BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kolostomi merupakan sebuah lubang yang dibuat oleh dokter ahli bedah
pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991 dalam
Murwani, 2009). Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan yang berupa
mukosa kemerahan disebut dengan stoma. Kolostomi dapat dibuat secara
permanen ataupun temporer (sementara) yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien (Murwani, 2009).
Tindakan kolostomi paling sering dilakukan karena adanya karsinoma
kolon dan rektum (Mayers, 1996). Angka kejadian karsinoma kolon dan rektum di
Amerika Serikat bekisar 150.000 dalam setahun (Smeltzer & Bare, 2002).
Sedangkan di Indonesia prevalensi karsinoma kolon dan rektum cukup tinggi, dan
kejadiannya meningkat pada usia diatas 40 tahun (Sjamsuhidajat, 1997). Pada saat
peneliti melakukan studi pendahuluan di RSUP H. Adam Malik Medan, jumlah
pasien kolostomi mulai bulan januari 2009 sampai dengan September 2011
sebanyak 1.221 jiwa.
Pasien dengan pemasangan kolostomi disertai dengan tindakan laparotomi
(operasi pembukaan dinding perut). Luka laparotomi sangat beresiko mengalami
infeksi karena letaknya yang bersebelahan dengan lubang stoma yang
kemungkinan banyak mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka
(Murwani, 2009). Komplikasi pada stoma yang dapat terjadi adalah
adanya pergeseran feses yang sulit dikeluarkan, stenosis akibat penyempitan
lumen, prolap pada stoma akibat kelemahan otot abdomen, perdarahan stoma
akibat tidak adekuatnya haemostasis dari jahitan batas mucocutaneus, edema
jaringan stoma akibat tekanan dari hematoma peristomal dan pengkerutan dari
kantong kolostomi, nekrotik stoma akibat cedera pada pembuluh darah stoma, dan
retraksi/pengkerutan stoma akibat kantong stoma yang terlalu sempit/tidak pas
untuk ukuran stoma dan akibat jaringan scar disekitar stoma (Blackley, 2004).
Penelitia
kulit yang telah menggunakan kantong stoma yang normal. Dermatosis termasuk
reaksi iritasi, terutama dari kebocoran urin atau tinja (42%); penyakit kulit yang
sudah ada, terutama psoriasis, dermatitis seboroik dan eksim (20%), infeksi (6%);
dermatitis kontak alergi (0,7%) dan pioderma gangrenosum (0,6% kejadian
tahunan). Selanjutnya 15% dari pasien mengalami dermatitis persisten atau
berulang tidak diketahui dengan pasti apakah akibat alergi, infeksi atau iritasi
terang fekal. Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa insiden peristomal
kulit pada pasien ostomy berkisar 25% sampai 35%. Penelitian
menyatakan tidak ada masalah kulit tapi secara keseluruhan 27 pasien memiliki
gangguan kulit (11 dari mereka menyadari memiliki masalah dan 16 dari mereka
tidak sadar). Pasien yang melakukan perawatan stoma tidak melaporkan masalah
apapun meskipun 27 mempunyai beberapa gangguan kulit. Tidak ada pasien yang
dilaporkan memiliki erosi kulit meskipun 13 terdeteksi oleh perawat stoma.
baru tetapi juga untuk pasien lain dengan stoma permanen yang mungkin lebih
membutuhkan pendidikan.
Perawatan stoma harus diajarkan pada pasien dan keluarga bersamaan
dengan bagaimana menerapkan drainase kantung dan melaksanakan irigasi.
Karena singkatnya masa perawatan (2-4 minggu), pasien belum dapat sepenuhnya
terlatih dalam teknik perawatan stoma sebelum pulang (Smeltzer & Bare, 2002).
Dalam penelitian Panusur dan Nurhidayah (2007), sebagian besar responden
pasien kolostomi (58,33%) mempunyai gambaran diri negatif setelah tindakan
kolostominya ketika pasien akan pulang dari perawatan. Pasien dengan kolostomi
akan menganggap bahwa stoma mereka akan tetap dapat terlihat oleh orang lain
walaupun sebenarnya tidak terlihat sehingga mereka merasa takut akan di tolak
oleh pasangan, teman dekat ataupun orang–orang disekitarnya.
Syok psikologis merupakan reaksi emosional pasien terhadap perubahan,
dan dapat terjadi pada saat pertama pembuatan stoma ditetapkan atau setelah
operasi dilakukan. Reaksi pasien saat ini mungkin menggunakan pertahanan ego
mengingkari, menolak, proyeksi untuk mempertahankan keseimbangan diri.
Tahap menarik diri merupakan tahap dimana pasien menjadi sadar akan kenyataan
dan ingin lari dari kenyataan, reaksi pasien pada tahap ini mungkin pasien menjadi
sangat tergantung, pasif, tidak ada motivasi dalam berperan dalam perawatannya.
Oleh karena itulah, pasien membutuhkan orang lain yang dapat membantunya
dalam melakukan perawatan ketika pasien meninggalkan rumah sakit (WHO,
sehingga keluarga nantinya diharapkan dapat memantau dan ikut membantu
pasien untuk mencapai self care-nya.
Menurut Friedman (1986, dalam Setiawan & Dermawan, 2008), salah satu
fungsi keluarga adalah fungsi pemenuhan (perawatan/pemeliharaan) kesehatan
yang merupakan fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan
dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Tujuan dari
fungsi ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga dalam
merawat anggota keluarga yang sakit (Suprajitno, 2004). Berkembangnya
kemampuan seseorang terjadi melalui tahapan tertentu, yang dimulai dari
pembentukan pengetahuan, sikap, sampai dimilikinya keterampilan baru (Suliha,
dkk, 2001).
Pada saat survey awal ke ruangan pada tanggal 26 september sampai 3
oktober 2012 terdapat 6 pasien kolostomi yang sedang dirawat inap yang terdiri
dari 4 dirawat di Rindu B Ruang 3 (onkologi) dan 2 di Rindu B Ruang 2A ( bedah
digestif). Peneliti mendapatkan bahwa 3 anggota keluarga dari pasien kolostomi
tidak tahu dampak yang akan terjadi apabila stoma tidak dirawat, tidak tahu kapan
kantong kolostomi harus diganti, tidak tahu apa yang harus dilakukan jika kantong
kolostomi sudah penuh, tidak tahu dan tidak mampu bagaimana cara membuka
kantong kolostomi dengan baik, tidak tahu dan tidak mampu apa yang dapat
dilakukan apabila terjadi iritasi disekitar stoma, tidak tahu cara membersihkan
stoma, dan tidak mampu untuk memasang kantong kolostomi seandainya lepas.
Hal ini memungkinkan untuk diberikan edukasi pada keluarga tentang perawatan
Dari latar belakang masalah yang sudah disebutkan di atas, maka peneliti
merasa tertarik untuk meneliti apakah ada pengaruh edukasi terhadap kemampuan
keluarga dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang mengalami
kolostomi di RSUP. H. Adam Malik Medan.
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi apakah ada pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga
dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang mengalami kolostomi di
Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan.
3. Pertanyaan penelitian
a. Bagaimana kemampuan keluarga tentang perawatan stoma pada anggota
keluarga yang mengalami kolostomi sebelum diberi edukasi tentang
perwatan stoma?
b. Bagaimana kemampuan keluarga merawat stoma pada anggota keluarga
yang mengalami kolostomi setelah diberi edukasi tentang perawatan
stoma?
c. Apakah ada pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga dalam
perawatan stoma pada anggota keluarga yang mengalami kolostomi?
4. Hipotesa Penelitian
Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada pengaruh edukasi terhadap
kemampuan keluarga dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang
5. Tujuan penelitian 5.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh edukasi terhadap
kemampuan keluarga dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang
mengalami kolostomi di Rindu B Ruang 2A RSUP. H. Adam Malik Medan.
5.2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk:
a. Mengidentifikasi kemampuan keluarga dalam perawatan stoma pada
anggota keluarga yang mengalami kolostomi sebelum diberi edukasi
tentang perwatan stoma.
b. Mengidentifikasi kemampuan keluarga dalam merawat stoma pada
anggota keluarga yang mengalami kolostomi setelah diberi edukasi
tentang perawatan stoma.
c. Mengidentifikasi pengaruh edukasi terhadap kemampuan keluarga dalam
perawatan stoma pada anggota keluarga yang mengalami kolostomi.
6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan manfaat kepada berbagai
pihak.
6.1. Bagi Keluarga
Keluarga mendapat informasi dan pengetahuan tentang perawatan stoma
dan dapat menerapkannya pada saat merawat stoma pada salah satu anggota
6.2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Sebagai informasi bagi pendidikan keperawatan tentang pentingnya
perawatan stoma pada pasien kolostomi sehingga dapat dikembangkan dan
diperkenalkan pada calon perawat di dunia pendidikan keperawatan.
6.3. Bagi Praktisi keperawatan
Bila hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh edukasi terhadap
kemampuan keluarga dalam perawatan stoma pada anggota keluarga yang
mengalami kolostomi, diharapkan sebagai perawat yang merupakan salah satu
elemen pelayanan kesehatan agar dapat memberikan edukasi kepada keluarga
tentang perawatan stoma agar keluarga mampu merawat pasien kolostomi. Selain
itu hasil penelitian ini juga dapat digunakan sebagai data dan informasi untuk
evaluasi dalam pengembangan praktek keperawatan klinik khususnya di bagian
keperawatan medikal bedah.
6.4. Penelitian keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar pada penelitian
berikutnya, yang menyangkut pengembangan asuhan keperawatan khususnya