• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP KLASTER INDUSTRI UNTUK PENGEMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KONSEP KLASTER INDUSTRI UNTUK PENGEMBANG"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN | INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

KONSEP KLASTER INDUSTRI UNTUK

PENGEMBANGAN INDUSTRI MEBEL

KABUPATEN JEPARA

I GEDE MADE RAMADIARTHA

3614100007

OKY DWI ARIYANTI

3614100014

RETNO YUNIAR AZARINE

3614100027

ANGELINA ROINTAN NAIBAHO

3614100043

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan

rahmat dan kasih sayangnya berupa nikmat jasmani dan rohani tim penulis dapat

menyelesaikan Makalah Konsep Klaster Industri untuk Pengembangan Industri Mbel

Kabupaten Jepara. Makalah ini merupakan laporan yang berisikan Latar Belakang, Tinjauan

Teori, Gambaran Umum Wilayah, Analisa, Konsep Penanganan, Kesimpulan, dan Lesson

Learned.

Selama proses penulisan makalah ini banyak mendapatkan bantuan dari pihak-pihak lain

sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan optimal. Pada kesempatan ini penulis

menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan

tugas ini yaitu :

1. Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.rer.reg dan Vely Kukinul S., ST, MT sebagai dosen mata

kuliah Ekonomi Wilayah yang telah membantu kami mendapatkan informasi dan

membimbing kami dalam menyelesaikan laporan ini serta memberikan ilmu yang

sangat bermanfaat

2. Serta semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyelesaian tugas ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu

Tanpa adanya bantuan dari pihak-pihak tersebut, laporan ini tidak akan selesai dengan

baik. Laporan ini masih jauh dari tahap sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun

merupakan hal yang sangat dinanti. Semoga kedepannya laporan ini dapat bermanfaat, baik

bagi tim penulis yang menempuh studi di Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota,

maupun bagi pembaca laporan ini.

Surabaya, Juni 2017

(3)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 3

1.1 Latar Belakang ... 3

1.2 Tujuan dan Sasaran ... 4

1.3 Ruang Lingkup ... 4

1.4 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN TEORI ... 6

2.1 Teori klaster Industri ... 6

2.2 Teori Analisis LQ dan Shift Share ... 7

2.3 Teori Analisis SWOT ... 12

2.4 Teori Secondary Data Analysis ... 15

2.5 Tinjauan Kebijakan ... 20

BAB III Gambaran Umum ... 0

3.1 Letak Kabupaten Jepara dalam Konstalasi Jawa Tengah ... 1

3.2 Identifikasi Masalah ... 5

BAB IV ANALISIS ... 8

4.1 Analisis LQ dan Shift Share ... 8

4.2 Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat) ... 21

BAB V KONSEP PENANGANAN ... 26

5.1 Konsep Penanganan ... 26

5.2 Kesimpulan ... 31

5.3 Lesson learned ... 32

(4)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industri Furniture adalah industri yang mengolah bahan baku atau bahan setengah jadi

dari kayu, rotan, dan bahan baku alami lainnya menjadi produk barang jadi furniture yang

mempunyai nilai tambah dan manfaat yang lebih tinggi. Industri furniture di Indonesia

tersebar hampir di seluruh propinsi, dengan sentra-sentra yang cukup besar terletak di

Jepara, Cirebon, Sukoharjo, Surakarta, Klaten, Pasuruan, Gresik, Sidoarjo, Jabodetabek, dan

lain-lain.

Industri pengolahan kayu dibagi menjadi dua kelompok antara lain kelompok industri

pengolahan kayu hulu dan kelompok industri pengolahan kayu hilir. Kelompok industri

pengolahan kayu hulu merupakan industri pengolahan kayu primer yaitu industri yang

mengolah kayu bulat/log menjadi berbagai sortimen kayu. Kelompok industri pengolahan

kayu hilir merupakan industri yang menghasilkan produk produk kayu diantaranya dowel,

moulding, pintu, jendela, wood-flooring, dan sejenisnya (Kementrian Perindustrian, 2011).

Berdasarkan dari data Kementrian Perindustrian Republik Indonesia tahun 2011 dalam

Statistik Perdagangan, perkembangan ekspor Indonesia pada komoditas kayu lapis dan

olahan lainnya menunjukkan trend yang menurun dalam beberapa tahun terakhir. Jepara

identic dengan mebel ukir. Mebel ukir tidak hanya merupakan pilar utama ekonomi Jepara,

tetapi juga merupakan sumber penghidupan dan budaya dari masyarakat Jepara. Industri

mebel di Kabupaten Jepara menjadi sektor andalan perekonomian Kabupaten tersebut.

Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jepara tahun 2009. Jepara

diperkirakan menyumbang sekitar 10% dari total ekspor mebel Indonesia, dimana

kontribusi mebel terhadap perekonomian Kabupaten Jepara mencapai 27%.

Industri mebel Jepara selain melayani pasar dalam negeri, juga melayani pasar uar

negeri, antara lai, Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Hong Kong, dan Australia. Komoditi

mebel memiliki nilai ekspor tertinggi di Kabupaten Jepara dengan sebesar

US$111.498.084,22 dari jumlah keseluruhan nilai ekspor US$131.379.679,76 atau sebesar

84,87%. Selama beberapa tahun terakhir industri mebel Jepara mengalami penurunan

voume ekspor dan nilai produksi. Permasalahan ini disebabkan oleh adanya permasalahan

(5)

khususnya kayu jati, efektifitas interaksi kelembagaan dan pola persaingan yang terfokus

pada persaigan harga bukan kualitas, sedangkan permasalahan internalnya adalah

rendahnya kualitas SDM dan rendahnya inovasi produk industri mebel.

1.2 Tujuan dan Sasaran

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan arahan pengembangan klaster industri

mebel menjadi sektor unggulan di Kabupaten Jepara.

Sasaran :

1. Mengidentifikasi jenis industri apa saja yang ada pada Kabupaten Jepara

2. Menentukan sektor basis Kabupaten Jepara melalui analisis LQ dan Shiftshare

3. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab suatu klaster industri tidak berkembang

4. Menyusun strategi pengembangan klaster industri melalui analisis SWOT

1.3 Ruang Lingkup

Dalam penelitian ini terdapat ruang lingkup yang membatasi fokus penelitian. Ruang

lingkup penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup wilayah yang menjelaskan

batasan fisik dari wilayah penelitian, dan ruang lingkup pembahasan yang menjelaskan

batasan pada aspek yang akan dibahas.

1.3.1 Ruang Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah pada penelitian ini adalah wilayah Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa

tengah.

1.3.2 Ruang Lingkup Pembahasan

Lingkup pembahasan yang dibahas pada penelitian ini dilihat dari sudut pandang

ekonomi wilayah Kabupaten Jepara dalam pengembangannya pada klaster industri

pengolahan.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, ruang lingkup penelitian, hasil yang diharapkan, dan sistematika pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA menjelaskan tentang landasan – landasan yang digunakan dalam penelitian. Landasan yang dimaksud dapat berupa teori yang menjadi dasar dalam

melakukan analisa.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN menjelaskan tentang pendekatan yang digunakan dalam proses penelitian. Proses penelitian berupa teknik pengumpulan data dan analisa

(6)

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN menjelaskan tentang pembahasan penelitian yang terdiri dari gambaran umum wilayah yang membahas tentang lingkup wilayah administrasi

penelitian serta analisa dan pembahasan yang membahas tentang hasil analisis dari setiap

sasaran beserta pembahasannya.

(7)

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Teori klaster Industri

Konsep klaster industri telah banyak mengundang perhatian

berbagai stakeholders baik akademisi, praktisi, politisi, birokrat, para ahli ekonomi serta

semua pihak yang concern terhadap pengembangan ekonomi lokal suatu wilayah.

Pengertian kluster industri hingga saat ini masih debatable disebabkan terdiri dari

bermacam-macam konsep dan metode pendekatan yang digunakan (David, 2004). Klaster

industri merupakan konsep multidimensi yang didasarkan atas sejumlah teori-teori

ekonomi dan diukur menggunakan metodologi pendekatan yang berbeda-beda. Namun

demikian, secara teoritis konsep klaster industri dibangun oleh teori ekonomi terutama

sekali oleh teori ekonomi eksternal dan aglomerasi (Hoover, 1937; Marshall, 1890; Perroux,

1950 dalam Martin, 1999).

Penggagas konsep klaster yang pertamakali adalah Porter (1990),

memperkenalkan konsep klaster industri (industrial cluster) dalam bukunya “The

Competitive Advantage of Nation” sebagai kebijakan untuk meningkatkan daya saing

negara Amerika Serikat. Porter mendefinisikan klaster sebagai kelompok perusahaan yang

saling berhubungan, berdekatan secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait

dalam suatu bidang khusus karena kebersamaan dan saling melengkapi.

“cluster as a geographically proximate group of interconnected

companies and associated institutions in a particular field linked by commonalities and

complementarities (Porter, 1990)”.

Sedangkan menurut Bernat (1999) klaster didefinisikan sebagai grup perusahaan

yang berkumpul pada satu lokasi dan saling terhubung membentuk suatu jaringan

(networking). Sementara Ketels (2003), mendefinisikan klaster sebagai

perusahaan-perusahaan yang sejenis/sama atau yang saling berkaitan, berkumpul dalam suatu

batasan geografis tertentu dan terhubungkan karena saling ketergantungan dalam

penyedian produk maupun jasa yang sama/berhubungan. Pengertian klaster menurut

UNIDO ( 2004) juga dapat didefinisikan sebagai pemusatan geografis industri-industri

(8)

Kementerian Koperasi dan UKM seperti tersurat dalam buku Pemberdayaan UKM

Melalui Pemberdayaan SDM dan Klaster Bisnis, menunjukkan pengertian klaster sebagai

kelompok kegiatan yang terdiri atas industri inti, industri terkait, industri penunjang, dan

kegiatan-kegiatan ekonomi (sektor-sektor) penunjang dan terkait lain, yang dalam

kegiatannya akan saling terkait dan saling mendukung. Lingkup geografis klaster dapat

sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah perkotaan

sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster dapat juga melampaui

batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (mis. Batam, Singapore, Malaysia).

Ilustrasi Klaster Industri Sumber Gambar : Tambunan, 2008

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat difahami bahwa klaster tidak hanya

berupa kesatuan bisnis seperti perusahaan tetapi juga kesatuan lembaga-lembaga

penelitian (universitas), asosiasi perdagangan, lembaga keuangan (bank), penyedian

layanan bimbingan teknis, pemerintah dan mediator lainnya yang membantu unit usaha

dalam klaster untuk berkembang, misalnya dengan pengembangan produk, teknologi,

informasi pasar, serta peningkatan proses produksi. Lebih lanjut, klaster merupakan suatu

bentuk jaringan (network) yang saling terhubung diantara unit usaha dalam klaster juga

dengan lembaga lain di luar klaster

2.2 Teori Analisis LQ dan Shift Share

Location Quotient dan Shift Share Analysis sebagai Alat Guna Menentukan Strategi

Pengembangan Ekonomi

2.2.1 Location Quotient Analysis (LQ)

Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat spesialisasi

sektor-sektor ekonomi di suatu daerah atau sektor-sektor apa saja yang merupakan

(9)

relatif antara kemampuan suatu sektor di daerah yang diselidiki dengan

kemampuan sektor yang sama pada daerah yang menjadi acuan. Satuan yang

digunakan sebagai ukuran untuk menghasilkan koefisien LQ tersebut nantinya

dapat berupa jumlah tenaga kerja per-sektor ekonomi, jumlah produksi atau satuan

lain yang dapat digunakan sebagai kriteria.

Location Quotient Analysis (LQ)

Dimana :

Si = Jumlah buruh sektor kegiatan ekonomi i di daerah yang diselidiki

S = Jumlah buruh seluruh sektor kegiatan ekonomi di daerah yang diselidiki

Ni = Jumlah sektor kegiatan ekonomi i di daerah acuan yang lebih luas, di

mana daerah yang di selidiki menjadi bagiannya

N = Jumlah seluruh buruh di daerah acuan yang lebih luas

Itu jika menggunakan data buruh atau tenaga kerja. Demikian pula jika

menggunakan data lain, seperti PDRB.

Dari perhitungan Location Quotient (LQ) suatu sektor, kriteria umum yang

dihasilkan adalah :

a. Jika LQ > 1, disebut sektor basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya lebih

tinggi dari pada tingkat wilayah acuan

b. Jika LQ < 1, disebut sektor non-basis, yaitu sektor yang tingkat spesialisasinya

lebih rendah dari pada tingkat wilayah acuan

c. Jika LQ = 1, maka tingkat spesialisasi daerah sama dengan tingkat wilayah acuan.

Asumsi metoda LQ ini adalah penduduk di wilayah yang bersangkutan

mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan wilayah acuan.

Asumsi lainnya adalah permintaan wilayah akan suatu barang akan dipenuhi terlebih

dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya diimpor dari wilayah lain.

(10)

Location Quotient merupakan suatu alat analisa yang digunakan dengan

mudah dan cepat. LQ dapat digunakan sebagai alat analisis awal untuk suatu

daerah, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan alat analisis lainnya. Karena

demikian sederhananya, LQ dapat dihitung berulang kali untuk setiap perubahan

spesialisasi dengan menggunakan berbagai peubah acuan dan periode waktu.

Perubahan tingkat spesialisasi dari tiap sektor dapat pula diketahui dengan

membandingkan LQ dari tahun ke tahun.

Kelemahan Analisis LQ:

Perlu diketahui bahwa nilai LQ dipengaruhi oleh berbagai faktor. Nilai hasil

perhitungannya bias, karena tingkat disagregasi peubah spesialisasi, pemilihan

peubah acuan, pemilihan entity yang diperbandingkan, pemilihan tahun dan

kualitas data.

Masalah paling mendasar pada model ekonomi basis ini adalah masalah time lag.

Hal ini diakui, bahwa base multiplier atau pengganda tidak berlangsung secara

tepat, karena membutuhkan time lag antara respon dari sektor basis terhadap

permintaan dari luar wilayah dan respon dari sektor non basis terhadap perubahan

sektor basis. Pendekatan yang biasanya dilakukan terhadap masalah ini adalah

mengabaikan masalah time lag ini, namun dalam jangka panjang masalah ini pasti

terjadi.

Pengganda basis dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut

(Budiharsono, 2001:31) :

(11)

Atau:

Dimana :

T = Total Tenaga Kerja

X = Jumlah Tenaga Kerja Pada Sektor Basis

1/(1-dl) = Multiplier. (Ma’rif : 2000)

Pada umumnya jika dilakukan dengan hati-hati dan menggunakannya

dengan hati-hati pula, maka model ekonomi basis ini merupakan alat yang baik

untuk mengeksplorasi, mengevaluasi dan memberikan dugaan permintaan basis

untuk masa mendatang dan memprediksi tenaga kerja, pendapatan, populasi,

investasi, kebutuhan pelayanan masyarakat dan sebagainya.

Menurut teori ini, sektor ekspor merupakan sektor yang paling penting

dalam pembangunan daerah, karena (1) ekspor akan secara langsung menimbulkan

kenaikan pendapatan faktor-faktor produksi dan pendapatan daerah, (2)

pengembangan ekspor akan menimbulkan permintaan atas produksi industri lokal

(residentary industry), yaitu industri di daerah yang memproduksi untuk memenuhi

pasaran di daerah tersebut. Walaupun sebetulnya ada faktor lain yang tidak kalah

pentingnya dalam pembangunan daerah, yaitu pertambahan penduduk dan modal

yang besar ke daerah tersebut.

Dalam perkembangannya, teori ekspor base dikembangkan lagi oleh Perlof

dan Wingo ke dalam teori resource base yang didasarkan pada pengalaman empirik

sejarah perkembangan daerah di Amerika Serikat (Sukirno,1982). Teori ini

menganggap bahwa di samping ekspor, peranan kekayaan alam suatu daerah juga

menentukan perkembangan daerah tersebut.

2.2.2 Shift – Share Analysis

Metoda ini digunakan untuk mengetahui kinerja perekonomian daerah,

(12)

unggulan daerah dalam kaitannya dengan perekonomian wilayah acuan (wilayah

yang lebih luas) dalam dua atau lebih kurun waktu.

Analisis ini bertolak pada asumsi bahwa pertumbuhan sektor daerah sama

dengan pada tingkat wilayah acuan, membagi perubahan atau pertumbuhan kinerja

ekonomi daerah (lokal) dalam tiga komponen :

1. Komponen Pertumbuhan Wilayah Acuan (KPW), yaitu mengukur kinerja

perubahan ekonomi pada perekonomian acuan. Hal ini diartikan bahwa daerah

yang bersangkutan tumbuh karena dipengaruhi oleh kebijakan wilayah acuan

secara umum.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (KPP), yaitu mengukur perbedaan

pertumbuhan sektor-sektor ekonomi acuan dengan pertumbuhan agregat.

Apabila komponen ini pada salah satu sektor wilayah acuan bernilai positif,

berarti sektor tersebut berkembang dalam perekonomian acuan. Sebaliknya jika

negatif, sektor tersebut menurun kinerjanya.

3. Komponen Pergeseran atau Pertumbuhan Pangsa Wilayah (KPK), yaitu

mengukur kinerja sektor-sektor lokal terhadap sektor-sektor yang sama pada

perekonomian acuan. Apabila komponen ini pada salah satu sektor positif, maka

daya saing sektor lokal meningkat dibandingkan sektor yang sama pada

ekonomi acuan, dan apabila negatif terjadi sebaliknya.

Dengan demikian apabila perubahan atau pertumbuhan kinerja ekonomi

kota adalah PEK, maka persamaannya dapat diformulasikan sebagai berikut (Ma’rif, 2000:3):

(13)

Di mana :

Y* = Indikator ekonomi acuan akhir tahun kajian

Y = Indikator ekonomi acuan awal tahun kajian

Y’i = Indikator ekonomi acuan sektor i akhir tahun kajian Yi = Indikator ekonomi acuan sektor i awal tahun kajian

y’i = Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i akhir tahun kajian yi = Indikator ekonomi daerah (lokal) sektor i awal tahun kajian

Pergeseran Netto (PN) dihitung dengan rumus :

Selain data pendapatan dapat juga dipergunakan data kesempatan kerja.

Keunggulan Shift – Share Analysis:

a. Digunakan untuk memperileh gambaran rinci mengenai pergeseran struktur

ekonomi

b. Menggambarkan posisi relatif masing-masing sektor perekonomian daerah

terhadap wilayah acuan

c. Menggambarkan sektor-sektor unggulan yang dapat dipacu untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi

d. Menggambarkan sektor yang posisinya relatif lemah, namun dianggap strategis

untuk dipacu (pertimbangan penyerapan tenaga kerja)

Kelemahan Shift – Share Analysis:

a. Asumsi yang digunakan bahwa sektor-sektor ekonomi acuan tumbuh dengan

tingkat yang sama,

b. Pergeseran posisi sektor dianggap linier.

2.3 Teori Analisis SWOT

2.3.1 Pengertian SWOT

SWOT adalah akronim untuk kekuatan (Strenghts), kelemahan (Weakness),

peluang (Opportunities), dan ancaman (Threats) dari lingkungan eksternal

perusahaan. Menurut Jogiyanto (2005:46), SWOT digunakan untuk menilai

(14)

perusahaan dan kesempatan-kesempatan eksternal dan tantangan-tantangan yang

dihadapi.

Menurut David (Fred R. David, 2008,8), Semua organisasi memiliki kekuatan

dan kelemahan dalam area fungsional bisnis. Tidak ada perusahaan yang sama

kuatnya atau lemahnya dalam semua area bisnis. Kekuatan/kelemahan internal,

digabungkan dengan peluang/ancaman dari eksternal dan pernyataan misi yang

jelas, menjadi dasar untuk penetapan tujuan dan strategi.Tujuan dan strategi

ditetapkan dengan maksud memanfaatkan kekuatan internal dan mengatasi

kelemahan.

Berikut ini merupakan penjelasan dari SWOT (David,Fred R.,2005:47) yaitu:

1. Kekuatan (Strenghts)

Kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keungulan-keungulan lain

yang berhubungan dengan para pesaing perusahaan dan kebutuhan pasar yang

dapat dilayani oleh perusahaan yang diharapkan dapat dilayani. Kekuatan adalah

kompetisi khusus yang memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan di

pasar

2. Kelemahan (Weakness)

Kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya,

keterampilan, dan kapabilitas yang secara efektif menghambat kinerja

perusahaan. Keterbatasan tersebut daoat berupa fasilitas, sumber daya

keuangan,kemampuan manajemen dan keterampilan pemasaran dapat

meruoakan sumber dari kelemahan perusahaan.

3. Peluang (Opportunities)

Peluang adalah situasi penting yang mengguntungkan dalam lingkungan

perusahaan. Kecendrungan – kecendrungan penting merupakan salah satu

sumber peluang, seperti perubahaan teknologi dan meningkatnya hubungan

antara perusahaan dengan pembeli atau pemasokk merupakan gambaran

peluang bagi perusahaan.

4. Ancaman (Threats)

Ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungan dalam lingkungan

(15)

yang diinginkan perusahaan. Adanya peraturan-peraturan pemerintah yang baru

atau yang direvisi dapat merupakan ancaman bagi kesuksesan perusahaan.

2.3.2 Fungsi SWOT

Menurut Ferrel dan Harline (2005), fungsi dari Analisis SWOT adalah untuk

mendapatkan informasi dari analisis situasi dan memisahkannya dalam pokok

persoalan internal (kekuatan dan kelemahan) dan pokok persoalan eksternal (peluang

dan ancaman).

Analisis SWOT tersebut akan menjelaskan apakah informasi tersebut

berindikasi sesuatu yang akan membantu perusahaan mencapai tujuannya atau

memberikan indikasi bahwa terdapat rintangan yang harus dihadapi atau

diminimalkan untuk memenuhi pemasukan yang diinginkan.

Analisis SWOT dapat digunakan dengan berbagai cara untuk meningkatkan

analisis dalam usaha penetapan strategi. Umumnya yang sering digunakan adalah

sebagai kerangka / panduan sistematis dalam diskusi untuk membahas kondisi

altenatif dasar yang mungkin menjadi pertimbangan perusahaan.

2.3.3 Matriks SWOT

Menurut Rangkuti (2006), Matriks SWOT dapatmenggambarkan secara jelas

bagaimana peluang dan ancaman eksternalyang dihadapi perusahaan dapat

disesuaikan dengan kekuatan dankelemahan yang dimilikinya. Matriks ini dapat

menghasilkan empat set kemungkinan altenatif strategis.

Berikut ini adalah keterangan dari matriks SWOT diatas:

1. Strategi SO (Strength and Oppurtunity). Strategi ini dibuat berdasarkan jalan

pikiran perusahaan, yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk

(16)

2. Strategi ST (Strength and Threats). Strategi dalam menggunakan kekuatan yang

dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

3. Strategi WO (Weakness and Oppurtunity). Strategi ini diterapkan berdasarkan

pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang

ada.

4. Strategi WT (Weakness and Threats). Strategi ini berdasarkan kegiatan yang

bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta

menghindari ancaman.

2.4 Teori Secondary Data Analysis

Metode Analisis Data Sekunder (kadang disebut singkat dengan Metode

Penelitian Sekunder) merupakan salah satu metode penelitian. Oleh karena namanya yang

berbunyi “analisis data sekunder” sering kali disalahpahami sebagai teknik menganalisis data sekunder. Analisis Data Sekunder itu metode penelitian juga. Artinya ada prosedur

pengumpulan data dan analisis data. Namun demikian tidak semua definisi tentang

Analisis Data Sekunder menunjukkannya sebagai duatu metodem penelitian. Hakim

(1982:1; dinukil Johnston, 2014:620), misalnya, merumuskan Analisis Data Sekunder itu

sebagai ““any further analysis of an existing dataset which presents interpretations, conclusions or knowledge additional to, or different from, those presented in the first

report on the inquiry as a whole and its main results” (analisis lebih lanjut himpunan data

yang sudah ada yang memunculkan tafsiran, simpulan atau pengetahuan sebagai

tambahan terhadap, atau yang berbeda dari, apa yang telah disajikan dalam keseluruhan

dan temuan utama penelitian terdahulu atau semula).

Heaton (2004:16; dinukil Andrews, et.al., 2012:12) merumuskan analisis data sekunder (ASD) itu sebagai “a research strategy which makes use of pre-existing quantitative data or pre-existing qualitative data for the purposes of investigating new

questions or verifying previous studies.” Jadi, analisis data sekunder, menurut Heaton, merupakan suatu strategi penelitian yang memanfaatkan data kuantiatif ataupun kualitatif

yang sudah ada untuk menemukan permasalahan baru atau menguji hasil penelitian

terdahulu. Sebutan strategi penelitian itu setara dengan sebutan metode penelitian.

Johnston (2014:620) menegaskannya dengen menyatakan bahwa “Secondary data analysis remains an under-used research technique in many fields . . . . Given the

(17)

further define secondary data analysis as a systematic research method.” (Analisis data sekunder itu masih tetap sebagai teknik penelitian yang jarang digunakandiberbagai

bidang . . . . Dengan semakin banyaknya data hasil penelitian yang tersedia untuk

dimanfaatkan para peneliti, maka sangat penting untuk kemudian menegaskan analisis

data sekunder itu sebagai metode penelitian yang sistematik) Analisis data sekunder itu

dengan demikian dapat dirumuskan sebagai berikut.

Pertama, ASD bukan merupakan metode analisis data, melainkan metode

(strategi) penelitian. Oleh karenanya, menurut Andrews dkk (2012), metode analisis data

semisal teori grounded (analisis data kualtiatif) dan analisis stastisik (analisis data

kuantitatif) dapat dipergunakan oleh metode penelitian analisis data sekunder.

Kedua, ASD mempergunakan atau memanfaatkan data sekunder, yaitu data yang

sudah ada. Dalam hal ini peneliti ASD tidak mengumpukan data sendiri, baik dengan

wawancara, penyebaran angket atau daftar isian, melakukan tes, menggunakan skala

penilaian atau skala semacam skala likert, ataupun observasi. Data sekunder itu dapat

berupa data hasil penelitian, dapt pula berupa data dokumenter administratif

kelembagaan.

Ketiga, tujuan ASD, menurut Heaton, bisa berupa menggali dan menemukan

permasalahan (pertanyaan) penelitian baru, bisa pula menguji kebenaran hasil penelitian

terdahulu.

Tujuan penelitian ASD sebenarnya bisa beragam. Andrews dkk, misalnya, mencatat

rumusan tujuan penelitian ASD itu antara lain untuk: (1) menerapkan permasalahan

penelitian baru–tegasnya meneliti dengan tujuan penelitian yang baru yang berbeda dari

penelitian terdahulu (Heaton, 2004), (2) memanfaatkan data lama untuk memunculkan

idea-idea baru (Fielding, 2004), (3) “menguji” hasil penelitian yang sudah dilakukan, baik berujud “verifikasi” (menguji ketidakbenaran dengan bukti yang benar),”refutasi” (menguji

kebenaran dengan bukti ketidakbenaran) ataupun “refinemen” (perbaikan), (4)

“mengksplor” data dari sudut pandang yang berbeda (Hinds,Vogel & Clarke-Steffen, 1997)–“mengksplor” data dimaksudkan “mengobok-obok” data (dalam arti netral) atau

menjelajahi, menyelami, mengayak-menyaring data.

Tujuan-tujuan penelitian ASD di atas lebih banyak terkait dengan data sekunder

hasil penelitian. Seperti telah disebutkan, selain data hasil penelitian masih ada data

(18)

berupa laporan administratif. Data administratif tidak selamanya hanya berupa laporan

administratif, melainkan bisa pula mengandung “nilai penelitian” walau lebih bersifat administratif, utamanya “penelitian evaluatif administratif.”

Dari pembahasan di atas, maka jika ASD mempergunakan atau memanfaatkan

data hasil penelitian terdahulu, maka tujuan ASD berbeda (harus berbeda) dari tujuan

penelitian terdahulu. Tegasnya, dengan tujuan lain, peneliti ASD menggunakan data hasil

penelitian terdahulu (baik hasil penelitian sendiri ataupun penelitian orang lain) untuk

dianalisis guna menjawab fokus penelitian atau permasalahan (pertanyaan) penelitiannya.

Ini perlu ditegaskan, karena pada umumnya penelitian ASD yang mempergunakan atau

menafaatkan data administratif kelembagaan sudah dapat dipastikan tujuannya berbeda

dari maksud atau tujuan data adminitratif dikumpulkan. Data administratif dikumpulkan

lazimnya untuk keperluan administratif, bukan untuk keperluan penelitian.

2.4.1 Pengertian Dan Jenis Data Sekunder

Seperti telah diutarakan di muka, data sekunder itu dimaksudkan data yang

sudah ada, tidak dikumpulkan (digali) sendiri oleh peneliti. Jika peneliti melakukan

wawancara, atau menyebarkan angket, atau melakukan observasi, atau mengetes,

maka data yang dihasilkan (terkumpul) itu disebut data primer, data tangan pertama

(tangan peneliti). Data sekunder tidak dikumpulkan sendiri oleh peneliti. Data itu

sudah dikumpulkan oleh orang lain, atau sudah didokumentasikan dan atau

dipublikasikan oleh orang lain.

Data sekunder itu dapat dibedakan menjadi dua macam. Pertama data hasil

penelitian (orang lain), dan kedua, data administratif kelembagaan. Data penelitian

merupakan data yang dihasilkan oleh sesuatu penelitian, bisa penelitian orang lain,

bisa penelitian sendiri. Data administratif kelembagaan dimaksudkan data yang

dikumpulkan oleh sesuatu lembaga, misalnya sekolah atau Dinas Pendidikan, yang

berupa data-data administratif semisal daftar calon murid yang mendaftar dan

diterima sekolah, data lengkap murid baru, data kelulusan, data nilai hasil ujian, data

kepegawaian dan sebagainya.

Data sekunder, seperti juga data primer, bisa bersifat “kuantitatif” (berupa bilangan), misalnya statistik murid, guru dan pegawai, bisa pula “kualitatif” (bukan berupa bilangan), misalnya peraturan, hasil wawancara penelitian, rekaman video,

(19)

2.4.2 Prosedur Penelitian (Analisis Data) Sekunder

Seperti telah disebutkan, data sekunder itu data yang sudah ada (dengan

istilah umum disebut berupa “dokumen”). Dengan kata lain peneliti tidak mengumpulkan data itu seperti dalam penelitian primer menggunakan teknik

pengumpulan data tertentu (angket, wawancara, observasi, tes dsb). Oleh karena itu

maka langkah penelitian analisis data sekunder itu relatif “pendek.” M. Katherine

McCaston (2005) menyatakan bawha analisis data sekunder itu mencakup dua

proses pokok, yaitu mengumpulkan data dan menganalisisnya. Dalam kaoimat aslinya disebut “collecting and analyzing a vast array of information” (mengumpulkan dan mengalisis sekian banyak informasi). Namun demikian,

menurut McCaston, agar tidak menyimpang, yang perlu dilakukan oleh peneliti

sebagai langkah awal adalah merumuskan tujuan penelitian dan disain penelitian.

Rumusan tujuan penelitian dimaksudkan McCaston sebagai “a clear

understanding of why you are collecting the data and of what kind of data you want to collect, analyze, and better understand” (penegasan mengenai mengapa perlu mengumpulkan data serta penegasan mengenai data macam apa yang ingin

dihimpun, dianalisis dan dipahami dengan baik).

Disain (rancangan) penelitian dimaksudkan McCaston sebagai “a step -by-step plan that guides data collection and analysis. In the case of secondary data

reviews it might simply be an outline of what you want the final report to look like,

a list of the types of data that you need to collect, and a preliminary list of data

sources” (langkah demi langkah rencana yang mengarahkan pengumpulan dan analisis data; dalam penelitian analisis data sekunder sederhananya merupakan

kerangka kerja garis besar mengenai hasil akhir seperti apa yang di=ingin

dilaporkan, daftar data yang dirasa perlu dikumpulkan, dan daftar sementara

sumber data).

Wallace Foundation (Workbook B; Secondary Data Analysis–

www.wallacefoundation.org, diunduh Januari 2015) merumuskan langkah-l;angkah

(20)

Jadi, dalam penelitian sekunder (analisis data sekunder) langkah penelitiannya

sebagai berikut:

1. Menetapkan (mencari-temukan) sumber data/informasi (sekolah, universitas,

Dinas Pendidikan, dsb);

2. Mengumpulkan data yang sudah tersedia (dalam “dokumen”);

3. Menormalisasikan data jika diperlukan dan memungkinkan (membuat data dari

berbagai sumber sesetara mungkin “menjadi satu bentuk yang sama”);

4. Menganalisis data (misalnya menghitung, mentabulasi, memetakan data-data

kuantiatif, atau membandingkan berbagai peraturan dan menelaahnya).

2.4.3 Pendekatan Penelitian (Analisis Data) Sekunder

Melakukan penelitian analisis data sekunder dapat dilakukan dengan dua

pendekatan (Sarah Boslaugh, 2007:6-8). Pertama, dimulai dengan pertanyaan

penelitian (rumusan masalah) kemudian dilanjutkan dengan mengumpulkan data

sekunder yang relevan. Data kemudian dihimpun dicari dari sekolah-sekolah favorit

atau dari Dinas Pendidikan untuk selanjutnya dianalisis menggunakan analisis

matematik (tidak harus disebut analisis statistik karena pada dasarnya hanya

menghitung-menjumlah).

Pendekatan yang kedua, dimulai dengan mengumpulkan data sekunder, lalu

menelaahnya untuk mencermati variabel-variabel (aspek-aspek) apa saja yang ada

(21)

masalahnya) dengan menghubung-hubungkan berbagai aspek (variabel) tersebut.

Dengan pendekatan kedua ini pada dasarnya pertanyaan penelitian pun bisa

bersifat sementara (tentantif) dan terus-menerus bisa dikembangkan lebih lanjut

yang diikuti dengan mencari data sekunder yang diperlukan. Pendekatan ini “relatif sama” dengan pendekatan penelitian kualitatif grounded, atau penelitian eksploratif, yang “mencari masalah” di lapangan, bukan dimulai dengan pertanyaan

penelitian sebelum terjun ke lapangan.

2.5 Tinjauan Kebijakan

Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah (Kabupaten) harus

berpedoman pada berbagai dokumen perencanaan yang ada di Provinsi dan Pusat;

sebagai suatu kesatuan yang tidak terpisahkan, tarkait, terintegrasi dan sinkron dengan

perencanaan pembangunan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Disamping itu juga terkait dengan tahapan perencanaan pembangunan jangka panjang,

jangka menengah dan jangka pendek. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

(RPJPD) Kabupaten Jepara Tahun 2005-2025 merupakan dokumen perencanaan

pembangunan Kabupaten Jepara yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah

yang akan diacu dan dipedomani dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan

pengawasan pembangunan 20 tahun yang akan datang. Secara operasional, dari sisi

perencanaan, dokumen RPJPD Kabupaten Jepara Tahun 2005-2025 ini akan dijabarkan

dalam dokumen perencanaan lima tahunan (Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah) dan dokumen perencanaan tahunan (Rencana Kerja Pemerintah Daerah).

Dokumen rencana yang berkaitan dengan industri di Kabupaten Jepara ialah Perda

Nomor 11 tahun 2012 , RPJMD Kab Jepara tahun 2012 -2017. Berikut beberapa kebijakan

(22)

RPJMD

•Sektor unggulan pertama di Kabupaten Jepara adalah industri pengolahan, Sektor industri merupakan tiang penyangga utama daripada perekonomian Kabupaten Jepara

•Kondisi ekonomi di Kabupaten Jepara selama ini didukung oleh kebesaran industri mebelair sehingga Jepara dikenal sebagai kota ukir, dimana terdapat sentra kerajinan ukiran kayu (Pusat kerajinan ini di Kecamatan Tahunan dan Jepara) yang

ketenarannya hingga ke luar negeri

•Kabupaten Jepara memiliki beberapa keunggulan komparatif antara lain jumlah tenaga kerja sektor industri mebel sangat besar, sedangkan keunggulan

kompetitifnya antara lain kualitas produk industri yang sudah dikenal di manca negara. lenis industri yang berkembang dan merupakan komoditi unggulan antara lain kerajinan mebel, tenun ikat troso, konveksi, keramik/gerabah.

(23)

BAB III Gambaran Umum

Secara geografis Kabupaten Jepara terletak pada posisi 110° 9' 48,02" sampai 110° 58'

37,40" Bujur Timur dan 5° 43' 20,67" sampai 6° 47' 25,83" Lintang Selatan, sehingga merupakan

daerah paling ujung sebelah utara dari Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Jepara merupakan

salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang beribukota di Jepara, dengan jarak tempuh

ke Ibukota Provinsi sekitar 71 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan lebih kurang 2 jam.

Adapun batas-batas wilayah administratif Kabupaten Jepara adalah sebagai berikut:

• Sebelah Utara : Laut Jawa

• Sebelah Selatan : Kabupaten Demak

• Sebelah Timur : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Pati

• Sebelah Barat : Laut Jawa

Wilayah Kabupaten Jepara juga meliputi Kepulauan Karimunjawa, yang berada di Laut

Jawa, di mana untuk menuju ke wilayah tersebut sekarang dilayani oleh kapal ferry dari

Pelabuhan Jepara dan kapal cepat dari Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Selain itu di

Kepulauan Karimunjawa juga terdapat lapangan terbang perintis yang dapat didarati pesawat

terbang berjenis kecil dari Semarang.

Luas wilayah daratan Kabupaten Jepara 100.413,189 ha (1.004,132 km2) dengan

panjang garis pantai 72 km. Wilayah tersempit adalah Kecamatan Kalinyamatan (2.3710,001

(24)

wilayah merupakan tanah kering sebesar 74.122,133 ha (73,82%) dan sisanya merupakan tanah

sawah sebesar 26.291,056 ha (26,28%).

3.1 Letak Kabupaten Jepara dalam Konstalasi Jawa Tengah

Wilayah Kabupaten Jepara juga mencakup luas lautan sebesar 1.845,6 km². Pada

lautan tersebut terdapat daratan kepulauan sejumlah 29 pulau, dengan 5 pulau

berpenghuni dan 24 pulau tidak berpenghuni. Wilayah kepulauan tersebut merupakan

Kecamatan Karimunjawa yang berada di gugusan Kepulauan Karimunjawa, yakni gugusan

pulau-pulau yang ada di Laut Jawa dengan dua pulau terbesarnya adalah Pulau

Karimunjawa dan Pulau Kemujan. Sedangkan sebagian besar wilayah perairan tersebut

dilindungi dalam Taman Nasional Laut Karimunjawa.

Peta Kabupaten Jepara

Kondisi ekonomi di Kabupaten Jepara selama ini didukung oleh kebesaran industri

meubeler sehingga Kabupaten Jepara dikenal sebagai Kota Ukir, di mana terdapat sentra

kerajinan ukiran kayu (pusat kerajinan ini terdapat di Kecamatan Tahunan dan Jepara)

yang ketenarannya hingga ke luar negeri. Banyaknya usaha mebeler ternyata mampu

mendongkrak sektor industri pengolahan, sehingga menjadi leading sector dalam

perekonomian. Sektor ini dibanding delapan sektor lainnya memberikan kontribusi paling

besar bagi produk domestik regional bruto (PDRB). Selain itu, di Kabupaten Jepara juga

banyak terdapat tempat pariwisata yang sangat memikat wisatawan, sehingga sektor ini

(25)

Sedangkan hal lain yang cukup mempengaruhi kondisi ekonomi Kabupaten Jepara

adalah adanya pembangunan pembangkit listrik energi alternatif (PLTU Tanjung Jati B –

dalam proses pembangunan unit 3 dan 4) dan pembangunan Jepara The World Carving

Centre, di mana pembangunan kedua hal tersebut akan membawa dampak yang sangat

luas baik dalam ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Pada bidang ekonomi

pembangunan pembangkit listrik energi alternatif akan meningkatkan perputaran roda

perekonomian daerah. Hal tersebut berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga

kerja, berkembangnya usaha kecil dan besar, sarana prasarana (transportasi dan

pelabuhan batubara), serta meningkatnya pendapatan daerah.

Berdasarkan gambaran sepintas tentang perekonomian daerah di atas berikut

akan diuraikan tentang struktur perekonomian daerah terkait kontribusinya terhadap

wilayah dan ciri-ciri ekonomi wilayah, berdasar basis ekonomi dan sektor-sektor

unggulan.

Untuk melihat pertumbuhan perekonomian Kabupaten Jepara secara umum, maka

berikut akan disajikan melalui indikator perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

yang selanjutnya disingkat PDRB.

PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 serta Perkembangannya Tahun 2000-2008 (jutaan rupiah)

Tahun

Harga Berlaku Harga Konstan

Besarnya

2000 2.811.831,44 100,00 2.811.831,44 100,00

2001 3.250.361,67 115,60 2.915.878,17 103,70

2002 3.655.056,45 129,99 3.032.806,33 107,86

2003 4.010.481,69 142,63 3.146.838,58 111,91

2004 4.383.716,47 155,90 3.272.708,72 116,39

2005 5.018.164,13 178,47 3.411.159,47 121,31

(26)

2007 6.468.910,34 230,06 3.722.677,82 132,39

2008 7.455.878,02 265,16 3.889.988,85 138,34

Sumber : Kabupaten jepara dalam Angka 2010

Dari tabel diatas terlihat bahwa PDBR Kabupaten Jepara pada tahun 2008 atas

dasar harga berlaku sebesar Rp. 7.455.878,02 juta, yang berarti selama kurun waktu 9

tahun (2000-2008) PDRB Kabupaten Jepara mengalami kenaikan sebesar 265,16% dan

secara konstan naik sebesar 138,34%.

Adapun secara sektoral, PDRB Kabupaten Jepara Tahun 2008 didominasi oleh tiga

pilar terpenting penyangga ekonomi Kabupaten Jepara yang dipegang oleh sektor

industri, pertanian dan perdagangan. Pasang surut di tiga sektor ini akan sangat berperan

dalam menggoyang irama gerak kegiatan ekonomi masyarakat Jepara.

Tiang penyangga utama roda ekonomi Jepara tahun 2008 masih pada sektor

industri dengan andil sebesar 27,87%. Jenis industri utama di Kabupaten Jepara adalah

mebel dan ukiran dari kayu. Sedangkan industri yang lain adalah tenun ikat, konveksi,

makanan, rokok, genteng/batu bata, dan lain-lain. Pada tahun 2008 sektor industri masih

mampu tumbuh sebesar 4,87%, setelah tahun sebelumnya tumbuh sebesar 5,79%. Sektor

pertanian senantiasa mengalami dinamika, di mana pada tahun 2008 hanya mampu

tumbuh sebesar 1,40%, sedikit lebih rendah dibanding tahun 2007 yang sebesar 1,50%.

Sub sektor tanaman bahan makanan yang pada tahun 2007 hanya tumbuh sebesar 0,71%,

kini (tahun 2008) tumbuh sebesar 1,75%. Komoditas yang berkembang pesat adalah

sayuran, sedangkan padi dan palawija mengalami penurunan. Sub sektor tanaman

perkebunan pada tahun 2008 tumbuh sebesar 2,30% dan kehutanan naik sebesar 6,74%.

Sub sektor pertanian yang mengalami penurunan adalah Peternakan (-2,81%) dan

perikanan (-5,00%). Dinamika sektor pertanian, seperti yang diuraikan di atas ternyata

masih mampu menyumbang PDRB Kabupaten Jepara sebesar 22,49% yang berarti masih

sangat penting artinya dalam memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat Jepara.

Laju pertumbuhan ekonomi daerah merupakan salah satu indikator penting dalam

pengukuran kinerja ekonomi makro daerah, di mana tahun 2008 pertumbuhan ekonomi

Kabupaten Jepara secara agregat tumbuh sebesar 4,49%. Laju pertumbuhan ekonomi

(27)

4,74%. Sedangkan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sebesar 5,47% dan Nasional

sebesar 6,06%.

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Jepara,

Provinsi Jawa Tengah dan Nasional Tahun 2001-2008 (persen)

Tahun Kabupaten Jepara

Provinsi

Jawa Tengah

Nasional

2001 3,70 3,59 3,64

2002 4,01 3,55 4,50

2003 3,76 4,98 4,78

2004 4,00 5,13 5,03

2005 4,23 5,35 5,69

2006 4,19 5,33 5,51

2007 4,74 5,59 6,28

2008 4,49 5,47 6,06

Sumber : Kabupaten jepara dalam Angka 2010

Adapun indikator ekonomi yang ketiga adalah tingkat inflasi, di mana informasi

akan laju inflasi merupakan tolok ukur kestabilan perekonomian suatu daerah.

Berdasarkan data dari buku Jepara Dalam Angka 2008 (BPS) menunjukkan bahwa

tingkat inflasi Kabupaten Jepara tahun 2008 sebesar 11,61% atau mengalami kenaikan

5,28% dari tahun 2007 yang hanya sebesar 6,33%.

Besarnya angka inflasi Kabupaten Jepara di tahun 2008 ini dipengaruhi oleh

perubahan harga menurut kelompok barang. Faktor yang sangat mempengaruhi

terjadinya kenaikan inflasi adalah adanya kenaikan kolompok Makanan Jadi sebesar

21,73%, kelompok Bahan Makanan naik sebesar 14,72%, kelompok Sandang naik 12,85%,

serta kelompok Transportasi yang naik sebesar 11,51%.

Struktur ruang wilayah Kabupaten Jepara merupakan kerangka tata ruang wilayah

(28)

lain yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten terutama

jaringan transportasi. Pusat kegiatan di Wilayah Kabupaten Jepara merupakan simpul

pelayanan sosial ekonomi masyarakat di wilayah Kabupaten Jepara yang terdiri atas:

o Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang terdiri dari Kota Jepara dan Pecangaan

o Pusat Kegiatan Lokal Potensial (PKLp) merupakan pengembangan kawasan perkotaan

di Kecamatan Bangsri, Kalinyamatan dan Kecamatan Karimunjawa.

o Pusat Pelayanan Kegiatan (PPK) di tetapkan di Kecamatan Keling dan Batealit

Pola ruang Kabupaten Jepara adalah distribusi peruntukan ruang dalam wilayah

Kabupaten Jepara yang meliputi rencana peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan

untuk fungsi budi daya. Untuk kawasan lindung terdiri dari:

o Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya.

o Kawasan perlindungan setempat.

o Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya.

o Kawasan RencanaBencana alam Sedangkan Kawasan Budidaya yang ada di

Kabupaten Jepara meliputi:

o Kawasan pertanian.

o Kawasan non pertanian

o Kawasan tertentu

Rencana umum tata ruang kota adalah arahan kebijakan pembangunan dan

pengembangan fisik spasial wilayah kota. Di dalamnya mencakup arahan pengembangan

struktur pemanfaatan ruang kota, arahan pengembangan penduduk, pengembangan

bagian wilayah kota, arahan pemanfaatan dan penggunaan lahan, sistem transportasi

dan saranasera prasarana kota.

Untuk mencapai kebijaksanaan pengembangan kota tersebut, terlebih dahulu

dirumuskan suatu konsep penataan ruang, yang didasari oleh kondisi fisik kota, arahan

kebijakan serta fungsi dan peran kota terhadap wilayah di belakangnya.

3.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan Perda Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031 mengatakan bahwa Penataan Ruang

Bertujuan untuk mewujudkan perkembangan kabupaten yang bertumpu pada sektor

industri pengolahan, pertanian dan pariwisata berbasis pada potensi lokal yang

(29)

mendukung perkembangan Kabupaten Jepara adalah sektor industri pengolahan. Sektor

Industri Pengolahan merupakan salah satu sektor andalan dan progresif di kabupaten

Jepara

Berdasarkan Perda Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2011 tentang RTRW Kab.

Jepara Pasal 6 ayat 1, Strategi pengembangan dan pemberdayaan industri mikro, kecil

dan menengah dengan titik berat pada pengolahan hasil pertanian, kehutanan, bahan

dasar hasil tambang, dan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a,

meliputi:

1. mengembangkan industri mebel ukir, tenun ikat, konveksi, perhiasan, makanan,

keramik dan rokok;

2. mengembangkan klaster-klaster industri;

3. mendorong peningkatan kegiatan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah;

4. mengembangkan pusat pengolahan hasil pertanian dan perikanan; dan

5. mengembangkan wilayah industri.

Berdasarkan point-point diatas, point pertama mengatakan mengenai Industri

mebel ukir. Berdasarkan berbagai sumber, industri mebel di Kabupaten jepara merupakan

pendukung utama sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan. Industri mebel di

kabupaten Jepara mampu menarik industri kecil lainnya. Akibat dari adanya industri mebel

ini, industri-industri kecil yang berhubungan dengan inovasi terhadap produksi-produksi

mebel bermunculan. Selain itu, industri mebel memberikan kontribusi yang cukup tinggi

terhadap pendapatan daerah. Hal tersebut dapat dilihat dalam PDRB Kabupaten Jepara

ADHK menurut lapangan usaha Tahun 2013-2015. Dalam dokumen PDRB tersebut, di

tahun 2013 sektor industri Pengolahan memiliki hasil produksi sebesar 5.148.447,78 juta

rupiah, di tahun 2014 sebesar 5.472.144,33 juta rupiah, dan 5.756.335,67 juta rupiah di

tahun 2015. Berdasarkan angka hasil produksi tersebut, sektor industri merupakan sektor

yang memiliki angka produksi terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.

Besarnya angka produksi sektor industri diakibatkan oleh unggulnya industri

mebel. Akibat dari tingginya hasil produksi Industri mebel, Kabupaten Jepara mampu

melayani pasar dalam negeri dan luar negeri dari hasil produksi mebel. Nilai eksport mebel

di Kabupaten Jepara termasuk dalam kategori tinggi dibandingkan dengan nilai eksport

barang lainnya. Di Kabupaten Jepara, terdapat berbagai jenis hasil olahan dari kayu yang

(30)

terdapat fasilitas pameran seperti Jepara Expo di berbagai kota di Indonesia yang

memungkinkan nilai hasil produksi Mebel meningkat.

Namun, sangat disayangkan karena nilai produksi mebel semakin menurun. Hal

tersebut diakibatkan oleh kelengkapan bahan baku khususnya kayu jati, efektifvitas

kelembagaan dan persaingan terhadap industri mebel rendah, kualitas SDM rendah

dalam pengolahan dan produksi mebel, rendahnya inovasi, sebagian besar pengrajin

bekerja secara sendiri-sendiri mulai dari pengadaan bahan baku, proses produksi,

pengadaan hingga pemasaran, serta Terbatasnya akses permodalan dari perbankan untuk

IKM. Permasalahan lain yang menyebabkan turunnya angka produksi dan nilai mebel,

diantaranya adalah Trend eksport Indonesia untuk industri mebel Kabupaten Jepara yang

menurun dalam beberapa waktu terakhir, Sebagian besar sumber bahan baku dimpor dari

daerah lain (Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera, Sulawesi dan NTB), Munculnya kompetitor

baru di pasar lokal maupun global (China, Vietnam, Filipina, dll), Perlunya sertifikasi dan

HaKI terkait bahan baku yang ramah lingkunan dari lembaga sertifikasif internasional.

Berdasarkan berbagai hal diatas, pemecahan permasalahan mengenai

menurunnya angka produksi produk mebel dapat diatasi dengan berbagai masalah. Salah

satu rekomendasi untuk memcahkan permasalahan industri mebel dan menjadikan

industri mebel sebagai sektor unggulan dalam mendukung perekonomian Kabupaten

Jepara adalah kluster indusrti. Klaster Industri ditujukan pada industri-industri yang

menghasilkan berbagai jenis produk mebel, pengolah bahan baku industri, penyedia

bahan baku industri, dan sebagainya yang berhubungan dengan produksi mebel. Dengan

konsep klaster industri, diharapkan angka produksi mebel meningkat kembali, dan dapat

(31)

BAB IV ANALISIS

4.1 Analisis LQ dan Shift Share

Untuk mengetahui sektor unggulan dan perubahan struktur ekonomi di Kabupaten

Jepara digunakan analisis LQ (Location Quotient) dan analisis shift share.

4.1.1 Analisis LQ (Location Quotient)

Di dalam analisis LQ atau Location Quotient terdapat dua analisa yaitu SLQ

(Statistic Location Quotient) dan analisis DLQ (Dynamic Location Quotient) dimana

data yang dibutuhkan untuk melakukan analisis berupa data Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Jepara tahun 2013-2015 dan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah tahun 2013-2015.

a. Analisis SLQ (Statistic Location Quotient)

SLQ (Statistic Location Quotient) merupakan suatu indeks yang mengukur apakah

suatu sektor merupakan sektor basis atau tidak bagi suatu daerah dengan

Peran sektor i di daerah k lebih menonjol dari pada peran sektor k di daerah

p. Sehingga, sektor i merupakan sektor basis

 SLQ = 1

Peran sektor i di daerah k dan daerah p terspesialisasi baik.

 SLQ < 1

Peran sektor i di daerah k kurang menonjol dari pada peran sektor k di

daerah p. Sehingga, sektor i bukan merupakan sektor non basis

(32)

Analisis DLQ (Dynamic Location Quotient) adalah Indeks yang melihat laju

pertumbuhan suatu sektor basis di suatu wilayah untuk mengetahui potensi

maupun tren perkembangan suatu sektor. Rumus yang digunakan untuk

gj = Rata-rata laju pertumbuhan sektor di regional j

Gi = Laju pertumbuhan sektor i di provinsi

G = Rata-rata laju pertumbuhan sektor di provinsi

t = Selisih tahun akhir dan tahun awal

Interpretasi:

 DLQ > 1

potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih cepat dibandingkan

sektor yang sama di provinsi

 DLQ = 1

sektor i mempunyai potensi perkembangan sama cepat dengan sektor

yang sama di provinsi

 DLQ < 1

potensi perkembangan sektor i di suatu regional lebih rendah

dibandingkan sektor yang sama di provinsi

c. Analisis Gabungan SLQ dan DLQ

Analisis ini digunakan untuk mengetahui kondisi sektor pada saat ini dan

beberapa saat ke depan apakah akan terjadi pergeseran kondisi sektor ekonomi

atau tidak. Hal tersebut dapat diketahui melalui hasil analisis SLQ dan DLQ

(33)

Tabel 1 Interpretasi Analisis Gabungan

Kriteria SLQ > 1 SLQ < 1 DLQ > 1 Sektor Unggulan Sektor Andalan

DLQ < 1 Sektor Prospektif Sektor Tertinggal

Keterangan :

 Sektor unggulan yaitu sektor yang pada saat ini merupakan sektor unggulan dan tetap berpotensi unggul pada beberapa tahun ke depan

 Sektor andalan adalah sektor yang pada saat ini belum unggul tetapi dalam beberapa waktu ke depan berpotensi unggul

 Sektor prospektif adalah sektor yang pada saat ini merupakan sektor unggulan tetapi tidak berpotensi unggul dalam beberapa waktu ke depan

 Sektor tertinggal adalah sektor yang dinyatakan tidak unggul untuk saat ini dan pada beberapa waktu ke depan pun belum berpotensi unggul untuk

menjadi sektor unggulan

Berikut ini merupakan hasil analisis LQ yang telah dilakukan untuk mengetahui

struktur perekonomian Kabupaten Jepara khususnya posisi sektor industri

pengolahan apakah sektor tersebut menjadi salah satu sektor yang potensial

(34)

Tabel 2 PDRB Kabupaten Jepara ADHK menurut lapangan usaha (juta rupiah) Tahun 2013-2015

Lapangan Usaha

PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN LAJU PERTUMBUHAN

PDRB LAJU RATA-RATA 2013 2014 2015 2013 2014 2015

A Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan

2,442,708.34 2,374,196.79 2,444,155.23 4.55 -2.80 2.95 1.57

B Pertambangan dan Penggalian 284,627.47 296,113.92 300,899.51 0.20 4.04 1.62 1.95

C Industri Pengolahan 5,148,447.78 5,472,144.33 5,756,335.67 6.41 6.29 5.19 5.96

D Pengadaan Listrik dan Gas 18,713.12 18,858.57 18,910.60 6.76 0.78 0.28 2.61

E Pengadaan Air,Pengelolaan

Sampah, Limbah dan Daur Ulang

12,430.21 12,792.38 13,030.56 -2.66 2.91 1.89 0.71

F Konstruksi 1,007,476.42 1,050,528.89 1,103,072.38 3.62 4.27 5 4.30

G Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

2,815,811.83 2,932,999.12 3,072,168.46 4.22 4.16 4.74 4.37

H Transportasi dan Pergudangan 650,517.88 695,080.64 735,840.20 8.91 6.85 5.86 7.21

I Penyediaan Akomodasi dan

Makan Minum

613,255.35 661,862.82 715,421.07 2.04 7.93 8.09 6.02

J Informasi dan Komunikasi 394,600.74 468,279.84 523,714.48 10.83 18.67 11.84 13.78

K Jasa Keuangan dan Asuransi 329,642.67 339,180.07 357,149.54 2.17 2.89 5.3 3.45

(35)

M,N Jasa Perusahaan 69,868.85 75,579.32 83,665.47 12.23 8.17 9.38 9.93

O Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib

399,799.87 399,358.96 417,005.74 1.24 -0.11 4.42 1.85

P Jasa Pendidikan 689,184.17 764,990.97 803,497.68 9.13 11.00 5.03 8.39

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan

Sosial

127,999.85 146,363.42 157,930.65 7.49 14.35 7.9 9.91

R,S,T,U Jasa lainnya 349,344.06 378,981.47 390,149.20 8.55 8.48 2.95 6.66

Produk Domestik Regional Bruto 15,623,738.87 16,374,128.98 17,197,788.96 5.39 4.80 5.03 5.07 Sumber : BPS Kabupaten Jepara

Tabel 3 PDRB Provinsi Jawa Timur ADHK menurut lapangan usaha (juta rupiah) Tahun 2013-2015

Lapangan Usaha

PDRB ATAS DASAR HARGA KONSTAN

LAJU PERTUMBUHAN PDRB

LAJU RATA-RATA 2013 2014 2015 2013 2014 2015

A Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan

108,832,110.55 107,793,380.89 113,825,916.62 2.15 -0.95 5.6 2.27

B Pertambangan dan Penggalian 14,594,164.05 15,542,648.84 16,099,865.67 6.17 6.50 3.59 5.42

C Industri Pengolahan 254,694,118.95 271,561,473.20 284,100,055.43 5.45 6.62 4.62 5.56

(36)

E Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

549,040.44 567,980.08 577,261.68 0.23 3.45 1.63 1.77

F Konstruksi 73,465,919.37 76,681,876.60 81,286,113.22 4.90 4.38 6 5.09

G Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

105,825,306.31 110,809,193.58 115,432,839.89 4.72 4.71 4.17 4.53

H Transportasi dan Pergudangan 22,760,150.97 24,802,180.75 26,762,196.74 9.33 8.97 7.9 8.73

I Penyediaan Akomodasi dan

Makan Minum

21,812,570.05 23,465,641.07 25,129,775.14 4.51 7.58 7.09 6.39

J Informasi dan Komunikasi 26,663,583.07 30,130,161.63 33,001,271.38 7.99 13.00 9.53 10.17

K Jasa Keuangan dan Asuransi 19,311,454.80 20,115,572.55 21,745,557.76 3.89 4.16 8.1 5.38

L Real Estate 12,853,218.11 13,776,863.54 14,822,295.08 7.70 7.19 7.59 7.49

M,N Jasa Perusahaan 2,340,118.40 2,534,615.62 2,780,942.86 12.12 8.31 9.72 10.05

O Administrasi Pemerintahan,

Pertahanan dan Jaminan Sosial

Wajib

20,912,828.39 21,075,646.54 22,194,694.80 2.65 0.78 5.31 2.91

P Jasa Pendidikan 24,930,587.32 27,466,220.07 29,410,481.90 9.53 10.17 7.08 8.93

Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan

Sosial

5,321,609.80 5,907,510.61 6,324,015.26 7.12 11.20 7.05 8.46

R,S,T,U Jasa lainnya 10,983,732.87 11,917,818.01 12,300,030.67 9.24 8.50 3.21 6.98

(37)

Tabel 4 Hasil Perhitungan Analisis LQ Kabupaten Jepara

Lapangan Usaha SLQ Keterangan DLQ Keterangan

Analisis

1.24 Lebih Cepat Sektor Andalan

C Industri Pengolahan 0.95 Sektor Non

Basis

1.04 Lebih Cepat Sektor Andalan

D Pengadaan Listrik dan

Gas

G Perdagangan Besar dan

(38)

L Real Estate 0.97 Sektor Non Basis

1.04 Lebih Cepat Sektor Andalan

M,N Jasa Perusahaan 1.41 Sektor Basis 0.98 Lebih

1.18 Lebih Cepat Sektor Andalan

P Jasa Pendidikan 1.28 Sektor Basis 0.79 Lebih

Sumber : Hasil Analisis, 2017

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada tabel diatas dapat diketahui

bahwa yang menjadi sektor basis di Kabupaten Jepara terdapat 10 sektor yaitu sektor

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor

Pengadaan Air,Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang, sektor Perdagangan

Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor, sektor Transportasi dan

Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, sektor Jasa

Perusahaan, sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial dan

sektor Jasa lainnya. Sedangkan 7 sektor lainnya bukan merupakan sektor unggulan (non

basis) termasuk sektor industri pengolahan yang memiliki nilai SLQ sebesar 0.95.

Namun, dari hasil analisis DLQ dengan nilai 1.04 menunjukkan bahwa sektor industri

pengolahan di Kabupaten Jepara menjadi salah satu sektor yang lebih cepat

berkembang jika dibandingkan dengan sektor industri pengolahan di lingkup Provinsi

(39)

potensi yang besar untuk menjadi sektor unggulan di Kabupaten Jepara di beberapa

waktu ke depan dimana kondisi tersebut juga tergantung dengan upaya yang dilakukan

oleh pemerintah setempat. Hal ini sesuai dengan hasil analisis gabungan SLQ dan DLQ

yang mengkategorikan sektor industri pengolahan sebagai sektor andalan, yaitu SLQ <

1 dan DLQ > 1.

4.1.2 Analisis Shift Share

Analisis shift share adalah salah satu teknik kuantitatif yang biasa digunakan

untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah terhadap struktur ekonomi

wilayah administratif yang lebih tinggi sebagai pembanding atau referensi. (Tarigan,

2005). Dalam menganalisis pertumbuhan sektor ekonomi, terdapat tiga komponen

pokok yaitu:

a. Komponen Share Nasional (N) / KPN adalah banyaknya pertambahan lapangan

kerja dipengaruhi oleh pertumbuhan nasional. Bagaimana pengaruh pertumbuhan

nasional terhadap perekonomian daerah. Dapat digunakan sebagai kriteria untuk

daerah mengukur apakah daerah tersebut tumbuh lebih cepat atau lebih.

b. Komponen Shift Proporsional (P) / KPP menunjukkan pertumbuhan relative kinerja

suatu sektor di daerah tertentu terhadap sektor yang sama di daerah refrensi.

Komponen ini disebut juga pengaruh bauran industri (industry mix), dapat

membantu untuk mengetahui apakah perekonomian daerah terkonsentrasi pada

insutri yang tumbuh lebih cepat daripada daerah refrensi.

c. Komponen Shift Differential (D) / KPPW memberikan informasi dalam menentukan

seberapa jauh daya saing industri daerah dengan daerah refrensi. Komponen ini

disebut juga pengaruh keunggulan komparatif.

Perhitungan yang digunakan untuk menghitung perubahan struktur ekonomi

(40)

PE : Pertumbuhan Ekonomi

Yt : Indikator ekonomi wilayah Nasional (akhir tahun analisa)

Yo : Indikator ekonomi wilayah Nasional (awal tahun analisa)

Yit : Indikator ekonomi wilayah Nasional sektor i (akhir tahun analisa)

Yio : Indikator ekonomi wilayah Nasional sektor i (awal tahun analisa)

yit : Indikator ekonomi wilayah lokal sektor I (akhir tahun analisa)

yio : Indikator ekonomi wilayah lokal sektor i (awal tahun analisis)

PB : Pendapatan Bersih Wilayah

KPN : Komponen Pertumbuhan Nasional

KPP : Komponen Pertumbuhan Proporsional

KPPW : Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah

Untuk mengetahui interpretasi hasil KPP dan KPPW digunakan kuadran sebagai

berikut:

Berdasarkan perhitungan Analisis Shift Share yang telah dilakukan terhadap

PDRB Kabupaten Jepara Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun

2013-2015 dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 5 Hasil Perhitungan Analisis Shift Share

Lapangan Usaha KPN KPP KPPW PE PB

A Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 0.00 -0.10 -4.53 -4.63 -4.63

(41)

C Industri Pengolahan 0.12 0.02 0.26 0.40 0.28

G Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

0.09 -0.01 0.03 0.11 0.02

H Transportasi dan Pergudangan 0.13 0.03 -4.47 -4.31 -4.44

I Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum Sumber : Hasil Analisis, 2017

Tabel 6 Interpetasi Perhitungan Analisis Shift Share

Lapangan Usaha KPP (+/-) KPPW (+/-) PB

Industri Pengolahan Tumbuh Cepat Mempunyai daya

saing

(42)

Pengadaan Listrik dan Gas Tumbuh

Tumbuh Cepat Tidak mempunyai

daya saing

Mundur

Penyediaan Akomodasi dan

Makan Minum

Tumbuh Cepat Mempunyai daya

saing

Progresif

Informasi dan Komunikasi Tumbuh Cepat Mempunyai daya

saing

Progresif

Jasa Keuangan dan Asuransi Tumbuh

Lambat

Tidak mempunyai

daya saing

Mundur

Real Estate Tumbuh Cepat Tidak mempunyai

daya saing

Mundur

Jasa Perusahaan Tumbuh Cepat Mempunyai daya

saing

Jasa Pendidikan Tumbuh Cepat Tidak mempunyai

daya saing

Mundur

Jasa Kesehatan dan

Kegiatan Sosial

Tumbuh Cepat Mempunyai daya

saing

(43)

Jasa Lainnya Tumbuh Cepat Tidak mempunyai

daya saing

Mundur

Sumber : Hasil Analisis, 2017

Sehingga diperoleh kuadran yang menggambarkan hasil analisis Shift Share

sektor PDRB Kabupaten Jepara Tahun 2013 – 2015

Diagram 1 Kuadran Interpretasi Hasil Perhitungan KPP dan KPPW KPPW (+)

2. Penyediaan Akomodasi dan

Makan Minum

1. Pertanian, Kehutanan dan

Perikanan

2. Pertambangan dan penggalian

3. Pengadaan Air, Pengelolaan

Sampah, Limbah dan Daur

Ulang

4. Konstruksi

5. Jasa Keuangan dan Asuransi

(44)

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa :

1. Sektor yang secara nasional tumbuh cepat dan memiliki daya saing keunggulan komparatif terdiri dari lima sektor yakni sektor Industi Pengolahan, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor

informasi dan komunikasi, sektor jasa perusahaan dan sektor kesehatan dan

kegiatan sosial

2. Sektor yang secara nasional tumbuh lambat dan memiliki daya saing keunggulan komparatif terdiri dari dua sektor yakni sektor Pengadaan Listrik dan Gas dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil

dan Sepeda Motor

3. Sektor yang secara nasional tumbuh cepat tetapi tidak memiliki daya saing keunggulan komparatif terdiri dari empat sektor yakni sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor real estate, sektor jasa pendidikan

dan sektor jasa lainnya

4. Sektor yang secara nasional tumbuh lambat dan tidak memiliki daya saing keunggulan komparatif terdiri dari enam sektor yakni sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan, sektor Pertambangan dan Penggalian,

sektor pengadaan air, pengeloaan sampah, limbah dan daur ulang, sektor

konstruksi, sektor jasa keuangan dan asuransi dan sektor administrasi

pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial

5. Hasil perhitungan PB (Pendapatan Bersih) menunjukan bahwa ada tujuh sektor progresif dan sepuluh sektor mundur. Dimana posisi industri pengolahan sebagai salah satu sektor yang bersifat progresif atau potensial

untuk dikembangkan karena memiliki pertumbuhan yang cepat dalam skala

nasional serta memiliki daya saing yang tinggi.

4.2 Analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat)

Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui kondisi sektor industri pengolahan di

Kabupaten Jepara yang berkaitan dengan potensi masalah pengembangan ekonomi di

Gambar

Tabel 1 Interpretasi Analisis Gabungan
Tabel 2 PDRB Kabupaten Jepara ADHK menurut lapangan usaha (juta rupiah) Tahun 2013-2015
Tabel 3 PDRB Provinsi Jawa Timur ADHK menurut lapangan usaha (juta rupiah) Tahun 2013-2015
Tabel 4 Hasil Perhitungan Analisis LQ Kabupaten Jepara
+6

Referensi

Dokumen terkait

Untuk program studi pendidikan agama islam pada tahun 2016 menerima calon mahasiswa sebanyak 205 dari jumlah pendaftar 249. Untuk program studi pendidikan bahasa inggris

Fixed Karbon Biobriket Sekam Padi Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa kadar fix karbon yang dimiliki briket arang sekam padi untuk ukuran butiran 0,21 mm lebih

Insiden karies dentis pada bayi yang mendapat susu formula jauh lebih tinggi dibanding yang mendapat ASI, karena kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada waktu

3 Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah sorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penerapan Model Pembelajaran Generatif dengan Pendekatan Open-Ended (MPGOE) terhadap peningkatan kemampuan

(1) Program Pengembangan Data dan Informasi, dengan Sasaran : (a) Meningkatnya ketersediaan data/informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan perencanaan (data dasar spasial dan

Hasil temuan ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Burns bahwa banyak bekas narapidana sungguh-sungguh mencoba untuk memperbaiki tingkah laku mereka, tetapi

Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih (whey), sedang sumber limbah