A. Proses Berpikir
Berpikir adalah proses menggunakan dengan sebaik-baiknya
informasi, fakta dan pengalaman yang telah kita miliki. Pada dasarnya
berpikir itu sama dengan melepaskan suatu ide dari serangkaian kata-kata
dan menggabungkannya dengan rangkaian kata-kata lain (Hutabarat,
1995: 112).
James Brever (dalam Wilantara, 2003: 30) mengatakan bahwa
berpikir adalah rangkaian gagasan-gagasan an dalam pengertian yang lebih
sempit, rangkaian gagasan-gagasan yang muncul karena adanya suatu
persoalan.
Santyasa (dalam Widyastuti, 2009: 10) mengatakan bahwa proses
berpikir merupakan seperangkat operasi mental yang meliputi
pembentukan konsep, pembentukan prinsip, pemahaman, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan dan penelitian. Proses-proses
pembentukan konsep, pembentukan prinsip, dan pemahaman merupakan
proses-proses pengkonstruksian pengetahuan.
Proses yang harus dilalui dalam berpikir:
1. Pembentukan pengertian
Suatu upaya dalam proses berpikir dengan memanfaatkan sisi ingatan,
2. Pembentukan pendapat
Merupakan lanjutan berpikir dengan pengkategorian pengertian atas
subjek dan predikat, pemberian kualitas dan kuantitas terhadap
pengertian sehingga benar-benar mengandung arti.
3. Penarikan kesimpulan
Membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat lain. Dari
sifat dan menurut terjadinya, ada tiga macam pembentukan
kesimpulan, yaitu (1) kesimpulan; (2) kesimpulan reduksi; (3)
kesimpulan analogi (Baharuddin, 2009: 46-47).
Menurut Piaget & Inheler (dalam Widyastuti, 2009: 13) ada
beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan berpikir seseorang,
yaitu kematangan, pengalaman, transmisi sosial, dan ekuilibrasi. Faktor
yang mempengaruhi perkembangan berpikir yang pertama adalah
kematangan. Terkait dengan kematangan, Piaget berpendapat bahwa
keturunan yang spesifik memberikan perangkat struktur fisik yang berbeda
pada anak, yang akan mempengaruhi perkembangan kognisinya.
Faktor yang kedua adalah pengalaman. Menurut Piaget pengalaman
adalah kontak dengan lingkungan. Ada dua pengalaman menurut Piaget,
yaitu pengalaman fisik yang terkait dengan perangkat fisik dari
benda-benda dan pengalaman logika-matematis, yaitu pengalaman sebagai
refleksi dari tindakan individu.
Faktor yang ketiga adalah transmisi sosial. Perkembangan berpikir
memungkinkan anak untuk belajar dari pengalaman orang lain, penjelasan
orang tua, hasil membaca buku, ajaran guru, hasil diskusi dengan teman
atau imitasi anak terhadap model.
Faktor yang keempat adalah ekuilibrasi. Ekuilibrasi merupakan
proses pengamatan diri yang dilakukan anak untuk berkembang.
B. Kemampuan Berpikir Formal
Piaget (dalam Desmita, 2009: 101 ) meyakini bahwa seorang anak
berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga
masa dewasa. Dalam hal ini Piaget membagi tahap perkembangan kognitif
manusia menjadi 4 tahap, yaitu tahap sensori-motorik (usia 0 sampai 2
tahun), tahap pra-operasional (usia 2sampai 7 tahun), tahap
konkret-operasional (usia 7 sampai 11 tahun), dan tahap konkret-operasional formal (usia
11 tahun ke atas).
Tahap operasional formal merupakan periode terakhir
perkembangan kognitif dalam teori perkembangan Piaget. Karakteristik
tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara abstrak,
menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia.
Pada tahap ini anak yang menginjak usia remaja sudah dapat
berpikir secara abstrak dan hipotesis, sehingga ia mampu memikirkan
sesuatu yang akan atau mungkin terjadi, sesuatu yang bersifat abstrak.
mampu memahami waktu historis dan ruang luar angkasa. Mereka dapat
menggunakan simbol untuk menyimbol.
Remaja pada tahap operasional formal dapat meninterretasikan apa
yang telah mereka pelajari dengan tantangan dimasa mendatang dan
membuat rencana untuk masa depan. Mereka juga sudah mampu berpikir
secara sistematis, mampu berpikir dalam kerangka apa yang mungkin
terjadi, bukan hanya apa yang terjadimereka memikirkan semua
kemungkinan secara sistematis untuk memecahkan permasalahan.
1. Pengertian Kemampuan Berpkir Formal
Piaget (dalam Towne, 2009: 16) menyimpulkan “formal thinkers can dissociate general ideas or concepts from the contexts in which they were learned and therefore specific concrete case are not necessary to trigger the recall and use of these general principles.. Formal thinker are also able to intellectually manipulate concepts by integrating them into universal generalizations or by taking these generalizations back to first principles. Furthermore, formal opertional thinking is hypothetico-deductive; the students is able to conceive new ideas, concepts, hypotheses or principles, explore their implications and then test for their validity”.
Pada tahap perkembangan operasional formal, terdapat beberapa
jenis kemampuan berpikir yang menjadi ciri kognisi tahap ini. Menurut
Lawson (dalam Widyastuti; 2009: 16) pola pikir pada tahapan
operasional formal meupakan pola yang digunakan dalam pengujian
hipotesis kausal alternatif, yang meliputi jenis-jenis kemampuan
a. Berpikir kombinatorial
Dalam konteks berpikir ini, seseorang dapat
mempertimbangkan berbagai hubungan yang mungkin yang
menjadi bagian komplemen dalam sebuah eksperimen.
b. Identifikasi dan kontrol variabel
Identifikasi dan kontrol variabel dibutuhkan dalam
perumusan dan pengujian hipotesis. Pada perumusan hipotesis
diperlukan kemampuan yang baik dalam mepertimbangkan
berbagai variabel yang bisa saja muncul atau dimunculkan.
Sedangkan pada pengujian hipotesis, kemampuan mengendalikan
variabel yang dipresentasikan melalui rancangan pengujian
merupakan hal mendasar dan harus dimiliki.
c. Berpikir proporsional
Berpikir secara proporsional diperlukan untuk
menginterpretasikan hubungan antar varibel, dimana
interpretasikan yang dihasilkan haruslah didasarkan pada porsi tiap
varibel yang dimunculkan.
d. Berpikir probabilitas
Kemampuan berpikir probabilitas menjadi penting dimiliki
karena berbagai fenomena alam yang menjadi dasar lahirnya
aktifitas ilmiah.Memiliki karakter probabilitas, artinya semua hal
pertimbangan probabilistik juga diperlukan dalam upaya menyusun
dan menjelaskan kesimpulan.
e. Berpikir korelasional
Kemampuan berpikir korelasional dibutuhkan dalam
memahami penyebab maupun berbagai hubungan yang dapat
muncul pada fenomena yang diamati melalui perbandingan
terhadap fenomena lain.
2. Pengukuran Kemampuan Berpikir Formal
Lawson (dalam Widyastuti; 2009: 18) mengemukakan bahwa
berpikir merupakan proses yang bisa jadi tidak terbatas namun dapat
diukur. Mengukur kemampuan berpikir formal dapat dilakukan dengan
melihat pola pikirnya. Dengan demikian berpikir logis sebagai
kerangka berpikir formal harus menjadi objek pertama dalam
pengukuran kemampuan berpikir formal seseorang.
Tobin & Capie (dalam Valanides, 1997: 174) mengemukakan
untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir formal dapat
menggunakan Test of Logical Thinking (TOLT). TOLT berisi
seperangkat pertanyaan yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya
kelima variabel kemampuan berpikir formal dituangkan dalam sepuluh
pertanyaan yang terdiri dari delapan pertanyaan pilihan ganda
C. Pembelajaran Berbasis Masalah
1. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Soekamto model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar (Trianto, 2009:23).Jadi, model pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai
akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu
pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model
pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang
membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang
membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata
(Trianto, 2009: 91).
Menurut Ratumanan pembelajaran berdasarkan masalah
merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir
tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses
informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan
Menurut Arends pembelajaran berbasis masalah merupakan
suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan
permasalahan yang autentik dengan maksud untuk menyusun
pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan
keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan
kemandirian dan percaya diri (Trianto, 2009: 92).
Nurhadi, dkk (2004:56) mendefinisikan pembelajaran berbasis
masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan
masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
pelajaran.
2. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah
Langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah sebagai
berikut:
a. Guru mempersiapkan dan memberikan masalah kepada siswa.
b. Membentuk kelompok kecil, masing-masing kelompok siswa
mendiskusikan masalah tersebut dengan memanfaatkan dan
merefleksikan pengetahuan/keterampilan yang mereka miliki.
Siswa juga membuat rumusan masalahnya dan membuat hipotesis.
c. Siswa mencari informasi dan data yang berhubungan dengan
d. Siswa berkumpul dalam kelompoknya untuk melaporkan data apa
yang sudah diperoleh dan mendiskusikan dalam kelompoknya
berdasarkan data-data yang diperoleh tersebut. Langkah ini
diulang-ulang sampai memperoleh solusinya.
e. Kegiatan diskusi penutup sebagai kegiatan akhir, apabila proses
sudah memperoleh solusi yang tepat.
Dalam pelaksanaan model pembelajaran ini diharapkan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang relevan dengan
pemecahan masalah. Dalam implementasinya, bisa menggunakan
berbagai pendekatan atau metode lainnya. Model ini juga merangsang
berpikir siswa dan mampu mengembangkan kemandirian belajar
sekaligus belajar bersama dengan kelompoknya.
3. Keunggulan Pembelajaran Berbasis Masalah
Keunggulan model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah
adalah:
a. Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk
lebih memahami isi pelajaran.
b. Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan siswa serta
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi
siswa.
c. Pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai
d. Pemecahan masalah dapat membantu siswa bagaimana mentransfer
pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan
nyata.
e. Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk
secara terus menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan
formal telah berakhir.
4. Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah
Kelemahan model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah
adalah :
a. Manakala siswa tidak memilki minat atau tidak mempunyai
kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,
maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
b. Keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan.
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahakan
masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar
apa yang mereka ingin pelajari.
D. Hasil Belajar
1. Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut Slameto (2010: 8) ialah suatu proses
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik
sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan
dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Dengan
demikian ada ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian
belajar.
a. Perubahan terjadi secara sadar
Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari
terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan
telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
b. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu
perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya
dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar
berikutnya.
c. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu
senantiasa bertambah dan tertuju untuk memeperoleh sesuatu yang
lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha
belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan
yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa
perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena
d. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer terjadi
hanya untuk beberapa saat saja tidak dapat digolongkan sebagai
perubahan dalam arti belajar. Perubahan yang terjadi karena proses
belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah
laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena
ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada
perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Dengan
demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah
kepada tingkah laku yang telah ditetapkan.
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui proses
belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika
seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami
perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap,
keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.
2. Hakikat dan Bukti Belajar
Nana Sudjana (2010: 3) menyatakan bahwa hasil belajar siswa
pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku siswa. Ia
menambahkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan
Horward Kingsley (dalam Sudjana, 2010: 22) membagi tiga
macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b)
pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing
jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan
dalam kurikulum. Sedangkan Gagne (dalam Sudjana, 2010: 22)
membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b)
keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e)
keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan
tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang
secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman,
aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut
kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk
kognitif tingkat tinggi.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima
aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi,
dan internalisasi.
Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar
keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah
dasar, (c) kemampaun konseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan,
(e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan
interpretasi.
E. Materi Alat-alat Optik 1. Mata
Sebagai salah satu alat optik, bagian-bagian mata bekerja
berdasarkan pada sifat-sifat cahaya. Perhatikan gambar bagian-bagian
mata berikut ini!
Keterangan:
1. Kornea, merupakan lapisan terluar dari mata yang bersifat kuat dan tembus cahaya.
2. Aqueous humor, merupakan cairan di antara kornea dan lensa mata.
3. Lensa kristalin, lensa mata yang berperan penting mengatur letak bayangan agar tepat jatuh di bintik kuning.
4. Iris, selaput yang membentuk celah lingkaran di tengah-tengahnya. Iris memberikan warna pada mata dan berfungsi untuk mengatur besar-kecil pupil untuk membatasi jumlah cahaya yang masuk. 5. Pupil, celah yang dibentuk oleh iris berfungsi sebagai tempat
masuk cahaya.
6. Otot mata, otot yang menyangga lensa kristalin dan mengatur besar kecilnya lensa.
8. Retina, lapisan pada dinding belakang bola mata tempat bayangan dibentuk.
9. Bintik kuning, lengkungan pada retina yang merupakan bagian yang paling peka pada retina.
10. Syaraf optik, penerus rangsang cahaya dari retina ke otak.
Pada saat mata melihat sebuah benda yang dekat, lensa mata
akan berkontraksi menjadi lebih cembung. Sedangkan pada saat melihat
benda-benda di kejauhan, lensa mata berelaksasi sehingga lensa mata
menjadi semakin pipih. Hal itu dilakukan agar bayangan benda tepat
jatuh di daerah sekitar bintik kuning pada retina. Kemampuan lensa
mata untuk berkontraksi dan berelaksasi disebut daya akomodasi mata.
Agar objek dapat terlihat jelas oleh mata, letak objek harus pada daerah
penglihatan mata, yaitu daerah antara titik dekat dan titik jauh mata
tersebut.
Titik dekat (punctum proksimum = pp) ialah jarak yang paling
dekat yang dapat dilihat dengan jelas oleh mata dengan akomodasi
maksimum. Titik jauh(punctum remotum = pr) ialah jarak yang paling
jauh yang dapat dilihat dengan jelas oleh mata tanpa berakomodasi.
Pada jarak ini lensa mata dalam keadaan sepipih-pipihnya.
a. Mata normal (Emetropi)
Untuk mata normal, mempunyai titik dekat kurang lebih 25
sentimeter dan titik jauh tak terhingga (jauh sekali).
Cacat mata yang diderita oleh seseorang dapat disebabkan oleh
kerja mata yang terlalu forsir atau cacat sejak lahir. Ada tiga cacat
mata, yaitu rabun jauh, rabun dekat, dan mata tua.
1) Rabun jauh ( Miopi )
Rabun jauh adalah cacat mata tidak dapat melihat dengan
jelas benda-benda yang jauh letaknya. Miopi terjadi karena
bentuk bola mata terlalu cembung dan tidak dapat memipih.
Akibatnya, bayangan benda jatuh di depan retina. Agar bayangan
jatuh di retina sinar yang masuk pada lensa mata harus menyebar.
Untuk itu di depan mata harus diberi lensa cekung (divergen).
Jadi, untuk mata miopi dapat ditolong dengan kacamata berlensa
cekung (negatif).
Rumus menghitung kekuatan lensa rabun jauh:
P =− 1
PR
Keterangan :
P = Kekuatan Lensa ( D )
PR = Titik terjauh mata miopi (m)
2) Rabun dekat ( Hipermetropi )
Rabun dekat adalah cacat mata tidak dapat melihat dengan
jelas benda-benda yang dekat letaknya. Hipermetropi terjadi
karena bentuk bola mata terlalu pipih sehingga bayangan jatuh di
belakang retina. Agar bayangan jatuh di retina sinar yang masuk
pada lensa mata, titik dekat harus lebih mengumpul. Untuk itu di
depan mata harus diberi lensa cembung (konvergen). Jadi, untuk
mata hipermetropi dapat ditolong dengan kacamata berlensa
cembung.
Rumus menghitung kekuatan lensa rabun dekat :
P = 4−
1
PP
Keterangan :
P = Kekuatan Lensa ( D )
PP = Titik terdekat mata hipermetropi (m)
3) Rabun tua (Presbiopi)
Rabun tua adalah cacat mata yang disebabkan usia tua
sehingga daya akomodasi mata sudah berkurang. Rabun tua
disebabkan karena menurunnya daya akomodasi mata. Daya
yang sudah melemah karena usia tua. Oleh karena itu, mata tua
harus ditolong dengan kacamata berlensa rangkap (bivokal).
4) Astigmatisme
Astigmatisme adalah cacat mata yang terjadi karena bentuk
bola mata yang melengkung (tidak sferis) sehingga berkas cahaya
yang masuk ke mata tidak terfokus di satu titik. Seorang penderita
astigmatis tidak dapat membedakan garis tegak (vertikal) dan
garis mendatar (horisontal) secara bersamaan. Jika seorang
penderita astigmatis melihat sekumpulan garis vertikal dan
horisontal maka garis-garis vertikal akan tampak jelas, sedangkan
garis horisontal akan tampak kabur.
2. Kamera
Kamera merupakan alat yang digunakan untuk menghasilkan
bayangan fotografi pada film negatif. Fungsi bagian-bagian kamera
yaitu :
a. Lensa positif, yaitu bagian dari kamera yangberfungsi untuk
menempatkan bayangan agar jatuh di pelat film.
b. Diafragma, yaitu bagian yang berfungsi untuk mengatur banyak
sedikitnya cahaya yang yang diterima oleh film.
c. Layar shutter, yaitu alat yang berfungsi untuk menutup jalannya
Adapun pembentukan bayangan pada kamera yaitu:
Sinar yang melalui pusat optik akan diteruskan dan sinar sinar
sejajar akan dibiaskan melalui titik fokus. Bayangan pada kamera
selalu nyata, terbalik, dan diperkecil.
3. Lup
Lup digunakan untuk mengamati benda-benda kecil agar tampak
besar dan jelas. Lup terdiri dari sebuah lensa cembung. Ada dua cara
dalam menggunakan lup, yaitu dengan mata berakomodasi dan dengan
mata tak berakomodasi. Untuk mata yang menggunakan lup dengan
berakomodasi maksimum, bayangan yang terjadi adalah maya, tegak,
lebih besar, dan terletak pada titik dekat mata.
Gambar 2.4 Kamera
Rumus Perbesaran bayangan pada lup :
M =
SnS
dengan:
M = Perbesaran anguler
α = Sudut antara mata dan benda tanpa lup
β = Sudut antara mata dan benda dengan menggunakan lup Sn = titik dekat mata)
S = Jarak antara lensa dengan benda
4.
MikroskopMikroskop adalah alat untuk mengamati benda-benda yang
sangat kecil. Mikroskop memiliki dua lensa cembung, yaitu lensa
objektif dan lensa okuler. Lensa objektif adalah lensa yang dekat
dengan objek atau benda yang akan diamati. Lensa okuler adalah lensa
yang dekat dengan mata pengamat. Jarak antara lensa objektif dan
lensa okuler disebut panjang mikroskop.
Gambar 2.6 Pembentukan bayangan objek dengan akomodasi minimum
Benda yang akan diamati diletakkan dekat dengan lensa objektif
yang membentuk bayangan nyata, diperbesar, dan terbalik. Bayangan
yang dibentuk lensa objektif merupakan benda untuk lensa okuler dan
bayangan yang dibentuk okuler akan dilihat oleh mata. Bayangan akhir
yang dilihat mata adalah maya, terbalik, dan diperbesar.
a. Mata berakomodasi maksimum
Oleh karena lensa okuler berfungsi sebagai lup, untuk
pengamatan dengan mata berakomodasi maksimum, lensa okuler
diatur demikian agar bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif
jatuh di antara titik 0 dan F lensa okuler.
Perbesaran bayangan :
𝛾 = 𝑀𝑜𝑏 ×𝑀𝑜𝑘
Panjang mikroskop:
𝐿= 𝑠𝑜𝑏′ +𝑠𝑜𝑘
b. Mata tak berakomodasi
Oleh karena lensa okuler berfungsi sebagai lup, untuk
pengamatan dengan mata tak berakomodasi, lensa okuler harus
digeser demikian agar bayangan yang dibentuk oleh lensa objektif
jatuh pada F (titik fokus) lensa okuler.
Perbesaran bayangan:
𝛾 =𝑀𝑜𝑏 ×𝑀𝑜𝑘
Panjang mikroskop:
𝐿= 𝑠𝑜𝑏′ +𝑓𝑜𝑘
5. Teropong
Teropong merupakan alat yang digunakan untuk mengamati
benda-benda yang letaknya jauh agar kelihatan lebih dekat dan jelas.
Ada beberapa jenis teropong. Dipandang dari letak objeknya dapat
dibedakan menjadi teropong bintang dan teropong medan.
a. Teropong bintang
Teropong bintang sederhana terdiri dari dua buah
lensabikonveks, yaitu lensa objektif yang dekat ke benda dan lensa
okuler yang dekat ke mata. Benda-benda yang diamati oleh
teropong bintang adalah benda-benda yang sangat jauh (seperti
bulan, planet, bintang, dan sebagainya), karena itu benda ini
dianggap berada di tak terhingga.
Agar mata tidak berakomodasi, maka bayangan dari lensa objektif
harus berada tepat di titik focus lensa okuler. Hal ini menyebabkan
titik fokus lensa objektif dan titik fokus lensa okuler berimpit.
Rumus menghitung perbesaran dan panjang teropong :
Perbesaran bayangan :
M = ffob ok
dengan:
M = Perbesaran teropong fob = Jarak fokus lensa objektif fok = Jarak fokus lensa okuler
Panjang teropong :
𝑑 = 𝑓𝑜𝑏 +𝑓𝑜𝑘
dengan:
d = Panjang teropong bintang fob = Jarak fokus lensa objekti fok = Jarak fokus lensa okuler
b. Teropong Bumi
Teropong bumi adalah alat optik yang digunakan untuk
melihat benda-benda jauh di permukaan bumi. Prinsip kerja
teropong bumi sama dengan prinsip kerja teropong bintang. Hanya
saja, bayangan yang terbentuk oleh teropong bintang terbalik, dan
hal ini akan menyulitkan jika objek yang diamati berada di bumi.
Karena itu, pada teropong bumi ditambahkan sebuah lensa