• Tidak ada hasil yang ditemukan

ILMU BEDAH UMUM bedah (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ILMU BEDAH UMUM bedah (1)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

ILMU BEDAH UMUM

Disusun oleh:

Luthfia Rizky Amanda

B

2014 – 11 – 095

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)

JAKARTA

(2)

PENILAIAN PRABEDAH

Tujuan utama dari penilaian sebelum pembedahan adalah untuk mengenali persoalan yang menyangkut resiko pembedahan. Perawatan di rumah sakit memberi kesempatan untuk mengenali persoalan lain mengenai kesehatan yang perlu diperhatikan, jika menimbulkan akibat yang tak dikehendaki dalam pembedahan darurat ini.

Tindakan bedah dapat diklasifikasikan berdasarkan keseriusan dan urgensinya. Berdasarkan tingkat keseriusannya, pembedahan terbagi menjadi dua yakni bedah mayor dan bedah minor. Sementara berdasarkan urgensinya, pembedahan terbagi menjadi 3 jenis, yakni bedah elektif, bedah urgent, dan bedah emergency.

Memahami kasus bedah yang dihadapi serta didukung oleh pengetahuan tentang keadaan fisiologis pasien secara menyeluruh adalah sangat penting. Penilaian dapat melalui anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik yang lengkap, dan pemeriksaan laboratorium serta radiologi yang sesuai.

1. Riwayat Penyakit

Harus di tanyakan secara lengkap, teliti, dan dalam keadaan yang menyenangkan agar pasien tidak merasa tertekan..

Dokter diharapkan mampu menganalisa dengan cepat informasi tentang penyakit yang pernah diderita pasien dan juga keterangan mengenai kemungkinan perdarahan, pengobatan yang diberikan, dan alergi yang diderita.

Jika hal ini dilakukan dengan baik serta melibatkan tinjauan lengkap terhadap seluruh system, maka akan diperoleh hasil yang relevan

2. Pemeriksaan Fisik

Seluruh bagian dari tubuh pasien sebaiknya di periksa secara sistematis meskipun tidak ada gejala yang spesifik pada daerah tersebut.

Pemeriksaan sebaiknya meliputi pemeriksaa neurologis, pemeriksaan rectal, pemeriksaan panggul pada wanita dewasa, dan pemeriksaan denyut nadi perifer, beserta pemeriksaan pada daerha kepala, leher, dada, dan abdomen.

Seluruh data di catat pada status sebagai dasar guna perbandingan terhadap perubahan yang terjadi di kemudian hari selama pasien dirawat di rumah sakit.

(3)

- Menderita kanker, dan

- Kadar albumin serumnya dibawah 3,5.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Satu-satunya pemeriksaan laboratotium yang di lakukan secara rutin sebelum suatu tindakan bedah adalah pemeriksaan jumlah sel darah merah dan urinalisis. Pemeriksaan lainnya disesuaikan dengan keadaan dan usis pasien serta jenis operasi yang akan di lakukan. Indikasi pemeriksaan ini di tentukan berdasarkan keadaan penyakit pasien.

4.

Penyinaran dengan Sinar X

Penyinaran sinar X pada dada atau pada bagian tubuh lain, dilakukan jika dari anamnesa atau gambaran klinis pasien terdapat tanda-tanda mencurigakan.

5. Pemeriksaan Penunjang

Elekktrokardiogram (EKG) tidak dibutuhkan secara rutin pada orang muda yang harus menjalani prosedur pembedahan yang tidak berat. Namun, pada operasi emergency, monitoring EKG bersama dengan pengukuran tekanan darah sangat diperlukan untuk menilai status hemodinamik secara keseluruhan.

PERSIAPAN PRABEDAH

Persiapan prabedah penting dilakukan guna mengurangi faktor resiko karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan penderita. Persiapan ini dapat menentukan adanya kontraindikasi operasi, toleransi penderita terhadap tindakan bedah, dan di tetapkan waktu yang tepat untuk melaksanakan pembedahan.

(4)

lainnya dipilih berdasarkan keterangan yang diperoleh pada anamnesis, pemeriksaan prabedah, dan rencana pengelolaan. Toleransi pasien terhadap pembedahan mencakup toleransi fisik dan mental.

A. Daerah Operasi

Pasien sebaiknya tiba di ruang operasi dengan kulit yang steril pada daerah yang akan di operasi. Pasien yang menderita peradangan kulit dianjurkan untuk menggosok daerah operasi dengan sabun antiseptic secara periodic selama beberapa hari sebelum operasi untuk meningkatkan kebersihan kulit.

Rumah sakit menjalankan kebijakan untuk mencukur dan membersihkan daerah operasi pada malam hari sebelum operasi. Lalu daerah dibungkus kassa steril. Namun, saat ini pencukuran dilakukan langsung di kamar operasi untuk menghindari terjadinya infeksi kulit akibat pisau cukur.

B. Pasien

Pasien sebaiknya diberikan sedasi semalam sebelum operasi untuk mengurangi rasa cemas. Dosis disesuaikan dengan umur dan keadaan umum pasien. Pasien usia lanjut, senile, atau lemah membutuhkan dosis obat yang lebih rendah dibandingkan dengan pasien muda yang sehat. Sedasi membuat pasien lebih rileks dan tidur nyanyak semalam sebelum operasi.

C. Kateterisasi

Tindakan ini akan mencegah kandung kemih yang penuh mengganggu lapangan operasi. Pasien yang akan menjalani operasi yang serius sebaiknya dipasangkan kateter untuk memonitori produksi urine selama operasi.

D. Persiapan Saluran Pencernaan

Jika operasi melibatkan saluran pencernaan bagian atas atau organ – organ sekitar kantung empedu, hati, atau pancreas, sebaiknya dipasang pipa nasogastrik dan dihubungkan dengan suction. Keluarnya isi saluran pencernaan pada usus bagian bawah lebih berbahaya dibandingkan atas karena saluran cerna bagian bawah mengandung beberapa bakteri.

(5)

Secara mental, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani operasi karena ada rasa cemas atau takut terhadap penyuntikan., nyeri luka, anastesia, atau bahkan rasa terhadap kemungkinan cacat atau mati.

Dalam hal ini, hubungan baik antara penderita, keluarga, dan dokter sangat menentukan. Kecemasan merupakan reaksi normal yang sering terjadi.

F. Persiapan Fisik

Meliputi:

1. Berbagai Organ dan Sistem

 Pasien puasa 6 jam sebelum operasi untuk mengosongkan lambung.

 Kulit harus bebas infeksi dan pasien harus mandi dengan sabun atau larutan

antiseptic.

 Suhu badan dipertahankan agar tetap normal. Hipotermia dapat menyebabkan

metabolism berlangsung lambat sehingga pembekuan darah melambat.

 Keadaan syok harus diatasi secepat mungkin sebelum pembedahan.

 Gangguan keseimbangan elektrolit dan asam – basa harus di pulihkan.

 Perokok dianjurkan berhenti merokok minimal seminggu sebelum rencana

operasi. Karena penyulit pasca bedah banyak terjadi di paru. Merokok melumpuhkan silia mukosa dan meningkatkan sekresi jalan napas sehingga jalan napas terganggu dan proses pembersihan jalan napas sangat terganggu.

 Mengkoreksi gangguan faal hati yang sering ditemukan, seperti anemia,

hipoalbuminemia, dan gangguan pembekuan darah.

2. Keadaan Gizi

Kebanyakan pasien tidak membutuhkan perawatan gizi sebelum menjalani operasi, namun tidak jarang pasien dating dalam keadaan gizi kurang baik, misalnya pada penderita masalah saluran cerna, keganasan, infeksi kronik, dan trauma berat.

Malnutrisi mempengaruhi morbiditas karena terganggunya penyembuhan luka dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Oleh karena itu, harus di lakukan pemeriksaan meliputi:

o Penilaian status gizi.

o Kebutuhan gizi.

o Gizi kurang.

3. Penyulit Jantung

(6)

 Anemia dan malnutrisi dapat meningkatkan resiko terjadinya penyulit

jantung.

 Anastesia umum menyebabkan depresi miokard dan beberapa anastesia

umum menyebabkan terjadinya disritmia.

 Aritmia bisa terjadi saat pembedahan ataupun 3 hari pasca bedah.

 Infark jantung umumnya terjadi cepat dalam waktu beberapa hari setelah

pembedahan. Tidak disertai keluhan sehingga sulit di diagnosis dan resiko serta mortatitasnya tinggi.

4. Persiapan pada Anak

Suatu usaha agar anak tidak terganggu pertumbuhannya dan usaha mengembalikan anatomi dan fungsi organ agar kembali normal. Hal yang harus diperhatikan meliputi:

 Persiapan prabedah.

 Pramedikasi.

 Pengawasan saat pembedahan.

 Pengawasan pascabedah.

 Keseimbangan cairan dan elektrolit.

 Menjaga jalan napas.

5. Antibiotik

(7)

PENYULIT PRABEDAH

Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Menurut Long B.C (2001), pasien preoperasi akan mengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :

a. Takut nyeri setelah pembedahan

b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image)

c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)

d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama.

e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas. f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.

g. Takut operasi gagal.

Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat mempengaruhi respon fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih.

1. Umur

Penderita yang sangat muda atau lanjut usia mempunyai resiko komplikasi atau kematian yang lebih besar. Kesalahan kecil yang dapat ditoleransi dengan baik oleh usia muda dengan cepat menimbulkan aibat yang membahayakan pada anak-anak atau penderita lanjut usia dan kadang mematikan.

2. Obesitas

(8)

badan penderita turun sesuai dengan ukuran yang berlaku.

3. Keadaan Umum Pasien

Meningkatnya keadaan yang mudah dipengaruhi oleh radang dapat timbul dari:

 Obat-obatan seperti kortikosteroid, suatu obat imunosupresif, obat

sitotoksik, dan terapi antibiotik yang lama.

 Kekurangan gizi.

Suatu riwayat tentang reaksi dari dalam atau sakit sesudah disuntik,

o Penisilin atau antibiotika lainnya, termasuk sulfonamida.

o Narkotika

o Aspirin atau obat analgetik lain

o Prikain atau obat anastesi lain

o Barbitura.

o Antitoksin tetanus atau serum lainnya

o Yodium atau antiseptik lainnya

o Obat-obatan lain

o Makanan (misalnya coklat, susu, telur)

o Pita rekat

5. Obat yang Sedang Dikonsumsi

(9)

PERAWATAN PASCABEDAH

(10)

Masa pasca bedah selesai saat berakhirnya katabolisme pasca bedah. Pasien di angkut dari ruang bedah dalam keadaan berbaring tanpa bantal dan kepala di miringkan untuk mencegah terjadinya aspirasi cairan regurgitasi dari lambung.

Jarak ruang bedah dengan recovery room sebaiknya tidak terlalu jauh. Perlu ada tenaga perawat khusus untuk mengatasi penderita dalam masa kritis. Dalam recovery room harus tersedia tabung oksigen, nampan trakeostomi, perangkat pencegah syok, cairan intravena, alat transfuse, pompa isap, perlengkapan perawatan luka.

Perintah dokter untuk perawatan penderita pasca bedah harus di tulis secara urut dan rapih dan harus di patuhi oleh perawat lain. Instruksi pasca bedah sebaiknya diulangi secara terperinci. Nadi, tekanan darah, dan pernafasan sebaiknya diperiksa secara berkala sampai pasien sadar sepenuhnya dari anastesi. Frekuensi pemeriksaannya bervariasi menurut keadaan pasien dan besar kecilnya operasi.

Pasien harus di monitori secara cermat sampai:

o Timbul refleks menelan.

o Tidak ada lagi bahaya jatuhnya lidah ke dinding belakang faring yang dapat menutup jalur nafas, dan

o Pasien cukup sadar sehingga ia tidak akan mengaspirasi bahan hasil muntahan. Perawatan pasca bedah secara umum meliputi :

1. Pengkajian tingkat kesadaran. Pada pasien yang mengalami anastesi general, perlu dikaji tingkat kesadaran secara intensif sebelum dipindahkan ke ruang perawatan. Kesadaran pasien akan kembali pulih tergantung pada jenis anastesi dan kondisi umum pasien. 2. Pengkajian suhu tubuh, frekuensi jantung/ nadi, respirasi dan tekanan darah. Tanda-tanda

vital pasien harus selalu dipantau dengan baik.

3. Mempertahankan respirasi yang sempurna. Respirasi yang sempurna akan meningkatkan supply oksigen ke jaringan. Respirasi yang sempurna dapat dibantu dengan posisi yang benar dan menghilangkan sumbatan pada jalan nafas pasien. Pada pasien yang kesadarannya belum pulih seutuhnya, dapat tetap dipasang respirator.

(11)

5. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara memonitor input serta outputnya.

6. Mempertahankan eliminasi, dengan cara mempertahankan asupan dan output serta mencegah terjadinya retensi urine.

7. Pemberian posisi yang tepat pada pasien, sesuai dengan tingkat kesadaran, keadaan umum, dan jenis anastesi yang diberikan saat operasi.

8. Mengurangi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi secara terapeutik.

9. Mengurangi rasa nyeri pada luka operasi, dengan teknik-teknik mengurangi rasa nyeri. 10. Mempertahankan aktivitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum ambulatory. 11. Meningkatkan proses penyembuhan luka dengan perawatan luka yang benar, ditunjang

factor lain yang dapat meningkatkan kesembuhan luka.

Dokter hendaknya memeriksa pasien secara berkala dan teratur untuk meyakinkan bahwa keadaan pasien baik. Status pasien yang berisi catatan suhu tubuh, nadi, tekanan darah, dan pernafasan sebaiknya selalu diperhatikan dan di arsipkan.

Balutan operasi diperiksa namun jangan dibuka, kecuali:

 Ada perdarahan,

 Balutan basah atau tampak kotor, atau

 Ikatan yang terlalu kencang sehingga mungkin dapat mengganggu peredaran

darah atau pernafasan.

(12)

JENIS PERAWATAN PASCA BEDAH

Pada saat melakukan observasi di ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebih mudah dapat dilakukan monitoring B6, yaitu:

1.

Breath (nafas) : sistem respirasi

Pasien belum sadar dilakukan evaluasi : Pola nafas

- Tanda-tanda obstruksi - Pernafasan cuping hidung - Frekuensi nafas

- Pergerakan rongga dada : simetris/tidak

- Suara nafas tambahan : tidak ada pada obstruksi total - Udara nafas yang keluar dari hidung

- Sianosis pada ekstremitas - Auskultasi : wheezing, ronki

Pasien sadar : tanyakan adakah keluhan pernafasan. Jika tidak ada keluhan : cukup berikan O2

Jika terdapat tanda-tanda obstruksi : terapi sesuai kondisi (aminofilin,kortikosteroid, tindakan tri ple manuver airway).

2.

Blood (darah) : sistem kardiovaskuler

- Tekanan darah

- Nadi

- Perfusi perifer

(13)

3.

Brain (otak) : sistem SSP

- Menilai kesadaran pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale) - Perhatikan gejala kenaikan TIK 4.

4.

Bladder (kandung kencing) : sistem urogenitalis

- Periksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urine

- Untuk menilai : Apakah pasien masih dehidrasi, Apakah ada kerusakan ginjal saat operasi, acute renal failure

5.

Bowel (usus) : sistem gastrointestinalis

Periksa :

- Dilatasi lambung

- Tanda-tanda cairan bebas - Distensi abdomen

- Perdarahan lambung post operasi

- Obstruksi atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misal: hepar,lien, pancreas - Dilatasi usus halus,

Pasien operasi mayor sering mengalami kembung yang mengganggu pernafasan, karena ia bernafas dengan diafragma.

6.

Bone (tulang) : sistem musculoskeletal

Periksa :

- Tanda-tanda sianosis - Warna kuku

- Perdarahan post operasi

Gangguan neurologis : gerakan ekstremitas

(14)

KAMAR OPERASI

Kamar operasi adalah suatu unit khusus di rumah sakit, tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik elektif maupun akut, yang membutuhkan keadaan suci hama (steril).

Secara umum lingkungan kamar operasi terdiri dari 3 area:

a. Area bebas terbatas (unrestricted area)

Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian khusus kamar operasi.

b. Area semi ketat (semi restricted area)

Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi yang terdiri atas topi, masker, baju dan celana operasi.

c. Area ketat/terbatas (restricted area).

Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap dan melaksanakan prosedur aseptic. Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap yaitu : topi, masker, baju dan celana operasi serta melaksanakan prosedur aseptic.

Alur pasien, petugas, dan peralatan:

1. Alur Pasien

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda.

2. Alur Petugas

Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.

3. Alur Peralatan

Pintu keluar masuknya peralatan bersih dan kotor berbeda.

Kamar operasi yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 1. Letak

(15)

2. Bentuk dan Ukuran a. Bentuk

Kamar operasi tidak bersudut tajam. Lantai, dinding, langit-langit berbentuk lengkung, warna tidak mencolok. Lantai dan dinding harus terbuat dari bahan yang rata, kedap air, mudah dibersihkan dan menampung debu.

b. Ukuran kamar operasi

Minimal 5,6 m x 5,6 m (=29,1 m2) Khusus/besar 7,2 m x 7,8 (=56 m2)

3. Sistem Ventilasi

a. Ventilasi kamar operasi harus dapat diatur dengan alat control dan penyaringan udara dengan menggunaKan filter. Idealnya menggunakan sentral AC.

b. Pertukaran dan sirkulasi udara harus berbeda.

4. Suhu dan Kelembaban.

a. Suhu ruangan antara 190 – 220 C. b. Kelembaban 55 %

5. Sistem Penerangan a. Lampu Operasi

Menggunakan lampu khusus, sehingga tidak menimbulkan panas, cahaya terang, tidak menyilaukan dan arah sinar mudah diatur posisinya.

b. Lampu Penerangan

Menggunakan lampu pijar putih dan mudah dibersihkan.

6. Peralatan

a. Semua peralatan yang ada di dalam kamar operasi harus beroda dan mudah dibersihkan.

(16)

c. Sistem pelistrikan dijamin aman dan dilengkapi dengan elektroda untuk memusatkan arus listrik mencegah bahaya gas anestesi.

7. Sistem Instaalsi Gas Medis

Pipa (out let) dan konektor N2O dan oksigen, dibedakan warnanya, dan dijamin tidak bocor serta dilengkapi dengan system pembuangan/penghisap udara untuk mencegah penimbunan gas anestesi.

8. Pintu

a. Pintu masuk dan keluar pasien harus berbeda. b. Pintu masuk dan keluar petugas tersendiri

c. Setiap pintu menggunakan door closer (bila memungkinkan)

d. Setiap pintu diberi kaca pengintai untuk melihat kegiatan kamar tanpa membuka pintu.

9. Pembagian Area

a. Ada batas tegas antara area bebas terbatas, semi ketat dan area ketat.

b. Ada ruangan persiapan untuk serah terima pasien dari perawat ruangan kepada perawat kamar operasi.

10. Air Bersih

Air bersih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Tidak berwarna, berbau dan berasa.

b. Tidak mengandung kuman pathogen. c. Tidak mengandung zat kimia.

d. Tidak mengandung zat beracun.

11. Pembagian Ruangan

a. Ruang Persiapan Pasien. b. Ruang Induksi

(17)

d. Kamar bedah.

e. Ruang Pemulihan (Recovery). f. Ruang ganti pakaian (Loker). g. Ruang Dokter.

h. Scrub Station.

i. Ruang Utilitas Kotor (Spoel Hoek, Disposal). j. Ruang Linen.

k. Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah

l. Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor).

(18)

Pada prinsipnya dalam penatalaksananaan anestesi pada suatu operasi, terdapat beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksana ananestesi dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.

Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi yang biasa dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room, yaitu ruangan untuk observasi pasien pasca bedah atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan perawatan intensif ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi dan anestesi dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh anestesinya.

Pulih dari anestesi umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola dikamar pulih atau Unit Perawatan Pasca Anestesi (RR, Recovery Room atau PACU, Post Anestesia Care Unit). Idealnya bangun dari anestesi secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijumpai hal-hal yang tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesi yang berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan, mual-muntah, menggigil dan kadang-kadang pendarahan.

Recovery room atau ruang pemulihan adalah sebuah ruangan di rumah sakit, dimana pasien dirawat setelah mereka telah menjalani operasi bedah dan pulih dari efek anestesi. Pasien yang baru saja di operasi atau prosedur diagnostik yang menuntut anestesi atau obat penenang dipindahkan ke ruang pemulihan, dimana keadaan vital sign pasien (nadi, tekanan darah, suhu badan dan saturasi oksigen) diawasi ketat setelah efek dari obat anestesi menghilang.

Pasien biasanya akan mengalami disorientasi setelah mereka sadar kembali, dan di ruang pemulihan ini pasien ditenangkan apabila menjadi anxietas dan dipastikan kalau fisik dan emosional mereka terkendali.

Pengawasan ketat di ruang pemulihan atau UPPA harus seperti sewaktu berada di kamar bedah sampai pasien bebas dari bahaya, karena itu peralatan monitor yang baik harus disediakan. Tensimeter, oksimeter denyut (pulse oxymeter), EKG,peralatan resusitasi jantung-paru dan obatnya harus disediakan tersendiri, terpisah dari kamar bedah.

(19)

Setelah dilakukan pembedahan pasien dirawat diruang pulih sadar. Pasien yang dikelola adalah pasien pasca anestesi umum ataupun anestesi regional. Di ruang pulih sadar dimonitor jalan nafasnya apakah bebas atau tidak, ventilasinya cukup atau tidak dan sirkulasinya sudah baik atau tidak. Pasien dengan gangguan jalan nafas dan ventilasi harus ditangani secara dini. Selain obstruksi jalan nafas karena lidah yang jatuh ke belakang atau spasme laring, pasca bedah dini kemungkinan terjadi mual-muntah yang dapat berakibat aspirasi. Anestesi yang masih dalam, dan sisa pengaruh obat pelumpuh otot akan berakibat penurunan ventilasi.

Pasien yang belum sadar diberikan oksigen dengan kanul nasal atau masker sampai pasien sadar betul. Pasien yang sudah keluar dari pengaruh obat anestesi akan sadar kembali. Kartu observasi selama di ruang pulih sadar harus ditulis dengan jelas, sehingga dapat dibaca bila pasien sudah kembali ke bangsal. Bila keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien dapat dipindahkan ke ruangan dengan pemberian instruksi pasca operasi.

Tingkat perawatan pasca anestesi pada setiap pasien tidak selalu sama, bergantung pada kondisi fisik pasien, teknik anestesi, dan jenis operasi, monitoring lebih ketat dilakukan pada pasien dengan risiko tinggi seperti:

 Kelainan organ

 Syok yang lama

 Dehidrasi berat

 Sepsis

 Trauma multiple

 Trauma kapitis

 Gangguan organ penting, misalnya : otak

KOMPLIKASI – KOMPLIKASI PASCA BEDAH

(20)

Perdarahan merupakan komplikasi yang paling dini dan mungkin terjadi setelah operasi. Perdarahan bisa langsung tampak atau bahkan tersembunyi dan tidak diketahui letaknya. Salah satu tempat yang paling sering mengalami perdarahan eksternal adalah daerah drainase. Pipa drainase biasanya keluar dari lubang insisi yang terpisah ( a separate stab incision), dan mungkin terjadi rembesan darah yang terus – menerus dari pembuluh darah kulit atau tepat di bawah kulit. Jika insisi di buat segera sebelum operasi selesai, maka memungkinkan perdarahan yang terjadi tidak tampak.

Perdarahan ini biasanya di temukan pertama kali saat balutan bekas operasi di periksa. Jika balutan penuh dengan darah, sebaiknya segera periksa luka yang ada. Darah yang terdapat pada balutan kemungkinan adalah darah yang berasal dari luka itu sendiri melalui pipa drainase. Jika perdarahan tetap terjadi dan keadaan umum pasien tidak dapat di atasi, maka harus dilakukan operasi ulang untuk menghentikan perdarahan. Terdapat dua daerah perdarahan eksternal yang perlu mendapatkan pertimbangan khusus, yaitu: daerah tiroid dan hemoroid.

1. Perdarahan Pasca Tiroidektomi

Perdarahan ke dalam luka pada pasien setelah tindakan tiroidektomi cenderung membentuk hematom, yang jika tidak segera di angkat dapat menimbulkan asfiksia. Tindakan yang aman dalam mengatasi perdarahan ini adalah membuka kembali luka dengan segera dan menekan hematom. Tindakan ini di lakukan di bangsal pasien jika kondisi pasien cukup kritis. Lalu, pasien masuk ruang operasi kembali untuk mengangkat bekuan darah dan mengatasi perdarahan.

Seringkali, setelah seluruh bekuan darah diangkat dari luka akan tidak tampak lagi daerah yang berdarah, dan jika luka tetap kering maka dapat di tutup tanpa akan terjadi perdarahan kembali.

2. Perdarahan Hemoroid

(21)

pembuluh darah yang berdarah ditekan dan diikat. Terkadang, perdarahan ini di sebabkan karena adanya gangguan hemoragik. Pasien harus diberi transfusi darah, dan harus diobati bila terdapat kelainan yang spesifik.

B. Perdarahan Internal

Perdarahan internal sulit terdeteksi karena manifestasi kliniknya lambat. Tanda – tanda klasik dari perdarahan ini adalah pucat, menurunnya tekanan darah, nadi yang cepat, lemah, berkeringat, dan rasa haus. Tanda – tanda ini tidak segera muncul setelah adanya perdarahan. Kesalahan yang paling sering dilakukan adalah menganggap perdarahan sebagai renjatan bedah yang terlambat.

Jika pasien kembali dari ruang operasi dengan keadaan tekanan darah dan nadi normal, namun setelah itu tekanan darahnya turun serta nadinya menjadi cepat, ini merupakan suatu tanda bahwa sedang terjadi perdarahan internal yang tidak terdeteksi saat di ruang operasi. Satu – satunya pengecualian dari keadaan ini adalah serangan kardiovaskular atau pulmonar yang mendadak.

Perdarahan dapat terjadi saat operasi atau dalam periode pasca bedah. Keadaan ini dapat di sebabkan oleh ulkus yang berdarah (ulkus pasca bedah). Trauma psikologik akibat operasi dapat memperberat atau memperparah suatu ulkus, sehingga terjadi perdarahan. Apapun sebabnya, pengobatannya adalah dengan menghentikan perdarahan dan jika adarah yang keluar melebihi 500ml, maka harus transfusi darah.

System kardiovaskular harus di pertahankan dengan memberikan cairan yang sesuai, seperti glukosa dalam air, saline, plasma, atau cairan pengganti plasma (plasma expander). Semua tindakan ini hanya bersifat sementara. Jika perdarahan tidak kunjung berhenti, maka harus di lakukan operasi ulang.

(22)

Beberapa penyebab harus dipertimbangkan, dikesampingkan, atau diatasi. Jika narkotik diperlukan untuk mengatasi rasa nyeri, pemberiannya secara intravena dengan dosis yang kecil dan bijak.

d. Komplikasi – komplikasi Pulmoner

Merupakan kemungkinan selanjutnya dari komplikasi pasca bedah. Awalnya komplikasi terjadi karena secret tertahan dan atelektasis. Komplikasi dapat terjadi setelah operasi, paling sering setelah tindakan pada toraks atau abdomen bagian atas. Karena rasa sakit pada luka bekas operasi, pasien menahan gerakan dadanya dan tidak dapat menahan napas secara dalam, keadaan ini memungkinkan terkumpulnya secret. Keadaan ini akan menyebabkan hilangnya cairan dari tubuh.

e. Kandung Kemih Penuh

Hal ini terjadi karena rembesan dari kandung kemih yang penuh (overflow from a distended bladder). Dibutuhkan drainase kateter.

f. Distensi Abdomen

Disebabkan oleh salah satu dari beberapa kemungkinan. Penyebab yang lebih serius adalah peritonitis dan obstruksi gastrointestinal. Penyebab paling seringnya adalah distensi lambung akut yang merupakan gangguan iatrogenik. Hal ini terjadi karena pasien diberi makan sebelum saluran pencernaan bekerja dengan baik.

g. Gangguan Defeksi

Yang paling sering terjadi adalah pada pasien yang menjalani pemeriksaan sinar x dengan barium pada saluran pencernaannya untuk mengobati ulkus. Terjadi juga pada penderita kanker. Gejala yang paling sering terjadi adalah diare.

(23)

Komplikasi pasca bedah yang paling sering terjadi. Manifestasi pertama yang sering timbul adalah meningkatnya suhu tubuh karena secret pulmoner tertahan.

i. Infeksi Pulmoner

j. Infeksi Luka

Manifestasi awalnya adalah kenaikan suhu tubuh. Daerah yang paling sering terkena infeksi ini adalah jaringan lemak superficial dekat fascia, namun sepsis dapat terjadi pada setiap jaringan. Ditemukan pus pada pemeriksaan..

k. Infeksi pada Saluran Kemih

Penyembuhannya adalah dengan memberikan antibiotic yang spesifik. Bila tidak segera diatasi, dapat menimbulkan obstruksi saluran kemih.

l. Peritonitis

Merupakan proses radang dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh bakteri. Penyebab paling sering adalah pecahnya lubang viskus atau karena rusaknya anastomosis saluran gastrointestinal. Pengobatannya dengan pemberian antibiotic yang spesifik, penghisapan gastrointestinal, oksigen, perbaiki ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, posisi berbaring harus setengah tidur untuk menghindari pengendapan pus, dan lakukan drainase jika ada kumpulan pus.

m. Abses Subfrenik

Disebabkan oleh berkumpulnya pus dibawah dinding diafragma. Pemeriksaan pertama untuk mendiagnosis keadaan ini adalah dengan roentgen toraks.

n. Septicemia

Infeksi menyebabkan bakteri masuk ke aliran darah. Ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh, menggigil dan terjadi penurunan tekanan darah.

(24)

Ditandai dengan tidak adanya kemerahan, namun tungkai pasien terasa berat (fullness) dan terdapat edema di sepanjang tibia. Bekuan darah pada tungkai melekat secara longgar, mudah lepas, dan menimbulkan emboli paru.

p. Emboli Paru – Paru

Pasien mengeluh nyeri dada disertai dengan hemomptisis dan sesak napas. Bisa menyebabkan kematian.

q. Penyambuhan Luka yang Terlambat

Sering terjadi setelah tindakan bedah pada abdomen bagian atas dan sering dihubungkan dengan insisi vertical. Gangguan penyembuhan luka dapat disebabkan oleh batuk, muntah, cegukan, atau infeksi pada luka bekas operasi. Penyebab yang sering terjadi namun tidak diperhatikan adalah sumbatan parsial pada usus yang menaikan tekanan intraabdominal.

Biasanya baru timbul setelah hari ketujuh sampai kesepuluh pasca bedah. Tanda awal gangguan ini adalah keluarnya sejumlah besar serum yang berwarna merah muda. Bersifat patognomonik.

r. Uremia

Sebagai akibat dari ekskresi ginjal yang tidak adekuat terhadap pembongkaran nitrogen. Paling sering terjadi setelah operasi pada pasien lanjut usia dengan fungsi ginjal yang tidak baik, peritonitis atau obstruksi usus, ginjal kronis atau ikterus obstruktif yang lama. Diagnosis di tegakkan dengan pemeriksaan kadar urea dalam darah.

s. Obstruksi Intestinal

(25)

PENYULIT PASCA BEDAH

(26)

Penyebabnya adalah hipovolemia, kelainan jantung, atau sepsis. Kelainan terletak di miokardium (miokarditis) yang biasa disertai dengan aritmia. Kemungkinan utama terjadinya adalah karena perdarahan, muntah, diare, dan asupan kurang.

2. Batuk dan Sesak Napas

Distensi perut pasca bedah mengakibatkan bendungan sirkulasi paru yang menyebabkan sesak napas. Yang paling sering terjadi adalah pneumonia karena pernapasan tidak bebas sewaktu anastesi/operasi sehingga refleks batuk terganggu saat pasca bedah.

3. Kolaps dan Perburukan Mendadak

Penyebab utamanya adalah syok hipovolemik karena perdarahan. Infeksi luka, infeksi paru, dan sepsis memperburuk keadaan.

4. Mual dan Muntah

Disebabkan oleh obat – obatan, ileus obstruktiva, distensi lambung, peninggian tekanan intracranial, gangguan keseimbangan elektrolit, dan uremia.

5. Gangguan Berkemih

Berupa retensi urine atau berupa oliguria.

6.

Perubahan Keadaan Mental

Faktor pentingnya adalah faktor somatic, seperti dehidrasi, hiponatremia, hipoksia, infeksi, uremia, dan hipoglikemia.

7. Ikterus

Oleh hemolisis, operasi pembedahan saluran empedu atau hati, infeksi, atau obat hepatotoksik.

8. Luka Operasi

Tanda khasnya adalah keluarnya cairan serosanguinolen dari luka.

9. Hematom

10.Perotitis

Pada penderita pipa trakea atau pipa lambung lebih dari satu hari.

11.Adult Respiratory Distress Syndrome / Sindroma Emboli Lemak

Karena operasi besar, rudapaksa berat – besar – luas, trauma majemuk, infeksi, dan sepsis.

12.Penyulit Jantung

Akibat kelebihan cairan atau kekurangan cairan.

13.Insufisiensi Ginjal Akut

Akibat buruknya perfusi jaringan ginjal setelah syok hipovolemik saat pembedahan, trauma, atau sepsis.

(27)

Terjadi pada penggunaan obat – obatan sedative atau narkotik.

15.Dilatasi Akut Lambung

Oleh keadaan adinamik. Cepat memburuk dan menyebabkan pasien kolaps dengan hipotensi dan syok.

16.Sedera Saraf

Mengakibatkan paralisis maupun gangguan sensibilitas.

17.Thrombosis Vena Dalam

Oleh pembiusan lama sehingga aliran darah tidak berlangsung baik.

18.Dekubitus

Terjadi di lapoisan dalam antar kulit.

19.Cedera Fisik Lain

20.Diabetes Melitus

21.Ulkus Karena Stress

PENANGGUNG JAWAB

Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan (bangsal) setelah dilakukan operasi terutama yang mengguanakan anesthesia, harus melakukan penilaian terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih perlu di observasi di ruang pemulihan atau recovery room.

(28)

RUANG PERAWATAN

ICU ( Intensive Care Unit )

Layanan rumah sakit yang memberikan asuhan keperawatan secara terkonsentrasi dan lengkap. Unit ini memiliki tenaga perawat yang terlatih khusus dan berisi peralatan pemantauan dan dukungan khusus untuk pasien yang membutuhkan perawatan dan observasi intensif dan komprehensif, karena syok, trauma, atau kondisi yang mengancam jiwa.

Pasien yang masuk ICU adalah pasien yang dalam keadaan terancam jiwanya sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu atau multiple organ atau sistem dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif. Selain adanya indikasi medik tersebut, masih ada indikasi sosial yang memungkinkan seorang pasien dengan kekritisan dapat dirawat di ICU.

(29)

ICCU ( Intensif Coronary Care Unit )

Merupakan unit perawatan intensif untuk penyakit jantung, terutama penyakit jantung koroner, serangan jantung, gangguan irama jantung yang berat, gagal jantung.

PICU ( Paediatric Intensive Care Unit )

Merupakan unit perawatan intensif untuk anak anak. Anak yang harus dirawat di PICU adalah mereka yang mengalami:

- Masalah pernafasan akut - Kecelakaan berat

- Komplikasi

(30)

NICU ( Neonate Intensive Care Unit

)

Merupakan unit perawatan intensif untuk bayi baru lahir ( neonatus ) yang memerlukan perawatan khusus misalnya berat badan rendah, fungsi pernafasan kurang sempurna, prematur, mengalami kesulitan dalam persalinan, menunjukkan tanda tanda mengkuatirkan dalam beberapa hari pertama kehidupan.

Bayi-bayi yang baru lahir dan bermasalah dengan kesehatannya tidak boleh dibawa pulang, namun harus dirawat di ruang NICU. Selain bayi-bayi prematur, ruang NICU juga diisi dengan bayi-bayi yang lahir normal, sudah dibawa pulang namun perlu dirawat karena ada gangguan kesehatan serius.

HCU ( High Care Unit )

(31)

IW ( Intermediate Ward )

Merupakan ruang perawatan intensif setelah HCU sebelum bisa dipindahkan ke kamar perawatan biasa. Ruangan ini merupakan ruang perawatan sementara. Pasien yang setelah dibawa dari IGD, ketika hendak dibawa ke ruang perawatan tapi penuh, dirawat di ruangan ini. Jadi, ini merupakan ruang perawatan sementara.

SUMBER / REFRENSI

1. Win de Jong, R. Sjamsuhidajat. 2005. Buku – Ajar ILMU BEDAH Edisi II. EGC.

2. William H. Nealon, Thomas F. Nealon. 1996. KETERAMPILAN POKOK ILMU BEDAH Edisi IV. EGC.

3. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit Ruang Operasi Kementerian Kesehatan RI Tahun 2012.

4. http://roby-murora.blogspot.co.id/2012/11/dokumentasi-unit-perawatan-pasca-bedah.html?m=1

5.

https://books.google.co.id/books?id=qgdPlhd-lc0C&pg=PA94&lpg=PA94&dq=masalah+yang+sering+terjadi+sebelum+dila

kukan+pembedahan&source=bl&ots=YKVjZrqfJH&sig=HmjGumc6-FJ6KbFyEo2R8TqF4Cs&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjE6JLJp6vJAhVTcY 4KHd0uBAsQ6AEIIzAB#v=onepage&q=masalah%20yang%20sering %20terjadi%20sebelum%20dilakukan%20pembedahan&f=false

6. http://dokumen.tips/documents/persiapan-pra-bedah-55c381b61ef5e.html

(32)

8. Google Image

9. https://abrorshodiq.wordpress.com/kamar-operasi-1/

10. http://blogjoss-ridwan.blogspot.co.id/2010/10/pengertian-ruang-perawatan.html

11. http://kamuskesehatan.com/arti/icu/

12. https://dwaney.wordpress.com/2011/05/09/konsep-dasar-icu/

Referensi

Dokumen terkait

Durasi operasi yang mengalami mual muntah pasca anestesi umum pada. bedah elektif yang paling banyak yaitu 4 jam sebanyak 14

Jika dilakukan anestesi umum pada ibu yang melakukan operasi ceasar, maka inisiasi menyusu dini dapat dilakukan diruang…a.

Perbandingan Lama Waktu Pulih Produksi Air Mata pada Pasien Pasca-operasi menggunakan Anestesi Umum Inhalasi dengan Isoflurane, Enflurane, dan

Pada pasien rawat jalan yang telah melakukan tindakan diagnostik dengan anestesi umum diikuti lama tinggal di masuk ruang pulih sadar sampai pulang memenuhi

Sebelum dilakukan anestesi harus melewati beberapa tahapan, yaitu mulai pre operatif visite, persiapan anestesi, premedikasi dan ruang pulih sadar. Secara garis besar

Lembar ini adalah lembar dokumentasi perawatan pasca anestesi yang dimulai dari pencatatan waktu masuknya pasien ke ruang pemulihan, hasil pemantauan tanda- tanda vital, skala

Kerangka Kerja Penelitian Pengaruh Pemberian Cairan Infus Hangat Terhadap Waktu Pulih Sadar DESAIN PENELITIAN “Quasi Eksperimen” POPULASI Pasien post operasi dengan General Anestesi

Untuk pengambilan keputusan jika nilai p > 0,05 Ho diterima yang artinya tidak ada pengaruh mobilisasi dini terhadap waktu pulih sadar pada pasien post operasi dengan anestesi umum dan