• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN MENGENAI ATURAN SPS DALAM RANG (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TINJAUAN MENGENAI ATURAN SPS DALAM RANG (1)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

“TINJAUAN MENGENAI ATURAN SPS DALAM RANGKA

PENGAMANAN TERHADAP KESEHATAN PUBLIK

(Study Case, Larangan Impor Produk Indomie oleh Taiwan)

MATA KULIAH : GATT 1994

KELOMPOK IV

1. IMAM KHARISMA MAKKAWARU : NPM. 1006789255

2. LEONARDO SILITONGA

: NPM. 1006789305

3. RIKO NUGRAHA

: NPM. 1006789482

4. TIESNAWATI W.

: NPM. 1006789596

PPS. FH UI. HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

(2)

Bab I Pendahuluan

Dengan diterbitkanya Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tanggal 2 Nopember 1994 tentang pengesahan (ratifikasi) “Agreement Establising the World Trade Organization” ,

maka Indonesia secara resmi telah menjadi anggota WTO dan semua persetujuan yang ada didalamnya telah sah menjadi bagian dari legislasi nasional. Menjadi anggota WTO berarti terikat dengan adanya hak dan kewajiban. Disamping itu pula , WTO bukan hanya menciptakan peluang (opportunity), tetapi juga ancaman (threat).

Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing The World Trade Organization/WTO (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia) membawa konsekuensi baik eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi seluruh hasil kepakatan dalam forum WTO.

Untuk dapat kita ketahui bahwa, negara-negara maju telah menurunkan tarif untuk industri dari rata-rata 6,3% menjadi 3,8% (penurunan sebesar 40%) dari tarif “nol” telah meningkat dari 20% menjadi 40% dari seluruh produk industri yang masuk ke negara maju. Hal inilah yang menjadi peluang besar terhadap ekspor negara berkembang termasuk Indonesia.

Indonesia dengan ekonomi terbuka, dimana program ekspor non migas merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja dan dituntut untuk lebih siap untuk dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dari peluang yang dihasilkan oleh WTO. Peluang dan manfaat dari keanggotaan Indonesia di WTO hanya dapat diperoleh apabila kita menguasai semua persetujuan WTO dan menerapkannya sesuai dengan kepentingan nasional.

(3)

Untuk mengantisipasi liberalisasi perdagangan internasional, Indonesia telah menentukan arah kebijaksanaan di bidang hukum yang mendukung kegiatan ekonomi, sebagaimana dituangkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999-2004, Tap MPR No.IV/MPR/1999. Hal ini telah dinyatakan dalam butir 7, bahwa Indonesia harus mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian.

Pada dasarnya, SPS merupakan suatu ketentuan dan/atau aturan internasional yang mengatur tentang sanatari terhadap kesehatan manusia pada produk suatu pertanian maupun makanan, dengan tujuan untuk menentukan apakah suatu produk atau barang bias dan/atau layak di konsumsi atau di distribusikan kepada Masyarakat Internasional pada umumnya.

Di samping itu, Salah satu Perjanjian yang dihasilkan dalam Putaran Perundingan Uruguay adalah Perjanjian SPS (Agreement on the Application of Sanitary and Phyto-sanitary Measures). Perjanjian SPS mempunyai dua lipatan tujuan yaitu:

1. Mengakui hak dari anggota-anggota sebagai berdaulat untuk menentukan tingkat perlindungan kesehatan yang mereka anggap layak; dan

2. Memastikan bahwa aturan-aturan SPS tidak merepresentasikan hambatan hambatan perdagangan internasional yang tidak perlu, atau sewenang-wenang, tidak dapat dibenarkan secara ilmiah dan bukan hambatan yang terselubung terhadap perdagangan internasional.

Dengan demikian Perjanjian SPS mengakui hak dari anggota-anggota WTO untuk menentukan sendiri standard keamanan pangan dan kesehatan hewan dan tumbuh-tumbuhan yang berlaku di wilayah hukumnya. Namun pada saat yang bersamaan Perjanjian SPS juga mewajibkan aturan sedemikian didasarkan pada basis ilmiah, yaitu bahwa aturan-aturan SPS diterapkan hanya sejauh perlu untuk melindungi kesehatan dan aturan-aturan-aturan-aturan itu harus tidak mendiskriminasi secara sewenang-wenang atau secara tak dapat dibenarkan antara anggota-anggota dimana kondisi-kondisi yang identik atau sama terdapat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Perjanjian SPS mendorong anggota-anggota WTO untuk menggunakan standard-standard, pedoman-pedoman, dan rekomendasi-rekomendasi internasional sejauh ada.

(4)

diimpor mengandung kandungan yang membahayakan kesehatan manusia, hewan, atau tumbuh-tumbuhan. Sebagai contoh, pemerintah dapat melarang impor terhadap daging yang berasal dari negara dimana terdapat wabah penyakit yang akan membahayakan bagi konsumen pemakan daging sapi atau kehadiran dari daging impor sedemikian dapat menyebarkan penyakit bagi sapi lokal. Nah, disini pada dasarnya kelompok kami mengupas tentang sengketa kasus indomie antara Negara Indonesia Vs Taiwan.

Pada dasarnya Indomie merupakan salah satu produk mie instant yang cukup populer di Indonesia. Dimana Indomie diproduksi oleh PT. Indofood CBP Sukses Makmur dan pertama kali diproduksi pada tahun 1982. Selain di Indonesia, Indomie juga dijual di luar negeri seperti Amerika Serikat, Australia, Asia, Afrika, dan Eropa

Indomie merupakan produk mie instant yang digemari masyarakat dari segala kalangan karena harganya yang murah, varian produk yang beragam dan rasa yang cocok dengan selera orang Indonesia sendiri. Untuk di Indonesia, jenis produk Indomie antara lain ada Indomie Goreng (Fried Noodles), Indomie Rebus (Soup Noodles), Indomie Rasa Nusantara (Regional Tastes), Indomie Premium (Special Quality Instant Noodles), Indomie Jumbo

Sebagai salah satu makanan instant, Indomie sudah lulus uji aman untuk dikonsumsi oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) walaupun hal ini bukan berarti Indomie dianjurkan untuk dikonsumsi sepanjang hari, karena bagaimanapun produk Indomie mengandung bahan pengawet makanan.

Untuk dapat menjual produk mie instant ke pasaran, Indomie telah diperiksa oleh BPOM sebagai badan regulasi kesehatan dan standar makanan di Indonesia. Tidak hanya di Indonesia, untuk dapat menjual produknya ke berbagai negara tentu Indomie harus sesuai dengan regulasi kesehatan dan standar makanan di negara yang akan dituju. Ketentuan tersebut berdasarkan panduan global dari CODEX Alimentarius Commision sebagai badan internasional untuk standar makanan.

(5)

Pada Tangal 08 Oktober 2010 mendengar pengumuman di media Taiwan dan Hongkong menyatakan bahwa di kecap Indomie terdapat pengawet yang tidak sesuai dengan standarisasi Internasional.

Berdasarkan pada pemeriksaan terhadap produk Indomie diketemukan bahan pengawet yang tidak diizinkan oleh FDA, jenis bahan pengawet tersebut adalah E218 atau

(6)

BAB II

Tinjauan Umum Ketentuan SPS dalam WTO

SPS Agreement memberikan definisi terhadap cakupan dari penerapan SPS itu sendiri yaitu dalam pasal 1:1 : “This Agreement applies to all sanitary and phytosanitary measures which may, directly or indirectly, affect international trade. Such measures shall be developed and applied in accordance with the provisions of this Agreement”.

Dalam ketentuan WTO ada kategori khusus yang bisa diidentifikasikan yang merupakan bagian dari kategori umum dari hambatan teknis terhadap perdagangan, yaitu tindakan yang berkaitan dengan kehidupan atau kesehatan manusia, binatang atau tumbuhan atau yang seringkali disebut sebagai tindakan sanitary and phytosanitary. Secara umum, menurut Lampiran A dari SPSAgreement, suatu ‘tindakan SPS’ adalah suatu tindakan :

(a) to protect animal or plant life or health within the territory of the Member from risks arising from the entry, establishment or spread of pests, diseases, disease-carrying organisms or disease-causing organisms;

(b) to protect human or animal life or health within the territory of the Member from risks arising from additives, contaminants, toxins or disease-causing organisms in foods, beverages or feedstuffs;

(c) to protect human life or health within the territory of the Member from risks arising from diseases carried by animals, plants or products thereof, or from the entry, establishment or spread of pests; or

(d) to prevent or limit other damage within the territory of the Member from the entry, establishment or spread of pests.

A. Prinsip-prinsip dari SPS Agreement

1. Hak dasar dan Kewajiban dalam SPS Agreement

(7)

bersama dengan itu, SPS Agreement juga memberikan kewajiban-kewajiban tertentu bagi anggota yang ingin menerapkan tindakan SPS tersebut.

Hak untuk menerapkan SPS Agreement sesuai dengan pasal 2 dari SPS Agreement dapat dikualifikasikan dalam 3 hal yaitu :

1. Tindakan SPS hanya diterapkan apabila benar-benar di perlukan.

2. Setiap Anggota harus juga menerapkan tindakan SPS sesuai dengan standar Internasional, dan tidak menerapkan/menggunakannya tanpa bukti-bukti ilmiah yang cukup.

3. Tindakan SPS tidak boleh diterapkan yang mana akan menyebabkan hambatan yang terselubung dalam perdagangan Internasional

Walaupun diantara beberapa anggota WTO tidak memilki kesamaan dalam tingkatan fleksibilitas atau ukuran SPS tertentu, pasal 2 menyatakan bahwa tindakan SPS yang tidak berdasarkan pembuktian secara ilmiah dianggap tidak sah dan tidak dibenarkan. Ada dua pilihan yang dapat diambil oleh setiap anggota untuk menyatakan bahwa tindakannya berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah yaitu :

1. Tindakannya sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Badan-badan Internasional; atau

2. Tindakannya berdasarkan perkiraan resiko yang akan timbul secara ilmiah.

Anggota WTO hanya dapat menerpakan tindakan SPS sepanjang diperlukan untuk melindungi kesehatan manusia, binatang atau tumbuhan. Tindakan SPS harus didasarkan pada pronsip-psinsip ilmiah (Scientific Principle) dan tidak boleh dipertahankan tanpa adanya bukti ilmiah yang memadahi. Anggota WTO tidak boleh mengenakan tindakan SPS yang mendiskriminasi secara sepihak (arbitraly) atau tidak berdasar atau yang menyebabkan suatu hambatan terselubung terhadap perdagangan.

(8)

pasal 3:3 Harmonization :

” Members may introduce or maintain sanitary or phytosanitary measures which tesult in a hihger level of sanitary or phytosanitary pritection than would be achieved by measures based on the relevant interntional standards, guidelines or recomendation, if there is sciecntific justification, or as a consequence of the level of sanitary or phiytosanitary protection a member determines to be appropriate in accordance with the relevant provision of paragraph 1 through 8n of article 5. Notwithstanding the above , all measure whish result in a level of sanitary or phytosanitary protection different from that which would be achieved by measures based on international standards, guidelines or recomendation shalll not be inconsistent with any other provision of this agreement.”

Kewajiban mendasar yang diatur dalam SPS Agreement termasuk kewajiban yang berkaitan dengan analisis resiko, misalnya, penilaian resiko dan manajemen resiko. Mengenai penilaian resiko, pasal 5.1 dari SPS Agreement yang menyatakan :”Members shall ensure that their sanitary or phytosanitary measures are based on an assessment, as appropriate to the circumstances, of the risks to human, animal or plant life or health, taking into account risk assessment techniques developed by the relevant international organizations”, mensyaratkan bahwa anggota WTO harus memastikan tindakan SPS mereka agar didasarkan pada suatu penilaian ilmiah yang mengkaji resiko terhadap kehidupan atau kesehatan manusia, binatang atau tumbuhan.

Anggota WTO hanya boleh menerapkan tindakan SPS jika resiko tersebut ada. Mengenai manajemen resiko, SPS Agreement terutama mensyaratkan bahwa anggota WTO harus :

(9)

 Menghidari perbedaan secara sepihak atau tidak mendasar mengenai tingkatan perlindungan yang seharusnya dalam situasi yang berbeda, jika perbedaan ini akan mengarah kepada diskriminasi atau hambatan terselubung terhadap perdagangan Pasal 5.5 SPS Agreement .

Jika bukti ilmiah yang dimilki untuk melakukan sebuah penilaian resiko tidak mencukupi, pasal 5.7 SPS Agreement yang menyatakan : ”In cases where relevant scientific evidence is insufficient, a Member may provisionally adopt sanitary or phytosanitary measures on the basis of available pertinent information, including that from the relevant international organizations as well as from sanitary or phytosanitary measures applied by other Members. In such circumstances, Members shall seek to obtain the additional information necessary for a more objective assessment of risk and review the sanitary or phytosanitary measure accordingly within a reasonable period of time”, memperbolehkan anggota WTO untuk menerapkan tindakan SPS sementara dalam kondisi tertentu. Dengan cara ini, SPS Agreement memasukkan prinsip pencegahan (precautionary).

B. Ketentuan Lain dalam SPS Agreement

SPS Agreement juga memuat ketentuan mengenai pengakuan atas persamaan penerapan tindakan SPS oleh anggota WTO lainnya dan mengenai kewajiban transparansi dan notifikasi dari anggota WTO yang menerapkan, merubah atau mempertahankan tindakan SPS.

1. Equivalence.

Dalam pasal 4: dari SPS agreement memberikan penjelasan bahwa anggota WTO harus menerima tindakan SPS dari anggota lainnya sebagai suatu kesamaan, apabila :

 Jika tindakan tersebut berbeda dari yang mereka gunakan kepada anggota lainnya untuk produk yang sama,

 Jika negara pengekspor secara objektif memperagakan ke pada negara pengimpor bahwa tindakannya mencapai level SPS yang disediakan oleh negara pengimpor.

(10)

2. Mutual Recognition Agreements

Pasal 4.2 mendorong untuk menyimpulkan persetujuan kesamaan dengan mengharuskan Anggota WTO untuk masuk ke dalam konsultasi, dengan tujuan Mencapai keberhasilan baik persetujuan bilateral maupun multilateral dalam pengakuan teradap kesamaan ukuran dari tindakan SPS tersebut.

3. Control, inspection and approval procedures

Dalam pasal 8 SPS Agreement menyatakan bahwa anggota WTO harus pula mengikuti aturan-aturan tertentu sebagaimana yang terlampir dalam lampiran C (Annex C) dari SPS Agreement, yang dimana berkenaan dengan prosedur untuk memeriksa dan memastikan pemenuhan tindakan SPS dan tidak bertentangan dengan keetentuan tersebut.

4. Transparansi

Kewajiban transparansi dalam SPS Agreement dimuat dalam pasal 5.8 dan pasal 7 yang secara implisit menerangkan tentang transparansi dimana setiap anggota harus menotifikasikan perubahan dari tindakan SPS nya dan mengharuskan menyedian informasi tentang tindakan SPS-nya sesuai dengan ketentuan dalam lampiran B (Annex B) dari ketentuan SPS tersebut.

5. Ketentuan mengenai Tindakan SPS terhadap negara Berkembang.

Sama seperti ketentuan-ketentuan lainnnya yang termasuk dalam cakupan ketentuan GATT/WTO, perlakuan terhadap negara berkembang dalam dunia perdagangan internasional juga diatur dalam SPS Agreement. Dalama pasal 9:1 Anggota-anggota WTO sepakat untuk memfasilitasi ketentuan dari bantuan secara teknis kepada anggota lainnya , secara khusus terhadap negara berkembang, juga secara bilateral atau melalui organisasi internaional. Bantuan tersebut biasanya seperti dalam proses teknologi, penelitian dan infra struktur, termasuk menetapkan badan regulasi nasional, memberikan nasehat, pinjaman, memberikan donasi, termasuk untuk tujuan pencarian teknisi ahli, pelatihan dan kelengkapan untuk mengijinkan negara-negara berkembang untuk melakukan penyesuaian, tindakan SPS yang dibutuhkan untuk mencapai tingkatan yng semestinya dalam pasar expor mereka. Dimana muatan investasi di perlukan untuk suatu pengeksporan negara-negara berkembang untuk memenuhi permintaan SPS dari negara pengimpor, maka hal tersebut akan dipertimbangkan untuk disediakannya bantuan teknis untuk mengijinkan negara-negara berkembang untuk memperluas akses pasarnya pada produk tersebut (Pasal 9:2).

(11)

1. Didalam mengaplikasikan dan mempersiapkan ukuran SPS, anggota akan memperhatiakn menyangkut tentang kebutuhan negara berkembang dan secara khsusus terhadap negara terbelakang.

2. Memberikan kesempatan untuk tahap perkenalan dari tindakan SPS yang baru, serta jangka waktu yang lebih penjang untuk dipatuhi pada produk-produk yang penting, dan juga sebagai peluang untuk ekspor mereka.

3. Dengan maksud untuk memastikan bahwa Anggota negara sedang berkembang bisa mematuhi ketentuan dari Persetujuan ini, komite dimungkinkan untuk mengabulkan bagi negara-negara tersebut ,atas permintaannya, menetapkan, perkecualian batas waktu secara keseluruhan atau pada sebagian dari kewajiban di bawah persetujuan ini, mempertimbangkan keuangan mereka serta kebutuhan pengembangan dan perdagangan.

4. Anggota anggota harus mendorong dan memfasilitasi keaktifan partisipasi negara berkembang sejalan dengan organisasi internasional.

C. Komite Sanitary and Phytosanitary.

Dalam hal komite serta administrasi dari tindakan SPS juga diatur dalam pasal 12

SPS Agreement, yang dimana bertugas :

1. Melahirkan fungsi yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan ketentuan dari SPS Agreement lebih lanjut, secara khusus dengan tunduk pada harmonisasi. Komite harus mencapai keputusan secara konsensus

2. Mendorong dan memfasilitasi konsultasi yang bersifat sementara atau negosiasi antar anggota dalam issu khusus mengenai SPS, mendorong penggunaan standar internasional, anjuran/rekomendasi atau petunjuk oleh semua Anggota dan, mengenai ini, akan mensponsori konsultasi teknis dan studi dengan sasaran terus meningkat koordinasi dan pengintegrasian antara internasional dan sistem nasional dan pendekatan untuk menyetujui penggunaan aditip makanan atau untuk pendirian/penetapan toleransi untuk zat-pencemar di (dalam) makanan, hidangan atau feedstuffs.

(12)

4. Membangun prosedur pengawasan dari harmonisasi internasional dan penggunaan standar internasional, anjuran/rekomendasi, dan Menetapkan daftar standar internasional, anjuran/rekomendasi yang berhubungan dengan tindakan SPS yang memberi dampak besar pada perdagangan.

5. Memutuskan untuk menggunakan informasi umum sesuai prosedur untuk menghindari duplikasi yang tidak perlu dimana dilaksanakan oleh organisasi internasional

6. Mengundang organisasi Internasional yang relevan atau badan-badan subsidernya untuk menguji hal spesifik berkenaan dengan standar tertentu, anjuran/rekomendasi atau petunjuk yang tidak disediakan dalam ayat 4 berdasarkan inisiatif dari salah satu dari Anggota.

7. Meninjau ulang implementasi dan operasional dari Persetujuan ini setelah tiga tahun setelah tanggal dimasukkannya kedalam persetujuan WTO, dan sesudah itu ketika memang dibutuhkan.

Bab III

Pelarangan Indomie di Taiwan

(13)

Sebagai salah satu merek dagang yang terkenal di Indonesia, Indomie telah berhasil memperluas pangsa pasarnya ke luar negeri terutama setelah bergabungnya Indonesia sebagai anggota WTO.

Indomie adalah merekmi instan populer di Indonesia, diproduksi oleh PT. Indofood CBP Sukses Makmur. Diluncurkan pada tahun 1982 oleh Sudono Salim. Selain di Indonesia, Indomie juga dijual di luar negeri, antara lain Amerika Serikat, Australia, Asia, Afrika dan negara-negara Eropa. Di Indonesia, sebutan "Indomie" juga umum dijadikan istilah generik yang merujuk kepada mi instan.

Adapun komposisi dari Indomie adalah sebagai berikut:

1) Mie - Tepung gandum (62%), minyak palm yang telah ditingkatkan kualitasnya dan mengandung antioksidan 319, zat tepung tapioka, garam, garam mineral 501 dan 500, serat sayurang 412 dan pewarna 101;

2) Bubuk Perasa- Garam, gula, penguat rasa 621, 631 dan 627, bubuk bawang putih dan bawang biasa, ekstrak ragi, perasa, merica, dan agen anti pengembang.

Selain itu Indomie terdiri dari beberapa jenis, antara lain:

a. Jenis-jenis Indomie

 Indomie Goreng Spesial

 Indomie Goreng Pedas

 Indomie Goreng Sate

 Indomie Goreng Rasa Ayam

 Indomie Goreng Vegan

 Indomie Kuah Rasa Sop Ayam

 Indomie Kuah Rasa Kari Ayam

 Indomie Kuah Rasa Kaldu Ayam

 Indomie Kuah Rasa Kaldu Udang

 Indomie Kuah Rasa Ayam Bawang

(14)

 Indomie Kuah Rasa Baso Sapi

 Indomie Kuah Rasa Sup Sayuran Vegan

b. Jenis-jenis Indomie Selera Nusantara:

 Indomie Goreng Cakalang

 Indomie Goreng Rasa Rendang Pedas Medan

 Indomie Rasa Coto Makassar

 Indomie Rasa Empal Gentong

 Indomie Rasa Kari Ayam Medan

 Indomie Rasa Mi Cakalang

 Indomie Rasa Mi Celor

 Indomie Rasa Mi Kocok Bandung

 Indomie Rasa Sop Buntut

 Indomie Rasa Soto Banjar

 Indomie Rasa Soto Banjar Limau Kuit

 Indomie Rasa Soto Betawi

 Indomie Rasa Soto Medan

c. Jenis-jenis Indomie istimewa:

 Indomie Mie Ayam

 Indomie Keriting Ayam

 Indomie Keriting Goreng Spesial

(15)

 Indomie Keriting Goreng Rasa Kornet

 Indomie Keriting Rasa Ayam Panggang

 Indomie Keriting Rasa Laksa Spesial

Untuk memasarkan produknya di Indonesia, Indomie harus memperoleh izin dari Baan Pemeriksaan Makanan dan Minuman (BPOM) sehingga layak dikonsumsi oleh masyarakat dan Indomie telah melewati proses Badan POM Indonesiadan dinyatakan aman untuk

Produk Indomie ini berada pada kategori segmen makanan sebagai substitusi nasi atau beras yang merupakan makanan pokok khusunya bagi masyarakat di Asia. Oleh karenanya, Indomie dapat diterima dengan baik oleh setiap masyarakat di negara-negara Asia. Kebutuhan masyarakat Asia akan nasi atau beras kini dapat digantikan sementara oleh Indomie. Karena keberhasilannya ini dalam menggantikan peran nasi atau beras maka tidaklah heran merek indomie telah melekat dengan kuat pada pemikiran masyarakat Indonesia. Sebagai contoh, masyarakat Indonesia selalu mengidentikan setiap produk mie instan dengan nama Indomie meskipun mie instan yang dimaksud bukan merek Indomie.

Fenomena ini mungkin dapat dilihat dari negara-negara lain di Asia yang menjadi pangsa pasar dari produk Indomie karena tidak menutup kemungkinan kalau banyak warga masyarakat Indonesia yang menetap di negara-negara tersebut dan lebih mengutamakan produk Indonesia karena faktor selera produk negeri sendiri dan berdampak pada besarnya pendapatan yang diterima oleh PT. Indofood selaku pemilik produk dalam memasarkan produk indomie tersebut.

B. Masuknya Indomie di Taiwan

(16)

Indomie memasuki pangsa pasar di Taiwan telah memakan waktu selama ±15 tahun dan selama rentang waktu itu belum pernah mengalami permasalahan maupun penolakan oleh pemerintah Taiwan.

Pemerintah Taiwan sendiri menetapkan peraturan yang cukup ketat terhadap masuknya produk-produk asing ke negaranya. Khusus untuk produk Indomie, pemerintah Taiwan menetapkan peraturan berupa pelarangan penggunaan hydroxy methyl benzoate

pada mie instan karena bahan ini biasanya dipakai untuk bahan kosmetik. Taiwan sendiri melarang memakai bahan pengawet ini di dalam makanan. Adapun benzoic acid dipakai untuk bahan pengawet makanan, tetapi dilarang dipakai di mi instan.

Peraturan ini tidak bertentangan dengan produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan karena takaran dan bahan yang digunakan oleh PT. Indofood dalam memasarkan produk Indomie baik di dalam negeri maupun di luar negeri berbeda-beda sesuai dengan peraturan dari negara masing-masing. Sebagai contoh, produk Indomie yang dipasarkan di Indonesia berbeda takaran dan bahannya dengan produk Indomie yang dijual di Taiwan.

C. Pelarangan Indomie di Taiwan. 1. Penyebab Larangan.

Mie instan bermerek Indomie yang diproduksi oleh PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, sudah beberapa tahun dipasarkan ke berbagai negara, dimana belum ada satu negara pun yang menyatakan Indomie bermasalah kecuali Taiwan. Alasan penarikan Indomie di Taiwan disebabkan Indomie, oleh pemerintah Taiwan dalam hal ini Departemen Kesehatan Taiwan, dianggap memiliki 2 (dua) bahan pengawet yang tidak lolos dalam kualifikasi barang impor. Bahan pengawet yang dilarang tersebut adalah : 1) Bahan pengawet hidroxy methyl benzoate atau Nipagin pada minyak dan kecap serta 2) Bahan pengawet benzoid acid pada bumbu dan sausnya.

Di Taiwan penggunaan 2 (dua) bahan pengawet tersebut terlarang untuk membuat makanan sebagaimana dikatakan oleh Kepala administrasi bagian medicine food Wang Shu Fen menyatakan, hydroxy methyl benzoate biasanya dipakai untuk bahan kosmetik. Taiwan sendiri melarang memakai bahan pengawet ini di dalam makanan. Adapun

benzoic acid dipakai untuk bahan pengawet makanan, tetapi dilarang dipakai di mi instan. sebab pemakaian terhadap 2 (dua) bahan pengawet tersebut memiliki dampak negatif terhadap kesehatan jika dikonsumsi berkepanjangan, antara lain :

1) Merusak kinerja liver, 2) Sakit maag,

(17)

4) Keracunan asidosis metabolik

Atas dasar inilah oleh karenanya Pemerintah Taiwan memutuskan untuk menarik setiap produk Indomie yang beredar di Taiwan selama ini.

Sebenarnya banyak spekulasi yang muncul tentang kasus penarikan Indomie dari peredaran pasar Taiwan. Pertama, beberapa ahli menduga, penarikan Indomie di Taiwan disebabkan bahwa negara Taiwan dan beberapa negara lainnya menerapkan standarisasi yang tidak sama dalam penggunaan bahan Nipagin pada makanan. Sehingga kalau Indomie bisa lolos melewati Badan POM Indonesia, maka mie instan produk Indonesia mungkin tidak akan lolos di negara lain seperti negara Taiwan.

Namun para pengamat perdagangan khususnya di Indonesia menganggap hal ini bukanlah menjadi penyebab utama penarikan tersebut, melainkan ada penyebab lain, sehingga muncullah spekulasi yang kedua yaitu penarikan Indomie di Taiwan lebih dilatarbelakangi oleh persaingan dagang internasional. Alasan ini didasari ketika kasus penarikan Indomie di Taiwan ini mencuat setelah rombongan pengusaha serta para pejabat ekonomi Taiwan meninggalkan Indonesia pekan lalu setelah bertemu pejabat BKPM dan sejumlah pengusaha Indonesia.

Alasan lainnya, disinyalir persaingan dagang antara produsen mie instan ini terjadi mengingat produk mie instan Indonesia telah mendapatkan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI)dan standar dunia Codex Alimenterius Commission (CAC).

2. Peraturan dan Standarisasi Mengenai Penggunaan Bahan Pengawet Pada Makanan.

Tak bisa dipungkiri bahwa setiap produksi mie instan dalam proses pembuatannya pastilah harus mengandung bahan pengawet yang bertujuan untuk memperpanjang umur produk tersebut. Namun, untuk penggunaan bahan pengawet pada makanan haruslah memiliki standar yang sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah mengingat produk tersebut dikonsumsi oleh khalayak ramai dan demi menjaga kesehatan masyarakat yang mengkonsumsinya.

Untuk mengetahui apakah Indomie telah melanggar ketentuan standar undang undang kesehatan di Taiwan maupun standar internasional, seperti yang ada pada spekulasi yang pertama di atas, maka harus terlebih dahulu dilihat proses standarisasi dalam negeri yang melekat pada produk Indomie tersebut.

(18)

1) Di Indonesia, penggunaan Nipagin telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722 Tahun 1988 tentang bahan tambahan pangan.

Apabila dipakai dalam produk kecap, penggunaan batas maksimum adalah 250 mg per kg. Dalam makanan lain, kecuali daging, ikan dan unggas, batas maksimum penggunaan adalah 1.000 mg per kg.

2) Untuk di Kanada, Amerika Serikat, batas maksimum nipagin dalam pangan yang diizinkan itu 1.000 mg per kg.

3) Sedangkan di Singapura dan Brunei Darussalam, batas maksimumnya dalam kecap 250 mg per kg dan di Hongkong sebesar 550 mg per kg.

Standarisasi juga dibutuhkan oleh setiap produk yang hendak dipasarkan baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Sebab standardisasi makanan telah menjadi sebuah kebutuhan bagi semua produsen dalam negeri, terutama bagi produk lokal yang tidak memiliki standar internasional. Tujuannya adalah agar produk itu dapat lebih mudah diterima pasar. Dengan adanya standardisasi, maka produk itu akan bernilai tambah besar.

Standardisasi mie instan pertama kali diusulkan Indonesia dan Jepang untuk dijadikan standar internasional pada sidang komisi CAC (Codex Alimenterius Commission ), Juli 1999, karena dinilai standar internasional mi instan diperlukan mengingat adanya perbedaan standar nasional di setiap negara.

Badan Standar Nasional (BSN) merupakan ketua penyusun draf standar mie instan internasional dengan bantuan China, Jepang, Korea, dan Thailand yang akhirnya mengeluarkan standar tersebut pada tahun 2006 lalu.

Codex Alimentarius Commission diciptakan pada tahun 1963 oleh FAO dan WHO untuk mengembangkan standar makanan, pedoman dan teks terkait seperti kode praktek di bawah Joint FAO / WHO Food Standards Programme. Tujuan utama dari program adalah melindungi kesehatan konsumen dan memastikan praktek perdagangan yang adil dalam perdagangan makanan, dan meningkatkan koordinasi semua standar makanan pekerjaan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi pemerintah dan non-pemerintah internasional.

(19)

Agar SNI memperoleh keberterimaan yang luas antara para stakeholder, maka SNI dirumuskan dengan memenuhi WTO Code of good practice, yaitu:

1) Openess (keterbukaan): Terbuka bagi agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat berpartisipasi dalam pengembangan SNI;

2) Transparency (transparansi): Transparan agar semua stakeholder yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan SNI mulai dari tahap pemrograman dan perumusan sampai ke tahap penetapannya . Dan dapat dengan mudah memperoleh semua informsi yang berkaitan dengan pengembangan SNI;

3) Consensus and impartiality (konsensus dan tidak memihak): Tidak memihak dan konsensus agar semua stakeholder dapat menyalurkan kepentingannya dan diperlakukan secara adil;

4) Effectiveness and relevance: Efektif dan relevan agar dapat memfasilitasi perdagangan karena memperhatikan kebutuhan pasar dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5) Coherence: Koheren dengan pengembangan standar internasional agar perkembangan pasar negara kita tidak terisolasi dari perkembangan pasar global dan memperlancar perdagangan internasional; dan

6) Development dimension (berdimensi pembangunan): Berdimensi pembangunan agar memperhatikan kepentingan publik dan kepentingan nasional dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional.

Dengan demikian, Indomie sebenarnya telah memenuhi standar internasional karena produk tersebut telah mendapatkan sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar dunia Codex Alimenterius Commission (CAC) juga telah melewati proses Badan POM Indonesiadan dinyatakan aman untuk dikonsumsi oleh siapa saja seperti yang termuat pada keterangan Pers dari BPOM Republik Indonesia Tentang Penarikan Produk Mi Instan Indonesia Nomor : HM.04.01.1.23.10.10.9695 tanggal 11 Oktober 2010.

(20)

Asam benzoat (E210) dan methylparaben (E218) dikenal sebagai bahah pengawet oleh Taiwan sebenarnya dinyatakan aman. Asam benzoat (E210) adalah pengawet makanan yang legal di Taiwan.

Jika dilihat dari segi hukum WTO tindakan yang dilakukan oleh Taiwan tidak dapat dibenarkan oleh karena methylparaben (E218) juga legal dipakai sebagai bahan makanan di Taiwan. Hal ini dikuatkan dalam sidang FAO (Organisasi Pangan PBB) di Beijing pada 15-19 Maret 2010 yang menyebut methylparaben layak untuk dikons u msi. Sehingga, patut dipertanyakan langkah Taiwan yang tiba-tiba menarik Indomie dari peredaran disebabkan sudah 15 tahun di ekspor ke Taiwan dan tidak ada masalah mengenai hal itu.

Kalaupun zat tersebut dilarang untuk dikonsumsi oleh masyarakat Taiwan, sebenarnya ia telah melanggar aturan mengenai transparansi yang dimuat dalam Pasal 7 SPS

Agreement, dimana taiwan tidak memberikan informasi mengenai larangan menggunakan

zat tersebut di wilayahnya.

Hal ini lah yang menjadi kesalahan Taiwan dengan menuduh PT. Indofood telah melanggar batas aman penggunaan bahan pengawet terhadap makanan sesuai dengan Undang-Undang Kesehatan di Taiwan. Dengan kesalahan yang dilakukan Taiwan ini, otomatis menggugurkan tuduhan tersebut kepada PT. Indofood.

Kasus penarikan mi instan produksi Indonesia di Taiwan disinyalir diakibatkan adanya persaingan dagang antara produsen mi instan sesuai spekulasi yang kedua di atas. Sebab Indomie di Taiwan menjadi salah satu produk yang paling banyak di konsumsi oleh masyarakat Taiwan dibandingkan produk mie instan lainnya. Penarikan ini sebagai masalah persaingan dagang oleh karena terkait dengan naiknya popularitas Indomie akhir-akhir ini yang terjadi seiring dengan meredupnya popularitas produsen mie terbesar di Taiwan di bawah bendera Uni-President.

Untuk mendukung spekulasi yang kedua di atas maka dapat diperhatikan tanggapan dari pihak Indonesia:

• PT Indofood:

(21)

• Departemen Perdagangan Indonesia:

Mie instan merek Indomie yang dirazia Departemen Kesehatan Taiwan karena mengandung pengawet yang tidak diizinkan adalah produk yang tidak resmi diekspor Indofood untuk pasar Taiwan, tapi untuk pasar Indonesia. Kasus ini sebenarnya sudah diketahui sejak 4 bulan lalu dan pihak Indofood disebut sudah pernah datang ke Taiwan untuk mengklarifikasi kasus tersebut.

Jadi, saat ini ada dua kemasan mie instan Indomie yang beredar di pasar Taiwan. Produk yang dirazia sama dengan mie instan yang dijual di Indonesia. Sementara yang lain kemasan indomie yang diproduksi khusus oleh Indofood untuk pasar Taiwan.

(22)

BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian di atas, adalah sebagai berikut

1) Mie instan bermerek Indomie yang diproduksi oleh PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, sudah beberapa tahun dipasarkan ke berbagai negara, dimana belum ada satu negara pun yang menyatakan Indomie bermasalah kecuali Taiwan.

2) Menurut Bimo A Tejo, Ph.D, dari Department of Chemistry Faculty of Science Universiti Putra Malaysia, Asam benzoat (E210) dan methylparaben (E218) dikenal sebagai bahan pengawet yang oleh Taiwan sebenarnya dinyatakan aman. Asam benzoat (E210) adalah pengawet makanan yang legal di Taiwan.

3) Jika dilihat dari segi hukum WTO tindakan yang dilakukan oleh Taiwan tidak dapat dibenarkan oleh karena methylparaben (E218) juga legal dipakai sebagai bahan makanan di Taiwan. Hal ini dikuatkan dalam sidang FAO (Organisasi Pangan PBB) di Beijing pada 15-19 Maret 2010 yang menyebut methylparaben layak untuk dikonsimsi. Sehingga, patut dipertanyakan langkah Taiwan yang tiba-tiba menarik Indomie dari peredaran disebabkan sudah 15 tahun di ekspor ke Taiwan dan tidak ada masalah mengenai hal itu.

4) Kalaupun zat tersebut dilarang untuk dikonsumsi oleh masyarakat Taiwan, sebenarnya ia telah melanggar aturan mengenai transparansi yang dimuat dalam Pasal 7 SPS Agreement, dimana taiwan tidak memberikan informasi mengenai larangan menggunakan zat tersebut di wilayahnya.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

_____________,The Legal Text The Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiation, Cambridge Unversity Press : 2005.

www.indomie.com

lintas berita .com/keterangan-perss-dari-bpom-seputar-kasus-penarikan-indomie-di-taiwan

hukumonline.com/kemendag-diminta-investigasi-kasus-indomie-di-taiwan.

Bisniskeuangan.kompas.com/indomie.dirazia.depkes.taiwan.

berita.liputan6.com/ekbis/BPOM.indonesia.aman.dikonsumsi

Referensi

Dokumen terkait

kromoszóma CDKN2A/B, PTCH, DBC1 és TSC1 géneket érintő elváltozásai az UC minden típusára jellemző „primér” genetikai elváltozások, vagy csak a papilláris

Kesimpulan penelitian ini adalah sebanyak 26 responden (68,4%) mengekspresikan respon nyeri dengan mengerutkan dahi, mengatupkan rahang dan dagu gemetar, sebanyak

Berdasarkan difraktogram yang diperoleh dari XRD, dapat dilihat perubahan yang terjadi akibat proses penumbuhan PANi pada permukaan zeolit yang ditunjukan pada Gambar 1 dan

Pengembangan buku karakter anak berbasis CTL ini pada tahap uji validasi ahli materi dan bahasa, ahli desain, dan hasil uji kemenarikan oleh siswa dan

Akan tetapi, semua orang yang ada didalam tiap-tiap komunitas dilayani oleh suatu unit pemerintah , biasanya departemen kesehatan local atau bagian dari departemen kesehatan

Format data; pada saat membuka file , maka akan ada pilihan untuk membuka data yang akan dilakukan inversi.. Dengan memilih sub

Hal ini menunjukkan bahwa walaupun pengaruh perputaran persediaan dan perputaran piutang yang diuji tersendiri terhadap laba kotor perusahaan menunjukkan bahwa

1.2 Pengertian dan Kedudukan RPI2-JM Bidang Cipta Karya Rencana Terpadu dan Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPI2-JM) Bidang Cipta Karya merupakan