• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Pemerintah Terhadap Kelembagaa (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kebijakan Pemerintah Terhadap Kelembagaa (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Kebijakan Pemerintah Terhadap Kelembagaan Kelompok Sadar

Wisata (POKDARWIS) dalam Pengembangan Desa Wisata

di Provinsi Bali

Oleh

Putri Kusuma Sanjiwani

[email protected]

Program Studi S1 Destinasi Pariwisata

Fakultas Pariwisata

Universitas Udayana

I.

PENDAHULUAN

Pariwisata merupakan primadona untuk perekonomian Indonesia yang

dapat menunjang pendapatan negara dalam hitungan cepat atau instan dan dinilai

sangat efisien. Pasar global telah membuat negara-negara di dunia

berlomba-lomba membuat produk wisata untuk ditawarkan kepada wisatawan. Persaingan

dalam promosi pariwisata dan mampu bertahan dalam persaingan pasar global

harus dibarengi dengan adanya pelayanan publik yang memadai. Trend pariwisata

dunia saat ini adalah pengembangan pariwisata minat khusus dimana pariwisata

minat khusus lebih mengarah kepada pemanfaatan sumber daya lokal. Perbedaan

budaya dan bentang alam di setiap negara yang ada di belahan dunia adalah

kekayaan yang tidak ternilai harganya dan menjadi potensi utama pariwisata. Para

wisatawan lebih banyak mengunjungi daya tarik wisata yang berbasis alam dan

budaya, hal ini disebabkan oleh adanya kejenuhan akan hiruk pikuk pariwisata

seperti pariwisata yang berkembang di Bali Selatan. Perubahan orientasi

wisatawan tersebut telah mendorong kebijakan pariwisata yang ditempuh

(2)

Pengembangan daya tarik wisata seperti Desa Wisata seperti

perkembangan sebuah jamur yang melanda Indonesia saat ini. Indonesia

mengembangkan produk pariwisata budaya dengan menonjolkan sisi Desa Wisata

sebagai salah satu daya tarik wisata unggulan dimana dua komponen yaitu budaya

dan masyarakat menjadi titik utama dalam pengembangan Desa Wisata.

Kebijakan pemerintah di dalam melakukan promisi pariwisata, pelayanan publik,

pengembangan kawasan pariwisata, membentuk produk-produk wisata yang

inovatif, dan meningkatkan sumber daya manusia, serta melakukan kampanye

sadar wisata telah dilakukan untuk dapat memajukan pariwisata. Kebijakan di

dalam pengembangan Desa Wisata adalah menetapkan desa-desa yang memiliki

potensi pariwisata untuk menjadi Desa Wisata, kewenangan ini di delegasikan

Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk menetapkan desa-desa yang

memiliki potensi budaya untuk menjadi daya tarik wisata dengan regulasi hukum

berupa produk hukum yaitu Peraturan Daerah tentang pemilihan desa-desa yang

menjadi Desa Wisata.

Pengembangan Desa Wisata memerlukan adanya dukungan dua arah yaitu

dukungan ekstern dan dukungan intern. Dukungan ekstern itu sendiri didapat dari

adanya dukungan pemerintah dan LSM (Lembaga Sosial dan Masyarakat) yang

peduli akan Desa Wisata sedangkan untuk dukungan intern adalah adanya

dukungan, keterlibatan serta partisipasi masyarakat yang sadar akan wisata.

Masyarakat adalah salah satu unsur penting sebagai dukungan intern, khususnya

para elit-elit desa yang mampu membawa desa mereka menjadi lebih maju dan

berkualitas.

Pemerintah Provinsi Bali telah menganggarkan dana sebesar Rp.

30.000.000.000 untuk pengembangan 100 Desa Wisata di Pulau Bali dalam kurun

waktu 4 tahun (dimulai Tahun 2014). Penganggaran dana tersebut harus didukung

oleh adanya aturan hukum yang jelas dengan mewajibkan membuat penetapan

terhadap pembentukan Desa Wisata di setiap Kabupaten yang ada di Bali.

Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali dalam menetapkan Desa Wisata telah

mewajibkan Desa Wisata tersebut untuk memiliki POKDARWIS (Kelompok

(3)

POKDARWIS bukanlah sebuah boneka pajangan dari program

pemerintah dalam pengembangan Desa Wisata. Apabila dibutuhkan dalam

capaian suatu realisasi Desa Wisata dalam program kerja pemerintah, maka

POKDARWIS sebagai bukti eksistensi suatu Desa Wisata atau bukti telah

dibentuknya sebuah Desa Wisata. Sejatinya kehadiran POKDARWIS sangat

penting atau diperlukan dalam kelembagaan suatu Desa Wisata. POKDARWIS

merupakan motor penggerak pengembangan dan pemberdayaan Desa Wisata

tersebut. Kebijakan pemerintah terhadap pengelolaan POKDARWIS di Desa

Wisata sangat dipandang perlu baik dalam pembentukan pelembagaan sistematis

serta adanya payung hukum yang jelas dalam menjalankan tugas POKDARWIS

di Desa Wisata.

II.

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Kebijakan dalam Sistem Pemerintahan Indonesia

Indonesia adalah negara dari kesatuan wilayah-wilayah yang disebut

dengan Provinsi. Provinsi tersebut dibagi lagi menjadi daerah Kabupaten atau

Kota. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidential dengan memberikan

otonomi daerah yang menganut asas desentralisasi sesuai dengan Undang-Undang

No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Arah kebijakan di Negara

Kesatuan Republik Indonesia mengikuti arah kebijakan pemerintah dan siapa

yang memimpin yaitu Presiden. Pemerintah dan Presiden adalah pengambil

kebijakan yang utama dan sangat berpengaruh terhadap Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Menurut Dye yang dikutip oleh Winarno, kebijakan adalah

sebagai pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu

(whatever governments choose to do or not to do) 1.

Kebijakan pemerintah terdiri dari dua bagian yaitu kebijakan publik dan

kebijakan sosial, berikut penjelasannya :

a. Kebijakan Publik

      

(4)

Suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama, harus ditaati dan berlaku

mengikat bagi seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai

dengan bobot pelanggaran yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan oleh lembaga

yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.

b. Kebijakan Sosial

Suatu cara pengambilan tindakan dalam melanjutkan proses pemerintahan,

kepartaian, kekuasaan, kepemimpinan negara dan lain – lain, arah dalam

pengambilan suatu tindakan itu haruslah sesuai dengan keadaan yang sedang

dihadapi.

Tujuan kebijakan pemerintah adalah efisiensi (efficiency), pemerataan (equity)

dan ketahanan (security). Terdapat dua tatanan kebijakan dala sistem pemerintaha

di Indonesia yaitu:

1. Kebijakan Nasional adalah kebijakan negara yang bersifat fundamental dan

strategis dalam pencapaian tujuan nasional. Kewenangan dipegang: MPR,

Presiden, DPR

2. Kebijakan Wilayah adalah kebijakan pemerintah daerah sebagai pelaksanaan

asas desenralisasi dalam rangka mengatur urusan Rumah Tangga Daerah.

Kewenangan: Gubernur dan DPRD Provinsi untuk Daerah Provinsi,

Bupati/Walikota untuk Daerah Kabupaten/Kota

Pemerintah Pusat memegang kendali utama dalam kewenangan

mengeluarkan kebijakan pemerintahan, adanya asas desentralisasi dalam otonomi

daerah menyebabkan adanya pembagian kewenangan baik secara atribusi,

delegasi dan mandat. Pemerintah Pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah

Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara

(5)

Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

Pemerintah Pusat sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007

tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota yang tertuang di dalam Pasal

2 angka 2 menyatakan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

Pemerintah Pusat adalah :

1. Politik luar negeri

2. Pertahanan

3. Keamanan

4. Yustisi

5. Moneter dan fiskal nasional, serta

6. Agama.

Pemerintah Daerah di dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi

dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota yang tertuang di dalam Pasal 7 angka

2 meliputi urusan wajib sebagaimana dimaksud meliputi :

a. pendidikan;

b. kesehatan;

c. lingkungan hidup;

d. pekerjaan umum;

e. penataan ruang;

f. perencanaan pembangunan;

g. perumahan;

(6)

i. penanaman modal;

j. koperasi dan usaha kecil dan menengah;

k. kependudukan dan catatan sipil;

l. ketenagakerjaan;

m. ketahanan pangan;

n. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

o. keluarga berencana dan keluarga sejahtera;

p. perhubungan;

q. komunikasi dan informatika;

r. pertanahan;

s. kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;

t. otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah,

perangkat daerah, kepegawaian, dan persandian;

u. pemberdayaan masyarakat dan desa;

v. sosial;

w. kebudayaan;

x. statistik;

y. kearsipan; dan

z. perpustakaan.

Kewenangan di dalam urusan pemerintahan yang terdiri dari urusan pemerintahan

wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan

pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah. Pemerintah Daerah

juga memiliki urusan pilihan dimana urusan pilihan adalah urusan pemerintahan

yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang

bersangkutan. Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

a. kelautan dan perikanan;

b. pertanian;

(7)

d. energi dan sumber daya mineral;

e. pariwisata;

f. industri;

g. perdagangan;

h. ketransmigrasian.

Pemerintah dalam melahirkan sebuah kebijakan baik Pemerintah Pusat

atau Pemerintah Daerah, maka harus terlebih dahulu memperhatikan kewenangan

antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah memiliki

kewenangan delegasi dalam sistem desentralisasi yang dianut Pemerintah

Indonesia dalam mengeluarkan kebijakan pemerintahan. Suatu kebijakan memuat

3 (tiga) elemen yaitu 2:

1. Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.

2. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

3. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata

dari taktik atau strategi

2.2. Dasar Hukum Pembuatan Kebijakan Desa Wisata di Provinsi Bali

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum dimana dalam

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia

1945, ini menunjukkan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh penguasa dan

masyarakat harus berdasarkan pada hukum bukan berdasarkan pada kekuasaan.

Pengambilan kebijakan pemerintah harus memperhatikan peraturan-peraturan

yang sudah ada sebagai bahan pertimbangan sesuai dengan hirarki peraturan

perundang-undangan yaitu :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

      

(8)

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Kebijakan umum pemerintah dalam pola kebijakan pengembangan daya

tarik wisata adalah 3:

a. Prioritas pengembangan daya tarik wisata

b. Pengembangan pusat-pusat penyebaran kegiatan wisatawan

c. Meningkatkan kegiatan penunjang pengembangan daya tarik wisata

Bentuk kebijakan pemerintah dalam mengeluarkan produk hukum berupa dasar

hukum pembentukan Desa Wisata yaitu :

1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan

Daerah-DaerahTingkat II dalam Wilayah Daerah-Daerah Tingkat I Bali, Nusa

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan

6. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi

Perangkat Daerah

7. Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tata Cara

Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten / Kota kepada Desa.

8. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 tentang

Kepariwisataan Budaya Bali

2.3. Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Desa Wisata

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pasal 1 angka 1

menyatakan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas

      

(9)

wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan,

kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,

dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penetapan Desa Wisata oleh Pemerintah

Daerah baik Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten atau Kota adalah dengan

memperhatikan 4 kriteria sebagai berikut :

1. Potensi desa

2. Daya tarik alam

3. Sumber daya manusia

4. Ciri khas budaya

Menurut Peraturan Bupati Badung No. 47 Tahun 2010 tentang Penetapan

Kawasan Desa Wisata di Kabupaten Badung pada Pasal 1 angka 6 menyatakan

bahwa Desa Wisata adalah wilayah pelestaraian alam lingkungan ekosistim serta

simpul budaya tradisional masyarakat dengan tidak menghambat perkembangan

warganya untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui usaha

kepariwisataan. Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki

beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di kawasan

ini, penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli.

Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian dan

sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Di luar faktor-faktor

tersebut, alam dan lingkungan yang masih asli dan terjaga merupakan salah satu

faktor terpenting dari sebuah kawasan tujuan wisata.

Desa wisata merupakan pengembangan fungsi suatu desa yang memiliki

unsur-unsur atau potensi serta aktivitas baik dari sektor desa atau masyarakat yang

dikemas menjadi satu kesatuan atau rangkaian produk wisata yang menonjolkan

sisi kearifan lokal yaitu karakteristik desa serta keunikan desa tersebut. Sebuah

desa wisata harus mampu menyajikan karakteristik dan keunikan desa tersebut

seperti budaya masyarakat setempat. Budaya merupakan sebuah hasil cipta, rasa

dan karsa masyarakat setempat yang dilestarikan secara turun temurun dan

menyatu dalam nafas desa tersebut sehingga dapat menjadi sebuah filosofi, adat

(10)

segala hal budaya yang bersifat tangible maupun intangible. Keunikan arsitektur setiap daerah memiliki keunikan masing-masing yang merupakan suatu keunikan

serta karakteristik yang kuat bagi suatu desa. Desa Wisata menawarkan wisatawan

tinggal bersama penduduk, tidur dikamar yang sederhana tapi bersih dan sehat,

makanan tradisional merupakan hidangan utama yang hendak disajikan selama di

desa wisata, wisatawan merasakan adanya kepuasan karena adanya penyambutan,

dan pelayanan dari penduduk desa tersebut.

Pengembangan Desa Wisata, apabila berhasil akan memberikan banyak

manfaat baik bagi pariwisata maupun bagi masyarakat dan kebudayaan Bali.

Pengembangan Desa Wisata merupakan salah satu cara untuk mencapai

pemerataan pembangunan pariwisata dan manfaatnya, sebagaimana dicita-citakan

oleh Undang-undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan Perda Bali

No. 3 Tahun 1991 tentang Kepariwisataan Budaya Bali. Pengembangan Desa

Wisata Kota Denpasar yang memiliki 6 Desa Wisata binaan yaitu:

1. Desa Sanur Kauh

2. Desa Sanur Kaja

3. Kelurahan Sanur

4. Desa Penatih

5. Desa Kertalangu

6. Kelurahan Serangan

Kabupaten Badung memiliki 11 Desa Wisata yang sudah di tetapkan secara resmi

di dalam Peraturan Bupati Badung No. 47 Tahun 2010 tentang Penetapan

Kawasan Desa Wisata di Kabupaten Badung yaitu sebagai berikut :

1. Desa Bongkasa Pertiwi

2. Desa Pangsan

3. Desa Kerta

4. Desa Plaga

5. Desa Belok

6. Desa Carang Sari

7. Desa Sangeh

(11)

9. Desa Kapal

10.Desa Mengwi

11.Desa Munggu

Terjadi kekosongan norma dalam tatanan hirarki peraturan

perundang-undangan tentang Desa Wisata. Kekosongan norma adalah dapat terjadi

ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid) atau ketidakpastian peraturan

perundang-undangan yang berakibat timbulnya kekacauan hukum

(rechtsverwarring). Pemerintah Kabupaten Badung di dalam mengisi kekosongan

norma tersebut mengeluarkan kebijakan pemerintah dengan menetapkan

Peraturan Bupati Badung No. 47 Tahun 2010 tentang Penetapan Kawasan Desa

Wisata di Kabupaten Badung untuk dapat memberikan kepastian hukum kepada

Desa-Desa yang ditetapkan sebagai Desa Wisata.

Desa dan Desa Wisata memiliki fungsi yang berbeda di dalamnya.

Undang-Undang Desa hanya mengatur tentang Desa secara umum tetapi Desa

Wisata memiliki banyak hal yang khusus dalam pengembangan dan

pengelolaannya harus mendapat pengaturan tersendiri. Kekosongan hukum dalam

Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang khusus mengatur Desa Wisata

dapat membuat Desa Wisata tidak dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan

fungsinya.

2.4. Kebijakan Pemerintah Terhadap Kelembagaan Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS)

Sadar wisata memiliki pengertian dimana adanya pemahaman akan arti

dan hakikat pengembangan pariwisata menjadi hal utama bagi para pihak dalam

pariwisata. Para pihak adalah orang pertama yang merasakan dan melakukan

kegiatan pariwisata di dalam sebuah daya tarik wisata khususnya Desa Wisata.

Masyarakat memiliki peran yang sangat penting di dalam perkembangan Desa

Wisata. Masyarakat sadar akan wisata akan memberikan dampak positif di dalam

pengembangan Desa Wisata. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya

mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan

(12)

kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan,

program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan

prioritas kebutuhan masyarakat Desa.

Menggalang peran serta masyarakat, terdapat 4 komponen penting yang

harus dirangkul yaitu :

1. Komponen Pemerintah

2. Komponen Penyelenggara Pariwisata

3. Komponen Masyarakat Penerima Pariwisata

4. Komponen Wisatawan

Dapat diuraikan dalam skema sebagai berikut :

Masyarakat dapat berperan serta secara maksimal apabila :

1. Memiliki motivasi yang kuat

2. Memiliki kemauan dan kemampuan untuk berperan

Masyarakat sadar wisata adalah masyarakat yang mengetahui dan

menyadari apa yang dikerjakan dan juga masalah-masalah apa yang dihadapi

untuk membangun dunia pariwisata nasional. POKDARWIS adalah kelembagaan

di tingkat masyarakat yang anggotanya terdiri dari para pelaku kepariwisataan

yang memiliki kepedulian dan tanggung jawab serta berperan sebagai penggerak

dalam mendukung terciptanya iklim kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya

kepariwisataan serta terwujudnya Sapta Pesona dalam meningkatkan

Pemerintah 

Penyelenggara 

Pariwisata 

(13)

pembangunan daerah melalui kepariwisataan dan manfaatkannya bagi

kesejahteraan masyarakat sekitar. POKDARWIS adalah kelompok yang diabuat

oleh masyarakat dengan swadaya masyarakat dimana kehadirian POKDARWIS

ini memiliki manfaat dari, oleh dan untuk masyarakat di desa wisata tersebut

untuk meningkatkan pengembangan desa wisata.

POKDARWIS merupakan kelompok swadaya dan swakarsa masyarakat

yang dalam aktivitas sosialnya berupaya untuk:

• Meningkatkan pemahaman masyarakat lokal terhadap kepariwisataan

• Meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat lokal dalam

pengembangan Desa Wisata

• Mempererat persatuan dan mengembangkan kepedulian masyarakat lokal

terhadap pengembangan Desa Wisata

• Mempelopori pengembangan beragam potensi wisata di lingkungan desa

atau antar desa.

• Melestarikan nilai-nilai seni, budaya, adat dan sejarah lokal yang

mendukung kemajuan Desa Wisata yang berdampak positif secara

ekonomi dan sosial pada masyarakat.

Kewenangan perekrutan anggota dalam kelembagaan POKDARWIS

terletak di Desa Adat. Desa Adat melakukan tugasnya dengan menarik para

elit-elit desa sebagai orang-orang yang duduk sebagai POKDARWIS. Para elit-elit-elit-elit

desa tersebut memiliki kompetensi di dalam pengembangan Desa Wisata, elit-elit

desa biasanya adalah mereka yang memiliki kemauan, tekad dan tujuan yang

sama dalam memajukan Desa Wisata mereka. Kewenangan POKDARWIS dalam

menjalankan tugasnya terkategori sebagai kewenangan lokal berskala desa.

Kewenangan lokal berskala desa adalah kewenangan untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat Desa yang telah dijalankan oleh Desa atau

mampu dan efektif dijalankan oleh Desa atau yang muncul karena perkembangan

Desa dan prakasa masyarakat Desa.

Sebagian besar POKDARWIS di Provinsi Bali mengalami mati suri.

(14)

tindakan untuk memajukan Desa Wisata mereka. Sebagian besar dari

POKDARWIS mempertanyakan pertanyaan klasik sebagai berikut :

1. Kepada siapa POKDARWIS mempertanggungjawabkan hasil dari

pekerjaan mereka ?

2. Bagaimana bentuk kewenangan serta batas kewenangan yang diterima

oleh POKDARWIS ?

3. Bagaimana bentuk kelembagaan POKDARWIS dan kepastian hukum

POKDARWIS ?

Kekosongan norma dalam pengaturan Desa Wisata dalam lingkup wilayah yaitu

tidak adanya Peraturan Daerah maupun Kabupaten/Kota yang berdampak

POKDARWIS sebagai lembaga yang pincang dalam kewenangannya.

POKDARWIS ada di dalam Desa Wisata tetapi tidak memiliki kewenangan

apa-apa di dalamnya.

III.

PENUTUP

Kebijakan Pemerintah Pusat dalam mengeluarkan kebijakan berupa

produk hukum yaitu Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa belum

dapat memberikan kepastian hukum secara maksimal kepada Desa Wisata yang

memiliki fungsi dan tujuan yang berbeda dari desa-desa pada umumnya.

Perlakuan terhadap Desa Wisata tidak bisa diseragamkan dengan desa-desa pada

umumnya. Kekosongan norma tentang Desa Wisata terdapat dalam tatanan

payung hukum Undang-Undang beserta turunan dari Undang-Undang yaitu

Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah. Pemerintah Kabupaten Badung

bergerak lebih dahulu dalam mengeluarkan kebijakan yaitu mengeluarkan produk

hukum berupa Peraturan Bupati Badung No. 47 Tahun 2010 tentang Penetapan

Kawasan Desa Wisata di Kabupaten Badung. Pemerintah Kabupaten Badung

melangkahi peraturan diatasnya dalam mengeluarkan kebijakan karena dianggap

sangat penting untuk kelangsungan dan kemajuan Desa Wisata. Peraturan Bupati

Badung No. 47 Tahun 2010 masih belum membahas bagaimana kejelasan dari

(15)

hukum terhadap Desa Wisata belum sepenuhnya disadari oleh Pemerintah

Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Bali. Permasalahan

kekosongan norma dalam pengaturan Desa Wisata dan kelembagaan

POKDARWIS harus cepat ditangani agar masyarakat lokal yang bergerak dalam

pengembangan dan pengelolaan Desa Wisata tersebut dapat bekerja secara

maksimal dan juga dapat menjalankan program pemerintah secara maksimal,

(16)

DAFTAR PUSTAKA Literatur

Budi Winarno. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Media Pressindo,Yogyakarta.

Firmansyah Rahim. 2012. Pedoman Kelompok Sadar Wisata. Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Pariwisata

dan Ekonomi Kreatif, Jakarta.

Gamal Suwantoro. 2004. Dasar-Dasar Pariwisata. Andi, Yogyakarta.

Islamy, Irfan. 2007. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi

Aksara, Jakarta.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11).

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495)

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587).

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota. (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737).

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 2).

Referensi

Dokumen terkait

indikator EBT= 2,8 – 4,8 EBT tidak dapat digunakan sebagai indikator pd titrasi ion logam Ca dengan EDTA. titik

Adapun data tanaman tomat yang terserang oleh nematoda di atas (Tabel 5 dan 6) jika di konversikan per hektarnya maka didapatkan data sebagai berikut; (Tabel 5 dan 6) dalam luasan

Rumusan masalah penelitian adalah (1) apakah penerapan metode role playing dengan multimedia dapat meningkatkan keterampilan guru dalam pembelajaran bermain drama

1) Pengaruh fraksi ukuran butir terhadap nilai iodine dari karbon aktif hasil proses aktifasi fisik sangat signifikan hal ini dapat dilihat bahwa makin halus

In this study, besides comparing the door- to- needle time of starting streptokinase in the emergency department, discussion will be made on the current concept of acute

Oleh sebab itu kurangnya pengetahuan dan informasi ibu mengenai alat kontrasepsi menyebabkan wanita usia subur lebih memilih alat kontrasepsi suntik, untuk

• Salah satu anggota saluran memiliki, terikat dalam suatu kontrak pihak yang lainnya, atau memiliki kekuasaan yang paling besar.. Vertical

Sam Ruben and Martin Kamen co- discovered the isotope carbon-14 on February 27, 1940, at the University of California Radiation Laboratory, Berkeley, when they bombarded graphite in