LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA
A. PENGERTIAN
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas sspontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul (Wiknjosastro, 1999).
B. KLASIFIKASI 1. “Vigorous Baby”
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa. 2. “Mild Moderate asphyksia/asphyksia sedang”
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada. 3. Asphyksia berat
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan pertukaran gas transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat ganguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Gangguan menahun dalam kehamilan dapat berupa gizi ibu yang buruk, penyakit menahun seperti anemia, hipertensi, jantung dll. Faktor-faktor yang timbul dalam persalinan yang bersifat mendadak yaitu faktor janin berupa gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat, depresi pernapasan karena obat-obatan anestesia/ analgetika yang diberikan ke ibu, perdarahan intrakranial, kelainan bawaan seperti hernia diafragmatika, atresia saluran pernapasan, hipoplasia paru-paru dll. Sedangkan faktor dari pihak ibu adalah gangguan his misalnya hipertonia dan tetani, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada eklamsia, ganguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasenta.
Towel (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi terdiri dari :
1. Faktor ibu a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dsb.
2. Faktor plasenta
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin, dll.
4. Faktor neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu; pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru, dsb.
D. PATOFISIOLOGI
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “Primarg gasping” yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
APGAR SCORE nilai 0-3 : asfiksia berat nilai 4-6 : asfiksia sedang nilai 7-10 : normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar)
E. TANDA DAN GEJALA Gejala klinis:
RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
Bradikardia
tonus otot berkurang
DJJ lebih dari 1OOx/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur
Takikardi
TANDA Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 JUMLAH
NILAI Frekwensi
jantung
Tidak ada Kurang dari 100 X/menit
Lebih dari 100 X/ menit
Usaha bernafas
Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuat
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi sedikit
Gerakan aktif
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Warna Biru / pucat Tubuh kemerahan, ekstremitas biru
Tubuh dan ekstremitas
Apnea
Pucat
Sianosis
penurunan terhadap stimulus
Nafas cepat, nafas cuping hidung
Gejala lanjut pada asfiksia :
Pernafasan megap-megap yang dalam
Denyut jantung terus menurun
Tekanan darah mulai menurun
Bayi terlihat lemas (flaccid)
Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
Menurunnya PH (akibat acidosis respoiraktorik dan metabolic)
Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
Terjadinya perubahan sistem kardivaskuler
F. KOMPLIKASI
1. otak : edema otak,perdarahan otak,
2. jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus, perdarahan paru, edema paru.
3. ginjal : tubular nekrosis akut. 4. hiperbilirubenimia
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. Analisa Gas darah
2. Elektrolit darah 3. Gula darah
5. USG (kepala)
H. PENATALAKSANAAN
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut resusitasi bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa yang mungkin muncul. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal dengan ABC resusitasi, yaitu :
1. Memastika saluran nafas terbuka :
Meletakan bayi dalam posisi yang benar
Menghisap mulut kemudian hidung kalau perlu trachea
Bila perlu masukan Et untuk memastikan pernapasan terbuka
2. Memulai pernapasan :
Lakukan rangsangan taktil, beri rangsangan taktil dengan menyentil atau menepuk
telapak kaki bayi. Lakukan penggosokan punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi.
Bila perlu lakukan ventilasi tekanan positif
3. Mempertahankan sirkulasi darah :
Rangsang dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara kompresi dada atau bila
perlu menggunakan obat-obatan.
Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus : 1. Tindakan umum
a. Pengawasan suhu b. Pembersihan jalan nafas
c. Rangsang untuk menimbulkan pernafasan 2. Tindakan khusus
a. Asphyksia berat
melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100x/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
b. Asphyksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal dengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudian dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjadi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonat natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat
1. PENGKAJIAN
a. Identitas klien dan keluarga
b. Riwayat kehamilan ibu dan persalinan ibu 1. Riwayat Kehamilan Sekarang
2. Riwayat Persalinan ibu c. Objektif
d. Pemeriksaan Umum e. Pemeriksaan Fisik f. Antropometri g. Eliminasi 1. Diagnosa
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan janin dalam kandungan kekurangan 02 dan kadar co2 meningkat yang ditandai dengan apnea, bayi tidak menunjukkan bernafas spontan,tekanan darah menurun,bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan,denyut jantung janin lambat,bayi terlihat lemas.
b. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan ganguan perfusi ventilasi di tandai dengan sianosis, pernafasan cuping hidung, takikardi dan pH arteri menurun.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pada system syaraf pusat yang sangat terangsang dalam kondisi asfiksia ditandai dengan tekanan darah abnormal,frekuensi jantung abnormal,dispnea.
d. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan adaanya kemungkinan hipovolemia atau kematian jaringan
INTERVENSI KEPERAWATAN PADA PASIEN ASFIKSIA SEDANG
D X
TGL DX TUJUAN & KH INTERVENSI RASIONAL
1 Pola nafas tidak efektif meningkat yang ditandai dengan apnea, bayi tidak bereaksi
Tujuan : Pola nafas tetap paten atau efektif Kriteria hasil:
3.Denyut jantung bayi normal
4.Bayi bereaksi terhadap rangsangan
5. Bayi menunjukkan upaya bernafas spontan 6. Ekspansi dada simetris
1. Observasi ttv terutama irama, kedalaman dan frekuensi nafas 2. Pertahankan jalan nafas tetap
baik
3. Berikan rangsangan taktil
4. Ajarkan keluarga untuk menempatkan bayi pada posisi terlentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung menghadap ke atas
5. Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
6. Kolaborasi dalam pemeriksaan AGD
1. Mengetahui status pernafasan
2. Jalan nafas yang baik dapat menjamin lancarnya proses inspirasi dan ekspirasi 5. Mengetahui perkembangan
oksigen pemberian O2 dapat mencegah terjadinya metabolisme anaerob 6. Mengetahui perkembangan
terhadap
pertukaran gas yang
berhubungan dengan ganguan perfusi ventilasi di tandai dengan sianosis,
pernafasan cuping hidung, takikardi dan pH mempertahankan pola pernapasan efektif melalui ventilator dengan tanpa penggunaan otot pernapasan aksesori, sianosis atau tanda lain hipoksia, saturasi oksigen dalam rentang normal. 2.Berpartisipasi dalam upaya
penyapihan( dengantepat ) dalam kemapuan individu.
1. Observasi pola napas. Catat frekuensi pernapasan, jarak antara pernapasan spontan dan napas ventilator.
2. Auskultasi dada secara periodik, catat adanya/takadanyadan kualitas bunyi napas, bunyi napas tambahan, juga simetrisitas gerakan dada.
3. Tinggikan posisi kepala bayi dengan menggunakan bantal. 4. Periksa kecepatan interval
napas panjang (biasanya 1,5 sampai 2 kali volume tidal ). 5. Awasi rasio inspirasi dan
ekspirasi( I:E ).
6. Bila bayi sudah mulai bernafas
1. Pasien pada ventilator dapat 2. Memberikan informasi tentang
aliran udara melalui trakeobronkial dan adanya/takadanya cairan, obstruksimukosa.
3. Peninggian kepala pasien atau turun dari tempat tidur sementara masih ada ventilator secara fisik dan psikologi menguntungkan.
3.Menunjukkan perilaku untuk mempertahankan fungsi pernapasan.
tetapi masih sianosis berikan narium bikarbonat 7.5% sebanyak 6cc. dekstrosa 40% sebanyak 4cc disuntikkan malalui vena umbilicus secara perlahan – lahan.
mencegah atau menurunkan atelektasis dan meningkatkan secret.
5. Fase ekspirasi biasanya dua kali panjangnya dari kecepatan inspirasi, tetapi lebih lama untuk mengkonsumsi jebakan udara untuk memperbaiki pertukaran gas pada pasien.
gangguan pada system syaraf pusat yang sangat terangsan dalam kondisi asfiksia ditandai dengan tekanan darah
Tujuan :
diharapkan gangguan intoleransi aktifitas dapat tertatasi
Kriteria hasil :
1. Tekanan darah normal 2.Frekuensi jantung normal
3.RR normal
1. Observasi tanda vital 2. berikan posisi yang
nyaman,memberikan bantal dan tempat tidur yang nyaman
3. Menganjurkan keluarga untuk mengurangi sentuhan 4. Memberikan informasi kepada keluarga mengenai penyakit asfiksia dan hal – hal yang berhubungan dengan asfiksia tersebut
1. untuk mengetahui perkembangan kondisi cardiac pulmonal
abnormal,frekue nsi jantung abnormal,dispne a.
5. kolaborasi analgesic sesuai dengan kondisi
.
diharapkan keluarga dapat membantu dalam proses kesembuhan
5. obat ini dapat meningkatkan kenyamanan atau istirahat umum
4 Risiko
ketidakefektifan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan adaanya kemungkinan hipovolemia atau kematian jaringan
Tujuan : Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dapat diatasi
Kriteria Hasil :
1. irama jantung ataau frekuensi dan nadi perifer dalam batas normal 2.tidak adanya sianosis sentral atau perifer 3.kulit hangat atau kering 4.haluaran urine dan
2. .observasi warna dan suhu kulit atau membrane mukosa
1. takikardi sebagai akibat sebagai hipoksimia dan kompensasi upaya peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan dengan hipoksemia,ketidakseimbangan elektrolit,dan atau peningkatan peregangan jantung kanan bunyi jantung ekstra misalnya S3 dan S4 terlihat sebagai peningkatan kerja jantung atau terjadinya dekompensasi.
2. kulit
atau gangguan darah sistemik. 3. syok lanjut atau penurunan
curah jantung menimbulkan penurunan perfusi ginjal. Dimanifestasikan oleh penurunan haluaran urine dengan berat jenis normal atau meningkat.
4. untuk mengurangi terjadinya resiko perfusi jaringan
5. peningkatan cairan diperlukan untuk menurunkan hipervsikositas darah (potensial pembentukan thrombus ) atau mendukung volume sirkulasi atau perfusi jaringan.
5 Risiko infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
nosokomial dan respon imun yang terganggu.
Tujuan : resiko infeksi dapat teratasi Kriteria hasil :
1. Observasi keadaan umum dan tanda – tanda vital
2. Berikan isolasi atau pantau pengunjung
3. Batasi penggunaan alat atau prosedur infasif
4. Ajarkan keluarga pasien untuk
mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktifitas yang melibatkan pasien (bayi) 5. Kolaborasi dengan laboratorium
mengambil specimendarah urine dan feses bayi
2. isolasi/pembatasan pengunjung dibutuhkan untuk melindungi pasien imunosupresi mengurangi resiko kemungkinan infeksi 3. mengurangu jumlah lokasi
yang dapat menjadi tempat masuk organism
4. untuk mengurangi kontaminasi silang
IMPLEMENTASI
Merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencanan tindakan keperawatan. (Aziz Alimul, 2009)
EVALUASI
1. Pola nafas tetap paten atau efektif