perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
WACANA HUMOR
DALAM BUKU PLESETAN ½ GOKIL KARYA DIELA MAYA
(SUATU KAJIAN PRAGMATIK)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh ARIS MUSTOFA
NIM : C0203014
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
ii
WACANA HUMOR
DALAM BUKU PLESETAN ½ GOKIL KARYA DIELA MAYA
(SUATU KAJIAN PRAGMATIK)
Disusun oleh
ARIS MUSTOFA C0203014
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing
Dra. Hesti Widyastuti, M.Hum. NIP 195504091983032001
Mengetahui
Ketua Jurusan Sastra Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
WACANA HUMOR
DALAM BUKU PLESETAN ½ GOKIL KARYA DIELA MAYA
(SUATU KAJIAN PRAGMATIK)
Disusun oleh
ARIS MUSTOFA NIM : C0203014
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Pada tanggal 5 Mei 2010
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag NIP 196206101989031001
.………....
Sekretaris Drs. Kaswan Darmadi, M.Hum NIP 196203031989031005
………...
Penguji I Dra. Hesti Widyastuti, M.Hum NIP 195504091983032001
………...
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : ARIS MUSTOFA NIM : C0203014
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Wacana Humor dalam Buku Plesetan ½ Gokil Karya Diela Maya (Suatu Kajian Pragmatik) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat, dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, 25 Oktober 2010
Yang membuat pernyataan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini peneliti persembahkan untuk:
Kedua orang tua peneliti: Sagimo dan Wiji, atas segala kasih sayang, dan perhatian yang telah mengijinkan aku untuk belajar disini.
Istri peneliti: Rina Nadhiatul Munafiah yang selalu memberikan semangat.
Keluarga Budi Kusuma yang telah membantu semua kebutuhan selama ini, dan Dika Faby yang selalu menghibur.
Keluarga besar peneliti atas semua doa, kebaikan, dan dorongan yang telah mereka berikan.
Sahabat-sahabat peneliti yang selalu ada di saat suka dan duka.
Almamater yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.
commit to user
vi
MOTTO
Ketika Aku meminta kepada Tuhan setangkai mawar segar, Tuhan memberiku kaktus berduri. Kemudian aku meminta lagi seekor kupu-kupu, tetapi Tuhan memberiku ulat. Namun beberapa saat kemudian Kaktus itu berbunga sangat indah dan ulat itu
berubah menjadi kupu-kupu yang cantik begitulah cara Tuhan menyayangi (Ar-rohiim) umatNya. Apabila telah tiba waktunya akan datang kebaikan yang lebih
hakiki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah Rabb seru sekalian alam atas segala limpahan
ar-rohman, dan ar-rohiim, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad
SAW, keluarga, sahabat, dan orang-orang yang tetap istiqamah di jalanNya.
Penulisan skripsi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana tidak akan berjalan
dengan baik tanpa dukungan, dan bantuan yang diberikan dari berbagai pihak. Untuk
itu, peneliti menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini. Dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak
terima kasih kepada:
1. Drs. Sudarno, M.A., Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti
untuk menyusun skripsi.
2. Drs. Ahmad Taufiq, M.Ag., Ketua Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra
dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah
memberikan kepercayaan dan dukungan selama penyusunan skripsi.
3. Dra. Hesti Widyastuti, M.Hum., pembimbing skripsi yang senantiasa
memberikan arahan, nasihat, bimbingan, dan perhatian secara penuh selama
penyusunan skripsi. Terima kasih atas semangat dan dukungan yang Ibu
berikan selama penyusunan skripsi.
4. Asep Yudha Wirajaya, S.S, pembimbing akademik yang senantiasa
memberikan semangat dan nasihat selama peneliti menempuh jenjang
commit to user
viii
5. Miftah Nugroho, S.S, M.Hum., yang selalu memberikan saran dan
kontribusi dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan ibu dosen Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni
Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membekali ilmu
pengetahuan, sehingga sangat berguna bagi peneliti.
7. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan, perhatian, dan segala
kebaikannya sehingga studi ini dapat terlaksana. Doa dan kebaikan peneliti
nantikan untuk melanjutkan kehidupan berikutnya.
8. Rina Nadiatul Munafiah yang dengan sabar mengingatkan peneliti untuk
terus berjuang untuk maju demi anak-anak penerus generasi. Pengertian,
kesetiaan, kebersamaan, dan doamu peneliti harapkan sepanjang perjalanan
hidup ini.
9. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2003, terima kasih atas
kebersamaannya selama ini, genggam erat “satu utuk kita”.
10. Sahabat-sahabat peneliti: Kel. Prijanto, S.S, M. Hum, yang telah
memberikan motivasi, semangat, sharing, dan kebaikannya dalam
penyusunan skripsi ini. Ahsan Fahmi, S.S, M.Pd, Ki Edan Kelir Gogon, H.
Noto, S.T, yang memberikan warna-warni dalam studi ini.
11. Adik seperjuangan Efit-3, Nisa, Tole, dan semua yang selalu berbagi tawa,
dan ilmu, terima kasih atas segala sesuatu yang telah kalian berikan kepada
peneliti.
12. Semua pihak yang telah membantu peneliti, yang tidak dapat disebutkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik dari pembaca. Akhirnya,
peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya pada Jurusan
Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta
dan bagi pembaca pada umumnya.
Surakarta, 25 Oktober 2010
commit to user
x ABSTRAK
Aris Mustofa. C0203014. 2010. Wacana Humor dalam Buku Plesetan ½ Gokil Karya Diela Maya (Suatu Kajian Pragmatik). Skripsi. Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu (1) Bagaimana penyimpangan prinsip kerja sama dalam buku Plesetan ½ Gokil karya Diela Maya, (2) Bagaimana Implikatur Percakapan terbentuk dengan adanya pelanggaran prinsip kerja sama dalam buku Plesetan ½ Gokil karya Diela Maya.
Tujuan Penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penyimpangan prinsip kerja sama dalam buku Plesetan ½ Gokil karya Diela Maya, (2) mendeskripsikan implikatur percakapan terbentuk dengan adanya pelanggaran prinsip kerja sama dalam buku Plesetan ½ Gokil karya Diela Maya.
Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriftif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pragmatik. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagaian dari tuturan yang menyimpang dari prinsip kerja sama, baik pematuhan maupun pelanggaran dan tuturan yang mengandung implikatur percakapan terhadap pelanggaran prinsip kerja sama dalam buku Plesetan ½ Gokil karya Diela Maya. Sumber data dari peneltian ini adalah buku
Plesetan ½ Gokil Karya Diela Maya. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis heuristik, yaitu pemecahan masalah yang dihadapai petutur dalam menginterprestasikan sebuah tuturan. Teknik penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini adalah penyajian informal dan penyajian formal, yakni berupa kata-kata dan berupa lambang, tanda yang menjelaskan hasil dari analisis data dalam penelitian ini.
Simpulan penelitian ini adalah penerapan prinsip kerja sama yang meliputi pelanggaran, pelanggaran dan pemenuhan terhadap prinsip kerja sama. Pelanggaran prinsip kerja sama mencakup pelanggaran satu maksim, pelanggaran dua maksim, pelanggaran tiga maksim, dan pelanggaran empat maksim; pelanggaran dan pemenuhan prinsip kerja sama mencakup pelanggaran satu maksim dan pemenuhan satu maksim, pelanggaran satu maksim dan pemenuhan dua maksim, pelanggaran satu maksim dan pemenuhan tiga maksim, pelanggaran dua maksim dan pematuhan satu maksim, pelanggaran dua maksim dan pematuhan dua maksim, pelanggaran tiga maksim dan pematuhan satu maksim.
Jenis implikatur yang ditemukan dalam percakapan pelanggaran prinsip kerja sama dalam buku Plesetan ½ Gokil karya Diela Maya meliputi maksud mengejek, memberi informasi, menolak,dugaan, dan perintah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
HALAMAN JUDUL……….i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI………...iii
HALAMAN PERNYATAAN………iv
HALAMAN PERSEMBAHAN………..v
HALAMAN MOTTO……….vi
KATA PENGANTAR………...vii DAFTAR ISI………...………..………...x
DAFTAR SINGKATAN………...…...xiv
ABSTRAK……….………....….…...xv
BAB I PENDAHULUAN………1
A. Latar Belakang Masalah..………1
B. Pembatasan Masalah………...6
C. Perumusan Masalah………6
D. Tujuan Penelitian………7
E. Manfaat Penelitian………..7
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Studi Terdahulu………..………….8
B. Pengertian Pragmatik……….…..……….10
C.Pengertian Wacana………....……12
D. Pengertian Humor……….………..…..13
E. Prinsip Kerjasama………...14
commit to user
xii
2. Bidal Kualitas (Maxim Of Quantity)………..……….…...15
3. Bidal Relevansi (Maxim Of Relevance)………...16
4. Bidal Cara (Maxim Of Manner)……….….16
F. Implikatur………..……….………...20
G. Tindak Tutur……….………21
1. Tindak Lokusi………..……...21
2. Tindak Ilokusi………..…..….22
a. Asertif (Assertives)………...…..22
b. Direktif (Direktives)………....….22
c. Ekspresif (Expresives)……...………...23
d. Komisif (Commissives)………23
e. Deklarasi (Declarations)………....…...23
3. Tindak Perlokusi………....…….23
BAB III METODE PENELITIAN……….25
A. Jenis Penelitian………..25
B. Populasi dan Sampel……….26
1. Populasi………...26
2. Sampel……….26
C. Data dan Sumber Data………..26
D.Teknik Pengumpulan Data………27
E. Metode Analisis Data………27
BAB IV ANALISIS DATA………...32
A. Pelanggaran Prinsip Kerja sama………...32
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
a). Pemberian Informasi yang Kurang Informatif……….32
b). Pemberian Informasi yang Berlebih-lebihan……...…………....33
2. Pelanggaran Maksim Kalitas………..…34
a). Pemberian Informasi yang Diyakini Salah………...34
b). Pemberian Pernyataan Tidak Ada Buktiya………...35
3. Pelanggaran Maksim Relevansi………..37
4. Pelanggaran Maksim Pelaksanaan……….….39
a). Pembicaraan yang Mengindikasikan Informasi yang Samar…..39
b). Pembicaraan yang Mengindikasikan Informasi yang Taksa atau Ambigu...………...……….40
c). Pembicaraan yang Mengindikasikan Informasi yang Bertele- tele atau Uraian panjang yang Berlebih-lebihan………...41
d). Pembicaraan yang Mengindikasikan Informasi yang Tidak Runtut atau Tidak Teratur………...43
5. Pelanggaran 1 Maksim dan Pematuhan 1 Maksim……….44
6. Pelanggaran 1 Maksim dan Pematuhan 2 Maksim……….47
7. Pelanggaran 1 Maksim dan Pematuhan 3 Maksim……….48
8. Pelanggaran Maksim Kualitas dan Maksim Relevansi…………...51
9. Pelanggaran Maksim Pelaksanaan dan Maksim Relevansi…...…….53
10.Pelanggaran 2 Maksim dan Pematuhan 2 Maksim……….54
11. Pelanggaran 3 Maksim………55
12. Pelanggaran 4 Maksim………56
commit to user
xiv
1. Implikatur yang Mempunyai Maksud Mengejek……….…...58
2. Implikatur yang Mempunyai Maksud Memberitahu………….…….60
3. Implikatur yang Mempunyai Maksud Menolak……….………61
4. Implikatur yang Mempunyai Maksud Dugaan……….……..62
5. Implikatur yang Mempunyai Maksud Memerintah……….…...63
BAB V PENUTUP……….65
A. Simpulan………...65
B. Saran……….66
DAFTAR PUSTAKA………67
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari. Manusia membutuhkan bahasa sebagai alat penyampai ide, gagasan,
informasi maupun ungkapan perasaannya. Komunikasi ini dapat terjadi apabila
ada proses interaksi antara manusia. Bahasa sebagai bagian masyarakat gejala
sosial yang tidak dapat dipisahkan dari pemakaiannya (Suwito, 1991:3). Oleh
karena itu, antara bahasa dan pemakai tidak dapat dilepaskan, keduanya saling
memiliki keterkaitan yang sangat erat. Begitu pentingnya bahasa dalam
komunikasi memudahkan manusia dalam menyampaikan pesan, baik tertulis
maupun lisan.
Pemakaian bahasa dalam suatu masyarakat akan menimbulkan efek bagi
mitra bicara. Hal ini mengingat, berbahasa adalah aktivitas sosial (I Dewa Putu
Wijana, 2003:28). Kegiatan berbahasa terwujud apabila dalam berbicara,
pembicara dan mitra bicara sama-sama menyadari bahwa ada prinsip-prinsip yang
mengatur tindakan, penggunaan bahasa, dan interpretasi-interpretasinya terhadap
tindakan serta ucapan mitra bicaranya. Pelanggaran prinsip inilah yang akhirnya
menimbulkan pelanggaran kebahasaan, secara otomatis akan menimbulkan efek
bagi mitra bicara.
Pelanggaran prinsip-prinsip kebahasaan dilakukan pembicara baik secara
sengaja maupun tidak sengaja. Hal ini mengingat berbahasa merupakan rutinitas
yang dilakukan manusia setiap saat. Situasi pembicaraan sangat mempengaruhi
commit to user
melakukan kesalahan dalam menyusun kosakata atau kalimat sehingga terjadi
pelanggaran. Namun, tidak menutup kemungkinan situasi santaipun seseorang
melakukan pelanggaran kebahasaan yang besifat kesengajaan. Pelanggaran yang
sedemikian ini dilakukan pembicara untuk menciptakan suasana yang rileks.
Pelanggaran prinsip kebahasaan dalam komunikasi akan mengakibatkan
pelanggaran kebahasaan. Bahasa yang seharusnya digunakan dalam komunikasi
memiliki maksud yang lugas, memiliki arti dan mudah dimengerti menjadi
melanggar dari makna yang sebenarnya. Oleh karena itu, pelanggaran kebahasan
dapat menimbulkan makna ganda, yaitu kesalahan makna yang tidak dapat
dimengerti kedua belah pihak, dan pelanggaran makna atau makna yang bisa
dimengerti kedua belah pihak namun tidak sesuai dengan pembicaraan
sebelumnya. Meskipun demikian, pelanggaran makna masih dapat diterima dalam
komunikasi sebagai selingan atau upaya untuk meregangkan ketegangan yang
terjadi dalam komunikasi.
Pelanggaran kebahasaan menandakan adanya implikasi-implikasi tertentu
yang hendak dicapai penuturnya, salah satunya yaitu untuk menciptakan efek
kehumoran dalam suatu komunikasi. Adanya efek humor dalam suatu kebahasaan
akan menimbulkan kelucuan. Oleh karena itu, humor terbentuk lewat pemanfaatan
aspek kebahasaan yang digunakan secara tidak semestinya. Ragam bahasa
informal cenderung banyak digunakan sebagai sarana untuk menciptakan humor.
Hal ini mengingat sifat-sifatnya tidak terikat pada prinsip kebakuan yang
merupakan aspek penting dalam humor yang dimunculkan.
Humor sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Di dalam
kesempatan ketika manusia berinteraksi seringkali melakukan humor, baik yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
frekuensi seseorang melakukan humor dan tujuan humor itu sendiri. Kebiasaan
atau budaya masyarakat menggunakan humor kelihatan dalam kehidupan
sehari-hari. Sebab, sebagaian masyarakat menggunakan humor sebagai sarana untuk
komunikasi. Bentuk pantun banyak digunakan sebagai sarana komunikasi ketika
manusia sedang menghadapi permasalahan. Adanya sisipan humor dalam
pembicaraan menjadikan tuturan itu terkesan sopan. Oleh karena itu, terbentuknya
humor tidak terlepas dari maksud yang hendak disampaikan penutur.
Fungsi humor di dalam masyarakat sebagai pelipur lara. Meskipun
demikian, ada humor yang diciptakan dengan tujuan mengkritik atau menyindir
tanpa menimbulkan kemarahan bagi yang dikritik. Oleh karena itu, humor
merupakan salah satu komunikasi, seperti menyampaikan informasi,
menyampaikan rasa senang, marah, jengkel, dan simpati.
Sartono Mukadis, seorang psikolog (dalam Diela Maya, 2007:8),
berpendapat bahwa humor itu suatu seni yang di dalamnya ada penjungkirbalikan
nilai antara yang serius dengan yang tak serius. Penjungkirbalikan nilai-nilai yang
serius dengan yang tak serius biasanya dimediakan dengan kata-kata, sehingga
akan menimbulkan kesan kelucuan.
Kemunculan humor akan mengundang tawa, sehingga dapat membuat
suasana menjadi rileks. Namun, tidak menutup kemungkinan akan menjadikan
wacana kebahasaan sebagai gejala sosial yang perlu untuk diteliti lebih lanjut.
Seiring dengan perkembangan zaman, humor dikemas dengan berbagai
bentuk untuk disajikan pada pembaca atau pemirsa sebagai hiburan ataupun
tujuan lainnya. Humor dalam buku Plesetan ½ Gokil karya Diela Maya
commit to user
dalam buku Plesetan ½ Gokil tercipta dengan adanya pemanfaatan pelanggaran
kebahasaan.
Penggunaan bahasa dalam humor plesetan sangat berpengaruh terhadap
kemunculan humor saat interaksi berlangsung, mengingat efek-efek yang
ditimbulkan ketika sedang berlangsungnya humor itu. Hal ini disebabkan adanya
pelanggaran prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan. Adanya pelanggaran kedua
prinsip tersebut sangat mempengaruhi lingkungan sekitar dan pelaku komunikasi
dalam peristiwa adanya humor.
Pelanggaran kebahasaan dalam masyarakat merupakan gejala sosial untuk
menyindir tanpa menimbulkan kemarahan bagi yang dikritik. Adapaun tujuan
penciptaan humor dengan maksud memancing orang lain tertawa. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini peneliti akan mengkaji wacana humor dalam buku Plesetan
½ Gokil. Dengan demikian akan diketahui pelanggaran kebahasaan, yakni
penggunaan bahasa yang melanggar dari prinsip-prinsip prinsip kerja sama dan
implikatur percakapan. Adanya pelanggaran prinsip kerja sama akan
memunculkan kelucuan, sehingga dapat diketahui maksud yang hendak
disampaikan melalui implikatur percakapan. Oleh karena itu, dapat diketahui
kreativitas penggunaan bahasa dalam rangka menciptakan humor dalam buku
Plesetan ½ Gokil.
Humor yang terbentuk lewat pemanfaatan kebahasaan dalam Plesetan ½
Gokil berbeda dengan humor yang lainnya. Pada humor plesetan, aspek verbal
lebih di utamakan keberadaannya daripada aspek nonverbal. Bentuk-bentuk yang
digunakan untuk menciptakan kehumoran lewat pelanggaran bahasa sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
penelitian. Hal ini untuk mengungkapkan kreativitas penciptaan kehumoran
melalui pelanggaran kebahasaan.
Kreativitas penggunaan bahasa dalam komunikasi akan menimbulkan efek
tertentu sesuai yang dimaksudkan oleh penutur, salah satunya efek humor. Efek
humor yang terbentuk lewat bahasa seringkali muncul ketika adanya pelanggaran
bahasa yang digunakan penutur. Oleh karena itu, seseorang yang melakukan
pelanggaran bahasa dengan sengaja, akan mengundang mitra bicaranya tertawa.
Buku Plesetan ½ Gokil menyajikan bentuk pelanggaran kebahasan yang
akhirnya dapat menimbulkan efek humor. Humor yang sering dilakukan dengan
bahasa lisan namun tidak menutup kemungkinan diwujudkan dalam bahasa tulis,
dalam hal ini buku Plesetan ½ Gokil. Humor yang tercipta dalam buku ini
memiliki kadar kelucuan berdasarkan selera humor pembaca. Oleh karena itu,
antara pembaca satu dengan yang lain akan menyikapi humor berbeda-beda.
Hal inilah yang kemudian oleh penulis akan uji dengan beberapa teori
humor yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Namun, tidak menutup
kemungkinan teori tersebut akan mengalami pengembangan atau penyempitan
ruang lingkup dalam analisis data-data yang ada.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian wacana humor Plesetan ½
Gokil adalah pendekatan pragmatik, yang menekankan maksud pembicara
(speaker sense) bukan makna satuan lingual yang bersangkutan (linguistic sense).
Oleh karena itu, wawasan budaya dan tingkat IQ seseorang akan mempengaruhi
commit to user
B. Pembatasan Masalah
Suatu penelitian perlu adanya pembatasan masalah. Pembatasan masalah
akan memudahkan dan membantu dalam penelitian, terutama dalam menganalisis
wacana, karena dalam wacana ada banyak hal yang perlu diungkap.
Penekanan kajian yang khusus dan mendalam pada penelitian ini akan
mengkhususkan pada unsur eksternal sebagai keutuhan wacana humor dalam
buku Plesetan ½ Gokil dengan menggunakan pendekatan pragmatik.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
masalah untuk memusatkan penelitian agar dapat lebih terarah. Adapun
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut;
1. Bagaimanakah pelanggaran prinsip kerja sama dalam buku Plesetan ½
Gokil ?
2. Bagaimanakah implikatur percakapan terbentuk dengan adanya pelanggaran
prinsip kerja sama dalam buku Plesetan ½ Gokil ?
D. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan pelanggaran prinsip kerja sama dalam buku Plesetan ½
Gokil.
2. Mendeskripsikan adanya implikatur percakapan yang terbentuk dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik manfaat
teoritik maupun manfaat praktis. Adapun penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis.
Manfaat teoretis merupakan manfaat yang berkenaan dengan
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu linguistik atau
kebahasaan, dan umumnya pada disiplin lainnya yang masih berkaitan dengan
penelitian ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyingkap seluk beluk
wacana humor dalam buku Plesetan ½ Gokil dalam kajian pragmatik. Selain
itu, hasil penelitian ini dapat menambah khazanah penelitian wacana humor.
2. Manfaat Praktis.
Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah memberikan kontribusi
dalam penelitian wacana humor, terutama dalam buku Plesetan ½ Gokil.
Selain itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan pertimbangan
dan atau rujukan penelitian.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan diperlukan untuk mempermudah penguraian masalah
dalam suatu penelitian, agar peneliti lebih terarah, runtut, dan jelas. Sistematika
penulisan dalam penelitian ini terdiri atas lima bab. Kelima bab itu dirinci sebagai
berikut.
Bab pertama merupakan pedahuluan. Bab ini berisi latar belakang masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
commit to user
Bab kedua adalah kajian pustaka, landasan teori, dan kerangka pikir. Bab
ini berisi tinjauan terdahulu, teori-teori yang digunakan sebagai landasan
penelitian, dan cara kerja peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Bab ketiga adalah metode penelitian. Bab ini berisi tentang metode
penelitian yang terdiri atas jenis penelitian, populasi dan sampel, sumber data dan
data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan metode penyajian hasil
analisis data.
Bab keempat merupakan analisis data. Bab ini berisi analisis dari data yang
telah tersedia. Dari analisis data didapatkan hasil peneliti yang menjawab
permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan dalam perumusan masalah
pada bab pertama.
Bab kelima berisi simpulan dari hasil penelitian dan saran bagi penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Terdahulu
Wacana humor yang menjadi bahan kajian penelitian ini cenderung
merupakan wacana hiburan. Hal ini dikarenakan penciptaannya ditujukan untuk
menghibur pembaca, disamping sebagai wahana penelitian kebahasaan. Humor
memiliki peranan yang sentral dalam kehidupan manusia, yakni sebagai sarana
hiburan dan pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas hidup manusia (I
Dewa Putu Wijana, 2003:3). Humor sebagai salah satu jenis permainan, bagi
orang dewasa merupakan rekreasi, tetapi bagi anak-anak adalah proses belajar
(Allan dalam I Dewa Putu Wijana, 2003:3).
Humor memberikan pengaruh penting dalam kesehatan manusia,
Goldstien pernah menyimpulkan bahwa tertawa merupakan cara terbaik untuk
mengendorkan ketegangan (Diela Maya, 2007:9). Adanya humor dalam
kehidupan sehari-hari juga membantu menyeimbangkan kesehatan jasmani
seseorang, sehingga akan menjadikan tubuh manusia menjadi sehat.
Penelitian Wacana Humor telah diteliti oleh beberapa peneliti,
diantaranya Rachmad Djoko Pradopo, I Dewa Putu Wijana, dan Arif Budiyanto.
Penelitian tersebut diantaranya yaitu;
Rachmad Djoko Pradopo, dkk (dalam I Dewa Putu Wijana, 2003:12)
membeda-bedakan humor yang terdapat dalam karya sastra jawa modern. Humor
dalam penelitian ini membedakan humor menjadi tiga jenis, yaitu humor sebagai
commit to user
di dalam kode sastra sebagai pengikat tema, dan fakta cerita. Humor sebagai kode
bahasa dan budaya merupakan hasil budaya masyarakat pendukungnya sehingga
identitasnya sebagai humor hanya dapat diberi makna sepenuhnya oleh
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, humor hanya dimiliki oleh masyarakat
tertentu yang memiliki latar belakang yang sama.
Humor dalam kode bahasa ditemukan tiga cara penciptaan humor, yaitu
penyimpangan makna, penyimpangan bunyi, dan pembentukan baru.
Penyimpangan makna dapat berupa pergeseran komponen makna, polisemi, dan
homonimi. Pada penelitian ini menekankan pemahaman humor dan fungsinya
dalam struktur teks sastra.
Penelitian I Dewa Putu Wijana yang berjudul Kartun “Studi Tentang
Permainan Bahasa” (2003) mengkaji humor kartun. Humor dalam penelitian ini
dimunculkan dengan adanya penyimpangan asek pragmatik wacana kartun, yaitu
pelanggaran prinsip kerjas sama, pelanggaran prinsip kesopanan, dan parameter
pragmatik. Meskipun demikian, tiga teori utama dalam konsep humor tidak
ditinggalkan, yaitu teori ketidaksejajaran, teori pertentangan, dan teori
pembebasan. I Dewa Putu Wijana juga membahas pemanfaatan aspek-aspek
kebahasaan dalam wacana kartun. Selain itu juga mengklasifikasikan tipe-tipe
wacana kartun.
Penelitian I Dewa Putu Wijana ini menghasilkan bentuk-bentuk humor
kartun yang ada, sehingga kemunculan humor yang terbentuk di dalamnya dapat
diketahui penyebabnya, yaitu melalui penyimpangan kebahasaan. Penyimpangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
aspek non verbal juga menambah kelucuan, atau mampu memberikan motivasi
kemunculan humor.
Penelitian Arif Budiyanto dalam tesisnya yang berjudul ”Kajian
Pragmatik Wacana Humor Seks Dalam Buku Humor Kondom Dan Humor
Nyeleweng Sih” membahas tentang wacana humor yang berupa cerita-cerita yang
mengandung unsur seks. Analisis yang digunakan dalam peneliatian Arif
Budiyanto ini menggunakan penyimpangan kebahasaan, yaitu melalui
pelanggaran prinsip kerja sama, prinsip kesopanan, dan parameter pragmatik.
Penelitian ini menghasilkan penciptaan humor seks melalui plesetan
logika, penciptaan humor seks melalui konflik, dan penciptaan humor seks
melalui pembebasan ketegangan. Aspek eksternal kebahasaan yang menyangkut
masalah seks juga memberikan efek kelucuan dan kontribusi memacu munculnya
humor.
Penelitian Maria Retno Adhityasari (2007) yang berjudul ”Pelanggaran
Prinsip Kerja Sama dalam Talk Show Empat Mata di Trans7” mendeskripsikan
bentuk pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat dalam percakapan talk show
”Empat Mata” dan mendeskripsikan wujud pengungkapan implikatur percakapan
dari pelanggaran prinsip kerja sama dalam percakapan talk show ”Empat Mata”.
Penelitian ini memberikan simpulan empat bentuk pelanggaran prinsip kerja sama
dan mengelompokkan sebelas macam jenis implikatur dari pelanggaran prinsip
kerja sama dalam talk show ”Empat Mata”. Empat bentuk Pelanggaran prinsip
kerja sama, yaitu pelanggaran maksim kualitas, pelanggaran maksim kuantitas,
pelanggaran maksim relevansi, dan pelanggaran maksim cara. Sebelas macam
commit to user
menyatakan penolakan, menyatakan pemberian saran, menyatakan
pemberitahuan, menyatakan perintah, menyatakan ajakan, menyatakan dugaan,
menyatakan keraguan, menyatakan ejekan, menyatakan sindiran, menyatakan
simpulan.
Penelitian Yayuk Lestari (2009) yang berjudul ”Implikatur Percakapan
dan Motif Humor Akhirnya Datang Juga di Trans TV” yang meneliti tentang
penyimpangan prinsip kerja sama dalam percakapan ”Akhirnya Datang Juga” di
Trans TV dan motif humor berdasarkan penggunaan implikatur percakapan yang
terdapat dalam acara tersebut. Penelitian ini memberikan simpulan empat
penyimpangan/pengambangan (floating) prinsip kerja sama, yaitu
penyimpangan/pengambangan (floating) maksim kuantitas,
penyimpangan/pengambangan (floating) maksim kualitas,
penyimpangan/pengambangan (floating) maksim relevan, dan
penyimpangan/pengambangan (floating) maksim cara.
Penyimpangan/pengambangan yang menciptakan humor memanfaatkan lima
aspek kebahasaan, yaitu penyimpangan bunyi pembentukan kata, penyimpangan
logika-keliru (false-logic), ketaksaan, antonimin, dan nama. Selain itu, penelitian
ini juga memberikan simpulan implikatur percakapan humor berdasarkan
penyimpangan/pengambangan (floating) terhadap prinsip kerja sama yang
dikelompokkan menjadi enam macam, yaitu menyatakan pemberian saran,
menyatakan pemberitahuan, menyatakan ejekan, menyatakan pertanyaan,
menyatakan sindiran, dan menyatakan simpulan.
Penelitian Nur Uswatun Nisa (2010) yang berjudul ”Prinsip Kerja Sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
kerja sama dalam Talk Show Kontes De Parpol di TPI, dan mendeskripsikan
implikatur percakapan yang terdapat dalam Talk Show Kontes De Parpol di TPI.
Penelitian ini memberikan simpulan pematuhan prinsip kerja sama, pelanggaran
prinsip kerja sama, pematuhan dan pelanggaran prinsip kerja sama. Selain itu
penelitian ini juga memberikan simpulan implikatur percakapan sebanyak lima
belas, yaitu menyatakan alasan, menyatakan pemberitahuan, menyatakan gurauan,
menyatakan larangan, menyatakan kritikan, menyatakan menyobongkan diri,
menyatakan pemberian saran, menyatakan perintah, menyatakan sindiran,
menyatakan pertanyaan, menyatakan pemberian sanksi, menyatakan penjelasan,
menyatakan mengalihkan, dan menyatakan saran.
B. Landasan Teori
1. Pengertian Pragmatik
Leech, Geoffrey (1993: 15, diterjemahkan oleh M.D Oka) dalam
bukunya “Prinsip-Prinsip Pragmatik” pragmatik umum diistilahkan sebagai
kajian mengenai kondisi-kondisi umum bagi pengguna bahasa secara
komunikatif. Thomas, Jenny (1995: 2) dalam bukunya “Meaning in
Interaction: an Introduction to Pragmatics” menyebut dua kecenderungan
dalam pragmatik terbagi menjadi dua bagian, pertama, dengan menggunakan
sudut pandang sosial, menghubungkan pragmatik dengan makna pembicara
(speaker meaning); dan kedua, dengan menggunakan sudut pandang kognitif,
menghubungkan pragmatik dengan interpretasi ujaran (utterance
commit to user
bahwa pemaknaan merupakan proses dinamis yang melibatkan negosiasi antara
pembicara dan pendengar serta antara konteks ujaran (fisik, sosial, dan
linguistik) dan makna potensial yang mungkin dari sebuah ujaran ujaran,
mendefinisikan pragmatik sebagai bidang yang mengkaji makna dalam
interaksi (meaning in interaction).
Pragmatik menurut I Dewa Putu Wijana adalah cabang ilmu bahasa
yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yaitu bagaimana suatu
kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Pada pengertian ini pragmatik
lebih menekankan pada masalah maksud pembicara (speaker sense), bukan
makna satuan lingual yang bersangkutan (linguistic sense) (1996:1).
Parker (1986) berpandangan bahwa pragmatik adalah kajian mengenai
bagaimana bahasa dipakai untuk berkomunikasi (dalam Rustono, 1999:3).
Pendapat ini menekankan penggunaan bahasa di dalam komunikasi, dalam hal
ini kajian bahasa secara eksternal. Selanjutnya pengertian pragmatik oleh
Rustono, yaitu bidang linguistik yang mengkaji hubungan timbal balik antara
fungsi dan bentuk tuturan. Di dalam batasan yang sederhana, secara implisit
tercakup penggunaan bahasa, komunikasi, konteks, dan penafsiran (1999:4)
Pragmatik menurut Kunjana Rahardi, yaitu ilmu bahasa yang
mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia yang pada dasarnya sangat
ditentukan oleh konteks yang mewadahi dan melatarbelakangi bahasa itu
(2005:49). Pada pengertian ini konteks sangat memberikan peranan dalam
komunkasi. Konteks terdiri dari dua hal, yaitu konteks yang timbul sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
faktor penentunya adalah kedudukan anggota masyarakat dalam suatu
masyarakat sosial dan budaya tertentu.
Pada proses komunikasi agar tuturan-tuturan yang diutarakan dapat
diterima secara efektif oleh mitra tuturnya. Penutur lazim mempertimbangkan
secara seksama berbagai faktor pragmatik sehingga mitra tutur mampu
memahami maksud yang disampaikan penutur dengan baik. Selain itu, di
dalam komunikasi penutur dan mitra tutur diharuskan berbicara relevan dengan
konteks, jelas, dalam batasan tidak begitu sulit dipahami, dan ringkas dalam
arti tidak berbelit-belit (I Dewa Putu Wijana, 2003:54).
2. Pengertian Wacana
Wacana yaitu satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal
merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Pada defenisi ini, hal yang
terpenting dalam wacana adalah keutuhan atau kelengkapan maknanya, dalam
bentuk kongkretnya dapat berupa apa saja, yang terpenting makna dan isinya
(Tim, 1996:1122).
Wacana menurut Henry Guntur Tarigan (dalam Sumarlam, 2003:7),
yaitu satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar diatas kalimat atau
klausa dengan koherensi dan kohesi tinggi yang bekesinambungan yang
mempunyai awal dan akhir nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.
Defenisi ini menunjukkan cirri-ciri wacana yang baik, yaitu mempunyai tingkat
koherensi dan kohesi serta berkesinambungan dari awal hingga akhir wacana
commit to user
Wacana menurut Samsuri (dalam Sumarlam, 2003:8), yaitu rekaman
kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Pengertian wacana ini
lebih menonjolkan fungsi penggunaan bahasa, yaitu komunikasi disamping
juga keutuhan makna sebagai syarat yang harus terpenuhi dalam wacana.
3. Pengertian Humor
Humor adalah sesuatu yang lucu dan menggelikan hati (Tim,
1996:361). Sartono Mukadis (dalam Diela Maya, 2007:8) berpendapat bahwa
humor itu suatu seni yang di dalamnya ada penjungkirbalikan nilai-nilai antara
yang serius dengan yang tak serius. Humor yang demikian oleh Sigmund Freud
mempunyai kemiripan dengan impian. Humor adalah rangsangan yang
menyebabkan seseorang tertawa atau tersenyum dalam kebahagiaan (I Dewa
Putu Wijana, 2003:37). Senyum dan tawa merupakan manifestasi eksternal dari
penikmatmatan humor (Apte dalam I Dewa Putu Wijana, 2003:37).
Freud (dalam Sumarlam, 2003:137) mengklarifikasikan humor
menurut motifnya menjadi dua, yaitu yang dibuat tanpa motivasi (komik) dan
humor yang secara sengaja mencari kesenangan melalui penderitaan orang lain,
seperti agresif, satire,dan dark jokes. I Dewa Putu Wijana (2003:37) membagi
tiga aspek yang berkaitan dengan humor, yaitu; tindakan verbal atau nonverbal
yang merupakan stimulusnya, aktivitas kognitif dan intelektual sebagai alat
persepsi dan evaluasi rangsangan itu, dan respon yang dinyatakan dengan
senyum atau tawa.
Humor merupakan salah satu jenis permainan (I Dewa Putu Wijana,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
pendukungnya, sehingga identitasnya sebagai humor dapat diberikan
maknanya sepenuhnya oleh masyarakat itu sendiri (I Dewa Putu Wijana,
2003:12).
4. Prinsip Kerja Sama
Berbahasa merupakan aktivitas sosial (I Dewa Putu Wijana, 2003:28).
Oleh karena itu, di dalam berbicara pembicara dan mitra tutur sama-sama
menyadari bahwa ada kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan
bahasa, dan interprestasinya. Setiap peserta tindak tutur bertanggung jawab
terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah kebahasaan di dalam
interaksi lingual itu (Allan, dalam I Dewa Putu Wijana, 2003:29).
Grice mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi di dalam anggota
masyarakat dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu prinsip kerja sama
(cooperative principle) (dalam Thomas, Jenny, 1995:61). Grice (dalam I Dewa
Putu Wijana, 2003:54) mengemukakan wacana yang wajar, terdapat kepatuhan
prinsip kerjasama dalam komunikasi. Oleh karena itu, diharapankan peserta
tutur mematuhi prinsip kerja sama dalam rangka menciptakan sebuah
komunikasi yang wajar, sebab ada prinsip-prinsip yang mengatur tindak tutur
dalam setiap peristiwa tutur berlangsung.
Grice dalam (Thomas, Jenyy, 1995: 63-64 dan Leech, Geoffrey 1993:
11-12) mengemukakan prinsip kerja sama yang terjalin dalam komunikasi
terwujud dalam empat bidal (maxim), yaitu: Bidal kuantitas (maxim of
quantity), bidal kualitas (maxim of quality), bidal relevansi (maxim of
commit to user
a. Bidal Kuantitas (Maxim Of Quantity)
Bidal kuantitas menghendaki setiap peserta percakapan
mengatakan hal :
- Make your contribution as informative as is required (for the current
purpose of the ex change) (Usahakan sumbangan informasi Anda
sesuai dengan kebutuhan mitra tutur).
- Do not make your contribution more informative than is required
(Usahakan sumbangan informasi Anda tidak melebihi kebutuhan mitra
tutur). (Leech, Geoffrey, 1993: 11)
Setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang secukupnya
atau sebanyak yang dibutuhkan mitra tutur (I Dewa Putu Wijana, 2003:55).
Penutur diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup, relatif
memadai, dan seinformatif mungkin (Kunjana Rahardi, 2005:53). Tuturan
yang tidak sungguh-sungguh diperlukan mitra tutur, dapat dikatakan
melanggar maksim kuantitas dalam prinsip kerja sama Grice. Demikian
sebaliknya, apabila tuturan itu mengandung informasi yang berlebihan akan
dapat dikatakan melanggar maksim kuantitas (Kunjana Rahardi, 2005:53).
b. Bidal Kualitas (Maxim Of Quality)
Bidal kualitas menghendaki setiap peserta percakapan mengatakan
hal :
- Do not say what you believe to be false (Jangan mengatakan sesuatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
- Do not say that for which you lack adequate evidence (Jangan
mengatakan sesuatu yang tidak didukung oleh bukti-bukti yang kuat.
(Leech, Geoffrey, 1993: 11)
Bidal kualitas atau maksim percakapan ini mewajibkan setiap
peserta percakapan mengatakan hal yang sebenarnya (I Dewa Putu Wijana,
2003:57). Peserta tutur diharapkan dapat menyampaikan sesuatu yang
nyata dan sesuai fakta sebenarnya di dalam bertutur (Kunjana Rahardi,
2005:55). Kontribusi peserta percakapan hendaknya didasarkan pada
bukti-bukti yang memadai. Tuturan yang tidak mengandung kebenaran atau fakta
yang ada dianggap melanggar maksim kualitas.
c. Bidal Relevansi (Maxim Of Relevance)
Bidal relevansi menghendaki setiap peserta percakapan
mengatakan hal : Be relevant (Usahakan informasi yang relevan sesuai
dengan topik pembicaraan) (Leech, Geoffrey, 1993: 11-12). Bidal relevansi
mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang
relevan dengan masalah pembicaraan (I Dewa Putu Wijana, 2003:58).
Kontribusi yang harus diberikan harus berkaitan atau sesuai dengan
topik-topik yang sedang diperbicarakan (I Dewa Putu Wijana, 2003:84). Penutur
dan mitra tutur menjalin kerja sama yang baik, dan memberikan kontribusi
yang relevan tentang sesuatu yang sedang dipertuturkan (Kunjana Rahardi,
2005:56).
d. Bidal Cara (Maxim Of Manner)
Bidal cara atau bidal pelaksanaan menghendaki setiap peserta
commit to user
- Avoid obscurity of expression (Hindari ketidakjelasan atau
samar-samar)
- Avoid ambiguity (Hindari ambiguitas atau makna ganda)
- Be brief (avoid unnecessary prolixity) ( harus singkat, atau tidak
berlebih-lebihan)
- Be orderly (harus teratur, atau runtut) (Leech, Geoffrey 1993: 11-12).
Bidal cara atau maksim pelaksanaan mengharuskan penutur
mengutarakan ujarannya sedemikian rupa agar mudah dipahami oleh mitra
tutur dengan menghindari kekaburan (obscurity), ketangkasan (ambiguity),
berbicara secara padat (concise), dan tak langsung (straight forward), serta
runtut (I Dewa Putu Wijana, 2003:89). Peserta pertutuan bertutur secara
langsung, jelas, dan tidak kabur (Kunjana Rahardi, 2005:57 ). Pertuturan
yang mengharuskan peserta tutur memberikan kontribusi tuturan yang
runtut, tidak ambigu, taksa, dan tidak berlebihan ( Muhammad Rohmadi,
2004:18).
Prinsip kerjasama diatas dalam berkomunikasi harus dipatuhi, tetapi
dalam beberapa kasus orang-orang kadang melanggarnya (Thomas, Jenny,
1995:62). Ada beberapa orang tidak mematuhi aturan-aturan yang ada (Grice
dalam Thomas, Jenny, 1995:62). Oleh karena itu, terjadinya
pelanggaran-pelanggaran prinsip kerja sama mengindikasikan adanya implikatur dalam
tuturan tersebut. Pembicara dengan sengaja tidak mematuhi maksim-maksim
yang ada sehingga pendengar harus mencari maksud yang ada (conversational
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
Grice (dalam Thomas, Jenny, 1995;65) pelanggaran terhadap prinsip
kerja sama menambah informasi yang lain, yaitu dapat memunculkan
asumsi-asumsi lain yang diterima oleh mitra tuturnya. Pelanggaran semacam ini terjadi
karena tuturan melanggar lebih dari satu maksim yang ada (cross maxims).
5. Implikatur Percakapan
Implikatur menurut Grice (dalam Louise Cummings, 2007:13) yaitu
dalam suatu komunikasi penutur tidak hanya bermaksud menyebabkab efek
tertentu pada pendengarnya melalui penggunaan ujarannya, efek ini hanya
dapat dicapai dengan tepat apabila maksud untuk menghasilkan efek ini
diketahui oleh pendengar. Di dalam implikatur, hubungan antara tuturan yang
sesungguhnya dengan maksud yang tidak dituturkan bersifat mutlak (Kujana
Rahardi, 2005:43). Oleh karena itu, dalam komunikasi maksud suatu ujaran
yang tidak diciptakan penutur mampu untuk memberikan kontribusi makna
bagi pendengar.
Implikatur percakapan adalah proposisi atau pernyataan implikatif,
yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan, atau dimaksudkan oleh penutur
yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur di dalam suatu
percakapan (Grice, 1975:43 dalam Rustono, 1999:77). Selanjutnya oleh Mey
berpendapat bahwa dalam implikatur itu merupakan sesuatu yang terimplikasi
di dalam suatu percakapan, yaitu sesuatu yang dibiarkan implisit di dalam
penggunaan bahasa secara aktual (dalam Rustono, 1999:77).
Grice, (dalam Thomas, Jenny, 1995: 57), menyebut dua macam
commit to user
Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran
logika. Implikatur konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan
karena tuntutan konteks tertentu (Thomas, Jenny 1995: 58).
Grice dalam teorinya membedakan implikatur menjadi dua macam,
yaitu implikatur konvensional, dan implikatur non konvensional atau
implikatur percakapan. selanjutnya Grice membedakan implikatur percakapan
menjadi dua yaitu implikatur percakapan khusus dan implikatur percakapan
umum (dalam Rustono, 1999:77-80). Implikatur percakapan khusus adalah
implikatur yang kemunculannya memerlukan konteks khusus. Adapun
implikatur percakapan umum adalah implikatur yang kehadirannya di dalam
percakapan tidak memerlukan konteks khusus (Rustono, 1999:81-82)
Implikatur percakapan mengimplikasi pragmatis yang tersirat di dalam
suatu percakapan, sehingga implikatur percakapan ini merupakan implikasi
pragmatis yang dikandung di dalam suatu tuturan percakapan akibat terjadinya
pelanggaran prinsip percakapan (Rustono,1999:80).
Selanjutnya, Grice (1991) merumuskan adanya lima ciri implikatur
percakapan. Pertama, dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dapat
dibatalkan baik dengan cara eksplisit maupun dengan cara kontekstual. Kedua,
ketidakterpisahan antara implikatur percakapan dengan cara mengatakan
sesuatu. Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan
sesuatu itu sehingga orang menggunakan tuturan bermuatan implikatur
percakapan untuk menyampaikannya. Ketiga, implikatur percakapan
mempersyaratkan makna konvensional dari kalimat yang digunakan, tetapi isi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
Keempat, kebenaran isi implikatur percakapan tidak bergantung pada apa yang
dikatakan, tetapi dapat diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan
apa yang dikatakan. Kelima, implikatur percakapan tidak dapat diberi
penjelasan spesifik yang pasti sifatnya
(http://guru-umarbakri.blogspot.com/kajian/)
Gunarwan (dalam Rustono, 1999:89) menegaskan adanya tiga hal yang
perlu diperhatikan berkaitan dengan implikatur, yaitu (1) implikatur bukan
merupakan bagian dari tuturan, (2) implikatur bukanlah akibat logis tuturan, (3)
sebuah tuturan memungkinkan memiliki lebih dari satu implikatur, dan itu
bergantung pada konteksnya.
6. Tindak Tutur
Kajian pragmatik merupakan kajian kebahasaan yang mempelajari
faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan bentuk-bentuk bahasa dan
tindak tutur dalam pertuturan. Oleh karena itu, dalam peristiwa pertuturan akan
menimbulkan efek-efek yang ditimbulkan oleh penggunaan bahasa. Hal ini
bisa berupa berita dan tindakan. John R. Sarle (dalam Kunjana Rahardi,
2005:35) di dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of
Language menyatakan bahwa dalam praktik penggunaan bahasa terdapat
setidaknya tiga macam tindak tutur yaitu; (1) tindak lokusi (locutionary acts),
(2) tindak ilokusi (illocutionary acts), dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary
commit to user
a. Tindak Lokusi
Tindak Lokusi adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan
kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat
itu (Kunjana Rahardi, 2005:35). Tindak lokusi adalah tindak tutur yang
relatif paling mudah untuk diidentifikasikan karena pengidentifikasiannya
cenderung dapat dilakukan tanpa menyertakan konteks tuturan yang
tercakup dalam situasi tutur (I Dewa Putu Wijana, 1996: 17). Menurut
Austin (dalam Louise Cummings, 2007:9) tindak lokusi kira-kira sama
dengan pengujaran kalimat tertentu dengan pengertian dan acuan tertentu,
yang sekali lagi kira-kira sama dengan makna dalam pengertian tradisional.
Tindak tutur ini dapat disebut sebagai the act of saying something.
b. Tindak Ilokusi
Tindak ilokusi adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud
dan fungsi tertentu pula (Kunjana Rahardi, 2005:35). Tindak lokusi
merupakan tindak untuk memberitahu, memerintah, mengingatkan,
melaksanakan, dan sebagainya, yakni , ujaran-ujaran yang memiliki daya
(konvensional) tertentu (Austin dalam Louise Cummings, 2007:9). Oleh
karena itu, tujuan penutur dalam bertutur bukan hanya untuk memproduksi
kalimat-kalimat yang memiliki pengertian dan acuan tertentu. Bahkan,
tujuannya adalah untuk menghasilkan kalimat-kalimat semacam itu dengan
pandangan untuk memberikan kontribusi jenis gerakan interaksional
tertentu pada komunikasi. Tindak ilokusi disebut sebagai The Act of Doing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
tindak tutur ilokusi ke dalam lima macam bentuk tuturan yang
masing-masing memiliki fungsi komunikatif, yaitu;
1) Asertif (Assertives)
Asertif adalah bentuk tuturan yang mengikat penutur pada kebenaran
proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan (stating),
menyarankan (suggesting), membual (boasting), mengeluh
(complaining), dan mengklaim (claiming).
2) Direktif (Direktives)
Direktif adalah bentuk tuturan yang dimaksudkan penuturnya untuk
membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan tindakan, misalnya
memesan (ordering), memerintah (commanding), memohon
(requesting), menasehati (advising),dan merekomondasi
(recommending).
3) Ekspresif (Expresives)
Ekspresif adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau
menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan,
misalnya berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating),
meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blaming), memuji (praising),
dan berbelasungkawa (condoling).
4) Komisif (Commissives)
Komisif adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji
atau penawaran, misalnya berjanji (promising), bersumpah (vowing),
commit to user
5) Deklarasi (Declarations)
Deklarasi adalah bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan
dengan kenyataan, misalnya berpasrah (resigning), memecat
(dismissing), membaptis (christening), memberi nama (naming),
mengangkat (appointing), mengucilkan (excommunicating), dan
menghukum (sentencing).
c. Tindak Perlokusi
Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh (effect)
kepada mitra tutur (Kunjana Rahardi, 2005:36). Tuturan yang diutarakan
oleh penutur seringkali memiliki daya pengaruh (perlocutionary force),
atau efek bagi yang mendengarkan, tindak tutur yang pengutaraannya
dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur disebut tindak perlokusi (I
Dewa Putu Wijana, 1999 :19). Tindak tutur ini dapat disebut dengan the
act affecting someone.
C. Kerangka Pikir
Kerangka pikir adalah sebuah cara kerja yang dilakukan oleh peneliti
untuk menyelesaikan permasalahan yang akan diteliti. Kerangka berpikir terkait
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Bagan 1. Kerangka pikir
Penjelasan tentang bagan.
Sumber data pada penelitian ini adalah buku Plesetan ½ Gokil karya Diela
Maya, sehingga dapat diketahui data dalam penelitian ini adalah tuturan yang
mengadung pelanggaran prinsip kerja sama, dan impliktur percakapan dari
pelanggaran prinsip kerja sama. Tuturan tokoh Tanya dan Jawab dalam buku
Plesetan ½ Gokil terjadi pematuhan dan pelanggaran terhadap prinsip kerja sama
untuk menciptakan efek kehumoran.
Sumber Data Buku Plesetan ½ Gokil
Tuturan
Tokoh Tanya dan Jawab
Prinsip Kerja Sama
Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
Pelanggaran dan Pematuhan Prinsip Kerja Sama
commit to user
Tuturan yang terjadi dalam dialog tokoh Tanya dan Jawab memungkinkan
terjadinya pelanggaran prinsip kerja sama, bahkan terjadi pematuhan dan
pelanggaran prinsip kerja sama. Adanya permasalah yang timbul dalam dialog
tersebut mengimplisitkan implikatur percakapan yang hendak disampaikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29 BAB III
METODE PENELITIAN
A.Jenis Penelitian
Edi Subroto (1992:5) menyatakan bahwa “metode adalah keseluruhan jalan
yang harus ditempuh sejak ia merumuskan kerangka pikirannya mengenai segi
tertentu dari bahasa, melakukan pengamatan terhadap fenomena pertuturan yang
berulang sama, menyusun hipotesis, menganalisis data-data sampai pada perumusan
masalah yang bersifat mengatur”. Menurut Sudaryanto ( 1992:25) bahwa “metode
dalam kegiatan ilmiah bidang linguistik merupakan jalan yang harus ditempuh
peneliti menuju pembenaran atau penolakan hipotesis serta perencanaan asas-asas
yang mengatur ke arah bahasa”.
Sejalan dengan permasalahan penelitian ini, yaitu kajian pragmatik dalam
wacana humor plesetan, maka bentuk atau model terbaik yang dapat digunakan
untuk penelitian ini adalah model penelitian deskriptif-kualitatif. Penelitian
dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta yang ada atau fenomena yang
secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga menghasilkan catatan
berupa pemberian bahasa dan sifatnya seperti potret (Sudaryanto, 1992:62).
B.Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan data penelitian (Edi Subroto, 1992:32).
Populasi dalam penelitian linguistik pada umumnya keseluruhan individu dari
commit to user
tuturan yang mengadung prinsip kerja sama, yaitu; (a) mematuhi prisip kerja
sama, (b) melanggar prisisp kerja sama, (c) mematuhi dan melanggar prinsip kerja
sama dalam buku Plesetan ½ Gokil karya Diela Maya. Selain itu juga keseluruhan
objek yang mengandung implikatur percakapan yang timbul dengan adanya
pelanggaran prinsip kerja sama.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan data penelitian (Edi
Subroto, 1992:28). Penentuan sampel didasarkan pada asumsi bahwa objek yang
ditentukan sebagai sampel penelitiaan dapat mewakili keseluruhan populasi yang
ada. Hal ini mengingat sampel merupakan bagian-bagian dari keseluruhan
populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian wacana yang diambil
dalam populasi yang diperlukan untuk tujuan penelitian.
Penelitian wacana humor dalam buku Plesetan ½ Gokil ini menggunakan
teknik purposive sample, yaitu pemilihan subjek yang didasarkan ciri-ciri atau
sifat-sifat yang dipandang mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri populasi
yang sudah diketahui sebelumnya (Sutrisno Hadi, 1984:82). Hal ini mengingat
data yang diteliti bersifat homogeny, sehingga peneliti tidak memilih data secara
acak tetapi data yang dianalisis adalah data yang dibutuhkan sesuai dan relevan
dengan tujuan atau permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini.
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari tuturan yang
mengandung prinsip kerja sama, dan implikatur percakapan yang timbul dengan
adanya pelanggaran prinsip kerja sama dalam buku Plesetan ½ Gokil. Sampel
yang dipilih adalah sebagian tuturan yang mengandung pematuhan, pelanggaran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
mengadung implikatur percakapan yang timbul dengan adanya pelanggaran
prinsip kerja sama.
C.Sumber Data dan Data
Sumber data adalah asal data peneliti diperoleh, dan data sebagai objek
penelitian secara umum adalah informasi atau bahasa yang disediakan alam yang
dicari atau dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti (Edi Subroto, 1992:34). Sumber
data dalam penelitian ini adalah buku Plesetan ½ Gokil karya Diela Maya.
Data adalah semua informasi yang disediakan oleh alam (dalam arti luas)
yang harus dicari dan disediakan peneliti yang sesuai dengan masalah yang diteliti
(Sudaryanto, 1993:3). Oleh karena itu, data merupakan fenomena lingual khusus
yang mengandung dan berkaitan langsung dengan masalah yang dimaksud
(Sudaryanto, 1993:5-6). Data dalam penelitian ini adalah tuturan tokoh (Tanya) dan
Tokoh (Jawab) yang mengandung prinsip kerja sama dan implikatur percakapan
dalam buku Plesetan ½ Gokil karya Diela Maya yang berkaitan dengan
permasalahan.
D.Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan tujuan penelitian, pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan teknik pustaka atau teknik catat. Teknik simak atau catat adalah
peneliti berperan sebagai instrumen kunci melakukan penyimakan secara cermat,
terarah dan teliti terhadap sumber data utama dalam rangka memperoleh data yang
dibutuhkan. Hasil penyimakan kemudian dicatat sebagai sumber data (Edi Subroto,
commit to user
E.Metode Analisis Data
Di dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data pada dasarnya dilakukan
bersamaan dengan proses pelaksanaan pengumpulan data. Apabila hal itu tidak dapat
dilakukan, maka konsekuensi logisnya peneliti akan banyak menghadapi kesulitan
karena banyaknya data yang berupa deskripsi kalimat (Sutopo, 2002:97).
Sehubungan dengan hal tersebut, analisis data sangat penting kedudukannya
dilihat dari segi tujuan penelitian. Menurut Sudaryanto (1993:8) dari sekian tahapan
yang dijalani oleh peneliti bahasa, tahapan analisis adalah salah satu tahapan yang
sangat penting dan sentral. Pada tahap analisis data semua tahapan terikat erat untuk
menentukan prinsip yang dimaksud, fenomena yang tampak sebagai masalah dan
menjadi obyek sasaran penelitian sehingga akan jelas.
Analisis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis
heuristik. Pragmatik sebagai pemecahan masalah dapat dilihat dari sudut pandang
penutur dan petutur. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah penerapan
prinip kerja sama dan implikatur percakapan. Pemecahan masalah dalam penelitian
ini dapat dilihat dari sudut pandang petutur karena masalah yang ada disini adalah
masalah interpretasi tuturan. Berdasarkan makna tuturan, informasi latar belakang
konteks, dan asumsi-asumi dasar, petutur membuat hipotesis mengenai tujuan-tujuan
tuturan terhadap masalah interprestasi tuturan tersebut (Leech dalam Oka, 1993:63).
Jenis teknik pemecahan masalah yang dihadapi petutur dalam menginterprestasikan
tuturan disebut tugas heuristik. Teknik heuristik disini berusaha mengidentifikasi
daya pragmatik sebuah tuturan dengan merumuskan hipotesis-hipotesis dan menguji
berdasarkan data-data yang tersedia, tetapi apabila tidak teruji akan dibuat hipoteis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Bila semua konsekuensi ini selaras dengan evidensi konteks, maka hipotesis
dapat diterima. Kalau salah satu kosekuensi ini (atau lebih), bertentangan dengan
konteks, hipotesis harus ditolak dan harus dipertimbangkan seperangkat
kemungkinan lain. Interpretasi yang didasarkan pada kebenaran hipotesis yang
pertama kali muncul disebut Interpretasi Default (default interpretation), yakni
interpretasi yang diterima karena ada evidensi yang bertentangan dengan hipotesis
tersebut (Leech dalam Oka, 1993:64).
Dengan demikian penelitian ini menggunakan teknik heuristik untuk
menerapkan prinsip kerja sama baik yang mematuhi maupun yang melanggar dan
wujud implikatur percakapan dalam buku Plesetan ½ Gokil karya Diela Maya.
Sedangkan alur kerja dalam analisis ini menggunakan model analisis interaktif.
Bentuk interaktif dengan proses penyediaan data sebagai suatu proses siklus.
Pada proses tersebut, aktivitas peneliti selalu bergerak di antara tiga komponen
analisis, yaitu reduksi, sajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Adapun
bentuk kongkret “siklus kerja” dari cara kerja atau mekanisme kerja model analisis
interaktif dapat dilihat dalam diagram berikut ini.
Bagan 2. Model Analisis Interaktif Pengumpulan Data
Sajian Data
commit to user
Alur kerja dalam analisis data penelitian ini dilakukan dengan model analisis
interaktif, yaitu; (1) Reduksi data, dalam reduksi data diadakan seleksi data sehingga
diperolehdata yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pada proses reduksi data, data
yang berlimpah dikelompokkan sesuai dengan tiap bagian guna mendapatkan kartu
data yang selanjutnya dapat digunakan untuk proses selanjutnya. (2) Sajian data,
dalam proses ini data-data yang diperoleh dibuktikan guna menangkap makna dan
fungsi yang menonjol sesuai dengan permasalahan yang diteliti, yaitu pelanggaran
prinsip kerja sama, dan implikatur percakapan yang terbentuk dari pelanggaran
prinsip kerja sama. (3) Penarikan kesimpulan, dalam proses ini semua hasil dari
pembuktian dengan adanya pelanggaran prinsip kerja sama, dan implikatur
percakapan yang terbentuk dari pelanggaran prinsip kerja sama ditarik
kesimpulannya, sehingga memudahkan pembaca penelitian mudah menangkap hasil
penelitian. Namun sebelum melakukan analisis data, dilakukan terlebih dahulu
pengumpulan data. Peneliti sekaligus mengadakan pengamatan untuk mendapatkan
klasifikasi data termasuk dilakukan untuk mendapatkan tipe-tipe data yang tepat dan
cermat. Klasifikasi dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan analisis, sedangkan
analisis harus berorientasi pada perumusan masalah yang diteliti. Pada proses reduksi
data dan sajian data dapat berlangsung secara bersamaan, sebab proses ini saling
berkaitan sehingga dapat mengefensiensi waktu pelaksanaan
Model analisis interaktif menjadi pedoman kerja, selanjutnya adalah analisis
terhadap penyimpangan aspek-aspek pragmatik yang lazim untuk menciptakan
humor. Maksudnya, dengan pedoman kerja analisis model interaktif didapatkan
pelanggaran prinsip kerjasama, dan implikatur percakapan yang terbentuk dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
F. Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Penyajian hasil analisis data dalam suatu penelitian disajikan melalui bentuk dormal
dan informal. Penyajian formal adalah cara merumuskan hasil analisis data dengan
menggunakan lambing dan tanda-tanda, sedangkan penyajian informal adalah cara
merumuskan hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa dan beberpa
terminology yang teknis sifatnya (Sudaryanto, 1993:145). Penyajian hasil analisis
data dalam penelitian ini adalah penyajian formal, dan informal, yaitu berupa
kata-kata dan berupa lambang, tanda yang menjelaskan hasil dari analisis data dalam
penelitian ini. Tanda dan lambang yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya
adalah tanda titik ( . ), tanda garis miring ( / ), tanda kurung biasa (( … )), tanda titik
koma ( ; ), tanda kutipan ( “…” ), serta singkatan (misalnya