BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Upah Lembur 2.1.1.1 Pengertian Upah
diatur oleh pengusaha dan buruh atau karyawan serta pemerintah. Upah
merupakan masalah yang menarik dan penting bagi suatu perusahaan, karena
upah mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pekerja.
Apabila upah yang diberikan oleh suatu perusahaan dirasa sudah
sesuai dengan jasa atau pengorbanan yang diberikan maka karyawan akan
tetap bekerja dan lebih giat dalam bekerja. Namun, tingkat upah hanya
merupakan dorongan utama hingga pada tarif dimana upah itu mampu
mencukupi kebutuhan hidup para karyawan sepantasnya. Diharapkan dengan
tingkat upah yang diperoleh dapat meningkatkan produktivitas seorang tenaga
kerja.
Menurut Edwin B. Flippo (1992:58) upah adalah harga untuk jasa yang telah
diterima atau diberikan oleh orang lain bagi kepentingan seseorang atau badan
hukum.
pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam
bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang
undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan
pekerja, termasuk tunjangan, baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya
Upah dinyatakan dalam bentuk uang. Nilai dan bentuk ditetapkan atas
persetujuan lebih dulu atau ditetapkan oleh Peraturan Perundangan. Jumlah, tempat
dan syarat pembayaran sesuai dengan perjanjiannya. Tunjangan yang dimasukkan
dalam upah tidak hanya yang diperuntukkan bagi pekerja tetapi juga bagi keluarganya
seperti tunjangan isteri, anak dan lain lain.
Pada waktu sekarang di bidang usaha perindustrian, pengupahan tersebut
telah dikaitkan dengan produktivitas kerja. Artinya dengan kemampuan pekerja itu
menghasilkan produk - produk, maka semakin banyak pekerja itu berproduksi atau
berprestasi, sehingga semakin besar pula upah yang bakal diterimanya.
Dari pengertian di atas mengenai upah ini dapat diartikan bahwa upah
merupakan penghargaan dari tenaga karyawan atau karyawan yang dimanifestasikan
sebagai hasil produksi yang berwujud uang, atau suatu jasa yang dianggap sama
dengan itu, tanpa suatu jaminan yang pasti dalam tiap-tiap minggu atau bulan.
2.1.1.2 Jenis - Jenis Upah
Jenis - jenis upah menurut Kartasapoetra (1992) dikemukakan sebagai
berikut :
a. Upah Nominal
atau pelayanannya sesuai dengan ketentuan - ketentuan yang terdapat dalam perjanjian kerja di bidang industri atau perusahaan ataupun dalam suatu organisasi kerja, dimana ke dalam upah tersebut tidak ada tambahan atau keuntungan yang lain. Upah nominal ini sering pula disebut upah uang (money wages).
b. Upah Nyata
Yang dimaksud dengan upah nyata ini adalah upah uang yang nyata yang benar benar harus diterima oleh seseorang yang berhak. Upah nyata ini ditentukan oleh daya beli upah tersebut, tergantung dari besar atau kecilnya jumlah uang yang diterima serta besar atau kecilnya biaya hidup yang diperlukan.
c. Upah Hidup
Hidup yang lebih luas, yang tidak hanya kebutuhan pokoknya saja yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian dari kebutuhan sosial keluarganya, misalnya pendidikan, bahan pangan yang memiliki nilai - nilai gizi yang lebih baik, iuran asuransi jiwa dan sebagainya.
d. Upah Wajar
Upah wajar dimaksudkan sebagai upah yang secara relatif ditandai cukup wajar oleh pengusaha dan para buruhnya sebagai uang imbalan atas jasa jasa yang diberikan buruh kepada pengusaha atau perusahaan, sesuai dengan Perjanjian Kerja di antara mereka.
Selain gaji dan upah, karyawan juga menerima jenis kompensasi lainnya,
misalnya tunjangan – tunjangan. Beberapa jenis tunjangan yang penting adalah :
1. Libur. Setiap tahun, untuk hari – hari libur tertentu bagi kebanyakan perusahaan membayar karyawan yang berlibur dimana mereka mendapat
upah sebagaimana pada hari kerja biasa.
2. Asuransi. Banyak perusahaan membayar semua atau sebagian premi asuransi karyawan untuk kesehatan, perawatan gigi, atau asuransi jiwa.
3. Pensiun. Ini merupakan tunjangan yang disediakan hampir semua perusahaan, akan tetapi karyawan biasanya baru akan menikmatinya
dalam waktu lama setelah hal itu dihasilkan. Program ini sangat berbeda
4. Premi Lembur (Overtime Premium Pay). Merupakan tambahan tarif per jam apabila karyawan bekerja melampaui jam kerja normal.
5. Cuti. Hampir semua perusahaan memberikan cuti kepada karyawannya, dan selama cuti mereka tetap mendapat gaji. Lamanya cuti dikaitkan
dengan masa dinas. Misalnya cuti dua minggu per tahun untuk karyawan
yang masa dinasnya sampai lima tahun. Jika di atas lima tahun cuti yang
diberikan selama tiga minggu,
6. Bonus. Biasanya bonus dihitung pada akhir tahun. Besarnya bonus tergantung kesepakatan antara pimpinan dan karyawan dan bisa
didasarkan pada seberapa jauh laba perusahaan, divisi, atau pabrik
melampaui target yang telah ditentukan.
Dari beberapa jenis upah di atas, telah ditetapkan bahwa Upah Lembur,
Bonus dan Cuti akan dibahas lebih jauh mengenai hubungannya dengan produktivitas
kerja suatu perusahaan.
2.1.1.3 Pengertian Upah Lembur
Lembur atau sering disebut dengan overtime merupakan istilah yang dipakai
untuk bekerja melebihi waktu kerja yang telah ditentukan oleh Undang-undang atau
peraturan Pemerintah di negara bersangkutan.
Kerja lembur merupakan pekerjaan yang dilakukan di luar hari kerja resmi
dan jam kerja resmi, kecuali yang mendapat premi seperti tercantum dalam Pasal 20
baik sehingga tidak merugikan perusahaan, hal ini dikarenakan Biaya Lembur pasti
lebih tinggi dari biaya waktu kerja biasanya.
dilaksanakan pada
menghitung lembur menjadi sangat penting untuk membantu manajemen dalam
merencanakan jadwal dan kapasitas produksi yang sesuai dengan anggaran
operasional produksi dan untuk menghindari hal-hal yang dapat merugikan
perusahaan dan karyawan.
Penyebab terjadinya lembur (overtime) bisa dikarenakan oleh :
1. Adanya pesanan (order) yang melebihi kapasitas produksi pada waktu kerja
normal, sehingga diperlukan jam tambahan.
2. Kurangnya tenaga kerja yang menyebabkan tenaga kerja lainnya harus
mengerjakan pekerjaan yang lebih untuk menutupi kekurangan tersebut.
3. Adanya kerusakan mesin atau peralatan produksi maupun permasalahan
lainnya yang mengganggu kelancaran produksi.
4. Kekurangan material pada saat waktu produksi sehingga diperlukan waktu
kerja lebih untuk menutupi kekurangan jumlah produksi saat material tiba.
5. Rendahnya produktivitas kerja.
Di Republik Indonesia, jam kerja seorang karyawan diatur dalam UU No. 13
Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan khususnya pada pasal 77 ayat 1 dengan bunyi
1. Tujuh jam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1
minggu; atau
2. Delapan jam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1
minggu.
Perhitungan lembur (overtime) juga diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi dengan No. KEP.102/MEN/VI/2004 dalam pasal 8 yang
mengatur perhitungan upah lembur mengatakan :
1. Perhitungan upah lembur didasarkan pada upah bulanan.
2. Cara menghitung upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.
Cara perhitungan upah kerja lembur sebagai berikut :
a) Apabila kerja lembur dilakukan pada hari kerja :
1. Untuk jam kerja lembur pertama harus dibayarkan upah sebesar 1,5
kali upah sejam.
2. Untuk setiap jam kerja lembur berikutnya harus dibayarkan upah
sebesar 2 kali upah sejam.
b) Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan atau
hari libur resmi untuk waktu kerja 6 hari kerja 40 jam seminggu maka :
1. Perhitungan upah kerja lembur untuk 7 jam pertama dibayar 2 kali
upah sejam, dan jam kedelapan dibayar 3 kali upah sejam dan jam
lembur kesembilan dan kesepuluh dibayar 4 kali upah sejam.
2. Apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek,
jam keenam 3 kali upah sejam dan jam lembur ketujuh dan
kedelapan 4 kali upah sejam.
c) Apabila kerja lembur dilakukan pada hari istirahat mingguan dan atau
hari libur resmi untuk waktu kerja 5 hari kerja dan 40 jam seminggu,
maka:
1. Perhitungan upah kerja lembur untuk 8 jam pertama dibayar 2 kali
upah sejam, jam kesembilan dibayar 3 kali upah sejam dan jam
lembur kesepuluh dibayar 4 kali upah sejam.
2. Apabila hari libur resmi jatuh pada hari kerja terpendek,
perhitungan upah lembur 6 jam pertama dibayar 2 kali upah sejam,
jam ketujuh 3 kali upah sejam dan jam lembur kedelapan 4 kali
upah sejam.
d) Apabila kerja lembur dilakukan pada hari libur resmi, yaitu: 1 Januari, 17
Agustus, Idul Fitri, Idul Adha dan Natal :
1. Perhitungan upah kerja lembur untuk 7 jam pertama dibayar 3 kali
upah sejam.
2. Untuk setiap jam kerja berikutnya, harus dibayar upah sebesar 4
kali upah sejam.
2.1.2 Bonus
2.1.2.1Pengertian Insentif
mema
menerima insentif yang berbeda karena bergantung pada prestasi. Insentif
adalah suatu bentuk dorongan finansial kepada karyawan sebagai balas jasa
perusahaan kepada karyawan atas prestasi karyawan tersebut. Insentif
merupakan sejumla
perusahaan kepada karyawan.
Menurut Pangabean (2002 : 93) insentif adalah
mengaitkan gaji denga
bentuk uang yang diberikan kepada mereka yang dapat bekerja melampaui
standar yang telah ditentukan.
2.1.2.2 Tujuan Pemberian Insentif
Fungsi utama dari insentif adalah untuk memberikan tanggungjawab
dan dorongan kepada karyawan. Insentif menjamin bahwa karyawan akan
mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut
Panggabean (2002 : 93) tujuan utama pemberian insentif adalah untuk
meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok.
2.1.2.3Jenis – Jenis Insentif
Bonus merupakan bagian dari insentif. Dalam pelaksanaanya,
insentif dapat digolongkan menjadi tiga jenis yang dapat dipakai oleh
berbagai macam organisasi menurut Gany Dessler (1995:411) yaitu terdiri
dari:
Setiap orang cenderung pada insentif finansial, karena uang
merupakan alat utama yang dapat membantu manusia dalam memenuhi
kebutuhan pokok mereka.
Bentuk dari pemberian insentif ini adalah:
a. Bonus. Dalam pemberian bonus sebagai bonus ini setiap orang akan memperolehnya berdasarkan hasil yang dicapai perusahaan tanpa memperhitungkan upah aktual seseorang.
b. Komisi. Adalah sejenis bonus yang dibayarkan pihak yang menghasilkan penjualan yang melebihi standar. Kondisi ini biasanya diberikan kepada pegawai bagian penjualan/marketing/salesman.
c. Profit Sharing. Merupakan salah satu jenis insentif yang tertua. Dalam hal pembayarannya terdiri dari bermacam-macam bentuk, tetapi biasanya mencakup berupa sebagian dari laba yang disertakan ke dalam suatu dana dan dimasukkan ke dalam daftar pendapatan setiap peserta.
d. Pembayaran yang ditangguhkan. Merupakan program balas jasa yang mencakup pembayaran di kemudian hari.
2. Non Finacial Incentive
Suatu ganjaran bagi pegawai yang bukan berbentuk keuangan, dalam
hal ini merupakan kebutuhan pegawai yang bukan berwujud uang, misalnya:
a. Terjaminnya tempat kerja
b. Terjaminnya komunikasi yang baik antara atasan dan bawahan
c. Adanya penghargaan berapa ujian atau pengakuan atas hasil kerja yang
baik
3. Social Incentive
Insentif sosial ini tidak jauh berbeda dengan non financial incentive,
tetapi insentif sosial lebih cenderung pada keadaan dan sikap dari para
Setelah melihat uraian di atas mengenai jenis-jenis insentif, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiga jenis insentif sama pentingnya, yaitu
pada dasarnya untuk mencapai kepuasan kerja bagi para pegawainya, karena
dengan kepuasan kerja, mereka akan melaksanakan pekerjaannya dengan
sungguh-sungguh.
Sedangkan menurut Sarwoto (1991:145) bonus dibedakan menjadi
dua golongan, kedua jenis insentif tersebut adalah:
1. Insentif Material Bonus Material antara lain:
• Uang dan Barang Bonus yang berbentuk uang dan barang dapat diberikan dalam berbagai macam, antara lain: (1) Bonus (a) Uang yang dibayarkan sebagai balas jasa atas hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan. (b) Dalam perasahaan yang menggunakan system bonus lazimnya beberapa persen dari laba yang melebihi jumlah tertentu dimasukkan ke dalam sebuah dana dan kemudian jumlah tersebut dibagi-bagi antara pihak yang akan diberikan bonus. (2) Komisi Merupakan sejenis bonus yang dibayarkan kepada pihak bagian penjualan yang menghasilkan penjualan yang baik. (3) Profit Sharing Salah Satu jenis bonus yang tertua. Dalam hal pembayarannya dapat diikuti bersama-sama pola, tetapi biasanya mencakup pembayaran berupa sebagai dan hasil laba yaiig disetorkan ke dalam setiap peserta. • Jaminan sosial. Bonus yang diberikan dalam bentuk jaminan sosial
lazimnya diberikan secara kolektif, tidak ada unsur kompetitif dan setiap pegawai dapat memperolehnya secara rata-rata dan otomatis. Bentuk jaminan sosial:
(1) Pemberian rumah dinas
(2) Pengobatan secara Cuma-Cuma
(3) Kemungkinan untuk pembayaran secara angsuran oleh pekerja atas barang-barang yang dibelinya dari Koperasi organisasi
(4) Cuti sakit (5) Biaya pindah 2. Insentif NonMaterial
Insentif non material dapat diberikan dalam berbagai bentuk: (a) Pemberian gelar (ntle) secara resmi,
(b) Pemberian tanda jasa,
(d) Pemberian kenaikan pangkal atau jabatan.
Kedua bentuk bonus tersebut sama pentingnya dan lazimnya kedua
bonus tersebut digunakan untuk saling melengkapi, tergantung kondisi dan
kebutuhan pihak yang perlu dimotivasi, maka pelaksanaannya dapat dilakukan
pada salah satu bentuk yang sesuai.
2.1.2.4 Pengertian Bonus
Jenis kompensasi lain yang ditetapkan perusahaan adalah berupa pemberian
bonus. Pemberian bonus kepada karyawan ini dimaksudkan untuk meningkatkan
produktivitas kerja dan semangat kerja karyawan. Menurut Sarwoto (1991:156)
pengertian bonus adalah :
a) Uang dibayar sebagai balas atas hasil pekerjaan yang telah dilaksanakan apabila
melebihi target.
b) Diberikan secara sekali terima tanpa sesuatu ikatan di masa yang akan datang.
c) Beberapa persen dari laba yang kemudian dibagikan kepada yang berhak menerima
bonus.
Ketentuan bonus yang berhubungan dengan produktivitas kerja diatur
sebagai berikut :
b. Dalam menghitung premi untuk suatu jangka waktu, maka yang diambil
sebagai standar hanya prestasi pada hari – hari kerja dan tidak pada hari –
c. Prestasi yang diberikan seorang karyawan pada hari – hari hujan yang
dibawah prestasi standar, harus dianggap sesuai dengan jumlah prestasi
standar, apabila ia melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan
dalam peraturan kerja diwaktu hujan.
d. Dalam hal pihak Direksi dan atau pihak karyawan menyatakan keinginan
perubahan dari sistem dan atau pembayaran premi maka harus diadakan
lebih dahulu perundingan antara kedua pihak dan selambat – lambatnya
dalam tempo 2 minggu harus sudah selesai. Jika tidak tercapai suatu
persetujuan maka masalahnya dapat dimajukan pada instansi Penyelesaian
Perselisihan Ketenagakerjaan setempat.
Didalam pemberian bonus kepada karyawan. Perusahaan memberikan bonus
setiap tahun dengan waktu yang tidak ditentukan, bisa di awal tahun, pertengahan,
atau akhir tahun. Besarnya bonus yang ditetapkan adalah 1 sampai 2 kali gaji pokok
karyawan.
Prestasi para karyawan, terutama ditimbulkan oleh dua hal yaitu kemampuan
dan daya dorong. Kemampuan seseorang ditentukan oleh kualifikasi yang
dimilikinya, seperti pendidikan, pengalaman dan sifat-sifat pribadi, sedangkan daya
dorong dipengaruhi oleh sesuatu dalam diri seseorang dan hal-hal diluar dirinya.
Daya dorong yang ada dalam diri seseorang, sering disebut motif. Daya dorong diluar
diri seseorang ditimbulkan oleh pemimpin dan faktor-faktor lain yang turut
meningkatkan semangat kerja karyawan tanpa membawa pengaruh negatif terhadap
organisasi atau perusahaan yang dipimpinnya.
Bonus merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan prestasi kerja
karyawan, yaitu dengan cara mengetahui apa yang dibutuhkan mereka dan berusaha
untuk memenuhinya. Sedangkan individu-individu biasanya akan terdorong untuk
berperilaku sedemikian rupa, sehingga apa yang mereka rasakan akan mengarah
kepada perolehan ganjaran.
Mengenai bonus, Sarwoto (1995:141-142) memberikan batasan bahwa,
Bonus adalah sarana motivasi dengan memberi bantuan sebagai suatu perangsang
atau dorongan yang diberikan dengan sengaja kepada para pekerja agar dalam dirinya
timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi organisasi.
Dari uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa program pemberian bonus
dapat digunakan sebagai sarana untuk memotivasi karyawan. Jadi dapat disimpulkan
bahwa bonus adalah sebagai suatu dorongan yang sengaja diberikan kepada karyawan
dengan tujuan untuk membangun, memelihara, dan memperkuat harapan-harapan
karyawan agar dalam diri mereka timbul semangat yang lebih besar berprestasi bagi
organisasi. Atau dengan kata lain:
1. Mereka merasa bonus yang diberikan dapat memenuhi keinginan dan
kebutuhannya.
2. Upaya atau kemampuan yang akan dilakukan mungkin mengarah pada
Pengertian bonus merupakan suatu bentuk motivasi yang dinyatakan dalam
bentuk uang dimaksudkan untuk memberikan upah dan gaji yang berbeda, tetapi
bukan didasarkan pada evaluasi jabatan, namun ditentukan oleh prestasi kerja.
Dari pengertian mengenai bonus di atas, dapat dikatakan bahwa bonus
merupakan salah satu rangsangan agar dapat mendorong seseorang untuk berprestasi
lebih baik, karena pada dasarnya pengupahan bonus tersebut dibayarkan berdasarkan
kelebihan prestasi.
2.1.2.5 Tujuan Pemberian Bonus
Tujuan Pemberian bonus menurut Hani Handoko (1996:176) adalah: Tujuan
pemberian bonus hakekatnya adalah untuk meningkatkan motivasi karyawan dalam
berupaya mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan menawarkan perangsang
finansial dan melebihi upah dan gaji dasar.
Menurut Werther dan Davis (1996:301) bahwa tujuan pemberian bonus
adalah untuk memenuhi kepentingan dari berbagai pihak antara lain:
1. Tujuan bagi masyarakat
Dewasa ini, bonus memberikan jaminan keuangan pada waktu sakit dan tidak mampu karena tua. Jadi bonus merupakan suatu andil yang tidak kecil bagi setiap karyawan dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Tujuan bagi organisasi
Organisasi mempunyai berbagai tujuan ketika menawarkan bonus, antara lain:
a. Mengurangi biaya lembur
b. Mengurangi jumlah karyawan yang absent dan berhenti c. Menguntungkan dalam pengadaan tenaga kerja
d. Memuaskan tujuan karyawan 3. Tujuan Karyawan
2.1.2.6Pedoman Pemberian Bonus
Pemberian bonus adalah untuk menambah penghasilan karyawan
dalam memenuhi kebutuhan mereka dan dengan terpenuhinya kebutuhan
mereka maka para karyawan dapat bekerja lebih baik dan produktif. Menurut
Garry Dessler (1995:322) terdapat 6 pedoman pertimbangan khusus dalam
mengembangkan suatu rencana bonus yang efektif, yaitu:
a. Pastikanlah bahwa usaha dan imbalan saling berkaitan secara langsung. Rencana bonus hendaknya memberikan imbalan pada karyawan dalam proporsi yang langsung terhadap peningkatan produkstivitas, namun karyawan harus pula memahami tugas-tugas yang dituntutkan kepada mereka.
b. Rencana pemberian bonus yang harus dipahami dan mudah dikalkulasi oleh karyawan, karyawan hendaknya mampu mengkalkulasi dengan mudah imbalan yang akan diterima untuk berbagai tingkat usaha.
c. Susunan standar yang efektif. Standar yang ditetapkan hendaknya dinilai adil dan wajar oleh karyawan. Standar sebaiknya ditetapkan tinggi, namun cukup nalar untuk dicapai oleh karyawan dengan peluang sebesar 50-50.
d. Standar yang ada harus terjamin. Standar yang mendasari pemberian bonus hendaknya ditetapkan tidak sepihak, sebaliknya karyawan perlu mengetahui standar output yang ditetapkan perusahaan.
e. Tarif pokok karyawan sebaiknya dijamin, agar mereka akan tahu bahwa apapun yang terjadi mereka dapat sekurang-kurangnya memperoleh suatu upah pokok minimum yang dijamin.
f. Dapatkan dukungan untuk rencana bonus tersebut. Keterbatasan kelompok kerja dapat merusak suatu rencana bonus. Oleh sebab itu, dukungan kelompok kerja sangatlah penting sebelum rencana tersebut mulai dilaksanakan.
Rencana bonus individu bertujuan untuk memberikan penghasilan tambahan
selain gaji pokok bagi individu yang dapat mencapai standar prestasi tertentu.
Menurut Panggabean (2002 : 90-91) bonus akan diberikan kepada kelompok kerja
apabila kinerja mereka juga melebihi standar yang telah ditetapkan.
Menurut Pangabean (2002 : 91) Pemberian bonus terhadap kelompok dapat
1. Seluruh anggota menerima pembayaran yang sama dengan yang diterima oleh mereka yang paling tinggi prestasi kerjanya.
2. Semua anggota kelompok menerima pembayaran yang sama dengan pembayaran yang diterima oleh karyawan yang paling rendah prestasinya. 3. Semua anggota menerima pembayaran yang sama dengan rata-rata
pembayaran yang diterima oleh kelompok.
2.1.3 Cuti
2.1.3.1 Pengertian Cuti
Kompensasi tidak langsung meliputi semua imbalan finansial yang tidak
tercakup dalam kompensasi langsung. Kompensasi tidak langsung menurut Nawawi
(2001:316) bahwa program pemberian penghargaan atau ganjaran dengan variasi
yang luas, sebagai bagian keuntungan organisasi atau perusahaan.
Sedangkan menurut Handoko (2001:183) kompensasi tidak langsung adalah
balas jasa pelengkap atau tunjangan yang diberikan pada karyawan berdasarkan
kemampuan perusahaan.
Jadi kompensasi tidak langsung merupakan balas jasa yang diberikan dalam
bentuk pelayanan karyawan, karena diperlakukan sebagai upaya penciptaan kondisi
dan lingkungan kerja yang menyenangkan.
2.1.3.2 Jenis – Jenis Cuti
Beberapa jenis cuti yang berlaku di Indonesia antara lain :
• Cuti Tahunan
• Cuti Sakit
• Cuti Bersalin/Cuti Melahirkan
• Cuti Karena Alasan Penting
1. Cuti Tahunan
Berdasarkan Undang-Undang No.13 tahun 2003 Pasal 79 ayat (2),
seorang pekerja berhak atas cuti tahunan sekurang kurangnya 12 hari kerja.
Beberapa persyaratan untuk mengajukan Cuti Tahunan, yaitu :
• Pekerja telah bekerja sekurang‐kurangnya 1 tahun secara terus
menerus.
• Lamanya cuti tahunan adalah 12 hari kerja.
• Cuti tahunan tidak dapat dipecah-pecah hingga jangka waktu yang
kurang dari 3 hari kerja.
• Untuk mendapatkan cuti tahunan, pekerja yang bersangkutan harus
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat perusahaan
yang berwenang memberikan cuti.
• Cuti tahunan diberikan secara tertulis oleh pejabat yang berwenang
memberikan cuti.
Berdasarkan Undang-undang no. 13 tahun 2003 Pasal 79 ayat (2),
hanya karyawan yang sudah bekerja minimal 12 bulan yang berhak mendapat
cuti tahunan 12 hari. Karena itu, perusahaan berwenang untuk menolak
permintaan cuti dari karyawan yang belum genap 1 tahun bekerja. Apabila
tanggungan dan perusahaan dapat memotong gaji pekerja tersebut secara pro
rata sesuai dengan jumlah ketidak-hadirannya.
Tetapi disebutkan juga dalam Undang-undang tersebut bahwa
pelaksanaan dari cuti tahunan ditentukan dari Perjanjian Kerja Bersama; dan
atau Peraturan Perusahaan; dan atau Perjanjian Kerja. Artinya, cuti tersebut
bergantung dari kesepakatan antara karyawan dengan pengusaha. Pada situasi
ini, keberadaan dan pelaksanaan cuti bergantung pada negosiasi personal
masing-masing karyawan dengan pengusaha.
2. Cuti Sakit
Syarat-syarat untuk mengajukan cuti sakit, antara lain :
• Pekerja yang sakit selama 1 atau 2 hari berhak atas cuti sakit, dengan
ketentuan, pekerja yang bersangkutan harus memberitahukan
atasannya.
• Pekerja yang sakit lebih dari 2 hari sampai dengan 14 hari berhak atas
cuti sakit, dengan ketentuan bahwa pekerja yang bersangkutan harus
mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang
memberikan cuti dengan melampirkan surat keterangan dokter.
• Pekerja yang menderita sakit lebih dari 14 hari berhak atas cuti sakit,
dengan ketentuan bahwa pekerja yang bersangkutan harus mengajukan
permintaan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang
ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Cuti sakit dengan keterangan
tersebut, diberikan waktu paling lama 1 tahun.
• Pekerja yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada point 3, harus diuji kembali kesehatannya
oleh dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kesehatan. Apabila
berdasarkan hasil pengujian kesehatan, pekerja yang bersangkutan
belum sembuh dari penyakitnya, maka ia akan diberhentikan dengan
hormat dari jabatannya karena sakit dan mendapat uang pesangon
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Peraturan mengenai pelaksanaan cuti baik cuti seharusnya diatur
secara jelas oleh perusahaan untuk memberikan kejelasan kepada karyawan
mengenai karyawan yang boleh mengambil cuti dengan gaji tetap dibayar.
Termasuk mengenai cuti tambahan ketika karyawan tidak bisa datang bekerja
karena sakit. Jadi, pada dasarnya ini kembali pada kesepakatan antara
perusahaan dengan karyawan untuk memberlakukan cuti sakit ke dalam cuti
tahunan atau tidak.
Pekerja yang mengalami kecelakaan dalam dan oleh karena
menjalankan tugas kewajiban pekerjaannya sehingga ia memerlukan
perawatan berhak atas cuti sakit sampai sembuh dari penyakitnya, pekerja
yang bersangkutan menerima akan menerima penghasilan penuh.
UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan tidak memberikan
kewenangan kepada pengusaha atau perusahaan untuk membuat perjanjian
kerja yang memuat ketentuan larangan menikah maupun larangan hamil
selama masa kontrak kerja atau selama masa tertentu dalam perjanjian kerja.
Ketentuan ini terdapat pada Pasal 153 ayat 1 huruf e UU No.13/2003
yang berbunyi : Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja
dengan alasan pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau
menyusui bayinya. Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan karena pekerja
hamil adalah batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali
pekerja yang bersangkutan sesuai Pasal 153 ayat 2 UU No.13/2003.
Pada prinsipnya, perusahaan tidak dapat memaksa karyawati untuk
mengundurkan diri karena hamil. Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa
kehamilan bukanlah alasan yang sah berdasarkan hukum untuk digunakan
sebagai alasan memberhentikan pekerja, meskipun sudah diperjanjikan
sebelumnya. Selain itu, perusahaan tidak dapat memaksa karyawati untuk
mengundurkan diri, karena pada dasarnya pengunduran diri haruslah
didasarkan pada kemauan dari pekerja (pasal 154 huruf b UU No.13/2003).
Oleh karena itu. perjanjian yang memuat klausal pekerja akan diputus
hubungan kerjanya karena hamil tidak beralasan hukum dan dianggap batal
demi hukum.
Jadi, meskipun dalam perjanjian kerja tertulis bahwa pekerja dilarang
peraturan perundang-undangan yang ada dan hak asasi manusia, maka secara
hukum perusahaan tidak dapat memutus hubungan kerja karyawan yang
bersangkutan.
Pengaturan mengenai cuti hamil ini diatur dalam Pasal 82 UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni sebagai berikut :
1. Pekerja perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan
sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan
menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
2. Pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak
memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan
dokter kandungan atau bidan.
Pekerja perempuan berhak memperoleh cuti selama 1,5 bulan
sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan atau jika diakumulasi
menjadi 3 bulan.
Dalam pasal 82 ayat 2 menyatakan bahwa pekerja perempuan yang
mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau
sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan yang menangani
kasus keguguran Anda.
Seorang pekerja perempuan berhak atas cuti hamil/melahirkan dan
manfaat bersalin. Pekerja tersebut dapat memberikan pemberitahuan secara
pemberitahuan tersebut, maka manajemen harus memberikan cuti di hari
selanjutnya.
Seorang pekerja perempuan yang telah melahirkan anaknya harus
memberikan pemberitahuan kepada perusahaan tentang kelahiran anaknya
dalam waktu tujuh hari setelah melahirkan. Pekerja tersebut juga perlu
memberikan bukti kelahiran anaknya kepada manajemen dalam waktu enam
bulan setelah melahirkan. Bukti ini dapat berupa fotocopy surat kelahiran dari
rumah sakit atau akte kelahiran.
Pada praktiknya, pekerja perempuan yang sedang hamil mungkin tak
selalu mudah menentukan kapan bisa mengambil haknya untuk cuti hamil dan
melahirkan. Misalnya, dalam hal pekerja tersebut melahirkan prematur
sehingga pekerja tersebut melahirkan sebelum mengurus hak cuti
melahirkannya.
Walaupun sebenarnya pekerja perempuan dapat menentukan kapan
cuti tersebut diambil, misalkan pekerja perempuan boleh memilih cuti selama
1 bulan sebelum melahirkan dan 2 bulan sesudah melahirkan sepanjang
akumulasi waktunya tetap selama 3 bulan. Perusahaan - perusahaan di
Indonesia memberikan kebebasan tenaga kerja untuk bebas memilih waktu
cuti, asalkan ada rekomendasi dari dokter/bidan dan informasi waktu cuti
kepada perusahaan.
Selama 3 bulan cuti hamil/melahirkan tersebut, perusahaan tetap
pada pekerja perempuan yang hamil meskipun mereka sedang menjalani cuti
hamil/melahirkan.
Pasal 3 Konvensi ILO No.183 tahun 2000 mengatur lebih lanjut
bahwa pemerintah dan pengusaha sepatutnya mengambil langkah-langkah
yang tepat untuk menjamin bahwa pekerja perempuan hamil tidak diwajibkan
melakukan pekerjaan yang dapat membahayakan kesehatan ibu dan anak
dalam kandungan. Mempekerjakan seorang wanita pada pekerjaannya yang
mengganggu kesehatannya atau kesehatan anaknya, sebagaimana yang
ditentukan oleh pihak berwenang, harus dilarang selama masa kehamilan dan
sampai sekurang-kurangnya tiga bulan setelah melahirkan dan lebih lama bila
wanita itu merawat anaknya.
Sesuai dengan UU no. 13 tahun 2003 pasal 81 pekerja perempuan
yang dalam masa menstruasi merasakan sakit dan memberitahukannya kepada
manajemen perusahaan, maka dia tidak wajib bekerja pada hari pertama dan
kedua dalam masa menstruasinya. Implementasi hak ini ada yang dipersulit di
beberapa perusahaan yang meminta surat keterangan dokter untuk mendapat
cuti menstruasi, ketika faktanya jarang bahkan mungkin hamper tidak ada
perempuan yang pergi konsultasi ke dokter karena menstruasi.
4. Cuti Besar
Tidak semua perusahaan mengadakan cuti besar. Cuti besar hanya
besar, pekerja harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada pejabat
yang berwenang memberikan cuti.
Persyaratan untuk mengajukan cuti besar, antara lain :
• Pekerja yang telah bekerja sekurang‐kurangnya 6 tahun secara terus
menerus pada perusahaan yang sama berhak mendapatkan cuti besar
yang lamanya 3 bulan.
• Pekerja yang menjalani cuti besar pada tahun ketujuh dan seterusnya
tidak berhak lagi atas cuti tahunannya dalam tahun yang bersangkutan.
• Selama menjalankan hak istirahat panjang pekerja/buruh berhak atas
upah penuh dan pada pelaksanaan istirahat tahun kedelapan
pekerja/buruh diberikan kompensasi hak istirahat tahunan sebesar
setengah bulan gaji.
5. Cuti Karena Alasan Penting
Pekerja berhalangan hadir untuk melakukan pekerjaannya
dikarenakan suatu alasan penting. Dalam pasal 93 ayat 4 UU no.13/2003
tentang Tenaga Kerja disebutkan bahwa pekerja berhak atas cuti tidak masuk
kerja karena halangan dan tetap dibayar penuh. Alasan/keperluan penting
tersebut mencakup :
• Pekerja menikah, dibayar untuk 3 hari
• Menikahkan anaknya, dibayar untuk 2 hari
• Membaptiskan anaknya, dibayar untuk 2 hari
• Istri melahirkan/mengalami keguguran kandungan, dibayar untuk 2
hari
• Suami/istri, orang tua/mertua, anak atau menantu meninggal dunia,
dibayar untuk 2 hari
• Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia, dibayar untuk 1
hari.
Pekerja yang sedang mengambil cuti, berhak atas upah penuhnya
yaitu gaji pokoknya dan tidak termasuk tunjangan-tunjangan yang
diperhitungkan berdasarkan kehadirannya di tempat kerja per hari seperti
tunjangan makan dan transportasi.
2.1.4 Produktivitas Kerja
Dewasa ini kesadaran akan perlunya peningkatan produktivitas
semakin meningkat, karena adanya suatu keyakinan bahwa perbaikan
produktivitas akan memberikan kontribusi positif dalam perbaikan ekonomi.
Adanya peningkatan produktivitas dapat diartikan sebagai adanya perbaikan
terus menerus, peningkatan mutu hasil kerja, sampai dengan peningkatan
pemberdayaan sumber dana dan sumber-sumber produksi lainnya.
Produktivitas merupakan perbandingan antara sejumlah input yang
kemudian mengalami proses transformasi sehingga menjadi sejumlah output
Peningkatan produktivitas merupakan dambaan setiap perusahaan.
Peningkatan produktivitas dapat terlaksana apabila perusahaan mampu
mencapai kondisi yang menyebabkan peningkatan produktivitas, seperti yang
dikemukakan oleh Haryono Sudriamunawar (2006:75) bahwa peningkatan
produktivitas terjadi apabila:
a) Keluaran meningkat, masukan berkurang
b) Keluaran meningkat, masukan konstan
c) Keluaran meningkat, masukan juga meningkat namun lambat
d) Keluaran konstan, masukan berkurang
e) Keluaran menurun, masukan juga berkurang, tetapi lebih cepat
Hal yang sama dikemukakan oleh Pandji Anoraga (2004:177), bahwa
peningkatan produktivitas dapat terlaksana apabila salah satu situasi seperti ini
dapat tercapai:
1. Keluaran meningkat, masukan berkurang
2. Keluaran meningkat, masukan meningkat tetapi lebih lambat
3. Keluaran konstan, masukan berkurang
4. Keluaran turun, masukan juga berkurang tetapi lebih cepat
Dengan demikian, dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa
para ahli tersebut memiliki pendapat yang sama tentang kriteria produktivitas
dan dengan terpenuhinya salah satu kriteria produktivitas tersebut oleh
perusahaan, maka suatu perusahaan dapat dikatakan produktif.
Istilah produktivitas bukan merupakan hal yang baru. Produktivitas
berasal dari Bahasa Inggris, product: result, outcome, kemudian berkembang
menjadi kata productive yang berarti menghasilkan, dan productivity: having
the ability or creative. Secara utuh dapat diartikan sebagai kekuatan atau
kemampuan menghasilkan sesuatu. Istilah produktivitas pertama kali muncul
pada tahun 1776 dalam artikel yang berjudul “the school of physiocraft” yang
ditulis oleh Francois Quesney (ekonom Perancis). Sedangkan produktivitas
sebagai konsep dengan keluaran dan masukan dicetuskan pertama kali oleh
David Ricardo. Inti konsepnya adalah bagaimana keluaran akan berubah
apabila besaran masukan berubah. Pokok bahasan produktivitas selalu
dikaitkan dengan organisasi, produksi dan tenaga kerja. Produktivitas
seringkali dijadikan tolok ukur keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan.
Pengertian produktivitas dapat diartikan secara beragam dari
berbagai sudut pandang tergantung siapa yang mengemukakannya dan apa
tujuannya. Seperti yang dikemukakan oleh Pandji Anoraga (2004:175) yang
mendefinisikan produktivitas ke dalam tiga konsep yaitu konsep ekonomis,
konsep filosofis, dan konsep sistem. Konsep ekonomis dikaitkan dengan
usaha manusia dalam upaya menghasilkan barang dan jasa guna pemenuhan
kebutuhan hidup manusia, konsep filosofis dikaitkan dengan pandangan hidup
dan sikap mental dalam upaya pencapaian kehidupan esok yang lebih baik
suatu sistem akan tercapai dengan adanya kerjasama dan keterpaduan dari
unsur-unsur yang relevan.
Produktivitas secara umum akan dapat diformulasikan sebagai
berikut:
Produktivitas = Output/input(measurable)+ input (invisible)
Invisible input meliputi tingkat pengetahuan, kemampuan teknis,
metodologi kerja dan pengaturan organisasi, dan motivasi kerja. Untuk
mengukur produktivitas kerja dari tenaga kerja manusia, operator mesin,
misalnya, maka formulasi berikut bisa dipakai untuk maksud ini, yaitu:
Produktivitas = total keluaran yang dihasilkan tenaga kerja jumlah
tenaga kerja yang dipekerjakan. Di sini produktivitas dari tenaga kerja
ditunjukkan sebagai rasio dari jumlah keluaran yang dihasilkan per total
tenaga kerja yang jam manusia (man-hours), yaitu jam kerja yang dipakai
untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Tenaga kerja yang dipekerjakan
dapat terdiri dari tenaga kerja langsung ataupun tidak langsung, akan tetapi
biasanya meliputi keduanya.
Mulyadi (2007:22) mengungkapkan bahwa produktivitas adalah suatu
ukuran yang berhubungan dengan produksi keluaran secara efisien dan
terutama ditujukan kepada hubungan antara keluaran dan masukan yang
digunakan untuk menghasilkan keluaran tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, secara
atau output tertentu dengan sumber daya yang digunakan sebagai masukan
sistem produksi (modal, tenaga kerja, bahan, energi, dll).
2.1.4.2 Jenis-Jenis Produktivitas
Berdasarkan pengukuran produktivitas melalui pendekatan rasio
output : input menurut Vincent Gaspersz (2000:22-23) akan mampu
menghasilkan tiga jenis produktivitas yaitu: produktivitas parsial,
produktivitas faktor-total dan produktivitas total. Produktivitas parsial atau
produktivitas faktor tunggal (single-factorproductivity) merupakan rasio dari
output terhadap salah satu jenis input. Contohnya produktivitas tenaga kerja.
Produktivitas faktor-total merupakan rasio dari output bersih terhadap
banyaknya input modal dan tenaga kerja yang digunakan. Berdasarkan
definisi di atas jenis input yang dipergunakan dalam pengukuran produktivitas
faktor total hanya faktor tenaga kerja dan modal. Sedangkan produktivitas
total merupakan rasio dari output total terhadap input total yang meliputi
semua input yang digunakan dalam proses produksi.
Lebih lanjut George J. Washnis et.all (1991:1-2) mengemukakan
bahwa produktivitas dapat dibagi menjadi:
1) Produktivitas berdasarkan strata, terdiri dari: (a) Produktivitas makro
(nasional), (b) Produktivitas sektoral, (c) Produktivitas mikro
2) Produktivitas berdasarkan faktoral, terdiri dari: (a) Produktivitas total,
(b) Produktivitas multi faktoral, (c) Produktivitas parsial, (d)
Produktivitas total dan distribusinya.
Jika output dan input yang dipergunakan itu dinyatakan dalam satuan
fisik, maka dinamakan produktivitas operasional (operational productivity
measure). Sedangkan jika output dan input yang digunakan dinyatakan dalam
satuan moneter (dollar, rupiah, dan lain-lain), maka dinamakan produktivitas
keuangan (financial productivity measure).
2.1.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas
Menurut Sinungan (2008:56-58) mengemukakan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi produktivitas perusahaan, yaitu:
a. Manusia, dipengaruhi oleh: kuantitas, tingkat keahlian, latar belakang kebudayaan dan pendidikan, kemampuan, sikap, minat, stuktur pekerjaan, keahlian, dan umur
b. Modal, dipengaruhi oleh: modal tetap (mesin, gedung, alat-alat), teknologi, dan bahan baku
c. Produksi, dipengaruhi oleh: penanganan bahan baku, perencanaan dan pengawasan produksi, pemeliharaan melalui pencegahan, energi, kuantitas, kualitas, spesialisasi produksi
d. Lingkungan. Seperti yang telah disebutkan diawal pemaparan, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas ini hanya memusatkan perhatian pada tingkat perusahaan, sehingga lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan organisasi (internal). Lingkungan ini dipengaruhi oleh: suasana/iklim kerja (sosial), sistem bonus, hubungan antar manajemen dan karyawan, lingkungan alam, organisasi dan perencanaan, serta kondisi ekonomi dan perdagangan e. Umpan balik, dalam pengertian umum umpan balik adalah informasi yang ada
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Beberapa Penelitian Sebelumnya Mengenai Produktivitas Kerja Karyawan
No. Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Dwi Medalita Sembiring
2001 Peranan Upah dan Insentif terhadap Produktivitas Tenaga Kerja pada PT. Dunkindo Lestari Cabang angka 83% yang berarti bahwa hubungan antara 2. Nadia Nasir 2008 Analisa Pengaruh Tingkat
Upah, Masa Kerja, Usia terhadap Produktivitas Tenaga Kerja
Tingkat upah yang diberikan perusahaan masih jauh di bawah ketentuan. Pengujian upah, masa kerja dan usia memiliki pengaruh parsial secara
signifikan terhadap produktivitas kerja secara nyata. Artinya tingkat upah dan masa kerja dapat
Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2013
produktivitas kerja secara nyata. 3. Irma Herliza
Rizki
2008 Peranan Sistem Aksi Penggajian dan Pengupahan dalam
2.3 Kerangka Konseptual
Variabel Bebas (X) Variabel Terikat (Y)
H1
H2
H3
H4
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sumber : Disusun Penulis, 2013
PTP. Nusantara IV (Persero) Medan Sumatera Utara, merupakan
salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perkebunan yang bergerak
dalam bidang usaha perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan
dimana dalam melaksanakan kegiatan operasi perusahaan mempekerjakan
karyawan dari berbagai tingkatan dan dalam jumlah yang sangat besar.
Kesejahteraan karyawan dapat dipicu dengan pemberian lembur pada
perusahaan, karena itu sebagai imbalannya, perusahaan memberikan upah
UPAH LEMBUR (X1)
CUTI (X3)
pemberian upah lembur, bonus, dan pengambilan cuti tersebut bisa menjadi
faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan.
2.4 Hipotesis Penelitian
Menurut Erlina (2007) Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan
maksud untuk diuji secara empiris. Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban
sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui analisis data yang
relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. Berdasarkan
tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya, dapat
dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1 : Upah Lembur (X₁) berpengaruh terhadap Produktivitas Kerja.
H2 : Bonus (X2) berpengaruh terhadap Produktivitas Kerja.
H3 : Pengambilan Cuti (X₃) berpengaruh terhadap Produktivitas Kerja.
H4 : Upah Lembur (X₁), Bonus (X2), Pengambilan Cuti (X₃) berpengaruh