6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Tematik
Prastowo (2013: 223) mengemukakan bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang mengaitkan beberapa mata pelajaran dengan tema. Sependapat dengan pembelajaran tematik yang dikemukakan oleh Kemendikbud (2013: 7) bahwa pembelajaran tematik yaitu pembelajaran yang memadukan beberapa mata pelajaran dengan tema untuk mempermudah siswa dalam belajar beberapa mata pelajaran secara bersamaan. Adapun pendapat mengenai pembelajaran tematik yang dikemukakan oleh Rusman (2011: 254) bahwa pembelajaran tematik adalah suatu model pembelajaran yang dapat mendorong siswa terlibat aktif mencari, menggali dan menemukan solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Pembelajaran tematik dirancang untuk siswa terlibat aktif untuk mengasah kemampuan berpikir secara mandiri dalam pembelajaran.
7
Pembelajaran tematik kurikulum 2013 dalam satu semester berdasarkan revisi 2016 untuk kelas 4 terdiri dari 4 tema dan masing-masing tema terdiri dari 3 subtema. Pembelajaran tematik terpadu kelas 4 SD semester I dalam satu semester secara rinci disajikan dalam tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2
Tema dan Subtema Kelas 4 SD Kurikulum 2013 Semester I Berdasarkan Revisi 2016
Sumber : Buku guru kurikulum 2013 kelas 4 semester I revisi 2016
Pembelajaran kurikulum 2013 pada kelas 4 terdiri dari 4 tema. Masing-masing tema terdiri dari 3 subtema. Salah satu tema yang akan digunakan adalah tema indahnya kebersamaan subtema 2 Kebersamaan dalam keberagaman dan subtema 3 Beryukur atas Keberagaman. Penelitian ini hanya mengkhususkan penelitian pada tema 1 subtema 2 dan subtema 3 dengan pembelajaran 1 dan 5.
No Tema Sub Tema
1 Indahnya Kebersamaan
1. Keragaman budayaku
2. Kebersamaan dalam keberagaman
3. Besyukur atas keberagaman
2 Selalu Berhemat Energi
1. Macam-macam sumber energy
2. Pemanfaat energy
3. Gaya dan gerak
3 Peduli Terhadap Makhluk Hidup
1. Hewan dan tumbuhan dilingkungan rumahku
2. Keberagaman makhluk hidup di
lingkunganku
3. Ayo cintai lingkungan
4 Peduli Pekerjaan
1. Jenis-jenis pekerjaan
2. Barang dan jasa
8
Meskipun penelitian ini termasuk dalam kurikulum 2013, namun peneliti lebih fokus pada pembelajaran IPS saja.
2.1.2 Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar
Mata pelajaran dalam kurikulum 2013 sama dengan mata pelajaran berbasis KTSP. Sa’dun dan Hadi (2010: 84) mengatakan bahwa materi IPS disajikan dimulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah keatas. Dalam materi pelajaran IPS mengandung unsur-unsur yang terkait dalam kehidupan sosial seperti sebuah peristiwa, konsep, sebuah fakta-fakta serta generalisasi yang biasa terjadi dalam lingkungan sosial.
Susanto (2003: 139) mengatakan bahwa IPS adalah salah satu bagian program dari pendidikan dimana didalamnya berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial dan kehidupan manusia serta mengajarkan siswa mengembangkan pengetahuannya mengenai ilmu sosial serta hubungan interaksi dalam kehidupan manusia. Definisi ini senada dengan Suwarso dan Widiarto (2010: 5) menjelaskan bahwa IPS merupakan ilmu yang menelaah mengenai kehidupan manusia di lingkungannya, hubungan interaksi antar manusia di lingkungannya.
Adapun Akbar dan Sriwijaya (2010: 85) mengemukakan bahwa ruang lingkup mata pelajaran IPS yang dipelajari dalam tingkat sekolah dasar yaitu tempat tinggal manusia, waktu dan perubahan kehidupan manusia, sistem-sistem sosial yang ada di indonesia serta keragaman budaya indonesia, kegiatan ekonomi dan badan-badan kesejahteraan di masyarakat. Menurut Suwarso dan Widiarto (2010: 8) mengemukakan bahwa ruang lingkup yang dipelajari dalam materi IPS tingkat sekolah dasar mengenai seputar lingkungan keluarga, cara manusia menjalin interaksi kepada tetangganya, interaksi manusia didalam komunitas baik dalam negeri maupun luar negeri, mempelajari keragaman budaya di indonesia, mempelajari letak geografi dan sejarah negara Indonesia, dan mengenai sejarah dan geografi serta mempelajari tentang belahan dunia.
9
manusia yang berinteraksi antar manusia dan dengan lingkungan. Siska (2016: 12) mengatakan bahwa tujuan diberikannya pembelajaran IPS di SD adalah dapat memperluas cara berpikir siswa dan melatih keterampilan dasar yang akan bermanfaat bagi diri sendiri didalam kehidupannya. Pembelajaran IPS diterapkan di sekolah dasar dengan harapan dapat memperluas atau mengembangkan pengetahuan serta keterampilannya agar dirinya dapat mempergunakan pengetahuan dan keterampilan yang sudah dimilikinya dapat diterapkan di dalam kehidupannya sehingga menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
Pemikiran usia anak sekolah dasar menurut Susanto (2013: 79) yang mengacu berdasarkan teori piaget ini mengemukakan bahwa pemikiran usia anak sekolah dasar dari usia 7-11 tahun termasuk tahap pemikirannya masih mengenai hal-hal yang bersifat konkret dan belum sampai tahap berpikir hal-hal yang abstrak, dalam hal ini siswa dapat belajar atau memahami sesuatu berdasarkan peristiwa-peristiwa yang bersifat konkret. Maka diperlukannya sebuah media atau alat peraga untuk membantu siswa dalam menyerap ide pokok penting materi IPS serta penggunaan media juga untuk menjelaskan bagian-bagian dari IPS yang bersifat abstrak.
2.2. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif menurut Fathurrahman (2015: 44) yaitu pembelajaran yang kegiatan belajar siswa dimana setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda dibentuk dalam suatu kelompok-kelompok kecil untuk saling berinteraksi dan bekerjasama serta kemampuan bertanggung jawab terhadap tugasnya dalam mencapai tujuan bersama. Sependapat dengan Tritanto (2007: 48) model pembelajaran kooperatif adalah bentuk pembelajaran dimana siswa yang memiliki kemampuan berbeda-beda melakukan kegiatan belajar dengan cara siswa dikelompokan dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan bersama.
10 2.2.I Model Pembelajaran Make a Match
Huda (2014: 135) berpendapat bahwa Make a Match adalah model pembelajaran yang menggunakan kartu berisi topik yang akan dibahas, dimana melibatkan siswa mencari pasangan dan bekerjasama dengan pasangan berdasarkan kartu tersebut. Sependapat dengan Suprijono (2011 : 94) mengemukakan bahwa Make a Match adalah model pembelajaran yang menggunakan dua kategori kartu yaitu kartu soal dan jawaban, dimana siswa mencari pasangannya dengan mencocokan kartu yang dipegangnya, lalu mendiskusikan topik yang sesuai dengan kartu yang dipegangnya.
Adapun langkah-langkah pembelajaran Make a Match menurut Huda (2014: 135) yaitu:
a. Guru menyiapkan kartu yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu separuh kartu soal dan separuh kartu jawaban
b. Masing-masing siswa mengambil satu kartu.
c. Siswa mencari pasangannya sesuai dengan kartunya/ mencocokkan kartunya dengan siswa lain, jika cocok mereka akan menjadi kelompok berpasangan.
d. Kemudian siswa dengan pasangannya berdiskusi mengenai kartu yang mereka dapat.
e. Membuat babak berikutnya, siswa mendapatkan kartu yang beda dari sebelumnya.
f. Siswa membuat kesimpulan mengenai pembelajaran.
Berdasarkan sintaks yang telah dipaparkan oleh Huda, maka peneliti dapat menyusun sintaks model pembelajaran make a match yang berdasarkan sintaks Huda yaitu :
a. Guru menyiapkan kartu mengenai topik atau konsep sesuai dengan materi yang dibahas berdasarkan jumlah siswa, kartu-kartu tersebut dibagi menjadi yang dibagi menjadi 2 sebagian kartu soal dan sebagian kartu jawaban.
11
c. Masing-masing siswa memikirkan dahulu dan memahami kalimat yang ada dikartunya kemudian masing-masing siswa mencari atau mencocokan kartunya dengan milik kartu siswa yang lainnya, jika cocok mereka akan menjadi kelompok berpasangan.
d. Kemudian siswa yang sudah menemukan kartu yang cocok dan sudah terbentuk kelompok berpasangan maka kegiatan berikutnya siswa dengan pasangannya berdiskusi mengenai kartu yang mereka dapat.
e. Setelah itu secara berpasangan, siswa maju kedepan untuk mempresentasikan apa yang sudah mereka diskusikan bersama.
f. Kemudian kegiatan tersebut diulang kembali oleh guru dengan kartu yang berbeda dari sebelumnya tetapi tetap satu konsep yang sama.
g. Kegiatan terakhir siswa membuat kesimpulan mengenai materi pembelajaran pada hari ini.
2.3 Media Pembelajaran
Menurut Indriana (2011) Media merupakan sebuah alat atau bahan yang digunakan untuk membantu proses belajar mencapai tujuan pembelajaran. Anita (2012: 6) mengatakan media adalah alat bantu yang digunakan pendidik untuk membantu mempermudah menyampaikan pesan atau informasi yang berkaitan dengan pembelajaran kepada peserta didik. Media pembelajaran sangat penting dalam proses pembelajaran, karena media sangat membantu siswa utuk memahami suatu materi pelajaran yang bersiat abstrak bagi siswa dan membantu pendidik memberikan pesan untuk siswa, media merupakan sebuah alat komunikasi yang baik untuk membantu berjalannya proses pembelajaran dikelas, dengan penggunaan media suasana kelas tidak membosankan, dapat meningkatkan kemampuan pemahaman siswa serta memotivasi siswa untuk lebih berminat mengikuti proses pembelajaran.
12
yaitu media yang digunakan dengan penglihatan seperti media grafis, poster, dan ketiga media audio-visual yaitu media yang dapat digunakan dengan penglihatan, pendengaran, seperti contoh video pembelajaran.
Sudjana dan Rival (1997: 4), menyebutkan beberapa kriteria-kriteria dalam memilih media pembelajaran yang akan digunakan dalam proses pembelajaran yaitu :
a. Kesesuaiannya dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai b. Sesuai dengan mata pelajaran yang akan dipelajari
c. Tidak sulit dalam mencari atau membuat media d. Ketepatan penggunaan media
e. Tidak memakan waktu yang lama f. Sesuai dengan tingkatan siswa.
2.3.1 Video Pembelajaran
Daryanto (2013 : 86) mengemukakan bahwa video pembelajaran merupakan media pembelajaran yang menampilkan suara serta gambar bergerak sangat efektif membantu pendidik dalam mengajar dalam proses pembelajaran dikelas baik kelas yang memiliki jumlah siswa yang banyak atau sedikit. Susilana dan Riyana (2009: 210) menambahkan bahwa manfaat menggunakan video dalam pembelajaran sangat penting karena informasi yang ada dalam video dapat memberikan banyak pengalaman bagi siswa karena informasinya jelas, lengkap dan bervariasi dan penggunaan video dapat meningkatkan minat belajar siswa serta menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.
Video pembelajaran memiliki beberapa kelebihan seperti yang dikemukakan Kustandi dan Sutjipto (2011: 64) antara lain:
Video pembelajaran dapat memberikan banyak pengalaman kepada siswa.
13
Dapat meningkatkan motivasi bagi siswa serta menanamkan sikap untuk menghadap sesuatu permasalahan, sebagai contoh tentang sikap menjaga lingkungan tetap bersih supaya tidak terjangkit suatu penyakit.
Video pembelajaran mengandung unsur-unsur positif serta memiliki pengetahuan yang luas untuk meningkatkan kemampuan pola pikir siswa serta dapat dijadikan pembahasan dalam diskusi kelompok.
Video dapat menyajikan sebuah kejadian atau peristiwa baik peristiwa yang terdiri dari kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar
Ukuran tampilan media video dapat diatur, dapat disesuaikan dimana saja sesuai dengan kebutuhan.
Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran yang disusun Huda, maka peneliti menyusun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berbatuan video pembelajaran dengan melakukan beberapa penyesuaian. Penyesuaian dilakukan dengan melihat pada karakter siswa dan pemanfaatan video dalam pembelajaran. Peneliti merancang langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match berbantuan media pembelajaran berdasarkan sintaks model Make a Match sebagai berikut:
a. Guru menjelaskan topik atau materi yang akan dipelajari.
b. Guru menampilkan sebuah video pembelajaran mengenai materi yang akan disampaikan.
c. Guru menyiapkan kartu mengenai topik atau konsep sesuai dengan materi yang dibahas berdasarkan jumlah siswa, kartu-kartu tersebut dibagi menjadi yang dibagi menjadi 2 sebagian kartu soal dan sebagian kartu jawaban.
d. Guru mencampurkan semua kartu menjadi satu kemudian setiap siswa mengambil satu kartu secara acak.
14
f. Kemudian siswa yang sudah menemukan kartu yang cocok dan sudah terbentuk kelompok berpasangan maka kegiatan berikutnya siswa dengan pasangannya berdiskusi mengenai kartu yang mereka dapat.
g. Guru menunjuk kelompok berpasangan untuk maju kedepan mempresentasikan hasil diskusi kelompok.
h. Guru mengulang kembali kegiatan tersebut dengan kartu yang berbeda dari sebelumnya tetapi tetap satu konsep yang sama.
i. Guru memberikan poin bagi kelompok yang kartunya cocok satu sama lain dan persentasinya yang baik.
j. Guru membimbing siswa untuk membuat kesimpulan berupa rangkuman mengenai materi pembelajaran pada hari ini.
2.3 Belajar dan Hasil Belajar 2.3.1 Belajar
Siregar dan Nara (2011: 3) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh setiap orang secara bertahap dan berlangsung lama sampai seumur hidup, dari dimulai sejak kecil hingga akhir hayat. Susanto (2013: 4) menambahkan bahwa belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu pemahaman atau pengetahuan agar terjadinya perubahan pada dirinya dalam hal berperilaku yang lebih baik dari sebelumnya baik dalam berpikir, merasakan maupun bertindak. Senada dengan definii belajar dalam teori behavioristik menurut Anwar (2017: 18) bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku peserta didik karena adanya stimulus dan respon yang diperolehnya dari lingkungannya.
15
diperoleh dari lingkungan sosialnya. Senada dengan definisi faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yang dikemukakan oleh Suryabrata (1984: 233) yaitu faktor yang berasal dari diri siswa dan faktor yang berasal dari luar diri siswa.
2.3.2 Hasil Belajar
Suatu keberhasilan belajar selama proses pembelajaran dilihat dari hasil belajar siswa selama melalui proses belajar dan pembelajaran yang sudah terlaksana. Suprijono (2009: 8) mengatakan bahwa hasil belajar adalah hasil belajar yang berupa sikap, pengetahuan, nilai-nilai, serta keterampilan yang dicapai berdasarkan penilaian selama proses pembelajaran berlangsung, kemampuan siswa diukur untuk melihat apakah hasil belajarnya meningkat diatas ketuntasan atau sebaliknya. Hal yang sama dikemukakan oleh Majid (2014: 20) bahwa hasil belajar mengukur kemampuan siswa dari 3 aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik yang diperoleh melalui jalur tes dan non tes. Herman dan Yustina (2014: 31) berpendapat bahwa hasil belajar pada proses pembelajaran diperoleh setelah proses pembelajaran berlangsung melalui jalur tes untuk mengetahui hasil yang diperoleh sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
16 2.4 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Lilis Setianingsih dalam jurnalnya yang berjudul “Upaya Peningkatan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial Melalui Model Pembelajaran Make a Match Siswa Kelas 4 di SD Negeri Kaliwung 04 Semester II Tahun Pelajaran 2011/2012” yang dilaksanakan di SD di SD Negeri Kaliwung 04 pada tahun ajaran 2011/2012. Subyek yang diteliti adalah guru dan siswa kelas IV yang jumlahnya 15 siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian ini menggunakan 2 siklus. Hasil belajar siswa pada siklus I yaitu data yang diperoleh nilai terendah siswa adalah 55 sedangkan nilai tertinggi adalah 90. Nilai rata-rata yang diperoleh adalah 71,67. Perbandingan rata-rata siswa sebelum dan sudah menggunakan model Make a Match yaitu (63,33). Persentase siswa yang tuntas adalah 66,67% sedangkan siswa yang tidak tuntas sebanyak 33,3% (5 orang). Dalam siklus I sudah mengalami peningkatan walaupun ada beberapa siswa yang nilainya belum tuntas dan perlu adanya penelitian siklus II. Pembelajaran pada siklus II memperoleh hasil nilai terendah yaitu 70 dan nilai tertinggi adalah 100, rata-rata yang diperoleh adalah 84. Rata-rata nilai siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu 71,67. Pembelajaran menggunkana make a match dapat meningkatkan hasil belajar, terbukti bahwa nilai hasil belajar yang diperoleh pada siklus II semua siswa tuntas 100%. Kesimpulannya hasil belajar yang diperoleh mengalami peningkatan dari pra siklus mendapatkan 40% meningkat menjadi 66,67% pada siklus I, kemudian pada siklus II memperoleh hasil 100% .Peningkatan pada nilai terendah yaitu nilai terendah dari pra siklus yaitu 40, kemudian siklus I memperoleh 55, kemudian siklus II memperoleh nilai terendah 70, sedangkan nilai tertinggi pada pra siklus memperoleh 85, siklus I memperoleh 90 dan siklus II memperoleh nilai 100. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Make a Match pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 di Sd Negeri Kaliwung 04 tahun pelajaran 2011/2012.
17
Selokajang 03 .Subyek yang diteliti adalah guru dan siswa kelas IV. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Dalam penelitian ini menggunakan siklus I dan siklus II. Dalam penelitian siklus I pertemuan I ,memperoleh data nilai rata 66 dan pada pertemuan 2 mendapatkan nilai rata-rata 71, sehingga jumlah nilai rata-rata-rata-rata pada siklus I yaitu 68. Siswa yang tuntas hasil belajarnya berjumlah 12 orang atau 55%. Kemudian dilakukan siklus II , data yang diperoleh yaitu nilai rata-rata siklus II pada pertemuan I yaitu 76 sedangkan pada pertemuan II memperoleh nilai rata-rata 85. Jumlah sisa yang tuntas belajar mencapai 86% atau 19 orang. Kesimpulannya hasil belajar yang diperoleh mengalami peningkatan dari nilai rata-rata siswa pra siklus yaitu 58, kemudian pada siklus I yang memperoleh hasil nilai raa-rata yaitu 68 dan tindakan penelitian siklus II yang memperoeh hasil rata-rata yaitu 80. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan model Make a Match pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV di SDN Selokajang 03 Kabupaten Blitar.
18
belajar siswa yaitu 81,64%, sehingga perbandingan peningkatan dari siklus I dengan siklus II yaitu 14%. Dapat disimpulkan bahwa penggunaan media video pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar IPS kelas IV SDN BABATAN.
2.5 Kerangka Berfikir
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS dalam pembelajaran tematik diperlukan sebuah upaya perbaikan yang diakukan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik dari pembelajaran sebelumnya. Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang digunakan mampu mendorong minat siswa dalam belajar serta menghidupkan suasana belajar yang menyenangkan. Model pembelajaran Make a
Match mampu mendorong dan meningkatkan minat siswa serta mendorong siswa
terlibat aktif dalam pembelajaran. Dari uraian diatas dapat dibuat kerangka berfikir sebagai berikut:
Hasil belajar siswa rendah
1. Guru menyiapkan kartu sesuai dengan materi yang diajarkan. Kartu dibagi menjadi dua, yaitu kartu berisi soal dan jawaban
2. Masing-masing siswa mendapatkan satu buah kartu 3. Siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya 4. Siswa mencari pasangannya sesuai dengan kartunya /
mencocokkan kartunya dengan siswa lain, jika cocok mereka akan menjadi kelompok berpasangan
5. Kemudian siswa dengan pasangannya berdiskusi mengenai kartu yang mereka dapat.
6. Untuk babak berikutnya siswa mendapatkan kartu yang beda dari sebelumnya
7. Siswa membuat kesimpulan mengenai pembelajaran. Model Make a Match Media Video
19 2.6 Hipotesis Tindakan