• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH FARMAKOTERAPI PENYAKIT PARU OBST

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MAKALAH FARMAKOTERAPI PENYAKIT PARU OBST"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH FARMAKOTERAPI

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS

Oleh:

SITA AFMIKA

(1401053)

Dosen : Husnawati M.si. Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

PEKANBARU

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT atas nikmatnya yang telah diberikan

kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)”

yang merupakan tugas saya

disemester V dalam mata kuliah Farmakoterapi guna untuk kegiatan belajar

mengajar.

Saya ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingannya dan teman-teman yang memberikan dukungan dan

masukannya kepada saya dalam menyelesaikan tugas ini, sehingga tugas ini dapat

terselesaikan oleh saya semestinya.

Namun sebagai manusia biasa, saya tentunya tak luput dari kesalahan. Oleh

karena itu, saran serta kritik yang membangun senantiasa saya terima sebagai

acuan untuk tugas-tugas saya selanjutnya.

Pekanbaru, Oktober 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR...2

DAFTAR ISI...3

BAB I PENDAHULUAN...4

1.1 Latar Belakang...4

1.2 Rumusan Masalah ...5

1.3 Tujuan...5

BAB II ISI...6

2.1 Pengertian...6

2.2 Klasifikasi...6

2.3 Etiologi...7

2.4 Patogenesis...7

2.5 Patofisiologi...7

2.6 Tanda dan Gejala...10

2.7 Pemeriksaan Diagnostik...10

2.8 Penatalaksanaan...11

2.9 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan COPD...13

2.10 Perencanaan Keperawatan...15

2.11 Contoh Kasus...20

BAB III PENUTUP ...23

3.1 Kesimpulan...23

(4)

DAFTAR PUSTAKA...24

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Pada saat tahun 2007 di Amerika Serikat, PPOK merupakan penyebab utama kematian ketiga. Kebiasaan merokok merupakan penyebab kausal yang terpenting. Gejala dan tanda klinis pada fase awal sangat tidak khas. Pemberian terapi yang terlambat membawa dampak kematian Setiap pengobatan harus spesifik terhadap setiap pasien, karena gejala dan keparahan dari keterbatasan aliran udara dipengaruhi oleh banyak faktor. Pasien yang pengobatannya terlambat angka kematiannya cukup tinggi

PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencakup bronchitis kronis, bronkiektasis, emfisiema dan asma. PPOK merupakan kondisi irreversible yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

Obstruksi jalan napas yang menyebabkan reduksi aliran udara beragam tergantung pada penyakit. Pada bronchitis kronik dan bronkiolitis, penumpukan lendir dan sekresi yang sangat banyak menyumbat jalan napas. Pada emfisema, obstruksi pada pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi akibat kerusakan dinding alveoli yang disebabkan oleh overekstensi ruang udara dalam paru-paru. Pada asma, jalan napas bronchial menyempit dan membatasi jumlah udara yang mengalir dalam paru-paru. Protocol pengobatan tertentu digunakan dalam semua kelainan ini, meski patafisiologi dari masing-masing kelainan ini membutuhkan pendekatan spesifik.

(5)

dini dalam kehidupan dan merupakan kelainan yang mempunyai kemajuan lambat yang timbul bertahun-tahun sebelum awitan gejala-gejala klinis kerusakan fungsi paru.

PPOK sering menjadi simptomatik selama tahun-tahun usia baya, tetapi insidennya meningkat sejalan dengan peningkatan usia. meskipun aspek-aspek paru tertentu, seperti kapasitas vital dan volume ekspirasi kuat,menurun sejalan dengan peningkatan usia, PPOK memperburuk banyak perubahan fisiologi yangberkaitan dengan penuaan dan mengakibatkan obstruksi jalan napas (dalam bronchitis)dan kehilangan daya kembang elastic paru (pada emfisema). Karenanya, terdapat perubahan tambahan dalam rasio ventilasi perkusi pada pasien lansia dengan PPOK.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah makalah ini antara lain: 1. Apa pengertian PPOK?

2. Bagaimana klasifikasi dari PPOK? 3. Apa saja etiologi dari PPOK? 4. Bagaimana pathogenesis PPOK?

5. Bagaimana tanda dan gejala pasien dengan PPOK? 6. Bagaimana pemeriksaan diagnostic pada pasien PPOK? 7. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien PPOK? 8. Bagiamana asuhan keperawatan pada pasien PPOK?

3. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

 Agar menambah pengetahuan mahasiswa tentang PPOK

(6)

BAB II

ISI

1. Pengertian

Penyakit paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronchitis kronik, emfisema paru dan asma bronchial membentuk kesatuan yang disebut PPOK. Agaknya ada hubungan etiologi dan sekuensial antara bronchitis kronis dan emfisema, tetapi tampaknya tidak ada hubungan antara penyakit itu dengan asma. Hubungan ini nyata sekali sehubungan dengan etiologi, pathogenesis dan pengobatan.

PPOK adalah sekresi mukoid bronchial yang bertambah secara menetap disertai

dengan kecenderungan terjadinya infeksi yang berulang dan penyempitan saluran nafas , batuk produktif selama 3 bulan, dalam jangka waktu 2 tahun berturut-turut (Ovedoff, 2002). Sedangkan menurut Price & Wilson (2005), COPD adalah suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan obstruksi aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Menurut Carpenito (1999) COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh.

2. Klasifikasi

(7)

1. Asma Bronkhial: dikarakteristikkan oleh konstruksi yang dapat pulih dari otot halus bronkhial, hipersekresi mukoid, dan inflamasi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia dan infeksi.

2. Bronkitis kronis: ditandai dengan batuk-batuk hampir setiap hari disertai pengeluaran dahak sekurang-kurangnya 3 bulan berturut-turut dalam satu tahun, dan paling sedikit selama 2 tahun. Gejala ini perlu dibedakan dari tuberkulosis paru, bronkiektasis, tumor paru, dan asma bronkial.

3. Emfisema: suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelah distal bronkus terminal, disertai kerusakan dinding alveolus.

3. Etiologi

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya COPD (Mansjoer, 1999) adalah :

1. Kebiasaan merokok

Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok berhubungan langsung dengan hiperplasia kelenjar mukosa bronkusdan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.

a. Riwayat Perokok : 1. Perokok Aktif

2. Perokok Pasif

3. Bekas Perokok b. Derajat berat merokok

( Indeks Brinkman = Jumlah rata-2 batang rokok /hr X lama merokok /th): 1. Ringan: 0 - 200

2. Sedang: 200 - 600 3. Berat: >600 2. Polusi udara

Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis adalah zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon. a. Polusi di dalam ruangan: - asap rokok

(8)

b. Polusi di luar ruangan: - Gas buang kendaranan bermotor - Debu jalanan

c. Polusi tempat kerj (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun) 3. Riwayat infeksi saluran nafas.

Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis koronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi bronchitis kronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.

4. Bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin. 5. Pekerjaan

Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik yang terpapar debu silika, atau pekerja yang terpapar debu katun, debu gandum, dan debu asbes, mempunyai risiko yang lebih besar daripada yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas.

Sedangkan risiko yang berasal dari host/pasiennya antara lain adalah: 1. Usia

Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada pasien yang didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita gangguan genetik berupa defisiensi α1 antitripsin. Namun kejadian ini hanya dialami < 1% pasien PPOK.

2. Jenis kelamin

Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini terkait dengan kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecenderungan peningkatan prevalensi PPOK pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita yang merokok.

3. Adanya gangguan fungsi paru

(9)

Inhalasi bahan berbahaya

Inflamasi Mekanisme perbaikan

Mekanisme perlindungan

Kerusakan jaringan

Hipersekresi mukus

Bronkitis kronis

Penyempitan saluran nafas & fibrosis Destruksi Parenkim Paru

Emfisema

Oksidative strees

oksidan

Anti oksidan

yang pertumbuhan parunya tidak normal karena lahir dengan berat badan rendah, ia memiliki risiko lebih besar untuk mengalami PPOK.

4. Patogenesis & Patofisiologi PPOK

5 Patofisiologi

(10)

a) Bronkitis kronik

Pembesaran kelenjar mukus, perubahan struktur pada saluran pernafasan termasuk atrofi, metaplasia sel squamous, abnormalitas silia, hiperplasia otot lurik, proses inflamasi, dan penebalan dinding bronkiolus adalah tanda-tanda bronkitis kronik. Neutrofilia terjadi di lumen saluran pernafasan dan infiltrasi neutrofil berkumpul di submukosa. Di bronkiolus, terjadi proses inflamasi mononuklear, oklusi lumen oleh mukus, metaplasia sel goblet, hiperplasia otot lurik, dan distorsi akibat fibrosis. Semua perubahan ini dikombinasikan bersama kehilangan supporting alveolar attachments menyebabkan pernafasan yang terbatas akibat penyempitan lumen saluran pernafasan dan deformitas dinding saluran pernafasan (Kamangar, 2010).

b) Emfisema

Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal dan disertai kerusakan dinding alveoli. Terdapat 3 jenis emfisema menurut morfologinya:

1. Centriacinar Emphysema dimulai dengan destruksi pada bronkiolus dan meluas ke perifer, mengenai terutamanya bagian atas paru. Tipe ini sering terjadi akibat kebiasaan merokok yang telah lama.

2. Panacinar Emphysema (panlobuler) yang melibatkan seluruh alveolus distal dan bronkiolus terminal serta paling banyak pada bagian paru bawah. Emfisema tipe ini adalah tipe yang berbahaya dan sering terjadi pada pasien dengan defisiensi α1-antitripsin.

3. Paraseptal Emphysema yaitu tipe yang mengenai saluran napas distal, duktus dan sakus. Proses ini terlokalisir di septa fibrosa atau berhampiran pleura (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).

6. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala PPOK adalah sebagai berikut Brunner & Suddarth (2005) : 1. Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin.

2. Sputum putih,

(11)

6. Penurunan berat badan dan kelemahan. 7. Takikardia, berkeringat.

8. Hipoksia, sesak dalam dada.

7. Pemeriksaan Diagnostik

1. Anamnesa (keluhan)

- Umumnya dijumpai pada usia tua (>45 th) - Riwayat PEROKOK / bekas PEROKOK

- Riwayat terpajan zat iritan di tempat kerja (waktu lama) - Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

- Ada faktor predisposisi pada masa bayi / anak (infeksi nafas berulang, lingkungan asap rokok) - Batuk berulang dengan / tanpa dahak

- Sesak dengan / tanpa bunyi mengi - Sesak nafas bila aktivitas berat 2. Pemeriksaan fisik:

o Pasien biasanya tampak kurus dengan barrel-shapped chest (diameter anteroposterior dada meningkat).

o Fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada.

o Perkusi pada dada hipersonor, peranjakan hati mengecil, batas paru hati lebih rendah, pekak jantung berkurang.

o Suara nafas berkurang. 3. Pemeriksaan radiologi

o Foto thoraks pada bronkitis kronik memperlihatkan tubular shadow berupa bayangan garis-garisyang pararel keluar dari hilus menuju ke apeks paru dan corakan paru yang bertambah.

o Pada emfisema paru, foto thoraks menunjukkan adanya overinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan penambahan corakan kedistal.

(12)

Dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstimulasi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya bronkodilator.

5. Pemeriksaan gas darah. 6. Pemeriksaan EKG

7. Pemeriksaan Laboratorium darah: hitung sel darah putih.

8. Penatalaksanaan

1. Pencegahan: Mencegah kebiasaan merokok, infeksi dan polusi udara. 2. Terapi eksaserbasi akut dilakukan dengan:

o Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi:

 Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25 – 0,5 g/hari atau aritromisin 4 x 0,5 g/hari.

 Augmentin (amoxilin dan asam klavuralat) dapat diberikan jika

kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Catarhalis yang memproduksi B. Laktamase. Pemberian antibiotic seperti kotrimoksosal, amoksisilin atau doksisilin pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempererat kenaikan peak flowrate. Namun hanya dalam 7 – 10 hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka dianjurkan antiobiotik yang lebih kuat.

o Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas CO2.

MANFAAT OKSIGEN:

1.

Mengurangi sesak

2.

Memperbaiki Aktiviti

3.

Mengurangi hipertensi pulmonal (Penyakit jantung)

4.

Mengurangi vasokonstriksi

(13)

7.

Meningkatkan kualiti hidup

INDIKASI PEMBERIAN OKSIGEN: 1. PaO2 < 60 mmHg atau SaO2 < 90 %.

2. PaO2 antara 55 – 59 mmHg atau SaO2 > 89 % + adanya:

a. Kor Pulmonale b. P Pulmonal c. Hematokrit > 55%

d. tanda gagal janyung kanan e. Sleep apneu

f. Penyakit paru lain

Macam Terapi Oksigen :

1. Pemberian oksigen jangka panjang 2. Pemberian Oksigen pada waktu aktiviti

3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak 4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas

Alat bantu pemberian Oksigen:

1. Nasal kanul 2. Sungkup venturi 3. Sungkup rebreathing 4. Sungkup Non rebreathing

o Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.

o Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan nafas, termsuk didalamnya golongan adrenergic B dan antikolinergik. Pada pasien dapat diberikan sulbutamol 5 mg dan g diberikan tiap 6 jam dengan rebulizeratau protropium bromide 250 atau aminofilin 0,25 – 05 g IV secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan:

o Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,25 –

0,5/hari dapat menurunkan ekserbasi akut.

(14)

o Fisioterapi.

o Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi akivitas fisik.

o Mukolitik dan ekspekteron.

o Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas Tip II dengan PaO2 <>

o Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan

terisolasi, untuk itu perlu kegiatna sosialisasi agar terhindar dari depresi. Rehabilitasi untuk pasien PPOK/COPD: a) Fisioterapi b) Rehabilitasi psikis c) Rehabilitasi pekerjaan.

9 Asuhan Keperawatan pada pasien dengan COPD A. Pengkajian

1. Diagnosa Keperawatan Identitas klien

Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi: nama, alamat, hubungan dengan klien.

2. Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.

Kaji status riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.

3. Pola nutrisi metabolik.

Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi, dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.

4. Pola eliminasi.

o Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah dan juga pemakaian

(15)

o Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi dalam BAB.

5. Pola aktivitas dan latihan

Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.

6. Pola tidur dan istirahat

Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.

7. Pola persepsi kognitif

8. Pola persepsi dan konsep diri

Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.

9. Pola peran hubungan dengan sesame

Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.

10. Pola produksi seksual

Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.

11. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress.

(16)

12. Pola sistem kepercayaan

Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan. 1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan

produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus bronkokonstriksi dan iritan jalan napas.

5. Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola pernapasan tidak efektif 10Perencanaan Keperawatan.

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.

Tujuan:Ventilasi/oksigenisasi adekuat untuk kebutuhan individu.

Kriteria hasil: Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas bersih/jelas.

Intervensi :

1. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi. Rasional: Takipnea biasanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.

2. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.

Rasional:

(17)

Rasional:

Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya: penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).

4. Catat adanya /derajat disepnea, misalnya: keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.

Rasional:

Disfungsi pernapasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.

5. Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir. Rasional:

Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.

6. Observasi karakteristik batuk, misalnya: menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.

Rasional:

Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.

7. Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Rasional:

Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret, mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

8. Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).

Rasional:

(18)

berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).

Tujuan: Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk keperluan tubuh.

Kriteria hasil:

oTanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.

oTanda-tanda vital dalam batas normal

oTidak ada tanda-tanda sianosis.

Intervensi:

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan bicara/berbincang.

Respon:

Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan dan kronisnya proses penyakit.

2. Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa. Rasional:

Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.

3. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.

Rasional:

Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.

4. Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan. Rasional:

Kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.

5. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.

Rasional:

(19)

Rasional:

Takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat menunjuak efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.

7. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.

Rasional:

Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. Catatan; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.

3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.

Tujuan: Rasa nyeri berkurang sampai hilang.

Kriteria hasil:

o Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.

o Ekspresi wajah rileks.

Intervensi:

1. Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi.

Rasional:

Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti perikarditis dan endokarditis.

2. Pantau tanda-tanda vital. Rasional:

Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda-tanda vital.

3. Berikan tindakan nyaman, misalnya; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.

Rasional:

Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.

4. Tawarkan pembersihan mulut dengan sering. Rasional:

(20)

5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk. Rasional:

Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.

6. Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi. Rasional:

Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum. 4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan nafas pendek, mucus

bronkokonstriksi dan iritan jalan napas.

Tujuan:perbaikan dalam pola pernapasan

Kriteria Hasil:

o Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta menggunakannya ketika sesak nafas dan saat melakukan aktivitas

o Memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak dalam aktivitas

o Menggunakan pelatihan oto-otot inspirasi seperti yang diharuskan selama 10 menit setiap hari

Intervensi:

1. Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan Rasional:

Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernapas dengan efisien dan lebih efektif

2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat beberapa keputusan (mandi, bercukur) tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.

Rasional:

Memberikan jeda aktivitas akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distress berlebihan.

3. Berikan dorongan penggunaan otot pernapasan jika diharuskan Rasional:

(21)

5. Intoleransi aktivitas akibat keletihan hipoksemia dan pola pernapasan tidak efektif

Tujuan: perbaikan daalam toleransi aktivitas

Kriteria Hasil:

o Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.

o Mengungkapkan perlunya untuk melakukan latihan setiap hari

o Berjalan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memprbaiki kondisi fisik

Intervensi:

Mendukung pasien menegakkan regimen latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai seperti berjalan perlahan.

a. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar

b. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien. Siapkan unit oksigen portable untuk berjaga-jaga jika diperlukan selama latihan.

Rasional:

Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih bnyak oksigen dan memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, bertahap, kelompok otot ini menjadi lebih terkondisi, dan pasien dapat melakukan lebih banyak tanpa mengalami napas pendek. Latihan yang bertahap memutus siklus yang melemahkan ini.

11.Contoh Kasus

A 54 year old man with a past medical history of hypertension presents to the clinic complaining of shortness of breath that began about 4 to 5 years ago. his symptoms have gradually gotten worse since then. he is now unable to walk 100 yards without having to stopand rest. he also has a daily cough that is usually productive of yellowish sputum. he smokes about 1 1/2 packs of cigarettes a day and has done so for the past 30 years. he also drinks on average 6 to 7 beers a day. he does not have any significant occupational exposures to dust,gases, of fumes.

(22)

yard tanpa harus stop dan istirahat. ia juga memiliki batuk sehari-hari yang biasanya produktif sputum kekuningan. ia merokok sekitar 1 1/2 bungkus rokok sehari dan telah melakukannya selama 30 tahun terakhir. ia juga minum rata-rata 6 sampai 7 bir sehari. ia tidak memiliki pekerjaan dengan ruang terbuka yang signifikan debu, gas, asap.

Penyelesaian Kasus 1. Data Subjektif

Umur : 54 th Jenis kelamin : laki-laki

Riwayat penyakit : hipertensi, perokok, pemabuk,sesak napas sekitar 4 sampai 5 tahun yang lalu, tidak sanggup berjalan lebih dari 100 kaki (91,44 m) tanpa istirahat dan berhenti dan batuk berdahak.

2. Data Objektif

Dahak berwarna kekuningan

3. Asessment

Dari data subjektif yang diperoleh diketahui bahwa pasien mengidap penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) berdasarkan gejala-gejala yang timbul seperti pasien merupakan perokok yang termasuk jenis perokok berat, pemabuk, sesak nafas sejak 4 sampai 5 tahun terakhir, tidak sanggup berjalan kaki lebih dari 100 kaki (91,44 m), batuk yang mengeluarkan dahak kekuningan. PPOK ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan hambatan pada saluran pernafasan yang biasanya diderita oleh perokok. Pasien juga merupakan pasien dengan penyakit hipertensi namun hipertensinya tidak terkontrol dengan baik dan riwayat pengobatannya tidak dijelaskan dengan jelas.

Pasien seharusnya mendapatkan pengobatan hipertensi dan pengobatan PPOK. Sesak nafas pada pasien ini disebabkan inflamasi kronis pada salura nafas yang diakibatkan paparan inhalasi dari asap rokok sehingga mengakibatkan terganggunya klirens produksi mukus yang berlebihan sehingga terjadi penyempitan atau tersumbatnya jalan nafas kemudian timbul sesak nafas. Serta batuk berdahak pada pasien dikarenakan adanya peradangan pada paru yang sudah lama akibat perokok berat sehingga sputum menjadi berwarna kekuningan.

4. Planning

(23)

a) pengobatan untuk PPOK diberikan Brokidilator (Salbutamol inhaler d0sisny 1-2 tarikan nafas setiap 4-6 jam) saya memilih inhaler karena pertimbangan penyakit pernafasan si pasien telah akut dan karena pasien tersebut juga merokok makanya dibutuhkan sediaan obat yg kerjanya lebih cepat

b) Anti hipertensi (amlodipine) c) Antibiotik (amoksisilin)

d) untuk batuk berdahak diberikan mukolitik (Sirup Ambroxol).

Perlu di berikan antibiotik karena Sputum dalam jumlah besarBerhubungan dengan infeksi bakteriRonki kasar pada auskultasi

Untuk hipertensi belum dapat diberikan obat secara rasional karena data subjektif tekanan darah belum jelas, disarankan untuk melihat riwayat penyakit atau memeriksakan berapa tekanan darahnya.

Yang diperlu diperhatikan adalah dosis pemberian dan waktu pemberian untuk mengurangi efek samping.

Terapi non-farmakologis :

a) Rehabilitasi: latihan fisik, latihan ketahanan, latihan pernapasan, rehabilitasi psikososial

b) Terapi oksigen jangka panjang (>15 jam sehari): pada PPOK stadium III – PaO2 < 55 mmHg atau SaO2 < 88% dengan/tanpa hiperkapnia

– PaO2 55-60 mmHg atau Sa02 < 88% dengan hipertensi pulmonal, edema perifer karena gagal jantung, polisitemia.

(24)

1. Kesimpulan

COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, emfisema, bronkietaksis dan asma. PPOM paling sering diakibatkan dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh.Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko munculnya merokok, polusi, infeksi saluran napas dan bersifat genetik yaitu defisiensi -1 antitripsin. Tanda dan gejala dari PPOK antara lain batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin, batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak, dispnea, nafas pendek dan cepat (Takipnea). Penatalaksanaan pasien PPOK diberikan terapi sesuai dengan gejala yang dialami misalnya terapi oksigen. Dan asuhan keperawatan dimulai dari mengkaji keadaan fisik, memperoleh data subjektif dan objektif dari pasien, kemudian menetukan diagnose berdasarkan dari data-data yang telah diperoleh yaitu bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental dan kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus), kemudian melakukan intervensi sampai dengan evaluasi.

2. Saran

Dari makalah tentang PPOK, telah diketahui bagaiamana manifestasi klinis dan penyebab dari PPOK, diharapkan kepada masyarakat agar menghindari atau mencegah dari factor-faktor yang dapat menyebabkan PPOK.

(25)

1. Smeltzer SC dan Bare BG. Buku Ajar keperawatan medikal-bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 1. Jakarta: EGC, 2001.

2. Price SA & Wilson LM. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC, 2005

3. Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001.

Referensi

Dokumen terkait

Hal penting yang harus diperhatikan adalah bila suatu balok hanya mengalami satu beban terpusat gaya geser bernilai konstan di antara beban dan momen lentur

Masyarakat juga memiliki strategi untuk penanggulangan kemiskinan yaitu dengan mendirikan KUB (kelompok usaha bersama) khusus para pembudidaya rumput laut, karena Desa

konsep pemikiran tentang mekanisme pasar khususnya pada faktor- faktor yang mempengaruhinya, Ibnu Khaldun melandaskan bahwa teori harga dalam mekanisme pasar

Suatu kebakaran tidak akan pernah terjadi tanpa tersedia oksigen, bahan bakar dan sumber panas yang cukup yang dapat berkombinasi dengan sesuai. Berdasarkan konsep segitiga

Durianto, Darmadi, Sugiarto, dan Tony Sitinjak, Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas Perilaku Merek , (Jakarta: Gramedia Utama Pustaka, 2011), hal.. tanpa sepengetahuan

perusahaan.Sarumpaet (2005) menyatakan bahwa hubungan antara penerapan CSR dan nilai perusahaan berhubungan netral atau tidak memiliki hubungan yang signifikan.Dalam

Faktor kadar haemoglobin &lt;10gr% pada ibu hamil, keterlambatan pengambilan keputusan untuk merujuk dan keterlambatan penanganan medis di tempat rujukan, dijumpai

Diagram Perhitungan Beban Sandar 1 Pendahuluan Identifikasi Jenis Kapal dan Kondisi Perairan Perhitungan Kecepatan Sandar dan Koefisien Beban Sandar Penentuan faktor keamanan