• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 Semester 2 SDN 03

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Mata Pelajaran IPA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 Semester 2 SDN 03 "

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

8

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Mata Pelajaran IPA

2.1.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa inggris „Science‟. Kata „Science‟ sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin „Scientia‟ yang berarti saya tahu. „Science‟ terdiri dari social sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan alam). Namun, dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti ilmu pengetahuan alam (IPA) saja, walaupun pengertian ini kurang pas dan bertentangan dengan etimologi (Jujun Suriasumantri, 1998: 299). Untuk itu, dalam hal ini kita tetap menggunakan istilah IPA untuk merujuk pada pengertian sains yang kaprah yang berarti natural science.

(2)

dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati (Kardi, S. dan Nur, 1994 : 1)

Adapun Wahyana dalam Trianto (2010 :136) mengatakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala – gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.

Dari penjelasan para ahli di atas penulis menyimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, dan jujur.

2.1.1.2 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. (Syaiful, 2003:61).

Menurut Hamalik (2007:77) pembelajaran adalah suatu sistem artinya suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang berinteraksi antara satu dengan lainnya dan dengan keseluruhan itu sendiri untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun komponen-komponen tersebut meliputi tujuan pendidikan dan pengajaran, peserta didik dan siswa, tenaga kependidikan khususnya guru, perencanaan pengajaran, strategi pengajaran, media pengajaran, dan evaluasi pengajaran.

Sementara pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:17) adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

(3)

tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasitertentu.

Dari teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh guru yang telah diprogram dalam rangka membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan sesuai dengan petunjuk kurikulum yang berlaku.

2.1.1.3 Pembelajaran IPA SD

IPA sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting, IPA melatih anak berpikir kritis dan obyektif. Pengetahuan yang benar artinya pengetahuan yang dibenarkan melalui tolak ukur kebenaran ilmu, rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal atau logika, dapat diterima oleh akal sehat. Objektif artinya sesuai dengan objeknya, sesuai dengan kenyataan atau sesuai dengan pengalaman pengamatan pancaindra. Pembelajaran yang baik bagi siswa SD adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih keterampilan-keterampilan proses IPA yang telah disesuaikan dengan tahap perkembangan srtuktur kognitif siswa.

Keterampilan proses IPA yang didefinisikan oleh Paolo dan Marten dalam Usman Samatowa (2010 : 50), adalah: “(1) mengamati, (2) mencoba memahami yang diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, (4) menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar.” Pendidikan IPA SD lebih mengacu pada persoalan-persoalan yang terjadi di kehidupan sehari-hari siswa dan terkait dengan alam sekitar siswa. Siswa melakukan keterampilan proses IPA yang dijelaskan di atas untuk membuktikan suatu teori atau memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi siswa.

2.1.1.4 Tujuan Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

(4)

1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya. 2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA

yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengarui antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.

4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.

5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.

6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7) Memperoleh bakal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pengertian model pembelajaran menurut Depdiknas (2003 : 5) “Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan strategi pembelajaran melalui kelompok kecil siswa yang saling bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”. Menurut Panintz (dalam Agus Suprijono, 2010 : 54) mendefinisikan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.

(5)

secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar.

Dari beberapa pengertian para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan”.

2.1.2.2 Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A

Match

Menurut Rusman (2011: 223-233) Model pembelajaran tipe Make A Match (membuat pasangan) merupakan salah satu jenis dari metode dalam pembelajaran kooperatif. Metode ini dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Salah satu cara keunggulan teknik ini adalah peserta didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik, dalam suasana yang menyenangkan.

Menurut Anita Lie (2008 : 56) model pembelajaran tipe Make A Match atau bertukar pasangan merupakan teknik belajar yang memberi kesempatan siswa untuk bekerja sama dengan orang lain. Teknik ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah suatu teknik pembelajaran mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

2.1.2.3 Karakteristik Model Pembelajaran Tipe Make A Match

(6)

memiliki tujuan umum diantaranya untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan mengajarkan keterampilan sosial (Sugiyanto, 2010: 44-48).

Teknik Make A Match adalah teknik mencari pasangan, siswa di gabung suruh mencari pasangan dari kartu yang mereka pegang. Keunggulan tekhnik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lorna Curran dalam Miftahul Huda, 2011: 113).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas penulis menyimpulkan bahwa teknik Make A Match adalah suatu model pembelajaran dimana dalam pembelajarannya siswa mencari pasangan dari kartu yang dibagikan oleh guru di awal pembelajaran, selanjutnya menggabungkan pertanyaan dengan jawaban sesuai atau sebaliknya. Model pembelajaran Cooperative Learning tipe Make a Match atau mencari pasangan merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa dalam proses belajar mengajar. Penerapan model pembelajaran ini dimulai dari siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Secara garis besar Make a Match adalah teknik belajar mencari pasangan, siswa mencari pasangan sambil belajar. Dengan teknik ini diharapkan guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban paling tepat, selain itu teknik yang terdapat didalamnya juga mendorong siswa untuk semangat kerjasama.

2.1.2.4 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Make A Match

Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan untuk melakukan pembelajaran dengan teknik Make A Match (mencari pasangan):

(7)

b. Guru membagikan kartu kepada setiap siswa yang nantinya dengan kartu itu siswa akan mencari pasangan yang akan menjadi anggota kelompoknya.

c. Kartu dibagikan, setiap siswa mencari pasangan dari kartu yang mereka terima/peroleh. Misalnya pemegang kartu yang bertuliskan “kentongan” berpasangan dengan pemegang kartu “alat komunikasi tradisional”.

d. Siswa dapat bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memiliki kartu yang berhubungan dengan kartu yang ia pegang, misalnya pemegang kartu “kentongan, lesung” bisa bergabung dengan pemilik kartu “alat komunikasi tradisional” (Miftahul Huda, 2011: 135).

Sejalan dengan pendapat Miftahul Huda di atas langkah-langkah pembelajaran Make A Match sebagai berikut:

a. Langkah awal guru menyiapkan kartu berisi pertanyaan dan jawaban yang dibuat sebelum pelajaran dimulai.

b. Setelah semua kartu siap kartu-kartu tersebut siap dibagikan kepada siswa.

c. Setelah masing-masing sudah mendapatkan kartu setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.

d. Siswa dapat bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memiliki kartu yang berhubungan. Pasangan siswa mendiskusikan dan menyelesaikan tugas secara bersama-sama. Selesai berdiskusi presentasikan hasil kelompok atau kuis (Sugiyanto, 2010 : 49-50).

Pendapat lain Langkah-langkah dalam Make A Match adalah:

a. Langkah pertama guru mempersiapkan kartu berisi pertanyaan dan jawaban.

b. Guru membagi kelompok menjadi tiga kelompok, kelompok pertama membawa kartu pertanyaan kelompok kedua membawa kartu jawaban dan kelompok ke tiga menjadi kelompok penilai.

(8)

mencari pasangan masing-masing, jika sudah menemukan pasangan siswa wajib melapor kepada kelompok penilai (Agus Suprijono, 2011: 94-95).

Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah Make A Match yang akan digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.

a. Pembelajaran dimulai guru menyiapkan kartu-kartu yang berisi pertanyaan dan jawaban tentang materi pelajaran yang akan diajarkan. b. Ukuran kartu yang akan digunakan berukuran 20cm X 20cm dengan

background kartu yang menarik untuk anak - anak.

c. Kartu siap, selanjutnya kartu-kartu itu dibagikan kepada setiap siswa secara acak.

d. Semua mendapatkan kartu, kelompokkan antara pemegang kartu pertanyaan dan kelompok pemegang kartu jawaban, posisikan berdiri siswa saling berhadapan. Posisi ini bertujuan agar siswa mudah untuk mencari pasanganya.

e. Kedua kelompok saling berhadapan, siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan cara mencari tahu siapa yang memegang pasangan dari kartu yang ia pegang. Guru harus memberikan batasan waktu 2 menit untuk mencari pasangan agar siswa lebih semangat.

f. Satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.

(9)

2.1.2.5 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Tipe

Make A Match

Adapun kelebihan dan kekurangan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match yang dikemukakan oleh Miftahul Huda (2013 : 253-254), adalah sebagai sebagai berikut:

1. Kelebihan

Kelebihan model ini antara lain:

a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

b. Karena ada unsur permainan, model ini menyenangkan.

c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. 2. Kekurangan

Disamping mempunyai manfaat untuk peserta didik, model pembelajaran tipe Make A Match juga memiliki kekurangan antara lain: a. Jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik,akan banyak waktu

yang terbuang.

b. Pada awal-awal penerapan model, banyak siswa yang akan malu berpasangan dengan lawan jenisnya.

c. Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik,akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.

d. Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.

(10)

2.1.2.6 Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make

A Match

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match akan tetap mengacu pada langkah-langkah pembelajaran model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match yang dikemukakan oleh (Agus Suprijono, 2009 : 94). Akan tetapi akan ada sedikit panambahan dan pengurangan oleh peneliti dimaksudkan agar dapat disesuaikan dengan karakteristik siswa dan materi yang akan diajarkan, serta menyesuaikan kondisi siswa dimana siswa baru pertama kali mengenal model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match serta untuk mempermudah guru dalam proses pembelajaran.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat bermanfaat bagi siswa karena dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa untuk tetap mengikuti pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, serta dapat menumbuhkan kerja sama antar siswa dalam mencari pasangan-pasangan kartu dan dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab dan disiplin untuk siswa.

2.1.3 Media Pembelajaran

2.1.3.1 Pengertian Media Pembelajaran

(11)

menyajikan, memproses, dan menjelaskan informasi lisan atau visual yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Media ini dapat berupa grafik fotografi, elektronik, atau alat-alat mekanik. Dan merupakan alat bantu mengajar yang dapat digunakan untuk menyalurkan materi yang disampaikan guru kepada siswa dan merangsang pikiran, perasaan, dan perhatian siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.1.3.2 Fungsi Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran yang dapat memberi rangsangan bagi siswa untuk lebih tertarik dalam belajar, sehingga dapat meningkatkan kualitas belajar mengajar dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Menurut Arief S. Sudiman. Dkk (2012: 17), secara umum media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut:

a. Memperjelas penyajian peran agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra, seperti misalnya: (1) objek yang terlalu besar, bisa digantikan dengan replika, gambar, film, atau model. (2) objek yang terlalu kecil, dibantu dengan proyektor micro, film, atau gambar. (3) kejadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat, rekaman film, video, maupun foto. (4) konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualkan dalam bentuk film, gambar, dan lain-lain.

(12)

d. Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam: (1) memberikan perangsang yang sama. (2) mempersamakan pengalaman. (3) menimbulkan persepsi yang sama.

Dengan demikian media pembelajaran mempunyai peranan yang sangat penting, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses belajar mengajar dalam membantu mempermudah penyampaian materi untuk siswa yang diharapkan dapat tercapainya tujuan pembelajaran dan meningkatkan hasil belajar siswa.

2.1.3.3 Media Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Agus Suprijono (2009 : 94) menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan jika pembelajaran dikembangkan dengan metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut berisikan pertanyaan dan jawaban. Langkah berikutnya adalah guru membagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok pembawa kartu-kartu berisi pertanyaan. Kelompok kedua adalah kelompok pembawa kartu-kartu berisi jawaban. Kelompok ketiga adalah kelompok penilai. Aturlah posisi kelompok-kelompok tersebut berbentuk huruf U.

(13)

siswa yang sudah melapor dengan menuliskan kartu-kartu yang siswa bawa. Kelompok penilai akan mencocokkan apakah kartu yang dipegang sudah cocok. Setelah penelitian dilakukan, aturlah kembali ke posisi semula membentuk huruf U. Kemudian kelompok pertama dan kedua masing-masing mewakilkan satu anggota untuk menjadi team penilai. Guru kembali membunyikan peluit sebagai tanda untuk memulai permainan. Kemudian guru bersama siswa mengkonfirmasi atas jawaban yang sudah siswa pasangkan tadi.

Di sini guru memfasilitasi diskusi untuk memberikan kesempatan kepada seluruh peserta didik untuk mengkonfirmasikan hal-hal yang telah mereka lakukan memasangkan pertanyaan-jawaban dan penilaian, rincian tentang langkah-langkah penggunaan media pembelajaran kooperatif tipe Make A Match akan diuraikan di bawah ini:

a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik, yang cocok untuk sesi review. Sebagian kartu tersebut berisi soal dan sebagian kartu lainnya berisi jawaban.

b. Guru membagi siswa menjadi 2 atau 3 kelompok besar (kelompok kartu soal dan kelompok kartu jawaban).

c. Membuat aturan yang berisi penghargaan bagi siswa yang berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal (di sini guru dapat membuat aturan utama bersama-sama dengan siswa).

d. Guru membagikan kartu-kartu tersebut, setiap siswa mendapat satu buah kartu.

e. Setiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang sudah mereka dapat.

f. Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya (kartu soal dengan kartu jawaban).

g. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu yang sudah disepakati diawal, mendapat point atau reward.

(14)

i. Siswa diminta untuk membuat kesimpulan dari kegiatan yang baru saja dilakukan.

Guru kemudian menutup pembelajaran.

2.1.3.4 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A

Match

Sintaks model pembelajaran Make A Match dapat dilihat pada langkah - langkah kegiatan pembelajaran sebagai berikut:

1. Awal 1. Guru mengajak siswa untuk memulai kegiatan dengan

berdoa.

2. Guru mengecek presensi kehadiran siswa.

3. Guru mereview pembelajaran yang lalu.

4. Guru mengawali kegiatan pembelajaran dengan

melakukan apersepsi kegiatan.

5. Guru menyampaikan kompetensi dasar dan indikator

pembelajaran.

2. Inti 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang sebagian kartu

tersebut berisi soal dan sebagian kartu lainnya berisi

jawaban.

2. Guru membagi siswa menjadi 2 atau 3 kelompok besar

(kelompok kartu soal dan kelompok kartu jawaban).

3. Guru membuat aturan yang berisi penghargaan bagi

siswa yang berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal (di

sini guru dapat membuat aturan bersama - sama dengan

siswa).

4. Guru membagikan kartu – kartu tersebut, setiap siswa

mendapatkan satu buah kartu.

5. Setiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang

sudah mereka dapat.

6. Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan

kartunya (kartu soal dengan kartu jawaban).

(15)

batas waktu yang sudah disepakati diawal, mendapatkan

point atau reward.

8. Setelah satu babak, kartu dikocok kembali agar tiap

siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya,

demikian seterusnya.

3. Akhir 1. Siswa diminta untuk membuat kesimpulan dari kegiatan

yang baru saja dilakukan.

2. Guru kemudian menutup pembelajaran.

2.1.4 Hasil Belajar

2.1.4.1 Pengertian Belajar

Belajar adalah perubahan perilaku dan merupakan proses mendapatkan pengetahuan dalam memahami apa yang dilihat atau dialami sesuai dengan pengalaman. Belajar dalam idealisme berarti kegiatan psiko-fisik-sosio menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Belajar sebagai konsep mendapatkan pengetahuan dalam praktiknya (Agus Suprijono, 2009 : 4).

Menurut Hamalik (dalam Ahmad Susanto, 2013 : 3) belajar adalah memodifikasi atau memperteguh perilaku melalui pengalaman, artinya belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan merupakan suatu hasil atau tujuan. Dengan demikian belajar itu bukan sekedar mengingat atau menghafal saja, namun lebih luas dari itu, merupakan mengalami. Hamalik juga menegaskan belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku indvidu atau seseorang malalui interaksi dengan lingkungannya.

(16)

pengetahuan dan kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai bidang studi atau lebih luas lagi, dalam berbagai aspek kehidupan atau pengalaman yang terorganisasi.

Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang diperoleh melalui proses pengalaman, dan perubahan tingkah laku tersebut bersifat permanen.

2.1.4.2 Pengertian Hasil Belajar

Menurut K. Brahim (dalam Ahmad Susanto, 2013 : 5) “hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu”.

Menurut Nana Sudjana (2010 : 22) “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.

Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2002 : 36) “hasil belajar adalah hasil yang ditunjukkan dari suatu interaksi tindak belajar dan biasanya ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan guru”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa dan kemampuan siswa setelah mengikuti kegiatan belajar dan dinyatakan dengan skor nilai tes yang diberikan oleh guru pada sejumlah materi pelajaran tertentu.

2.1.4.3

Faktor

faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Siswa

(17)

tingkah laku intelektual, motivasi, minat, dan kesiapan siswa,baik jasmani maupun rohani. Kedua, lingkungan; yaitu sarana dan prasarana, kompetensi guru, kreativitas guru, sumber-sumber belajar, metode serta dukungan lingkungan, keluarga, dan lingkungan.

Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman (2007 : 158), hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mepengaruhi, baik faktor internal maupun eksternal. Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut:

1. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat, dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan. 2. Faktor Eksternal

Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Kedaaan keluarga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Keluarga yang morat-marit keadaan ekonominya, pertengkaran suami istri, perhatian orang tua yang kurang terhadap anaknya, serta kebiasaan sehari-hari berperilaku yang kurang baik dari orang tua dalam kehidupan sehari-hari berpengaruh dalam hasil belajar peserta didik.

2.1.4.4 Hubungan Antara Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Make a Match dengan Hasil Belajar

(18)

Untuk mengukur hasil belajar siswa yang berupa pengetahuan konsep, guru dapat melakukan evaluasi produk. Sehubungan dengan evaluasi produk ini W.S Winkel (2007 : 540) menyatakan bahwa melalui produk dapat diselidiki apakah dan sampai seberapa jauh suatu tujuan instruktusional telah tercapai. Berdasarkan pandangan winkel ini, dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa erat kaitannya dengan tujuan instruktusional (pembelajaran) yang telah dirancang guru sebelum melaksanakan proses belajar mengajar. Akan tetapi, masih banyak ditemukan pelaksanaan pembelajaran IPA menggunakan model ceramah sehingga peserta didik beranggapan bahwa IPA bersifat hafalan. Guru dalam menerapkan pembelajaran lebih menekankan pada model yang mengaktifkan guru, pembelajaran yang dilakukan guru kurang kreatif, lebih banyak menggunakan model ceramah dan kurang mengoptimalkan media pembelajaran. Sehingga peserta didik kurang kreatif dan antusias dalam proses pembelajaran. Model ini akan memberikan dampak yang kurang baik di dalam proses pembelajaran diantaranya antusias peserta didik dalam mengikuti pelajaran akan berkurang, peserta didik merasa bosan karena harus mendengarkan selama berjam-jam, konsentrasi peserta didik dalam memperhatikan pelajaran akan berkurang karena kegiatan pembelajaran yang monoton (dengar, catat, dan hafal), peserta didik akan menjadi pasif. Akibatnya sasaran hasil belajar peserta didik belum dapat dicapai secara optimal.

(19)

sehingga menyebabkan peserta didik kurang bahkan tidak memahami materi yang telah diberikan. Permasalahan terjadi dalam penyampaian mata pelajaran IPA, biasanya dikarenakan penggunaan model yang kurang sesuai untuk mata pelajaran IPA. Sehingga hasil belajar yang dicapai kurang sesuai dengan apa yang diharapkan. Dan kurangnya ketertarikan dalam pembelajaran, mengakibatkan peserta didik tidak sepenuhnya memahami materi yang disampaikan. Selain itu hasil belajar peserta didik masih banyak di bawah KKM (70) untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan model yang lebih efektif pada mata pelajaran IPA. Hal yang perlu diperhatikan dalam memilih model tersebut adalah tidak terlalu memberatkan guru dan tidak menggangu kegiatan belajar mengajar (KBM), akan tetapi justru akan mengatasi permasalahan-permasalahan yang dialami guru ketika mengajar.

Oleh karena itu peneliti menawarkan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match diharapkan peserta didik menjadi lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran dan hasil belajar IPA akan meningkat. Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match akan menumbuhkan antusias peserta didik dalam proses pembelajaran, peserta didik berlomba untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran. Selain itu juga akan terjalin kerja sama antar guru dengan peserta didik.

2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Suatu penelitian yang akan dibuat, perlu memperhatikan penelitian lain yang digunakan sebagai bahan kajian yang relevan. Adapun penelitian-penelitian yang berkaitan dengan variable penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(20)

berikut: pada siklus I (satu) untuk siswa laki-laki dari 14 siswa yang dinyatakan tuntas sebanyak 9 siswa dengan presentase ketuntasan 64,28%, dan tidak tuntas sebanyak 5 siswa dengan presentase 35,72%. Sedangkan untuk siswa perempuan dari 10 siswa dinyatakan tuntas sebanyak 3 siswa dengan presentase 30%, dan tidak tuntas sebanyak 7 siswa dengan presentase 70%. Rata-rata yang diperoleh 66,00 standar deviasinya 11,74 nilai minimal 48,00 dan nilai maksimalnya 88,00. Nilai pada siklus II (dua) untuk siswa laki-laki dari 14 siswa dinyatakan tuntas semua dengan presentase 100%, sedangkan dari siswa perempuan dari 10 siswa juga dinyatakan tuntas semua dengan presentase 100%. Rata-rata yang diperoleh 83,00 standar deviasinya 6,65 nilai minimal 70,00 dan nilai maksimal 95,00. Hasil belajar siswa yang dicapai setelah diberikan perlakuan meningkat hal ini terbukti dengan nilai rata-rata siklus II (dua) lebih besar dibandingkan dengan siklus I (satu) 83,00>66,00. Berdasarkan analisis data disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA, dan sangat efektif digunakan untuk menjadikan pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan.

(21)

Menurut Imam Hanafi dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Menjumlahkan Pecahan Biasa

di Kelas V SDN 2 Dataran Bulan” Metode penelitian menggunakan desain

PTK yang dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri dari empat

tahap yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) observasi, (4) refleksi.

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SDN 2 Dataran Bulan yang

berjumlah 20 orang yang tercatat pada tahun ajaran 2012-2013. Setiap

akhir siklus diadakan penilaian sebagai tolok ukur untuk menentukan

tindakan selanjutnya. Data yang diambil berupa tes awal, tes akhir siklus,

observasi aktivitas guru dan siswa setiap pertemuan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Make A

Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

matematika di kelas V SDN 2 Dataran Bulan pada materi penjumlahan

pecahan biasa. Pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make

A Match, tes awal siswa yang tuntas 7 orang (presentase tuntas klasikal

35%) dan (daya serap klasikal 56,00%). Pada siklus I siswa yang tuntas 17

orang (presentase tuntas klasikal 85% dan daya serap klasikal 80%). Pada

siklus II meningkat menjadi siswa yang tuntas 18 orang atau prosentase

ketuntasan klasikal 90% dan daya serap klasikal 81,50%. Pada dasarnya

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat

meningkatkan aktivitas belajar siswa, didasari pada perolehan siklus I akan

tetapi untuk peningkatan yang lebih berarti didasarkan pada perolehan

siklus II. Untuk mengetahui aktivitas dalam pembelajaran pada siklus I

dilakukan observasi yang dilakukan peneliti bersama pengamat terhadap

aktivitas siswa dalam proses pembelajaran pada aspek 7 saat mencari

pasangan sesuai kelompok yang telah dibagi oleh guru masih mengalami

kesulitan. Hal ini siswa terkesan lama berfikir mencari jawaban, namun

proses pembelajaran berjalan dengan lancar karena guru terus memberi

bimbingan dalam menyelesaikan penjumlahan pecahan biasa. Pelaksanaan

(22)

kemudian dilanjutkan dengan kegiatan mencari pasangan jawaban atau

soal. Hasil observasi menunjukkan bahwa semua aspek pembelajaran guru

sudah tidak lagi mengalami kesulitan dalam mengelola kelas. Dan menurut

pengamat hasil observasi siswa dan guru mengalami peningkatan. Hal ini

menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make

A Match cukup efektif diterapkan dalam proses pembelajaran yang

dilakukan untuk meningkatkan daya nalar siswa, kreativitas, dan

kemampuan mengaitkan satu konsep dengan konsep yang lain sehingga

berdampak pada hasil belajar yang baik. Berdasarkan hasil tersebut dapat

dinyatakan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas V SDN 2

Dataran Bulan pada pelajaran matematika materi penjumlahan pecahan

biasa.

Adapun Noviana Irianti S. dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Metode Pembelajaran Make A Match (Mencari Pasangan) untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V Semester 2 SD Negeri 05 Mulyoharjo Jepara, Melalui metode pembelajaran kooperatif teknik Make A Match yang akan dilanjutkan oleh peningkatan hasil belajar yang dapat dilihat pada kondisi awal dengan skor rata-rata nilai siswa 57,5, siklus I dengan rata-rata nilai 66,2, siklus II 78,5. Peningkatan hasil belajar pada kondisi awal ke siklus I sebesar 61,5% dan dari siklus I ke siklus II 88,5%. Dengan nilai maksimal siklus I 100 dan nilai minimalnya 70, dan pada siklus II dengan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui Metode Pembelajaran Kooperatif teknik Make A Match dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa matematika semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012 kelas V SD Negeri 05 Mulyoharjo Jepara Kecamatan Jepara Kabupaten Jepara.

(23)

Keterkaitan antara kajian penelitian yang relevan dangan penelitian yang dilakukan peneliti dapat dilihat dari tabel di bawah ini.

Tabel 1

Persamaan dan Perbedaan Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan No Nama

Peneliti

Tahun Variable Penelitian

(24)

2.3 Kerangka Berpikir

Pembelajaran adalah proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, pembelajaran juga dapat diartikan sebagai dialog interaktif antara pesera didik dengan guru. Dengan menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan akan menumbuhkan minat dan antusias peserta didik untuk dapat aktif dan mengikuti proses pembelajaran dengan baik. Aktif disini dimaksudkan peserta didik tidak hanya mendengarkan penjelasan dari guru tentang materi pelajaran, tetapi peserta didik berani untuk menjawab pertanyaan dari guru dan berani untuk bertanya kalau ada yang belum dimengerti. Maka di dalam proses pembelajaran harus dilakukan secara menyenangkan dengan adanya pendekatanpendekatan dengan model pembelajaran kooperatif.

Di dalam proses pembelajaran di SD N 03 Candimulyo Siswa Kelas 4, pembelajaran masih dilakukan secara klasikal, guru biasanya dalam pembelajaran hanya menggunakan model ceramah yaitu guru menjelaskan dan peserta didik hanya duduk dan mendengarkan. Setelah itu peserta didik hanya disuruh untuk menghafalkan apa yang sudah dijelaskan oleh guru. Pembelajaran seperti ini dilakukan secara terus-menerus dan monoton tidak ada variasi yang berbeda, hal ini menyebabkan ketertarikan peserta didik dalam mengikuti dan memahami materi pelajaran kurang.

(25)

Kondisi awal

1. Guru menggunakan pembelajaran konvensional 2. Siswa cenderung

pasif

3. Siswa menjadi tidak tertarik mengikuti materi pelajaran IPA.

Hasil belajar siswa rendah

Tindakan Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match

Hasil belajar IPA siswa lebih meningkat. Kondisi akhir

(26)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan masalah, landasan teori dan kerangka pikir diatas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

a. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match diduga dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 4 SDN 03 Candimulyo Kota Temanggung tahun pelajaran 2015/2016 ”

Gambar

Tabel 1

Referensi

Dokumen terkait

Adanya globalisasi ini kemudian merubah ruang lingkup dari perdagangan serta bisnis dari internasional itu sendiri dimana awalnya firma tradisional yang

ern issues by way of trying to establish a new Qur'ànic exegesis, void of the heary classical reliance on tadition in the classical commen- taries of the Qur'àn. In

Hermawan Kertajaya (2009 : 4) juga menulis performa dari layanan yang diberikan akan membedakan perusahaan jasa yang satu dengan yang lainnya serta performa layanan yang

konservatif berusaha melestarikan status quo, sementara yang lainnya berusaha kembali kepada nilai-nilai dari zaman yang lampau, Orang-orang konservatif memusatkan konsentrasi

Gaya Viskositas pada permukaan laut ditimbulkan karena adanya pergerakan angin pada permukaan laut sehingga menyebabkan pertukaran massa air yang berdekatan secara periodik,

Membuktikan bahwa adanya amilum pada daun sebagai hasil fotosintesis. - Menutup sebagian daun ubi kayu yang belum terkena sinar

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh profil pemecahan masalah matematika siswa SMP kelas VIII ditinjau dari Spiritual Quotient (SQ) tinggi yang

Teknik pengendalian dengan perangkapan digunakan untuk menghindari sifat resistensi tikus, mengurangi pencemaran lingkungan, menghemat biaya pengendalian.Tujuan penelitian ini