma limfositik kecil - mantle cell lymphoma - leukemia limfoplasmasitik - leukemia sel T kronik - leukemia LGL

C. Anemia Normokromik Normositik

Anemia didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin dalam darah, pada umumnya diikuti penurunan hematokrit dan sel darah merah. Kriteria anemia menurut WHO 5

Tabel 5. Klasifikasi anemia menurut WHO5

Kelompok Hemoglobin

Laki-laki dewasa < 13 g/dl

Wanita dewasa tidak hamil < 12 g/dl

Wanita hamil < 11 g/dl

Berdasarkan morfologinya, anemia dibagi menjadi tiga golongan : 1. Anemia hipokromik mikrositik : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg 2. Anemia normokromik normositik : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg 3. Anemia makrositik : MCV > 95 fl

(27)

Algoritma pendekatan diagnosis anemia adalah sebagai berikut.

Gambar 1. Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi

(28)

Pemberian tranfusi darah diindikasikan jika Hb < 7 g/dl, namun pada pasien dengan risiko iskemia, ambang batasnya dapat dinaikkan sampai 10 g/dl. Transfusi yang dianjurkan untuk pasien anemia normokromik normositik adalah packed red cell (PRC).5 Edukasi yang diberikan berupa

kemungkinan-kemungkinan terjadi reaksi transfusi yaitu demam, reaksi alergi, penularan penyakit, sesak nafas.5

(29)

BAB III PEMBAHASAN

Pasien seorang laki – laki 46 tahun, mengeluh lemas, datang ke RSDK pada tanggal 07 April 2014. Anamnesis dilakukan pada tanggal 11 April 2014. Dari anamnesis didapatkan sejak 1 bulan SMRS, pasien merasa lemas, lemas dirasakan di seluruh tubuh, dan dirasakan terus-menerus. 1 bulan SMRS, pasien merasa lemas, lemas dirasakan di seluruh tubuh, lemas dirasakan hilang timbul, lemas disertai keluhan mudah lelah apabila pasien bekerja terutama bila pasien bekerja sampai larut malam. Lemas berkurang bila pasien beristirahat. Lemas dirasakan memberat seminggu terakhir sehingga pasien memeriksakan diri ke RSUP dr. Kariadi.

Lemas disertai pusing berkunang-kunang (+), gusi berdarah (-), mimisan (-) BAB hitam(-), bercak-bercak berwarna merah kebiruan (-), berdebar-debar (-), nyeri dada (-), sesak di malam hari (-), kaki bengkak (-),demam (-), keringat malam (-), nafsu makan menurun (-), BAK tidak ada keluhan.

Dari riwayat penyakit dahulu pasien mengaku pernah dirawat dengan keluhan yang sama, kemudian dilakukan pemeriksaan sumsum tulang dan dikatakan sakit CML, pasien kontrol rutin ke dokter spesialis penyakit dalamn diberi obat Hydrea tablet diminum 2x sehari. Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi, kencing manis, maupun sakit jantung. Pada riwayat penyakit keluarga tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini. Pada riwayat sosial ekonomi, pasien bekerja sebagai PNS Dinas Pasar, memiliki seorang istri yang bekerja sebagai karyawan

(30)

supermarket Ramai. Pasien memiliki 2 orang anak yang belum. Biaya pengobatan ditanggung BPJS. Kesan sosial ekonomi pasien cukup.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 80x /menit, laju nafas 20 x / menit dan suhu 36,7oC, konjungtiva palpebra pucat,

mukosa mulut pucat, pada pemeriksaan abdomen lien teraba scuffer 4 permukaan rata, konsistensi kenyal, tidak berbenjol-benjol, dan tidak nyeri tekan, serta didapatkan keempat ekstremitas pucat.

Dari pemeriksaan penunjang tanggal 07 April 2014, pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil anemia normokromik normositik ( Hb : 6,5gr %, MCH: 29,8 pg , MCV: 87,2 fl, MCHC : 34,2 g/dl), eritrosit (2,2 juta), trombositopenia (trombosit 127,0ribu/mmk), dan leukositosis (38ribu). Dari gambaran darah tepi didapatkan retikulosit normal. Dari hitung jenis didapatkan eosinofilia (0%), neutrofilia (batang 0%, segmen 7%), ditemukan pula sel blast sebanyak 25%. Pemeriksaan morfologi darah tepi didapatkan kesan keganasan hematologi akut.

Pada pemeriksaan darah rutin tanggal 09 April 2014 didapatkan kesan yang sama anemia normokromik normositik ( Hb : 7,7gr %, MCH: 29,5 pg , MCV: 83,9 fl, MCHC : 35,1 g/dl), eritropenia (2,6juta), trombositopenia (trombosit 25 ribu/mmk), dan leukositosi (leukosit 31,4ribu/mmk).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan adanya tanda – tanda anemia, keadaan bisitopenia, dan leukositosis, yang disertai spleenomegali mengarahkan diagnosis pasien ini ke arah keganasan hematologi, yakni CML.

(31)

PROGRESS NOTE

Tanggal Catatan kemajuan Program dan tindakan

11 April 2014 S: -O: KU : baik, composmentis TD : 130/80 mmHg HR : 90x/menit RR : 20x/menit T : 36,50C Problem 1. Bisitopenia + leukositosis + organomegali  CML Terapi : 1.Infus Nacl 0,9% 20 tpm 2. Diet biasa 1700 kkal 3. Transfusi PRC s.d. Hb ≥ 10, premed inj.

Diphenhydramin 1 amp (iv) 4. Hydroxyurea 3 x 500mg 5. Mercaptopurin 3x500mg Program :

1. KU/TV/8 jam 2.transfusi PRC 2 kolf 3. cek darah rutin post transfusi 12 April 2014 S: -O: KU : baik, composmentis TD : 130/80 mmHg HR : 90x/menit RR : 20x/menit T : 36,50C Problem : Terapi : 1.Infus Nacl 0,9% 20 tpm 2. Diet biasa 1700 kkal 3. Transfusi PRC s.d. Hb ≥ 10, premed inj.

Diphenhydramin 1 amp (iv) 4. Hydroxyurea 3 x 500mg 5. Mercaptopurin 3x500mg

(32)

1. Bisitopenia + leukositosis + organomegali  CML Program : 1. KU/TV/8 jam 2. usaha PRC 2 kolf 3. cek darah rutin post transfusi 13 April 2014 S: -O: KU : baik, composmentis TD : 130/80 mmHg HR : 90x/menit RR : 20x/menit T : 36,50C Problem : 1. Bisitopenia + leukositosis + organomegali  CML Terapi : 1.Infus Nacl 0,9% 20 tpm 2. Diet biasa 1700 kkal 3. Transfusi PRC s.d. Hb ≥ 10, premed inj.

Diphenhydramin 1 amp (iv) 4. Hydroxyurea 3 x 500mg 5. Mercaptopurin 3x500mg Program :

1. KU/TV/8 jam 2.transfusi PRC 2 kolf 3. cek darah rutin post transfusi 14 April 2014 S: -O: KU : baik, composmentis TD : 130/80 mmHg HR : 90x/menit RR : 20x/menit Terapi : 1.Infus Nacl 0,9% 20 tpm 2. Diet biasa 1700 kkal 3. Transfusi PRC s.d. Hb ≥ 10, premed inj.

(33)

T : 36,50C Problem : 1. Bisitopenia + leukositosis + organomegali CML 4. Hydroxyurea 3 x 500mg 5. Mercaptopurin 3x500mg Program : 1. KU/TV/8 jam 2. BLPL PEMERIKSAAN LABORATORIUM 11/04/2014 13/04/2014 Nilai Normal/satuan Hemoglobin 8,9 11,0 13,0-16,0 g% Hematokrit 25,9 32,1 40,0-54,0 % Eritrosit 3,2 3,8 4,4-5,9 jt/mmk MCH 28,1 28,7 27,0-32,0 pg MCV 81,8 83,8 76,0-96,0 fl MCHC 34,3 24,2 29,0-36,0 g/dl Leukosit 24,3 29,1 3,8-10,6 rb/mmk Trombosit 65,0 56,0 150-400 ribu /mmk RDW 17,7 17 11,60-14,80 % MPV 10,1 4-11 fL DAFTAR PUSTAKA

(34)

1. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Diktat Pegangan Kuliah Patologi Klinik I Jilid II. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.2011

2. Laine L.Gastrointestinal Bleeding. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL,Longo DL, Jameson JL, editors. In: Harrison's principles of internal medicine. 16thed.USA:McGraw-Hill;2005.p.235-8

3. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Diktat Pegangan Kuliah Patologi Klinik II. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.2011

4. Abdullah M, Soeroto AY, Suryanto A, Arsana PM, Setyohadi B. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.Jakarta, Interna publishing:2011

5. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta:Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi AML menurut WHO 5
Tabel 3. Stadium CLL menurut RAI 5
Tabel 5. Klasifikasi anemia menurut WHO 5
Gambar 3. Alur pendekatan diagnosis anemia normokromik normositik 5

Referensi

Dokumen terkait

menyempitakn pembuluh darah sehingga terjadi tekanan yang lebih

Pembuluh darah yang mengalirkan darah dari jantung menuju seluruh tubuh disebut …..

LDL disebut kolesterol jahat karena efeknya yang aterogenik yaitu mudah melekat pda dinding pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan penumpukan lemak dan terjadi penyempitan

Ikatan asam lemak ini sulit diurai oleh tubuh dan terbawa dalam aliran darah dan akan mengendap pada pembuluh darah di jantung dan menyumbat aliran darah, sehingga dapat

Pemeriksaan jumlah leukosit darah diambil dari preparat darah tepi pada pembuluh darah vena tikus wistar kemudian dibuat preparat darah tepi dengan pengecatan giemsa,

Mula-mula trombus hanya merupakan suatu bercak yang tidak menyumbat aliran darah dan melekat pada dinding pembuluh darah atau aorta jantung,

Proses ketiga yaitu menghambat fase eferen berupa tidak adanya pembuluh darah di kornea yang berperan dalam membatasi kerusakan yang disebabkan oleh infiltrasi dari leukosit saat

Radang Limfe Terjadi kenaikan aliran limfe pada daerah peradangan Menuju sentral dalam badan Bergabung kembali ke vena Perubahan dalam kemampuan pembekuan darah Pembuluh