• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - BAB I"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Pada era globalisasi, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di Indonesia semakin hari semakin berkembang pesat. Kemajuan IPTEK ini menuntut adanya sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas tinggi, sebab dengan begitu perkembangan yang ada dapat dikuasai, dimanfaatkan, dan dikembangkan semaksimal mungkin. SDM yang berkualitas tinggi hanya dapat diperoleh melalui pendidikan yang memadai. Oleh karena itu, dalam dunia pendidikan perlu adanya perubahan, pembaharuan, dan perbaikan guna meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri.

Mutu pendidikan di Indonesia perlu mendapatkan perhatian khusus terutama pada mata pelajaran matematika, mengingat matematika merupakan salah satu ilmu yang mendasari perkembangan kemajuan sains dan teknologi, sehingga matematika dipandang sebagai suatu ilmu yang terstruktur dan terpadu, ilmu tentang pola dan hubungan, dan ilmu tentang cara berpikir untuk memahami dunia sekitar.

Dalam proses pembelajaran matematika harus menekankan kepada siswa sebagai insan yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang, dan siswa terlibat aktif dalam pencarian dan pembentukan pengetahuan oleh diri mereka sendiri. Melalui belajar matematika, siswa mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, seperti berpikir sistematis, logis dan kritis

(2)

dalam mengkomunikasikan gagasan serta juga memiliki sikap percaya diri dan bertanggung jawab baik itu di lingkungan sosial, lingkungan rumah, sekolah dan tempat bermain. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan SMP-MTs khususnya dalam mata pelajaran matematika, disamping siswa memahami berbagai konsep matematika juga siswa diharapkan memiliki dimensi ketrampilan dalam hal kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta mempunyai dimensi sikap percaya diri dan bertanggung jawab. Dimensi-dimensi yang tercantum dalam SKL diharapkan menjadi bekal siswa untuk mengahadapi kehidupannya di masa depan.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 64 Tahun 2013 tentang standar isi untuk tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah menjelaskan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kompetensi yaitu diantaranya: (1) menunjukan sikap logis, kritis, analitis, kreatif, cermat dan teliti, bertanggung jawab, responsif dan tidak mudah menyerah dalam memecahkan msalah; (2) memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika; (3) memiliki rasa percaya dan kegunaan pada matematika yang terbentuk melalui pengalaman belajar; (4) memiliki sikap terbuka, santun, obyektif dalam interaksi kelompok maupun aktivitas sehari-hari.

(3)

Dalam implementasinya guru harus memiliki kemampuan yang profesional dan kreatif.

Tujuan mata pelajaran matematika tersebut juga menunjukkan bahwa salah satu peranan matematika adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan atau tantangan-tantangan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang. Persiapan-persiapan itu dilakukan melalui latihan membuat keputusan dan kesimpulan atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur, efisien dan efektif. Di samping itu, siswa diharapkan dapat menggunakan matematika dan cara berpikir matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan yang penekanannya pada penataan nalar dan pembentukan sikap percaya diri siswa serta keterampilan dalam penerapan matematika.

(4)

lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan kebutuhan di masa yang akan datang adalah terbentuknya kemampuan nalar dan logis, sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir objektif dan terbuka.

Hasil riset yang telah dilakukan baik nasional maupun internasional menunjukkan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia masih jauh dari ideal. Hal ini dapat terlihat dari standar nilai rerata kelulusan Ujian Nasional (UN) yang dilaksanakan hingga tahun 2011 kurang dari 6 (enam), hasil TIMSS 2011 untuk siswa kelas VIII menempatkan Indonesia pada peringkat 36 dari 48 negara, dan hasil PISA 2009 untuk siswa kelas VIII menempatkan Indonesia pada peringkat 52 dari 65 negara. Fakta ini menunjukan bahwa baik dalam skala nasional maupun internasional, prestasi matematika siswa khususnya dijenjang SMP masih sangat rendah dan belum optimal.

Rendahnya prestasi belajar matematika mengindikasikan adanya sesuatu yang belum optimal dalam pembelajaran matematika di sekolah. Guru sebagai salah satu pusat dalam proses pembelajaran di kelas masih memandang bahwa belajar adalah suatu proses transfer ilmu pengetahuan (Transfer of Knowledge) dari pengajar kepeserta didik. Hal ini akan mengakibatkan siswa menjadi pasif (Dahlan, 2004: 6).

(5)

membuat tingkat kepercayaan diri siswa akan menurun. Dalam hal ini siswa akan lebih banyak diam karena segala hal yang berhubungan dengan materi pelajaran didapatkannya secara instan dari guru. Pada dasarnya pembelajaran yang berpusat pada guru akan menempatkan siswa hanya sebagai penonton.

(6)

Salah satu pendekatan pembelajaran yang dianggap tepat yang bisa menjadi solusi adalah pendekatan pembelajaran matematika realistik (PMR), yang menggunakan permasalahan realistik sebagai jembatan dalam membangun konsep matematika. Pembelajaran dengan pendekatan PMR adalah suatu pendekatan yang dianggap dapat memenuhi ciri belajar siswa aktif dan konstruktif, yang memungkinkan kemampuan matematis siswa dapat berkembang secara optimal. Menurut Freudenthal (dalam Wijaya, 2012: 20) matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu produk jadi yang siap pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi konsep matematika.

Pendekatan PMR pada dasarnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran dengan memanfaatkan realitas dan lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga dapat mencapai pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu. Dalam pandangan PMR, pembelajaran matematika lebih memusatkan kegiatan belajar pada siswa dan lingkungan serta bahan ajar yang disusun sedemikian rupa sehingga siswa lebih aktif mengkonstruksi pengetahuan untuk dirinya sendiri. Peran guru lebih banyak sebagai motivator terjadinya proses pembelajaran, bukan sebagai pengajar atau penyampai ilmu. Ini berarti materi matematika yang disajikan kepada siswa harus berupa suatu “proses” bukan sebagai barang “jadi” (Kadir, 2006: 10).

(7)

matematika kembali kedunia nyata. Dengan kata lain, yang kita lakukan dalam pendidikan matematika adalah mengambil sesuatu dari dunia nyata, “mematematisasinya” kemudian kita membawanya kembali kedunia nyata.

Pendekatan Matematika Realistik (PMR) berpandangan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, yang dikembangkan dengan tiga prinsip dasar, yaitu (a) Guided Reinvention and Progressive Mathematization (Penemuan Terbimbing dan Bermatematika secara Progresif); (b) Didactical Phenomenology (Penomena Pembelajaran; dan (c) Self-developed Models (Pengembangan Model Mandiri) serta memiliki lima karakteristik yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual, (2) menggunakan model, (3) menggunakan kontribusi siswa, (4) terjadinya interaksi dalam proses pembelajaran, (5) menggunakan berbagai teori belajar yang relevan, saling terkait, dan terintegrasi dengan topik pembelajaran lainnya (Treffers, 1991; Gravemeijer, 1994; Armanto, 2002; Darhim, 2004, dalam Somakim 2010: 8). Prinsip dan karakteristik PMR tersebut sangat sesuai dengan tuntutan pembelajaran matematika di sekolah tingkat Dasar dan Menengah berdasarkan kurukulum 2006 atau yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang menghendaki pembelajaran yang kontekstual.

(8)

peran matematika di masyarakat, dan berpikir secara matematika (logika). Menurut Gravemeijer di banyak negara pembelajaran metematika hanya berfokus pada tujuan kedua. Pendekatkan Matematika Realistik memperhatikan keempat tujuan tersebut.

Pendekatan PMR dalam kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis matematis dikemukakan oleh Somakim (2010: 47-49) yakni aktivitas kemampuan berpikir kritis dapat dimunculkan dalam hal menghadapi tantangan, hal-hal yang baru, non rutin misalnya masalah kontekstual matematika. Kondisi-kondisi ini dapat diperoleh dengan pendekatan PMR.

Pengembangan berpikir kritis matematis siswa sekolah menengah pertama adalah amanah kurikulum matematika. Amanah tersebut tertulis dalam tujuan mata pelajaran matematika maupun tuntutan pelajaran matematika kurilulum matematika 2006. Adapun tujuan dan tuntutannya terkait dengan pengembangan berpikir kritis matematis yang tercantum dalam kurikulum adalah mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, pemecahan masalah, dan generalisasi.

(9)

guru dalam pelaksanaan pembelajaran haruslah mempersiapkan HLT (Hypothetical Learning Trajectori) Gravemeijer (dalam Somakim 2010: 57). Dalam proses pembelajaran seorang guru harus mempersiapkan tujuan pembelajaran, konteks dan model dan aktivitas siswa dalam belajar. Dari HLT tersebut setiap siswa atau kelompok siswa akan mengembangkan sendiri aktivitas dan model of (bentuk informal) sampai menghasilkan model for (bentuk formal). Selama kegiatan pembelajaran guru akan berfungsi sebagai fasilitator dan moderator.

Pada karakteristik pertama dan kedua, guru berfungsi sebagai fasilitator yaitu mempersiapkan kontekstual suatu materi matematika dan contoh model of serta lembar kerja siswa. Selanjutnya siswa diberikan kesempatan untuk menjelaskan pikiran dan pengertian atas hasil karyanya. Setiap bentuk atau hasil karya atau produk siswa, guru harus memberikan penguatan berupa verbal atau non verbal. Guru memberikan penguatan kepada siswa inilah wujud dari munculnya Self-Efficacy siswa. Dengan terbentuk kepribadian yang mempunyai kepercayaan diri yang kuat diharapkan kelak anak didik kita dapat mempunyai integritas dan karakter bangsa yang dapat membangun bangsa Indonesia yang lebih maju dan mandiri.

(10)

mental dan kepribadian siswa serta meningkatnya hasil belajar matematika siswa. Salah satu pendekatan pembelajaran yang peneliti yakini dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan Self Efficay siswa adalah PMR. Karena itu, judul penelitian ini adalah: ”Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Self Efficacy Siswa SMPN 6 Kulisusu melalui Pendekatan Matematika Realistik”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka secara umum masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah pembelajaran dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis dan tingkat kepercayaan diri (Self Efficacy) pada siswa SMPN Kulisusu?.

Secara lebih terperinci, permasalahan diatas dijabarkan sebagai berikut: 1. Bagaiamana kemampuan berpikir kritis dan Self Efficacy matematis siswa

setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMR?

2. Bagaiamana kemampuan berpikir kritis dan Self Efficacy matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional?

3. Bagaiamana kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis dan Self Efficacy siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMR?

(11)

5. Apakah peningkatan Self Efficacy siswa yang mendapatkan pembelajaran PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional?

6. Apakah terdapat asosiasi antara kemampuan berpikir kritis dan Self Efficacy?

7. Bagaimanakah respon siswa terhadap penggunaan pendekatan matematika realistik?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis dan Self Efficacy matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMR.

2. Untuk menganalisis kemampuan berpikir kritis dan Self Efficacy matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan konvensional. 3. Untuk menganalisis kualitas peningkatan kemampuan berpikir kritis dan Self

Efficacy matematis siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan PMR.

4. Untuk menganalisis apakah kemampuan berpikir kritis siswa yang mendapatkan pembelajaran PMR lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

(12)

6. Untuk menganalisis asosiasi antara berpikir kritis dan Self Efficacy siswa. 7. Untuk menganalisis tanggapan (respon) siswa terhadap penggunaan

pendekatan matematika realistik. D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan temuan-temuan yang memberikan kontribusi yang positif bagi kualitas pembelajaran matematika dan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, antara lain: 1. Bagi siswa, pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan

pembelajaran PMR diharapkan dapat melatih siswa untuk menylesaikan masalah sehari-hari dengan proses berpikir kritis matematis dan bisa meningkatkan kepercayaan dirinya dalam proses pembelajaran matematika. 2. Bagi guru, dapat menjadi alternatif pilihan bagi para guru matematika dalam

memilih pendekatan pembelajaran dalam pengajaran matematika.

3. Bagi peneliti, menambah pengetahuan dan wawasan tentang alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran matematika, khususnya pendekatan PMR, dan juga dapat dikembangkan penelitian lebih lanjut terkait kemampuan berpikir matematis.

E. Definisi Operasional

Variabel-variabel perlu diperjelas agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran rumusan masalah dalam penelitian ini, oleh karena itu variabel-variabel tersebut didefinisikan sebagai berikut:

(13)

Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi yang meliputi: mengidentifikasi dan menjastifikasi konsep, menggeneralisasi, menganalisis algoritma, dan memecahkan masalah. Mengidentifikasi dan menjastifikasi konsep adalah kemampuan membandingkan atau menghubungkan suatu konsep dengan konsep lain, dan memberikan alasan terhadap penggunaan konsep. Menggeneralisasi adalah kemampuan melengkapi data atau informasi yang mendukung dan menentukan aturan umum berdasarkan data yang teramati. Menganalisis algoritma adalah kemampuan mengevaluasi atau memeriksa suatu algoritma, dan mengklarifikasi dasar konseptual yang digunakan dalam setiap langkah pemecahan. Memecahkan masalah adalah kemampuan mengidentifikasi unsur yang diketahui, ditanyakan, dan memeriksa kecukupan unsur yang diperlukan dalam soal, menyusun model matematika dan menyelesaikannya; serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

2. Tingkat Kepercayaan Diri (Self Efficacy)

(14)

menurunkan/meningkatkan Self-Efficacy seseorang untuk pengalaman yang serupa kelak. (2) Pengalaman orang lain (vicarious experience), yang dengan memperhatikan keberhasilan/kegagalan orang lain, seseorang dapat mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk membuat pertimbangan tentang kemampuan dirinya sendiri berdasarkan kompetensi dan berbandingan informasi dengan pencapaian orang lain. (3) Pendekatan sosial atau verbal, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan meyakini seseorang bahwa ia memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, misal umpan balik dari guru atau orang lain., (3) Indeks psikologis, di mana status fisik dan emosi akan mempengaruhi kemampuan seseorang.

3. Pendekatan Matematika Realistik (PMR)

Referensi

Dokumen terkait

Variabel reliability (X 2 ), yang meliputi indikator petugas memberikan pelayanan yang tepat, petugas memberikan pelayanan yang cepat, petugas memberikan pelayanan

Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk menyebarluaskan pengetahuan dan ketrampilan kepada para penjual umbi- umbian di Pasar Telo Karangkajen

Latar Belakang: Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

Masalah utama yang akan dijawab dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah : Apakah penerapan Metode pembelajaran Make a Match (Menjodohkan) dan MediaKartundapat

terapi musik instrumental 82% depresi ringan, 18% depresi berat, 2) setelah melakukan terapi musik instrumental 88% tidak depresi dan 12% depresi ringan, 3) hasil

Diisi dengan bidang ilmu yang ditekuni dosen yang bersangkutan pada

Analisis stilistika pada ayat tersebut adalah Allah memberikan perintah kepada manusia untuk tetap menjaga dirinya dari orang-orang yang akan mencelakainya dengan jalan

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula