• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN BAHAN AJAR BERBASIS KONEKSI MATEMATIS PADA MATERI PROGRAM LINEAR SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "DESAIN BAHAN AJAR BERBASIS KONEKSI MATEMATIS PADA MATERI PROGRAM LINEAR SMA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN BAHAN AJAR BERBASIS

KONEKSI MATEMATIS PADA MATERI

PROGRAM LINEAR SMA

Sri Wigi Eka Nurani Putri1), Cita Dwi Rosita2), Surya Amami Pramuditya3)

1)Mahasiswa FKIP Unswagati, Jalan Perjuangan no 1, Cirebon; [email protected] 2)Dosen FKIP Unswagati, Jalan Perjuangan no 1, Cirebon; [email protected]

3)Dosen FKIP Unswagati, Jalan Perjuangan no 1, Cirebon; [email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya kemampuan koneksi matematis siswa pada materi program linear kelas XI. Kesulitan yang dialami siswa saat mempelajari materi program linear disebut dengan learning obstacle (hambatan belajar). Adapun cara mengatasi kesulitan tersebut yaitu menggunakan pengembangan desain didaktis yang dirangkai dalam suatu Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research) yang yang menghasilkan bahan ajar berupa modul. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan learning obstacles siswa terkait konsep program linear kelas XI, mendesain bahan ajar berbasis koneksi matematis pada materi program linear kelas XI yang valid, dan untuk mengetahui intervensi guru dalam mengimplementasikan bahan ajar berbasis koneksi matematis pada materi program linear kelas XI. Subjek dalam penelitian ini adalah 28 siswa kelas XI MIPA 5 SMAN 1 Plumbon untuk identifikasi learning obstacle dan 31 siswa kelas XI MIPA 5 SMAN 3 Cirebon untuk implementasi desain bahan ajar. Penelitian ini merupakan penelitian desain didaktis yang terdiri dari 3 tahap, yaitu: (1) analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang diwujudkan berupa desain didaktis hipotesis atau ADP, (2) analisis metapedadidaktis, dan (3) retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktis. Cara pengambilan data dalam penelitian ini dengan melakukan tes. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat 9 macam learning obstacle siswa terkait materi program linear. Validasi terhadap bahan ajar modul matematika dilakukan oleh 3 validator yaitu dua dosen FKIP Unswagati dan satu guru Matematika SMA. Berdasarkan hasil validasi tersebut dapat disimpulkan bahwa bahan ajar modul berbasis koneksi matematis layak digunakan dalam proses pembelajaran materi pokok program linear kelas XI. Secara umum implementasi desain didaktis ini terbagi menjadi dua yaitu intervensi pedagogis dan intervensi didaktis.

(2)

1.

Pendahuluan

Salah satu mata pelajaran wajib yang terdapat pada kurikulum 2013 adalah matematika. Hal itu dikarenakan matematika merupakan bagian dari pendidikan umum yang tak lepas dari kehidupan manusia. Selain itu, matematika merupakan ilmu dasar yang digunakan dalam pengembangan ilmu lainnya dan merupakan ilmu yang dapat digunakan secara langsung dalam pemecahan masalah kehidupan manusia.

Salah satu kemampuan dasar yang tercantum dalam tujuan pembelajaran matematika adalah kemampuan untuk menjelaskan keterkaitan antar konsep atau biasa disebut dengan kemampuan koneksi matematis. Kemampuan koneksi matematis sangat penting dimiliki oleh siswa untuk dapat memahami dan mempelajari konsep matematika dengan baik dan bermakna.Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan siswa untuk menghubungkan suatu gagasan matematis dengan gagasan matematis lainnya (Gordah, 2012: 267). Berkaitan dengan hal tersebut, Sumarmo (2013) menyebutkan enam indikator dari kemampuan koneksi matematis. Beberapa indikator tersebut adalah menghubungkan antar topik pada matematika, menggunakan matematika dalam kehidupan sehari – hari dan mencari hubungan berbagai representasi konsep, proses atau prosedur matematik.

Berdasarkan hasil observasi di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Cirebon, siswa masih merasa sulit untuk menghubungkan antar topik pada matematika ataupun menggunakan matematika dalam kehidupan sehari - hari. Rendahnya kemampuan koneksi matematis siswa dibuktikan dengan hasil uji coba yang telah dilakukan oleh penulis. Berdasarkan hasil uji coba tersebut diperoleh nilai rata – rata siswa sebesar 52,25 dari 8 soal yang diberikan, ini berarti masih banyak siswa yang belum dapat menyelesaikan soal tes koneksi matematis.

Kesulitan yang dialami oleh siswa dalam mempelajari materi tersebut disebut juga dengan learning obstacle atau hambatan belajar. Piaget (Tamba, 2014: 765) mengemukakan bahwa kesulitan – kesulitan yang dialami siswa bisa terjadi akibat pengetahuan terdahulu yang dianggap tepat namun sekarang terungkap sebagai sesuatu yang salah ataupun tidak berlaku pada konteks saat ini. Salah satu kesulitan siswa terletak pada pemahaman materi yang tidak utuh atau disebut dengan hambatan epistemologis, hal itu bisa terjadi karena sajian materi dalam bahan ajar yang digunakan selama proses pembelajaran. Untuk mengatasi kesulitan belajar siswa tentang materi program linear, perlu adanya suatu proses perencanaan pembelajaran yang disusun sebagai suatu desain didaktis. Pengembangan desain didaktis tersebut dirangkai dalam suatu Penelitian Desain Didaktis atau Didactical Design Research.

(3)

satu bentuk bahan ajar cetak yang dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran adalah modul. Prastowo (Apriliasari dan Rohayati, 2015: 2) mendefinisikan bahwa modul adalah susunan sistematis dari sebuah bahan ajar dengan bahasa yang mudah dipahami oleh siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usia siswa, agar mereka dapat belajar mandiri dan hanya membutuhkan sedikit bimbingan dari pendidik. Bahan ajar modul yang berupa desain didaktis dapat mengatasi kesulitan – kesulitan yang dialami oleh siswa. Dengan mengidentifikasi learning obstacle yang dialami oleh siswa pada materi program linear maka disusun suatu alternatif desain bahan ajar berupa modul dalam proses pembelajaran yang diharapkan dapat mengatasi learning obstacle sehingga siswa tidak menemukan kembali hambatan-hambatan dalam konsep yang ada. Hal tersebut sejalan dengan salah satu penelitian yang dilakukan oleh Giartiningsih (2014) mengenai pengembangan bahan ajar matematika SMP yang konstruktivistik dengan berbantu modul interaktif pada materi segitiga dan segiempat. Penelitian yang dilakukan di kelas VII SMP Negeri 11 Semarang ini bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan bahan ajar matematika SMP yang konstruktivistik berbantuan modul sehingga dihasilkan bahan ajar yang valid serta untuk mengetahui efektifitas dari penggunaan bahan ajar tersebut pada proses pembelajaran. Hasil validasi menentukan bahwa bahan ajar berbentuk modul tersebut layak untuk digunakan dalam proses pembelajaran dengan hasil validasi ahli materi mencapai 83,61% dan hasil validasi ahli media mencapai 78,61% yang termasuk ke dalam kategori baik. Sehingga dari penelitian tersebut dapat terlihat bahwa hasil belajar siswa dengan menggunakan bahan ajar berbentuk modul interaktif lebih efektif dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis berminat untuk mengadakan penelitian yang berjudul “Desain Bahan Ajar Berbasis Kemampuan Koneksi Matematis pada Materi Program Linear SMA”.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui learning obstacle siswa terkait kemampuan koneksi matematis pada materi program linear.

2. Untuk mengetahui desain bahan ajar berbasis koneksi matematis pada materi program linear kelas XI yang valid.

3.

Untuk mengetahui intervensi guru selama implementasi bahan ajar berbasis kemampuan koneksi matematis pada materi program linear.

2.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian desain didaktis (Didactical Design Research). Secara umum, penelitian ini terdiri dari 3 tahapan (Suryadi, 2013: 12) yaitu:

(4)

(2) analisis metapedadidaktis; dan

(3) retrosfektif yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktis.

Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 5 SMAN 1 Plumbon dan kelas XI MIPA 5 SMAN 3 Cirebon. Studi pendahuluan dilakukan pada siswa kelas XI IPA 5 SMAN 1 Plumbon dan implementasi bahan ajar program linear berbasis koneksi matematis dilakukan pada siswa kelas XI MIPA 5 SMAN 3 Cirebon. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi tes (tes kemampuan siswa awal dan akhir). Sedangkan teknik pengolahan data yang digunakan adalah sebagai berikut.

1. Menganalisis hasil uji instrumen Learning Obstacle. 2. Menganalisis hasil validasi bahan ajar oleh para ahli. 3. Menganalisis situasi dari berbagai respon siswa.

4. Mengaitkan dan menjabarkan prediksi respon serta antisipasi didaktis dengan respon siswa saat desain didaktis diimplementasikan.

5. Menganalisis antisipasi pedagogis (intervensi guru) saat implementasi bahan ajar.

3.

Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil tahapan-tahapan penelitian di atas diperoleh hasil penelitian sebagai berikut.

3.1

Learning Obstacle Terkait Materi Program Linear Kelas XI

Berdasarkan hasil uji coba instrumen di SMAN 1 Plumbon diperoleh gambaran kemampuan mengerjakan soal dan kesulitan siswa dalam memahami materi program linear yang diuraikan sebagai berikut.

a. Menggunakan konsep sistem persamaan linear dua variabel untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan model matematika. Kesulitan siswa terjadi akibat kurangnya pemahaman siswa akan materi sistem persamaan linear dua variabel. Kesulitan yang dialami siswa tersebut mengakibatkan siswa kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan terkait menentukan model matematika dari suatu permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan sehari – hari. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait membuat sistem persamaan linear dua variabel dari suatu permasalahan dalam kehidupan sehari - hari pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali materi terkait sistem persamaan linear dua variabel. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul. b. Menggunakan konsep sistem pertidaksaman linear dua variabel untuk

(5)

mengalami kesulitan saat menentukan tanda untuk setiap persamaan yang diperoleh sehingga terbentuk sebuah fungsi kendala dari suatu model matematika yang kurang tepat. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait membuat sistem pertidaksamaan linear dua variabel dari suatu permasalahan dalam kehidupan sehari - hari pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali materi terkait sistem pertidaksamaan linear dua variabel. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.

c. Menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dalam menentukan pertidaksamaan yang membatasi suatu daerah himpunan penyelesaian. Kesulitan siswa dalam menentukan fungsi kendala yang membatasi suatu daerah himpunan penyelesaian disebabkan oleh siswa tidak dapat menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dengan tepat. Siswa harus dapat menentukan pertidaksamaan linear dua variabel dari dua buah titik yang dilalui oleh sebuah garis sehingga dapat memudahkannya untuk menentukan fungsi kendala dari daerah himpunan penyelesaian tersebut. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait menentukan suatu sistem pertidaksamaan dari daerah himpunan penyelesaian yang diketahui pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali rumus untuk menentukan pertidaksamaan linear dua variabel dari sebuah garis. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.

d. Menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel untuk menggambarkan suatu fungsi kendala ke dalam grafik. Kesulitan tersebut diakibatkan oleh kurangnya pemahaman siswa terkait materi sistem pertidaksamaan linear dua variabel. Kesulitan yang dialami siswa tersebut dapat membuat siswa kesulitan dalam menggambarkan fungsi kendala ke dalam sebuah graik. Selain itu, siswa juga akan keliru dalam menentukan daerah himpunan penyelesaian dari fungsi kendala tersebut. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait menggambarkan suatu pertidaksamaan linear dua variabel ke dalam grafik pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali cara menggambarkan sebuah pertidaksamaan linear dua variabel ke dalam grafik. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.

(6)

daerah himpunan penyelesaian. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.

f. Menggunakan konsep sifat – sifat bangun datar untuk dapat menyelesaikan permasalahan program linear yang berkaitan dengan konsep bangun datar. Siswa masih merasa kesulitan dalam memberikan alasan saat menentukan bangun datar yang dibentuk dari suatu daerah himpunan penyelesaian. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa terkait sifat – sifat bangun datar. Sehingga siswa hanya dapat memberikan alasan sesuai dengan daerah himpunan penyelesaian yang diperolehnya. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait menentukan suatu bangun datar dari daerah himpunan penyelesaian pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali sifat – sifat dari bangun datar. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.

g. Menggunakan konsep eliminasi substitusi pada sistem persamaan linear dua variabel untuk menentukan titik ekstrim dari suatu daerah himpunan penyelesaian yang diketahui. Suatu daerah himpunan penyelesaian memungkinkan salah satu titik ekstrim yang dimilikinya merupakan suatu titik potong dari dua buah garis. Hal tersebut mengakibatkan siswa harus dapat menggunakan konsep eliminasi substitusi untuk dapat menentukan titik ekstrim tersebut. Kurangnya pemahaman siswa akan materi sistem persamaan linear dua varibael mengakibatkan munculnya kesulitan siswa tersebut. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait menentukan nilai dari setiap variabel dengan menggunakan metode eliminasi dan substitusi pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali metode eliminasi dan substitusi pada sistem persamaan linear dua variabel. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.

h. Menggunakan konsep dua buah garis sejajar untuk menentukan garis - garis selidik. Kurangnya pemahaman siswa terkait materi garis sejajar mengakibatkan siswa mengalami kesulitan tersebut. Kesulitan siswa dalam menggunakan konsep dua buah garis sejajar dapat membuat siswa keliru dalam menyelesaikan masalah optimasi dengan menggunakan garis selidik. Siswa akan kesulitan dalam menentukan nilai optimum dengan menggunakan konsep garis selidik, yaitu dengan menggunakan garis – garis yang sejajar dengan garis selidik. Solusinya yaitu dengan memberikan soal terkait menggambarkan sebuah garis dan garis – gairs yang saling sejajar pada modul dan pedagogisnya yaitu dengan membantu siswa mengingat kembali materi gradien dua buah garis yang saling sejajar. Siswa diberikan antisipasi tersebut untuk meminimalisir learning obstacle yang muncul.

3.2

Mendesain Bahan Ajar Berbasis Koneksi Matematis pada Materi

Program Linear Kelas XI

(7)

dibuat sesuai dengan tujuan pembelajaran dan teori belajar Bruner, serta memuat situasi didaktis untuk mengantisipasi berbagai learning obstacle. Modul yang telah dibuat divalidasi oleh tiga orang validator, yaitu ahli media pembelajaran dan ahli materi pembelajaran. Hasil validasi menunjukkan bahwa modul termasuk pada kategori valid sehingga dapat digunakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Walaupun demikian, setiap validator memberikan masukan yang digunakan sebagai masukan untuk perbaikan bahan ajar. Adapun masukan yang diberikan oleh setiap validator adalah sebagai berikut.

Validator 1 memberi beberapa masukan, yaitu memberikan masukan pada pembuatan peta konsep dan soal – soal terkait kemampuan koneksi matematis pada modul. Adapun masukan yang pertama dikarenakan peta konsep pada modul hanya menuliskan materi yang akan dipelajari siswa tanpa menambahkan alur pada setiap materi yang dipelajari. Hal tersebut sesuai dengan teori bahan ajar dimana isi bahan ajar harus mudah dicerna oleh pembaca. Sedangkan, masukan yang kedua diberikan karena kurangnya soal terkait salah satu indikator kemampuan koneksi matematis. Indikator kemampuan koneksi matematis yang dimaksud adalah menerapkan matematika dalam bidang lain. Masukan tersebut sesuai dengan indikator kemampuan yang digunakan dalam pembuatan bahan ajar, yaitu kemampuan koneksi matematis.

Validator kedua memberikan beberapa masukan, yaitu terlalu banyak materi yang disajikan dalam satu halaman, ukuran tulisan terlalu kecil dan kurangnya kolom jawaban yang disediakan untuk menjawab setiap pertanyaan yang diberikan. Hal tersebut sesuai dengan teori bahan ajar yang seharusnya yaitu konten bahan ajar dan tata tulis. Karena menurut teori bahan ajar yang seharusnya kesesuaian bahasa yang digunakan serta ejaannya harus tepat dan dapat terbaca sehingga dapat mudah digunakan oleh siswa.

Sedangkan validator ketiga memberikan masukan terkait penyajian bahan ajar, yaitu kurangnya tempat bagi siswa untuk menjawab pertanyaan – pertanyaan yang terdapat pada modul. Setiap kolom jawaban yang disediakan harus disesuaikan dengan kemungkinan jawaban dari setiap pertanyaan, sehingga siswa dapat lebih mudah mengerjakan setiap pertanyaan pada modul.

3.3

Intervensi Guru dalam Mengimplementasikan Bahan Ajar Berbasis

Koneksi Matematis pada Materi Program linear Kelas X

Secara garis besar intervensi guru dalam mengimplementasi bahan ajar berbasis kemampuan koneksi matematis pada materi program linear kelas XI tersebut adalah sebagai fasilitator. Adapun intervensi yang dilakukan oleh guru dibagi menjadi dua, yaitu intervensi didaktis dan pedagogis.

a. Situasi 1

(8)

antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa terkait konsep eliminasi dan substitusi dari dua buah persamaan linear dua variaebl. Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu siswa tidak dapat menggunakan konsep eliminasi substitusi pada sistem persamaan linear dua variabel. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru. b. Situasi 2

Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 2 muncul yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu diberikannya cara menentukan persamaan linear dua variabel jika diketahui titik – titik yang dilaluinya sedangkan antisipasi pedagogis dengan membimbing siswa untuk menentukan persamaan linear dua variabel jika melalui dua titik. Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu siswa tidak dapat menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dalam menentukan pertidaksamaan yang membatasi suatu daerah himpunan penyelesaian. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru.

c. Situasi 3

Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 3 muncul yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu diberikannya cara menentukan tanda pertidaksamaan dari suatu permasalahan yang diketahui sedangkan antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa terkait cara menentukan pertidaksamaan linear dua variabel dari suatu permasalahan. Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan model matematika. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru. d. Situasi 4

Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 4 muncul yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu diberikannya suatu pertidaksamaan linear dua variabel yang harus digambarkan pada sebuah grafik sedangkan antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa terkait cara menggambarkan suatu pertidaksamaan linear dua variabel ke dalam grafik. Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu menggunakan sistem pertidaksamaan linear dua variabel dan sistem persamaan linear dua variabel untuk menyelesaikan masalah terkait model matematika. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru.

e. Situasi 5

(9)

ke dalam grafik. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru.

f. Situasi 6

Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 6 muncul yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu diberikannya contoh pengerjaan menentukan luas bangun datar yang terbentuk dari suatu daerah himpunan penyelesaian sedangkan antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa terkait rumus luas dari suatu bangun datar. Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu menggunakan konsep luas bangun datar untuk dapat menyelesaikan permasalahan program linear terkait konsep luas suatu bangun datar. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru.

g. Situasi 7

Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 7 muncul yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu diberikannya konsep gradien dari garis yang saling sejajar sedangkan antisipasi pedagogis dengan mengingatkan siswa cara menentukan gradien dari sebuah garis. Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu menggunakan konsep dua buah garis sejajar uuntuk menentukan garis – garis selidik. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru.

h. Situasi 8

Salah satu antisipasi yang diberikan guru ketika respons siswa pada situasi 1 muncul yaitu dengan antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis yaitu diberikannya contoh pengerjaan menentukan nilai optimum dengan menggunakan garis selidik sedangkan antisipasi pedagogis dengan membimbing siswa dalam menentukan nilai optimum dengan menggunakan garis selidik. Intervensi tersebut diberikan untuk mengantisipasi learning obstacle siswa yaitu menggunakan konsep dua buah garis sejajar untuk menentukan garis – garis selidik. Intervensi tersebut sudah cukup karena tidak memunculkan learning obstacle siswa yang baru. i. Situasi 9

(10)

4.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut.

1. Learning obstacle khususnya hambatan-hambatan epistimologis yang muncul dalam mempelajari materi program linear kelas XI adalah : (a) menggunakan konsep sistem persamaan linear dua variabel untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan model matematika, (b) menggunakan konsep sistem pertidaksaman linear dua variabel untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan model matematika, (c) menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel dalam menentukan pertidaksamaan yang membatasi suatu daerah himpunan penyelesaian, (d) menggunakan konsep sistem pertidaksamaan linear dua variabel untuk menggambarkan suatu fungsi kendala ke dalam grafik, (e) menggunakan konsep luas bangun datar untuk dapat menyelesaikan permasalahan program linear yang berkaitan dengan konsep bangun datar. (f) menggunakan konsep sifat – sifat bangun datar untuk dapat menyelesaikan permasalahan program linear yang berkaitan dengan konsep bangun datar, (g) menggunakan konsep eliminasi substitusi pada simstem persamaan linear dua variabel untuk menentukan titik ekstrim dari suatu daerah himpunan penyelesaian yang diketahui, dan (h) menggunakan konsep dua buah garis sejajar untuk menentukan garis - garis selidik.

2. Desain bahan ajar berbasis koneksi matematis ini disusun berdasarkan learning obstacle yang dialami siswa yang telah mempelajari materi program linear. Learning obstacle tersebut diantisipasi dengan memberikan situasi-situasi yang disajikan dalam bahan ajar. Bahan ajar yang telah dibuat divalidasi oleh 3 ahli yaitu satu dosen ahli desain media pembelajaran, satu dosen ahli materi pembelajaran dan satu guru ahli materi pembelajaran. Berdasarkan hasil validasi oleh tiga validator diperoleh persentase keseluruhan sebesar 94,44% dengan kualifikasi sangat valid. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar berbasis kemampuan koneksi matematis pada materi program linear kelas XI yang berbentuk modul layak digunakan dalam proses pembelajaran.

3. Intervensi guru dalam proses pembelajaran yaitu sebagai fasilitator, karena siswa dituntut untuk aktif dan belajar secara mandiri. Guru hanya membantu siswa jika siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi maupun dalam mengerjakan soal – soal latihan. Guru hanya memberikan beberapa antisipasi yang dapat meminimalisir learning obstacle siswa. Adapun antisipasi yang diberikan berupa antisipasi didaktis dan antisipasi pedagogis. Antisipasi didaktis adalah antisipasi yang diberikan guru melalui bahan ajar yang digunakan, sedangkan antisipasi pedagogis adalah antisipasi yang diberikan guru pada siswa secara langsung dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan simpulan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disebutkan di atas, maka disarankan hal – hal sebagai berikut.

(11)

sehingga akan mengurangi kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan materi tersebut.

2. Salah satu antisipasi yang dapat dilakukan guru untuk meminimalisir adanya kesulitan siswa dalam mempelajari materi program linear yaitu dengan memberikan soal sesuai dengan kesulitan yang dialami siswa serta dengan melihat kemampuan siswa (rendah, sedang dan tinggi).

Daftar Pustaka

[1] Apriliasari, Ratna A & Rohayati, Suci. (2015). Pengembangan Modul Materi Jurnal Penyesuaian Perusahaan Dagang Berbasis Pendekatan Saintifik di Kelas XI SMK Negeri 1 Sooko Mojokerto. Surabaya: FE UNS.

[2] Gordah, Eka Kasah. (2012). Upaya Guru Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik Melalui Pendekatan Open Ended. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Volume 18 Nomor 3 September 2012 halaman 267. [3] Giartiningsih. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Matematika SMP yang

Kontruktivistik Berbantu Modul Interaktif pada Materi Segitiga dan Segiempat. Prosiding Mathematics and Science Forum 2014 ISBN 978-602-0960-00-5 halaman 517.

[4] Sumarmo, Utari. (2013). Berfikir dan Disposisi Matematik. Bandung: FPMIPA UPI. [5] Suryadi, Didi. (2013). Didactical Desain Research (DDR) dalam Pengembangan

Pembelajaran Matematika. Bandung: FPMIPA UPI.

[6] Tamba, Kimara P. (2014). Desain Didaktis Bahan Ajar Pertidaksamaan. Prosiding

“Revitalisasi Pendidikan Matematika Menuju AFTA 2015” Seminar Nasional

Referensi

Dokumen terkait

eksplorasi, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan tentang geologi, geometri clankarakteristik pemineralanU di bawah permukaan. Hasilnya menunjukkan bahwa

Kompetens kewrausahaan adalah ke- mampuan kepala ma dalam mencptakan pembaharuan d madrasah dengan melaku- kan suatu kegatan yang novatf dan kreatf untuk menngkatkan

Admin Gudang mengentri data kedalam Form Bukti Pengeluaran Barang Gudang dengan memasukan data barang yang dikeluarkan dari file Barang dan data Rekanan untuk

HASIL UJIAN NASIONAL SMPN 1 CERME TAHUN 2011/2012 URUT BERDASARKAN JUMLAH NUN.

Sesuai Berita Acara Berakhirnya Masa Sanggah Nomor : W17-U3/12/POKJA/REN.STG/IV/2016, Tanggal 21 April 2016, sampai batas waktu akhir masa sanggah tidak ada

This fact is strengthened by the theory in chapter II page 23. From the sentence above, the word of “anticipation” could be classified in noun derived from verb. The

• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir.. • Uterus

[r]