• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelatihan Pembelajaran Bahasa Inggris de

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pelatihan Pembelajaran Bahasa Inggris de"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 Pelatihan Pembelajaran Bahasa Inggris dengan Metode Total Physical Response untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar di Kecamatan Setiabudi

Jakarta Selatan

Nidya Chandra Muji Utami

ABSTRAK, Proses pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar saat ini mulai mengarah kepada kegiatan pembelajaran yang efektif, mudah dimengerti dan menyenangkan di mana siswa secara aktif terlibat dalam melaksanakan pembelajaran. Metode Total Physical Response sebagai salah satu metode pembelajaran Bahasa Inggris dapat dijadikan sebagai salah alternatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar karena metode cocok dengan karakter dan perkembangan siswa sekolah dasar dan dilakukan dengan kegiatan-kegiatan fisik yang menarik. Oleh karenanya penerapan metode ini akan membuat pembelajaran Bahasa Inggris mudah dimengerti dengan cara yang menggembirakan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar. Tujuan kegiatan pengabdian kepada masyarakat kali ini adalah: meningkatkan pengetahuan guru-guru sekolah dasar dalam pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan metode Total Physical Response untuk meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar di kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan.

Kata Kunci: Metode Total Physical Response, Pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar

LATAR BELAKANG

Era globalisasi membawa dampak persaingan dunia yang semakin ketat. Salah satu syarat agar dapat memenangkan persaingan dunia ini adalah mempunyai sumber daya manusia yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang memadai (High English Competency).

Berdasarkan alasan itulah sekarang ini hampir semua bangsa yang ada di dunia yang bahasa resminya bukan bahasa Inggris (non English speaking countries) berusaha mempersiapkan dan memfasilitasi sumber daya manusianya dengan aneka metode dan teknik pembelajaran Bahasa Inggris yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Inggris agar mencapai hasil yang

diharapkan, yang pada akhirnya akan dapat menunjang kemampuan sumber daya manusianya untuk memenangi persaingan dunia yang semakin ketat. Hal itu diterapkan tidak saja pada sumber daya manusia yang sudah dewasa (adulthood learning), tetapi bahkan juga pada anak-anak (childhood learning) baik melalui jalur formal seperti penambahan muatan Bahasa Inggris di sekolah-sekolah dasar maupun jalur non formal seperti kursus-kursus ataupun kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler.

(2)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 Tentu kebijakan ini dimaksudkan untuk lebih

meningkatkan kemampuan dan kefasihan berbahasa Inggris para peserta didik dalam semua aspek bahasa (language skills) disamping penguasaan akan topik utama (mata pelajaran yang diajarkan) itu sendiri. Tujuan di atas tentu dapat tercapai jika dilakukan dengan metode/ pola pengajaran yang tepat, yaitu pola pengajaran interaksi yang bermakna.

Dari hasil analisis rancangan pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar sebagai muatan lokal yang ada bila kita cermati banyak kelemahannya. Tujuan pembelajaran yang merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembelajaran Bahasa Inggris tidak sesuai dengan perkembangan anak berusia 6-12 tahun. Suyanto dalam pidatonya pengukuhannya sebagai guru besar di situs internet mengatakan bahwa kenyataan di lapangan anak-anak sering ditugasi untuk menerjemahkan kalimat-kalimat yang sulit, mencatat tata bahasa dengan istilah yang tidak diketahui siswa sekolah dasar, dan mengerjakan pekerjaan rumah yang sering tidak jelas perintahnya sehingga ada jawaban yang rancu. Sudah seyogyanya pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar dilakukan dengan kegiatan yang sesuai dengan dunia anak, misalnya belajar kosakata dan kalimat sederhana tentang apa yang ada di sekitarnya, belajar sambil menggambar, bermain dan bercerita. Suyanto (2008) berpendapat bahwa jumlah kosakata Bahasa Inggris yang perlu dicapai oleh siswa Sekolah Dasar diperkirakan sebanyak lebih kurang 500 kata. Kesulitan siswa sekolah dasar dalam pelajaran bahasa Inggris khususnya dalam penguasaan kosakata umumnya disebabkan karena materi disampaikan secara klasikal dan

metode pembelajaran yang konvensional dan berpusat pada guru. Pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru membuat siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran. Suasana kelas membosankan dan banyak anak yang cenderung bosan dan stress sehingga pembelajaran kurang efektif.

Salah satu metode pembelajaran yang cocok diterapkan oleh guru dalam upaya meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris siswa dalam di sekolah dasar dan dapat dipakai untuk meningkatkan kosa kata siswa adalah metode TPR (Total Physical Response). Metode TPR merupakan salah satu metode pembelajaran dalam pembelajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing yang dikembangkan oleh James Asher, seorang profesor psikologi Universitas Negeri San Jose California. Metode TPR dipandang sebagai metode yang sesuai untuk mengajarkan bahasa Inggris pada anak karena dalam melaksanakan pembelajarannya lebih mengutamakan pada kegiatan langsung yang berhubungan dengan kegiatan fisik (physical) dan gerakan (movement). Seperti yang kita pahami bahwa salah satu karakter yang paling menonjol dari siswa sekolah dasar adalah kegemaran mereka untuk bermain yang melibatkan banyak aktifitas fisik.

(3)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 instruksi (perintah) yang mudah digunakan oleh

guru dan dipahami oleh siswa karena dilakukan dengan aksi (peragaan). Richards dan Rodgers yang dikutip oleh Setiyadi (2006) memperkuat pendapat dengan mengatakan “there are some assumptions about language learning that should be considered when teaching English as a foreign language to children, one of assumptions are meaning should be made perceptible through concrete objects or by the presentation of

experience”. Pendapat ini menjelaskan bahwa saat mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing kepada anak, arti harus dijelaskan dengan benda yang konkret atau dengan memberikan peragaan/ presentasi. Dengan memperhatikan visualisasi yang diperagakan, anak dapat mengerti arti dari suatu kata bahkan tanpa si guru menterjemahkan kata tersebut secara lisan. Dengan begitu metode TPR ini jelas dapat dipakai sebagai suatu metode untuk meningkatkan jumlah kosa kata Bahasa Inggris (vocabulary upgrading).

Jurusan PGSD UNJ, sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi di provinsi di DKI Jakarta, sudah seharusnya menaruh perhatian dalam mengintroduksi dan memberikan pelatihan pengajaran dengan metode-metode yang tepat dan sesuai dengan karakter siswa kepada guru-guru SD di Jakarta. Pemberian pelatihan pada guru-guru di kecamatan Setiabudi diterapkan mengingat SD-SD tersebut adalah SD MITRA PGSD FIP UNJ yang digunakan sebagai “tempat penggodokan” calon guru SD sebelum mereka betul-betul terjun sebagai guru SD. Hasil dari pelatihan ini nantinya dapat dijadikan indikator bagi kegiatan-kegiatan yang serupa di sekolah-sekolah lain sehingga diharapkan dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama semua sekolah akan mempunyai

tenaga pengajar yang sesuai sehingga dapat mencapai output yang diharapkan. Untuk mencapai hasil itulah maka pelatihan ini diharapkan dapat segera diwujudkan.

KAJIAN TEORETIK

1. Hakikat Anak Sekolah Dasar

Piaget dalam Sumantri (2006) menyatakan bahwa perkembangan kognitif anak dibagi menjadi empat tahap sejalan dengan usianya, yaitu:  Fase sensori motorik (usia 0-2 tahun), selama

periode ini anak mengatur alamnya dengan indera-indera dan tindakan-tindakan.

Fase pra operasional (usia 2-7 tahun), selama fase ini anak belajar menggunakan bahasa dan menggambarkan objek imajinasi dan kata-kata. Fase operasional konkret (usia 7-12 tahun),

tahap ini merupakan permulaan bagi anak berpikir rasional yang dapat diterapkan pada masalah-masalah konkret.

Fase operasional formal (usia 12 tahun ke atas), pada tahap ini anak sudah mampu berpikir abstrak, sehingga ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkret.

Pada umumnya siswa Sekolah Dasar di Indonesia berusia 6-12 tahun. Pada usia- usia atau tahap tersebut umumnya anak memiliki sifat (Sumantri: 2006):

memiliki rasa ingin tahu yang kuat

senang bermain atau suasana yang menggembirakan

mengatur dirinya sendiri, mengeksplorasi situasi sehingga suka mencoba-coba

(4)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011  akan belajar efektif jika ia merasa senang

dengan situasi yang ada

belajar dengan cara bekerja dan senang mengajarkan apa yang ia bisa kepada temannya.

Bredekamp (1987) mengemukakan gagasan tentang pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak yaitu DAP (Developmentally Appropriate Practice). Konsep DAP berpijak pada dua kesesuain yaitu kesesuaian dengan usia dan individu. Kesesuaian dengan usia memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak secara sekuensial yang sifatnya universal. Kesesuaian dengan individu adalah setiap anak mempunyai karakter yang unik dan khas dalam cara berinteraksi dengan lingkungan, cara belajar dan lama belajar. Juga setiap anak mempunyai latar belakang keluarga dan budaya yang berbeda satu sama lainnya.

Perbedaan individu ini berpengaruh besar pada cara anak belajar. Perbedaan individu anak dipertimbangkan sebagai landasan untuk merancang program pembelajaran untuk kelompok usia tertentu. Melalui pikiran dan pengalamannya anak belajar berinteraksi dengan teman sebaya, orang dewasa dan benda-benda yang ada di lingkungannya. Pengalaman anak sebagai hasil interaksi aktif ini hendaknya sesuai dengan tingkat minat dan perkembangannya, kemampuannya, dan kebutuhannya. Pembelajaran terhadap siswa sekolah dasar hendaknya menyesuaikan dengan perkembangan yang sedang mereka alami.

2. Pembelajaran Bahasa Inggris di Sekolah Dasar

Pada dasarnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh sebab itu, pembelajaran bahasa Inggris diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan bahasa Inggris, baik secara lisan maupun tertulis. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran Bahasa Inggris bagi pembelajar pemula dalam hal ini siswa sekolah dasar, pertama-tama perlu pembentukan sikap positif terhadap pelajaran bahasa Inggris. Untuk itu perlu pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar perlu disesuaikan dengan karakteristik dan perkembangan siswa sekolah dasar.

Dunia anak penuh kesenangan, anak hanya berpikir dapat mengisi sebanyak mungkin kesenangan dalam hidupnya. Begitu pula dengan pendidikan mereka, seorang guru harus melaksanakan pengajaran yang menyenangkan, mengajak anak belajar dengan nuansa bermain. Pengajaran bahasa Inggris hendaknya didorong oleh strategi dan kegiatan belajar-mengajar yang memberikan rasa nyaman dan bukan rasa tertekan dan terpaksa.

(5)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 muda cocok bagi mereka. Greene dan Petty

(1959) menyatakan tugas dan kewajiban guru adalah dapat menyeleksi permainan yang cocok bagi siswa mereka dan sesuai dengan tingkat kognitif, fisik, dan emosional anak. Frost (dalam Greeny dan Petty: 1959) menyatakan bahwa banyak guru percaya bahwa buku pelajaran siswa seharusnya penuh warna agar menjadi menarik perhatian dan motivasi siswa itu sendiri. Mereka mengatakan bahwa gambar yang berwarna dan interaktif membuat siswa menjadi tertarik dan penasaran sehingga menambah motivasi mereka untuk mempelajari bahan selanjutnya. Hal ini berarti bahwa siswa akan lebih mudah untuk menghafal kosa kata ketika mereka melihat sesuatu yang menarik. Mental pembelajar muda akan sangat tertarik ketika melihat objek yang sebenarnya. Objek itupun akan sangat membantu untuk mengembangkan imajinasi mereka. Colorado (2009) menguatkan pendapat di atas dengan memberikan contoh pengajaran kosakata di sekolah dasar dapat dilakukan dengan cara:  Bermain peran atau melakukan pantomim

(Role playing or pantomiming)

Menggunakan gerak badan (Using gestures) Menunjukkan benda nyata (Showing real

objects)

Menunjuk gambar (Pointing to pictures) Meng gambar cepat di papan tulis (Doing

quick drawings on the board)

Menggunakan Bahasa Indonesia yang setara dan kemudian meminta siswa untuk

mengucapkan padanan katanya dalam bahasa Inggris.

Pembelajaran bahasa Inggris di SD lebih ditekankan pada penguasaan vocabulary, tanpa

mempunyai vocabulary tidak mungkin siswa bisa belajar berbicara (speaking) atau struktur kalimat (structure). Hal ini dikuatkan oleh pendapat Suyanto dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar di situs internet bahwa alasan pengajaran bahasa Inggris diadakan di sekolah dasar ialah untuk memberikan pengetahuan penguasaan kosa kata yang banyak sehingga apabila siswa melanjutkan jenjang pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi mereka tidak akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu fokus utama dalam pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar ialah penguasaan kosa kata. Dengan menguasai kosa kata yang banyak maka para siswa dapat dengan mudah menguasai keterampilan bahasa yang lain.

(6)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 siswa memperhatikan aspek-aspek mengetahui

suatu kata.

Sitorus (1993) menyatakan bahwa kata-kata yang terdapat dalam kelompok, golongan-golongan, dan dalam suatu perangkat-perangkat selalu lebih mudah untuk dipelajari. Lebih lanjut Sitorus mengungkapkan ada dua cara mempelajari kosakata dalam pengelompokan yaitu kelompok kata yang mempunyai satu dasar umum dan kelompok kata yang mempunyai hubungan dalam pengertian.

Piaget dalam Hoskisson & Tompkins (1987) menyatakan bahwa siswa sekolah dasar adalah concrete thinkers (pemikir konkrit). Mereka belajar dengan baik melalui keterlibatan secara aktif. Keterlibatan dalam penggunaan bahasa secara aktif dapat dibuat lebih bermakna apabila dikaitkan dengan pengalaman dan hal-hal nyata dalam kehidupan anak. Budiningsih (2005) menyatakan bahwa untuk menghindari keterbatasan berfikir, anak perlu diberi gambaran konkrit sehingga ia mampu menelaah persoalan. Anak usia 7 sampai 12 tahun masih memiliki masalah mengenai berfikir abstrak.

Pembelajaran kosakata bahasa Inggris kepada anak-anak, sebaiknya didasarkan pada bagaimana mereka belajar bahasa. Hal ini dinyatakan oleh Hoskisson & Tompkins (1987) bahwa pembelajaran bahasa harus didasari pada bagaimana anak-anak belajar dan bagaimana mereka belajar bahasa. Guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan cara belajarnya. Pertama, siswa perlu diajarkan bentuk bahasa lisan dan tulisan. Kedua, siswa perlu mendapat kesempatan untuk meniru bentuk-bentuk bahasa tersebut.

Menurut Lado (1979) ada beberapa langkah yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kosakata khususnya pada siswa sekolah dasar yaitu: (1) mendengarkan kata, (2) mengucapkan kata,(3) memahami makna, (4) membuat ilustrasi dalam bentuk kalimat, (5) melakukan latihan dalam pengekspresian makna, (6) mengucapkan kata tersebut dengan suara keras, dan (7) menulis kata-kata tersebut. Suyanto (2008) meringkaskan pendapat-pendapat di atas bahwa pembelajaran kosakata dapat dilakukan dengan empat tahap. Tahap pertama adalah tahap pengenalan (introducing stage). Pada tahap ini guru memperkenalkan kata baru dengan ucapan yang jelas dan benar, serta memperkenalkan kata baru tersebut dengan menggunakan gambar atau benda nyata tahap. Tahap kedua adalah tahap pemberian model (modeling stage). Pada tahap modelling, guru memberi contoh dengan bertindak sebagai model. Tahap selanjutnya adalah tahap latihan (practicing stage). Di tahap ini, guru melatih siswa-siswa untuk menirukan dan berlatih. Tahap final adalah tahap penerapan (applying stage). Pada tahap yang keempat atau tahap applying siswa menerapkan kosakata yang dipelajari dalam situasi yang tepat dengan bantuan atau bimbingan guru. Dengan begitu diharapkan kemampuan kosa kata siswa sekolah dasar akan meningkat dengan cepat dan meningkatkan hasil belajar Bahasa inggris mereka.

3. The Total Physical Response (TPR)

(7)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 bahasa yang dikembangkan oleh Asher

didasarkan pada koordinasi antara pembicaraan (ucapan) dengan tindakan (aksi).

Dalam teori pembelajaran bahasa pada anak, Asher (2000) memiliki tiga hipotesa yang dipandang berpengaruh yaitu:

(1)Terdapat bio program bawaan yang spesifik untuk pembelajaran bahasa yang menggambarkan sebuah alur yang optimal untuk pengembangan bahasa pertama dan kedua, 2) lateralisasi otak menggambarkan fungsi pembelajaran yang berbeda pada otak kiri dan kanan, dan 3) stres mempengaruhi aktivitas pembelajaran dan apa yang akan dipelajari oleh peserta didik, stres yang lebih rendah kapasitasnya maka pembelajaran menjadi lebih baik.

Ketiga hipotesis yang diungkapkan oleh Asher menjadi dasar diterapkannya TPR dalam pengajaran bahasa kedua bagi anak.

Richards dan Rogers (2001) mengungkapkan Total Physical Response (TPR) is a language teaching method built around coordination of speech and action, it attempts to teach language through physical (motor) activity. Total Physical Response (TPR) merupakan metode pengajaran bahasa yang didasarkan pada koordinasi antara pembicaraan dan tindakan, merupakan suatu pengajaran bahasa menggunakan aktivitas fisik motorik.

Berdasarkan beberapa pendapat maupun pandangan mengenai Total Physical Response (TPR) dapat disimpulkan bahwa TPR merupakan metode pembelajaran bahasa yang dikembangkan oleh James Asher yang didasarkan pada koordinasi antara pembicaraan (ucapan) dengan tindakan (aksi) yang juga merupakan suatu

pengajaran bahasa menggunakan aktivitas fisik motorik dan juga merupakan suatu metode pembelajaran bahasa yang menggunakan pendekatan pemahaman.

Dalam menerapkan pembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan metode TPR perlu diperhatikan beberapa prinsip dasar. Prinsip yang ada dijadikan pedoman ataupun acuan dalam menerapkan pembelajaran yang menggunakan metode TPR. Ada tiga belas prinsip yang mencakup penerapan TPR (Asher: 2000), yaitu:

(8)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 they first begin speaking. Teachers should

be tolerant of them. Work on the fine details of the language should be postponed until students have become somewhat proficient.

Penjelasan di atas berarti bahwa (1) Arti dalam bahasa target sering dapat disampaikan melalui peragaan. Memori diaktifkan melalui respon pembelajar. Bahasa sasaran harus disajikan dalam bentuk potongan-potongan, bukan hanya kata demi kata, (2) pemahaman siswa tentang bahasa target harus dikembangkan sebelum kemampuan berbicara, (3) para siswa dapat belajar satu bagian dari bahasa dengan cepat dengan cara menggerakkan tubuh mereka, ( 4) imperatif (kata-kata perintah) adalah sebuah alat ilmu bahasa yang kuat yang dengan penggunaannya guru dapat mengarahkan perilaku siswa, (5) siswa dapat belajar melalui pengamatan peragaan dan dengan melakukan tindakan sendiri, (6) adalah sangat penting bahwa siswa merasa berhasil, (7 ) siswa tidak boleh dibuat untuk menghafal rutinitas, (8) koreksi harus dilakukan dalam cara yang tidak mencolok, (9) siswa harus mengembangkan sikap luwes dalam memahami bahasa target yang disajikan dalam bentuk potongan, (10) belajar bahasa lebih efektif bila dilakukan dengan cara yang menyenangkan, (11) bahasa lisan perlu ditekankan di atas bahasa tertulis, (12) siswa akan mulai berbicara ketika mereka sudah siap, (13) siswa diperbolehkan untuk membuat kesalahan ketika mereka pertama kali mulai berbicara. Para guru harus toleran terhadap mereka. Belajar bagian-bagian rinci bahasa harus ditunda sampai siswa telah menjadi agak mahir.

Berdasarkan prinsip-prinsip dalam menerapkan TPR sebagai sebuah metode belajar di atas maka dalam pembelajaran yang menerapkan metode TPR siswa melakukan peragaan-peragaan yang diperintahkan oleh guru. Selain itu, dalam pembelajaran TPR siswa juga diharapkan dapat bersemangat, mendapatkan definisi suatu kata tanpa penterjemahan dari guru, berani berbicara dalam bahasa Inggris, memaksimalkan panca indera siswa, dan siswa tidak tegang dalam pembelajaran.

Sementara itu Asher (2000) mengenai kaitan prinsip penerapan TPR mengungkapkan:

“The underlying principle of TPR is that the

channels of learning engage all senses: sight, hearing, speaking, taste, touch, smell, and all motor activities. Each individual finds learning easiest through one of these channels, or some combination of them. Traditional classroom activities disadvantage those learners who are not oriented to the particular kinds of stimulation typically found in classrooms. Workplace vocational courses, military forces etc. have always made use of TPR principles.”

(9)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 kursus kejuruan, lembaga militer dan lainnya telah

menggunakan prinsip dalam TPR.

Berdasarkan pendapat dan pandangan dari beberapa ahli bahasa di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penerapan TPR sebagai suatu metode pembelajaran perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut: guru dan peserta didik sering melakukan peragaan, menyampaikan tujuan pembelajaran pada awal proses pembelajaran, lakukan dengan gerakan tubuh peserta didik, kondisikan peserta didik merasa berhasil atas hal yang dilakukan olehnya, peserta didik tidak perlu membuat hafalan yang rutin, memperbaiki kesalahan peserta didik dilakukan dengan tidak menurunkan kepercayaan dirinya, lakukan pembelajaran dengan kondisi peserta didik senang, kemampuan berbicara harus ditekankan dari kemampuan menulis, dan menggunakan seluruh panca indera dalam pembelajaran.

4. Khalayak Sasaran Antara yang Strategis Sasaran kegiatan pengabdian kepada masyarakat adalah guru-guru sekolah dasar di Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan yang merupakan guru-guru kelas dan guru-guru mata pelajaran Bahasa Inggris. Sasaran ini dipilih karena sekolah-sekolah dasar tersebut merupakan sekolah dasar-sekolah dasar mitra PGSD FIP UNJ, di mana sekolah dasar sekolah dasar mitra itu sendiri berfungsi sebagai tempat latihan para calon guru sekolah dasar dengan cara melakukan kegiatan PPL yang sebelumnya didahului dengan serangkaian observasi lapangan untuk mengenal dunia ke SD-an dan menerapkan teori-teori yang diterima di bangku perkuliahan selama mahasiswa menjalankan perkuliahan. Dengan dijalankannya

pengabdian kepada masyarakat bersama sekolah dasar - sekolah dasar mitra PGSD FIP UNJ diharapkan guru-guru sekolah dasar bisa mempunyai wawasan pembelajaran Bahasa Inggris yang lebih luas untuk diimplementasikan guna peningkatan kualitas pembelajaran Bahasa Inggris di kelas biasa dan ditularkan kepada calon-calon guru sekolah dasar.

Adapun sekolah dasar-sekolah dasar mitra PGSD FIP UNJ yang dipilih untuk pengabdian masyarakat kali ini adalah SDN Guntur 03 pagi, SDS Laboratorium PGSD FIP UNJ, dan SDN Menteng Atas 02.

5. Evaluasi

(10)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 6. Kriteria/Indikator Keberhasilan

Evaluasi Awal

Evaluasi dinyatakan berhasil jika peserta mampu melakukan identifikasi permasalahan pembelajaran Bahasa Inggris di kelas dan rancangan pembelajaran Bahasa Inggris yang selama ini dilakukan.

Evaluasi Proses

Evaluasi dinyatakan berhasil jika peserta mampu membuat rancangan pembelajaran (RPP) berbasis metode Total Physical Response dan media ajar yang sesuai untuk digunakan metode Total Physical Response.

Evaluasi Hasil

Evaluasi dinyatakan berhasil jika peserta mampu menunjukkan kemampuan dalam mempraktekkan/ memodelkan pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode Total Physical Response sesuai dengan kelas yang mereka ampu.

Tolak Ukur

Tolak ukur keberhasilan dalam pelaksanaan latihan pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode Total Physical Response dinyatakan berhasil jika:

Evaluasi Awal

Dalam evaluasi awal, para peserta mampu mengidentifikasi permasalahan pembelajaran Bahasa Inggris di kelas dan mampu menyerahkan rancangan pembelajaran Bahasa Inggris yang selama ini dilakukan.

Evaluasi Proses

Dalam evaluasi proses, para peserta mampu menyerahkan rancangan pembelajaran (RPP) berbasis metode Total Physical Response dan media ajar yang sesuai untuk digunakan metode Total Physical Response.

Evaluasi Hasil

Dalam evaluasi hasil, para peserta bisa menunjukkan keberhasilan dalam melaksanakan model pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode Total Physical Response sesuai dengan kelas yang mereka ampu.

PELAKSANAAN KEGIATAN 1. Tempat dan Waktu Kegiatan

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini bertempat di ruang 109 Lantai 1 Jurusan PGSD FIP UNJ Jalan Setiabudi I No. 1 Jakarta Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan, pada hari Selasa tanggal 5 Oktober 2010.

2. Peserta Kegiatan

Kegiatan pengabdian kepada masyarakat kali ini adalah hasil kerjasama antara Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (dengan dosen-dosen Jurusan PGSD FIP UNJ sebagai pelaksana), Dinas Pendidikan Dasar, dan Kasi Dikdas Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan. Peserta terdiri dari dua puluh enam guru-guru sekolah dasar-sekolah dasar mitra PGSD FIP UNJ, yang terdiri atas guru-guru Bahasa Inggris dan guru-guru kelas SDN Guntur 03 pagi, SDS Laboratorium PGSD FIP UNJ, SDN Menteng Atas 02 dan Kasie Dikdas Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan.

3. Metode Kegiatan

Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka metode pelatihan yang digunakan adalah:

(11)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 mendalami pengetahuan tentang

pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode Total Physical Response dan bagaimana

mengimplementasikannya pada

pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar.

2. Metode pemberian tugas membuat rancangan pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode Total Physical Response diharapkan agar peserta dapat mengetahui langkah-langkah membuat rancangan pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode Total Physical Response dan dapat membuat media/ bahan ajar yang sesuai dengan metode TPR.

3. Metode pemberian tugas dilanjutkan dengan para peserta memodelkan pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode Total Physical Response sesuai dengan rancangan pembelajaran yang telah berhasil disusunnya.

HASIL KEGIATAN

Hasil yang terlihat bahwa selama kegiatan berjalan dengan baik. Tempat kegiatan di ruang 109 di lantai 1 kampus E PGSD FIP UNJ yang berdekatan dengan tempat tugas Bapak/Ibu guru-guru sekolah dasar di lingkungan Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan.

Pelaksanaan kegiatan diikuti oleh dua puluh enam guru-guru sekolah dasar di lingkungan Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan yang terdiri dari delapan orang guru-guru SDN Guntur 03 Pagi, sebelas orang guru-guru SDS Laboratorium FIP UNJ, enam orang guru-guru SDN menteng atas 02 dan bapak Kasie Dikdas Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan pada

hari Selasa, tanggal 5 Oktober 2010, kemudian tugas menyusun RPP dan bahan ajar/ media pendukung dikerjakan bersama-sama guru-guru di sekolah masing-masing. Berdasarkan evaluasi, para guru masih terlihat belum terbiasa membuat rancangan pembelajaran berbasis metode Total Physical Response dan membuat rancangan media/ bahan ajar pendukung yang sesuai serta masih mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan pembelajaran bahasa Inggris berbasis metode Total Physical Response pada kelas-kelas mereka masing-masing, sehingga diperlukan diskusi kelompok. Namun demikian, rencana awal peserta dapat menyusun rancangan pembelajaran dengan metode Total Physical Response telah berhasil dengan bimbingan Tim Pengabdi. Hal ini sangat menggembirakan, sehingga peserta pelatihan dapat memperoleh pengetahuan baru dalam menyusun rancangan pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode Total Physical Response yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangan siswa sekolah dasar.

Pada akhir kegiatan, semua peserta pelatihan secara individu diberi tugas untuk mengimplementasikan pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode Total Physical Response di sekolah masing-masing.

PENUTUP 1. Kesimpulan

Berdasarkan pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

(12)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 guru sekolah dasar yang ada di Kecamatan

Setiabudi Jakarta Selatan.

b. Motivasi peserta dalam mengikuti pelatihan cukup baik.

c. Terjadi peningkatan pengetahuan tentang pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode Total Physical Response bagi para peserta. Pada awalnya para guru belum mengenal metode Total Physical Response sebagai metode pembelajaran Bahasa Inggris yang sesuai dengan karakteristik dan perkembangan siswa sekolah dasar, namun setelah pelatihan, peserta mengetahui baik teori maupun bagaimana membuat rancangan pembelajaran Bahasa Inggris dengan metode Total Physical Response serta bagaimana mengimplementasikannya di kelas masing-masing.

2. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka Tim Pengabdi perlu memberikan saran-saran sebagai berikut:

a. Pelatihan semacam dapat dilakukan secara periodik terhadap para guru sekolah dasar di seluruh Provinsi DKI Jakarta, sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran Bahasa Inggris di sekolah dasar.

(13)

116 Jurnal Ilmiah PGSD Vol.III No.1 April 2011 DAFTAR PUSTAKA

Asher, James J. (2000). Learning Another Language through Action. 20 Maret 2009, dari http://docs.ksu.edu.sa/PDF/Articles48/ Article480783.pdf.

Budiningsih, Asri. Belajar dan Membelajarkan. (2005). Jakarta: PT Rineka Cipta

Bredekamp, Sue. (1987). Developmetally Appropriate Practice in Early Childhood Program Serving Children from Birth through Age 8. Washington DC: NCTM.

Colorado, Ann. (2009). 12 April 2009, dari http://esl-programs-lessons.suite101.com/article.cfm/tips for_teaching_l2_vocabulary.

Dunn, Opal. (1983). Developing English with Young Learners. London: The Macmillan Press Limited. Greeny, Harry A and Walter T Petty. (1959). Developing Language Skill in the Elementary School. 25

April 2010, dari http://www.bingfkipunlam.wordpress.

Hoskisson, K. & Tompkins, G. E. (1987). Language Arts: Content and Teaching Strategies. Melbourne: Merill Publishing Company.

Lado, R. (1979). Language Teaching. A Scientific Approach. Bombay-New Delhi: Tata McGraw-Hill Publshing Co LTD.

Larsen, Diane and Freeman. (2000). Technique and Principles in Language Teaching. New York: Oxford University Press.

Nation, I. S. P. (2001). Learning Vocabulary in Another Language. Cambridge: Cambridge University Press.

Richards, J and Rogers (2001). Approaches and Methods in Language Teaching. London: Cambridge University Press.

Setiyadi, Bambang. (2006). Teaching English as a Foreign English. Yogyakarta: Griya Ilmu.

Sitorus, R. H. (1993). Cara Mudah Belajar Bahasa Inggris: English Vocabulary. Bandung: CV. Pionir Jaya.

Sumantri, Mulyana. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas Terbuka. Suyanto, Kasihani K. E. (2008). English For Young Learners. Jakarta: Bumi Aksara.

Daftar Riwayat Hidup Peneliti:

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Metode Total Physical Response Storytelling dalam Meningkatkan Perbendaharaan Kata Kerja Bahasa Inggris Siswa Tunarungu Tingkat SMALB Kelas X di SLB Negeri Ciamis

(b) Karakteristik materi pembelajaran Bahasa Inggris dan (c) Karakteristik interaksi pembelajaran Bhasa Inggris RSBI di SMP Negeri 3 Cepu Kabupaten Blora. Penelitian ini

Di akhir seminar, para peserta sudah mendapatkan bekal ilmu pengetahuan ten- tang pengajaran bahasa Inggris dengan menggunakan metode role play beserta cara menampilkan

Total Pshycal Response merupakan salah satu metode dalam pengenalan bahasa Inggris yang mengandung unsur gerakan permainan sehingga dapat menghilangkan tekanan

Bahasa Inggris secara Tertulis Setelah melaksanakan pelatihan etika berkomunikasi bahasa Inggris secara lisan, maka pengabdi juga melatih para remaja peserta pelatihan

Ini membuktikan bahwa pelatihan yang diselenggarakan mampu memacu para guru untuk mengupayakan penggunakan bahasa Inggris melalui pemanfaatan bahasa kelas (classroom

peserta mampu mengkombinasikan lagu dan gerak untuk membantu mengajarkan bahasa Inggris, peserta mengenal dan mencoba membacakan cerita bahasa Inggris sederhana, peserta

Dengan terselenggaranya pendampingan bahasa inggris dasar ini, diharapkan bahwa para siswa dapat meningkatkan antusiasme belajar mereka sebagai langkah awal untuk menguasai bahasa