• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN INDIVIDU RISET DAN MANAJEMEN SAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN INDIVIDU RISET DAN MANAJEMEN SAT"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN INDIVIDU

RISET DAN MANAJEMEN SATWA LIAR

Disusun oleh :

Hafidz Rezza Renanda (13/345894/KT/07497)

LABORATORIUM SATWA LIAR

BAGIAN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

(2)

i

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan resmi praktikum Riset dan Manajemen Satwa Liar ini disusun sebagai tugas akhir

dari Praktikum Riset dan Manajemen Satwa Liar dan merupakan syarat untuk dapat

menempuh ujian akhir mata kuliah Riset dan Manajemen Satwa Liar

Telah disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Tim koass Praktikan

……… ………

Tim Dosen

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas semua rahmat dan karunia nya sehingga Laporan Resmi Riset dan Manajemen Satwa Liar dapat diselesaikan tanpa ada halangan yang berarti. Laporan ini disusun sebagai syarat dalam Praktikum Riset dan Manajemen Satwa Liar. Dalam proses pembuatannya, kami mendapat banyak bantuan dan doa dari berbagai pihak sehingga dapat menyelesaikan laporan praktikum ini tepat pada waktunya. Penyusun mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas berkah dan karuniaNya kami dapat melaksanakan praktikum dan menyusun laporan ini.

2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan dan motivasi yang sangat luar biasa.

3. Bapak Subeno, Bapak Sena, dan Bapak Ali Imron selaku dosen pengampu mata kuliah Riset dan Manajemen Satwa Liar.

4. Mas Afrizal selaku koordinator koass, Mbak Ulya, Mas Roi, Mbak Dea, Mas Dennis, Mas Aim, Mas Ang, dan Mas Bahtera Ardi selaku Co-ass praktikum ini. Mas Rian dan Mas Aus yang telah berpengalaman di dunia Riset dan Manajemen Satwa Liar atas ilmunya. Kami mengucapkan terimakasih atas bimbingan dan arahannya sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik..

5. Teman-teman kelompok 2 (Dimas, Dini, Tungga, dan Hera) atas kerjasama dan kekompakannya baik saat di lapangan, mengerjakan proposal dan laporan maupun presentasinya.

6. Teman-teman Praktikan Riset dan Manajemen Satwa Liar semuanya, khususnya teman-teman shift 2 ( kelompok 1, 3, 4, 5, dan 6), terima kasih atas kekompakkan dan kerjasamanya.

7. Teman-teman sepergaulan (Thariq, Doohan, Mbak Dea, Asdy, Fajar, Ikhsan dan Dimas) yang telah meluangkan waktu untuk refreshing dan mengingatkan untuk mengerjakan Laporan Resmi Riset dan Manajemen Satwa Liar.

8. Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan ini yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu.

Dalam penulisan laporan praktikum ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu kami mengharapkan adanya kritik dan saran dari pembaca. Dan akhirnya kami mengucapkan rasa terima kasih dan semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 7 Januari 2016

(4)

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... iii

JURNAL PENELITIAN HERPETOFAUNA PENGARUH JARAK DARI SUMBER AIR (JDSA) DAN KELEMBABAN TERHADAP KEHADIRAN GENUS Eutropis DI SEKITAR SUNGAI OYO HUTAN WANAGAMA I ... 1.1. PENDAHULUAN ... 1

1.2. METODE ... 3

1.3. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 4

1.4. KESIMPULAN ... 6

1.5. UCAPAN TERIMAKASIH ... 7

1.6. DAFTAR PUSTAKA ... 7

JURNAL PENELITIAN BURUNG PEMANFAATAN RUANG STRATA VERTIKAL TERHADAP JUMLAH INDIVIDU CEKAKAK JAWA (Halcyon cyanoventris) DI HUTAN WANAGAMA I GUNUNG KIDUL ... 2.1. PENDAHULUAN ... 8

2.2. METODE ... 10

2.3. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

2.4. KESIMPULAN ... 14

2.5. UCAPAN TERIMA KASIH ... 14

2.6. DAFTAR PUSTAKA ... 14

JURNAL PENELITIAN RUSA KELAYAKAN RESTORASI RUSA JAWA (Rusa timorensis) DI HUTAN PENDIDIKAN WANAGAMA I KABUPATEN GUNUNG KIDUL YOGYAKARTA ... 1.1. PENDAHULUAN ... 16

1.2. METODE ... 17

3.3. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 18

3.4. KESIMPULAN ... 19

3.5. UCAPAN TERIMA KASIH ... 19

(5)

1

Pengaruh Jarak Dari Sumber Air (JDSA) dan Kelembaban Terhadap Kehadiran Genus Eutropis di Sekitar Sungai Oyo Hutan Wanagama I

Hafidz Rezza Renanda

Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Jalan Agro no. 1, 55281

Email : hafidz.troll@gmail.com

ABSTRAK

Kadal merupakan salah satu hewan dari kelompok Reptilia yang terdapat hampir di seluruh daratan Indonesia, seperti di sekitar persawahan, pinggir kolam, perkebunan, di bawah pepohonan yang tumbang dan semak belukar. Eutropis adalah salah satu genus kadal-kadalan yang merupakan komponen penting pada dinamika populasi serangga. Kadal memiliki peran sebagai pemberantas serangga yang condong menjadi hama di hutan sehingga kehadiran genus Eutropis perlu dipertahankan agar dapat mengontrol dinamika populasi serangga. Penutupan vegetasi di Wanagama I menyebabkan terbentuknya iklim mikro di dalamnya seperti suhu dan kelembaban yang dapat ditempati berbagai jenis herpetofauna, termasuk genus Eutropis. Berbagai faktor fisik seperti halnya jarak dari sumber air, merupakan salah satu parameter yang sangat mempengaruhi kegiatan dan pola tingkah laku dari herpetofauna. Perubahan ketersediaan air dan kondisi kelembaban akan mengubah kondisi habitat yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan kadal tersebut. Maka dari itu, perlu dilakukan riset tentang pengaruh faktor jarak dari sumber air dan kelembaban terhadap kehadiran genus di Hutan Wanagama I. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui mengetahui kehadiran Genus Eutropis, untuk mengetahui jarak dari sumber air (JDSA) dan kelembaban di sekitar Sungai Oyo di Hutan Wanagama I, dan untuk mengetahui pengaruh jarak dari sumber air (JDSA) dan kelembaban terhadap kehadiran kadal Genus Eutropis di sekitar Sungai Oyo di Hutan Wanagama I. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang kehadiran genus Eutropis di Hutan Wanagama I dan data mengenai pengaruh faktor jarak dari sumber air terhadap kehadiran Genus Eutropis dan data kelembaban di wanagama sehingga secara teoritis dapat digunakan sebagai acuan pada penelitian selanjutnya. Dan juga diharapkan dapat memberikan arahan untuk pengelolaan kedepannya di Hutan Wanagama I. Metode pengambilan data dilakukan dengan metode VES modifikasi Line transect dengan jumlah Line transect 3 line transect. Lebar line transek 20 m dan panjangnya 300 m yang kemudian dibagi menjadi 6 segmen dengan panjang segmen 50 m. Pengamatan dilakukan selama kurang lebih 10 menit pada setiap segmennya. Data yang diambil adalah kehadiran kadal Genus Eutropis, kelembaban, dan JDSA. Analisis data menggunakan metode Generalized linear model karena distribusi data tidak normal. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa jarak dari sumber air memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehadiran Genus Eutropis dengan nilai signifikansi sebesar 0.01325(*). Sedangkan kelembaban tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehadiran Genus Eutropis yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0.48098.

Kata kunci : Kehadiran, Genus Eutropis, Generalized linear model, Wanagama I

1. PENDAHULUAN

Kadal merupakan salah satu hewan dari kelompok Reptilia. Hewan reptilia ini terdapat hampir di seluruh daratan Indonesia, seperti di sekitar persawahan,

(6)

2

Eutropis adalah salah satu genus kadal-kadalan. Kadal merupakan komponen yang sangat penting pada dinamika populasi serangga. Sehingga kadal memiliki pengaruh menurunkan secara nyata total jumlah serangga (Hadi, 2009). Dalam konteks ini, kadal memiliki peran sebagai pemberantas serangga yang condong menjadi hama di hutan sehingga kehadiran genus Eutropis perlu dipertahankan agar dapat mengontrol dinamika populasi serangga.

Penutupan vegetasi di Wanagama I menyebabkan terbentuknya iklim mikro di dalamnya seperti suhu dan kelembaban yang dapat ditempati berbagai jenis herpetofauna, termasuk genus Eutropis.

Kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Kelembaban relatif adalah perbandingan jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air yang dikandung pada panas dan temperatur tertentu dinyatakan dalam persen (Kartasapoetra, 1986).

Kelembaban dipengaruhi oleh adanya pohon-pohon pelindung terutama apabila pohon-pohonnya rapat .daerah yang tertutup tegakan akan mempunyai suhu udara yang relatif rendah dan kelembaban yang relatif tinggi. Daerah yang tertutup pohon dan semak-semak akan mempunyai kecepatan dan turbulensi angin yang lebih kecil dari lahan yang bervegetasi sedikit. Keadaan ini menyebabkan masa udara mengandung air yang tidak dapat bergerak secara cepat. Konsekuensinya, daerah yang bervegetasi rapat akan mempunyai kelembaban yang tinggi. Penutupan permukaan tanah dengan pohon, semak, dan hutan akan memberikan kesejukan (Poedjiharta, 1980). Kelembaban dan suhu merupakan

faktor penting karena dari amfibi berkembang biak di lahan basah (Hall, 2007)

Faktor lingkungan fisik juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku dan daya tahan herpetofauna. Berbagai faktor fisik seperti halnya jarak dari sumber air, merupakan salah satu parameter yang sangat mempengaruhi kegiatan dan pola tingkah laku dari herpetofauna (Goin dan Goin, 1971). Air sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme satwa. Kebanyakan satwa mencukupi kebutuhan air tubuhnya dengan minum air permukaan. Kebutuhan satwa akan air bervariasi, ada yang tergantung ada juga yang tidak. Perubahan ketersediaan air akan mengubah kondisi habitat yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan satwa. Maka dari itu, perlu dilakukan riset tentang pengaruh faktor jarak dari sumber air dan kelembaban terhadap kehadiran genus di Hutan Wanagama I.

(7)

3

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang kehadiran genus Eutropis di Hutan Wanagama I dan data mengenai pengaruh faktor jarak dari sumber air terhadap kehadiran Genus Eutropis dan data kelembaban di wanagama sehingga secara teoritis dapat digunakan sebagai acuan pada penelitian selanjutnya. Dan juga diharapkan dapat memberikan arahan untuk pengelolaan kedepannya di Hutan Wanagama I

2. METODE

2.1. Pengambilan data

Penelitian akan dilakukan di Hutan Wanagama I Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada 21 - 22 November 2015 dengan peralatan berupa peta Hutan Wanagama I, GPS, kompas, termohigrometer, tally sheet, parang, alat tulis, tali rafia, kamera, dan plastik. Metode yang digunakan untuk memperoleh data kehadiran kadal genus Eutropis yang terdapat di Hutan Pendidikan Wanagama I adalah metode VES modifikasi Line transek. Metode VES modifikasi line transek adalah penggabungan dari dua metode ini . Line transek dibuat disekitar sungai Oyo dan dilakukan pengambilan jenis satwa berdasarkan perjumpaan langsung pada

garis yang telah dibuat. Pengambilan data dilakukan pada 3 line transek. Line transek pertama berjarak 10 m dari sungai (sumber air), dan line transek berikutnya berjarak 50 m dari line transek sebelumnya. Lebar line transek 20 m dan panjangnya 300 m yang kemudian dibagi menjadi 6 segmen dengan panjang 50 m. Pengamatan dilakukan selama kurang lebih 10 menit pada setiap segmennya. Data kehadiran genus Eutropis yang diambil yaitu jenis dan kehadirannya pada setiap segmen. Data jarak sumber air dirancang seperti Gambar 1, yaitu jarak dari sumber air pada line transek pertama adalah 10 m, line transek kedua 60 m, dan line transek ketiga 110 m. Alat yang digunakan untuk mengambil data suhu dan kelembaban adalah Thermohygrometer. Data tersebut diukur di tengah tiap segmen pada line transect. Sedangkan jarak dari sumber air diukur jarak terdekat dari sungai ke setiap line transect.

2.2. Analisis Data

(8)

R-4

Statistic. Menggunakan generalized linear model karena data yang diperoleh distribusinya tidak normal. Variabel X (Independent variable) tidak terikat oleh variabel yang lain, sedangkan variabel Y (Dependent variable) nilainya terikat atau dipengaruhi oleh variabel X. Dalam kasus ini variabel X adalah faktor lingkungan fisik jarak dari sumber air dan kelembaban. Sedangkan variabel Y adalah kehadiran Genus Eutropis.

X = Faktor lingkungan fisik JDSA dan kelembaban

Y = Kehadiran genus Eutropis

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil

Pengamatan Genus Eutropis dilakukan di Hutan Wanagama I, yaitu pada petak 5, 6, 7, 13, 14, dan 16. Pengamatan dilakukan dengan membuat 3 line yang terbagi atas 6 segmen setiap line pada masing-masing petak, sehingga totalnya ada 18 line. Dari 18 line yang terbagi menjadi 108 segmen pengamatan Genus Eutropis, ditemui kehadiran Genus Eutropis pada 62 segmen pengamatan. Seperti yang terlihat pada Tabel 1, jenis yang dapat dijumpai yaitu Eutropis rudis, Eutropis multifasciata, dan Eutropis rugifera.

Pengaruh penutupan vertikal vegetasi, penutupan seresah, dan faktor abiotik terhadap kehadiran Genus Eutropis dianalisis dengan metode Generalized linear model dan bantuan software R Statistic. Dari hasil analisis, didapat persamaan terbaik yaitu :

Y= (0.999474 ± 0.339541) + (-0.003048 ±

0.001210)X1 + (-0.002831 ± 0.004003)X2

Keterangan :

Y = Kehadiran Genus Eutropis X1 = variabel JDSA

X2 = variabel Kelembaban

Tabel 1. Hasil pengambilan data di lapangan

petak linetransect Segmen HdrEruddis HdrEmultifaciata hdrErugifera hdrGenus kelembaban JDSA

(9)

5 Tabel 2. Hasil Uji Regresi dengan metode

Generelized linear model

Coefficients Estimate Std.

Error T value

Pr (>|t|)

(Intercept) 0.999474 0.339

541

2.994 0.003

99**

JDSA -0.003048 0.001

210

-2.520 0.013 25*

Kelembaban -0.002831 0.004

003

-0.707 0.480 98

Signif. Codes : 0 ‘***’ 0,001 ‘**’ 0.01 ‘*’ 0.05 ‘.’ 0.1 ‘ ‘ 1

Dispersion parameter for Gaussian family taken to be 0.2371419

Null Deviance : 26.407 on 107 degrees of freedom

Residual deviance : 24.900 on 105 degrees of freedom

R square = 0.057068202

3.2. Pembahasan

Dari hasil regresi didapat persamaan terbaik yaitu Y= (0.999474 ± 0.339541) + (-0.003048 ± 0.001210)X1 +

(-0.002831 ± 0.004003)X2. Dari hasil

analisis dapat diketahui bahwa jarak dari sumber air memiliki pengaruh yang

Gambar 2. Coplot JDSA

Gambar 3. Coplot Kelembaban

(10)

6

signifikan terhadap kehadiran Genus Eutropis dengan nilai signifikansi sebesar 0.01325(*). Sedangkan kelembaban tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehadiran Genus Eutropis yang ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0.48098. R square memiliki nilai 0.057 yang artinya data tersebut mewakili sebesar 5 % dari keadaan dilapangan nya.

Pada dasarnya Faktor

lingkungan fisik merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perilaku dan daya tahan herpetofauna. Berbagai faktor fisik seperti halnya suhu, kelembaban, kelerengan, dan jarak dari sumber air, merupakan salah satu parameter yang sangat mempengaruhi kegiatan dan pola tingkah laku dari herpetofauna (Goin dan Goin, 1971). Ini terbukti pada hasil regresi pengaruh faktor jarak dari sumber air terhadap kehadiran Genus Eutropis dengan nilai signifikansi sebesar 0.01325 (*). Nilai estimate JDSA sebesar -0.003048. Tanda minus (-) maksudnya yakni faktor tersebut semakin berpengaruh apabila nilainya semakin mengecil, dan apa bila plus (tidak min) maka seiring semakin tingginya estimate faktor tersebut peluang ditemukan nya kehadiiran semakin tinggi. Namun tidak pada faktor kelembaban. Menurut Sukiya (2005), kadal banyak ditemukan hidup di daerah tanah basah atau lembab, tanah berumput, bebatuan, pepohonan, namun ada juga yang hidup di gurun pasir. Dalam kaitannya dengan Genus Eutropis, kelembaban akan menentukan kehadiran Genus Eutropis. Berdasarkan hasil analisis, kelembaban tidak menunjukkan pengaruh terhadap kehadiran Genus Eutropis. Hal ini mungkin dikarenakan kadal selalu aktif selama kondisi fisik lingkungannya memungkinkan atau bisa juga dikarenakan ketidaktelitian pengambilan data dilapangan.

Dilihat dari gambar 2 tentang coplot jdsa terhadap kehadiran Genus Eutropis pada titik dimana jdsa berjarak 45m dan 95m diperoleh peluang tertinggi ditemukannya kehadiran Genus Eutropis, sedangkan pada gambar 3 tentang coplot kelembaban terhadap kehadiran Genus Eutropis, pada titik kelembaban sekitar 67-68, 73-74 dan 84-85 diperoleh peluang pertemuan Genus Eutropis tertinggi. Ini dapat disimpulkan bahwa pada kelembaban kehadiran Genus Eutropis tidak dipengaruhi oleh keadaan kelembaban yang bervariasi, dikarenakan kadal di hutan tropis akan menyesuaikan diri pada keadaan yang memungkinkan untuk mencari makan.

4. KESIMPULAN

(11)

7

pengelolaan lahan tertentu agar terciptanya keseimbangan ekosistem hutan.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman, koas, dan dosen serta seluruh pihak yang telah membantu pembuatan jurnal ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

Goin C.J. dan Goin O.B. 1971. Introduction to Herpetology. WH Freeman and Company. San Francisco.

Hadi, Mochamad. 2009. Biologi Insekta Entomologi. Yogjakarta. Penerbit Graha Ilmu.

Hall, D. 2007. The Ultimate Guide to Snackes and Reptiles. The Grange Book Plc. British.

Kartasapoetra, A.G. 1986. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. Jakarta : Bina Aksara.

Poedjiharta, A.G. 1980. Beberapa Indikator Fisik untuk Menentukan Kebijaksanaan Pendahuluan dalam Pengelolaan DAS.

Proceedings Lakakarya

Pengelolaan Terpadu Daerah Aliran Sungai. Jakarta 26-27 Mei 1981.

Ridwan, Roni. 2001. Pemberian Berbagai Jenis Pakan untuk Mengevaluasi Palatabilitas, Konsumsi Protein dan Energi pada Kadal (Mabouya multifasciata) Dewasa. Biodiversitas ISSN: 1412-033X Volume 2, Nomor 1 Januari 2001 Halaman: 98-103.

(12)

8

Pemanfaatan Ruang Strata Vertikal Terhadap Jumlah Individu Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) di Hutan Wanagama I Gunung Kidul

Hafidz Rezza Renanda

Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Jalan Agro no. 1, 55281

Email : hafidz.troll@gmail.com

ABSTRAK

Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) merupakan burung endemik Jawa dan Bali yang status konservasinya dilindungi dengan PP No. 7 tahun 1999. Namun, dengan maraknya berbagai konversi lahan di wilayah Jawa dan Bali, kondisi ini berpengaruh terhadap pengurangan habitat alami Cekakak Jawa. Sebagai salah satu satwa yang memegang peran dalam ekosistem, pengurangan habitat dapat berimbas pada pengurangan populasi Cekakak Jawa. Pengurangan populasi ini berpegaruh terhadap rantai makanan yang kemudian berpengaruh terhadap jumlah populasi satwa lain dan keseimbangan ekosistem. Untuk menjaga kelestarian burung ini, salah satu cara yang dapat diupayakan secara tidak langsung yaitu dengan mengelola habitatnya. Dalam upaya konservasi burung pada suatu area dengan penggunaan atau pengelolaan tertentu maka data mengenai pemanfaatan ruang strata vertikal Halcyon cyanoventris di Hutan Wanagama I adalah data penting yang harus diketahui untuk menjadi acuan terhadap tindakan konservasi dalam upaya mempertahankan keberadaan burung ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah individu Cekakak Jawa dan untuk mengetahui pemanfaatan ruang strata vertikal burung Cekakak Jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I. Metode pengambilan data dilaksanakan di Hutan Wanagama I, dengan metode point count. Analisis data pemanfaatan ruang strata vertikal Cekakak Jawa dilakukan dengan analisis deskriptif. Diperoleh 11 individu Cekakak Jawa di petak 13, 5, 16, dan 14 dengan 64% di strata C dan 36% di strata B. berdasarkan aktivitas, sebanyak 5 individu lebih banyak memanfaatkan strata C untuk bertengger, sedangkan hanya 1 individu yang bertengger pada strata B. Kemudian pemanfaatan strata B lebih banyak digunakan untuk terbang, yaitu ada 3 individu, dan 1 individu lebih banyak terbang pada strata C.

Kata kunci : Pemanfaatan ruang, Strata Vertikal, Cekakak Jawa, Wanagama I

1. PENDAHULUAN

Cekakak jawa (Halcyon

cyanoventris) merupakan burung endemik Jawa dan Bali yang status konservasinya dilindungi dengan PP No. 7 tahun 1999. Cekakak Jawa cenderung mendiami pada berbagai tipe habitat seperti, seperti bakau, daerah pertanian, kolam ikan, sawah dan hutan kering terbuka. Cekakak Jawa lebih cenderung menghindari hutan hujan basah dengan kanopi tertutup, namun hanya masuk beberapa meter kedalam hutan terutama pada jalan tepi dan jalan setapak. Jenis burung ini tersebar dari pantai sampai pada ketinggian 1500 mdpl (McKinnon, 1991).

(13)

9

aktivitas burung terhadap strata vertikal vegetasi akan sangat bervariasi.

Berdasarkan stratifikasi profil hutan maka dapat diperoleh gambaran mengenai pemanfaatan ruang secara vertikal, yang terbagi dalam kelompok burung penghuni bagian paling atas tajuk hutan, burung penghuni tajuk utama, burung penghuni tajuk pertengahan, penghuni tajuk bawah, burung penghuni semak dan lantai hutan, selain itu juga terdapat kelompok burung yang sering menghuni batang pohon. Penyebaran jenis-jenis burung sangat dipengaruhi oleh kesesuaian tempat hidup burung, meliputi adaptasi burung terhadap lingkungan, kompetisi, strata vegetasi, ketersediaan pakan dan seleksi alam (Peterson, 1980).

Wanagama I adalah hutan pendidikan milik Universitas Gadjah Mada yang dibangun pada tahun 1964 dengan cara melakukan suksesi diatas lahan krtis seluas 600 Ha. Wanagama merupakan habitat dari 65 jenis tanaman kayu seperti akasia, kayu putih, eboni, cendana dan jati, serta ratusan jenis herba. Dengan keanekaragaman jenis vegetasi yang tumbuh di hutan Wanagama menyebabkan Wanagama I memiliki strata vertikal vegetasi yang berbeda-beda. Hal tersebut berpengaruh penting terhadap komponen habitat satwa liar, kondisi strata vertikal hubungannya dengan cover dan ruang Cekakak Jawa.

Namun, dengan maraknya berbagai konversi lahan di wilayah Jawa dan Bali, kondisi ini berpengaruh terhadap pengurangan habitat alami Cekakak Jawa. Sebagai salah satu satwa yang memegang peran dalam ekosistem, pengurangan habitat dapat berimbas pada pengurangan populasi Cekakak Jawa. Pengurangan populasi ini berpegaruh terhadap rantai makanan yang kemudian berpengaruh terhadap jumlah populasi satwa lain dan

keseimbangan ekosistem. Hutan Wanagama I sebagai salah satu hutan yang tersisa di daerah Jawa Bali, merupakan habitat alami Cekakak Jawa. Kehadiran Cekakak Jawa di Hutan Wanagama I dapat dijadikan salah satu indikator lingkungan, yang dapat menunjukkan adanya interaksi antara satwa tersebut dengan habitatnya.

Untuk menjaga kelestarian burung ini, salah satu cara yang dapat diupayakan secara tidak langsung yaitu dengan mengelola habitatnya. Dalam upaya konservasi burung pada suatu area dengan penggunaan atau pengelolaan tertentu maka data mengenai pemanfaatan ruang strata vertikal Halcyon cyanoventris di Hutan Wanagama I adalah data penting yang harus diketahui untuk menjadi acuan terhadap tindakan konservasi dalam upaya mempertahankan keberadaan burung ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah individu Cekakak Jawa dan untuk mengetahui pemanfaatan ruang strata vertikal burung Cekakak Jawa di Hutan Pendidikan Wanagama I. Maka hipotesis dari penelitian ini yaitu adanya pemanfaatan strata vertikal vegetasi oleh Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) di Hutan Pendidikan Wanagama.

(14)

10

2. METODE

2.1. Pengambilan data

Pengambilan data dilakukan pada tanggal 7 dan 8 November 2015 pukul 06.00 – 16.00 WIB. Penelitian dilakukan di petak 5, 6, 7, 13, 14, dan 16 Hutan Pendidikan Wanagama I, Gunung Kidul, Yogyakarta. Alat yang digunakan yaitu peta wilayah Wanagama I, GPS, binokuler, alat tulis, hagameter, tally sheet, stopwatch, tali rafia / rol meter, termohigrometer, klinometer, dan Buku panduan pengenalan burung-burung di Jawa dan di Bali karangan John MacKinnon (1991). Sedangkan bahannya yaitu individu burung yang ditemukan dan strata vertikal vegetasi.

Pengambilan data burung menggunakan metode point count, yakni dengan membuat plot berbentuk lingkaran imajiner dengan jari-jari 50 m yang ditempatkan secara sistematis dengan jarak antar plot 200 m. Tiap plot memiliki radius pengamatan sejauh 50 m. Pengamatan dilakukan dengan berhenti di titik point count selama selang waktu tertentu untuk mengamati. Burung yang dijumpai dicatat jenis dan jumlahnya. Individu burung dicatat baik melalui perjumpaan langsung. Jenis data yang diambil meliputi jumlah

burung Cekakak Jawa. Burung-burung yang berhasil diamati baik melalui kontak langsung dengan binokuler.

Pengambilan data struktur vegetasi secara vertikal yaitu dengan pendekatan stratifikasi tajuk, yakni dengan mencatat strata pohon berdasarkan keberadaan cekakak jawa pada pohon. Penentuan stratum ini dilakukan dengan mengukur tinggi pohon dimana cekakak jawa berada dengan menggunakan cristen-hypsometer lalu dilihat masuk kategori stratum manakah pohon tersebut. Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan tropika dipisahkan oleh beberapa stratum sebagai berikut (Soerianegara dan Indrawan, 2005):

 Stratum A: Lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m keatas. Biasanya mempunyai tajuk diskontinu, batang pohon tinggi dan lurus, batang bebas cabang (clear bole) tinggi.

 Stratum B: Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya kontinu, batang pohon bisanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran). Stratum ini sering disebut juga sebagai kanopi.

(15)

11 22,6 m

200 m

Gambar 2. Contoh desain protocolplot

 Stratum C: Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil, banyak bercabang.

Di samping ketiga strata pohon tersebut terdapat pula strata perdu-semak dan tumbuh-tumbuhan penutup tanah, yaitu:

 Stratum D: Lapisan perdu dan semak. Tingginya 1-4 m.

 Stratum E: Lapisan tumbuh-tumbuha penutup tanah (ground cover), tingginya 0-1 m.

Sedangkan pengukuran faktor abiotik habitat dilakukan dengan membuat protocol plot pada setiap titik point count. Protocol plot dibuat berbentuk lingkaran imajiner dengan diameter 22,6 m dan jari-jari 11,3 m. dan jarak antar protocol plot 200 m sesuai dengan jarak plot pada point count. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat-alat seperti Thermo-Hygrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban. Klinometer untuk mengukur kelerengan tempat. Pengukuran jarak sumber air dilakukan dengan menggunakan GPS. Pengukuran suhu dilakukan di semua protocol sampling di dalam point count. Pengambilan data dilakukan dengan cara pengamat berdiri ditengah-tengah protocol sampling lalu mengukur suhu dan dicatat waktu saat pengukuran. Pencatatan waktu dilakukan karena waktu berpengaruh terhadap perbedaan suhu. Pengukuran Kelembapan juga dilakukan di semua protocol sampling di dalam point count. Pengamat dengan

cara yang sama yaitu berdiri ditengah titik sambil mencatat kelembapan dan waktu. Pengukuran kelerengan dilakukan dengan cara pengamat berdiri di tengah lalu menghitung kelerengan ke empat arah mata angin, lalu dicatat kelerengannya dengan menggunakan clinometer. Pengukuran jarak sumber air dilakukan dengan menggunakan GPS dengan cara marking lokasi sumber air dan marking lokasi penemuan burung cekakak.

2.2. Analisis Data

Jumlah individu burung Cekakak Jawa dapat diketahui dengan mengetahui jumlah total burung Cekakak Jawa yang ditemukan di Hutan Pendidikan Wanagama I. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh strata vertikal yaitu dengan analisis deskriptif dengan mengetahui strata mana saja yang dihuni oleh banyak individu burung.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil

(16)

12

dilakukan pada petak 5, 6, 7, 13, 14 dan 16. Berdasarkan pengamatan, ditemukan 11 individu burung cekakak jawa di Hutan Wanagama I. Data pemanfaatan ruang cekakak jawa dapat dilihat di Tabel 1 berikut :

Berdasarkan Grafik 1. Tentang pemanfaatan ruang strata vertikal oleh Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) di Hutan Wanagama I dapat dilihat bahwa pemanfaatan paling banyak ada di strata C yaitu sebanyak 7 individu atau 64%. Lalu kedua adalah strata B yaitu sebanyak 4 individu atau 36%. Sedangkan berdasarkan aktivitas pemanfaatan strata, juga terdapat perbedaan. Sebanyak 5 individu lebih banyak memanfaatkan strata C untuk bertengger, sedangkan hanya 1 individu yang bertengger pada strata B. Kemudian pemanfaatan strata B lebih banyak digunakan untuk terbang, yaitu ada 3 individu, dan 1 individu lebih banyak terbang pada strata C.

Persebaran cekakak jawa di Hutan Wanagama, hal ini dapat dilihat dari

jumlah petak yang ditemukan individunya. Dari 6 petak pengambilan data, hanya 4 petak saja yang ditemukan cekakak jawa. data persebaran cekakak jawa dan faktor abiotik dari petak lokasi ditemukan cekakak jawa dapat dilihat di tabel 2

berikut.

Dari Tabel 2 dan Grafik 2, dapat diketahui 11 individu Cekakak Jawa terdapat di petak 5, 13, 14 di 16. Dari data tersebut, Cekakak Jawa paling banyak ditemui ada di petak 5 (37% atau 4 individu) dan paling sedikit ditemui di petak 13 (9% atau 1 individu), sedangkan di petak 6 dan 7 tidak ditemui.

3.2. Pembahasan

(17)

13

hingga. Menurut Peterson (1980), berdasarkan pada pola stratifikasi penggunaan ruang pada profil hutan pada berbagai tipe habitat di alam, menunjukkan adanya kaitan yang sangat erat antara burung dengan lingkungan hidupnya, terutama dalam pola adaptasi dan strategi untuk mendapatkan sumber daya.

Hasil penelitian ini menunjukkan pemanfaatan ruang strata vertikal Hutan Wanagama oleh cekakak jawa, lebih banyak pada Strata C yaitu pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya kontinue, memiliki percabangan yang banyak dan arah keatas serta batang ( Martinson dan Thomas, 1994). Strata kedua yang paling banyak dimanfaatkan cekakak jawa adalah strata B yaitu pohon-pohon yang tingginya 20-30 m. Pohon dengan strata C yang paling banyak dimanfaatkan oleh Cekakak juga memilik ciri arsitektur seperti tajuk bulat dan percabangan banyak. Bentuk tajuk dan percabangan juga berpengaruh kepada aktivitas burung (Martinson dan Thomas, 1994). Bentuk tajuk berpengaruh pada naungan dan juga dapat melindungi dari predator. Percabangan banyak dimanfaatkan burung untuk bergerak dan juga membuat sarang. Aktivitas yang dilakukan berupa bertengger dan terbang di sambil berpindah dari satu cabang ke cabang lain. Sesekali burung ini juga didapati terbang sambil bervokalisasi. Secara umum, faktor yang mempengaruhi preferensi strata oleh burung adalah sumber (resource) baik makanan maupun ruang serta karakteristik biologi (bioekologi) burung itu sendiri (MacKinnon et al, 1993). Menurut Prijono (1999) Cekakak Jawa lebih suka hinggap pada pohon-pohon yang lebih rendah dan diameter yang lebih kecil dengan kondisi kerapatan pohon yang cenderung rapat. Kebiasaan Cekakak Jawa hidup sendirian ataupun berpasangan, suka bertengger

pada dahan yang rendah. Ketika mencari pakan, bertengger ditempat terbuka, terbang menukik atau turun ke bawah mencari serangga dan mangsa lainnya, serta jarang berburu diatas air. Jenis ini sensitif terhadap kehadiran manusia, pemalu dan sering kali terbang sambil bervokalisasi (Fry et al, 1992). Kebiasaan Cekakak Jawa sesuai dengan banyaknya pemanfaatan strata C dimana pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil, banyak bercabang yang tersusun rapat dan memiliki tajuk yang bersifat kontinyu (Richards, 1954). Perubahan pemanfaatan ruang strata vertikal seperti pencarian makan dan substrat dapat terjadi apabila terjadi perubahan vegetasi dalam habitat.

Hutan Wanagama I terdiri dari 8 petak, yang masing-masing adalah Petak 5 : 79,9 ha; Petak6 : 51,3 ha; Petak 7 : 77,7 ha; Petak 13 : 88,1 ha; Petak 14 : 90,7 ha; Petak 16 : 72,0 ha; Petak 17 : 64.1 ha; Petak 18 : 76.2 ha. Dari semua petak di Wanagama hampir semuanya dilalui oleh sungai Oyo, kecuali petak 18. Sungai Oyo merupakan sungai parenial, yang mengalirkan air sepanjang tahun. Kondisi air sangat dipengaruhi oleh musim, pada musim hujan airnya sangat melimpah sedangkan saat musim kemarau sangat berkurang. Dari 6 petak pengambilan data di Wanagama, 11 individu cekakak jawa paling banyak ditemukan di petak 5, 14, kemudian 16 dan paling sedikit di petak 13.

(18)

14

mangium. Petak ini memiliki kelerengan yang cukup landai yaitu dari -50 - 10,50. Mempunyai suhu rata-rata 32,70 celcius dan kelembaban rata-rata 48,8%. Petak 16 didominasi Tectona grandis dan Gliricidia sepium. Petak ini memiliki kelerengan yang cukup landai yaitu dari -7,250-15,50. Mempunyai suhu rata-rata 33,80 celcius dan kelembaban rata-rata 78,8%. Petak 13 didominasi tegakan Tectona grandis dan Eucalyptus deglupta. Petak ini memiliki kelerengan yang cukup landai yaitu dari -7,5-10,50. Mempunyai suhu rata-rata 33,90 celcius dan kelembaban rata-rata 59,25%. Petak 5 banyak ditemukan cekakak jawa karena merupakan petak dengan kemiringan lahan paling curam dibanding petak lain, sedangkan menurut Bird Life International (2012) cekakak jawa merupakan burung yang lebih memilih membuat lubang sebagai sarang di pohon bahkan di tebing terutama yang berdekatan

dengan sungai, tebing yang dipilih

biasanya memiliki kemiringan 85-90 derajat dengan kedalaman sarang 30-50 cm, hal ini bertujuan agar predator sulit mendekati sarangnya. Sedangkan petak 14 juga banyak ditemukan cekakak jawa karena kondisi petaknya yang paling

terbuka dibandin petak lain. Hal ini sesuai

dengan bioekologi Cekakak jawa yang

memiliki habitat di lahan terbuka,

pepohonan, dekat air bersih, tersebar mulai

dari pantai sampai dengan ketinggian 1500 m dpl (Mckinnon, 1991).

4. KESIMPULAN

Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa jumlah individu Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris) di Hutan Wanagama I Gunungkidul sebesar 11 individu, jumlah individu tersebut diperoleh dari petak 13, 5, 16, dan 14. Pemanfaatan strata vertikal Cekakak Jawa pada strata C dengan ketinggian 4-20

meter sebesar 64%, yang kedua strata B dengan ketinggian 20-30 meter sebesar 36%. Sedangkan berdasarkan aktivitas, sebanyak 5 individu lebih banyak memanfaatkan strata C untuk bertengger, sedangkan hanya 1 individu yang Wanagama sebagai habitat, perlu adanya penelitian lebih lanjut sehingga dapat menjadi materi penunjang.

5. UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman, koas, dan dosen serta seluruh pihak yang telah membantu pembuatan jurnal ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

BirdLife International. 2012. Halcyon cyanoventris. The IUCN Red List of Threatened

Fry, C. H., K. Fry and H. Harris. 1992. Kingfishers, Bee-Eaters and Rollers. Christopher Helm Ltd. London.

MacKinnon, Jhon. 1991. Field Guide to the Birds of Java and Bali. Gadjah

Mada University Press.

Yogyakarta.

Mackinnon J, Karen P & Van Balen B. 1993. Burung-burung Di Sumatera, Jawa, Bali, Dan Kalimantan. Puslitbang Biologi-Lipi. Bogor. Martinson D and Thomas G. W. 1994.

More Birds Nest in Hybrid Cottonwood Trees. Biology Department of Science. Arizone University. United States

(19)

15

Prijono, Agus. 1999. Studi Pembagian Relung Antara Cekakak Gunung (Halycon cyanoventris Vielli) dengan Cekakak Sungai (Halycon chloris Oberh) di Hutan Hutan Pendidikan Wanagama I , Kabupaten Gunungkidul Yogyakarta(Skripsi). Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Tidak dipublikasikan.

Richards, L. A. (Ed.) 1954. Diagnosis and Improvement of Saline and Alkali Soils. USDA Agriculture Handbook 60, Washington D. C. Soerianegara I dan A. Indrawan. 2005.

(20)

16

Kelayakan Restorasi Rusa Jawa (Rusa timorensis) di Hutan Pendidikan Wanagama I Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta

Hafidz Rezza Renanda

Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Jalan Agro no. 1, 55281

Email : hafidz.troll@gmail.com

ABSTRAK

Rusa Jawa (Cervus timorensis) merupakan satwa asli Indonesia yang tersebar di pulau Jawa dan Bali. Saat ini Rusa Jawa tercatat sebagai spesies yang masuk dalam Red List Category and Criteria dengan status vulnerable C1 dan iperkirakan jumlah individu Rusa Jawa dewasa saat ini kurang dari 10.000 di seluruh Indonesia dan akan terus menurun. Penurunan jumlah individu ini disebabkan oleh beberapa masalahan seperti konversi lahan hutan, atau kerusakan habitat dari Rusa Jawa. Kerusakan habitat dan penurunan jumlah individu mendorong pembuatan kawasan restorasi Rusa Jawa untuk memperlambat laju penurunan jumlah individu Rusa Jawa. Restorasi merupakan upaya untuk memulihkan kondisi habitat suatu jenis. Dengan luas sebesar 600 Ha, Wanagama I telah menopang banyak kehidupan flora maupun satwa, termasuk Rusa Jawa. Dalam kegiatan restorasi, berhasil atau tidaknya diperlukan adanya tinjauan mengenai 3 aspek penting yaitu populasi, habitat, dan sosial masyarakat, namun pada penelitian ini hanya ditinjau dari aspek populasi dan air. Tujuan dari penelitian ini yakni untuk mengetahui kelayakan hutan Wanagama I sebagai tempat restorasi Rusa Jawa (Cirvus timorensis) melalui pengamatan aspek habitat (ketersediaan sumber air), dan populasi. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ukuran populasi Rusa Jawa dan kelayakan habitat Wanagama I ditinjau dari ketersediaan air. Maka hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar pengelolaan Rusa Jawa di tahun selanjutnya. Metode yang digunakan untuk mengetahui estimasi jumlah rusa adalah metode pellet count. Jumlah Pellet Count yang dibuat 5 plot. Data yang diperoleh adalah jumlah onggokan kotoran rusa yang ditemui dalam plot berukuran 100 x 20 meter tersebut. Ketersediaan air menggunakan pengukuran jarak dari sumber air terdekat dari plot pengamatan yang diletakkan secara sistematik. Dari hasil perhitungan didapatkan 10,43434066 atau sebesar 11 ekor Rusa timorensis di seluruh Wanagama I.

Kata kunci : Restorasi, Rusa Jawa, Hutan, Wanagama I

1. PENDAHULUAN

Rusa Jawa (Cervus timorensis) merupakan satwa asli Indonesia yang tersebar di pulau Jawa dan Bali. Saat ini Rusa Jawa tercatat sebagai spesies yang masuk dalam Red List Category and Criteria dengan status vulnerable C1 (Hedges, 2008). Diperkirakan jumlah individu Rusa Jawa dewasa saat ini kurang dari 10.000 di seluruh Indonesia dan akan terus menurun dengan penurunan 10% tiap tahunnya (Purnomo, 2010). Penurunan jumlah individu ini disebabkan oleh beberapa masalahan seperti konversi lahan

hutan, atau kerusakan habitat dari Rusa Jawa. Kerusakan habitat dan penurunan jumlah individu mendorong pembuatan kawasan restorasi Rusa Jawa untuk memperlambat laju penurunan jumlah individu Rusa Jawa.

(21)

17

struktur dan fungsinya sesuai (mendekati) kondisi awal. Restorasi merupakan upaya untuk memulihkan kondisi habitat suatu jenis. Dengan luas sebesar 600 Ha, Wanagama I telah menopang banyak kehidupan flora maupun satwa, termasuk Rusa Jawa. Sebagai kawasan restorasi Rusa Jawa, Wanagama I harus memiliki daya dukung habitat seperti pakan, air, penutup (cover), dan sosial. Dalam kegiatan restorasi, berhasil atau tidaknya diperlukan adanya tinjauan mengenai 3 aspek penting yaitu populasi, habitat, dan sosial masyarakat. Aspek populasi ditinjau dari jumlah individu yang ada disuatu kawasan restorasi.populasi adalah kelompok individu yang memiliki kesamaan genetic dan berada bersama-sama dalam tempat dan waktu yang bersama-sama (Mc Naughton dan Wolf,1990).

Keberhasilan restorasi rusa jawa di Wanagama tidak terlepas dari besarnya jumlah populasi yang ada akan tetapi juga Aspek habitat yang terkait ruang, ketersedian pakan, cover / naungan selain itu juga terdiri dari komponen-komponen yang terkait mulai dari kondisi fisik seperti jenis vegetasi yang ada, sebaran vegetasi yang ada, suhu, iklim mikro, kelembapan, tutupan tajuk, kerapatan starata, perlindungan terhadap habitat, ketersediaan air dan yang terpenting adalah ketersediaan pakan bagi Rusa Jawa. Dan masing masing komponen tersebut memiliki fungsi tersendiri dan saling terkait dalam menopang kehidupan rusa jawa. Dari sini, daya dukung pakan, air, ruang serta faktor sosial perlu diketahui untuk menilai layak atau tidak suatu wilayah sebagai kawasan restorasi.

Adapun tujuan dari penelitian ini yakni untuk mengetahui kelayakan hutan Wanagama I sebagai tempat restorasi Rusa Jawa (Cirvus timorensis) melalui

pengamatan aspek habitat (ketersediaan sumber air), dan populasi.

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi ukuran populasi Rusa Jawa dan kelayakan habitat Wanagama I ditinjau dari ketersediaan air. Maka hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dasar pengelolaan Rusa Jawa di tahun selanjutnya.

2. METODE

2.1. Pengambilan data

Penelitian dilakukan di Hutan Wanagama I Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Penelitian dilaksanakan pada 7-8 November 2015 dan 21-22 November 2015. Adapun alat yang dipergunakan yaitu peta Hutan Wanagama I, GPS, kompas, tali rafia, tally sheet, parang, alat tulis. Metode yang digunakan untuk mengetahui estimasi jumlah rusa adalah dengan menggunakan metode pellet count. Jumlah Pellet Count yang dibuat 5 plot. Data yang diperoleh adalah jumlah onggokan kotoran rusa yang ditemui dalam plot berukuran 100 x 20 meter. Setelah mengetahui datanya, kemudian kotoran rusa dibersihkan untuk dilakukan pengamatan pada 1 minggu berikutnya.

(22)

18

2.2. Analisis Data

Estimasi populasi rusa dilakukan dari hasil onggokan kotoran rusa yang diperoleh di dalam pellet count. Dengan rumus :

Keterangan :

A = luas areal penelitian

p = jumlah onggokan minggu ke 2 a = luas seluruh plot sampel t = interval waktu pengamatan d = defakasi

P = estimasi jumlah populasi

Rumus diatas digunakan untuk menaksir jumlah individu rusa yang terdapat di wanagama dan hasilnya akan digunakan untuk mengetahui sejauh mana kesukaan rusa terhadap suatu kawasan yang menyediakan komponen habitat yang dibutuhkan rusa.

Kesesuaian habitat rusa timor (Rusa timorensis russa) di Hutan Wanagama I ditinjau dari tiga aspek meliputi populasi rusa, habitat, dan sosial masyarakat. Habitat rusa timor sendiri ditinjau berdasarkan empat komponen habitat yaitu ; pakan, air, pelindung, dan ruang. Namun dari penelitian ini sendiri meninjau dari aspek ketersediaan air. Informasi yang diperoleh berupa jumlah populasi, ketersediaan air. Setelah memperoleh data estimasi populasi rusa, dan ketersediaan air dilakukan analisis deskriptif terhadap kelayakan restorasi pada Hutan Pendidikan Wanagama I.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil

Dari Pellet plot yang telah dibuat, populasi Rusa timorensis yang ada di wilayah Wanagama dapat diestimasi. Hasil pengamatan tiap petak dapat dilihat

di Tabel 1.

Dari rumus diatas didapatkan hasil seluas 6 ha untuk seluruh plot. Dengan luas Wanagama sebesar 599.7 ha, jumlah onggokan yang ditemukan sebanyak 19 dalam kurun waktu 2 minggu (14 hari), dan rata – rata devikasi sebesar 13, ukuran populasi Rusa timorensis di Wanagama dapat diestimasi dengan rumus:

Keterangan:

P : estimasi populasi A : luasan lokasi penelitian

p : jumlah onggokan minggu kedua t : interval waktu

d : rerata defekasi, koefisien 13 a : luasan seluruh Pellet Plot

Dari hasil perhitungan didapatkan P = A. P

(23)

19

10,43434066 atau sebesar 11 ekor Rusa timorensis di seluruh Wanagama.

Hutan Wanagama memiliki sumber air utama berasal dari sungai Oyo. Sungai juga memiliki Danau Kemuning. Sehingga untuk penyediaan air Hutan Wanagama cukup untuk memenuhi kebutuhan air satwa yang hidup di Wanagama termasuk dilakukan pembulatan keatas dengan maksud untuk memberikan nilai 0.43 tersebut sebagai 1 individu. Kemudian diperoleh jumlah sebanyak 11 ekor. Jumlah ini berbeda dengan jumlah ekor Rusa Jawa yang dilepaskan pertama kali oleh pengelola Wanagama yaitu sebesar 25 ekor. Jika ditinjau dari segi kelayakan sudah tentu tidak layak karena terjadi pengurangan ukuran populasi. Namun jika dikaitkan dengan keterangan masyarakat sekitar, hal itu tidak sesuai karena masyarakat masih sering menemukan rusa dalam jumlah yang berkelompok pada tempat-tempat yang berbeda, di samping itu masyarakat juga sering mengetahui tanda-tanda keberadaan rusa dari tanaman warga yang dimakan ataupun dari jejak kaki dan kotoran yang ditemukan di tanah. Jumlah rusa seharusnnya lebih banyak karena menurut informasi masyarakat juga saat ini rusa telah tersebar hingga Ngelanggeran. Hal ini dapat disebabkan

oleh ketidak telitian pengambil data, atau rusa memang sudah menyebar keluar kawasan. Meskipun bisa saja terjadi pengurangan populasi akibat perburuan, namun berdasarkan data tidak banyak yang melakukan perburuan rusa di Wanagama. Maka dari aspek populasi dapat diketahui bahwa Wanagama masih dapat dikatakan layak sebagai lokasi restorasi Rusa Jawa.

Komponen lain yang tidak kalah penting yaitu kesediaan air. Air merupakan kebutuhal krusial bagi satwa. Hutan Wanagama memiliki sumber air utama berasal dari Sungai Oyo. Sungai ini juga memiliki Danau Kemuning. Sehingga untuk ketersediaan air di Hutan Wanagama untuk memenuhi kebutuhan air satwa yang hidup di Wanagama termasuk Rusa Jawa terbilang cukup dan layak. Di dalam kawasan hutan Bunder terdapat sungai yang cukup besar dan mengalir sepanjang tahun, yaitu sungai Oyo. Di samping itu, didalam kawasan hutan Bunder juga terdapat mata air yang mengalir sepanjang tahun yaitu mat aair Sendang Mole (Nisa. K, 2006) yang mampu memenuhi kebutuhan satwa di sekitar Hutan Wanagama I.

4. KESIMPULAN

Hutan Wanagama I layak dijadikan sebagai kawasan restorasi Rusa Jawa ditinjau dari aspek populasi, dan aspek habitat yang ditinjau dari ketersediaan air

5. UCAPAN TERIMA KASIH

(24)

20

semuua pihak yang telah membantu pembuatan jurnal ini.

6. DAFTAR PUSTAKA

Hedges S, Duckworth JW, Timmins RJ, Semiadi G, Priyono A. 2008. Rusa timorensis. In: IUCN 2008. IUCN Red List of Threatened Species.

Version 2010. 4.

<www.iucnredlist.org>.

McNaughton dan Wolf. 1990. Ekologi Umum. Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Nisa, K. 2006. Analisis Kualitas Air Di

Kawasan Hutan Bunder Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Hutan Tropis Borneo (18) : 54 – 61. Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan

Nugroho, A. D. 1992. Studi Ekologi Makan Rusa Jawa (Cervus timorensis russa Mul. And Schl. 1844) pada Musim Kemarau di Taman Nasional Baluran. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. (Tidak dipublikasikan).

Gambar

Gambar 1, yaitu jarak dari sumber air pada
Tabel 1. Hasil pengambilan data di
Gambar 3. Coplot Kelembaban
Gambar 1. Contoh desain point count
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk akademisi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan bukti empiris mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba, faktor reputasi auditor, jumlah dewan

Mata kuliah Manajemen Sistem Informasi ini merupakan mata kuliah dimana mahasiswa diharapkan mampu mengerti dan memahami mengenai konsep manajemen Informasi dan

Mata kuliah Manajemen Sistem Informasi ini merupakan mata kuliah dimana mahasiswa diharapkan mampu mengerti dan memahami mengenai konsep manajemen Informasi

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang perlu diperhatikan untuk mengetahui profitabilitas pada perusahaan perbankan yang

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kualitas pelayanan jasa yang diberikan oleh kelurahan Pemurus Baru Banjarmasin..

Berdasarkan hasil pengukuran Etat luas diperoleh hasil Etat luas pada lokasi praktikum manajemen dan perencanaan sumber daya hutan ini sebesar

Dengan penelitian tersebut diharapkan dapat membantu memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen membeli produk jamu Dayang Sumbi sehingga

Penerapan sistem di Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Demak menerapkan sistem informasi perpustakaan berbasis multiuser, maka diharapkan akan bermanfaat dan dapat digunakan oleh